• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dari aktivitas institusi, hasil pertanian dan perkebunan serta sapuan jalan dapat dilihat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dari aktivitas institusi, hasil pertanian dan perkebunan serta sapuan jalan dapat dilihat"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengolahan Sampah di PPK Sampoerna

Sampah yang dihasilkan di PPK Sampoerna merupakan sampah yang berasal dari aktivitas institusi, hasil pertanian dan perkebunan serta sapuan jalan dapat dilihat pada Gambar 4.1 Sampah institusinya berasal dari aktivitas perkantoran, ruang pertemuan, penginapan, dan sebagainya, contoh pembungkus; karton; kertas; dan sisa makanan, sedangkan sampah pertanian dan perkebunan berasal dari kegiatan tanaman, kegiatan panen, dan sebagainya yang tergolong bahan organik seperti jerami dan sejenisnya, sesuai dengan Tchobanoglus et al. (1993).

A B C

Gambar 4.1 Sumber Sampah di PPK Sampoerna

(A: Institusi, B: Pertanian dan Perkebunan, C: Sapuan Jalan) (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Sampah di PPK Sampoerna tidak dibuang langsung ke TPA karena sampah yang dihasilkan akan diproses sendiri. PPK Sampoerna berusaha menerapkan konsep zero waste, yaitu dengan mengolah sampah menjadi tidak ada, dimana sampah sudah

(2)

dipandang sebagai bahan baku untuk memproduksi barang tertentu yang tentu bernilai ekonomis (Sulaeman, 2013).

SNI 19-2454-2002 menyatakan bahwa pengolahan sampah adalah suatu proses untuk mengurangi volume dan/atau mengubah bentuk sampah menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pengomposan, pemadatan, penghancuran, pengeringan, dan daur ulang (Anonim, 2002a). Metode pengolahan sampah yang selama ini dilakukan di PPK Sampoerna, yaitu dengan cara penimbunan dan pembakaran pada lahan kosong.

Pengolahan sampah tersebut, di tangani oleh petugas kebersihan dari PPK Sampoerna. Pengolahan sampah dimulai dari pengumpulan sampah oleh petugas kebersihan pada setiap fasilitas di areal PPK Sampoerna termasuk sampah sapuan jalan, yang dilakukan dua periode perhari. Pada setiap fasilitas terdapat wadah, seperti Gambar 4.2 tujuannya untuk memudahkan proses pengumpulan sehingga menghindari sampah berserakan agar tidak mengganggu lingkungan dari segi kesehatan, kebersihan, dan estetika. Petugas kebersihan yang menangani sampah di PPK Sampoerna berjumlah dua orang, bertugas mengumpulkan sampah dengan motor tossa (Gambar 4.3) ke lahan kosong yang ada di wilayah PPK Sampoerna.

Pada lahan tersebut (Gambar 4.4), seluruh sampah yang dihasilkan di PPK Sampoerna baik sampah yang mudah maupun yang sukar membusuk ditimbun. Dengan metode ini, sebenarnya sampah tidak dimusnahkan secara langsung, namun hanya membuang sampah begitu saja disuatu lahan dan dibiarkan membusuk tanpa

(3)

Gambar 4.2 Model Wadah Sampah di PPK Sampoerna

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Gambar 4.3 Motor Tossa Pengangkut Sampah

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Metode penimbunan dipilih karena bersifat murah dan sederhana. Akan tetapi, karena tidak dirancang dan kurang dikelola dengan baik berpotensi menyebabkan

(4)

berbagai masalah lingkungan di lingkungan PPK Sampoerna. Metode ini memungkinkan adanya perembesan air lindi (cairan yang timbul akibat pembusukan sampah) melalui kapiler-kapiler air dalam tanah hingga berpotensi untuk mencemari sumber air tanah, terlebih di musim hujan (Anonim, 2013b).

Gambar 4.4 Lokasi Penimbunan Sampah PPK Sampoerna

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Dampak negatif dari penimbunan tersebut menjadi sarang/tempat perkembangan vektor penyakit (lalat, tikus dan kecoa), menyebarkan bau dan mencemari udara (Sastrawijaya, 1991). Efek lainnya adalah bencana longsor tumpukan sampah (Sejati, 2009), sebagai contoh bencana longsor sampah yang terjadi di Kampung Tungaran Desa Sindanglaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Anonim, 2013c). Tempat tersebut mempunyai spesifikasi tempat yang sama dengan lokasi penimbunan sampah di PPK Sampoerna yang terletak dekat dengan tebing sungai, apabila terjadi longsor di PPK Sampoerna sampah tersebut

(5)

akan masuk ke sungai sesuai dengan ilustrasi longsor sampah di lokasi penimbunan sampah PPK Sampoerna pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Ilustrasi Potensi Longsor Sampah di Lokasi Penimbunan PPK Sampoerna

Menurut Nandi (2005), lokasi penimbunan tidak layak sebab jarak terhadap sungai dan danau kurang dari 150 meter. Jarak yang terlalu dekat akan menyebabkan pencemaran terhadap air sungai dan danau. Lokasi penimbunan sampah di PPK Sampoerna belum mempunyai sistem drainase dan penyaluran lindi yang dapat menampung air dari perbukitan ketika musim hujan, akibatnya air tersebut akan mendorong sampah sehingga terjadi longsor sampah.

Metode selanjutnya adalah pembakaran langsung pada lahan kosong, metode ini sering digunakan pada musim kemarau. Pembakaran merupakan teknik pengolahan sampah yang dapat mengubah sampah menjadi bentuk gas, sehingga volume dapat berkurang hingga 90-95% (Sejati, 2009). Sampah yang dibakar adalah keseluruhan dari sampah mudah dan sukar membusuk seperti: daun-daun, plastik,

(6)

kertas, botol plastik, dan lain-lain. Pembakaran sampah yang dilakukan dilahan yang memiliki satuan tegakan, sehingga tidak jarang pembakaran sampah juga menyebabkan pohon-pohon yang ada di sekitar lokasi terbakar sesuai dengan Gambar 4.6.

Gambar 4.6 Lokasi Pengolahan Sampah dengan Metode Pembakaran

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2012)

Efek lanjutan bagi manusia karena terjadinya pencemaran udara dari asap dan bau (Tobing, 2005). Pembakaran juga menghasilkan karbomonoksida (CO) yang apabila terhirup manusia dapat mengganggu fungsi kerja hemoglobin (sel darah merah) yang semestinya mengangkut dan mengedarkan oksigen (O2) ke seluruh tubuh, klorin dapat menghasilkan 75 jenis zat beracun, benzopirena (gas beracun penyerang jantung) penyebab kanker dan hidrokarbon berbahaya (seperti asam cuka) penyebab iritasi, dan hasil pembakaran sampah plastik akan menghasilkan senyawa kimia dioksin atau zat yang dapat digunakan sebagai herbisida (racun tumbuhan)

(7)

Pembakaran sampah di area terbuka dapat menghasilkan partikel debu halus atau Particulate Matter (PM) yang mencapai level PM 10 (10 mikron), zat ini tidak dapat disaring oleh alat pernapasan manusia, sehingga dapat masuk ke paru-paru dan mengakibatkan gangguan pernapasan. Pembakaran sampah dapat menyebabkan kabut asap yang tebal dan mengurangi jarak pandang dan kenyamanan di lingkungan tempat tinggal (Supriyono, 2012).

Kedua metode pengolahan sampah di PPK Sampoerna tersebut tidak efektif, maka dibutuhkan pengolahan sampah yang dapat mengolah sampah dengan baik. Salah satu solusi adalah suatu instalasi yang mengolah sampah menjadi barang yang bernilai ekonomis lebih tinggi, misalnya dengan Instalasi Pengolahan Sampah (IPS) mengacu pada prinsip MRFs.

