• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumber Daya Manusia

Nawawi (1992), menjelaskan tiga pengertian dari sumber daya manusia, yakni:

1. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (sering disebut juga personil, tenaga kerja, pegawai atau karyawan). 2. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi

dalam mewujudkan eksistensinya.

3. Sumber daya manusia adalah potensi dan merupakan aset dan berfungsi sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi, yang diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.

Dengan demikian sumber daya manusia merupakan faktor vital dari keberlangsungan sebuah organisasi dan yang paling menentukan dalam mengukur keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia yang dimaksud adalah orang-orang yang siap pakai dan memiliki kemampuan dalam pencapaian tujuan organisasi tersebut.

2.2 Pengembangan Sistem Sumber Daya Manusia

Pengembangan sistem sumber daya manusia adalah suatu upaya untuk mengembangkan kualitas atau kemampuan sumber daya manusia melalui proses

(2)

perencanaan pendidikan, pelatihan dan pengelolaan tenaga atau pegawai untuk mencapai suatu hasil optimal (Notoadmodjo, 2003)

Pengembangan sistem sumber daya manusia melibatkan proses pengubahan perilaku (behavior engineering). Kata "belajar" menurut para pakar memang selalu melibatkan proses perubahan perilaku (dari suatu keadaan ke keadaan lain yang lebih baik). Disamping itu, harus pula ditegaskan bahwa “pengalaman belajar” didalam proses itu harus dilakukan secara sadar, yakni direncanakan dengan baik, dilaksanakan secara cermat, dan diukur tingkat efektifitasnya. Dari pengertian di atas maka pengembangan sistem sumber daya manusia merupakan proses merubah sumber daya manusia yang dimiliki organisasi, dari suatu keadaan ke keadaan lain yang lebih baik untuk mempersiapkan suatu tanggung jawab di masa mendatang dalam mencapai tujuan organisasi.

Tujuan pengembangan sistem sumber daya manusia mempunyai dua dimensi yaitu dimensi individual dan dimensi institusional/organisasional. Tujuan yang berdimensi individual mengacu kepada sesuatu yang dicapai oleh seorang pegawai. Tujuan berdimensi institusional mengacu kepada apa yang dapat dicapai oleh institusi/organisasi sebagai hasil dari program-program pengembangan sistem sumber daya manusia (LAN dan DEPDAGRI, 2007).

Proses pengembangan sistem SDM berhubungan erat dengan konsep pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan dalam konteks ini adalah cara yang mesti dilalui untuk mencapai suatu pengembangan. Pengembangan tidak bisa dipisahkan dari pendidikan dan pelatihan (LAN dan DEPDAGRI, 2007).

(3)

Sumber: LAN dan DEPDAGRI, 2007.

Gambar 2.1 Tujuan Pengembangan Sistem Sumber Daya Manusia

Dari gambar di atas, hasil paling langsung dapat diamati dari suatu program pengembangan sistem sumber daya manusia adalah disebut “Output”, yakni keluaran dalam bentuk sumber daya manusia yang memperbaiki kualitasnya. Bila output ini telah dikembalikan ke tempat kerjanya masing-masing, maka diharapkan dapat menghasilkan ”Outcome”, yakni keluaran yang berdimensi organisasional. Sebagai contoh, sekelompok pegawai dilatih dalam hal keterampilan mengoperasikan komputer. Jika program pelatihan ini selesai diadakan, maka diharapkan sekelompok pegawai ini telah dapat mengoperasikan komputer. Sekelompok pegawai dengan keterampilan ini disebut output pengembangan sistem sumber daya manusia. Bila output ini telah kembali bekerja ke tempat masing-masing dan mereka terbukti mampu memberi sumbangan yang berarti bagi organisasi, misalnya urusan pengelolaan informasi menjadi efektif dan efisien, maka manfaat ini disebut sebagai outcome.

