10 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Budaya Organisasi 2.1.1.1 Pengertian Budaya
Secara etimologis budaya atau culture berasal dari kata budi, yang diambil dari bahasa sangsekerta yang artinya kekuatan budi atau akal, sehingga budaya diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan akal. Sedangkan culture, bahasa Inggris, yang asalnya diambil dari bahasa latin, colere yang berarti mengolah dan mengerjakan tanah pertanian. Dari sini pengertian culture berkembang menjadi segala upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam (Razak, 2008:152).
Menurut Stoner (Moeldjono, 2003:16), budaya adalah gabungan kompleks asumsi tingkah laku, cerita, mitos, metafora, dan berbagai ide lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat tertentu. Sementara menurut Tylor (Sobirin, 2007:52), budaya adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan, dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan apa saja yang diperoleh manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.
11 2.1.1.2 Pengertian Organisasi
Secara etimologis kata organisasi berasal dari bahasa Yunani organon yang berarti alat. Kata ini masuk ke bahasa latin, menjadi organization dan kemudian ke bahasa Prancis (abad ke-14) menjadi organisation. Karakteristik utama organisasi dapat diringkas sebagai 3-P, yaitu Purpose, People, dan Plan. Sesuatu tidak disebut organisasi bila tidak memiliki tujuan (purpose), anggota (people), dan rencana (plan).
Menurut Bernerd (Tika, 2006:3), organisasi adalah kerjasama dua orang atau lebih, suatu sistem dari aktivitas-aktivitas dan kekuatan-kekuatan perorangan yang dikoordinasikan secara sadar. Organisasi sering dipahami sebagai sekelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama (Poerwanto, 2008:10).
2.1.1.3 Pengetian Budaya Organisasi
Budaya organisasi adalah apa yang dipersepsikan karyawan dan cara persepsi itu menciptakan suatu pola keyakinan, nilai dan ekspektasi (Ivancevich, dkk, 2006:44). Budaya organisasi juga mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggotanya dan yang membedakan antara satu organisasi dengan lainnya (Robbins, 2008:721).
Sedangkan menurut Wagner dan Hollenbeck (Tampubolon, 2004:188) budaya organisasi adalah suatu pola dari dasar asumsi untuk bertindak, menentukan, atau mengembangkan anggota organisasi dalam mengatasi persoalan
12 dengan mengadaptasinya dari luar dan mengintegrasikan ke dalam organisasi dimana karyawan dapat bekerja dengan tenang serta teliti, serta juga bermanfaat bagi karyawan baru sebagai dasar koreksi atas persepsi mereka, pikiran, dan perasaan dalam hubungan mengatasi persoalan.
Mangkunegara (2005:113) menyimpulkan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal. Tujuan keberadaan budaya suatu organisasi adalah melengkapi para anggota dengan rasa (identitas) organisasi dan menimbulkan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianut organisasi (Kasali, 2006:285).
2.1.1.4 Peran dan Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Robbins (Riani, 2011:8) peran atau fungsi budaya di dalam organisasi adalah :
1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan
13 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang membentuk
sikap serta perilaku karyawan.
Sedangkan menurut Chatab (2007:226), budaya organisasi berfungsi sebagai :
1. Identitas, yang merupakan ciri atau karakter organisasi
2. Pengikat/pemersatu (social cohesion), seperti orang berbahasa Sunda yang bergaul dengan orang Sunda, atau orang dengan hobi yang sama
3. Sumber (sources), misalnya inspirasi 4. Sumber penggerak dan pola perilaku
2.1.1.5 Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Robbins (Pratama, 2012:37), ada sepuluh karakteristik utama yang dapat menjadi ciri budaya organisasi, yaitu :
1. Inisiatif individual, yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan interdependensi yang dipunyai individu
2. Toleransi terhadap tindakan yang beresiko, yaitu sejauh mana para anggota organisasi dianjurkan untuk bertindak aktif, inovatif dan mengambil resiko.
3. Arah, yaitu sejauh mana organisasi tersebut menetapkan dengan jelas sasaran dan harapan mengenai prestasi.
4. Integrasi, yaitu sejauh mana unit-unit dalam organisasi didorong untuk bekerja dengan cara yang terkordinasi.
14 5. Dukungan dari manajemen, yaitu sejauh mana para pemimpin memberi komunikasi yang jelas, bantuan serta dukungan terhadap bawahan mereka. 6. Kontrol, yaitu jumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan
untuk mengawasi dan mengendalikan perilaku anggota organisasi.
7. Identitas, yaitu tingkat sejauh mana anggota mengidentifikasikan dirinya secara keseluruhan dengan organisasinya daripada dengan kelompok kerja tertentu atau dengan keahlian profesional.
8. Sistem imbalan, yaitu sejauh mana alokasi imbalan (kenaikan gaji atau promosi jabatan) didasarkan atas kriteria prestasi sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih dan sebagainya.
