• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEM BASED LEARNING SEBAGAI METODE PERKULIAHAN KEDOKTERAN YANG EFEKTIF. Tita Menawati Liansyah Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROBLEM BASED LEARNING SEBAGAI METODE PERKULIAHAN KEDOKTERAN YANG EFEKTIF. Tita Menawati Liansyah Universitas Syiah Kuala Banda Aceh"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

55

KEDOKTERAN YANG EFEKTIF Tita Menawati Liansyah Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Abstract: Problem Based Learning (PBL) is one of the teaching approaches which uses stimulus materials in helping the college students figure out the problems, questions, or issues. PBL tends to implement the active student centered learning (ASCL) where the college students are challenged to examine, to research, to investigate, to observe, to reflect, and to master the relevant knowledge of their own profession in the upcoming years. PBL has been applied at many medical departments in the world, particularly in Indonesia. The implementation of PBL is an appropriate decision and it fits to achieve the medical education program in Indonesia.

Keyword: PBL, active student center learning, medical program

Program Problem based learning (PBL) pertama kali diimplementasikan oleh Faculty of Health Sciences of McMaster University di Kanada pada tahun 1969 sebagai sebuah cara belajar baru yang radikal dan inovatif dalam pendidikan dokter (Gwee, 2009). Adapun ciri khas dari pelaksanaan PBL di Mc Master University adalah filosofi pendidikan yang berorientasi pada masyarakat, terfokus pada manusia, melalui pendekatan antar cabang ilmu pengetahuan dan belajar berdasar masalah. Akan tetapi sesungguhnya gebrakan PBL untuk merestrukturisasi pendidikan kedokteran sudah dimulai di Universitas McMaster sejak tahun 1950an (Halonen, 2010). Sejak saat itu PBL telah menjadi trend baru pendidikan kedokteran. Kini PBL telah diterapkan pada banyak Fakultas Kedokteran di seluruh dunia termasuk di Indonesia pada khususnya.

Kemudian Maastricht Faculty of Medicine di Belanda pada tahun 1976 menyusul sebagai institusi pendidikan kedokteran kedua yang menjalankan program PBL. Berbeda dengan jenis program PBL yang dijalankan di Mc Master University, program PBL di Maastrich lebih menekankan pada konsep tes kemajuan serta pengenalan keterampilan medik sejak awal dimulainya program pendidikan.(UII, 2007).

PERKEMBANGAN PBL DI INDONESIA

Pemahaman terhadap keuntungan yang diperoleh dari penerapan metode PBL menyebar ke seluruh dunia termasuk negara kita, Indonesia. Pada hakikatnya pendidikan kedokteran di Indonesia bertujuan mendidik mahasiswa lewat proses belajar dengan menyelesaikan suatu kurikulum sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk memberi pelayanan yang sesuai dengan profesinya,

(2)

mengembangkan ilmu kesehatan, dan meningkatkan serta mengembangkan diri dalam aspek ilmu kedokteran. Penerapan program PBL merupakan kurikulum yang tepat serta sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan kedokteran di Indonesia.

Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) mulai menerapkan metode PBL sejak tahun 2000 sebagai bagian penerapan kurikulum hybrid yang merupakan proses perubahan dari sistem tradisional (subject-based) menuju sistem intergrasi (system-based). FK Unair melaksanakan PBL dalam 6 modul pada tahun 2000, selanjutnya berkembang menjadi 18 modul dengan peresmian pelaksanaan kurikulum untuk angkatan 2005. Perkembangan tersebut merupakan bagian perubahan yang bertahap, karena hambatan utama penerapan PBL adalah masalah kebijakan.

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM) yang diresmikan pada 5 Maret 1946 merupakan salah satu fakultas kedokteran tertua di Indonesia. FK UGM mulai menjalankan penuh kurikulum PBL sejak angkatan 2003/2004. Aktivitas pembelajaran dalam kurikulum PBL ini meliputi kuliah pakar, tutorial, praktikum di laboratorium, praktikum keterampilan medik, pengalaman belajar di lapangan, dan kepaniteraan di rumah sakit dan puskesmas. (Nur Cahyani,2008)

Sedangkan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (FK Unsyiah) memakai metode PBL Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang merupakan penerapan dari KBK untuk Pendidikan Kedokteran Dasar yang berpedoman pada SK Menteri Kesehatan No. 1457/MOH/SK/X/2003 dan SK Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) tentang Standar Kompetensi Dokter yang diterbitkan pada April 2006. Berdasarkan Rapat Senat FK Unsyiah, maka penerapan PBL KBK dimulai sejak tahun 2006.