Pengembangan Sumber Daya

Manusia OUTPUT OUTCOME

(4)

2.3 Program Pengembangan Sistem Sumber Daya Manusia 2.3.1 Pendidikan

Pendidikan (education) sumber daya manusia merupakan proses pengembangan jangka panjang yang mencakup pengajaran dan praktek sistematik yang menekankan pada konsep-konsep teoritis dan abstrak. Sedangkan pelatihan (training) adalah salah satu jenis proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori (Komaruddin, 2002).

Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pengertian tentang pengetahuan umum dan pengetahuan ekonomi pada umumnya, termasuk peningkatan penguasaan teori pengambilan keputusan dalam menghadapi persoalan-persoalan organisasi. Sedangkan pelatihan dalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan (Suprihanto, 2001).

Pedidikan dan pelatihan adalah upaya mengembangkan sumber daya manusia terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian manusia. Pendidikan dan pelatihan adalah proses belajar dalam rangka meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam melaksanakan tugasnya. Pelatihan yang dimaksud adalah upaya untuk mentransfer keterampilan dan pengetahuan kepada para peserta pelatihan pada saat melaksanakan pekerjaan (Komaruddin, 2002).

(5)

Pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan haruslah yang spesifik dan latihan harus diarahkan pada perubahan perilaku yang telah diidentifikasikan. Pelatihan juga harus mempelajari keterampilan atau teknik khusus yang dapat diobservasi pada tempat tugasnya.

2.3.2 Pelatihan

Menurut Mathis dan Jackson (2008), pelatihan adalah proses dimana individu-individu atau karyawan mencapai kemampuan tertentu guna membantu pencapaian tujuan organisasi. Pelatihan menyediakan para karyawan pengetahuan yang spesifik, dapat diketahui dan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan yang saat ini mereka hadapi. Pelatihan menyiapkan karyawan untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan-pekerjaan sekarang. Jadi pelatihan adalah proses peningkatan kemampuan atau keterampilan karyawan agar dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan yang saat ini mereka hadapi.

Secara garis besarnya, pelatihan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu pelatihan internal dan pelatihan eksternal. Pelatihan internal yang sering digunakan adalah pelatihan informal, dimana terjadi interaksi dan umpan balik diantara karyawan. Dalam pelatihan informal ini karyawan belajar secara informal dari karyawan lain atau rekan kerjanya. Sedangkan untuk pelatihan eksternal muncul karena beberapa alasan, yaitu: (1) Biaya relatif lebih murah; (2) Organisasi tidak memiliki tenaga ahli dibidangnya; dan (3) Keuntungan dapat berinteraksi dengan manager atau karyawan dari perusahaan lain, karena karyawan bisa berbagi pengalaman dan berbagi informasi atau pengetahuan dengan orang dari organisasi lain (Mathis dan Jackson, 2008).

(6)

Menurut pasal I ayat 9 undang-undang No.13 Tahun 2003. Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.

Implementasi program pelatihan berkaitan dengan siapa yang akan melaksanakan dan dimana program akan dilaksanakan. Pelaksanaan program dapat bersifat in house/in company, berupa on the job training atau off the job training, dan off house/off company, yaitu di luar perusahaan. Dalam pelaksanaan program pelatihan ada beberapa alternatif metode yang dapat digunakan, yaitu (Mathis dan Jackson, 2008):

1. Pelatihan di tempat kerja. Bentuk pelatihan yang sering digunakan antara lain adalah pelatihan instruksi kerja. Atasan melatih karyawan untuk melakukan tugas atau pekerjaan tertentu, sehingga karyawan tersebut memahami tugas atau pekerjaan yang harus mereka lakukan.

2. Simulasi. Salah satu jenis simulasi yang sering digunakan adalah vestibule training, yaitu suatu jenis pelatihan dengan menggunakan fasilitas khusus untuk mendeskripsikan suatu tugas atau pekerjaan yang harus dilakukan oleh karyawan.

3. Pelatihan kerjasama. Metode yang sering digunakan dalam pelatihan kerjasama ini adalah magang dan kerja praktik. Banyak organisasi yang menerapkan sistem magang bagi karyawannya. Magang dapat diselenggarakan dalam berbagai bentuk dan sifatnya situasional.

