• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bank Definisi Bank

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bank Definisi Bank"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Bank 2.1.1. Definisi Bank

Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Bank menjadi lembaga intermediasi keuangan, penghubung antara orang yang kelebihan modal dengan orang yang memerlukan modal.

Undang-Undang No.10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat (2) tentang Perbankan menyatakan yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Selain itu, menurut Judisseno (2005) hakikat bank adalah suatu lembaga yang lahir karena fungsinya sebagai agent of trust dan agent of development. Definisi dari agent of trust adalah suatu lembaga perantara (intermediacy) yang dipercaya untuk melayani segala kebutuhan keuangan dari dan untuk masyarakat. Sedangkan sebagai agent of development, bank adalah suatu lembaga perantara yang dapat mendorong kemajuan pembangunan melalui fasilitas kredit dan kemudahan-kemudahan pembayaran dan penarikan dalam proses transaksi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya adalah (Kasmir, 2010):

1. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Bank bertindak sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi masyarakat. Tujuan utama masyarakat menyimpan uang di bank untuk menjaga keamanan uang mereka. Sedangkan tujuan kedua untuk melakukan investasi dengan harapan memperoleh bunga dari hasil investasinya.

2. Menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan.

(2)

dasarkan laporan Statistik Perbankan Indonesia (SPI) bulan Desember

Persero sebanyak 4 buah.

isa sebanyak 36 buah. h.

3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya, seperti pengiriman uang (transfer), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota dan luar negeri (inkaso), letter of credit (L/C), safe deposit box, bank garansi, bank notes,

travellers cheque, dan jasa lainnya.

Bank di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis bank berdasarkan pembayaran bunga atau bagi hasil usaha:

1. Bank yang melakukan usaha secara konvensional. 2. Bank yang melakukan usaha secara syariah.

2.1.2. Perbankan Konvensional

Bank konvensional yaitu bank yang melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip konvensional. Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode yaitu.

• Menetapkan bunga sebagai harga, untuk produk simpanan (giro, tabungan, dan deposito). Demikian pula harga untuk produk pinjamannya ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga seperti ini dikenal dengan istilah spread based.

• Untuk jasa-jasa lainnya, perbankan konvensional menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau persentase tertentu yang dikenal dengan istilah fee based.

Ber

2011, jumlah perbankan konvensional sebanyak 120 dengan rincian sebagai berikut.

1. Bank

2. Bank Umum Swasta Nasional Dev

3. Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa sebanyak 30 bua 4. Bank Pembangunan Daerah sebanyak 26 buah.

5. Bank Campuran sebanyak 14 buah. 6. Bank Asing sebanyak 10 buah.

(3)

.1.3. Perbankan Syari’ah

kan bank yang beroperasi sesuai dengan ketentuan yariat I

ank Syari’ah adalah bank yang beroperasi

Bank Syari’ah adalah bank yang

di Indonesia telah dimulai be m

h diatur dalam

Undang-.1.4. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

k yang tumbuh dan erk mb

2

Bank Syari’ah merupa

s slam. Beberapa ahli ekonomi memberikan pengertian yang lebih luas mengenai Bank Syariah antara lain.

1. Antonio (2002) menyatakan B

sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam. Selain itu, bank syariah juga didefinisikan sebai bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadist.

2. Ascarya dan Yuanita (2005) menyatakan

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah.

Perkembangan industri keuangan syari’ah

se lu dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perbankan syari’ah. Perbankan syariah hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang menginginkan bank bebas bunga. Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan secara implisit membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional bagi hasil.

Keberadaan Bank Syari’ah di Indonesia tela

Undang yaitu UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Statistik Perbankan Indonesia melaporkan bahwa hingga bulan Desember 2011 sudah terdapat 11 Bank Umum Syariah dan 23 Unit Usaha Syariah. Sebagai lembaga keuangan yang baru berdiri di Indonesia, bank syariah sudah cukup banyak berkembang yaitu 11 bank pada Desember 2011.

2

Bank konvensional dan bank syariah merupakan ban

b e ang dalam perekonomian masyarakat saat ini. Bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam menjalankan perannya sebagai intermediator yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman.

(4)

iki perbedaan en sa

nsional

Persamaan lain yang dimiliki oleh perbankan adalah mekanisme transfer, teknologi komputer, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan.

Akan tetapi, bank syariah dan bank konvensional memil

m da r. Perbedaan ini menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. Perbedaan mendasar antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional terletak pada dua konsep yaitu konsep sistem perbankan dan konsep imbalan. Perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut.

Tabel 2.1. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank Syariah Bank Konve

- Melakukan investasi-investasi yang - Investasi yang halal dan haram halal saja.

- Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual- - Memakai perangkat bunga beli, atau sewa

- Profit dan falah oriented. - Profit oriented.

- Hubungan dengan nasabah dalam an nasabah dalam bentuk kemitraan.

- Hubungan deng

bentuk hubungan debitur-kreditur. - Penghimpunan dana dan penyaluran -

dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah

Tidak terdapat dewan sejenis.

S

2.1.5. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

ihan kepada nasabah melalui bank

i hasil dapat dijelaskan lebih jauh dalam Tabel umber: Antonio, 2001.

