• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

32   

satu persatu terhadap responden yang dipilih. Tingkat kevalidan sample langsung dievaluasi pada saat wawancara berlangsung, karena hanya responden-responden yang valid (wanita yang telah memiliki anak dengan status sosial ekonominya lebih besar sama dengan C1) yang dapat meneruskan mengisi kuesioner ini. 

Penjelasan dan kesimpulan atas hasil analisa data pada penelitian ini akan dijelaskan secara deskriptif, yang isinya meliputi profile responden (jenis kelamin, status kepemilikan anak, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan, status sosial ekonomi, dan perilaku keseharian). Kemudian penjelasan deskriptif tersebut juga berisi tentang perilaku responden terhadap jenis makanan sosis dan produk makanan SOZZIS.

Data deskriptif ini akan ditampilkan dalam bentuk table dan pie-chart dan bar-chart yang dibuat menggunakan SPSS dan Microsoft Excel. 

(2)

4.1.1 Menguji Normalitas Data 

Kuesioner dibagikan kepada responden di beberapa tempat berbeda di wilayah DKI Jakarta (Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Pusat), baik itu sekolah, tempat rekreasi keluarga, rumah, rumah sakit, atau pusat-pusat perbelanjaan secara random, dengan prosentase jumlah responden dari tiap-tiap kotamadya di Jakarta adalah sebagai berikut: Jakarta Utara sebanyak 24%, Jakarta Selatan sebanyak 19%, Jakarta Timur sebanyak 13.5%, Jakarta Barat sebanyak 12%, dan Jakarta Pusat31.5%. 

Gambar 4.1 (PieChart Domisili responden) 4.1.2 Uji Normalitas data:

n = 5, y = n-1 = 4 α = 0.05

(3)

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Tabel 4.1 (Tes normalitas data)

Gambar 4.2 (histogram distribusi populasi)

Karena pada Kolmogorov-Smirnova P-value = 0.200 > α = 0.05, maka H0 tidak dapat ditolak, atau data berasal dari populasi yang terdistribusi normal.

Begitu juga pada Shapiro-Wilk, karena P-value = 0.663 > α = 0.05, maka H0 tidak dapat ditolak, atau data berasal dari populasi yang terdistribusi normal.

(4)

4.1.3 Target Responden 

Dikarenakan sample yang digunakan harus memiliki kriteria tertentu, yang salah satunya adalah harus wanita, karena di dalam survey ini wanita yang telah memiliki anak (ibu) memiliki peran yang sangat penting di dalam keputusan pembelian suatu produk makanan untuk keluarganya terutama anaknya, sehingga keseluruhan 200 responden (100%) di dalam survey ini adalah wanita dan telah memiliki anak.

Gambar 4.3 (PieChart jenis kelamin)

 

(5)

C1, sehingga responden yang memiliki tingkat sosial ekonomi di bawah C1 tidak diikutsertakan di dalam survey ini. Mayoritas dari responden di dalam survey ini memiliki tingkat penghasilan 1.000.001 s/d 1.500.000 (SEC C1) sebesar 32%, kemudian >3.000.000 (SEC A1) sebesar 21%, selanjutnya 1.500.001 s/d 2.000.000 (SEC B) sebesar 18.5%, 2.000.001 s/d 3.000.000 (SEC A2) sebesar 18%, dan 700.001 s/d 1.000.000 (SEC C2) sebesar 10.5%.

(6)

Data berikut merepresentasikan persepsi yang telah tertanam di benak responden mengenai sosis. Sebanyak 60.69% responden menganggap bahwa sosis itu adalah daging sapi olahan, selanjutnya 23.88% responden mengingat bentuk dan rasanya, lalu 7.96% responden mengatakan bahwa sosis mengandung bahan pengawet dan tidak sehat, 0.49% responden mengatakan harga sosis lebih murah dibandingkan daging, dan 7% responden menganggap sosis sebagai cemilan. 