(7)

2.3.3 Pengembangan

Menurut Anwar (2003), pengembangan merupakan satu proses pendidikan jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisasi yang pegawai manajerialnya mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk mencapai tujuan umum. Pengembangan menurut Suprihanto (2001), adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan pegawai dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pengertian pengetahuan umum termasuk peningkatan penguasaan teori, pengambilan keputusan dalam menghadapi persoalan organisasi.

Dari pengertian pengembangan yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka pengembangan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu proses peningkatan kemampuan atau pendidikan jangka panjang untuk meningkatkan kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia (human relation) untuk mencapai tujuan umum yang dilakukan secara sistematis dan terorganisasi dan dilakukan oleh pegawai manajerialnya (tingkat atas dan menengah). Jadi dalam hal ini pengembangan ditujukan pada para manajer atau staf agar mereka lebih mampu untuk mengelola suatu organisasi melalui pengambilan keputusan dan memperluas hubungan manusia. Komponen-komponen pengembangan antara lain:

1. Tujuan dan pengembangan harus jelas dan dapat diukur, maksudnya adalah bahwa setiap kegiatan yang dilakukan untuk pengembangan harus jelas kemana arahnya dan dapat dikerjakan, dan harus disesuaikan dengan kondisi, jangan mengada-ada dan dapat dipertanggungjawabkan.

(8)

2. Para pelatih harus ahlinya yang berkualifikasi memadai (profesional), maksudnya orang-orang yang dijadikan pelatih adalah orang yang memang mampu dalam melatih dan itu merupakan bidangnya agar hasil yang diperolehnya baik.

3. Materi pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, maksudnya agar materi yang diberikan itu tidak lari dari jalur atau tujuan yang hendak dicapai karena akan mengakibatkan kerugian.

Tahapan-tahapan penyusunan pengembangan : a. Mengidentifikasi kebutuhan pengembangan

b. Menetapkan kriteria keberhasilan dengan alat ukurnya c. Menetapkan metode pengembangan

d. Mengadakan percobaan revisi

e. Mengimplementasikan dan mengevaluasi Tujuan dari pengembangan ialah :

a. Meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi b. Meningkatkan produktifitas kerja

c. Meningkatkan kualitas kerja

d. Meningkatkan ketetapan perencanaan sumber daya manusia e. Meningkatkan sikap moral dan semangat kerja

f. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja

g. Meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi maksimal h. Menghindarkan keusangan

(9)

2.4 Kinerja

2.4.1 Pengertian Kinerja

Pada umumnya, kinerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang didalam melaksanakan suatu pekerjaan. Menurut Tiffin & McCormick (1980) kinerja adalah kuantitas, kualitas, dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas. Sedangkan menurut Robbins (2006), kinerja merupakan wujud hasil kerja yang dihasilkan oleh seseorang. Bernandin dan Russell (1993), kinerja dinyatakan sebagai catatan outcomes yang dihasilkan dari suatu aktifitas tertentu, selama kurun waktu tertentu. Sementara Mathis dan Jackson (1993), mengatakan bahwa kinerja adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan dan seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja, baik untuk individu maupun kelompok, menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi.

Dari beberapa teori di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam memberikan kontribusi bagi organisasi atau perusahaan tempat ia bekerja. Prestasi karyawan dari sebuah perusahaan dapat terlihat dari kinerja yang telah ditampilkan. Seperti, bagaimana karyawan tersebut menggunakan waktu, kesempatan serta sumber daya dalam menghasilkan suatu output atau hasil kerja. Suatu kinerja yang baik dapat dilihat dari segi kuantitas, yaitu berapa banyak jumlah hasil kerja yang telah dihasilkan dan kualitas, yaitu tingkat baik atau buruknya hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu.

(10)

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada di bawah pengawasannya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktivitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar, perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja (As’ad, 1991).

