SURVEY REVIEW PEMANFAATAN DAN KESESUAIAN LAHAN
PERTANIAN DI KAMPUNG KUMAAF DAN KAFYAMKE DISTRIK
ULILIN KABUPATEN MERAUKE
ADRIANUSUniversitas Musamus Merauke Email :adrianus.lpp23@gmail.com
ABSTRAK
Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan kesesuaian lahannya agar produksi pertanian yang tinggi dapat dicapai.Penataan lahan yang tepat sangat menentukan keberhasilan usaha tani sehingga pengembangan lahan pertanian berdasar kesesuaian lahan sangat menentukan (Anwar, E. Kosman, Lukman, Gunawan, 1997).Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1985).Tujuan Penelitian ini adalah untuk meng-evaluasi pemanfaatan dan kesesuaian lahan pertanian distrik Ulilin, mengkaji aspek teknis keberlanjutan pemanfaatan lahan dan kesesuaian lahan pada 2 kampung yang ada di distrik Ulilin serta mencari solusi permasalahan yang dihadapi petani untuk meningkatkan hasil pertanian
Keywords: Pemanfaatan, Kesesuaian lahan, hasil pertanian PENDAHULUAN
Kebutuhan lahan yang semakin meningkat mengakibatkan semakin langkanya lahan pertanian yang mendukung budidaya pertanian yang unggul sehingga memerlukan optimalisasi penggunaan sumberdaya lahan yang memungkinkan tetap tersedianya lahan untuk pertanian secara berkelanjutan.Tantangan ini merupakan salah satu masalah dan tantangan serius dalam pertanian di Indonesia (Ahmadi dan Irsal Las, 2006) yang ditambah lagi dengan adanya persaingan penggunaan lahan untuk sektor non pertanian.
Pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pertanian secara berkelanjutan memerlukan perencanaan pengembangan yang didasarkan pada data dan informasi yang lengkap baik mengenai keadaan iklim, tanah, sifat lingkungan fisik, persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan, serta kemungkinan pengembangan tanaman dari nilai ekonomisnya. Pengetahuan tentang sifat fisik lahan sangat penting dan merupakan dasar bagi perencanaan penggunaan lahan yang rasional. Data mengenai sifat lingkungan fisik tersebut dapat diperoleh
melalui kegiatan pemetaan sumberdaya lahan yang kemudian diikuti dengan kegiatan evaluasi lahan (Rayes, Luthfi, 2007).
Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia baik sebagai ruang maupun sebagai sumberdaya karena kehidupan manusia tergantung pada lahan. Manusia dapat memakai lahan sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha tani disamping sebagai temp at permukiman. Penggunaan lahan untuk pertanian berkaitan dengan tujuan peningkatan produksi pertanian yang tinggi serta lestari.Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan kesesuaian lahannya agar produksi pertanian yang tinggi dapat dicapai.Penataan lahan yang tepat sangat menentukan keberhasilan usaha tani sehingga pengembangan lahan pertanian berdasar kesesuaian lahan sangat menentukan (Anwar, E. Kosman, Lukman, Gunawan, 1997).Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1985).
Laporan World Bank (2003) menyebutkan bahwa pergeseran pertanian menuju nilai tambah yang lebih tinggi dipengaruhi oleh adanya diversifikasi.
SURVEY REVIEW PEMANFAATAN DAN KESESUAIAN LAHAN
PERTANIAN DI KAMPUNG KUMAAF DAN KAFYAMKE DISTRIK
ULILIN KABUPATEN MERAUKE
ADRIANUSUniversitas Musamus Merauke Email :adrianus.lpp23@gmail.com
ABSTRAK
Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan kesesuaian lahannya agar produksi pertanian yang tinggi dapat dicapai.Penataan lahan yang tepat sangat menentukan keberhasilan usaha tani sehingga pengembangan lahan pertanian berdasar kesesuaian lahan sangat menentukan (Anwar, E. Kosman, Lukman, Gunawan, 1997).Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1985).Tujuan Penelitian ini adalah untuk meng-evaluasi pemanfaatan dan kesesuaian lahan pertanian distrik Ulilin, mengkaji aspek teknis keberlanjutan pemanfaatan lahan dan kesesuaian lahan pada 2 kampung yang ada di distrik Ulilin serta mencari solusi permasalahan yang dihadapi petani untuk meningkatkan hasil pertanian
Keywords: Pemanfaatan, Kesesuaian lahan, hasil pertanian PENDAHULUAN
Kebutuhan lahan yang semakin meningkat mengakibatkan semakin langkanya lahan pertanian yang mendukung budidaya pertanian yang unggul sehingga memerlukan optimalisasi penggunaan sumberdaya lahan yang memungkinkan tetap tersedianya lahan untuk pertanian secara berkelanjutan.Tantangan ini merupakan salah satu masalah dan tantangan serius dalam pertanian di Indonesia (Ahmadi dan Irsal Las, 2006) yang ditambah lagi dengan adanya persaingan penggunaan lahan untuk sektor non pertanian.
Pemanfaatan sumberdaya lahan untuk pertanian secara berkelanjutan memerlukan perencanaan pengembangan yang didasarkan pada data dan informasi yang lengkap baik mengenai keadaan iklim, tanah, sifat lingkungan fisik, persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan, serta kemungkinan pengembangan tanaman dari nilai ekonomisnya. Pengetahuan tentang sifat fisik lahan sangat penting dan merupakan dasar bagi perencanaan penggunaan lahan yang rasional. Data mengenai sifat lingkungan fisik tersebut dapat diperoleh
melalui kegiatan pemetaan sumberdaya lahan yang kemudian diikuti dengan kegiatan evaluasi lahan (Rayes, Luthfi, 2007).
Lahan merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia baik sebagai ruang maupun sebagai sumberdaya karena kehidupan manusia tergantung pada lahan. Manusia dapat memakai lahan sebagai sumber penghidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha tani disamping sebagai temp at permukiman. Penggunaan lahan untuk pertanian berkaitan dengan tujuan peningkatan produksi pertanian yang tinggi serta lestari.Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan kesesuaian lahannya agar produksi pertanian yang tinggi dapat dicapai.Penataan lahan yang tepat sangat menentukan keberhasilan usaha tani sehingga pengembangan lahan pertanian berdasar kesesuaian lahan sangat menentukan (Anwar, E. Kosman, Lukman, Gunawan, 1997).Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus, 1985).
Laporan World Bank (2003) menyebutkan bahwa pergeseran pertanian menuju nilai tambah yang lebih tinggi dipengaruhi oleh adanya diversifikasi.
1 Majalah Ilmiah Untab, Vol. 15 No. 1 Maret 2018
Struktur pertanian Indonesia belum meninggalkan dominasi satu jenis tanaman, yaitu padi. Berbeda dengan negara lain, misalnya Malaysia dan Thailand, struktur pertaniannya berubah dari dominan padi menjadi divers ifikasi tanaman, termasuk penguatan holtikultura. Oleh karenanya, pengembangan holtikultura sebagai salah satu upaya diversifikasi patut didukung.