4.2 Berat Timbulan dan Komposisi Sampah PPK Sampoerna

Berat timbulan dan komposisi sampah di PPK Sampoerna merupakan data yang diperlukan untuk desain sistem pengolahan sampah, seleksi jenis/tipe peralatan transportasi sampah, dan desain IPS. Lokasi sampling yang digunakan adalah keseluruhan fasilitas yang ada di PPK Sampoerna yang dikelompokan menjadi dua, yaitu lokasi sampling bangunan dan lahan (Gambar 4.7). Pembagian kelompok ini di dasarkan pada fungsi dan peruntukannya, untuk lokasi bangunan merupakan lokasi yang didirikan dan dibangun seperti rumah, gedung, kantor, dan lain-lain. Sedangkan, lahan merupakan tanah terbuka yang manfaat dan peruntukannya untuk jalan, pertanian maupun perkebunan di wilayah PPK Sampoerna.

(8)

.

Gambar 4.7 Contoh Lokasi Sampling (A: Bangunan, B: Lahan)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)

Timbulan sampah merupakan banyaknya sampah hasil dari setiap aktivitas sesuai dengan Damanhuri (2004). Data berat sampah pada setiap fasilitas bangunan di PPK Sampoerna sebesar 78,22 kg/hari dapat dilihat pada Lampiran 2, sedangkan pada fasilitas lahan, yaitu 114,72 kg/hari (Lampiran 3). Berat timbulan sampah difasilitas bangunan lebih besar dari pada lahan karena rata-rata luas wilayah dan jumlah lokasi sampling bangunan 155,15 m2dengan 24 lokasi sedangkan lahan 5227,79 m2 dengan 9 lokasi. Berdasarkan data tersebut, maka diketahui berat timbulan sampah basah di PPK Sampoerna setiap harinya (Lampiran 4) dengan menggunakan persamaan 1.

Berat timbulan sampah (kg/hari) = Berat sampah bangunan + Berat sampah lahan = 78,22 kg + 114,72 kg = 192,94 kg/hari (51)

(9)

Tchobanoglous et al. (1993), menyatakan faktor yang mempengaruhi besarnya timbulan sampah adalah alam dan manusia. Timbulan sampah di PPK Sampoerna terutama dipengaruhi oleh faktor alam seperti letak geografis, iklim, dan musim. Lokasi PPK Sampoerna merupakan daerah pegunungan yang dominan dengan sisa buah dan sayuran. Musim akan berpengaruh pada kuantitas serta jenis limbah misalnya musim buah mangga, maka kulit buah mangga akan dominan pada sampah yang dihasilkan di PPK Sampoerna.

Faktor manusia yang mempengaruhi timbulan sampah meliputi aktivitas kerja, tempat untuk kunjungan, pelatihan, seminar, dan kegiatan kewirausahan dengan melibatkan banyak orang maka sampah yang dihasilkan bertambah seperti gelas plastik sisa minuman pengunjung di PPK Sampoerna.

Analisis komposisi dilakukan dengan cara memilah langsung sesuai jenisnya pada setiap lokasi sampling. Rata-rata berat sampah di lokasi sampling yang dapat dikomposisikan adalah 192,92 kg/hari dari jumlah total berat sampah basah 192,94 kg/hari dan berat yang hilang sebesar 0,02 kg/hari diduga karena sampah mengalami penguapan selama proses pemilahan. Komposisi kedua lokasi sampling digabungkan karena sampah yang ada pada bangunan dan lahan memiliki jenis sampah yang sama. Contoh perhitungan komposisi untuk sampah mudah membusuk dapat dihitung menggunakan persamaan 2, yaitu:

% Komposisi sampah = Berat rata-rata komponen sampah x 100% Berat total sampah

(10)

Data hasil perhitungan komposisi sampah di PPK Sampoerna dapat dilihat pada Gambar 4.8 dan Lampiran 5.

% Komposisi Sampah

Gambar 4.8. % Komposisi Sampah di PPK Sampoerna

Berdasarkan data tersebut, komposisi sampah yang terbanyak adalah sampah mudah membusuk berasal dari pertanian, perkebunan serta sisa makanan sebesar 93,41%, sedangkan sampah sukar membusuk hanya 6,59%. Setelah dilakukan pengkomposisian, sampah di PPK Sampoerna terklasifikasi sebagai sampah campuran karena berasal dari tempat-tempat umum yang sangat beraneka ragam jenis

Kom pone n S am pa h

(11)

Tabel 4.1 menunjukan perbandingan data komposisi untuk institusi yang memiliki aktivitas dan fasilitas yang hampir sama dengan PPK Sampoerna.

Tabel 4.1 Perbandingan Komposisi Sampah pada Institusi

No. Komposisi Institusi di Padang (Komala, 2011) Kantor Manajemen Universitas Airlangga (Sitogasa, 2012) PPK Sampoerna (Hasil Penelitian, 2013) 1. Mudah Membusuk 76,22% 28,01% 93,56% 2. Plastik 8,13% 9,94% 1,15% 3. Kertas 7,11% 10,42% 0,74% 4. Plastik Pembungkus - - 0,78% 5. Botol Plastik - 6,52% 0,50% 6. Puntung Rokok - - 0,19% 7. Tisu - 4,40% 0,22% 8. Kertas Minyak - 7,84% 0,43% 9. Kardus - 14.93% 0,93% 10. Kain 0,41% 1.06% 0,34% 11. Gelas - - 0,55% 12. B3 - 1,09% 0,10% 13. Logam - - 0,07% 14. Kaca 6,10% 0,88% 0,15% 15. Styrofoam - 2,19% 0,04% 16. Residu - 10,78% 0,41% 17. Tetrapack - 0,93% -18. Kaleng - 0,27% -19. Air - 0,74% -Total 100% 100% 100%

Perbandingan persentase komposisi antara PPK Sampoerna dengan Kantor Manajemen Universitas Airlangga sangat berbeda, dapat terlihat pada Tabel 4.1. Persentase untuk sampah mudah membusuk lebih besar di PPK Sampoerna sedangkan persentase sampah sukar membusuk lebih besar di Kantor Manajemen Universitas Airlangga. Hal ini dikarenakan jumlah jiwa di PPK Sampoerna hanya 50

(12)

orang sedangkan Kantor Manajemen Universitas Airlangga berjumlah 375 orang (Sitogasa, 2012).

Penelitian komposisi sampah institusi Komala (2011), persentase sampah sukar membusuk yang terbanyak, yaitu plastik 8,13% dan kertas 7,11%. Hal ini serupa dengan kondisi di PPK Sampoerna bahwa sampah yang sukar membusuk di dominasi oleh plastik 1,14% sedangkan kertas 0,74%. Sampah sukar membusuk di PPK Sampoerna (Gambar 4.9) mempunyai potensi untuk di daur ulang seperti plastik, kertas, plastik pembungkus, botol, kardus, kain, gelas, kaca, logam, styrofoam, dan residu (seperti: karet, tali, bak plastik, karung) dapat di daur ulang sebagai kerajinan tangan atau energi yang dapat bernilai ekonomi.

Sampah sukar membusuk yang tidak dapat di daur ulang karena sudah dalam keadaan rusak adalah kertas minyak, B3, puntung rokok dan tisu akan diolah dengan insinerator. Insinerator dipilih karena menurut Wahyono (2004), teknologi insinerator mampu mengurangi sampah hingga 90% berat, sisanya 10% merupakan sisa pembakaran berupa abu yang dapat dimanfaatkan, misalnya menjadi batu bata.