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas, kinerja yang dimiliki oleh setiap karyawan berbeda-beda tergantung dengan individu, organisasi, psikologis, fisik lingkungan kerja dan lain-lain. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa ahli dibawah ini. Menurut Gibson, et al, (1996), ada tiga perangkat aspek yang mempengaruhi perilaku dan kinerja, yaitu:

a. Aspek Individu

Aspek Individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial, dan pengalaman kerja), demografis (umur, asal-usul/etnis, dan jenis kelamin). Kemampuan adalah sifat bawaan yang dapat dipelajari. Sementara itu, keterampilan adalah kompetensi yang berhubungan dengan tugas. Unsur-unsur yang biasanya dianggap sebagai variabel demografis yang paling penting adalah jenis kelamin dan ras (budaya). Keragaman budaya di tempat kerja membawa perbedaan-perbedaan utama dalam nilai, etika kerja, dan norma-norma perilaku.

(11)

b. Aspek Organisasi (Lembaga)

Aspek organisasi berkaitan dengan sumber daya, pola kepemimpinan, sistem imbalan, struktur organisasi, dan desain pekerjaan.

c. Aspek Psikologis (Persepsi dan Sikap)

Sikap adalah pernyataan setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek. Ada tiga komponen sikap, yaitu kognitif, afektif, dan konatif atau perilaku. Dari ketiga komponen sikap tersebut, istilah sikap pada hakekatnya merujuk ke bagian afektif dari tiga komponen tersebut yang dapat menghasilkan perilaku yang diinginkan.

Dalam organisasi, sikap mempunyai peran penting dalam mempengaruhi perilaku karyawan. Jika karyawan yakin bahwa ia mampu menyelesaikan pekerjaan kurang dari seminggu dan akan mendapatkan reward, maka ia akan bekerja semaksimal mungkin untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sebaliknya, bila karyawan mempunyai keyakinan bahwa bekerja keras atau tidak bekerja keras sama saja, maka karyawan cenderung memilih yang menurut dia lebih menguntungkan, yaitu bekerja sekehendak hatinya saja (Robbins, 2006).

Menurut Tiffin dan McCormick (1980), ada dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:

1. Variabel individual, meliputi: a. Sikap

b. Karakteristik c. Sifat-sifat fisik d. Minat dan motivasi e. Pengalaman

(12)

f. Umur

g. Jenis kelamin

h. Pendidikan, dan faktor-faktor individual lainnya. 2. Variabel situasional, yang terbagi atas:

a. Faktor fisik dan pekerjan yang meliputi:  Metode kerja

 Kondisi dan desain perlengkapan kerja

 Penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan ventilasi).

b. Faktor sosial dan organisasi yang meliputi:  Peraturan-peraturan organisasi

 Sifat organisasi

 Pelatihan dan pengawasan

 Sistem upah dan lingkungan sosial. 2.4.3 Penilaian Kinerja

Gomes (2003) mendefinisikan istilah performance appraisal sebagai suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya. Jadi, penilaian performansi ini diperlukan untuk menentukan tingkat kontribusi individu, atau performansi.

Tujuan penilaian performansi, secara umum, dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni: (1) untuk mereward performansi sebelumnya, (2) untuk memotivasi perbaikan performansi pada waktu yang akan datang.

(13)

Informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian performansi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi, dan penempatan-penempatan pada tugas-tugas tertentu.

Organisasi atau perusahaan wajib untuk melakukan penilaian performansi atau kinerja secara berkala. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kontribusi sumber daya manusia yang dimiliki. Penilaian performansi dapat bermanfaat bagi organisasi untuk memberikan reward kepada karyawan yang berpotensi, membuat suatu keputusan mengenai pemeberian promosi kaepada karyawan. Selain itu, perusahaan juga dapat merancang sebuah perencanaan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan, seperti pengadaan pelatihan dan pengembangan karyawan.

Menurut Robbins (2006) ada 3 kriteria untuk mengetahui kinerja seseorang, yaitu :

1. Hasil tugas individu, manajer dapat mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan. Dengan melihat dari hasil pekerjaan, manajer dapat menilai pekerjaan tersebut apakah telah sesuai dengan kriteria seperti kualitas produksi dan biaya per unit yang dibutuhkan untuk produksi.

