• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PEMERIKSAAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PEMERIKSAAN MAGNETIC RESONANCE IMAGING"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PEMERIKSAAN

MAGNETIC RESONANCE IMAGING DENGAN KONTRAS TERHADAP

TINGKAT KECEMASAN PASIEN DI

RUANG RADIOLOGI RSUD DR. MOEWARDI

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh: Wahyu Tri Astuti NIM.

ST151092

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

(2)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2017

Pengaruh Pendidikan Kesehatan Pasien tentang Pemeriksaan Magnetic

Resonance Imaging dengan Kontras terhadap Tingkat Kecemasan

di Ruang Radiologi RSUD Dr. Moewardi

Wahyu Tri Astuti1), Yeti Nurhayati 2), Rahajeng Putri Ningrum 2)

1) Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

2) Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta

ABSTRAK

Pemberian informasi telah dikenal sejak lama, setiap pasien diajarkan sebagai seorang individu dengan mempertimbangkan segala keunikan ansietas, kebutuhan, dan harapan-harapannya. Pendidikan kesehatan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan - tindakan untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan kesehatan. Data wawancara dari pasien yang akan melakukan pemeriksaan MRI sejumlah 10 pasien mengalami kecemasan, dengan data sebagai berikut 50% (5 pasien) mengatakan cemas karena baru pertama kali menjalani pemeriksaan, belum mendapatkan pendidikan kesehatan tentang apa yang dilakukan sebelum dan setelah hasil pemeriksaan ditemukan.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan pasien tentang pemeriksaan MRI dengan kontras di ruang radiologi RSUD Dr. Moewardi.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan Quasy experiment pre-post test with control group. Populasi dalam penelitian ini adalah 80 pasien MRI. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu 78 sampel. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis Wilcoxon.

Hasil penelitian menunjukkan kecemasan pada kelompok perlakuan paling banyak pada pre yaitu cemas berat sebanyak 28 orang (71,8%) sedangkan post paling banyak cemas sedang sebanyak 25 orang (64,1%). Kecemasan pada kelompok kontrol paling banyak pre yaitu cemas berat sebanyak 28 orang (71,8%) sedangkan post paling banyak yaitu cemas berat sebanyak 31 orang (79,5%). Ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan pasien tentang pemeriksaan MRI dengan kontras di ruang radiologi RSUD Dr. Moewardi (p value 0,00).

Kata Kunci : Pendidikan Kesehatan, Tingkat Kecemasan, Magnetic Resonance Imaging

(3)

Effect of Health Education on Patients’ Anxiety Level of Magnetic Resonance Imaging Examination with Contrast at the Radiology Room of

Dr. Moewardi Local General Hospital

Wahyu Tri Astuti1), Yeti Nurhayati 2), Rahajeng Putri Ningrum 2)

1) Student of the Bachelor’s Degree Program in Nursing Science, Kusuma Husada School of Health

Sciences, Surakarta

2) Lecturers of the Bachelor’s Degree Program in Nursing Science, Kusuma Husada School of

Health Sciences, Surakarta

ABSTRACT

The extension information has been known since long time ago. Each patient is taught as an individual by considering all anxiety uniqueness, needs, and expectations. Health education is a learning effort for the communities to be willing to cope with problems and to improve their health. The result of the preliminary research shows that all interviewed patients to have MR examination, 10 underwent anxieties. 5 of them (50%) said that they were anxious because it was the first time such an examination and did not get any health education of what to do prior to and following the examination. The objective of this research is to investigate the effect of health education on the patients’ anxiety level of MRI examination with contrast at the Radiology Room of Dr. Moewardi Local General Hospital..

This research used the quantitative quasi experimental research method with with control group design. Its population was 80 patients undergoing MRI examination. The

samples of the research were determined through the purposive sampling technique and consisted of 78. The data of the research were analyzed by using the Wilcoxon’s Test.

The results of the research in term of anxiety level are as follows: in the pre- treatment group, 28 patients (71.8%) had a severe anxiety in the pre-examination, and 25 patients (64.1%) had a moderate anxiety in the post-examination. Meanwhile, in the control group, 28 patients (71.8%) had a severe anxiety in the pre-examination, and 31 patients (79.5%) had a severe anxiety in the post-examination. Thus, there was an effect of the health education on the patients’ anxiety level of MRI examination with contrast at the Radiology Room of Dr. Moewardi Local General Hospital as indicated by the p-value = 0.00.

