• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Trombosit

Trombosit adalah sel darah tak berinti yang berasal dari sitoplasma megakariosit. Hitung trombosit antara 150-400 X 10 9/ltr, sedangkan umur trombosit berkisar antara 7-10 hari. Sel ini memegang peranan penting pada hemostasis karena trombosit membentuk sumbat hemostatik untuk menutup luka. Pembentukan sumbat hemostatik terjadi melalui beberapa tahap yaitu adhesi trombosit, agregrasi trombosit dan reaksi pelepasan.(6,9,10)

Dalam keadaan tidak teraktivasi, trombosit berbentuk cakram bikonveks dengan diameter 2-4 µm dan volumenya 7-8 fl. Selubung eksternal trombosit lebih tebal dan padat dari sel dan banyak mengandung glikoprotein yang berfungsi sebagai reseptor. Glikoprotein I dan V adalah reseptor untuk trombin, glikoprotein Ib merupakan reseptor untuk faktor Von Willebrand sedangkan glikoprotein II b dan III a adalah reseptor untuk fibrinogen.(6,10,12)

Secara ultrastruktur trombosit dapat dibagi atas zona perifer, zona sol gel dan zona organella. Zona perifer terdiri atas glikokalik, suatu membran ekstra yang terletak di bagian paling luar; di dalamnya terdapat membran plasma dan lebih dalam lagi terdapat sistem kanal terbuka. Zona sol gel terdiri atas mikrotubulus, mikrofilamen, sistem tubulus padat (berisi nukleotida adenin dan kalsium). Selain itu juga terdapat trombostenin, suatu protein penting untuk fungsi kontraktil. Zona organella terdiri atas granula padat, mitokondria, granula α dan organella (lisosom dan retikulum endoplasmik). Granula padat berisi dan melepaskan nukleotida adenin, serotonin, katekolamin dan faktor trombosit. Sedangkan granula α berisi dan melepaskan fibrinogen, PDGF (platelet-derived growth factor), enzim lisosom. Terdapat 7 faktor trombosit (platelet factor) yang telah diidentifikasi dan diketahui ciri-cirinya. Dua diantaranya dianggap penting yakni PF3 dan PF4. (6,11,13)

(2)

Agregrasi trombosit adalah perlekatan antara sesama trombosit. Dalam keadaan tidak aktif, trombosit tidak mudah melekat karena glikoprotein pada permukaan trombosit mengandung molekul sialic acid yang mengakibatkan permukaan trombosit bermuatan negatif sehingga trombosit saling tolak menolak.(17)

Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbat mekanik selama respons hemostasis normal terhadap cedera vaskular. Tanpa trombosit, dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi, agregasi, dan fusi serta aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk fungsinya.(6,13,17)

Setelah terjadi adhesi trombosit, selanjutnya akan dilepas ADP. Proses ini bersifat reversibel, yang terlihat sebagai gelombang pertama pada tes agregasi trombosit. Bila konsentrasi ADP makin meningkat, terjadilah agregasi trombosit. Selain ADP, juga dilepas serotonin, yang menyebabkan vasokonstriksi, sehingga memberi kesempatan untuk menyiapkan pembentukan sumbat hemostatik primer, yang terdiri atas trombosit dan fibrin. Pada kondisi dimana kadar ADP mencapai titik kritis, terjadilah pengaktifan membran fosfolipid (PF3), yang bersifat ireversibel dan tampak

sebagai gelombang kedua dalam grafik tes agregasi trombosit. Membran fosfolipid ini memfasilitasi pembentukan kompleks protein koagulasi yang terjadi secara berurutan. (3,13,17)

(3)

AMP siklik merupakan modulator kunci fungsi trombosit. Peranan dari senyawa ini adalah menggabungkan protein yang tergantung AMP siklik, untuk membentuk aktivitas kinase. Kinase sendiri berfungsi untuk fosforilasi protein reseptor, yang akhirnya mengikat kalsium. Apabila kalsium dalam sel trombosit terikat, trombosit bersifat hipoagregrasi. Epinefrin, trombin, kolagen dan serotonin menghambat enzim adenilat siklase, yang bertanggungjawab untuk konversi ATP menjadi AMP siklik. Hambatan ini mengakibatkan penurunan konsentrasi kinase, penurunan fosforilase protein reseptor, peningkatan ion kalsium, yang akhirnya berakibat hiperagregrasi trombosit.(17)

Enzim yang bertanggung jawab mengubah AMP siklik menjadi bentuk inaktif adalah fosfodiesterase. Enzim ini dapat dihambat oleh obat antitrombosit dipiridamol sehingga AMP siklik, kinase dan protein reseptor yang telah mengalami fosforilase meningkat dan akibatnya kalsium dalam trombosit akan terikat sehingga trombosit menjadi hipoaktif.(17)

Gambar 2.2. Reaksi biokimiawi dalam sel trombosit (17)

Pemajanan kolagen atau kerja trombin menyebabkan sekresi isi granula trombosit, yang meliputi ADP, serotonin, fibrinogen, enzim lisosom, β-tromboglobulin, dan faktor penetral heparin (faktor trombosit 4).