2. Behaviors atau perilaku, sulit untuk mengidentifikasi hasil pekerjaan yang merupakan suatu hasil dari kegiatan yang dilakukan karyawan. Badan usaha tentunya terdiri dari banyak karyawan baik bawahan maupun atasan, yang mempunyai perilaku sendiri-sendiri seperti cekatan atau tanggap, hadir tepat waktu dan rajin. Jadi seorang karyawan dituntut untuk memiliki perilaku yang baik dan benar sesuai dengan yang diharapkan.

(14)

3. Ciri atau sifat, serangkaian kriteria yang paling lemah, namun salah satu yang masih digunakan secara luas oleh organisasi, adalah sifat-sifat individu. Sifat yang dimiliki karyawan umumnya seperti sopan santun, ramah, penampilan yang rapi dan lain sebagainya.

2.4.4 Tipe-Tipe Kriteria Performansi

Bernandin dan Russel (1993), menyebutkan terdapat paling kurang tiga tipe kriteria penilaian performansi yang saling berbeda, yaitu :

1. Penilaian performansi berdasarkan hasil

Tipe kriteria performansi ini merumuskan performansi pekerjaan berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau mengukur hasil akhir. Sasaran performansi dapat ditetapkan oleh manajemen atau kelompok kerja. Tetapi jika menginginkan agar para pekerja meningkatkan produktivitas mereka, maka penetapan sasaran secara partisipatif melibatkan para pekerja, akan jauh berdampak positif bagi produktifitas organisasi. Praktek penetapan tujuan partisipatif, yang biasanya dikenal dengan istilah Management by Objective (MBO)

2. Penilaian performansi berdasarkan perilaku

Tipe kriteria performansi ini mengukur sarana (means), pencapaian sasaran (goals), dan bukannya hasil akhir (end results). Dalam praktek, kebanyakan pekerjaan tidak memungkinkan diberlakukannya ukuran-ukuran performansi yang berdasarkan pada obyektifitas, karena melibatkan aspek kualitatif. Jenis kriteria ini dikenal dengan BARS (behaviorally anchored rating scales), dibuat dari critical incidents yang terkait dengan berbagai performansi.

(15)

3. Penilaian performansi berdasarkan judgment

Tipe kriteria performansi yang menilai dan/atau mengevaluasi performansi pekerja berdasarkan deskripsi pelaku yang spesifik. Tipe kriteria performansi ini sering disebut sebagai metode tradisional, karena telah lama dipakai dalam banyak organisasi, baik di sektor publik maupun swasta.

2.4.5 Pengukuran Kinerja Karyawan

Dari jenis penilaian performansi berdasarkan judgement (Judgement Performance Evaluation) menurut Bernandin dan Russel (1993), terdapat 8 dimensi penilaian kinerja karyawan yang menjadi perhatian:

1. Quantity of Work; jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.

2. Quality of Work; kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat kesesuaian dan kecapaiannya.

3. Job knowledge; luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4. Creativeness; keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Cooperation; kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesame anggota organisasi).

6. Dependability; kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

7. Intiative; semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya.

(16)

8. Personal qualities; menyangkut kepribadian, kepemimipinan, keramah-tamahan, dan integritas pribadi.

2.5 Evaluasi Program Pelatihan dengan Model Kirkpatrick

Kirkpatrick (1998), salah seorang ahli evaluasi program pelatihan dalam bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM). Model evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model. Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut Kirkpatrick (1998) mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1reaction, level 2 learning, level 3 behavior, dan level 4 result.

1. Evaluasi tahap 1: Reaksi (Reaction Evaluating).

Pembelajaran dianggap efektif apabila proses pembelajaran dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta pelatihan sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta pelatihan akan termotivasi apabila proses pembelajaran berjalan secara memuaskan, yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi yang menyenangkan. Sebaliknya apabila peserta pelatihan tidak merasa nyaman terhadap proses pembelajaran yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti pembelajaran lebih lanjut.

Kirkpatrick (1998), mengemukakan “the interest, attention and motivation of the participants are critical to the success of any training program, people learn better when they react positively to the learning environment”. Disimpulkan bahwa keberhasilan proses kegiatan pembelajaran tidak terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi peserta pelatihan dalam mengikuti jalannya kegiatan

(17)

pembelajaran. Peserta pelatihan akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar.