Dari 7% responden yang menganggap sosis sebagai cemilan dilakukan crosstab data dengan SEC, dengan hasil sebagai berikut: 

  Crosstab Snack VS SEC

  SES A1 SES A2 SES B SES C1 SES C2  Total

Snack  2  0,5 1 3 0,5  7

Tabel 4.2 crosstab persepsi sosis sebagai cemilan * SES 

Karena jumlah sample sangat kecil, data ini hanya merupakan suatu indikasi bahwa ada sebagian kecil masyarakat yang menganggap sosis sebagai cemilan. Untuk dapat ditarik suatu kesimpulan maka harus dilakukan research yang lebih besar 

Dari 7% responden yang menganggap sosis adalah snack (cemilan), 2%nya adalah ses A1, 0,5%nya dari ses A2 dan C2, 1%nya adalah ses B, dan 3%nya adalah ses C1. 

(7)

Gambar 4.6 (BarChart Persepsi responden mengenai sosis)

4.2 Menguji Relasi antara tingkat konsumsi sosis dengan tingkat konsumsi SOZZIS 

4.2.1 Konsumsi sosis dalam 6 bulan terakhir 

Untuk tingkat konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir, 84.5% responden masih mengkonsumsi sosis, sedangkan 15.5% lainnya tidak pernah mengkonsumsi sosis lagi. 

Gambar 4.7 (PieChart Konsumsi sosis dalam 6 bulan terakhir)

4.2.2 Konsumsi SOZZIS dalam 6 bulan terakhir

Untuk tingkat konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir, 76% responden masih mengkonsumsi SOZZIS, sedangkan 24% lainnya tidak pernah mengkonsumsi SOZZIS lagi. 

(8)

Gambar 4.8 (PieChart Konsumsi SOZZIS dalam 6 bulan terakhir) 4.2.3 Analisa 1:

n = 200, α = 0.05

H0: Konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir tidak tergantung pada konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir

H1: Konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir tergantung pada konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir

Chi-Square Tests Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 72.096a 1 .000 Continuity Correctionb 68.264 1 .000 Likelihood Ratio 62.327 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 71.736 1 .000 N of Valid Casesb

200

Tabel 4.3 (Chi-Square Test konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir dengan konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir) 

(9)

Gambar 4.9 (BarChart CrossTab konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir dengan konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir)

 

Dari Chi-Square test di atas, dapat dilihat bahwa χ2 = 72.096 dengan

derajat kebebasan = 1, dan P-value = 0.000. karena P-value lebih kecil dari α = 0.05, maka tolak H0, atau ada ketergantungan antara konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir dengan konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir. 

4.2.4 Analisa 2: n = 200, α = 0.01

H0: Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsumsi sosis dengan konsumsi SOZZIS

(10)

H1: Ada hubungan yang signifikan antara konsumsi sosis dengan konsumsi SOZZIS

Dalam 6 bulan terakhir ini apakah

anda pernah mengkonsumsi

sosis

Dalam 6 bulan terakhir ini apakah anda pernah mengkonsumsi produk

makanan SOZZIS Dalam 6 bulan terakhir ini

apakah anda pernah mengkonsumsi sosis

Pearson Correlation 1 .600**

Sig. (2-tailed) .000

N 200 200

Dalam 6 bulan terakhir ini apakah anda pernah mengkonsumsi produk makanan SOZZIS

Pearson Correlation .600** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 200 200

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Tabel 4.4 (Correlation test konsumsi sosis selama 6 bulan terakhir dengan konsumsi SOZZIS selama 6 bulan terakhir) 

Dari perhitungan korelasi pearson di atas didapatkan bahwa

p-value < α, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan linear yang

cukup signifikan antara konsumsi sosis dengan konsumsi SOZZIS. Dengan kata lain bahwa konsumsi atau pembelian SOZZIS dipengaruhi oleh keinginan / kebutuhan responden terhadap sosis.

4.2.5 Persepsi yang sudah tertanam mengenai produk SOZZIS

Dari data berikut terlihat bahwa mayoritas responden menganggap produk ini, sebagai sosis siap makan (73%) dan tinggal lep (61%).