Keywords : Health education, anxiety level, Magnetic Resonance Imaging (MRI)

I. PENDAHULUAN

Penyelenggaraan upaya

kesehatan yang bermutu dan mengikuti

perkembangan IPTEK harus lebih

mengutamakan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit. Selain itu, upaya kesehatan

harus dilaksanakan pula secara

profesional, berhasil guna dan berdaya

guna dengan mempertimbangkan

kebutuhan dan kondisi daerah. Salah satu kemajuan teknologi alat dalam bidang kesehatan khususnya rumah sakit di Indonesia yang sangat menunjang

(4)

ketepatan diagnostic ialah MRI (Magnetic Resonance Imaging) (Notosiswoyo, 2014).

Keberadaan MRI di Indonesia belum semua rumah sakit memiliki

alat/fasilitas tersebut. Magnetic

Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen (Bushberg, 2012). Dengan beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak, terutama otak, sumsum tulang belakang dan susunan saraf pusat dan memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, dibandingkan dengan pemeriksaan CT- Scan dan X-Ray lainnya sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara detail (Bushberg, 2012). Penggunaan kontras citra pada MRI dibentuk oleh

perbedaan gelap dan terang yang

diakibatkan karena perbedaan kuat signal MRI. Signal MRI yang kuat akan mengakibatkan bayangan terang atau dikatakan hiperintens, sedangkan signal MRI yang lemah akan menyebabkan bayangan yang gelap atau hipointens. Secara umum ada tiga pembobotan citra

yaitu: T1-Weighted Image, T2-Weighted Image, danproton density.

Keberadaan MRI di setiap rumah sakit ini tentunya masyarakat / pasien secara umum belum banyak mengetahui manfaat maupun pentingnya MRI bagi pemeriksaan penunjang. Seringkali dalam

penatalaksanaan pemeriksaan tertentu

terlebih adanya indikasi dibutuhkannya pemeriksaan MRI pasien cenderung mempunyai persepsi dan kekhawatiran yang sedikit berlebih dan kecemasan akan ditemukannya hasil pemeriksaan yang abnormal. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik fisik maupun psikolgisnya misalnya harga diri, gambaran diri, dan identitas diri (Stuart & Sundeen, 2007). Menurut Stuart (2007), kecemasan dapat didefinisikan suatu

keadaan perasaan keprihatinan rasa

gelisah, ketidaktentuan, atau takut dan kenyataan atau persepsi ancaman sumber aktual yang tidak diketahui atau dikenal.

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang paling sering berinteraksi dengan pasien, mempunyai

kewajiban membantu pasien

mempersiapkan fisik dan mental untuk menghadapi tindakan di rumah sakit, termasuk dalam pemberian pendidikan kesehatan, maka memerlukan ketrampilan komunikasi yang baik (Widodo, 2009). Manfaat dari pemberian informasi telah dikenal sejak lama, setiap pasien diajarkan

(5)

sebagai seorang individu dengan

mempertimbangkan segala keunikan

ansietas, kebutuhan, dan harapan-

harapannya. Pendidikan kesehatan adalah upaya pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan - tindakan untuk memelihara (mengatasi masalah) dan meningkatkan kesehatan (Kholid, 2014).

Hasil studi pendahuluan di ruang radiologi RSUD Dr. Moewardi didapatkan data wawancara dari pasien yang akan melakukan pemeriksaan MRI sejumlah 10 pasien mengalami kecemasan, dengan data 50% (5 pasien) mengatakan cemas karena baru pertama

kali menjalani pemeriksaan, belum

mendapatkan pendidikan kesehatan

tentang apa yang dilakukan sebelum dan setelah hasil pemeriksaan ditemukan. Sebanyak 30% (3 pasien) cemas karena ketidak mampuan biaya, tidak ada dukungan dari anak-anak dan saudara yang berada diluar kota; dan selebihnya 20% (2 pasien) mengatakan tidak cemas

karena sudah pernah menjalani

pemeriksaan MRI sebelumnya, sudah mendapatkan penjelasan tentang persiapan operasi, selama sakit didampingi oleh keluarganya.