(4)

Kolagen dan trombin mengaktifkan sintesis prostaglandin trombosit. Terjadi pelepasan diasilgliserol (yang mengaktifkan fosforilasi protein melalui protein kinase C) dan inositol trifosfat (yang menyebabkan pelepasan ion kalsium intrasel) dari membran, yang menyebabkan pembentukan suatu senyawa yang labil yaitu tromboksan A2, yang menurunkan kadar adenosin

monofosfat siklik (cAMP) dalam trombosit serta mencetuskan reaksi pelepasan. Tromboksan A2 tidak hanya memperkuat agregasi trombosit,

tetapi juga mempunyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat. Reaksi pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan kadar cAMP trombosit. Salah satu zat yang berfungsi demikian adalah prostasiklin (PGI2) yang disintesis

oleh sel endotel vaskular. Prostasiklin merupakan inhibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah deposisi trombosit pada endotel vaskular normal.(6,14,17)

ADP dan tromboksan A2 yang dilepaskan menyebabkan makin banyak

trombosit yang beragregasi pada tempat cedera vaskular. ADP menyebabkan trombosit membengkak dan mendorong membran trombosit pada trombosit yang berdekatan untuk melekat satu sama lain. Bersamaan dengan itu, terjadi reaksi pelepasan lebih lanjut yang melepaskan lebih banyak ADP dan tromboksan A2 yang menyebabkan agregasi trombosit

sekunder. Proses umpan balik positif ini menyebabkan terbentuknya massa trombosit yang cukup besar untuk menyumbat daerah kerusakan endotel.(16)

Setelah agregasi trombosit dan pelepasan tersebut, fosfolipid membran yang terpajan (faktor trombosit, platelet faktor 3) tersedia untuk dua jenis reaksi dalam kaskade koagulasi, yang bergantung pada ion kalsium. Reaksi pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa, dan X dalam pembentukan faktor Xa. Reaksi kedua (protrombinase) menghasilkan pembentukan trombin dari interaksi faktor Xa, Va, dan protrombin (II). Permukaan fosfolipid membentuk cetakan yang ideal untuk konsentrasi dan orientasi protein-protein tersebut yang penting.(3,6,17)

Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan selama reaksi pelepasan, dan protein kontraktil trombosit menyebabkan fusi yang irreversibel pada trombosit-trombosit yang beragregasi pada lokasi cedera

(5)

vaskular. Trombin juga mendorong terjadinya fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat stabilitas sumbat trombosit yang terbentuk.(3,6,16)

Platelet Derived Growth Factor (PDGF) yang ditemukan dalam

granula spesifik merangsang sel-sel otot polos vaskular untuk memperbanyak diri, dan ini dapat mempercepat penyembuhan vaskular setelah cedera.

Plak aterotrombotik yang terjadi pada pembuluh darah dapat lisis akibat mekanisme fibrinotik pada dinding arteri dan darah yang menyebabkan terbentuknya emboli, yang akan menyumbat arteri yang lebih kecil, distal dari pembuluh darah tersebut. Trombus dalam pembuluh darah juga dapat timbul akibat kerusakan endotel, sehingga plak menjadi tidak stabil dan membetuk emboli. Emboli tersebut mengandung endapan kolesterol, agregasi trombosit dan fibrin. Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah.(3) Sumbatan pembuluh darah tersebut bila timbul di pembuluh darah otak akan menyebabkan stroke iskemik, dan bila timbul di jantung dapat menimbulkan sindroma koroner akut, sedangkan bila timbul di daerah ekstermitas menimbulkan penyakit arteri perifer.