Klasifikasi Hortikultura, sebagaimana definisikan oleh Janick (1972) dan Edmond, J.B., T.L. Senn, F.S. Andrew and R.G. Halfacre (1975) yang dikutip Pratignja Sunu dan Wartoyo (2006), adalah budidaya pertanian tanaman buah, obat, sayuran, dan hias. Dalam penelitian ini dibatasi pada tanaman buah.Kegiatan hortikultura dicirikan oleh penggunaan tenaga kerja, prasarana, serta sarana produksi secara intensif. Konsekuensinya, tanaman yang dibudidaya -kan dipilih yang berdaya menghasil-kan pendapatan tinggi (alasan ekonomi) atau yang menghasilkan kepuasan pribadi, dan terbagi dalam satuan - satuan usaha berluasan terbatas.
Ada beberapa distrik di Kabupaten Merauke yang merupakan sentra pertanian diantaranya adalah distrik Ulilin. Distrik ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah karena merupakan sentra produksi buah-buahan. Namun perlu dievaluasi ulang pemanfaatan lahan pada kampung dua kampung yaitu kampunhg Kafyanke dan kampung Kumaaf pada distrik tersebut
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Survei meliputi pengamatan dan pengukuran secara sistematis terhadap fenomena fisik yang akan diteliti di daerah penelitian, sedangkan wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dari aspek peningkatan hasil pertanian dengan pemanfaatan lahan yang sesuai.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah bulanJuni sampai dengan bulan Juli 2013 pada kampung Kumaaf dan Kampung Kafyamke di Distrik Ulilin.
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, Data primer merupakan data yang diterima langsung dari obyek penelitian. Data dan informasi penting yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Data paspor yaitu data yang berisikan kumpulan informasi umum yang berhubungan dengan kondisi lingkungan tempat penelitian meliputi : biofisik tanah, iklim, dan data pendukung lainnya.
b. Data karakterisasi, meliputi karakter morfologis, agronomis, dan fisiologis serta sifat lain dari jenis tanaman yang ditanaman masyarakat setempat
c. Data sosial budaya masyarakat
d. Data yang diperoleh dianalisis secara Deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian A. Letak Geografis :
1. Desa/Kampung Kafyamke
Kampung Kafyamke adalah salah satu wilayah yang berkembang dari lokasi eks pemukiman transmigrasi yang sebelumnya dikenal dengan satuan pemukiman (SP) Muting III yang letaknya sekitar 6 km sebelah Timur ibu kota Distrik, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Tanah Adat Marga Basik-Basik
Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanah Adat Marga Mahuse
Sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Rawahayu dan
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Nggayu.
Luas wilayah kampung Kafyamke adalah 1060 ha yang terdiri atas Lahan pekarangan 132,5 ha, lahan usaha I seluas 397,5 ha dan lahan usaha II seluas 530 ha, lahan Kas Kampung 10 ha, lahan cadangan untuk fasilitas umum 245 ha.
2. Desa/Kampung Kumaaf.
Kampung Kumaaf juga merupakan eks
pemukiman Transmigrasi yang sebelumnya dikenal dengan Muting II.Letak kampong kumaaf berada sekitar 231 km sebelah Utara Kota Kabupaten (Merauke). Luas wilayah kampong Kumaaf + 957 ha dengan bataas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Nggayu
Sebalah selatan berbatansan dengan Kandrakay
Sebalah Timur bebatasan dengan Kampung Kfyamke
Sebalah Barat berbatasan denngan Tanah Adad Marga Ndiken
B. Iklim :
Iklim pada kedua kampung tersebut dalam tipe hujan D yaitu wilayah yang memiliki 6 bulan basah dan 1 bulan kering. Umumnya terdapat satu puncak hujan yang biasanya jatuh pada bula Maret (Anonim, 2004)
C. Landform dan Relief.
Beberapa hasil penelitian yang dijadikan acuan dalam kegiatan reviw pemanfaatan lahan saat ini adalah keadaan tanah, iklim, arahan komoditas dan aplikasi teknologi.Berdasarkan data tersebut sebaran jenis tanah di distrik Ulilin adalah landform Aluvial dan tektonik struktural.
Landform Aluvial merupakan landform yang terbentuk akibat proses fluvial (aktifitas sungai) yang terinci menjadi dataran banjir, bekas aliran sungai lama, jalur meander, teras sungai bawah dan jalur aliran.
Landform tektonik/struktural, merupakan landform yang terbentuk akibat dari proses tektonik, berupa angkatan, lipatan dan patahan. Group ini menurunkan sub-group dataran tektonik datar, berombak dan bergelombang. Penyebaran group ini berada di distrik Ulilin dan Muting (Ulilin adalah pemekaran Distrik Muting).
Tanah
Tanah sebagai media tumbuh tanaman adalah salah satu sumberdaya alam yang sangat penting untuk dijaga kelestariannya. Tanah dalam proses pembentukannya dipengeruhi oleh lima faktor pembentuk tanah
yaitu : bahan induk, iklim, relief/landform, vegetasi/organisme dan waktu
Berdasarkan landform penyusunnya tanah di daerah penelitian dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu daerah bawah (lowland) dan daerah atas (upland).
Tanah di daerah bawah karakteristiknya banyak dipengaruhi oleh air karena lahan ini umumnya sering tergenang. Tanah berkembang dari bahan induk alluvium dan marin, tersebar di daerah cekungan, agak adatar dan datar. Fluktuasi air tanah sangat mendominasi regim kelembaban tanah yaitu bersifat aquik dengan drainase agak terhambat sampai sangat terhambat, penampang tanah dicirikan dengan warnah tanah kelabu dan terdapat karatan (mottles). Tanah tersebut diklasifikasikan kedalam Endoaqepts (Gleisol Distrik/Eutrik).
Tanah di daerah atas (upland) terjadi proses pencucian (leaching) dan pengendapan. Bahan induk tanah berasal dari endapan batu liat dan batu pasir. Landform yang terbentuk dikelompokkan ke dalam teras marin dan tektonik/struktural dengan relief berombak, sampai bergelombang, pada bagian cembung-datar berdrainase baik. Berdasarkan pedoman klasifikasi tanah Soil Taxonomy (Soil Srvey Staff, 1999), tanah yang terbentuk antara lain diklaisifikasikan ke dalam Dystrudepts (Kambisol Distrik). Hapludults (Podsolik Merah Kuning), dan Plintiudults (Podsolik Plintik).
Pemanfaatan Lahan
Berdasarkan Zona Agro Ekologi Skala 1:100.000, Distrik Ulilin tergolong pada Zona II/De yang merupakan wilayah dengan tipe pemanfaatan lahan berbasis perkebunan/ tanaman tahunan dengan komoditas unggulan kelapa sawit dan karet. Wilayah potensial pengembangan kedua komoditas ini di Distrik Ulilin seluas 150.065 ha. Pada wilayah ini juga diarahkan untuk dapat dikembangkan komoditas tanaman pangan yang dibudidayakan secara tumpang sari (intercropping) sebagai tanaman lorong diantara tanaman sawit dan-atau karet. Komoditas tanaman pangan unggulan adalah kacang tanah, ubi kayu, jagung dan kedelai).