Sistem perbankan memberikan pil

konvensional dan bank syariah. Kedua jenis bank ini menawarkan sistem yang berbeda sehingga masyarakat memiliki pertimbangan-pertimbangan dalam memanfaatkan jasa perbankan. Masyarakat yang memilih sistem bunga lebih bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan keuntungan pribadi. Berbeda dengan sistem bagi hasil, sistem ini berorientasi pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia (Sudarsono, 2008).

Perbedaan bunga dan bag 2.2 berikut:

(5)

Tabel 2.2. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil

Bunga Bagi Hasil

Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung.

Penentuan besarnya rasio/nisab bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi.

Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan.

Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh.

Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan pihak nasabah untung atau rugi.

Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.

Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat, sekalipun jumlah keuntungan naik berlipat.

Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.

Eksistensi bunga diragukan oleh semua agama termasuk Islam.

Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.

Sumber: Syafi’i Antonio, 2001

2.1.6. Sistem dan Produk Penghimpunan Dana Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank konvensional memiliki sistem penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Dalam operasinya, bank konvensional menggunakan prinsip bunga.

Pengertian produk-produk bank menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 adalah sebagai berikut:

1. Giro adalah simpanan dari pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. 2. Tabungan adalah simpanan pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang

(6)

disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.

3. Deposito adalah simpanan pihak ketiga atau nasabah kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian antara pihak ketiga dengan bank yang bersangkutan. Deposito dibedakan menjadi deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposits on

call.

Penghimpunan dana yang dilakukan bank syariah berbentuk giro, tabu-ngan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghim-punan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan mudharabah (Karim, 2004). 1. Prinsip Wadi’ah

Prinsip ini mempunyai implikasi hukum di mana nasabah bertindak sebagai pihak yang menitipkan uang dan bank bertindak sebagai pihak pengelola. Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah seperti pada produk rekening giro. Berbeda dengan wadi’ah amanah yang mempunyai prinsip harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi, pada wadi’ah

dhamanah pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta

titipan sehingga boleh memanfaatkan harta titipan tersebut, seperti terlihat pada Gambar 2.1. Bank Syariah 2. Pemanfaatan Dana 3. Bagi Hasil 4. Beri Bonus 1. Titipan Barang Investor Nasabah Sumber: Muhammad, 2005

(7)

2. Prinsip Mudharabah

Penyimpan atau deposan dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan untuk melakukan murabahah, ijarah, atau untuk melakukan mudharabah kedua oleh bank dimana dalam hal ini bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.

Prinsip ini dalam aplikasinya seperti tabungan berjangka dan deposito berjangka. Prinsip mudharabah dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: mudharabah

muqayyadah on balance sheet dan off balance sheet serta mudharabah mutlaqah.

Bank syariah pada mudharabah muqayyadah off balance sheet juga berperan memberikan modal untuk dikelola mudharib dan bank syariah akan mendapatkan kembali modalnya dan bagi hasil dari proyek yang dikerjakan. Perbedaan antara mudharabah muqayyadah on balance sheet dengan off

balance sheet dapat dilihat pada gambar 2.2 dan 2.3.

Perjanjian Ba

Bank Syariah gi Hasil

Mudharib Nasabah Perantara Proyek Bagi Hasil Modal Sumber: Muhammad, 2005

Gambar 2.2. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet

(8)

Perantara + Modal Proyek Bagi Hasil Modal Nasabah Mudharib Bank Syariah Perjanjian Bagi Hasil Sumber: Muhammad, 2005

Gambar 2.3. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet

Mudharabah muqayyadah merupakan penyaluran dana langsung kepada

pelaksana usahanya, di mana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha.

Mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito, sehingga

terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah (Muhammad, 2005). Skema kerja prinsip mudharabah

(9)

Investor Bank Syariah

Nasabah 1. Titipan Barang

4. Bagi Hasil

3. Bagi Hasil 2. Pemanfaatan Dana

Sumber: Muhammad, 2005

Gambar 2.4. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Mutlaqah

2.1.7. Sistem dan Produk Penyaluran Dana Bank Konvensional dan Bank Syariah

Penyaluran dana dalam bank konvensional dikenal dengan nama kredit. Pengertian kredit menurut UU Perbankan No. 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Kredit dalam bank konvensional dilihat dari segi jangka waktu penggunaanya dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1. Kredit jangka pendek

Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk modal kerja. 2. Kredit jangka menengah

Merupakan kredit yang berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja.

3. Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang masa pengembaliannya paling panjang yaitu di atas tiga tahun atau lima tahun, biasanya digunakan untuk investasi jangka panjang.