Komposisi sampah tersebut, digunakan untuk menentukan cara pengolahan yang tepat dan paling efisien. Sampah yang mudah membusuk dapat langsung di komposkan sedangkan sampah yang sukar membusuk didaur ulang. Komposisi sampah dipengaruhi oleh cara hidup dan mobilitas penduduk, cara penanganannya, dan tingkat hidup dan ekonomi masyarakat. Semakin beraneka ragam cara hidup dan

(13)

mobilitas penduduk, maka semakin sedikit komponen sampah mudah membusuk yang dihasilkan dari kegiatan dan aktifitas masyarakat.

Gambar 4.9 Komposisi Sampah di PPK Sampoerna (A: kardus, B: kertas minyak,

C: mudah membusuk, D: logam, E: botol plastik, F: plastik pembungkus, G: gelas plastik, H: plastik, I: styrofoam, J: kaca, K: tisu, L: kain, M: residu, N: puntung

(14)

4.3 Perencanaan Awal Desain IPS di PPK Sampoerna 4.3.1 Densitas dan Laju Timbulan Sampah (Volume)

Pengukuran densitas yang dilakukan berdasarkan SNI 19-3964-1994 bertujuan untuk memperoleh berat sampah yang diukur dalam satuan kilogram dibandingkan dengan volume sampah yang di ukur tersebut (kg/m3). Penentuan densitas ini dilakukan bersamaan dengan pengukuran timbulan dan komposisi sampah, yaitu dengan cara menimbang sampah yang disampling dari sampah (Pandebesie, 2005). Data densitas dapat dilihat pada Gambar 4.10, Lampiran 6, dan 7.

Bangunan Lahan

Gambar 4.10 Rata-rata Densitas Sampah di PPK Sampoerna

Gambar 4.10 menunjukkan data hasil perhitungan rata-rata densitas, pada lokasi bangunan sebesar 89,184 kg/m3 dan lahan sebesar 175,976 kg/m3. Rata-rata densitas sampah lahan memiliki nilai lebih besar dari bangunan, disebabkan sampah lahan yang dihasilkan merupakan sampah mudah membusuk memiliki angka densitas yang cukup besar sedangkan sampah sukar membusuk, seperti kardus, plastik, botol plastik dan lain-lain memiliki ruang udara lebih besar dengan densitas yang kecil

Densitas (kg/m3)

(15)

(Tchobanoglous et al., 1993). Total densitas sampah di PPK Sampoerna ditentukan melalui perhitungan sesuai persamaan 7, yaitu:

Total densitas (kg/m3) = =

= 132,580 kg/m3 (53)

Berdasarkan perhitungan didapatkan total densitas sampah di PPK Sampoerna sebesar 132,580 kg/m3, maka dilanjutkan pada perhitungan laju timbulan sampah. Laju timbulan sampah merupakan dasar dari perencanaan, perancangan, dan pengkajian potensi pengolahan persampahan menuju zero waste yang dilakukan PPK Sampoerna. Nilai laju timbulan dapat dilihat pada pada Lampiran 6 dan 7, Perhitungan total laju timbulan sampah di PPK Sampoerna berdasarkan persamaan 10 adalah:

Total laju timbulan sampah (m3/hari/m2)

=

=

= 0,000083 m3/hari/m2 (54)

Berdasarkan perhitungan, total laju timbulan sampah di PPK Sampoerna adalah 0,000083 m3/hari/m2.

(16)

4.3.2 Kesetimbangan massa sampah (material mass balance) dan loading rate

Kesetimbangan massa sampah digunakan untuk mengetahui jumlah sampah yang dapat direduksi (daur ulang dan komposting) dan residu. Penentuan kesetimbangan massa (mass balance) dilakukan dengan memperhitungkan recovery factor tiap komposisi sampah yang diperoleh. Persen recovery di Tabel 4.2 merupakan potensi yang dapat bahwa sampah tersebut berpontensi baik dan tidak rusak untuk didaur ulang sekian persen yang didapat berdasarkan persamaan 11 dan berat residu dihitung dengan menggunakan persamaan 12.

Contoh perhitungan recovery factor sampah mudah membusuk di PPK Sampoerna:

Berat sampah direcovery (kg/hari)

Berat residu (kg/hari) = = = = =

% Recovery factor x Berat rata-rata perhari (kg/hari) 100 % x 180,21 kg

180,21 kg/hari

Berat sampah rata-rata perhari (kg) - Berat sampah direcovery (kg/hari)

180,21 kg/hari -180,21 kg/hari = 0

(55)

(56) Pada Tabel 4.2 dapat diketahui sampah yang dapat direcovery sebesar 188,80 kg/hari sedangkan yang tidak dapat direcovery atau menjadi residu sebesar 4,12 kg/hari. PPK Sampoerna yang ingin mengolah sampahnya sendiri dengan konsep zero waste dengan menerapkan prinsip Reduce, Reuse, Recycle (3R), yaitu dengan berusaha mengolah sampah keseluruhan sampahnya. Komposisi sampah dapat direcovery sebesar 100%, yaitu sampah mudah membusuk, plastik, kertas, botol

(17)

plastik, dan gelas plastik. Hal tersebut berarti sampah yang mudah membusuk dalam keadaan baik sehingga keseluruhan sampah dapat di daur ulang. Recovery factor untuk plastik pembungkus adalah 80% dimana sisanya berupa residu yang di temukan dalam keadaan rusak, sedangkan kain dapat di daur ulang 75%. Residu yang ditemukan di PPK Sampoerna seperti karet, ember rusak, tali rafia yang masih dapat dimanfaatkan sebesar 20%.

Tabel 4.2 Recovery Factor Sampah di PPK Sampoerna

No. Komposisi Sampah

Berat Rata-rata per hari (kg) % Recovery* Dimanfaatkan (kg/hari) Tidak Dimanfaatkan (kg/hari) 1. Mudah Membusuk 180,21 100 180,21 0 2. Plastik 2,21 100 2,21 0 3. Kertas 1,43 100 1,43 0 4. Plastik pembungkus 1,51 80 1,21 0,30 5. Botol Plastik 0,96 100 0,96 0 6. Puntung Rokok 0,36 0 0 0,36 7. Tissu 0,42 0 0 0,42 8. Kertas Minyak 0,83 0 0 0,83 9. Kardus 1,79 60 1,08 0,72 10. Kain 0,66 75 0,49 0,16 11. Gelas Plastik 1,07 100 1,07 0 12. B3 0,20 0 0 0,20 13. Logam 0,14 0 0 0,14 14. Kaca 0,29 0 0 0,29 15. Styrofoam 0,08 0 0 0,08 16. Residu 0,79 20 0,16 0,63 Total 192,92 188,80 4,12

(18)

Setelah diketahui jumlah sampah yang masuk ke lokasi pengolahan serta komposisi sampah, maka dibuat diagram kesetimbangan massa sampah. Tujuannya untuk mengetahui proses pengolahan yang akan dilakukan serta berapa banyak produk yang dihasilkan dan residu yang dihasilkan. Langkah ini merupakan awal untuk menentukan perkiraan luas lahan serta kebutuhan peralatan bagi sistem di IPS. Kesetimbangan massa sampah di PPK Sampoerna tersaji pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11 Kesetimbangan Massa Sampah di PPK Sampoerna

(Sumber: Hasil Penelitian, 2013)

Dimanfaatkan: 9. Plastik : 10. Kertas 11. Plastik pembungkus 12. Botol Plastik 13. Kardus 14. Kain 15. Gelas Plastik 16. Residu IPS PPK SAMPOERNA Dimanfaatkan: 8,59 kg/hari (4,45%) 1. Plastik : 2,21 kg/hari (1,15%) 2. Kertas : 1,43 kg/hari (0,74%)