Struktur pertanian Indonesia belum meninggalkan dominasi satu jenis tanaman, yaitu padi. Berbeda dengan negara lain, misalnya Malaysia dan Thailand, struktur pertaniannya berubah dari dominan padi menjadi divers ifikasi tanaman, termasuk penguatan holtikultura. Oleh karenanya, pengembangan holtikultura sebagai salah satu upaya diversifikasi patut didukung.
Klasifikasi Hortikultura, sebagaimana definisikan oleh Janick (1972) dan Edmond, J.B., T.L. Senn, F.S. Andrew and R.G. Halfacre (1975) yang dikutip Pratignja Sunu dan Wartoyo (2006), adalah budidaya pertanian tanaman buah, obat, sayuran, dan hias. Dalam penelitian ini dibatasi pada tanaman buah.Kegiatan hortikultura dicirikan oleh penggunaan tenaga kerja, prasarana, serta sarana produksi secara intensif. Konsekuensinya, tanaman yang dibudidaya -kan dipilih yang berdaya menghasil-kan pendapatan tinggi (alasan ekonomi) atau yang menghasilkan kepuasan pribadi, dan terbagi dalam satuan - satuan usaha berluasan terbatas.
Ada beberapa distrik di Kabupaten Merauke yang merupakan sentra pertanian diantaranya adalah distrik Ulilin. Distrik ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah karena merupakan sentra produksi buah-buahan. Namun perlu dievaluasi ulang pemanfaatan lahan pada kampung dua kampung yaitu kampunhg Kafyanke dan kampung Kumaaf pada distrik tersebut
METODOLOGI
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei. Survei meliputi pengamatan dan pengukuran secara sistematis terhadap fenomena fisik yang akan diteliti di daerah penelitian, sedangkan wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi dari aspek peningkatan hasil pertanian dengan pemanfaatan lahan yang sesuai.
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah bulanJuni sampai dengan bulan Juli 2013 pada kampung Kumaaf dan Kampung Kafyamke di Distrik Ulilin.
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, Data primer merupakan data yang diterima langsung dari obyek penelitian. Data dan informasi penting yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Data paspor yaitu data yang berisikan kumpulan informasi umum yang berhubungan dengan kondisi lingkungan tempat penelitian meliputi : biofisik tanah, iklim, dan data pendukung lainnya.
b. Data karakterisasi, meliputi karakter morfologis, agronomis, dan fisiologis serta sifat lain dari jenis tanaman yang ditanaman masyarakat setempat
c. Data sosial budaya masyarakat
d. Data yang diperoleh dianalisis secara Deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian A. Letak Geografis :
1. Desa/Kampung Kafyamke
Kampung Kafyamke adalah salah satu wilayah yang berkembang dari lokasi eks pemukiman transmigrasi yang sebelumnya dikenal dengan satuan pemukiman (SP) Muting III yang letaknya sekitar 6 km sebelah Timur ibu kota Distrik, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Tanah Adat Marga Basik-Basik
Sebelah Selatan berbatasan dengan Tanah Adat Marga Mahuse
Sebelah Timur berbatasan dengan Kampung Rawahayu dan
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Nggayu.
Luas wilayah kampung Kafyamke adalah 1060 ha yang terdiri atas Lahan pekarangan 132,5 ha, lahan usaha I seluas 397,5 ha dan lahan usaha II seluas 530 ha, lahan Kas Kampung 10 ha, lahan cadangan untuk fasilitas umum 245 ha.
2. Desa/Kampung Kumaaf.
Kampung Kumaaf juga merupakan eks
pemukiman Transmigrasi yang sebelumnya dikenal dengan Muting II.Letak kampong kumaaf berada sekitar 231 km sebelah Utara Kota Kabupaten (Merauke). Luas wilayah kampong Kumaaf + 957 ha dengan bataas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kampung Nggayu
Sebalah selatan berbatansan dengan Kandrakay
Sebalah Timur bebatasan dengan Kampung Kfyamke
Sebalah Barat berbatasan denngan Tanah Adad Marga Ndiken
B. Iklim :
Iklim pada kedua kampung tersebut dalam tipe hujan D yaitu wilayah yang memiliki 6 bulan basah dan 1 bulan kering. Umumnya terdapat satu puncak hujan yang biasanya jatuh pada bula Maret (Anonim, 2004)
C. Landform dan Relief.
Beberapa hasil penelitian yang dijadikan acuan dalam kegiatan reviw pemanfaatan lahan saat ini adalah keadaan tanah, iklim, arahan komoditas dan aplikasi teknologi.Berdasarkan data tersebut sebaran jenis tanah di distrik Ulilin adalah landform Aluvial dan tektonik struktural.
Landform Aluvial merupakan landform yang terbentuk akibat proses fluvial (aktifitas sungai) yang terinci menjadi dataran banjir, bekas aliran sungai lama, jalur meander, teras sungai bawah dan jalur aliran.
Landform tektonik/struktural, merupakan landform yang terbentuk akibat dari proses tektonik, berupa angkatan, lipatan dan patahan. Group ini menurunkan sub-group dataran tektonik datar, berombak dan bergelombang. Penyebaran group ini berada di distrik Ulilin dan Muting (Ulilin adalah pemekaran Distrik Muting).
Tanah
Tanah sebagai media tumbuh tanaman adalah salah satu sumberdaya alam yang sangat penting untuk dijaga kelestariannya. Tanah dalam proses pembentukannya dipengeruhi oleh lima faktor pembentuk tanah
yaitu : bahan induk, iklim, relief/landform, vegetasi/organisme dan waktu
Berdasarkan landform penyusunnya tanah di daerah penelitian dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu daerah bawah (lowland) dan daerah atas (upland).
Tanah di daerah bawah karakteristiknya banyak dipengaruhi oleh air karena lahan ini umumnya sering tergenang. Tanah berkembang dari bahan induk alluvium dan marin, tersebar di daerah cekungan, agak adatar dan datar. Fluktuasi air tanah sangat mendominasi regim kelembaban tanah yaitu bersifat aquik dengan drainase agak terhambat sampai sangat terhambat, penampang tanah dicirikan dengan warnah tanah kelabu dan terdapat karatan (mottles). Tanah tersebut diklasifikasikan kedalam Endoaqepts (Gleisol Distrik/Eutrik).
Tanah di daerah atas (upland) terjadi proses pencucian (leaching) dan pengendapan. Bahan induk tanah berasal dari endapan batu liat dan batu pasir. Landform yang terbentuk dikelompokkan ke dalam teras marin dan tektonik/struktural dengan relief berombak, sampai bergelombang, pada bagian cembung-datar berdrainase baik. Berdasarkan pedoman klasifikasi tanah Soil Taxonomy (Soil Srvey Staff, 1999), tanah yang terbentuk antara lain diklaisifikasikan ke dalam Dystrudepts (Kambisol Distrik). Hapludults (Podsolik Merah Kuning), dan Plintiudults (Podsolik Plintik).