Perkembangan metode PBL yang diaplikasikan di banyak fakultas kedokteran mendorong juga Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya (FK UAJ) Jakarta untuk berani menerapkan metode tersebut sebagai salah satu cara pembelajaran (Rukmini, 2006). Rencana Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya mengaplikasikan PBL sudah dimulai sejak tahun 2000. Serangkaian pertemuan dilakukan jajaran Unit Pendidikan Kedokteran dan pimpinan FK UAJ pada waktu itu untuk memutuskan pembuatan pilot PBL. Tim pilot PBL mulai mengaplikasikan PBL sejak tahun ajaran 2001/2002.

PROBLEM BASED-LEARNING

Problem-Based Learning menekankan active student center learning (AASCL) dimana para mahasiswa ditantang untuk menguji, mencari, menyelidiki merefleksikan, memahami makna, dan memahami ilmu dalam konteks yang relevan dengan profesi mereka di masa datang (Harsono, 2004).

Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pendidikan dengan menggunakan bahan stimulus untuk membantu mahasiswa berdiskusi tentang masalah yang penting, pertanyaan maupun issue (Boud & Felleti cit Saryono et al., 2006).

(3)

Problem Based Learning (PBL) adalah metode pendidikan yang mendorong mahasiswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingintahuan mahasiswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan mahasiswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan sumber-sumber belajar secara tepat. Disamping itu, PBL dapat dikatakan sebagai suatu kurikulum dan proses. Yang dimaksud dengan kurikulum disini yaitu bahwa PBL menuntut kemahiran mahasiswa dalam pengetahuan yang kritis, keahlian dalam memecahkan masalah, strategi pembelajaran mandiri, dan kemampuan berpartisipasi dalam tim melalui masalah yang dipilih dan didisain dengan hati-hati. Sedangkan yang dimaksud dengan proses yaitu PBL merupakan tiruan dari pendekatan sistemik yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab tantangan dalam kehidupan dan karier profesi (Nur Cahyani, 2008).

Karakteristik PBL

Di dalam PBL mahasiswa menggunakan masalah dari sebuah skenario sebagai trigger (pemicu) untuk menentukan tujuan pembelajaran. Kemudian mahasiswa melakukan belajar secara mandiri dan diarahkan sendiri, sebelum kembali ke dalam kelompok untuk membahas dan menyempurnakan pengetahuan yang diperoleh (Wood, 2003). Jadi terdapat perbedaan antara konsep PBL (Problem-Based Learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Pemecahan masalah menempatkan masalah sebagai target untuk dipecahkan, sedangkan PBL menggunakan masalah yang tepat sebagai pemicu untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman. Namun bisa saja masalah yang digunakan sebagai pemicu dalam PBL merupakan masalah yang perlu dipecahkan oleh mahasiswa. Walaupun “hanya” sebagai pemicu, masalah yang digunakan dalam PBL hendaknya realistis, membumi, sering dijumpai, sesuai dengan konteks masalah sesungguhnya yang akan dihadapi mahasiswa ketika telah menjadi dokter praktik (Wood, 2003). Dalam buku Standar Kompetensi Dokter yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Indonesia menegaskan bahwa yang diharapkan adalah kompetensi dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat primer, bukan pelayanan kesehatan tingkat sekunder atau spesialistik (KKI, 2006b). Selain itu, masalah yang dikemukakan dalam PBL sebaiknya tidak bersifat monolitik yang hanya memicu hadirnya pengetahuan tunggal, melainkan masalah yang terbuka yang memicu mahasiswa untuk mengeksplorasi pengetahuan transdisipliner (Halonen, 2010).