Berdasarkan uraian diatas penulis menganggap penting dan merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pendidikan kesehatan

terhadap tingkat kecemasan pasien tentang pemeriksaan MRI dengan kontras di ruang radiologi RSUD Dr. Moewardi. Maka penulis ingin mengetahui apakah

ada pengaruh pendidikan kesehatan

terhadap tingkat kecemasan pasien tentang pemeriksaan MRI dengan kontras di ruang radiologi RSUD Dr. Moewardi.

II. METODOLOGI

Jenis penelitian ini adalah

penelitian jenis kuantitatif Quasy

experiment with control group dengan design pre post test with control group. Populasi pada penelitian ini adalah Populasi pada penelitian ini adalah 80 pasien MRI. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu 78 sampel (yaitu no. sampel 1-39 sebagai kelompok kontrol dan no.sampel 40-78 sebagai kelompok perlakuan). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017.

Alat penelitan yang digunakan yaitu video dengan tema prosedur pemeriksaan MRI yang di download dari youtube yang telah melalui proses verifikasi dan konsultasikan dengan pihak penanggungjawab ruang radiologi RSUD Dr. Moewardi. Tingkat kecemasan pada pasien diukur dengan skala HRS-A.

Analisis data univariat penelitian meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat kecemasan pre dan post pada kelompok perlakuan

(6)

(diputarkan video prosedur MRI), tingkat kecemasan pre dan post pada kelompok kontrol yang disajikan dalam bentuk proporsi presentase. Analisis bivariat yang dilakukan untuk membandingkan 2 data pre dan post menggunakan Wilcoxon test.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian yang telah

dilakukan didapatkan karakteristik

responden berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat kecemasan pre dan post pada kelompok perlakuan (diputarkan video prosedur MRI), tingkat kecemasan pre dan post pada kelompok kontrol disajikan dalam tabel serta deskripsi.

Tabel 1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin (n=78)

Jenis Kelamin Kontrol Perlakuan

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase Laki-Laki 25 64,1 21 53,8 Perempuan 14 35,9 18 46,2 Jumlah 39 100 39 100

Diketahui dari Tabel 1 distribusi frekuensi jenis kelamin responden paling banyak pada kelompok kontrol yaitu laki-laki sebanyak 25 orang (64,1%) sedangkan pada kelompok perlakuan paling banyak perempuan sebanyak 21 orang (53,8%).

Penelitian yang dilakukan oleh Jaquelyn dalam Erawan dkk (2013) menemukan bahwa jenis kelamin perempuan meningkatkan risiko

hingga lima kali lebih banyak

mengalami kecemasan dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki.

Myers (1983) dalam Trismiati (2006) mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif sedangkan perempuan lebih

sensitif. Perempuan lebih mudah

dipengaruhi oleh tekanan-tekanan

lingkungan daripada laki-laki.

Perempuan juga lebih cemas, kurang sabar, dan mudah mengeluarkan air mata. Lebih jauh lagi, dalam berbagai

studi kecemasan secara umum,

menyatakan bahwa perempuan lebih

(7)

Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia (n=78)

Usia (Depkes, 2009) Kontrol Perlakuan

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

26-35 Tahun 1 2,6 0 0 36-45 Tahun 4 10,3 5 12,8 46-55 Tahun 12 30,8 17 43,6 56-65 Tahun 21 53,8 17 43,6 > 65 Tahun 1 2,6 0 0 Jumlah 39 100 39 100

Diketahui dari Tabel 2

distribusi usia responden paling banyak pada kelompok kontrol yaitu 46-65 tahun sebanyak 33 orang (84,6%) sedangkan pada kelompok perlakuan paling banyak 46-65 tahun sebanyak 34 orang (87,2%).

Menurut penelitian

Kurniawan (2008) umur merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap timbulnya kecemasan pada keluarga pasien. Bahkan ada yang berpendapat bahwa faktor usia muda lebih rentan mengalami kecemasan

dari pada usia tua. Berdasarkan kelompok umur ini, responden berusia 46-56 yang paling banyak mengalami kecemasan karena sebagian besar di usia tersebut pasien sudah mempunyai keluarga sehingga mereka khawatir jika dirinya sakit siapa yang akan mengurus anak dan keluarganya.

Tabel 3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan (n=78)

Pendidikan Kontrol Perlakuan

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Tidak Sekolah 15 38,5 18 46,2 SD 14 35,9 17 43,6 SMP 5 12,8 2 5,1 SMA 4 10,3 2 5,1 Perguruan Tinggi 1 2,6 0 0 Jumlah 39 100 39 100

Diketahui dari Tabel 3

distribusi frekuensi pendidikan

responden paling banyak pada

kelompok kontrol yaitu tidak sekolah

sebanyak 15 orang (38,5%)

sedangkan pada kelompok perlakuan

paling banyak tidak sekolah sebanyak 18 orang (46,2%).