2.2. Stroke Iskemik

Stroke iskemik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih, pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat atau kematian. Stroke jenis ini memiliki ciri khas onset defisit neurologis setempat yang tiba-tiba. Beberapa pasien mengalami perkembangan gejala yang bertahap. Defisit neurologis yang lazim ditemukan meliputi dysphasia, dysarthria, hemianopia, hemiparesis, ataxia, dan sensory loss. Gejala dan tandanya biasanya satu sisi (unilateral).(22)

Iskemia jaringan otak biasanya disebabkan oklusi mendadak pada arteri di daerah otak (biasanya arteri vertebrobasilar) bila ada ruptur plak

(6)

yang kemudian akan mengaktivasi sistem pembekuan. Interaksi antara ateroma dengan bekuan akan mengisi lumen arteri sehingga aliran darah mendadak tertutup.

Aterosklerosis berhubungan erat dengan banyak faktor risiko. Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor resikonya. Faktor resiko stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasi dengan perubahan gaya hidup atau secara medik. Menurut Sacco 1997, Goldstein 2001, faktor-faktor risiko pada stroke adalah hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, peningkatan viskositas darah, riwayat stroke sebelumnya, peningkatan kadar lemak, merokok, obesitas, kurang aktivitas dan usia lanjut. (3,4,6,22-27)

Stroke iskemik (stroke non-hemoragik, infark otak, penyumbatan) dapat terjadi berdasarkan 3 mekanisme yaitu trombosis serebri, emboli serebri dan pengurangan perfusi sistemik umum.(4,5,21)

Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam tampilan klinis, dari yang ringan hingga yang berat. Gambaran klinis stroke iskemik dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi), hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah,

dysarthria, dysfagia, peningkatan reflex muntah, diplopia, nystagmus,

kelemahan otot mata, dan penurunan kesadaran.(22)

Diagnosis stroke dibuat berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan radiologis (CT Scan/MRI). Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menyingkirkan gangguan neurologis lain, mendeteksi penyebab stroke dan menemukan keadaan komorbid.

1. Pemeriksaan radiologis a. CT-Scan

Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.

(7)

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-Scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran. 2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah, protrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin

time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer. Polisitemia vera dan

trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Trombositemia meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus. Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisis gas darah perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik, hipoksia dan hiperkapnia. Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke. PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi. Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.(6,22)

(8)

2.3. Asam Asetil Salisilat (Aspirin)

Aspirin merupakan agen anti trombosit yang telah dievaluasi untuk pengobatan stroke iskemik akut. Aspirin bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase yang berperanan penting pada metabolisme asam arakhidonat. Hambatan pada enzim siklooksigenase ini terjadi pada sel trombosit maupun pada dinding pembuluh darah sehingga pembentukan prostasiklin (PGI2) dan tromboksan A2 akan terganggu. Mekanisme

penghambatan enzim siklooksigenase oleh aspirin terjadi secara asetilase. Karena aspirin menghambat pembentukan baik prostasiklin maupun tromboksan A2, maka aspirin mempunyai dua macam efek yang berlawanan

terhadap agregasi trombosit. Tetapi karena siklooksigenase trombosit lebih peka terhadap blokade aspirin dibandingkan siklooksigenase dinding pembuluh darah, maka pemberian aspirin pada dosis rendah akan menghambat siklooksigenase trombosit secara selektif sehingga menhambat pembentukan tromboksan A2 tetapi tidak atau kurang menghambat

siklooksigenase dinding pembuluh darah sehingga prostasiklin akan tetap terbentuk. Dengan demikian pada dosis rendah aspirin akan mempunyai efek antiagregrasi trombosit, sebaliknya pada dosis tinggi tidak hanya menghambat pembentukan tromboksan A2 tetapi juga menghambat

pembentukan prostasiklin sehingga tidak mempunyai efek antiagregasi. Oleh karena trombosit selama hidupnya mensinstesa sedikit protein, maka penghambatan pada enzim siklooksigenase berlangsung selama trombosit itu hidup. Jadi satu dosis tunggal terapeutik akan mengakibatkan kerusakan trombosit selama satu minggu.(28,29)

Selama beberapa dekade, terapi antiagregasi trombosit terfokus pada jalur tromboksan, dan jalur ini dihambat oleh aspirin. Dosis yang sering digunakan adalah 75-325 mg/hari, karena dosis ini dinilai cukup efektif dan mempunyai efek samping perdarahan yang lebih kecil dibandingkan dosis yang lebih tinggi.(30)

Dua uji klinis utama yang meneliti manfaat dan risiko dari aspirin dalam penanganan stroke iskemik akut yaitu (30,31) :

(9)

Studi dari International Stroke Trial (IST), pasien yang menerima aspirin (300 mg) dalam 48 jam pertama dari onset gejala stroke iskemik akut mengalami penurunan bermakna rekurensi stroke iskemik dalam 14 hari (2,8 versus 3,9%) dan dalam hasil akhir stroke nonfatal atau kematian (11,3 versus 12,4%).