(11)

Gambar 4.10 (BarChart Persepsi mengenai SOZZIS)

Table 4.5 Crosstab persepsi mengenai SOZZIS * SES

SES A1 SES A2 SES B SES C1 SES C2 %

Tinggal Lep VS SES 8 12 14 19 8 29.7 

Sosis Siap Makan VS SES  23 14 11 25 6 38.4  Artisnya VS SES  0 1 1 4 1 3.5  Sosis berpengawet VS SES  1 0 1 2 1 2.5  Praktis, Simple VS SES  0 1 1 2 1 2.5  Harga terjangkau VS SES  0 1 0 1 1 1,5  Membeli dan  mencobanya VS SES  0 1 2 1 0 1.9  Kemasannya 1 pak isi 3 VS  SES  0 0 0 1 0 0.5  Rasanya enak VS SES  1 2 5 2 2 5.9  Rasanya tidak enak VS SES  1 0 0 2 0 0.9  Warnanya tidak terlalu  merah VS SES  0 0 1 2 1 1.9  Daging olahan VS SES  3 3 1 3 0 4.9  Makanan yang bergizi VS  SES  4 2 1 2 1 4.9  Makanan tidak sehat VS  SES  1 0 0 1 0 1   persentase  20.4 18 18.4 32.4 10.8 100 

(12)

Dari hasil crosstab dapat dilihat bahwa 19 responden dari ses c1 mengatakan bahwa persepsi menganai SOZZIS adalah sosis tinggal lep, sedangkan 25 responden dari ses c1 mengatakan bahwa SOZZIS merupakan daging sapi olahan.

4.2.6 Crosstab alasan responden mencoba SOZZIS dengan kontinuitas konsumsi SOZZIS

Alasan Mengkonsumsi SOZZIS * FrekuensiKomsumsiSozzis Crosstabulation

FrekuensiKomsumsiSozzis Total 1 Hari Sekali 2 Hari Sekali 1 Minggu Sekali 1 Bulan Sekali Lebih Dari 6 Bulan Tidak Pernah Alasan Mengkonsumsi Ingin Mencoba Produk Baru 3 14 42 40 27 6 132 Pemberian Promosi 0 1 0 0 2 0 3

Rasanya Enak dan

Bergizi 0 3 5 2 1 0 11

Disukai Anak-Anak 1 0 3 2 1 0 7

Praktis Tidak Perlu

Digoreng 2 2 8 2 0 0 14 Packaging Menarik 1 0 1 0 0 0 2 Kandungan Gizinya 0 0 1 1 0 0 2 Total 7 20 60 47 31 6 171

Tabel 4.6 (Crosstabbs alasan responden mencoba SOZZIS dengan kontinuitas konsumsi SOZZIS)

Dari analisa di atas terlihat bahwa kontinuitas konsumsi sebagian besar konsumen setelah mencoba produk SOZZIS hanya pada 1 minggu sekali (35.08%) dan 1 bulan sekali (27.48%).

(13)

Tidak Pernah VS SES 10 6 3 10 1 30

42 36 37 64 21 200

Tabel 4.7 Crosstab frekuensi mengkonsumsi SOZZIS 1 hari sekali * SES

Sebanyak 3 reponden dari 7 responden yang mengkonsumsi SOZZIS setiap hari adalah golongan ses C1, sebanyak 7 responden dari 20 responden yang mengkonsumsi SOZZIS 2 hari sekali adalah golongan ses C1, sebanyak 20 responden dari 65 yang mengkonsumsi SOZZIS satu minggu sekali adalah golongan A1.

4.2.7 Kesediaan responden untuk mencari SOZZIS hingga dapat jika produk tersebut tidak tersedia dan menguji loyalitas responden terhadap SOZZIS

Dari data berikut terlihat bahwa mayoritas (80%) responden akan langsung mengganti SOZZIS dengan produk lain jika SOZZIS tidak ditemukan di pasaran.

(14)

Gambar 4.11 (PieChart Kesediaan mencari SOZZIS jika tidak mendapatkan produk tersebut) Analisa: n = 200, α = 0.05 H0: µ = 200 H1: µ ≠ 200 One-Sample Statistics

N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Ketersediaan responden

untuk mencari SOZZIS jika tidak tersedia di pasaran

200 1.80 .401 .028

(15)

tidak tersedia di pasaran

Tabel 4.9 (Hasil uji-t satu sample)

Dari uji-t satu sample ini didapatkan 2-tailed p-values = 0.000 jelas lebih kecil dari α = 0.05, maka tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden tidak memiliki loyalitas terhadap SOZZIS atau switching rate responden terhadap SOZZIS sangat tinggi.

4.2.8 Produk pengganti SOZZIS

Dari data berikut terlihat bahwa setidaknya ada 9 (sembilan) produk/jenis makanan yang dijadikan responden sebagai produk pengganti SOZZIS dengan produk terpopulernya adalah nugget (35.75%), kemudian diikuti dengan telur (20.11%), dan sosis biasa (13.97%).