(10)

Penyaluran dana dalam bank syariah dikenal dengan nama pembiayaan. Pengertian pembiayaan menurut UU perbankan No. 10 tahun 1998 adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Secara garis besar produk pembiayaan bank syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya (Karim, 2004), yaitu:

1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli (Ba’i)

Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di awal dan menjadi bagian harga jual barang kepada nasabah. Prinsip jual-beli dikembangkan menjadi tiga bentuk prinsip pembiayaan, yaitu:

a. Pembiayaan Murabahah

Transaksi jual beli dimana bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan segera dan pembayaran dilakukan secara tangguh.

b. Pembiayaan Salam

Pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. Bank sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Transaksi ini ada kepastian tentang kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan.

c. Pembiayaan Istishna

Jual beli seperti akad salam, namun pembayarannya dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran. Istishna diterapkan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

2. Pembiayaan dengan prinsip sewa (Ijarah) a. Ijarah

Transaksi jual beli yang dilandasi perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ini sama saja dengan prinsip jual beli, tetapi

(11)

perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Apabila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa (Karim, 2004).

b. Ijarah Muntahiya Bittamlik

Perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya prinsip sewa yang diakhiri dengan opsi kepemilikan objek sewa di akhir masa sewa. Pada umumnya bank lebih banyak menggunakan prinsip ini karena sifatnya yang lebih sederhana dari sisi pembukuan dan tidak direpotkan oleh urusan pemeliharaan aset (Antonio, 2001).

3. Pembiayaan Dengan Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil (syirkah) terdiri dari:

a. Pembiayaan Musyarakah

Musyarakah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih atas

suatu usaha tertentu dimana kedua belah pihak memberikan kontribusi dengan keuntungan dan risiko ditanggung bersama sesuai kesepakatan (Antonio, 2001).

b. Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah adalah bentuk kerjasama atas dua pihak atau lebih dimana

pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu akad perjanjian pembagian keuntungan (Karim, 2004). Bentuk pembiayaan ini menegaskan kerjasama dalam paduan kontribusi 100% modal dari shahib al-maal dan keahlian dari mudharib.

4. Akad Pelengkap

Jenis-jenis produk pembiayaan bank syariah yang menggunakan akad pelengkap terdiri dari:

a. Hiwalah (Alih Utang-Piutang)

Hiwalah adalah bentuk pengalihan utang dari pihak yang berhutang

kepada pihak lain yang wajib menanggungnya (Antonio, 2001). Pada bank konvensional prinsipnya sama dengan anjak piutang.

(12)

b. Rahn (Gadai)

Rahn adalah menahan salah satu harta si peminjam yang memiliki nilai

ekonomis sebagai jaminan atas sejumlah pinjaman yang diterimanya.

c. Qardh

Qardh adalah pinjaman utang dan akan dikembalikan sesuai dengan

perjanjian. Aplikasinya dalam perbankan antara lain yaitu: (1) sebagai pinjaman talangan haji; (2) sebagai pinjaman tunai; (3) sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil; dan (4) sebagai pinjaman kepada pengurus bank (Karim, 2004).

d. Wakalah (Perwakilan)

Wakalah adalah bentuk perwakilan atau pemberian kuasa kepada pihak

tertentu untuk melakukan pekerjaan atau hal tertentu. Prinsip ini diterapkan pada pengiriman uang atau transfer, penagihan (collection

payment), dan lainnya. Bank syariah menerima imbalan fee atas jasanya

terhadap nasabah (Antonio, 2002). e. Kafalah (Garansi Bank)

Kafalah adalah jaminan yang diberikan dengan tujuan untuk menjamin

pembayaran atas suatu kewajiban pembayaran. Bank syariah bertindak sebagai pihak penjamin, sedangkan nasabah sebagai pihak yang dijamin. Untuk jasa ini, bank memperoleh pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

2.2. Rasio Keuangan

2.2.1. Rasio Permodalan (Solvabilitas)

Pengertian modal bank berdasar ketentuan Bank Indonesia dibedakan antara bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan kantor cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia. Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti atau primary capital dan modal pelengkap atau secondary capital.

Komponen modal inti pada prinsipnya terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak (Siamat, 2005), dengan perincian sebagai berikut:

(13)

1. Modal disetor

Modal disetor adalah modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. Bank yang berbadan hukum koperasi, modal disetor terdiri atas simpanan pokok dan simpanan wajib para anggotanya.

2. Agio saham

Agio saham adalah selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat dari harga saham yang melebihi nilai nominalnya.

3. Cadangan umum

Cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba ditahan atau laba bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai anggaran dasar masing- masing.

4. Cadangan tujuan

Cadangan tujuan adalah bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.

5. Laba ditahan

Laba ditahan adalah saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan. 6. Laba tahun lalu

Laba tahun lalu adalah laba bersih tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. Jumlah laba tahun lalu yang diperhitungkan sebagai modal hanya sebesar 50%. Jika bank mempunyai saldo rugi pada tahun-tahun lalu, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.

7. Laba tahun berjalan

Laba tahun berjalan adalah laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak. Jumlah laba tahun buku berjalan yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%. Jika bank mengalami kerugian pada tahun berjalan, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.

(14)

8. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan.

Bagian kekayaan bersih tersebut adalah modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan nilai penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut. Anak perusahaan adalah bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) lain yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh bank. Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang tidak dibentuk dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan modal, dengan perincian sebagai berikut:

a. Cadangan revaluasi aktiva tetap

Cadangan revaluasi aktiva tetap adalah cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak.

b. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan

Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan adalah cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagian atau seluruh aktiva produktif. c. Modal kuasi

Modal kuasi adalah modal yang didukung oleh instrumen atau warkat yang sifatnya seperti modal.

d. Pinjaman subordinasi

Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang harus memenuhi berbagai syarat, seperti ada perjanjian tertulis antara bank dan pemberi pinjaman, mendapat persetujuan dari bank Indonesia, minimal berjangka 5 tahun, dan pelunasan sebelum jatuh tempo harus atas persetujuan Bank Indonesia.

Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum sebesar 8% dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Presentase kebutuhan modal minimum ini disebut Capital Adequacy Ratio (CAR). Perhitungan penyediaan modal minimum atau kecukupan modal bank (capital

adequacy) didasarkan kepada rasio atau perbandingan antara modal yang dimiliki

(15)

perhitungan ini mencakup aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga.

Langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum bank adalah sebagai berikut:

1. ATMR aktiva neraca dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing-masing-masing pos aktiva neraca tersebut.

2. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos rekening tersebut.

3. Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva administratif.

4. Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank (modal inti + modal pelengkap) dan total ATMR. Rasio tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

5. Hasil perhitungan rasio di atas kemudian dibandingkan dengan kewajiban penyediaan modal minimum (yakni sebesar 8%). Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, dapatlah diketahui apakah bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal) atau tidak. Jika hasil perbandingan antara perhitungan rasio modal dan kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan 100% atau lebih, modal bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal). Sebaliknya, bila hasilnya kurang dari 100%, modal bank tersebut tidak memenuhi ketentuan CAR.

2.2.2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

Pengertian aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif.

(16)

, 1. Prospek usaha

2. Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur 3. Kemampuan membayar

Berdasarkan analisisis dan penilaian terhadap faktor penilaian mengenai prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar dengan mempertimbangkan komponen-komponen yang tidak disebutkan, kualitas kredit ditetapkan menjadi:

a. Lancar

b. Dalam perhatian khusus c. Kurang lancar

d. Diragukan e. Macet

Aktiva produktif bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) untuk BUK dan Non Performing Financing (NPF) untuk BUS merupakan aktiva produktif dengan kualitas aktiva kurang lancar, diragukan, dan macet. Besarnya NPL dan NPF dapat dirumuskan sebagai berikut:

2.2.3. Rasio Rentabilitas

Analisis rasio rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Return on Asset (ROA). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan

manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset (Siamat, 2005). Rumus yang digunakan adalah:

(17)

, 2.2.4. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Dengan kata lain, dapat membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat mencukupi permintaan kredit yang telah diajukan. Semakin besar rasio ini semakin likuid. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Loan

to Deposit Ratio (LDR) untuk BUK dan Financing to Deposit Ratio (FDR) untuk

BUS. FDR dan LDR adalah rasio untuk mengukur komposisi jumlah pinjaman yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana dari masyarakat. Rasio ini digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

2.2.5. Rasio Efisiensi

Rasio biaya efisiensi adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Siamat, 2005).Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

2.3. Efisiensi Perbankan

2.3.1. Definisi dan Konsep Efisiensi Perbankan

Efisiensi merupakan tolak ukur kinerja sebuah perusahaan. Dalam dunia perbankan, efisiensi juga diperlukan untuk menjawab kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja seperti tingkat alokasi, teknis, maupun total efisiensi (Hadad, dkk, 2003). Efisiensi juga merupakan kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar atau dalam pandangan matematika didefinisikan sebagai perhitungan rasio output (keluaran) dan input (masukan) atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari suatu input yang digunakan.

(18)

Efisiensi perbankan secara keseluruhan dapat didekomposisikan dalam efisiensi skala (scale efficiency), efisiensi cakupan (scope efficiency), efisiensi teknik (technical efficiency), dan efisiensi alokasi (allocative efficiency) (Kurnia, 2004). Efisiensi skala merupakan efisiensi yang dicapai oleh bank ketika bank tersebut mampu beroperasi dalam skala hasil yang konstan (constant return to

scale), sedangkan efisiensi cakupan tercapai ketika bank mampu beroperasi pada

diversivikasi lokasi. Efisiensi alokasi tercapai ketika bank mampu menentukan berbagai output yang memaksimumkan keuntungan, sedangkan efisiensi teknik pada dasarnya menyatakan hubungan antara input dengan output dalam suatu proses produksi. Suatu proses produksi dikatakan efisien apabila pada penggunaan

input sejumlah tertentu dapat dihasilkan output yang maksimum atau untuk

menghasilkan output sejumlah tertentu digunakan input yang paling minimum. Paul Bauer, et al. (1998) membedakan efisiensi menjadi dua tipe, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis dipandang dari mikroekonomi sedangkan efisiensi ekonomi dilahat dari makroekonomi. Efisiensi teknis pada dasarnya menyatakan hubungan antara input dan output dalam suatu proses produksi. Suatu proses produksi dikatakan efisien jika pada penggunaan input sejumlah tertentu dapat dihasilkan output maksimal, atau untuk menghasilkan output tertentu digunakan input yang paling minimal. Efisiensi ekonomi mempunyai konsep yang lebih luas daripada efisiensi teknik. Dalam efisiensi ekonomi perusahaan harus memilih tingkatan input ataupun output dan kombinasinya untuk mengoptimalkan tujuan ekonomi. Biasanya dengan minimalisasi biaya atau maksimalisasi keuntungan.