Pemanfaatan Lahan
Berdasarkan Zona Agro Ekologi Skala 1:100.000, Distrik Ulilin tergolong pada Zona II/De yang merupakan wilayah dengan tipe pemanfaatan lahan berbasis perkebunan/ tanaman tahunan dengan komoditas unggulan kelapa sawit dan karet. Wilayah potensial pengembangan kedua komoditas ini di Distrik Ulilin seluas 150.065 ha. Pada wilayah ini juga diarahkan untuk dapat dikembangkan komoditas tanaman pangan yang dibudidayakan secara tumpang sari (intercropping) sebagai tanaman lorong diantara tanaman sawit dan-atau karet. Komoditas tanaman pangan unggulan adalah kacang tanah, ubi kayu, jagung dan kedelai).
3
Berdasarkan pengamatan di lapangan komoditas tersebut telah dibudidayakan, namun lebih didominasi dengan tanaman pangan, sedangkan karet baru mulai dibudidayakan 2 tahun terakhir ini.Khusus untuk tanaman kelapa sawit yang direkomendasikan dalam peta arahan pengembangan komoditas, tampak dilapangan bahwa tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik namun tidak terurus oleh masyarakat. Alasan yang dikemukakan para petani pemilik lahan (yang memiliki sertifikat) bahwa lahan kelapa sawit tersebut tidak terurus karena belum ada kesepakatan mengikat antara petani, Pemerintah (Disbun), sehingga kebun kelapa sawit tersebut mirip dengan tanaman tidak bertuan.
Pemanfaatan lahan untuk pertanian tanaman pangan lahan kering dan lahan basah untuk kedua kampung disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kondisi penggunaan lahan di kampung Kafyamke dan Kumaaf distrk Ulilin
Pada Gambar 1 tampak bahwa luas lahan yang pernah dibuka untuk tananaman pangan di Kampung Kafyamke seluas 108 ha dan Kampung Kumaaf seluas 128 ha. Lahan yang dibuka tersebut digunakan untuk pertanian tanaman pangan lahan basah dan tanaman pangan lahan kering.Untuk melihat proporsi pengembangan pertanian tanaman pangan tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 2.
Gambar 2. Kondisi penggunaan lahan Pertanian Tanaman Pangan
dikampung Kafyamke dan
Kumaaf distrik Ulilin
Sumberdaya Lahan dan Air
Secara umum lahan pertanian di kedua kampung sasaran survey dapat digolongkan kedalam 3 bentuk fisiografi yaitu :
a. Daerah cekungan.
Daerah cekungan penyebarannya terletak diantara dua buah punggung gelombang permukaan lahan. Di kampung Kafyamke daerah cekungan sebagian sudah dimanfaatkan sebagai lahan sawah tadah hujan dan sebagian lainnya dibiarkan bero dan atau sebagai padang penggebalaan. Pada daerah cekungan yang merupakan jalur drainase alami, tampak belum ada upaya pemanfaatan air untuk pertanian. Luas daerah cekungan lebih kecil dibanding dengan daerah cembung
b. Daerah cembung
Daerah ini merupakan bentuk permukaan lahan bergelombang yang mendominasi wilayah pertanian dan pemukiman di kedua kampung yang disurvei.Pada umumnya lahan pertanian yang sedang digarap masyarakat berada pada daerah cembung ini.Pada musim hujan tanaman dapat tumbuh dengan baik pada lahan ini, namun pada musim kemarau tanaman pangan biasanya terhambat karena kekurangan air.
c. Alur drainase alami
Wilayah ini cukup potensial untuk dikelola sebagai tempat cadangan air untuk
musim kemarau. Melihat daerah
penyebarannya yang tidak teratur sebaiknya 0 200 400 600 800 1000 1200 Kafyamke Kumaaf 0 20 40 60 80 100 120 140 Pe rn ah di bu ka lah an b as ah La hn k rng Bas ah y g… ba sa h yg b er a Lh n. k rn g… Lh n K rn g be ra Kafyamke Kumaaf
pada daerah-daerah tertentu dibangun cekdam untuk menampung air aliran permukaan pada musim hujan. Kondisi ini masih memungkinkan dilakukan sebelum daerah yang akan menjadi tampungan masih cukup
luas dan penduduk masih jarang.
Untuk mengetahui keragaan penggunaan lahan di lokasi penelitian secara ringkas dalam bentuk Transek wilayah disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Transek wilayah kampung Kafyamke dan Kampung Kumaaf Distrik Ulilin
Fisiografi Daerah cekungan Dataran banjir Meander
sungai Punggung/beting sungai & Tektonik Struktural
Jalur aliran
Vegetasi Rumput rawa,
padi sawah Semak & hutan campuran tanaman budidaya Belukar dan sagu (spot-spot sagu) Hutan campuran, bambu, palma & tanaman budidaya Belukar sagu dan palma Penggunaan
lahan Pertanian Pertanian pemukiman
dan hutan
Kawasan
penyangga Pemukiman, pertanian hutan
Sawasan konservasi
Jenis tanah Enduaquepts Dystrudepts,
Hapluduts, Pintiudults Enduaquepts Dystrudepts, Hapluduts, Pintiudults Enduaquepts
Tekstur tanah liat Liat liat Liat liat
Drainase tanah terhambat Lambat –
sedang terhambat Sedang -cepat
Jenis Ternak sapi Sapi, kambing Sapi, ayam,
itik ikan
Pola Usahatani Sawah tadah
hujan Intercroping Tan.
perkebunan-tanaman pangan
Meramu
sagu, ikan Intercroping Tan. perkebunan-tanaman pangan Meramu sagu, ikan Status Lahan
Petani Milik Milik Ulayat Milik Ulayat
Respon Petani terhadap
Inovasi
Cukup tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Masalah
Teknologi Drainase, hama/penyakit & pemupukan Irigasi, pengendalian OPT, Pemupukan Konservasi tanah dan air
Produktivitas Rendah Sedang rendah Sedang
-Perubahan yang
diperlukan Perbaikan drainase Pembangunan irigasi Pembangunan irigasi Teknik konservasi tanah & air
Berdasarkan pengamatan di lapangan komoditas tersebut telah dibudidayakan, namun lebih didominasi dengan tanaman pangan, sedangkan karet baru mulai dibudidayakan 2 tahun terakhir ini.Khusus untuk tanaman kelapa sawit yang direkomendasikan dalam peta arahan pengembangan komoditas, tampak dilapangan bahwa tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik namun tidak terurus oleh masyarakat. Alasan yang dikemukakan para petani pemilik lahan (yang memiliki sertifikat) bahwa lahan kelapa sawit tersebut tidak terurus karena belum ada kesepakatan mengikat antara petani, Pemerintah (Disbun), sehingga kebun kelapa sawit tersebut mirip dengan tanaman tidak bertuan.