(16)

Crosstab produk pengganti dengan snack * SES

SES Total 

SES A1 SES A2 SES B SES C1 SES C2   

Lainnya 38 35 35 58 20 186 

Snack 4 1 2 6 1 14 

42 36 37 64 21 200 

Tabel 4.10 Crosstab produk pengganti dengan snack * SES

Dari 14 responden yang memilih snack sebagai produk pengganti SOZZIS 6 responden adalah golongan ses c1, dan 4 responden dari golongan A1, karena jumlah sample sangat kecil data ini hanya dapat digunakan sebagai indikasi saja.

4.2.9 Analisa Deskriptif

4.2.9.1 Karakteristik Responden 

Mayoritas responden di dalam survey ini memiliki tingkat pendidikan SMA/sederajat (41%), D3 (19%), dan S1 (16%) dengan tingkat sosial ekonomi C1 (32%), A1 (21%), B (18.5%), A2 (18%), dan C2 (10.5%). Mayoritas responden (56%) menyatakan bahwa responden sendiri yang selalu menentukan dan membeli merek makanan yang dikonsumsi oleh anaknya.

Pekerjaan rutin yang dikerjakan oleh mayoritas responden adalah :

• Pekerjaan rumah tangga (26,27%)  • Mengurus anak (25,54%) 

(17)

Seluruh responden di dalam survey ini menyatakan bahwa mereka mengetahui jenis makanan sosis, dan mayoritas responden (94,5%) masih mengkonsumsi sosis tersebut hingga 6 bulan terakhir ini. Persepsi mengenai sosis yang tertanam pada mayoritas responden adalah daging sapi olahan (60,70%). Cara mengkonsumsi sosis pada mayoritas responden (76,92%) adalah mengkonsumsinya dengan makanan lain, karena mayoritas responden (65,71%) menganggap bahwa sosis adalah makanan pelengkap makanan pokok dan mayoritas responden (94,67%) mengolah sosis tersebut lebih dahulu sebelum mengkonsumsinya, baik itu digoreng (66,11%), direbus (29,29%), dipanggang (2,51%), atau dibakar (1,25%), karena mayoritas responden (74,12%) menganggap bahwa sosis itu belum matang. 

4.2.9.3 Perilaku responden terhadap SOZZIS 

Seluruh responden di dalam survey ini telah mengetahui produk makanan SOZZIS dan dalam waktu 6 bulan terakhir, mayoritas responden (89.41%) masih mengkonsumsi produk

(18)

makanan SOZZIS. Persepsi yang telah tertanam pada mayoritas responden adalah SOZZIS sebagai sosis siap makan (39,5%) dan “tinggal Lep” (30,5%).  

Dari hasil analisa data dapat dilihat bahwa responden memiliki perhatian (awareness) yang sangat tinggi terhadap produk makanan SOZZIS, hal ini dapat dilihat dari keseluruhan responden telah mengetahui produk makanan SOZZIS. Sebagian besar responden mengkonsumsi SOZZIS tanpa diolah terlebih dahulu (75.88%). 

Dari data juga dapat dilihat bahwa tingkat uji (trial) terhadap produk makanan SOZZIS ini sangat tinggi, dimana mayoritas responden (77.64%) mengatakan bahwa alasan responden untuk mencoba SOZZIS adalah karena responden ingin mengetahui rasa dari produk baru ini. Tetapi di samping tingkat awareness dan trial produk SOZZIS ini yang sangat tinggi, intensitas responden untuk mengkonsumsi produk ini terbilang jarang, dengan mayoritas responden hanya mengkonsumsi produk ini setiap 1 minggu sekali (35.29%) dan 1 bulan sekali (27.64%%). 

Dari data juga terlihat, bahwa banyak sekali produk lain yang oleh responden sering dijadikan produk untuk menggantikan SOZZIS ini, seperti Nugget (35.75%), telur (20,11%), sosis biasa (13,97%), bakso (11,73%), dan chiki/chitato/taro (7,82%). Tingkat

(19)

stimulus negative terhadap efek psikologis konsumen yang memiliki kecenderungan untuk hidup secara sehat. Namun perilaku konsumen yang cenderung kearah antifungsionalis dapat digunakan untuk mengatasi stimulus negative tersebut, SOZZIS sebagai makanan instant yang praktis tanpa harus diolah sebelum dikonsumsi. Kehidupan kearah modern dan meninggalkan kehidupan romatis, tren masyarakat adalah melawan segala kompleksitas dengan menjadikannya sederhana, simple, praktis, sehingga tren produk makanan yang dicari konsumen kedepannya adalah makanan-makanan instan yang sehat. 