2.3.2. Hubungan Input dan Output dalam Pengukuran Efisiensi Bank

Terdapat tiga pendekatan yang lazim digunakan dalam metode parametrik dan non-parametrik untuk mendefinisikan hubungan input dan output dalam kegiatan financial suatu lembaga keuangan, yaitu: (Hadad, dkk, 2003) a. Pendekatan Aset (Asset Approach)

Produksi aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman (loans). Pendekatan ini, output benar-benar didefinisikan ke dalam bentuk aset.

(19)

b. Pendekatan Produksi (Production Approuch)

Pendekatan ini menganggap lembaga keuangan sebagai produsen dari akun deposito (deposit account) dan kredit pinjaman (credit accout), kemudian output didefinisikan sebagai jumlah tenaga, pengeluaran modal pada aset-aset tetap dan material lainnya.

c. Pendekatan Intermediasi (Intermediation Approuch)

Pendekatan ini memandang sebuah lembaga keuangan sebagai intermediator, yaitu merubah dan mentransfer aset-aset keuangan dari surplus unit kepada

defisit unit. Input-input lembaga keuangan tersebut meliputi: biaya tenaga

kerja, modal dan pembayaran bunga pada deposito , kemudian output yang diukur dalam bentuk kredit pinjaman (loans) dan investasi keuangan (financial investment). Pendekatan ini melihat fungsi primer sebuah institusi keuangan sebagai pencipta kredit pinjaman (loans).

Sebagai contoh, simpanan merupakan salah satu variabel yang dapat dijadikan sebagai input atau output. Pada pendekatan produksi, simpanan merupakan output karena simpanan merupakan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan bank sedangkan pendekatan intermediasi menganggap simpanan sebagai input karena simpanan yang dihimpun bank akan ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk aset yang menghasilkan terutama pinjaman yang diberikan (Muliaman D. Hadad, Wimboh S., Dhaniel I. dan Eugenia M., 2003).

Penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi untuk menghitung efisiensi perbankan konvensional dan syariah. Menurut Ahmad Syakir Kurnia (2004) pendekatan intermediasi digunakan karena mempertimbangkan fungsi vital bank sebagai financial intermediation yang menghimpun dana dari surplus unit dan menyalurkannya kepada deficit unit. Pertimbangan lainnya adalah karakteristik dan sifat dasar bank yang melakukan transformasi aset yang berkualitas (qualitative asset transformer) dari simpanan yang dihimpun, meskipun tidak ada kesepakatan umum dalam pendekatan yang digunakan serta dalam hal menentukan input dan output. Iqbal dan Molyneux 1998 dalam S. Mohamad, T. Hassan and M. Khaled I. B. (2003) menambahkan bahwa pendekatan intermediasi merupakan pendekatan terbaik untuk mengevaluasi keseluruhan lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi.

(20)

2.4. Konsep Data Envelopment Analysis (DEA)

DEA dikembangkan pertama kali oleh Farrel (1957) yang mengukur efisiensi teknik satu input dan satu output menjadi multi input dan multi output, menggunakan kerangka nilai efisiensi relatif sebagai rasio input dengan output (Giuffrida dan Gravelle, 2001; Lewis et, al. 1999; Post dan Spronk, 1999 dalam Sutawijaya dan Lestari, 2009).

Charnes-Cooper-Rhodes menemukan model DEA CCR (Charnes-Cooper-Rhodes) pada tahun 1978. Menurut Muharam dan Pusvitasari(2007), model ini mengasumsikan adanya Constant Return to Scale (CRS). CRS adalah perubahan proporsional yang sama pada tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional yang sama pada tingkat output (misalnya: penambahan 1 persen input akan menghasilkan penambahan 1 persen output).

Bankers, Charnes dan Cooper (1984) mengembangkan model DEA CCR lebih lanjut dan menemukan model DEA BCC. Model ini mengasumsikan adanya

Variable Return to Scale (VRS). VRS adalah semua unit yang diukur akan

menghasilkan perubahan pada berbagai tingkat output dan adanya anggapan bahwa skala produksi dapat memengaruhi efisiensi. Hal inilah yang membedakan dengan asumsi CRS yang menyatakan bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi. Teknologi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi VRS, sehingga membuka kemungkinan skala produksi mempengaruhi efisiensi.

Kurnia (2004) menyatakan DEA termasuk salah satu alat analisis non parametrik yang digunakan untuk mengukur efisiensi secara relatif baik antar organisasi bisnis yang berorientasi laba (profit oriented) maupun antar organisasi atau pelaku kegiatan ekonomi yang tidak berorientasi laba (non-profit oriented) yang dalam proses produksi atau aktivitasnya melibatkan penggunaan input-input tertentu untuk menghasilkan output-output tertentu. DEA juga dapat mengukur efisiensi basis dan alat pengambil kebijakan dalam peningkatan efisiensi.