Studi dari Chinese Acute Stroke Trial (CAST) terhadap 21.100 pasien yang dirandomisasi dengan 160 mg aspirin perhari atau plasebo, juga dalam 48 jam dari onset stroke iskemik akut. Pasien-pasien yang diberikan aspirin mengalami penurunan 14% mortalitas pada 4 minggu (3,3 versus 3,9%).(31)

Kedua studi di atas menggambarkan bahwa terapi aspirin pada stroke iskemik akut menyebabkan penurunan 11 stroke nonfatal atau kematian per 1000 pasien dalam minggu-minggu pertama tetapi menyebabkan 2 stroke hemoragik. Kemudian, kira-kira 9 stroke nonfatal atau kematian dicegah untuk setiap 1000 pasien yang diobati dini. (32)

Review Cochrane terhadap terapi anti trombosit untuk stroke iskemik akut mencakup 9 penelitian terhadap 41.399 pasien. Para peninjau resensi menyimpulkan bahwa terapi anti trombosit dengan aspirin, 160-300 mg yang diberikan secara oral (atau per rektum pada pasien yang tidak dapat menelan obat), dan dimulai dalam 48 jam dari onset stroke iskemik, menurunkan risiko stroke iskemik rekuren tanpa risiko komplikasi hemoragik dan meningkatkan hasil akhir jangka panjang. (32)

Menurut rekomendasi American Heart Association/American Stroke Association 2011 bahwa aspirin dengan dosis 75 mg/hari hingga 325 mg/hari dapat digunakan sebagai monoterapi dengan Level of evidence A,

Class I. Untuk pasien stroke iskemik yang sementara minum aspirin, tidak

terdapat bukti bahwa meningkatkan dosis aspirin memberikan manfaat tambahan.(30,33)

Pada studi BB Weksler dkk (1985) yang menilai efek aspirin 40 mg terhadap fungsi trombosit pada pasien-pasien iskemia serebral mendapatkan bahwa agregrasi trombosit menunjukkan respon penuh terhadap stimuli arakidonat, ADP, kolagen, epinefrin dan endoperoksidase. Rata-rata skor

(10)

agregrasi trombosit adalah 15,6 ± 2,5 dan setelah diberikan aspirin 40 mg/hari selama 7 hari, skor rata-rata turun menjadi 4,9 ± 1,1. Tidak ada perbedaan skor agregrasi trombosit antara laki-laki dan perempuan pada garis dasar studi dengan sesudah pemberian aspirin. (35)

Satu studi yang membandingkan aspirin dosis 300 mg/hari dan 1000 mg/hari pada pasien-pasien dengan iskemia cerebral. Hasil studi ini mengindikasikan bahwa dosis tinggi aspirin memberikan lebih banyak efek samping daripada dosis rendah. Tidak ada data yang menyakinkan bahwa dosis obat yang satu adalah lebih atau kurang efektif dari yang lainnya.(36)

Studi-studi yang ada menyokong penggunaan dosis aspirin sehari sebanyak 75-100 mg untuk pencegahan jangka panjang kejadian vaskular pada pasien yang beresiko tinggi. Sedangkan pada kasus yang membutuhkan efek antitrombotik yang segera (seperti pada sindroma koroner akut atau stroke iskemik akut) maka dosis pembebanan adalah 160-200 mg harus diberikan pada saat diagnosis untuk menjamin inhibisi yang cepat dan lengkap dari agregasi trombosit yang tergantung tromboksan.(37)

Aspirin jangka panjang setiap hari adalah bermanfaat dalam pencegahan terhadap kejadian vaskular serius dari stroke iskemik, penurunan angka rata-rata rekurensi dan meningkatkan survival. Efek antitrombosit dari aspirin bermanfaat dalam menurunkan mikroagregrat trombosit dan vasokonstriksi yang ditimbulkan oleh trombosit seperti tromboksan A2. Hal tersebut pada gilirannya akan meningkatkan aliran

darah ke mikrosirkulasi cerebral dan dengan demikian akan menurunkan jejas iskemik.(37)