3. Plastik pembungkus : 1,21 kg/hari (0,62%) 4. Botol Plastik : 0,96 kg/hari (0,48%) 5. Kardus : 1,08 kg/hari (0,56%) 6. Kain : 0,49 kg/hari (0,25%) 7. Gelas Plastik :1,07 kg/hari (0,55%) 8. Residu : 0,16 kg/hari (0,1%) Dimanfaatkan 180,21kg/hari (100%) Residu 4,12 kg/hari (2,14%) Residu 0 kg/hari (0%) Diolah insinerator 4,12 kg/hari (2,14%) Berat sampah mudah membusuk

180,21kg/hari (93,41%) (93,56%)

Berat sampah sukar membusuk 12,71 kg/hari (6,59%) Timbulan Sampah di PPK Sampoerna

192,92 kg/hari (100%)

(19)

Loading rate merupakan perhitungan jumlah berat sampah yang dapat diolah pada IPS tiap jamnya. Loading rate pada perencanaan ini diperhitungkan berdasarkan pertimbangan luas lahan IPS yang direncanakan serta waktu operasional kerja direncanakan 8 jam (Pandebesie, 2005). Waktu operasional selama 8 jam disesuaikan dengan jam kerja di PPK Sampoerna, yaitu pada pukul 08.00-16.00 WIB. Cara perhitungan loading rate sesuai persamaan 13.

Loading rate =

= = 24,01 kg/jam (57)

Pada hasil perhitungan loading rate dapat di ketahui bahwa IPS PPK Sampoerna dapat mengolah sampah sebanyak 24,01 kg pada setiap jamnya.

4.3.3 Pemilihan pengolahan sampah di PPK Sampoerna

Pengolahan sampah yang akan diterapkan di PPK Sampoerna berdasarkan komposisi sampah pada Gambar 4.9, maka pengolahan yang akan dilakukan adalah: 1. Komposting

Berat sampah mudah membusuk di PPK Sampoerna sebesar 180,21 kg/hari dengan persentase 93,41% dari total berat sampah akan direncanakan diolah dengan proses komposting. Teknik komposting yang digunakan adalah teknik windrow. Teknik ini dipilih karena teknik pengomposan tersebut tepat untuk mengolah sampah

(20)

mudah membusuk di PPK Sampoerna berdasarkan kapasitasnya, waktu, operasional, dan perawatan.

Teknik pengomposan windrow merupakan teknik pengomposan non reaktor, yang proses pengomposannya dapat diatur (Tchobanoglous et al., 1993). Berdasarkan Riyadi (2008), waktu proses pengomposan bervariasi tergantung tingkat pengendalian proses, jika kapasitas sampah bertambah akan menambah luas lahan dan biayanya cukup rendah dengan teknologi yang dilakukan secara manual.

2. Daur ulang

Berat sampah sukar membusuk di PPK Sampoerna sebesar 8,59 kg/hari dengan persentase 4,45% dari total berat sampah, maka perlu diolah dengan metode daur ulang. Daur ulang merupakan salah satu teknik pengelolaan sampah yang dilakukan di PPK Sampoerna yang diproses untuk menjadikan suatu bahan bekas menjadi bahan baru dengan tujuan mencegah adanya sampah yang sebenarnya dapat menjadi sesuatu yang berguna, mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi, mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan dengan proses pembuatan barang baru. Daur ulang lebih difokuskan kepada sampah yang tidak didegradasi oleh alam secara alami. Sampah tersebut di daur ulang menjadi kerajinan tangan dan konversi sampah menjadi minyak.

Konversi sampah menjadi minyak di PPK Sampoerna sudah dilakukan, yaitu dengan mengolah sampah plastik yang sebagian besar berasal dari sisa bungkus

(21)

pengolahan limbah plastik menjadi bahan bakar minyak (Gambar 4.12), dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar motor pengangkut sampah di PPK Sampoerna.

Gambar 4.12 Proses Pengolahan Limbah Plastik Menjadi Bahan Bakar Minyak

(Sumber: Anonim, 2013d)

3. Insinerator

Sisa sampah yang berupa residu di PPK Sampoerna sebesar 4,12 kg/hari dengan persentase 2,13%. Sampah tersebut sudah tidak dapat dimanfaatkan kembali. Dengan kemampuan finansial yang memadai, PPK sampoerna dapat mengolah residu sampah yang tidak dapat diolah kembali dengan menggunakan insinerator. Pengolahan sampah dengan insinerator dinilai sebagai metode yang sangat efektif dalam mereduksi volume sampah mencapai 90% (Wahyono, 2004).

(22)

4.4 Kriteria Desain IPS Berbasis MRF di PPK Sampoerna

Instalasi Pengolahan Sampah (IPS) di PPK Sampoerna di desain untuk mengolah sampah sampai mencapai tahap terakhir dalam pengolahan. Sampah akan diproses dengan pengolahan secara aman dengan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar, agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Kriteria perencanaan IPS di PPK Sampoerna, yaitu:

a. Daerah yang direncanakan adalah PPK Sampoerna di Dusun Betiting, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

b. Letak IPS yang direncanakan dibangun di lahan yang belum memiliki peruntukan untuk fasilitas di PPK Sampoerna. Gambar 4.13 disimbolkan dengan warna merah adalah letak lokasi untuk perencanaan IPS.

c. Daerah pelayanan IPS adalah keseluruhan lokasi baik bangunan maupun lahan yang menghasilkan sampah mudah dan suka membusuk.

d. Kapasitas IPS sesuai dengan laju timbulan rata-rata sampah di PPK Sampoerna. e. Jenis sampah yang akan diolah di IPS adalah sampah mudah membusuk dengan

teknologi komposting dan sampah yang sukar membusuk dengan proses daur ulang, serta residu diolah dengan insinerator.

f. Waktu operasional kerja IPS di sesuaikan dengan jam kerja di PPK Sampoerna, yaitu 8 jam pada pukul 08.00-16.00 WIB.

(23)

Gambar 4.13. Letak Lokasi Perencanaan IPS (Sumber: Anonim, 2013a)

4.5 Perencanaan IPS berbasis MRFs di PPK Sampoerna

Sampah mudah maupun sukar membusuk yang ada di PPK Sampoerna memiliki potensi ekonomi apabila diolah dengan IPS. Selain itu, adanya IPS berbasis MRFs di PPK Sampoerna dapat memperkaya fasilitas pembelajaran yang dapat digunakan sebagai sarana edukasi bagi pengunjung. Sampah yang masuk ke dalam IPS dipilah berdasarkan recovery factor yang ada pada Tabel 4.2. Berdasarkan hasil recovery factor untuk sampah PPK Sampoerna, maka dapat dibuat perencanaan bangunan penanganan sampah yang diolah di IPS.

4.5.1 Perhitungan volume setiap komposisi sampah di IPS PPK Sampoerna

Pada perencanaan IPS di PPK Sampoerna, volume sampah yang masuk digunakan untuk menghitung kebutuhan lahan, unit pengolahan serta komponennya, dan fasilitas pendukung pada IPS. Dalam menentukan ukuran dan luas ruangan

(24)

pengolahan sampah, perlu dilakukan perhitungan kapasitas yang dibutuhkan dengan menambah safety factor (SF) untuk mengantisipasi kapasitas lahan atau wadah dari penambahan timbulan sampah karena sering ada kegiatan yang bersifat insidentil, sehingga terjadi peningkatan laju timbulan sampah. Hasil perhitungan volume setiap komposisi sampah berdasarkan teknik pengolahannya di IPS PPK Sampoerna tersaji pada Lampiran 8. Berikut contoh perhitungan untuk sampah mudah membusuk, sesuai persamaan 14.