Pemanfaatan lahan untuk pertanian tanaman pangan lahan kering dan lahan basah untuk kedua kampung disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kondisi penggunaan lahan di kampung Kafyamke dan Kumaaf distrk Ulilin
Pada Gambar 1 tampak bahwa luas lahan yang pernah dibuka untuk tananaman pangan di Kampung Kafyamke seluas 108 ha dan Kampung Kumaaf seluas 128 ha. Lahan yang dibuka tersebut digunakan untuk pertanian tanaman pangan lahan basah dan tanaman pangan lahan kering.Untuk melihat proporsi pengembangan pertanian tanaman pangan tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 2.
Gambar 2. Kondisi penggunaan lahan Pertanian Tanaman Pangan
dikampung Kafyamke dan
Kumaaf distrik Ulilin
Sumberdaya Lahan dan Air
Secara umum lahan pertanian di kedua kampung sasaran survey dapat digolongkan kedalam 3 bentuk fisiografi yaitu :
a. Daerah cekungan.
Daerah cekungan penyebarannya terletak diantara dua buah punggung gelombang permukaan lahan. Di kampung Kafyamke daerah cekungan sebagian sudah dimanfaatkan sebagai lahan sawah tadah hujan dan sebagian lainnya dibiarkan bero dan atau sebagai padang penggebalaan. Pada daerah cekungan yang merupakan jalur drainase alami, tampak belum ada upaya pemanfaatan air untuk pertanian. Luas daerah cekungan lebih kecil dibanding dengan daerah cembung
b. Daerah cembung
Daerah ini merupakan bentuk permukaan lahan bergelombang yang mendominasi wilayah pertanian dan pemukiman di kedua kampung yang disurvei.Pada umumnya lahan pertanian yang sedang digarap masyarakat berada pada daerah cembung ini.Pada musim hujan tanaman dapat tumbuh dengan baik pada lahan ini, namun pada musim kemarau tanaman pangan biasanya terhambat karena kekurangan air.
c. Alur drainase alami
Wilayah ini cukup potensial untuk dikelola sebagai tempat cadangan air untuk
musim kemarau. Melihat daerah
penyebarannya yang tidak teratur sebaiknya 0 200 400 600 800 1000 1200 Kafyamke Kumaaf 0 20 40 60 80 100 120 140 Pe rn ah di bu ka lah an b as ah La hn k rng Bas ah y g… ba sa h yg b er a Lh n. k rn g… Lh n K rn g be ra Kafyamke Kumaaf
pada daerah-daerah tertentu dibangun cekdam untuk menampung air aliran permukaan pada musim hujan. Kondisi ini masih memungkinkan dilakukan sebelum daerah yang akan menjadi tampungan masih cukup
luas dan penduduk masih jarang.
Untuk mengetahui keragaan penggunaan lahan di lokasi penelitian secara ringkas dalam bentuk Transek wilayah disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Transek wilayah kampung Kafyamke dan Kampung Kumaaf Distrik Ulilin
Fisiografi Daerah cekungan Dataran banjir Meander
sungai Punggung/beting sungai & Tektonik Struktural
Jalur aliran
Vegetasi Rumput rawa,
padi sawah Semak & hutan campuran tanaman budidaya Belukar dan sagu (spot-spot sagu) Hutan campuran, bambu, palma & tanaman budidaya Belukar sagu dan palma Penggunaan
lahan Pertanian Pertanian pemukiman
dan hutan
Kawasan
penyangga Pemukiman, pertanian hutan
Sawasan konservasi
Jenis tanah Enduaquepts Dystrudepts,
Hapluduts, Pintiudults Enduaquepts Dystrudepts, Hapluduts, Pintiudults Enduaquepts
Tekstur tanah liat Liat liat Liat liat
Drainase tanah terhambat Lambat –
sedang terhambat Sedang -cepat
Jenis Ternak sapi Sapi, kambing Sapi, ayam,
itik ikan
Pola Usahatani Sawah tadah
hujan Intercroping Tan.
perkebunan-tanaman pangan
Meramu
sagu, ikan Intercroping Tan. perkebunan-tanaman pangan Meramu sagu, ikan Status Lahan
Petani Milik Milik Ulayat Milik Ulayat
Respon Petani terhadap
Inovasi
Cukup tinggi Tinggi Rendah Tinggi Rendah
Masalah
Teknologi Drainase, hama/penyakit & pemupukan Irigasi, pengendalian OPT, Pemupukan Konservasi tanah dan air
Produktivitas Rendah Sedang rendah Sedang
-Perubahan yang
diperlukan Perbaikan drainase Pembangunan irigasi Pembangunan irigasi Teknik konservasi tanah & air
5
Sektor Pertanian.
Secara umum aktifitas pertanian di Kampung Kapyamke didominasi oleh pertanian lahan kering dengan komoditas utama antara lain ubi kayu, padi gogo. kacang tanah, kacang hijau dan sayur sayuran. Tanaman pangan tersebut diusahakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (subsistens) saja kerena sistem pemasaran belum dapat mendukung usahatani komersial. Pemasaran hasil sangat suatu produk dipengaruhi oleh prasarana dan sarana transportasi, jarak ke pasar dan jumlah konsumen yang membutuhkan barang atau jasa yang akan ditawarkan. Hampir semua faktor yang berperan dalam proses pemasaran produk tersebut khususnya produk pertanian dari wilayah ini masih terbatas, terutama jarak ke pasar kabupaten sangat jauh yaitu sekitar 200 – 225 km.
Dengan keterbatasan sarana dan prasarana pendukung sistem pertanian komersial tersebut maka akhir-akhir ini para petani mulai melirik usahatani perkebunan untuk digeluti.Komoditas perkebunan yang sedang dicoba dikembangkan petani adalah karet yang diusahakan secara swadana dan swadaya.
Pengelolaan Tanah dan Sistem Usahatani Produktivitas dan produksi optimum tanaman pada suatu tanah dapat dicapai dengan pemupukan yang tepat dan perbaikan sifat-sifat fisik tanah. Akan tetapi, pemupukan tidak akan berhasil dan menguntungkan jika usaha-usaha pencegahan erosi, perbaikan keadaan udara dan air tanah, usaha-usaha pemeliharaan bahan organic tanah, perbaukan drainase dan penyediaan air tidak dilakukan.
Salah satu kriteria klasifikasi sistem usahatani barbasis tanaman seperti yang dikemukakan Joosten (1962 dalam Arsyad, 2010) didasarkan pada siklus penggunaan tanah. Dalam klasifikasi ini digunakan suatu nilai R yang merupakan perbandingan antara jumlah tahun sebidang tanah yang digunakan untuk usahatani dikalikan dengan 100 dan dibagi dengan lamanya siklus penggunaan tanah
R = N X 100/N+M Dimana :
N = jumlah tahun berturut-turut sebidang tanah diusahakan
M = jumlah tahun tanah tidak diusahakan Nilai R > 66 menunjukkan sistem usahatani menetap, nilai R< 66 menunjukkan sistem usaha tani tidak menetap (sistem usahatani bera). Pada sistem usahatani menetap nilai R berkisar antara 66 – 300. Nilai R = 150 menunjukkan bahwa 50% areal tanah ditanami duakali dalam setahun. Sedangkan nilai R = 300 menunjukkan seluruh bidang tanah ditanamai 3 kali dalam setahun. (Arsyad, 2010).