DEA bertujuan mengevaluasi kinerja suatu unit sebagai contoh Unit Kegiatan Ekonomi (UKE). Suatu UKE dikatakan efisien secara relatif apabila nilai dualnya sama dengan 1 (nilai efisiensi 100 persen), sebaliknya apabila nilai dualnya kurang dari 1 maka UKE bersangkutan dianggap tidak efisien secara relatif (Silkman, 1986; Nugroho, 1995 dalam Huri dan Susilowati, 2004). Analisis

(21)

yang dilakukan berdasarkan evaluasi terhadap efisiensi relatif dari UKE yang sebanding, selanjutnya UKE-UKE yang efisien tersebut akan membentuk garis

frontier. Apabila UKE berada dalam garis frontier, UKE tersebut dapat dikatakan

efisien relatif dibandingkan dengan UKE lainnya dalam sampel. DEA juga dapat menunjukkan UKE-UKE yang menjadi referensi bagi UKE-UKE yang tidak efisien (Ascarya dan Guruh, 2008).

Ada tiga manfaat yang diperoleh dari pengukuran efisiensi DEA, yaitu: a. Sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang berguna untuk

mempermudah perbandingan antara unit ekonomi yang sama.

b. Mengukur berbagai variasi efisiensi antar unit ekonomi untuk mengindentifikasi faktor-faktor penyebabnya.

c. Menentukan implikasi kebijakan, sehingga dapat meningkatkan nilai efisiensinya.

Adapun kelebihan DEA antara lain: a. Dapat menangani banyak input dan output.

b. Tidak perlu asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output. c. UKE dibandingkan secara langsung dengan sesamanya.

d. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda. Beberapa kelemahan DEA, yaitu:

a. Bersifat sample specific (DEA berasumsi bahwa setiap input atau output identik dengan unit lain dalam tipe yang sama).

b. Merupakan extreme point technique.

c. Kesalahan pengukuran dapat berakibat fatal.

d. Hanya untuk mengukur produktivitas relatif dari UKE bukan produktivitas absolut.

e. Uji hipotesis secara statistik atas hasil DEA sulit dilakukan.

2.4.1. Model Constant Return to Scale (CRS) atau Model Charnes Cooper dan Rhodes (CCR)

Nurul Komaryatin (2006) melakukan pembahasan dengan mendefinisikan beberapa notasi. Dengan asumsi bahwa K adalah input dan M adalah output untuk setiap perusahaan atau seringkali disebut dengan (unit

(22)

∑ ∑

kegiatan ekonomi) UKE dalam literatur DEA. Untuk UKE ke-i diwakili secara berturut – turut oleh vektor x1 dan y1. Dalam hal, X adalah matrik input K x n, dan Y adalah matriks output M x n, maka representasi tersebut merupakan cara merumuskan data dalam bentuk matriks dari semua n UKE.

Tujuan dari DEA adalah untuk membentuk sebuah frontier

non-parametric envelopment terhadap suatu data dari titik pengamatan yang berada di

bawah frontier. Salah satu kasus sederhana yang bisa dibuat contoh disini adalah; kasus sebuah industri perbankan yang memproduksi satu output dengan menggunakan dua buah input, dimana hal tersebut dapat digambarkan dalam sebuah grafik sebagai jumlah pertemuan garis atau bidang yang menyelubungi sebaran titik–titik yang berjarak rapat dalam ruang tiga dimensi. Asumsi CRS ini juga dapat diwakili oleh unit isokuan dalam input space. Cara terbaik untuk memperkenalkan DEA adalah dengan melalui bentuk rasio. Untuk setiap UKE, kita akan mendapatkan ukuran rasio dari semua output terhadap semua inputnya, seperti ujyj / v’xi, dimana u adalah merupakan vektor M x 1 dari output tertimbang (weight output) dan v adalah vektor K x 1 dari input tertimbang (weigh

input). Untuk memilih penimbang (weights) yang optimal kita harus

menspesifikasikan problema programasi matematis (the mathematical

programming problem), sebagai berikut:

dimana :

hs = efisiensi teknis bank s

uis = bobot output i yang dihasilkan oleh bank s

yis = jumlah output i, yang diproduksi oleh bank s

vjs = bobot input j yang digunakan oleh bank s

xjs = jumlah input j, yang diberikan oleh bank s

Dalam hal ini, termasuk juga menemukan nilai untuk u dan v, sebagai sebuah pengukuran efisiensi hs yang maksimal. Dengan tujuan untuk kendala bahwa semua ukuran efisiensi haruslah kurang dari atau sama dengan satu, salah satu masalah dengan formulasi atau rumusan rasio ini adalah bahwa ia memiliki

(23)

∑ ∑

sejumlah solusi yang tidak terbatas ( infinite) Untuk menghindari hal ini, maka kita dapat menentukan kendala sebagai berikut:

1

∑ 0, 1, …

1

asilinier dengan m

aan nyata antara dua pengamatan

ui dan vj≥ 0

Dimana N menunjukkan jumlah bank dalam sampel. Pertidaksamaan pertama menunjukkan adanya efisiensi rasio untuk perusahaan lain tidak lebih dari 1, sementara pertidaksamaan kedua berbobot positi f. Angka rasio akan bervariasi antara 0 sampai dengan 1. Bank dikatakan efisien apabila memiliki angka rasio mendekati 1 atau 100 persen, sebaliknya jika mendekati 0 menunjukkan efisiensi bank yang semakin rendah. Pada DEA, setiap bank dapat menentukan pembobotnya masing-masing dan menjamin bahwa pembobot yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang terbaik. Berapa bagian program linear ditransformasikan sebagai berikut :

Maksimisasi hs = ∑

Kendala ∑

dan ui dan vj ≥ 0

Efisiensi pada masing-masing bank dihitung menggunakan program emaksimumkan jumlah output yang dibobot dari bank s. Kendala jumlah input yang dibobot harus sama dengan satu untuk semua bank, yaitu jumlah output yang dikurangi jumlah input yang dibobot harus kurang atau sama dengan 0. Hal ini berarti semua bank akan berada atau dibawah referensi kinerja frontier yang merupakan garis lurus yang memotong sumbu origin.