Berat sampah mudah membusuk =180,21 kg/ hari (Tabel 4.2)

Berat spesifik sampah mudah membusuk = 290,71 kg/m3 (Lampiran 8)

Volume sampah mudah membusuk (m3/hari) =

=

= 0,6199 ≈0,62 m3 (58)

4.5.2 Penentuan komponen lahan IPS

Penentuan komponen IPS dilakukan sesuai dengan luas lahan yang tersedia dan berdasarkan jenis sampah yang direncanakan sesuai dengan nilai ekonomisnya. Fasilitas IPS berbasis MRFs ini berupa komponen utama dan penunjang. Komponen utama terdiri atas lahan penerimaan sampah, pemilahan dan pengemasan, penyimpanan, pengolahan sampah mudah dan sukar membusuk, sedangkan komponen penunjang, yaitu ruang perkantoran, ruangan aula, gudang peralatan, dan

(25)

kamar mandi. Penjelasan dari tiap fasilitas IPS PPK Sampoerna berbasis MRFs, sebagai berikut:

4.5.2.1 Komponen utama

Komponen utama merupakan komponen yang berfungsi untuk pengolahan sampah mulai dari sampah masuk hingga sampah hasil pengolahan. Komponen utama IPS di PPK Sampoerna, meliputi:

1. Lahan penerimaan sampah

Lahan penerimaan sampah merupakan ruang dimana sampah pertama kali masuk ke IPS yang diangkut dengan tossa pengangkut sampah. Lahan penerimaan sampah harus mampu menampung bahan sampah yang masuk setiap harinya. Berikut adalah tahapan perhitungan lahan penerimaan sampah berdasarkan persamaan 15, maka:

Volume total sampah = 0,7994 ≈ 0,8 m3 (Lampiran 8) Tinggi tumpukan rencana = 0,5 m (Al’amri, 2007)

Luas (m2) = = = 1,6 m2 (59)

Sesuai persamaan 59 luas lahan penerimaan adalah 1,6 m2, maka direncanakan lebar lahan penerimaan adalah 1 m. Panjang lahan penerimaan dihitung dengan persamaan 16 sebagai berikut:

(26)

Direncanakan lahan penerimaan diberi ruang gerak bagi petugas penerima sampah sebesar 1 m (Dwinugroho, 2011), perhitungan panjang dan lebar diperoleh melalui persamaan 17 dan 18.

Panjang = 1,6 m + 1 m = 2,6 m

Lebar = 1 m + 1 m = 2 m

Luas lahan penerimaan diperoleh dengan persamaan 19, sebagai berikut:

Luas lahan penerimaan (m2) = p x l = 2,6 m x 2 m = 5,2 m2 (61)

Pada lahan penerimaan sampah ini disediakan lahan untuk parkiran tossa pengangkut sampah, luas lahan tersebut sebesar direncanakan 4 m2 (2 m x 2 m), sehingga kapasitas total luas lahan untuk penerimaan sampah yang dibutuhkan adalah (persamaan 20):

Total luas lahan penerimaan sampah (m2)

= Luas lahan penerimaan sampah + lahan parkiran = 5,2 m2+ 4 m2= 9,2 m2 (62)

Berdasarkan perhitungan, maka di dapatkan total luas lahan penerimaan sampah adalah sebesar 9,2 m2.

2. Lahan pemilahan sampah

Setelah sampah di bongkar di area penerimaan, petugas membawa sampah yang masih tercampur atau belum terpilah ke lahan pemilahan. Lahan pemilahan berfungsi untuk tahap sortasi dari sampah asal. Dalam proses pemilahan ini, sampah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sampah mudah membusuk, sukar membusuk, dan

(27)

residu. Penentuan luas lahan pemilahan sampah di IPS PPK Sampoerna sama dengan lahan penerimaan, diperoleh luas lahan sebesar 5,2 m2(2,6 m x 2 m).

3. Lahan penyimpanan sampah

Lahan penyimpanan sampah berfungsi sebagai tempat penyimpanan sampah baik mudah ataupun sukar membusuk sebelum dilakukan proses pengolahan. Lahan penyimpanan sampah di IPS PPK Sampoerna direncanakan dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan jenis pengolahan yang dilakukan, yaitu komposting, daur ulang, dan insinerator. Perhitungan volume plastik di lahan penyimpanan sampah berdasarkan komposisi, sesuai dengan persamaan 21. Contoh perhitungan untuk sampah plastik pada pengolahan daur ulang (Al’amri, 2007):

Volume sampah plastik = 0,0338 m3 Waktu penyimpanan = 3 hari

Volume sampah plastik di lahan penyimpanan (m3/hari)

= Volume sampah plastik (m3) x Lama penyimpanan (hari) = 0,0338 m3x 3 hari

= 0,1014 m3/ hari (63)

Untuk perhitungan volume setiap komposisi sampah di lahan penyimpanan IPS PPK Sampoerna dapat dilihat pada Lampiran 9. Setelah dilakukan perhitungan volume setiap komposisi sampah di lahan penyimpanan, diperoleh volume total sebesar 1,17 m3. Selanjutnya hasil perhitungan tersebut digunakan untuk menghitung luas lahan penyimpanan yang dapat dilihat pada Lampiran 10, untuk contoh

(28)

perhitungan sesuai persamaan 22. Contoh perhitungan untuk sampah plastik pada pengolahan daur ulang (Al’amri, 2007):

Volume sampah plastik di lahan penyimpanan = 0,1014 m3 Tinggi tumpukan direncanakan sebesar 1 m, maka:

Luas (m2) = = = 0,2028 m2(64)

Jika direncanakan lebarnya 0,5 m, maka perhitungan panjang sesuai persamaan 23:

Panjang tumpukan (m) = = = 0, 41 m (65)

Direncanakan lahan penyimpanan diberi ruang gerak bagi petugas sebesar 1 m (Dwinugroho, 2011), contoh perhitungan untuk sampah plastik pada pengolahan daur ulang:

Panjang = 0,41 m + 1 m = 1,41 m

Lebar = 0,5 m + 1 m = 1,5 m

Luas lahan penyimpanan = p x l = 1,41 m x 1,5 m = 2,12 m2 (66)

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Kebutuhan Total Luas Lahan Penyimpanan Teknik

Pengolahan Sampah

Komposisi Sampah Lebar (m) Panjang (m) Luas (m2) Total Luas (m2)

Komposting Mudah Membusuk 2 1,620 3,24 3,24

Daur Ulang

Plastik 1,5 1,406 2,11

15,54

Kertas 2 1,048 2,10

(29)

Lanjutan Tabel 4.3. Kebutuhan Total Luas Lahan Penyimpanan

Teknik Pengolahan

Sampah

Komposisi Sampah Lebar (m) Panjang (m) Luas (m2) Total Luas (m2) Daur Ulang Botol Plastik 2 1,044 2,09 Kardus 2 1,065 2,13 Kain 1,5 1,091 1,64 Gelas Plastik 2 1,049 2,10 Residu 1,5 1,029 1,54 Insinerator Plastik pembungkus 1,5 1,055 1,58 18,47 Puntung Rokok 1,2 1,056 1,27 Tissu 1,2 1,354 1,62 Kertas Minyak 1,5 1,112 1,67 Kardus 2 1,044 2,09 Kain 1,5 1,029 1,54 B3 1,5 1,005 1,51 Logam 1,5 1,005 1,51 Kaca 2 1,004 2,01 Styrofoam 2 1 2 Residu 1,5 1.115 1,67 Total 37,25

Berdasarkan perhitungan, maka di dapatkan total luas lahan penyimpanan sampah sebesar 37,25 m2.