Sesuai dengan hasil wawancara dengan petani responden, diperoleh data/informasi bahwa pola pertanian masyarakat di kampung Kafyamke dan Kumaaf tergolong sistem pertanian menetap dengan nilai R lahan rata-rata antara 150 – 200 yang berarti bahwa para petani mengusahakan lahannya dengan menanam tanaman pangan/palawija dan sayur-sayuran dua sampai tiga kali dalam sethun tetapi tidak semua lahan usaha ditanami karena keterbatasan tenaga kerja dan modal serta bergantung kepada keadaan iklim.
Sesuai dengan hasil pengolahan data yang disajikan pada Gambar 2 yang menunjukkan bahwa, lahan yang pernah dibuka untuk pertanian lahan kering sekarang ini lebih banyak yang bero dibandingkan dengan yang intensif dikelola.Hal ini berarti lahan bero tersebut hanya ditumbuhi rumput liar dan semak yang tidak dimanfaatkan.Untuk memanfaatkan lahan ini dapat diperhitungkan untuk pengembangan tanaman perkebunan atau pengembangan ternak ruminansia.
Jenis dan Penyebaran Komoditas
Komoditas pertanian yang diusahakan petani responden di kampung Kafyamke antara lain komoditas tanaman pangan semusim seperti padi sawah dan padi gogo, ubi kayu (singkong), ubi jalar, jagung, kacang hijau dan kacang tanah; komoditas sayur-sayuran seperti bengkuang, sawi, kangkung, kacang panjag dan ketimun; tanaman buah-buahan seperti melon dan semangka. Komoditas perkebunan antara lain Karet, Kelapa, Jambu mete, rambutan, jeruk, mangga
dan durian. Tanaman buah-buahan tahunan yang sudah menghasilkan adalah rambutan dan mangga, namun menurut data/informasi para responden tanaman mangga selama ini pada musim bunga terbentuk banyak bunga tetapi gugur kering dan tidak menghasilkan buah.
Produksi dan Produktivitas Pertanian
Hasil wawancara dengan petani responden diperoleh data/informasi bahwa tingkat produksi yang dicapai para petani tergolong rendah dibanding dengan potensi hasil komoditas yang diusahakan dan kemampuaan lahan yang tersedia. Namun demikian, rendahnya hasil yang diperoleh tersebut menurut informasi para petani bukan disebabkan karena ketidak sesuaian lahan dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman tetapi lebih disebabkan oleh keterbatasan modal termasuk tenaga kerja, gangguan OPT (terutama babi hutan) dan ketersediaan air. Dengan demikian indikasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan program pengembangan pertanian tanaman pangan di Distrik Ulilin adalah membutuhkan sentuhan teknologi tepat guna spesifik lokasi dalam hal efisiensi tenaga kerja, pengendalian OPT dan pemasaran hasil pertanian. Potensi hasil beberapa komoditas pertanian dan tingkat hasil yang dicapai petani di dua lokasi pengamatan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kisaran Potensi Hasil Beberapa Komoditas Tanaman Pangan/Palawija dan Hasil yang dicacapai Petani
No Uraian Potensi Hasil (ton/ha)
Hasil Yang dicapai petani (dikonversi ke ton/ha) Keterangan Kafyamke Kumaaf 1 Ubi Kayu 30 - 40 1,98 2,2 SR 2 Ubi Jalar 15 – 20 2,0 3,0 SR 3 Kacang Tanah 2 – 3,5 1,2 1,2 Sd 4 Padi gogo 3,5 – 4,5 2,0 2,0 R 5 Padi sawah 5 - 7 - -
-Keterangan : SR = Sangat rendah; Sd = Sedang; R = Rendah
Tanaman perkebunan yang cukup prosfektif di distrik ulilin adalah kelapa sawit, hanya para petani tidak tertarik menanam kelapa sawit lagi karena suatu pengalaman buruk yang diradsakan dari program penanaman kelapa sawit pada lahan II kampung Kumaaf yang dilangsungkan pemerintah pada tahun 1999/2000 yang lalu, sekarang tanaman tersebut sudah masuk fase produksi tetapi tidak terurus karena ketidak jelasan tujuan/sasaran program tersebut bagi masyarakat.
Hal ini perlu ditindak lanjuti segera oleh instansi terkait dengan masyarakat yang memegang sertifikat tanah atas lahan perkebunan kelapa sawit tersebut. Tanaman karet sekarang ini mulai diusahakan petani setempat dengan swadaya dan swadana dengan harapan pada masa yang akan datang dapat bekerjasama dengan perusahaan perkebunan BUMN atau swasta untuk pemasaran hasil karet mereka.
Kependudukan dan Tenaga Kerja
Jumlah penduduk kampung Kafyamke pada tahun 2012 adalah 764 jiwa yang terdiri dari 196 KK.Penduduk tersebut berasal dari beberapa suku antara lain Suku Jawa 355 jiwa (151 KK), Suku Sunda 289 jiwa (25 KK), suku Papua 76 jiwa (11 KK), NTT 28 Jiwa (5 KK) dan Bugis Makassar 16 Jiwa (4 KK). Dari 196 KK, sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Jumlah penduduk Kampung Kumaaf pada tahun 2012 sebanyak 627 jiwa yang terdiri dari 198 KK. Dari 198 KK tersebur terdiri atas 28 KK memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, 5 KK sebagai anggota TNI/POLRI, 15 KK berprofesi sebagai PNS dan selebihnya sekitar 150 KK adalah petani. Untuk mengetahui lebih jelas jumlah penduduk dan jenis mata pencaharian masyarakat dari kedua kampung disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.
Sektor Pertanian.
Secara umum aktifitas pertanian di Kampung Kapyamke didominasi oleh pertanian lahan kering dengan komoditas utama antara lain ubi kayu, padi gogo. kacang tanah, kacang hijau dan sayur sayuran. Tanaman pangan tersebut diusahakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (subsistens) saja kerena sistem pemasaran belum dapat mendukung usahatani komersial. Pemasaran hasil sangat suatu produk dipengaruhi oleh prasarana dan sarana transportasi, jarak ke pasar dan jumlah konsumen yang membutuhkan barang atau jasa yang akan ditawarkan. Hampir semua faktor yang berperan dalam proses pemasaran produk tersebut khususnya produk pertanian dari wilayah ini masih terbatas, terutama jarak ke pasar kabupaten sangat jauh yaitu sekitar 200 – 225 km.
Dengan keterbatasan sarana dan prasarana pendukung sistem pertanian komersial tersebut maka akhir-akhir ini para petani mulai melirik usahatani perkebunan untuk digeluti.Komoditas perkebunan yang sedang dicoba dikembangkan petani adalah karet yang diusahakan secara swadana dan swadaya.