9. Toleransi terhadap konflik, yaitu tingkat sejauh mana para anggota organisasi untuk mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
10. Pola-pola komunikasi, yaitu tingkat sejauh mana organisasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang formal.
2.1.2 Gaya Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan merupakan proses menggerakkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari anggota kelompok. Dijelaskan oleh Stoner, dkk (2004:165), bahwa ada empat implikasi penting yang terdapat di dalam definisi kepemimpinan, yaitu :
1. Kepemimpinan melibatkan orang lain, atau pengikut dengan kemauan mereka menerima pengarahan dari pemimpinnya, anggota kelopok mendefinisikan status pemimpin dan membuat proses kepemimpinan dapat
15 berjalan tanpa keterlibatan orang yang dipimpin, semua mutu kepemimpinan tidak relevan.
2. Kepemimpinan melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan anggota kelompok, anggota kelompok tanpa kekuasaan, mereka dapat dan membentuk aktivitas kelompok dengan berbagai cara, namun kekuasaan pemimpin jauh lebih besar.
3. Kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan berbagai bentuk kekuasaan untuk mempengaruhi perilaku pengikut dengan berbagai cara. 4. Kepemimpinan merupakan gabungan dari tiga aspek sebelumnya dan
mengakui bahwa kepemimpinan adalah sebuah nilai, artinya bahwa seorang pemimpin memiliki moralitas yang baik sehingga dapat mempertanggungjawabkan semua tindakan-tindakannya.
Adapun definisi kepemimpinan transformasional menurut Ivancevich (2006:213) adalah pemimpin yang memotivasi para bawahan untuk bekerja mencapai sebuah tujuan, bukan untuk kepentingan pribadi jangka pendek, dan untuk mencapai prestasi dan aktualisasi diri, bukan demi perasaan aman. Berdasarkan definisi tersebut maka konsep tentang kepemimpinan transformasional adalah kemampuan untuk memotivasi para bawahan agar berbuat lebih dari apa yang diharapkan oleh organisasi, yaitu dengan cara :
1. Meningkatkan arti penting dan nilai tugas dimata para bawahan
2. Mendorong individu untuk mengorbankan kepentingan-kepentingan individual demi kepentingan tim, organisasi atau kebijakan yang lebih mendasar
16 3. Menaikkan tingkat kebutuhan ke taraf yang lebih tinggi yaitu aktualisasi
diri.
Wangmuba (Porwani, 2009:71) menilai kepemimpinan tidak dapat dilepaskan dari keikutsertaan atau partisipasi para bawahan sehingga fokus kepemimpinan transformasional adalah dampak dari penggunaan kekuasaan serta pengaruh yang melekat pada pemimpin terhadap bawahannya.
Secara konseptual, kepemimpinan transformasional menurut Wangmuba (Porwani, 2009:71), sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja, dan pola kerja, dan nilai-nilai yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Proses transformasional terjadi dalam hubungan kepemimpinan ketika pemimpin membangun kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja, memperluas dan meningkatkan kebutuhan melampaui minat pribadi serta mendorong perubahan tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi.
Menurut Robbins dan Judge (2008:91), terdapat empat komponen kepemimpinan transformasional, yaitu :
1. Idealized Influence (Pengaruh Ideal)
Idealized Influence adalah perilaku pemimpin yang memberikan visi dan misi, memunculkan rasa bangga, serta mendapatkan respek dan kepercayaan bawahan. Idealized Influence disebut juga sebagai pemimpin yang kharismatik, dimana pengikut memiliki keyakinan yang mendalam pada pemimpinnya, merasa bangga bisa bekerja dengan pemimpinnya dan
17 mempercayai kapasitas pemimpinnya dalam mengatasi setiap permasalahan.
2. Inspirational Motivation (Motivasi Inspirasional)
Inspirational motivation adalah perilaku pemimpin yang mampu mengkomunikasikan harapan yang tinggi, menyampaikan visi bersama secara menarik dengan menggunakan simbol-simbol untuk memfokuskan upaya bawahan, dan menginspirasi bawahan untuk mencapai tujuan yang menghasilkan kemajuan penting bagi organisasi.
3. Intellectual Stimulation (Stimulasi Intelektual)
Intellectual stimulation adalah perilaku pemimpin yang mampu meningkatkan kreativitas dan inovasi mereka, meningkatkan rasionalitas, dan pemecahan masalah secara cermat.
4. Individualized Consideration (Pertimbangan Individual)
Individualized consideration adalah perilaku pemimpin yang memberikan perhatian pribadi, memperlakukan masing-masing bawahan secara individual sebagai seorang individu dengan kebutuhan, kemampuan, dan aspirasi yang berbeda, serta melatih dan memberikan saran. Individualized consideration dari kepemimpinan transformasional memperlakukan masing-masing bawahan sebagai individu serta mendampingi mereka, memonitor dan memberikan peluang.