Tingkat pendidikan

seseorang atau individu akan

berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat

(8)

pendidikan akan semakin mudah berfikir secara rasional dan menangkap informasi baru termasuk

dalam menguraikan masalah yang baru (Stuart, 2007).

Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan (n=78)

Pekerjaan Kontrol Perlakuan

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Tidak Bekerja 21 53,8 22 56,4

Buruh/Petani 16 41,0 16 41,0

Swasta 1 2,6 1 2,6

PNS 1 2,6 0 0 Jumlah 39 100 39 100

Diketahui dari Tabel 4

distribusi frekuensi pekerjaan

responden paling banyak pada

kelompok kontrol yaitu tidak bekerja

sebanyak 21 orang (53,8%)

sedangkan pada kelompok perlakuan paling banyak tidak bekerja sebanyak 22 orang (56,4%).

Menurut peneliti status

pekerjaan tidak berhubungan secara signifikan tentang tingkat kecemasan

pasien yang akan menjalani MRI. Hal ini didukung oleh penelitian Hardy dkk (2012) bahwa kategori

terbanyak yang mengalami

kecemasan sedang dan berat adalah kategori dengan status pekerjaan bekerja masing - masing sebanyak 5 orang (20,0%) dan 10 orang (40,0%). 2. Tingkat kecemasan pre dan post pada

kelompok perlakuan

Tabel 5 Tingkat kecemasan pre dan post pada kelompok perlakuan (n=39)

Tingkat Kecemasan Pre Post

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Tidak Cemas (< 14) 0 0 0 0 Cemas Ringan (14-20) 2 5,1 6 15,4 Cemas Sedang (21-27) 3 7,7 25 64,1 Cemas Berat (28-41) 28 71,8 8 20,5 Berat Sekali (42-56) 6 15,4 0 0 Jumlah 39 100 39 100

Diketahui dari Tabel 5

distribusi frekuensi tingkat

kecemasan pada kelompok perlakuan responden paling banyak pada pre yaitu cemas berat sebanyak 28 orang (71,8%) sedangkan post paling

banyak cemas sedang sebanyak 25 orang (64,1%).

Hal ini menunjukkan bahwa adanya penurunan tingkat kecemasan

setelah diberikan pendidikan

kesehatan. Kecemasan mengenai

(9)

tercermin dalam banyaknya gejala

psikologi pada periode pra

pemeriksaan. Kecemasan pasien

paling tinggi adalah pra pemeriksaan, segera menurun setelah dilakukan pemeriksaan, dan meningkat kembali saat mendapatkan hasil terdapat kelainan pada hasil pemeriksaan MRI.

Tujuan dari pendidikan

kesehatan tergambar dalam makna dari pendidikan kesehatan itu sendiri.

Pendidikan kesehatan pada

hakekatnya adalah suatu kegiatan

atau usaha individu untuk

menyampaikan pesan kesehatan

kepada masyarakat, kelompok

individu, dengan harapan bahwa

dengan adanya pesan tersebut

masyarakat, kelompok atau individu dapat menumbuhkan pengetahuan

tentang kesehatan. Pengetahuan

tersebut diharapkan dapat

berpengaruh terhadap perilakunya, dengan kata lain pendidikan tersebut dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku sasaran (Indrayani & Agus, 2012).

Menurut peneliti penjelasan atau pendidikan kesehatan sebelum dilakukannya tindakan sangat penting supaya pasien dan keluarga dapat mengerti prosedur-prosedur apa yang harus dilalui, sehingga

pasien dan keluarga tidak begitu cemas karena sudah tahu tindakan apa yang akan dilakukan. Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan keperawatan. Pendidikan kesehatan bagi klien adalah satu dari peran yang paling penting bagi perawat yang bekerja di berbagai lahan asuhan kesehatan. Klien dan anggota keluarga berhak untuk

mendapat pendidikan kesehatan,

sehingga mereka memiliki

kepandaian dan mampu membuat keputusan yang berkaitan dengan

kesehatan dan gaya hidupnya.