2.5. Uji T Data Berpasangan (Paired Sample T Test)

Uji t data berpasangan (Paired sample t test) merupakan salah satu dari metode statistik yang digunakan untuk membandingkan mean dari suatu sampel yang berpasangan. Sampel berpasangan merupakan subjek yang sama namun mengalami perlakuan yang berbeda.

Hipotesis pada uji-t data berpasangan yang digunakan adalah sebagai berikut:

(24)

H1 : D ≠ 0, terdapat perbedaan nyata antara dua pengamatan

2.6. Penelitian Terdahulu

Berikut ini adalah penelitian mengenai efisiensi bank yang dilakukan pada bank-bank syariah maupun bank-bank konvensional baik domestik maupun luar negeri:

1. Ema Rindawati (2007)

Penelitian ini menganalisis perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Hasil penelitian menyatakan rata-rata rasio keuangan perbankan syariah lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan perbankan konvensional.

2. Imam Subaweh (2008)

Penelitian yang dilakukan yaitu menganalisis perbandingan kinerja keuangan bank syariah dan konvensional periode 2003-2007. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan kinerja keuangan bank syariah pada tahun 2003-2007 lebih baik dari kinerja bank konvensional. Berdasarkan analisis regresi berganda disimpulkan bahwa rasio pinjaman terhadap tabungan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengembalian ekuitas, baik pada bank syariah maupun bank konvensional. Selain itu, penelitian ini berkesimpulan tidak terdapat perbedaan kinerja yang signifikan antara bank syariah dengan bank konvensional.

3. Agung M. Noor (2009)

Penelitian ini membandingkan kinerja bank umum syariah dengan perbankan konvensional. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan kinerja perbankan syariah setelah fatwa MUI menjadi lebih baik. Bank syariah mencapai LDR dan ROE lebih tinggi dan rasio NPL yang lebih rendah.

4. Barr, Richard S, dkk (1999)

Penelitian dilakukan terhadap bank-bank komersial di Amerika Serikat dengan menggunakan metode analisis DEA. Variabel input yang digunakan antara lain salary expense, premises & fixedassets, other noninterest expense,

interest expense, dan purchased funds. Variabel output yang digunakan yaitu earning assets, interest income, dan noninterest income.

(25)

5. Donsyah Yudistira (2003)

Penelitian ini menganalisis tingkat efisiensi pada bank Islam dengan melakukan analisis empirik terhadap 18 bank berbeda yang tersebar di seluruh dunia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Data

Envelopment Analysis (DEA) dengan variabel input berupa staff costs, fixed assets, total deposits dan variabel output berupa total loans, other income, liquid assets. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tingkat inefisiensi pada

bank Islam tergolong rendah yaitu sekitar 10% jika dibandingkan bank-bank konvensional. Pada periode 1998-1999 kinerja bank Islam terkena imbas krisis global tetapi kemudian berjalan sangat baik setelah masa sulit.

6. Harjum Muharam dan Pusvitasari (2007)

Penelitian ini berjudul “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Syariah di Indonesia“ dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah simpanan dan biaya operasional lain, sedangkan variabel output yang digunakan adalah pembiayaan, aktiva lancar, dan pendapatan operasional lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah bank-bank syariah di Indonesia periode periode 2005. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa tidak ada perbedaan nilai efisiensi antara BUS dan UUS, tidak ada perbedaan efisiensi antara bank syariah BUMN dan bank syariah Non BUMN, tidak ada perbedaan nilai efisiensi bank syariah swasta non devisa dan bank syariah devisa. Hanya Bank BTN syariah, Niaga Syariah, dan Permata Syariah selalu mencapai nilai efisien 100% selama periode pengamatan.

7. Muhammad Afif Amirillah (2010)

Penelitian yang dilakukan menghitung efisiensi perbankan syariah di Indonesia tahun 2005-2009. Penelitian ini menggunakan pengolahan data DEA-CRS, input-inputnya terdiri dari: Giro iB, Tabungan iB, Deposito iB dan Modal disetor; sedangkan output-outputnya terdiri dari: penempatan pada Bank Indonesia, Penempatan pada bank lain, Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Istishna, Ijarah dan Qardh. Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini menggunakan data keuangan perbankan syariah (tidak termasuk BPRS) di Indonesia periode Januari 2005 sampai dengan November 2009.

(26)

Analisis DEA penelitian ini membandingkan secara relatif periode perbankan syariah terhadap periode perbankan syariah yang lain sehingga menghasilkan periode yang paling efisien.