4. Lahan pengolahan sampah

Lahan pengolahan sampah di PPK Sampoerna direncanakan untuk mengolah sampah dengan metode komposting, daur ulang, dan insinerator. Tahapan perhitungan lahan pengolahan sampah adalah:

(30)

a. Komposting

Kebutuhan luas lahan untuk komposting didasarkan pada kebutuhan lahan untuk proses pengomposan, antara lain lahan untuk proses pencacahan, pengomposan, pengayakan dan tempat pengemasan, dan gudang penyimpanan kompos. Volume sampah mudah membusuk yang dikomposkan adalah 0,62 m3. Pada proses pengomposan terjadi penyusutan volume sampai 1/3 (persamaan 24) selama proses pengomposan (Al’amri, 2007), maka:

Volume kompos (m3) = 1/3 x volume sampah mudah membusuk (m3) = 1/3 x 0,62 m3= 0,206 m3≈ 0,21 m3 (67)

Perhitungan kebutuhan luas lahan tiap unit komposting adalah:

1) Lahan pencacahan

Setelah diproses pada lahan pemisahan, sampah mudah membusuk dicacah sampai berukuran 2 cm untuk mempercepat organisme dalam membentuk koloni dan mendekomposisi material sampah (Yuwono, 2009). Lahan pencacahan sampah berfungsi sebagai lahan penampungan sampah yang telah mengalami pencacahan menggunakan mesin pencacah. Perhitungan volume sampah dapat dihitung dengan persamaan 25 dan volume sampah tumpukan pada persamaan 26 Lahan pencacahan yang dibutuhkan selengkapnya dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

(31)

Volume sampah (m3/jam) =

= = 0,077 m3/jam (68)

Waktu maksimal penumpukan = 2 jam

Volume sampah tumpukan = 0,077 m3/jam x 2 jam = 0,155 m3 (69) Direncanakan tinggi tumpukan = 0,5 m

Luas lahan =

= = 0,31 m2 (70)

Direncanakan lebar tumpukan = 0,5 m

Panjang tumpukan =

= = 0,62 m (71)

Direncanakan lahan penampungan diberi ruang gerak bagi petugas sebesar 1 m (Dwinugroho, 2011), maka:

Panjang = 0,62 m + 1 m = 1,62 m

Lebar = 0,5 m + 1 m = 1,5 m

Luas lahan penampungan = p x l = 1,62 m x 1,5 m = 2,43 m2 (72)

Pada proses pencacahan berat sampah mudah membusuk yang akan diolah sebesar 180,21 kg/hari, direncanakan waktu kerja adalah 8 jam sehingga dapat diketahui berat sampah mudah membusuk yang diolah per jam yang dapat dilayani mesin (persamaan 27) sebagai berikut:

(32)

Berat sampah mudah membusuk yang diolah (kg/jam)

= = 22,53 kg/jam (73)

Berdasarkan berat sampah mudah membusuk yang akan dicacah sebesar 22,53 kg/jam, maka digunakan mesin pencacah dengan kapasitas 10-50 kg/jam. Memiliki dimensi panjang 0,9 m, lebar 0,8 m, dan tinggi 1,15 m (Gambar 4.14).

Gambar 4.14 Mesin Pencacah Sampah Mudah Membusuk

(Sumber: Anonim, 2013e)

Perhitungan lahan mesin pencacahan (persamaan 28) sesuai dengan dimensi mesin pencacah diatas, yaitu:

Panjang mesin pencacah = 0,9 m Lebar mesin pencacah = 0,8 m

Luas lahan mesin pencacahan = p x l = 0,9 m x 0,8 m = 0,72 m2 (74) Direncanakan lahan pencacah diberi ruang gerak bagi petugas pencacah sebesar 1 m.

(33)

Panjang = 0,9 m + 1 m = 1,9 m

Lebar = 0,8 m + 1 m = 1,8 m

Luas total lahan mesin pencacah = p x l = 1,9 m x 1,8 m = 3,42 m2 (75) Kemudian untuk mengetahui total luas lahan pencacahan (persamaan 29) adalah: Total luas lahan (m2)

= Luas lahan penampungan (m2) + Luas lahan mesin pencacah (m2)

= 2,43 m2+ 3,42 m2= 5,85 m2 (76)

Jadi luas lahan penampungan dan pencacahan adalah 5,85 m2.

2) Lahan pengomposan

Lahan pengomposan merupakan lahan yang berfungsi untuk proses pengomposan sampah mudah membusuk yang telah dicacah, metode yang digunakan adalah windrow. Perhitungan kebutuhan untuk luas lahan pengomposan kompos, sesuai dengan persamaan 31.

Volume sampah mudah membusuk = 0,62 m3/hari

Direncanakan sampah 3 hari diletakan pada 1 tumpukan (persamaan 30), maka: Volume satu tumpukan = 0,62 m3/hari x 3 hari = 1,86 m3 (77) Tinggi tumpukan rencana = 1 m (Al’amri, 2007)

Luas lahan =

= = 1,86 m2 (78)

(34)

Panjang tumpukan = = = 1,4 m (79)

Waktu pengomposan = 30 hari

Jumlah total tumpukan = = 10 tumpukan (80)

Perhitungan panjang dan lebar sesuai persamaan 34 dan 35, sedangkan luas lahan dapat dihitung dengan persamaan 36.

Panjang = Panjang tumpukan + Saluran lindi + Ruang gerak

= 1,4 m + 0,2 m + 1 m = 2,6 m (81)

Lebar = Lebar tumpukan + Saluran lindi + Ruang gerak

= 1,4 m + 0,2 m + 1 m = 2,6 m (82)

Luas lahan = Panjang x Lebar x Jumlah tumpukan = 2,6 m x 2,6 m x 10 tumpukan

= 67,6 m2 (83)

Jadi luas lahan pengomposan adalah 67,6 m2.

3) Lahan pematangan

Proses pematangan terjadi setelah proses pengomposan yaitu, ketika suhu mulai menurun setelah kompos terdekomposisi. Untuk mengetahui kebutuhan lahan untuk lahan pematangan, maka langkah perhitungannya adalah:

(35)

Direncanakan 1 tumpukan dapat menampung kompos selama 3 hari, perhitungan pematangan kompos jika membutuhkan waktu 30 hari. Perhitungan sama dengan persaman pada lahan pengomposan adalah:

Jumlah tumpukan = = 10 tumpukan (84)

Volume kompos = 0,21 m3/hari x 3 hari = 0,63 m3 (85) Tinggi tumpukan rencana = 1 m (Al’amri, 2007)

Luas lahan =

= = 0,63 m2 (86)

Jika direncanakan panjang = lebar, maka:

Panjang tumpukan = = = 0,8 m (87)

Untuk memudahkan pekerja, diberikan tambahan ruang gerak sebesar 1 m dan saluran lindi sebesar 0,2 m, maka:

Panjang = 0,8 m + 1 m + 0,2 m= 2 m

Lebar = 0,8 m + 1 m + 0,2 m= 2 m

Luas total lahan pematangan = Panjang x Lebar x Jumlah tumpukan

= 2 m x 2 m x 10 tumpukan = 40 m2 (88)

4) Lahan pengayakan dan pengemasan

Lahan pengayakan berfungsi sebagai tempat untuk mengayak kompos agar kompos memiliki ukuran yang sama (Dwinugroho, 2011). Pada proses pengomposan, volume sampah mudah membusuk akan mengalami penyusutan sebesar 50% dari

(36)

volume sampah sebelum pengomposan (Yuwono, 2009), sehingga volume kompos di IPS PPK Sampoerna dapat dihitung dengan persamaan 37 sebagai berikut:

Volume sampah mudah membusuk = 0,62 m3

Volume kompos = 50% x Volume sampah yang akan dikomposkan (m3)

= 50% x 0,62 m3= 0,31 m3 (89)