Pengelolaan Tanah dan Sistem Usahatani Produktivitas dan produksi optimum tanaman pada suatu tanah dapat dicapai dengan pemupukan yang tepat dan perbaikan sifat-sifat fisik tanah. Akan tetapi, pemupukan tidak akan berhasil dan menguntungkan jika usaha-usaha pencegahan erosi, perbaikan keadaan udara dan air tanah, usaha-usaha pemeliharaan bahan organic tanah, perbaukan drainase dan penyediaan air tidak dilakukan.
Salah satu kriteria klasifikasi sistem usahatani barbasis tanaman seperti yang dikemukakan Joosten (1962 dalam Arsyad, 2010) didasarkan pada siklus penggunaan tanah. Dalam klasifikasi ini digunakan suatu nilai R yang merupakan perbandingan antara jumlah tahun sebidang tanah yang digunakan untuk usahatani dikalikan dengan 100 dan dibagi dengan lamanya siklus penggunaan tanah
R = N X 100/N+M Dimana :
N = jumlah tahun berturut-turut sebidang tanah diusahakan
M = jumlah tahun tanah tidak diusahakan Nilai R > 66 menunjukkan sistem usahatani menetap, nilai R< 66 menunjukkan sistem usaha tani tidak menetap (sistem usahatani bera). Pada sistem usahatani menetap nilai R berkisar antara 66 – 300. Nilai R = 150 menunjukkan bahwa 50% areal tanah ditanami duakali dalam setahun. Sedangkan nilai R = 300 menunjukkan seluruh bidang tanah ditanamai 3 kali dalam setahun. (Arsyad, 2010).
Sesuai dengan hasil wawancara dengan petani responden, diperoleh data/informasi bahwa pola pertanian masyarakat di kampung Kafyamke dan Kumaaf tergolong sistem pertanian menetap dengan nilai R lahan rata-rata antara 150 – 200 yang berarti bahwa para petani mengusahakan lahannya dengan menanam tanaman pangan/palawija dan sayur-sayuran dua sampai tiga kali dalam sethun tetapi tidak semua lahan usaha ditanami karena keterbatasan tenaga kerja dan modal serta bergantung kepada keadaan iklim.
Sesuai dengan hasil pengolahan data yang disajikan pada Gambar 2 yang menunjukkan bahwa, lahan yang pernah dibuka untuk pertanian lahan kering sekarang ini lebih banyak yang bero dibandingkan dengan yang intensif dikelola.Hal ini berarti lahan bero tersebut hanya ditumbuhi rumput liar dan semak yang tidak dimanfaatkan.Untuk memanfaatkan lahan ini dapat diperhitungkan untuk pengembangan tanaman perkebunan atau pengembangan ternak ruminansia.
Jenis dan Penyebaran Komoditas
Komoditas pertanian yang diusahakan petani responden di kampung Kafyamke antara lain komoditas tanaman pangan semusim seperti padi sawah dan padi gogo, ubi kayu (singkong), ubi jalar, jagung, kacang hijau dan kacang tanah; komoditas sayur-sayuran seperti bengkuang, sawi, kangkung, kacang panjag dan ketimun; tanaman buah-buahan seperti melon dan semangka. Komoditas perkebunan antara lain Karet, Kelapa, Jambu mete, rambutan, jeruk, mangga
dan durian. Tanaman buah-buahan tahunan yang sudah menghasilkan adalah rambutan dan mangga, namun menurut data/informasi para responden tanaman mangga selama ini pada musim bunga terbentuk banyak bunga tetapi gugur kering dan tidak menghasilkan buah.
Produksi dan Produktivitas Pertanian
Hasil wawancara dengan petani responden diperoleh data/informasi bahwa tingkat produksi yang dicapai para petani tergolong rendah dibanding dengan potensi hasil komoditas yang diusahakan dan kemampuaan lahan yang tersedia. Namun demikian, rendahnya hasil yang diperoleh tersebut menurut informasi para petani bukan disebabkan karena ketidak sesuaian lahan dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman tetapi lebih disebabkan oleh keterbatasan modal termasuk tenaga kerja, gangguan OPT (terutama babi hutan) dan ketersediaan air. Dengan demikian indikasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan program pengembangan pertanian tanaman pangan di Distrik Ulilin adalah membutuhkan sentuhan teknologi tepat guna spesifik lokasi dalam hal efisiensi tenaga kerja, pengendalian OPT dan pemasaran hasil pertanian. Potensi hasil beberapa komoditas pertanian dan tingkat hasil yang dicapai petani di dua lokasi pengamatan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kisaran Potensi Hasil Beberapa Komoditas Tanaman Pangan/Palawija dan Hasil yang dicacapai Petani
No Uraian Potensi Hasil (ton/ha)
Hasil Yang dicapai petani (dikonversi ke ton/ha) Keterangan Kafyamke Kumaaf 1 Ubi Kayu 30 - 40 1,98 2,2 SR 2 Ubi Jalar 15 – 20 2,0 3,0 SR 3 Kacang Tanah 2 – 3,5 1,2 1,2 Sd 4 Padi gogo 3,5 – 4,5 2,0 2,0 R 5 Padi sawah 5 - 7 - -
-Keterangan : SR = Sangat rendah; Sd = Sedang; R = Rendah
Tanaman perkebunan yang cukup prosfektif di distrik ulilin adalah kelapa sawit, hanya para petani tidak tertarik menanam kelapa sawit lagi karena suatu pengalaman buruk yang diradsakan dari program penanaman kelapa sawit pada lahan II kampung Kumaaf yang dilangsungkan pemerintah pada tahun 1999/2000 yang lalu, sekarang tanaman tersebut sudah masuk fase produksi tetapi tidak terurus karena ketidak jelasan tujuan/sasaran program tersebut bagi masyarakat.
Hal ini perlu ditindak lanjuti segera oleh instansi terkait dengan masyarakat yang memegang sertifikat tanah atas lahan perkebunan kelapa sawit tersebut. Tanaman karet sekarang ini mulai diusahakan petani setempat dengan swadaya dan swadana dengan harapan pada masa yang akan datang dapat bekerjasama dengan perusahaan perkebunan BUMN atau swasta untuk pemasaran hasil karet mereka.
Kependudukan dan Tenaga Kerja
Jumlah penduduk kampung Kafyamke pada tahun 2012 adalah 764 jiwa yang terdiri dari 196 KK.Penduduk tersebut berasal dari beberapa suku antara lain Suku Jawa 355 jiwa (151 KK), Suku Sunda 289 jiwa (25 KK), suku Papua 76 jiwa (11 KK), NTT 28 Jiwa (5 KK) dan Bugis Makassar 16 Jiwa (4 KK). Dari 196 KK, sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Jumlah penduduk Kampung Kumaaf pada tahun 2012 sebanyak 627 jiwa yang terdiri dari 198 KK. Dari 198 KK tersebur terdiri atas 28 KK memiliki mata pencaharian sebagai pedagang, 5 KK sebagai anggota TNI/POLRI, 15 KK berprofesi sebagai PNS dan selebihnya sekitar 150 KK adalah petani. Untuk mengetahui lebih jelas jumlah penduduk dan jenis mata pencaharian masyarakat dari kedua kampung disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 4.