8. Rakhmat Purwanto (2011)

Penelitian ini mengukur efesiensi intermediasi 21 bank konvensional dan bank syariah di Indonesia dengan menggunakan metode Data Envelopment

Analysis (DEA). Variabel input yang digunakan antara lain yaitu jumlah

simpanan, jumlah aset dan jumlah biaya tenaga kerja serta variabel outputnya yaitu total kredit/pembiayaan dan laba operasional. Hasil dari penelitian ini menyatakan dari 21 BUK dan BUS yang diteliti hanya terdapat satu bank umum yang mencapai tingkat efisiensi 100% secara terus menerus yaitu Bank Mestika Dharma (BUK). Selain Bank Mestika Dharma terdapat BUS yang mencapai tingkat efisiensi 100% sejak awal kemunculannya sedangkan bank lain mengalami fluktuasi atau bahkan tidak pernah mencapai tingkat yang efisien.

9. Tessa Magrianti (2011)

Penelitian yang berjudul “Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia” menggunakan data laporan keuangan bank tahunan dari tahun 2004 sampai 2009. Data bank yang digunakan adalah lima BUS dan lima BUK yang memiliki nilai aset setara. Berdasarkan perhitungan DEA dengan pendekatan intermediasi, BUS berada di atas rata-rata nilai efisiensi. Sedangkan pada pendekatan aset dan pendekatan produksi, BUS berada di bawah rata-rata nilai efisiensi bank umum.

2.7. Kerangka Pemikiran

Perbankan di Indonesia terbagi menjadi dua sistem dengan dasar yang berbeda. Kedua perbankan tersebut adalah bank konvensional yang berdasarkan pada sistem bunga dan bank syariah yang berdasarkan pada sistem bagi hasil. Penelitian yang dilakukan akan membandingkan kinerja keuangan dan efisiensi kedua perbankan tersebut pada periode waktu 2006-2011. Analisis kinerja keuangan perbankan dilakukan dengan mengamati rasio keuangan perbankan

(27)

yaitu CAR, NPL dan NPF, LDR dan LDF, ROA, dan BOPO. Selain itu, dilakukan analisis efisiensi dengan metode DEA. Variabel input yang diduga memengaruhi variabel output ditentukan dengan mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu dan beberapa literatur mengenai efisiensi perbankan. Dalam penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dengan pendekatan intermediasi mengingat peranan vital bank sebagai lembaga intermediasi. Pengukuran dalam efisiensi ini menghubungkan efisiensi terhadap tingkat produksi. Analisis ini kemudian akan menghasilkan perumusan frontier interaksi antar input dalam mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan. Hubungan input dan output tersebutlah yang kemudian akan menentukan nilai efisiensi, sehingga akan dapat dilihat perbedaan antara efisiensi BUK dan BUS.

(28)

Gambar 2.5. Kerangka Pemikiran

CAR LDR/FDR NPL/NPF ROA BOPO

Perbandingan Efisiensi denga metode

Data Envelopment Analysis (DEA)

Variabel Input   - Total Simpanan - Total Aset - Biaya Operasional Variabel Output - Kredit/ Pembiayaan - Pendapatan Operasional Nilai efisiensi Bank Umum Konvensional 2006 -2011 Nilai efisiensi Bank Umum syariah 2006 -2011 Uji Beda

Paired sampel t-test

Bank Umum Syariah Bank Umum Konvensional

Efisiensi BUK dan BUS di Indonesia setelah

krisis

2. Analisis Efisiensi Perbankan 1. Analisis Rasio Keuangan

Gambar

Tabel 2.1. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah
Tabel 2.2. Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
Gambar 2.2. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Muqayyadah on Balance  Sheet
Gambar 2.3. Skema Kerja Prinsip Mudharabah Muqayyadah off Balance  Sheet
+3

Referensi

Dokumen terkait

Menggunakan metode tahlilī yang terdapat di dalam kitab tafsirnya seperti menafsirkan satu ayat dengan ayat yang lainnya, menguraikan ayat atau bagian ayat

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan ( Return On Asset ) berpengaruh positif dan signifikan

Dopamin telah diduga kemungkinan penyebab ski'ofrenia se$ara tidak  langsung karena banyak pasien parkison yang mengalami gejala ski'ofrenia ketika diobati dengan obat yang

mempuny unyai ai arti suatu arti suatu baha bahan n kimi kimia a deng dengan an seny senyawa awa tung tunggal gal atau campura atau campuran, n, mempunyai

JIKA TERDAPAT PERTINDIHAN WAKTU, SILA BERHUBUNG DENGAN PENGERUSI RANCANGAN BAHASA DI PEJABAT AM, PUSAT PENGAJIAN BAHASA, LITERASI DAN TERJEMAHAN, KAMPUS KEJURUTERAAN... JADUAL

Hasil analisis ekstrak kasar pigmen bakteri simbion karang (5.A.4) menggunakan KCKT diperoleh 6 puncak dominan dengan waktu retensi yang berbeda yang disajikan

Semua siswa langsung mengeluarkan alat tulisnya untuk mengerjakan soal pretest, setelah selesai semuanya dikumpulkan, guru mengkondisikan siswa untuk menyimak