18 2.1.3 Kinerja Karyawan
2.1.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti prestasi kerja, pencapaian kerja, unjuk kerja atau penampilan kerja (Rahadi, 2010:1). Menurut Rivai (2004:309) kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai perannya dalam perusahaan. Pendapat yang sama disampaikan oleh As’ad (Porwani, 2009) yang mengatakan bahwa kinerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya, situasi kerja, kerjasama antara pemimpin dengan karyawan, dan antar sesama karyawan.
Menurut Amstrong dan Baron (Wibowo, 2011:2), kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja, tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya, kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.
Beberapa pengertian berikut ini tentang kinerja yang dikutip Rivai (2005:14-15) adalah:
1. Kinerja merupakan seperangkat hasil yang dicapai untuk merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan suatu pekerjaan yang diminta (Stolovich dan Keeps);
2. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin);
19 3. Kinerja dipengaruhi oleh tujuan (Mondy & Premeaux);
4. Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu, kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup untuk mengerjakan sesuatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey dan Blanchard);
5. Kinerja merujuk pada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan (Casio);
6. Kinerja merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam melakukan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan tercapai dengan baik (Donelly, Gibson dan Ivancevich);
7. Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolok ukur kerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu, yakni (a) tugas individu ; (b) perilaku individu ; dan (c) cirri individu (Robbin);
8. Kinerja sebagai kualitas dari pencapaian tugas-tugas baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt dan Osborn);
9. Kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), sehingga :
20 kinerja = f (A x M x O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbin). Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan motivasi, dan kesempatan. Kesempatan kerja adalah tingkat-tingkat kinerja yang tinggi yang sebagian merupakan fungsi dari tiadanya rintangan-rintangan yang mengendalikan karyawan itu.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu.
Tujuan dari penilaian kinerja atau prestasi kerja karyawan menurut Rivai (2004:312) pada dasarnya meliputi :
1. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama dia bekerja 2. Keputusan dalam pemberian imbalan yang sesuai
3. Mendorong pertanggungjawaban karyawan 4. Pengembangan sumber daya manusia 5. Meningkatkan motivasi kerja
6. Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan
7. Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja
8. Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier, dan keputusan perencanaan seleksi.
21 Penilaian kinerja yang dilakukan bermanfaat, ditinjau dari berbagai persfektif pengembangan perusahaan, khususnya SDM (Rivai, 2004:315) yaitu :
1. Perbaikan kinerja
2. Penyesuaian kompensasi 3. Keputusan penempatan 4. Pelatihan dan pengembangan
5. Perencanaan dan pengembangan karir 6. Evaluasi proses staffing
7. Umpan balik ke SDM
Pengukuran kinerja karyawan dapat dilakukan dengan mengadopsi teori-teori tersebut serta mengaplikasikannya sesuai kebutuhan dan kondisi masing-masing organisasi atau karyawan yang diukur kinerjanya.
Variabel mengenai kinerja mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Higgins (Umar, 2005:113) yaitu :
1. Mutu pekerjaan 2. Kejujuran pegawai 3. Kehadiran 4. Sikap 5. Kerjasama 6. Pengetahuan 7. Tanggung jawab 8. Pemanfaatan waktu
22 2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Simanjuntak (2005:11-13), kinerja setiap orang dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat digolongkan pada tiga kelompok, yaitu :
1. Kompetensi individu, yaitu kemampuan dan keterampilan melakukan kerja
2. Dukungan organisasi, kinerja setiap orang tergantung pada dukungan organisasi dalam bentuk pengorganisasian, kenyamanan lingkungan kerja, serta kondisi dan syarat kerja
3. Kinerja setiap orang sangat tergantung pada kemampuan manajerial para manajer atau pimpinan.
Tanpa mengetahui ketiga faktor ini, kinerja yang baik tidak akan tercapai. Dengan demikian, kinerja individu dapat ditingkatkan apabila ada kesesuaian antara pekerjaan dan kemampuan.
2.1.3.3 Pengukuran Kinerja Karyawan
Menurut Gomez (Rahadi, 2010:36) dalam melakukan penelitian terhadap kinerja, ada delapan dimensi dalam melakukan pengukuran kinerja pegawai, yaitu:
1. Quality of work (Kualitas kerja)
Kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
2. Quantity of work (kuantitas kerja)
23 3. Job Knowledge (Pengetahuan pekerjaan)
Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya. 4. Creativeness (Kreativitas)
Keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperative (Kerjasama)
Kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi.
6. Initiative (Inisiatif)
Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.
7. Dependability (Ketergantungan)
Kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.
8. Personal Qualities (Kualitas personal)
Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.