Pada lahan pengayakan, direncanakan menggunakan mesin pengayak kompos yang berfungsi untuk menyaring atau memisahkan sampah mudah membusuk (kompos) yang sudah dicacah. Mesin pengayak memiliki spesifikasi dengan kapasitas 5 m3/jam dengan dimensi panjang 350 cm, lebar 120 cm, tinggi 150 cm. Mesin pengayakan dapat dilihat pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15 Mesin pengayakan

(Sumber: Anonim, 2013f)

Perencanaan waktu kerja untuk pengayakan adalah 2 jam sehingga dapat diketahui berat sampah yang dapat dilayani mesin per jam sesuai persamaan 38. Berat sampah yang dapat dilayani mesin per jam (kg/jam) =

(37)

Jadi, volume kompos yang dapat diayak tiap jamnya adalah 0,16 m3/jam sedangkan kapasitas mesin pengayak kurang dari 5 m3/jam sehingga hanya dibutuhkan satu mesin pengayak. Untuk perhitungan luas lahan pengayakan (persamaan 29) adalah:

Panjang mesin pengayakan = 3,5 m Lebar mesin pengayakan = 1,2 m

Luas mesin pengayakan = p x l = 3,5 m x 1,2 m = 4,2 m2 (91) Pada lahan pengayakan kompos direncanakan terdapat ruang gerak bagi petugas pengayak sebesar 2 m (Dwinugroho, 2011).

Panjang = 3,5 m + 2 m = 5,5 m

Lebar = 1,2 m + 2 m = 3,2 m

Luas lahan pengayakan = p x l = 5,5 m x 3,2 m = 17,6 m2 (92)

Lahan pengemasan kompos berfungsi sebagai tempat pengemasan kompos sehingga kompos siap untuk disimpan dan dijual (Dwinugroho, 2011). Tumpukan kompos yang akan dikemas direncanakan memiliki ketinggian 0,5 m sehingga dapat diketahui luas lahan pada persamaan 40 sebagai berikut:

Luas Lahan (m2) =

(38)

Direncanakan besar panjang dan lebar sama, maka:

Panjang tumpukan = = = 0,8 m (94)

Direncanakan lahan pengemasan sampah mudah membusuk diberi ruang gerak bagi petugas pengemas sebesar 1 m (Dwinugroho, 2011), maka:

Panjang = 0,8 m + 1 m = 1,8 m

Lebar = 0,8 m + 1 m = 1,8 m

Luas total lahan pengemasan = p x l = 1,8 m x 1,8 m = 3,42 m2 (95)

Total luas lahan pengayakan dan pengemasan (persamaan 41) adalah:

Total luas lahan (m2) = Luas lahan pengayakan (m2) + Luas lahan pengemasan (m2) = 17,6 m2+ 3,24 m2= 20,84 ≈ 21 m2 (96)

Jadi luas lahan pengayakan dan pengemasan kompos adalah 21 m2.

5) Gudang penyimpanan kompos

Setelah proses pengemasan, kemudian kompos tersebut disimpan di gudang penyimpanan kompos. Direncanakan lama penyimpanan kompos adalah tujuh hari sehingga luas gudang penyimpanan dapat ditentukan dengan persamaan 42 sebagai berikut:

Volume kompos = 0,21 m3/hari Waktu penyimpanan = 7 hari

Volume kompos = Volume kompos (m3) x waktu penyimpanan (hari) = 0,21 m3/hari x 7 hari = 1,47 m3 (97)

(39)

Direncanakan tinggi kompos pada gudang adalah 0,5 meter, sehingga luas gudang didapat dengan persamaan 43.

Luas gudang (m2) =

= = 2,94 ≈ 3 m2 (98)

Jika direncanakan panjang = lebar, maka:

Panjang tumpukan = = = 1,73 m (99)

Untuk memudahkan pekerja, diberikan tambahan ruang gerak sebesar 1 m, maka:

Panjang = 1,73 m + 1 m = 2,73 m

Lebar = 1,73 m + 1 m = 2,73 m

Luas gudang penyimpanan = p x l = 2,73 m x 2,73 m = 7,45 m2 (100) Berdasarkan perhitungan luas lahan yang dibutuhkan untuk gudang penyimpanan kompos adalah 7,45 m2.

6) Penampungan lindi

Lindi dari proses pengolahan sampah di IPS merupakan bahan pencemaran yang dapat mengganggu kesehatan manusia, mencemari lingkungan dan biota perairan karena dalam lindian tersebut berbagai senyawa kimia organik maupun anorganik dan sejumlah bakteri pathogen (Ganefati, 2008). Untuk mengetahui banyaknya air lindi di PPK Sampoerna, maka dilakukan analisis perhitungan persentase kadar air sampah sesuai dengan persamaan 44. Persentase kadar air sampah di PPK Sampoerna tersaji pada Lampiran 11.

(40)

Rata-rata persentase kadar air sampah sebesar 89,02% dari proses pengomposan di IPS PPK Sampoerna, maka perlu difasilitasi dengan pengadaan saluran lindi yang berfungsi sebagai sarana menyalurkan air lindi dari tumpukan sampah menuju ke tangki septik agar lindi tidak mencemari lingkungan.

Tangki septik dalam pengolahan lindi mampu mendegradasikan kandungan BOD mencapai 30%-50% dan jika effluen tangki septik dihubungkan dengan tanah, maka mampu menurunkan BOD sebesar 70% (Mangkoedihardjoe, 2010). Perhitungan berat lindi yang akan di olah di penampung lindi sesuai persamaan 45 adalah:

Berat sampah mudah membusuk = 180,21 kg/hari

Kadar air sampah = 89,02%

Kadar air kompos = 30% (Al’ amri, 2007)

Berat lindi = sampah mudah membusuk x (kadar air sampah – kadar air kompos) = 180,21 kg/hari x (89,02 % - 30%) = 106,35 kg/hari (101)

Direncanakan tangki septik digunakan untuk menampung lindi selama 7 hari, maka berat lindi selama 7 hari dihitung dengan persamaan 46 dan volume lindi dengan persamaan 47.

Berat lindi selama 7 hari = 106,35 kg/hari x 7 hari = 744,45 kg (102) Berat jenis lindi = 1000 kg/m3(Tchobanoglous et al., 1993)

(41)

Direncanakan tangki septik dapat melayani 1 m3dengan kedalaman 1 m, maka luas lahan penampungan lindi sesuai dengan persamaan 48.

= = 1 m2 (104)

Panjang dan lebar tangki septik yang digunakan disesuaikan dengan kriteria SNI 03-2398-2002, yaitu berbentuk persegi panjang dengan perbandingan panjang = 2 x lebar (2:1) sedangkan luas penampung lindi sebesar 1 m2 (persamaan 104). Perhitungan panjang dan lebar penampung lindi sesuai persamaan 49 dan 50 (Gambar 4.16), maka:

Luas = p x l = 2l x l = 2l2

Lebar = = = 0,7 m (105)

Panjang = 2l = 2 x 0,7 m = 1,4 m (106)

Gambar 4.16 Tangki Septik

(42)

Perhitungan total keseluruhan lahan komposting dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Kebutuhan Total Lahan Komposting

Lahan Luas lahan (m2)

1. Pencacahan 5,85

2. Pengomposan 67,6

3. Pematangan 40

4. Pengayakan dan pengemasan 21 5. Gudang penyimpanan kompos 7,45

6. Penampungan lindi 1

Total 143

b. Lahan daur ulang

Sampah sukar membusuk akan di olah pada lahan daur ulang di IPS PPK Sampoerna, dimana lahan tersebut terdiri atas:

1) Lahan daur ulang sampah

Lahan daur ulang sampah berfungsi sebagai tempat pengolahan sampah sukar membusuk yang akan di buat kerajinan tangan dan tempat display hasil daur ulang sampah. Direncanakan luas lahan daur ulang sampah adalah 16 m2(4 m x 4 m). 2) Lahan pengolahan plastik menjadi minyak

Lahan pengolahan plastik menjadi minyak terdiri atas: dua buah kondensor, tangki reaktor, dan tempat penampungan minyak yang direncanakan memiliki panjang 2 m dan lebar 1 m. Untuk memudahkan pekerja, diberikan tambahan ruang gerak sebesar 1 m, maka:

Panjang = 2 m + 1 m = 3 m

Lebar = 1 m + 1 m = 2 m

(43)

sehingga luas lahan total daur ulang untuk IPS di PPK Sampoerna adalah luas lahan daur ulang ditambah dengan lahan pengolahan sampah plastik menjadi minyak, yaitu sebesar 22 m2.

c. Lahan insinerator

Pada lahan ini, untuk mengolah sampah residu yang sudah tidak dapat di daur ulang direncanakan menggunakan insinerator. Gambar 4.17 adalah contoh insinerator yang dapat digunakan untuk mengolah residu sampah dengan volume 0,0484 m3/hari. Spesifikasi insinerator (Lampiran 12) yang akan digunakan, yaitu memiliki kapasitas pembakaran 0,1 m3/jam, berat total ± 850 kg dengan dimensi 100 x 56 x 96 cm. Perhitungan luas lahan untuk menampung insinerator, sebagai berikut:

Panjang = 1 m, Lebar = 0,56 m Tinggi = 0,96 m

Gambar 4.17 Insinerator (Sumber: Anonim, 2013g)

(44)

Panjang = 1 m + 1 m = 2 m Lebar = 0,56 m + 1 m = 1,56 m

Luas lahan insinerator = 2 m x 1,56 m = 3,12 m2 (108)

Berdasarkan perhitungan luas lahan insinerator maka didapatkan nilai 3,12 m2, namun untuk menampung abu sisa pembakaran maka luas lahan dibulatkan menjadi 4 m (2 m x 2 m).

Luas total lahan yang dibutuhkan untuk pengolahan sampah IPS di PPK Sampoerna dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Luas Total Lahan Pengolahan Sampah

Lahan Luas lahan (m2)

1. Komposting 143

2. Daur ulang 22

3. Insinerator 4

Total 169

4.5.2.2 Komponen Penunjang

Komponen penunjang IPS di PPK Sampoerna merupakan fasilitas yang menunjang kebutuhan di pekerja serta aktivitas yang berlangsung di IPS. Komponen tersebut terdiri atas:

1. Ruangan perkantoran

Ruang kantor berfungsi sebagai tempat diselenggarakannya kegiatan administrasi, mulai dari menerima, mengumpulkan, mengolah, menyimpan hasil kegiatan

(45)

dalam pengolahan sampah di IPS PPK Sampoerna. Ruangan kantor direncanakan memiliki panjang dan lebar 3 m dengan luas 9 m2.

2. Ruangan aula

Ruangan aula merupakan ruang multi fungsi yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misalnya untuk penerimaan kunjungan atau ruang pertemuan. Direncanakan dibangun dengan luas 36 m2(6 m x 6 m).

3. Gudang peralatan

Gudang peralatan berfungsi untuk menyimpanan peralatan yang digunakan untuk pengolahan sampah di IPS PPK Sampoerna, dibangun dengan panjang 3 m sedangkan lebar 4 m, maka luasnya adalah 12 m2.

4. Kamar mandi

Kamar mandi yang akan dibangun di IPS PPK Sampoerna merupakan kamar mandi yang berisi bak air dan kloset dengan luas 4 m2(2 m x 2 m).

Luas total lahan yang dibutuhkan untuk membangun IPS di PPK Sampoerna, meliputi lahan untuk komponen utama dan penunjang sebesar 281 m2.

4.6 Desain IPS PPK Sampoerna

Gambar desain IPS PPK Sampoerna didasarkan pada perencanaan yang telah dihitung mengenai dimensi lahan berdasarkan komposisi sampah, sehingga didapatkan luas lahan dari setiap komponen. Dimensi dan luas lahan IPS PPK Sampoerna dapat dilihat pada Lampiran 13. Gambar bangunan dan layout IPS di PPK Sampoerna sampah tersaji pada Gambar 4.18 dan 4.19. Alur pengolahan sampah di

(46)

PPK Sampoerna, yaitu komposting, daur ulang, dan insinerator dapat dilihat pada Gambar 4.20, 4.21 dan 4.22.

A

B

Gambar 4.18 Bangunan IPS di PPK Sampoena

(47)
(48)

Gambar 4.20 Alur Pengolahan Komposting IPS di PPK Sampoerna

Keterangan: Sampah PPK Sampoerna yang diangkut dengan tossa diterima di lahan C, kemudian dilakukan pemilahan pada lahan D, hasil pemilahan berupa sampah mudah membusuk diletakkan pada lahan K.1. Setelah dicacah pada lahan K.2, sampah tersebut di komposkan pada lahan K.4 dilanjutkan proses pematangan pada lahan K.5. Sampah yang telah dikomposkan kemudian diayak di lahan K.7, dikemas dan disimpan pada lahan K.8 dan K.9. K.6 merupakan tangki septik yang berfungsi untuk penampung lindi dari saluran lindi (garis kuning) hasil pengomposan.

(49)

Gambar 4.21 Alur Pengolahan Daur Ulang IPS di PPK Sampoerna

Keterangan: Sampah PPK Sampoerna yang diangkut dengan tossa diterima di lahan C, kemudian dilakukan pemilahan pada lahan D, hasil pemilahan berupa sampah kering untuk daur ulang disimpan sesuai komposisinya pada lahan D.1, D.2, D.4 dan D.8 (sampah jenis plastik) diproses di lahan DM sedangkan lahan D.3, D.5, D.6, dan D.7 diproses di lahan.

Gambar

Gambar 4.1 Sumber Sampah di PPK Sampoerna (A: Institusi, B: Pertanian dan Perkebunan, C: Sapuan Jalan)
Gambar 4.2 Model Wadah Sampah di PPK Sampoerna (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)
Gambar 4.4 Lokasi Penimbunan Sampah PPK Sampoerna (Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2013)
Gambar 4.5 Ilustrasi Potensi Longsor Sampah di Lokasi Penimbunan PPK Sampoerna
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan sistem baru ini juga akan memenuhi kebutuhan user sehingga dapat memudahkan user dalam mendapatkan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan dengan cepat

Dalam penelitian ini, penulis hanya menguraikan pengembangan media berupa alat peraga origami modular dan jobsheet pada materi bangun ruang sisi datar khususnya limas dan

Ketika sistem moneter internasional dikaitkan dengan emas, yang pada akhirnya menyebabkan saling ketergantungan di antara sistem mata uang sehingga menjadi jangkar bagi nilai

Hal ini mungkin disebabkan koji yang dihasilkan dari ampas tahu yang dikukus selama 30 menit mengandung kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan koji yang dihasilkan

Berdasarkan hasil analisis didapatkan simpulan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang berorientasi kurikulum 2013 dengan metode eksperimen pada

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesai kan laporan tugas akhir

Konferensi wali Gereja dari belahan dunia yang lain mengingatkan juga bagaimana perjalanan menuju persiapan Sakramen Perkawinan telah mulai membaik dalam beberapa dekade

KONSUMSI PER KAPITA, PENYEDIAAN, PENGGUNAAN DAN KETERSEDIAAN PER KAPITA KELOMPOK MINYAK / PER CAPITA CONSUMPTION, SUPPLY, UTILIZATION AND PER CAPITA AVAILABILITY OF OIL.. KONSUMSI