PBL menekankan pengetahuan awal (“pre-existing knowledge”,“prior knowledge”) mahasiswa: “Mulailah dengan yang Anda ketahui”. Mahasiswa kemudian mengambil peran aktif dalam merencanakan, menata, dan memilih masalah-masalah yang akan menjadi tujuan pembelajaran.

(4)

Langkah-Langkah Dasar PBL

Dalam metode pembelajaran PBL, mahasiswa membagi diri dalam kelompok-kelompok kecil, lalu suatu masalah yang realistis disajikan dan didiskusikan. Kemudian mahasiswa mengidentifikasi apa yang sudah diketahui dalam hubungannya dengan masalah (“pre-existing knowledge”) yang meliputi: 1. Informasi apa yang dibutuhkan

2. Strategi atau langkah-langkah apa yang selanjutnya perlu diambil untuk mempelajari pengetahuan atau informasi dan keterampilan yang diperlukan untuk menjawab masalah. Kemudian masing-masing mahasiswa meneliti berbagai isu dan mengumpulkan sumber informasi. Sumber daya atau sumber informasi yang digunakan mahasiswa dievaluasi oleh kelompok. Pengetahuan atau informasi atau keterampilan baru dibagikan kepada anggota kelompok lainnya. Siklus seperti itu diulangi sampai mahasiswa merasa bahwa semua masalah atau isu telah terjawab dengan memuaskan. Mahasiswa bisa mengajukan saran, solusi, atau hipotesis. Kemudian pada akhirnya tutor melakukan evaluasi kinerja kelompok (Halonen, 2010).

PBL SEBAGAI BAGIAN DARI STUDENT CENTERED LEARNING

Pada sistem pembelajaran Student Centered Learning (ASCL) mahasiswa dituntut aktif mengerjakan tugas dan mendiskusikannya dengan dosen sebagai fasilitator. Dengan aktifnya mahasiswa, maka kreativitas mahasiswa akan terpupuk. Kondisi tersebut akan mendorong dosen untuk selalu mengembangkan dan menyesuaikan materi kuliahnya dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang menyediakan banyak cara untuk mendapatkan informasi sumber belajar, memberikan peluang untuk mengembangkan metode-metode pembelajaran baru secara optimal sehingga mendukung upaya mewujudkan kompentensi yang diharapkan. Kemajuan tehnologi juga memungkinkan mahasiswa melakukan kegiatan belajar tidak hanya secara formal, tetapi belajar melalui berbagai media atau sumber. Dengan demikian dosen bukan lagi sebagai sumber belajar utama, akan tetapi sebagai “mitra pembelajaran”.

Pada model pembelajaran ASCL, berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri kemudian berupaya keras mencapai kompentensi yang diinginkan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara banyak berdiskusi, maka mahasiswa berani mengemukakan pendapat, belajar memecahkan masalah yang dihadapi dan tidak takut pada dosen. Harapannya dengan diterapkan sistem pembelajaran ASCL adalah mahasiswa aktif dan kreatif, menyelesaikan tugas akhir dengan lancer dan cepat, karena konsultasi pada dosen tidak punya rasa takut, dengan harapan mahasiswa dapat menyelesaikan studi dengan lancar dan tepat waktu sesuai dengan target atau bahkan bisa lebih cepat dari standar waktu masa studi. Selanjutnya mahasiswa setelah lulus diharapkan mampu berkompetisi di dunia kerja (Hadi, 2007).

(5)

Student Centered Learning (ASCL) merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang memfasilitasi pembelajar untuk terlibat dalam proses experiential learning. Bila pembelajar itu dapat dikategorikan ke dalam tipe-tipe activist, reflector, theorist, dan pragmatist, berarti pendekatan ASCL tersebut merupakan metode yang dapat memfasilitasi pembelajar, dalam hal ini mahasiswa sehingga secara langsung ataupun tidak dapat terlibat dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran ASCL, pada saat ini diusulkan menjadi model pembelajaran yang sebaiknya digunakan karena memiliki beberapa keunggulan yaitu:

1. Mahasiswa atau peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi.

2. Mahasiswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.

3. Tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajara sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar-membelajarkan di antara mahasiswa 4. Dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi dosen atau

pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan mahasiswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh dosen.