2.1.3.4 Pengaruh Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan
Suatu organisasi biasanya dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kinerja segenap sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Namun, kinerja sumber daya manusia sangat ditentukan oleh kondisi lingkungan
24 internal maupun eksternal organisasi, termasuk budaya organisasi. Karenanya, kemampuan menciptakan suatu organisasi dengan budaya yang mampu mendorong kinerja adalah suatu kebutuhan (Wibowo, 2010:363).
Pembentukan budaya organisasi yang ampuh, adaptif, dan transformatif merupakan suatu langkah manajemen yang stategik dan taktis untuk membangun organisasi secara berkelanjutan. Budaya organisasi yang demikian memungkinkan individu-individu untuk saling berinteraksi dan berintegrasi. Interaksi dan integrasi ini selain menciptakan rasa saling memiliki dan core competence, juga akan memungkinkan organisasi selalu belajar beradaptasi dan berinteraksi dengan perkembangan lingkungan (Pratama, 2012).
Dengan adanya budaya organisasi akan memudahkan pegawai untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan organisasi, dan membantu pegawai untuk mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam organisasi dan menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut sebagai pedoman karyawan untuk berperilaku yang dapat dijalankan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya (Riani, 2011:109). Sementara, Hartman (Pratama, 2012:42) menyatakan bahwa budaya organisasi memainkan peranan yang penting dalam memotivasi perilaku inovatif pegawai, karena budaya organisasi menciptakan komitmen antara anggota dalam arti percaya kepada inovasi dan nilai-nilai organisasi dan menerima norma-norma yang terkait pada inovasi yang berlaku dalam organisasi.
Pegawai yang telah mengikatkan diri dalam komitmen selalu bersedia dan rela memberikan upaya ekstra dan kreatif atas nama organisasi (Nurmantu, 2007:
25 31). Sementara itu, Robbins (Pratama, 2012:42) mengatakan suatu budaya yang kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan (sharedness) dan intensitas menciptakan iklim internal dari kendali perilaku yang tinggi. Pegawai yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi.
Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian karyawan dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individual. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi perusahaan dan logistik, masing-masing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula. Sementara itu, Porwani (2009:78) berpendapat bahwa peningkatan kinerja karyawan akan tercapai secara optimal ketika gaya kepemimpinan transformasional dilaksanakan secara bersamaan dengan budaya organisasi.
2.2 Penelitian Terdahulu
Pembahasan mengenai pengaruh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja karyawan bukanlah suatu hal baru yang dijadikan tema penelitian. Oleh karena itu, penulis menjadikan beberapa penelitian terdahulu sebagai referensi komparatif dan tinjauan pustaka. Adapun penelitian terdahulu yang menjadi referensi penelitian antara lain :
26 Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti
Judul Penelitian Metode Penelitian
Hasil Penelitian 1 Sri Porwani
(2009)
Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan PT Tambang Batubara Bukit Asam (PERSERO) Tanjung Enim Penelitian Asosiatif Budaya Organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Gaya Kepemimpinan
Transformasional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Budaya organisasi dan
gaya kepemimpinan transformasional secara simultan memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kinerja. 2 Yoga Pratama (2012) Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Penelitian Eksplanatif Budaya Organisasi
mempunyai pengaruh yang cukup signifikan terhadap variabel kinerja kayawan di kantor Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. 3 Martha Andy Pradana (2013) Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada Karyawan Tetap PT Mustika Bahana Jaya, Lumajang) Penelitian Eksplanatif Gaya Kepemimpinan Transformasional secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Gaya Kepemimpinan
Transaksional secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Secara simultan, Gaya
Kepemimpinan Transformasional dan Transaksional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan.
27
No Nama
Peneliti
Judul Penelitian Metode Penelitian
Hasil Penelitian 4 Lila Tintami
(2012)
Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Karyawan melalui Disiplin Kerja pada Karyawan Harian SKT Megawon II PT. Djarum Kudus Penelitian Kausal Budaya organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja karyawan Gaya kepemimpinan
transformasional berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja karyawan. Secara simultan terdapat
pengaruh yang sigifikan antara budaya organisasi, gaya kepemimpinan transformasional dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan. 5 Agustina Ritawati (2013) Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan PT. Jamsostek (Persero) Cabang Surabaya Penelitian Kausal Kepemimpinan transformasional mem-punyai pengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan. Budaya organisasi
mempunyai pengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan. Sumber : Porwani (2009), Pratama (2012), Pradana (2013), Tintami (2012),
28 2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran untuk penelitian ini dapat digambarkan dengan bagan berikut :
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran 2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : HI: Diduga budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT Komatsu Indonesia.
H2: Diduga gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT Komatsu Indonesia.
H3: Diduga budaya organisasi dan gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan di PT Komatsu Indonesia.
Budaya Oganisasi Gaya Kepemimpinanan Transformasional Kinerja H1 H2 1 H3