Kepuasan peserta pelatihan dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang digunakan, media pembelajaran yang tersedia, waktu pelaksanaan pembelajaran, hingga gedung tempat pembelajaran dilaksanakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.

2. Evaluasi tahap 2 : Evaluasi Belajar (Learning Evaluating).

Kirkpatrick (1998) mengemukakan “learning can be defined as the extend to which participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill as a result of attending the program”. Terdapat tiga hal yang dapat diajarkan dalam pelaksanaan program pembelajaran, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Peserta pelatihan dikatakan telah belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan.

Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas program pelatihan maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur. Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan maupun perbaikan keterampilan pada peserta pelatihan maka program dapat dikatakan gagal. Penilaian evaluating learning ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Oleh karena itu dalam pengukuran hasil belajar (learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih

(18)

hal berikut: 1) pengetahuan yang telah dipelajari, 2) perubahan sikap, dan 3) keterampilan yang telah dikembangkan atau diperbaiki.

Mengukur hasil belajar lebih sulit dan memakan waktu dibandingkan dengan mengukur reaksi. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif. Menurut Kirkpatrick (1998), penilaian terhadap hasil belajar dapat dilakukan dengan: “a control group if practical, evaluate knowledge, skill and/or attitudes both before and after the program, a paper-and-pencil test to measure knowledge and attitudes, and performance test to measure skills”. Dengan demikian untuk menilai hasil belajar dapat dilakukan dengan kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dan kelompok yang tidak ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya dalam periode waktu tertentu. Dapat juga dilakukan dengan membandingkan hasil pretest dengan posttest, tes tertulis maupun tes kinerja (performance test).

3. Evaluasi tahap 3 : Tingkah Laku (Behavior Evaluating).

Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku peserta pelatihan setelah selesai mengikuti pembelajaran. Sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah mengikuti

(19)

kegiatan pembelajaran dan kembali ke lingkungan mereka maka evaluasi level 3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan pelatihan.

4. Evaluasi tahap 4 : Evaluasi Hasil (Result Evaluating).

Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta pelatihan telah mengikuti suatu program pembelajaran. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program pembelajaran diantaranya adalah peningkatan hasil belajar, peningkatan pengetahuan, dan peningkatan keterampilan (skills).

Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork (kerjasama tim) yang lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program (pengaruh program). Tidak semua pengaruh dari sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih sulit di bandingkan dengan evaluasi pada level-level sebelumnya. Evaluasi hasil akhir ini dapat dilakukan dengan membandingkan kelompok kontrol dengan kelompok peserta pembelajaran, mengukur kemampuan peserta pelatihan sebelum dan setelah mengikuti pembelajaran apakah ada peningkatan atau tidak (Kirkpatrick, 1998).

Gambar

Gambar 2.1 Tujuan Pengembangan Sistem Sumber Daya Manusia

Referensi

Dokumen terkait

Kesenjangan antar daerah merupakan salah satu masalah yang terjadi

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dijelaskan mengenai promosi penjualan dagang kartuHalo Telkomsel dalam aktivitas event marketing dan sponsorship yang dilakukan divisi

Berdasarkan data tersebut maka dapat dianalisis bahwa ada perbedaan hasil pengukuran pada jam 11.00 dan 16.00 untuk suhu maksimum terjadi penurunan alasannya adalah: pada jam

Pembantu Deputi Urusan Lingkungan Alam, yang selanjutnya dalam Keputusan Presiden ini disebut Bandep Lingal, adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Desisnas yang berada

4. Guru memberikan penghargaan kepada kelompok berdasarkan nilai peningkatan hasil belajar. Hal ini menunjukan bahwa hasil observasi terhadap guru masuk dalam kategori

[r]

c) Mendata hal-hal penting novel dan mewakili apa yang ditulis kemudian dicatat dalam kartu data. d) Data yang terkumpul didokumentasikan untuk dipergunakan sebagai

dapat dilakukan dengan meng-update data informasi atau data produk pada website dan. memperbaiki tampilan website