Keunggulan-keunggulan yang dimiliki model pembelajaran ASCL tersebut akan mampu mendukung upaya ke arah pembelajaran yang efektif dan efisien (Harsono, 2009; Sudjana, 2005).

Penerapan ASCL di perguruan tinggi dapat diartikan sebagai kegiatan yang terprogram dalam desain FEE (facilitating, empowering, enabling), untuk mahasiswa belajar secara aktif yang menekankan pada sumber belajar. Dengan demikian, pembelajaran merupakan proses pengembangkan kreativitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir mahasiswa, serta dapat meningkatkan danmengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan dan pengembangan yang baik terhadap materi perkulihan (Dikti,2004).

ASCL adalah pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar mahasiswa, bukan hanya pada aktivitas dosen mengajar. Hal ini sesuai dengan model pembelajaran yang terprogram dalam desain FEE. Situasi pembelajaran dalam ASCL di antaranya bercirikan yaitu mahasiswa belajar baik secara individu maupun berkelompok untuk membangun pengetahuan, dengan cara mencari dan menggali sendiri informasi dan teknologi yang dibutuhkan secara aktif daripada sekadar menjadi penerima pengetahuan secara pasif, dosen lebih berperan sebagai FEE dan guides on the sides daripada sebagai mentor in the centered, yaitu membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan mentransfernya guna menemukan solusi terhadap permasalahan nyata sehari-hari, daripada sekadar sebagai gatekeeper of information, mahasiswa tidak sekadar kompeten dalam bidang ilmunya, tetapi juga kompeten dalam belajar.

Artinya, mahasiswa tidak hanya menguasai isi matakuliahnya, tetapi mereka juga belajar tentang bagaimana belajar (learn how to learn), melalui discovery, inquiry, dan problem solving dan terjadi pengembangan, belajar menjadi kegiatan komunitas

(6)

yang difasilitasi oleh dosen, yang mampu mengelola pembelajarannya menjadi berorientasi pada mahasiswa, belajar lebih dimaknai sebagai belajar sepanjang hayat (life long learning), suatu keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja, belajar termasuk memanfaatkan teknologi yang tersedia, baik berfungsi sebagai sumber informasi pembelajaran maupun sebagai alat untuk pemberdayaan mahasiswa dalam mencapai ketrampilan utuh (intelektual, emosional, dan psikomotor) yang dibutuhkan(Randhani,2009).

Sebuah perguruan tinggi yang menerapkan metode pembelajaran dengan model ASCL mempunyai beberapa karakteristik yang dapat kita temui antara lain adanya berbagai aktivitas dan tempat belajar, display hasil karya mahasiswa, tersedia banyak materi belajar, tersedia banyak tempat yang nyaman untuk diskusi atau bercengkerama, terjadi kelompok- kelompok dan interaksi multi-angkatan, ada keterlibatan dunia bisnis/industri dan masyarakat lainnya, jam buka perpustakaan fleksibel (Hadi, 2007) Peran dosen dalam proses pembelajaran model ASCL memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan model ini yang meliputi bertindak sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, mengkaji kompetensi matakuliah yang perlu dikuasai mahasiswa di akhir pembelajaran, merancang strategi dan lingkungan pembelajaran yang dapat menyediakan beragam pengalaman belajar yang diperlukan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi yang dituntut mata kuliah, membantu mahasiswa mengakses informasi, menata dan memprosesnya untuk dimanfaatkan dalam pemecahan permasalahan sehari hari, mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa yang relevan dengan kompetensi yang akan diukur (Ramdhani, 2009).

Dalam pelaksanaan model pembelajaran ini mahasiswa juga mempunyai peranan yang tidak kalah penting karena mahaiswa termasuk salah satu yang ikut menentukan proses pembelajaran model ini berhasil atau tidak. Peran mahasiswa meliputi mengkaji kompetensi matakuliah yang dipaparkan dosen, mengkaji strategi pembelajaran yang ditawarkan dosen, membuat rencana pembelajaran untuk matakuliah yang diikuti, belajar secara aktif (dengan cara mendengar, membaca, menulis, diskusi, dan terlibat dalam pemecahan masalah serta lebih penting lagi terlibat dalam kegiatan berpikir tingkat tinggi, seperti analisis, sintesis dan evaluasi), baik secara individu maupun kelompok (Hadi, 2007).