Pendidikan kesehatan penting bagi klien karena klien berhak untuk mengetahui dan mendapat informasi

tentang diagnosis, prognosis,

pengobatan dan resiko yang

dihadapinya (Potter, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian skor tingkat kecmasan pre dan post pada kelompok perlakuan didapatkan nilai mean pre 37,41 dan post 27,77 sehingga rentang pre-post didapatkan

9.641 yang artinya terdapat

(10)

3. Tingkat kecemasan pre dan post pada kelompok kontrol

Tabel 6 Tingkat kecemasan pre dan post pada kelompok kontrol (n=39)

Tingkat Kecemasan Pre Post

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Tidak Cemas (< 14) 0 0 0 0 Cemas Ringan (14-20) 2 5,1 2 5,1 Cemas Sedang (21-27) 3 7,7 4 10,3 Cemas Berat (28-41) 28 71,8 31 79,5 Berat Sekali (42-56) 6 15,4 2 5,1 Jumlah 39 100 39 100

Diketahui dari Tabel 6

distribusi frekuensi kecemasan pada kelompok kontrol paling banyak pre yaitu cemas berat sebanyak 28 orang (71,8%) sedangkan post paling banyak yaitu cemas berat sebanyak 31 orang (79,5%). Hal ini menunjukan bahwa

sebelum diberikan pendidikan

kesehatan banyak ibu yang mengalami kecemasan.

Berdasarkan kajian dalam

pengambilan data di lahan kecemasan yang terjadi pada pasien sebelum dilakukannya tindakan MRI terjadi karena penyesuaian diri terhadap prosedur tindakan yang kurang dipahami oleh pasien. Menurut

Oktaviana (2010) bahwa kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal

yang normal terjadi menyertai

perkembangan, perubahan,

pengalaman baru atau yang belum

pernah dilakukan dan dalam

menentukan identitas diri serta arti

hidup. Dimana perkembangan,

perubahan, dan pengalaman baru

terdapat didalam faktor-faktor

penyesuaian diri.

4. Pengaruh pendidikan kesehatan tentang pemeriksaan MRI dengan kontras terhadap tingkat kecemasan pasien di ruang radiologi RSUD Dr. Moewardi

Tabel 7 Uji Wilcoxon (n=78)

Wilcoxon Pre-Post Kontrol Pre-Post Perlakuan

Z -1,732 -5,064

Asymp. Sig. (2-tailed) ,083 ,000

Diketahui dari Tabel 7 hasil

uji Wilcoxon didapatkan pada

kelompok perlakuan p (0,00) < 0,05

sehingga Ha diterima yang artinya

ada pengaruh pendidikan kesehatan

tentang pemeriksaan MRI dengan kontras terhadap tingkat kecemasan pasien di ruang radiologi RSUD Dr. Moewardi.

(11)

IV. SIMPULAN

1. Jenis kelamin responden paling banyak pada kelompok kontrol yaitu laki-laki 25 orang (64,1%) sedangkan kelompok perlakuan paling banyak perempuan 21 orang (53,8%), usia responden paling banyak pada kelompok kontrol yaitu 56-65 tahun 21 orang (53,8%)

sedangkan pada kelompok

perlakuan paling banyak 46-65 tahun 34 orang (87,2%),

pendidikan responden paling

banyak pada kelompok kontrol yaitu tidak sekolah 15 orang (38,5%) sedangkan pada kelompok perlakuan paling banyak tidak

sekolah 18 orang (46,2%),

pekerjaan responden paling banyak pada kelompok kontrol yaitu tidak

bekerja 21 orang (53,8%)

sedangkan pada kelompok

perlakuan paling banyak tidak bekerja 22 orang (56,4%).

2. Kecemasan pada kelompok perlakuan paling banyak pada pre yaitu cemas berat sebanyak 28 orang (71,8%) sedangkan post

paling banyak cemas sedang

sebanyak 25 orang (64,1%). 3. Kecemasan pada kelompok kontrol

paling banyak pre yaitu cemas berat

sebanyak 28 orang (71,8%)

sedangkan post paling banyak yaitu

cemas berat sebanyak 31 orang (79,5%).

4. Hasil uji Wilcoxon didapatkan pada kelompok perlakuan p (0,00) < 0,05

sehingga Ha diterima yang artinya

ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang pemeriksaan MRI dengan kontras terhadap tingkat kecemasan pasien di ruang radiologi RSUD Dr. Moewardi.