2.4. Tes Agregasi Trombosit (Tes Fungsi Trombosit)

Proses agregasi adalah suatu proses yang menyebabkan trombosit saling melekat satu sama lain. Pemeriksaan agregasi trombosit berfungsi untuk mengevaluasi faal trombosit, terutama pada pasien dengan jumlah trombosit yang normal tetapi disertai dengan perdarahan atau pasien dengan trombosit normal dengan kecenderungan mengalami trombosis. Cara untuk mengetahui manfaat aspirin dalam pasien-pasien dengan stroke iskemik adalah dengan tes agregasi trombosit. Terdapat berbagai tes dalam

(11)

mengevaluasi inhibisi fungsi trombosit yang diinduksi oleh aspirin dan metodologinya yang berbeda meliputi classical platelet aggregometry,

whole blood agregometry, light scattering methods, The VerifyNow Assay, Platelet Function Analyzer (PFA-100) pengukuran indirek tromboksan A2

meliputi serum tromboksan B2 TXB2 dan 11-dehidro-TXB2 dari urine.(38,40)

Salah satu tes yang dipakai dalam penelitian ini adalah classical

platelet aggregometry, mengevaluasi perubahan pancaran cahaya akibat

agregasi timbul pada plasma yang kaya akan trombosit (platelet-rich

plasma/PRP) yang timbul akibat stimulasi oleh agonis trombosit. Meskipun

tes ini telah digunakan selama lebih dari 40 tahun namun dapat memprediksi hasil akhir klinik pada pasien yang resisten aspirin, standarisasi yang rendah dan memerlukan manipulasi oleh tenaga laboratorium terlatih dalam penggunaannya.

Obat-obatan yang dapat mempengaruhi agregasi trombosit meliputi obat golongan anti inflamasi non steroid, aspirin, amitriptilin, chlorpromazine, chloroquine, cyprohepatadine, dextran, beta bloker, furosemide, heparin, sefalosporin, kortikosteroid, promethazine, ibuprofen, imipramine, clofibrate, antidepresan trisiklik dan berbagai suplemen diet seperti ginko biloba, panax ginseng. (39)

Nilai rujukan yang dipakai di RSCM dengan PACKS-4 dengan ADP 1.0 µM, ADP 2.5-5 µM, ADP 5.0 µM dan ADP 10.0 µM masing-masing adalah 3,4-31%, 22,4-100,8%, 54-108% secara berturut-turut. Riadi Wirawan yang meneliti nilai rujukan pemeriksaan agregasi trombosit dengan adenosin difosfat pada orang Indonesia dewasa normal di Jakarta dengan memakai alat Chrono-Log 490 menggunakan ADP 1,2,5 dan 10 µM berturut-turut 3-15%, 11-36%, 25-68% dan 49-84%, sedangkan nilai rujukan yang dipakai dalam penelitian ini dengan alat platelet aggregation

Aggram Helena di Laboratorium Hemostasis dan Trombosis Medan

menggunakan ADP 1, 5 dan 10 µM berturut-turut 10-20%, 60% dan 30-65%. (39)

Gambar

Gambar 2.1. Fungsi Trombosit  (Dikutip dari 17)
Gambar 2.2. Reaksi biokimiawi dalam sel trombosit  (17)

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang dilakukan untuk mereduksi genangan di lokasi penelitian adalah kombinasi antara rehabilitasi saluran drainase eksisting (diharapkan mampu mengurangi

Daftar 7 merupakan fitur-fitur yang dibuat untuk memfasilitasi pihak otorisator dalam pengajuan tender yang akan dilakukan berikut spesifikasi dan syarat-syarat

Hasil analisis data yang telah dipaparkan diatas, dapat dijelaskan bahwa model pembelajaran NHT lebih berpengaruh dalam meningkatkan hasil belajar sejarah siswa

Ada hubungan yang signifikan antara ketepatan pemberian makanan pendamping air susu ibu dengan akses informasi yang didapatkan oleh ibu yang memiliki balita

Dari isyarat aperiodis ini dapat direkayasa sebuah runtun periodis yang diperhitungkan untuk hanya periode pertama, sebagaimana digambarkan pada Gambar 9(b). Ketika periode N

yaitu (a) tradisi yang masih hidup di dalam kehidupan masyarakat pedesaan, (b) masyarakatnya masih menggunakan bahasa dan budaya Jawa, (c) sebagai satu bentuk upaya pelestarian

Dari informasi tersebut dapat disimpulkan bahwa jika proyek dari hasil MUSRENBANG yang akan dijadikan sebagai unit analisis untuk mengetahui tingkat partisipasi

Puskesmas merupakan ujung tombak terdepan patient safety dalam pembangunan kesehatan mempunyai peran cukup besar dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diatas,