4.3 Analisis SWOT 

 

(20)

4.3.1 Strength

1. SOZZIS merupakan pioneer dari produk makanan olahan sosis yang siap makan.

2. Pengucapan SOZZIS yang hampir menyerupai sosis merupakan pilihan baik agar dapat dengan mudah diingat oleh konsumen.

3. SOZZIS memiliki resource yang baik dari segi supplier bahan baku, karena perusahaan penyedia merupakan group dari Japfa, sehingga kerjasama yang dibina sudah baik.

4. SOZZIS medapatkan brand awarness yang baik dari konsumen.

4.3.2 Weakness

1. Produk makanan cepat kadaluarsa.

2. Produk rentan rusak apabila bungkus mengalami kerusakan, seperti sedikit bolong sehingga udara dapat membusukan daging lebih cepat. 3. Makanan instan mengandung bahan pengawet.

4. Sistem distribusi yang tidak realtime menghambat informasi tentang ketersediaan barang pada suatu retailer sedangkan untuk produk penggantinya tersedia cukup banyak bahkan di pasar tradisional dan warung kecil.

5. Tingginya tingkat pengembalian barang atau retur karena cacat produk maupun kadaluarsa juga menjadi ancaman serius bagi tingkat penjualan.

(21)

3. Sebagian masyarakat menganggap produk ini merupakan makanan bergizi.

4.3.4 Threat

1. Level switching masyarakat terhadap produk ini sangat tinggi sedangkan variasi produk pengganti sangat banyak.

2. Isu negatif yang mengatakan bahwa sosis merupakan makanan yang tidak sehat, meskipun persentasinya kecil tetapi hal ini bisa menjadi bola salju dengan kekuatan word of mouth.

3. Pengucapan SOZZIS yang hampir menyerupai sosis selain menjadi kekuatan juga dapat menjadi ancaman bagi produk itu sendiri, karena akan menjadi bias terhadap pengenalan produk.

4.4 Strategi berdasarkan matrik SWOT: 4.4.1 Strength Opportunities

Trend masyarakat yang selalu ingin mencoba produk baru dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan tingkat penjualan melalui strategi promosi yang selalu baru agar brand image produk ini sebagai pioneer

(22)

tetap terjaga. Promosi dapat dilakukan dengan memperbaharui iklan di televisi, termasuk juga promosi langsung pada produk.

4.4.2 Weakness Opportunities

Edukasi masyarakat bahwa makanan ini termasuk makanan sehat dan bergizi kepada konsumen yang menganggap SOZZIS sebagai makanan instan yang mengandung bahan pengawet. Dengan lebih ditonjolkan pada kandungan gizi yang ada pada SOZZIS. Edukasi ini dapat dilakukan oleh para Promotion Girl ataupun melalui organisasi-organisasi terkait.

4.4.3 Strength Threat

Produk SOZZIS yang telah mendapatkan brand awarness dari konsumen hingga ke level trial, harus ditingkatkan ke level usage untuk mengurangi tingkat switching produk SOZZIS ke produk pengganti. Dengan cara mengembangkan produk SOZZIS agar selalu sesuai dengan kebutuhan pasar.

4.4.4 Weakness Threat

Secara kontinu menyampaikan pada masyakarat agar image SOZZIS sebagai makanan sehat dan bergizi terus meningkat dan melekat di masyarakat. Serta memperbaiki teknik pendistribusian produk untuk mengurangi tingkat switching karena ketidaktersediaan produk SOZZIS dipasaran. Hal ini juga berkaitan dengan teori stimulus respon

(23)

Berikut adalah analisa Porter yang berfungsi untuk mengetahui stimulus-stimulus yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen terhadap tingkat konsumsi produk SOZZIS : 

               

Gambar 4.14 (Diagram Porter SOZZIS) 

Dari bagan di atas dapat dilihat tekanan-tekanan yang dapat mempengaruhi penjualan dari produk-produk yang di produksi oleh PT Supra