Agar pembelajaran model ASCL dapat diimplementasikan secara efektif dan efisien, maka perguruan tinggi juga mempunyai peranan dalam (1) mengkaji kurikulum, program pembelajaran dan sistem penilaian hasil belajar yang mengacu pada ASCL, (2) membuat kebijakan tentang sosialisasi dan penerapan active student center learning (ASCL) di institusinya, (3) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif untuk terlaksananya ASCL dengan menciptakan networking dengan dunia kerja, lembaga-lembaga masyarakat, atau instansi yang terkait, (4) membenahi pola pikir (mindset) pada dosen dan pengelola program pendidikan pada umumnya tentang pentingnya mengubah paradigma mengajar berorientasi pada dosen semata pada pola pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa yang dicirikan dengan adanya interaksi yang positif dan konstruktif antara dosen dan mahasiswa dalam

(7)

membangun pengetahuan, (5) melatih dan memberikan dukungan yang penuh kepada para dosen dalam menerapkan ASCL dalam proses pembelajaran, (6) memanfaatkan perencanaan pembelajaran yang berorientasi ASCL, yang dikembangkan para dosen, dalam pengadaan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran, dan (7) menciptakan sistem yang memungkinkan dosen dan seluruh civitas akademica dapat berkomunikasi dan berkoordinasi serta akses terhadap IT (information technology) (Ramdhani,2006).

Pemahaman peran dari ketiga elemen utama proses pembelajaran sebagaimana diuraikan di atas, akan mampu mendukung efektivitas metode-metode pembelajaran yang masuk dalam klasifikasi model pembelajaran ASCL. Adapun metode-metode yang dimaksud adalah small group discussion, role-play and simulation, case study, discovery learning, self- directed learning, cooperative learning, collaborative learning, contextual learning, project based learning; dan problem based learning and inquiry (Dikti, 2009).

Keuntungan dan Kerugian PBL

PBL memberikan aneka keuntungan sebagai berikut (Halonen, 2010): 1. Kemampuan retensi dan recall pengetahuan lebih besar

2. Mengembangkan keterampilan interdisipliner:

Mengakses dan menggunakan informasi dari aneka domain subjek Mengintegrasikan pengetahuan dengan lebih baik

Mengintegrasikan belajar di kelas dan lapangan 3. Mengembangkan keterampilan belajar seumur hidup:

Cara meneliti

Cara berkomuniasi dalam kelompok Cara mengatasi masalah

4. Menciptakan lingkungan belajar yang aktif, kooperatif, penilaian diri dan kelompok (peer assessment), berpusat pada mahasiswa, efektivitas tinggi.

5. Menciptakan lingkungan belajar yang memberikan Umpan balik segera

Kesempatan untuk mempelajari aneka sasaran belajar yang disukai

Kesempatan untuk belajar pada berbagai tingkat pembelajaran (taksonomi Bloom)

6. Menciptakan lingkungan belajar yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah.

7. Meningkatkaan motivasi dan kepuasan mahasiswa, interaksi mahasiswa-mahasiswa, dan interaksi mahasiswa-dosen/ instruktur

Kerugian PBL sebagai berikut (Halonen, 2010):

1. Membutuhkan perencanaan dan sumberdaya yang sangat besar: Pembuatan skenario, meliputi masalah, kasus, situasi.

Penyediaan sumberdaya untuk mahasiswa, misalnya, ruang diskusi, literatur, perpustakaan tradisional maupun e-library, narasumber, tenaga profesional di bidangnya

(8)

2. Membutuhkan komitmen untuk menjalankan PBL, dan kesediaan dosen untuk menghargai pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang diperoleh mahasiswa selama proses pembelajaran.

3. Memerlukan perubahan paradigma:

Pergeseran dari fokus dari “apa yang diajarkan dosen” (teacher-centered) menjadi “apa yang dipelajari mahasiswa” (student-centered).

Perubahan pandangan dosen sebagai “pakar” yang berperan sebagai “bank pengetahuan” melalui kuliah dan peragaan di kelas, menjadi dosen sebagai “fasilitator “ atau “tutor” pembelajaran.