7
Gambar 4. Keadaan Penduduk dan Mata Pencahariannya
Gambar 4. menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat di kedua kampung yang disurvei memiliki matapencaharian sebagi petani dengan berbagai aktifitasnya. Dengan luas wilayah dan lahan pertanian yang pernah dibuka cukup luas yaitu 108 ha di Kampung Kafyamke dan 125 ha di Kampung Kumaaf, jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang tersedia, terlihat tidak mampu mengelola lahan pertanian yang dominan lahan kering sehingga terjadi sebagian besar lahan kering bero. Dengan keadaan seperti ini dibutuhkan kajian penerapan teknologi yang dapat membantu petani, seperti mekanisasi pertanian terutama mesin pengolah tanah, pengendalian OPT dan proses panen.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil survey dan informasi yang didapatkan pada tempat penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Tingkat produksi yang dicapai para petani tergolong rendah dibanding dengan potensi hasil komoditas yang diusahakan dan kemampuan lahan yang tersedia. 2. Rendahnya hasil yang diperoleh tersebut
menurut informasi para petani bukan disebabkan karena ketidak sesuaian lahan dengan kebutuhan pertumbuhan tanaman tetapi lebih disebabkan oleh keterbatasan modal termasuk tenaga kerja, gangguan OPT (terutama babi hutan) dan ketersediaan air
3. Belum ada teknologi tepat guna yang bisa menunjang hasil pertanian pada kedua kampung tersebut.
Saran
Perlu dilakukan kajian mendalam pada kedua kampung tersebut untuk menentukan jenis komoditi yang cocok untuk dibudidayakan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi dan Irsal Las. 2006. Inovasi teknologi pengembangan pertanian lahan rawa lebak. Prosiding Seminar Nasional ”Pengembangan Pertanian” . Banjarbaru: Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Ahmadi dan Irsal Las. 2006. Inovasi teknologi
pengembangan pertanian lahan rawa lebak. Prosiding Seminar Nasional ”Pengembangan Pertanian” . Banjarbaru: Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Bintarto, R. 1983. Interaksi Desa-Kota dan
Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Conyers, D. and P. Hills, 1984.An Introduction to Development Planning in the Third World. Chichester: John Wiley and Sons.
Budi Susetya. Dkk. 2014 . Analisis Spasial Kemampuan dan Kesesuaian Lahan untuk Mendukung Model Perumusan Kebijakan Manajemen
Djaenuddin, Marwan H, Subagio H. 2003.
Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Bogor: Balai
Penelitian Tanah, Puslitbang Tanah dan Agroklimat.
FAO,1976. A framework For For Land Evaluation. FAQ soil Buletin No.32. Waginingen : ILRI.
Hardjowigeno, Sarwono. 1987. Geografi
Tanah. Surabaya: University Press IKIP.
Isa Darmasijaya. 1990. Klasifikasi Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Johara T. Jayadinata. 1999. Tata Guna Tanah
dan Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan wilayah. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Rayes, Luthfi. 2007. Metode Inventarisasi
Sumber Daya Lahan. Penerbit
AndyYogjakarta.
Sitorus,s. 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Bandung : Transito. 0 50 100 150 200 Jum la h K K pe ta ni PN S Pe dag an g w iras w as ta TN I/POL RI Kafyamke Kumaaf
PENINGKATAN MUTU BIJI KAKAO UNTUK MENOPANG
HARGA JUAL KAKAO
I NYOMAN WATA
APHP Ahli Muda Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bali
ABSTRAK
Kakao merupakan salah komoditas perkebunan yang utama Indonesia termasuk di Provinsi Bali dan Kabupaten Tabanan. Potensi pengembangan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan pembangunan di perdesaan. Produksi biji kakao di Indonesia terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan masih beragam seperti : kurang terfermentasi; tidak cukup kering; ukuran biji tidak seragam; keasaman tinggi; dan cita rasa sangat beragam seperti terjadi juga di Kabupaten Tabanan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap dan pengetahuan petani serta hubungannya mengenai fermentasi biji kakao.
Penelitian ini dilakukan di Subak-abian Palasari, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan yang dipilih secara purposif. Jumlah sampel yang diambil secara “simple random sampling” adalah sebanyak 50 petani. Data dikumpulkan dengan teknik kuesioner, wawancara, observasi dan dokumentasi, dimana selanjutnya dianalisis dengan Khi Kuadrat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap petani terhadap pengolahan biji kakao secara fermentasi adalah tergolong setuju dengan rata-rata pencapaian skornya sebesar 72,50 % dengan kisaran antara 62,40% sampai dengan 89,40%. Tingkat pengetahuan petani mengenai pengolahan biji kakao secara fermentasi tergolong tinggi yaitu mencapai 78,20 % dengan kisaran antara 51,20% sampai dengan 86,40 %. Berdasarkan pada analisis Khi Kuadrat diperoleh bahwa terdapat hubungan yang nyata antara sikap dengan pengetahuan petani terhadap pengolahan biji kakao secara fermentasi.
Dari segi harga Harga kakao sangat tergantung dari harga pasar lokal dalam hal ini UUP Palasari mengikuti harga pasar Bajera. Perubahan harga kakao fermentasi pada umumnya karena kualitas biji kakao masih tergolong ke kualitas rendah dan umumnya masih diolah secara non fermentasi ataupun asalan.
Kata Kunci : Peningkatan Mutu, Biji Kakao, Menopang harga jual. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi prekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan pekerjaan, sumber pendapatan, dan devisa Negara. Indonesia negara pemasok utama kakao dunia urutan ketiga yaitu Pantai Gading 38,3 %, Ghana 20,2%, Indonesia 13%, Nigeria 5%, Brasil 5%, Kamerun 5%, Ekuador 4% dan Malaysia 1%, sedangkan negara-negara lain menghasilkan 9% sisanya (Askindo, 2005).
Perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar di kawasan timur Indonesia, serta memberikan
sumbangan devisa terbesar ketiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit (Susanto, 1994). Kualitas biji kakao yang diekspor Indonesia dikenal sangat rendah berada di kelas 3 dan 4, hal ini disebabkan oleh pengolahan produk kakao Indonesia masih kebanyakan secara tradisional atau non fermentasi (85 % biji kakao produksi nasional tidak difermentasi) sehingga kualitas biji kakao Indonesia menjadi rendah. Kualitas rendah menyebabkan harga biji dan produk kakao di pasar internasional mendapat pengurangan harga sebesar 10 – 15% dari harga pasar, selain itu beban pajak ekspor sebesar 30 % relatif lebih tinggi dibandingkan pajak impor produk kakao (5%), kondisi ini menyebabkan jumlah pabrik maupun perusahaan yang bergerak di bidang 8 Adrianus, Survey Review Pemanfaatan dan...