- Nugget - Kornet - Sosis biasa - Bakso goreng - Telur - Mie instan - Sayuran

- Snack, ex: Chiki, Taro - Sarden ‐ Kimbo  ‐ Vida  ‐ Charoen Pokpan  ‐ Kimbo  ‐ Vida  ‐ Charoem Pokpan PT Multibreeder  Adhirama  Indonesia 

(24)

Sumber Cipta, yang salah satunya adalah SOZZIS. Tekanan-tekanan tersebut dibagi menjadi: 

• Threat of substitute product 

Dari data hasil kuisioner terlihat bahwa banyak terdapat produk yang dapat menggantikan SOZZIS, hal ini menjelaskan bahwa para konsumen SOZZIS memiliki tingkat loyalitas yang rendah terhadap produk ini. Produk pengganti menjadi ancaman serius bagi angka penjualan SOZZIS dipasaran. 

• Threat of new entrance 

Hadirnya produk-produk yang sejenis dengan SOZZIS, yaitu sosis siap makan, tentu saja akan secara langsung memangkas market share dari produk SOZZIS. Untuk menyikapi hal ini dapat dilakukan dengan membuat suatu perbedaan yang mencolok (uniquiness) untuk produk SOZZIS agar konsumen lebih tertarik untuk memilih SOZZIS daripada produk sejenis lainnya. 

• Bargaining power of supplier 

Supplier produk SOZZIS di sini adalah suatu perusahaan yang masih berada di dalam satu grup dengan produsen SOZZIS, yaitu PT Multibreeder Adhirama Indonesia, sehingga dapat menguntungkan bagi SOZZIS terutama di dalam proses produksinya, yang salah satu contohnya adalah dapat menghilangkan proses pengecekan bahan

(25)

memaksa PT Supra Sumber Cipta, untuk selalu menghadirkan inovasi-inovasi produk makanan, yang salah satunya sudah dilakukan adalah dengan menjadi pioneer untuk sosis siap makan. 

• Bargaining power of customer 

Konsumen SOZZIS memiliki kekuatan karena banyak tersedianya produk pengganti, sehingga menyebabkan konsumen tidak bergantung pada produk ini. hal ini berkaitan dengan teori stimulus respon yakni muncul dari rasa ketidakpuasan konsumen terhadap produk, yang akhirnya mengakibatkan konsumen lebih memilih produk pengganti. Selain itu produk pengganti dipilih karena kebutuhan konsumen terhadap produk pengganti, serta kecenderungan harga produk pengganti yang lebih kompetitif. 

Gambar

Gambar 4.1 (PieChart Domisili responden)  4.1.2  Uji Normalitas data:
Gambar 4.8 (PieChart Konsumsi SOZZIS dalam 6 bulan terakhir)  4.2.3  Analisa 1:
Table 4.5 Crosstab persepsi mengenai SOZZIS * SES
Tabel 4.7 Crosstab frekuensi mengkonsumsi SOZZIS 1 hari sekali * SES
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini ternyata sama dengan hasil penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Djuang (2009) yaitu bahwa tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap

8.4 Jika Pemegang Kad diarahkan Bank untuk mengembalikan Kad Debit-i MasterCard dalam keadaan Kad Debit-i MasterCard tersebut dikerat dua atau beberapa keping, sepanjang jalur

Perbedaannya hanya terdapat pada teori yaitu dalam penelitian Maulita (2013) tidak menggunakan teori fungsi dari Leech.. sebagai acuan untuk mengetahui cara-cara

88 (2) Tujuan pengelolaan cadangan pangan adalah terpenuhinya kebutuhan beras masyarakat dalam masa kerawanan pangan, keadaan darurat pasca bencana dan harga

SP2D,upload data kas harian, dan grafik keuangan. Didalam tambah topik survei terdapat textfield untuk menunjukkan nama file yang akan di upload. Dan disebelahnya terdapat

Suatu aktivitas yang diharapkan dapat diterapkan untuk menumbuhkembangkan kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, dan komunikasi matematis siswa antara lain adalah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan metode TAI dengan media komik lebih efektif daripada metode konvensional terhadap prestasi belajar kognitif

Permasalahan yang dihadapi petani pinang di daerah tersebut saat ini tidak hanya pada produktivitas yang rendah tetapi petani juga dihadapkan kepada harga jual pinang yang selain