SIMPULAN

Penerapan program PBL merupakan kurikulum yang tepat serta sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan kedokteran di Indonesia. PBL menekankan active student center learning (ASCL) dimana para mahasiswa ditantang untuk menguji, mencari, menyelidiki merefleksikan, memahami makna, dan memahami ilmu dalam konteks yang relevan dengan profesi mereka di masa datang. ASCL adalah pembelajaran yang berpusat pada aktivitas belajar mahasiswa, bukan hanya pada aktivitas dosen mengajar.

DAFTAR PUSTAKA

UII team. 2007. PBL. Diakses pada tanggal 10 Februari 2015 dari http://unisys.uii.ac.id/index.asp?u=710&b=I&v=1&j=I&id=8

Gwee M (2009). Problem-based learning: A strategic learning system design for the education of healthcare professionals in the 21ST Century. The Kaohsiung Journal of Medical Sciences, 25 (5), 231-239

Halonen D. 2010. Problem based learning: A case study. University fo Manitoba.auspace.athabascau.ca:8080/.../Problem%20Based%20Learning.pp t. Diakses 12 Februari 2015

Nur Cahyani, N., Marchira, C. R., P., Sumarni. 2008. Hubungan Persepsi Mahasiswa terhadap Tutorial dengan Prestasi Belajar Blok 16 “Endocrine and Metabolism” di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia Vol. 3, No. 3: 115-122.

Rukmini, Elisabeth. 2006. Evaluation of Pilot PBL Implementation at The Faculty of Medicine Atma Jaya Catholic University. Jurnal Pendidikan Kedokteran dan Profesi Kesehatan Indonesia Vol. 1, No. 3: 69-76.

Harsono. 2009. “Aplikasi ASCL dalam Proses Pembelajaran” dalam www.belajar. usd.ac.id/

KKI. 2006a. Standar pendidikan profesi dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.

KKI. 2006b. Standar kompetensi dokter. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia. Wood DF. 2003. ABC of learning and teaching in medicine. Problem based learning.

(9)

Hadi, R. 2007. Dari Teacher-Centered Learning ke Student-Centereded Learning: Perubahan Metode Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Insania, Vol.12, No. 3. hal. 408-419.

Sudjana S., D. 2005. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif. Bandung: Production Ditjen Dikti Depdiknas. 2004. Tanya Jawab Seputar Unit dan Proses Pembelajaran di

Perguruan Tinggi. Jakarta:Departemen Pendidikan Nasional.

Ramdhani, Neila. 2009. “Ruh Experiential Learning dalam ASCL”, dalam http://neila.staff.ugm.ac.id/?pilih=lihat&id=10

Referensi

Dokumen terkait

Pengetahuan perawat tentang pengelolaan alat bekas pakai kewaspadaan standar menurut masa kerja: 16 responden masa kerja 0-5 tahun menjawab benar sebanyak 90% dan

Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Definisi lain hasil belajar adalah kemampun-kemampuan yang dimiliki siswa setelah

 Tunjangan kemahalan (diberikan untuk yang bertugas di daerah yang kebutuhan pokoknya tinggi).  Tunjangan daerah terpencil (diberikan untuk yang bertugas di daerah

Penentuan Kolaborasi Penelitian Dan Distribusi Pengarang Pada Jurnal Teknologi Indonesia(The Determinations Of Research Collaboration And AuthorsDistribution In

Seluruh Presbiter yang akan melayani dalam Ibadah Minggu VI Prapaskah, 18 Februari 2018, diundang untuk melaksanakan persiapan Ibadah Minggu pada Kamis, 15 Februari 2018, pukul

Metode yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mendeskripsikan temuan untuk menjawab permasalahan penelitian ini adalah tes (tertulis, produk, dan performansi)

rendah yg dihasilkan oleh kombinasi dari mesin kapal, getaran tali selambar (warps), pintu bukaan ( otter boards) yang bergesekan dgn dasar laut , dan kontak jaring trawl

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: PERMOHONAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN HAKIM MENYATAKAN TUNTUTAN PENUNTUT UMUM TIDAK