V. Saran

1. Bagi pasien

Diharapkan mampu

mengurangi tingkat kecemasan pada pasien menjelang indikasi pemeriksaan MRI dan memberikan

kepuasan terhadap pelayanan

asuhan keperawatan sehingga

pasien menerima dan mampu memahami tentang pemeriksaan diagnostik MRI.

2. Bagi Rumah Sakit

Membuat video secara

internal untuk dipergunakan

sebagai media penyuluhan/

pendidikan kesehatan setiap akan dilakukannya tindakan MRI di RSUD Dr. Moewardi.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat memberikan

gambaran tentang manfaat

pemberian pendidikan kesehatan terhadap tingkat kecemasan dan

(12)

peningkatan kualitas pelayanan pada pasien dengan kebutuhan informasi rawat jalan maupun pelayanan diagnostik khususnya MRI.

4. Bagi Peneliti Lain

Penelitian berikutnya

diharapkan dapat meneliti tentang kajian yang lebih mendalam pada tingkat kecemasan selain pengaruh dari pendidikan kesehatan.

5. Bagi Penulis

Hasil dari penelitian ini bagi penulis diharapkan nantinya lebih mampu dalam memahami dan mengaplikasikan aspek kebutuhan

pasien terutama dalam hal

pendidikan kesehatan.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Bushberg. (2012). The Essential Physics of Medical Imaging. Medical. Erawan dkk . (2013). Perbedaan tingkat

kecemasan antara pasien laki- laki dan perempuan pada pre operasi laparatomi di RSUP. Bagian Psikologis Kedokteran

Universitas Sam Ratulangi

Manado. Diakses 15 Maret 2017 dari http: // ejournal. unsrat. ac. id/ index. php/ ebiomedik /article/ viewFile/4612/4140. Indrayani & Agus. (2012). Hubungan

pendidikan kesehatan dengan kecemasan orang tua pada anak hospitalisasi. Jurnal Nursing Studies. Volume 1. Nomor 1. UNDIP.

Kholid, A. (2014). Promosi Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo.

Notosiswoyo. (2014). Pemanfaatan

Magnetic Resonance Imaging (MRI) sebagai sarana diagnosis

pasien. Media Litbang

Kesehatan. Volume XIV. Nomor 3.

Oktaviana. (2010). Hubungan antara

penyesuaian diri dengan

kecemasan dalam menghadapi tuntutan kerja pada mahasiswa

perawat praktek. Artikel

Penelitian. Universitas Bina

Darma Palembang.

Potter, Patricia A. (2009). Buku Ajar

Fundamental Keperawatan.

Jakarta: EGC.

Struart. (2007). Guidance for mentors of nursing students and midwives. Royalle College Of Nursing. Trismiati. (2006). Perbedaan Tingkat

Kecemasan Antara Pria dan Wanita Akseptor Kontrasepsi Mantap di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta. Diakses 15 Maret 2017 dari http://www.ugm.ac.id.html. Widodo, R. (2009). Model

Pembelajaran Snawball

Throwing. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Ciri-ciri guru profesionalisme dan bersertifikasi lulus uji kompetensi, 2) usaha yang dilakukan guru dalam pelaksanaan

Pada penelitian ini menggunakan PUFA (Polyunsaturated Fatty acid) dalam minyak jagung sebagai perlakuan kultur prea- diposit kelinci untuk mengamati kadar protein

Beberapa waktu yang lalu kita semua di ITB dikejutkan dengan terulangnya kejadian yang memalukan kita semua yang terkait dengan masih rendahnya derajat kejujuran

Untuk memastikan bahwa tubuh menerima nutrisi yang cukup dari makanan, usus kecil mencampur chyme menggunakan kontraksi otot polos yang disebut segmentasi?. Segmentasi

Hasil simulasi MM5 untuk temperatur 2 m yang menggambarkan adanya Urban Heat Island (Pulau Panas Perkotaan) di wilayah Bandung menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada 2

Puja dan puji syukur yang tak terkira kita haturkan kepada kehadirat Alah SWT atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita, khususnya kepada penulis sehingga penulis

GKUNGAN (INSPEKSI SANITASI) RUMAH SAKIT.

Lubang bor hasil pemboran berarah pada trayek 8.5 inch untuk casing 7 inch memiliki kolom yang panjang dan menembus formasi dengan litologi yang didominasi oleh batuan