• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT NOMOR 10 TAHUN 2021 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT NOMOR 10 TAHUN 2021 TENTANG"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT NOMOR 10 TAHUN 2021

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS RESTOKING DAN REHABILITASI HABITAT JENIS IKAN YANG DILINDUNGI DAN/ATAU JENIS IKAN YANG TERCANTUM DALAM APPENDIKS CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED

SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemulihan populasi dan/atau rehabilitasi habitat terhadap jenis ikan yang dilindungi dan/atau jenis ikan yang tercantum dalam Appendiks Convention on International Trade in Endangered Species of

Wild Fauna and Flora (CITES), perlu menetapkan Petunjuk

Teknis Restoking dan Rehabilitasi Habitat Jenis Ikan yang dilindungi dan/atau Jenis Ikan yang Tercantum Dalam Appendiks Convention on International Trade in Endangered

Species of Wild Fauna and Flora (CITES);

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut tentang Petunjuk Teknis Restoking dan Rehabilitasi Habitat Jenis Ikan yang dilindungi dan/atau Jenis Ikan yang Tercantum Dalam Appendiks Convention on International Trade in Endangered

Species of Wild Fauna and Flora (CITES);

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

(2)

118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779);

3. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 5);

4. Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1978 tentang Pengesahan Convention On International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora;

5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 49/PERMEN-KP/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

35/PERMEN-KP/2013 tentang Tata Cara Penetapan Status

Perlindungan Jenis Ikan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1952);

6. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 61/PERMEN-KP/2018 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau Jenis Ikan yang Tercantum dalam Appendiks Convention on International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1880) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 44/PERMEN-KP/2019

(3)

tentang Perubahan Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau Jenis Ikan yang tercantum dalam Appendiks Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1300); 7. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

48/PERMEN-KP/2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1114);

8. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 62/PERMEN-KP/2020 tentang Pembentukan Produk Hukum di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1665);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT TENTANG PETUNJUK TEKNIS RESTOKING DAN REHABILITASI HABITAT JENIS IKAN YANG DILINDUNGI DAN/ATAU JENIS IKAN YANG TERCANTUM DALAM APPENDIKS CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN

ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA.

KESATU : Menetapkan petunjuk teknis restoking dan rehabilitasi habitat jenis ikan yang dilindungi dan/atau jenis ikan yang tercantum dalam Appendiks Convention on International Trade in

Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES),

sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini.

KEDUA : Petunjuk teknis restoking dan rehabilitasi habitat jenis ikan yang dilindungi dan/atau jenis ikan yang tercantum dalam Appendiks Convention on International Trade in Endangered

Species of Wild Fauna and Flora (CITES) meliputi kegiatan dan

jenis ikan:

(4)

b. restoking Sidat (Anguilla spp.);

c. rehabilitasi Pusat Stok Karang (Coral Stock Center); dan d. rehabilitasi Mikrohabitat Banggai Cardinalfish (Pterapogon

kauderni);

KETIGA : Petunjuk teknis restoking dan rehabilitasi habitat jenis ikan yang dilindungi dan/atau jenis ikan yang tercantum dalam Appendiks Convention on International Trade in Endangered

Species of Wild Fauna and Flora (CITES) sebagaimana

dimaksud diktum KESATU meliputi: a. metodologi;

b. personil dan peralatan; dan c. tahapan kegiatan dan SOP.

KETIGA : Biaya yang timbul sebagai akibat ditetapkannya Keputusan Direktur Jenderal ini dibebankan pada Anggaran Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut.

KEEMPAT : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 8 Februari 2021 DIREKTUR JENDERAL

PENGELOLAAN RUANG LAUT, ttd.

TB. HAERU RAHAYU

(5)

LAMPIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT

NOMOR 10 TAHUN 2021

TENTANG PETUNJUK TEKNIS RESTOKING DAN

REHABILITASI HABITAT JENIS IKAN YANG

DILINDUNGI DAN/ATAU JENIS IKAN YANG

TERCANTUM DALAM APPENDIKS CONVENTION ON

INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA

PETUNJUK TEKNIS RESTOKING DAN REHABILITASI HABITAT JENIS IKAN YANG DILINDUNGI DAN/ATAU JENIS IKAN YANG TERCANTUM DALAM APPENDIKS CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED

SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA

A. Restoking Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni) 1. Metodologi

1.1. Penyediaan dan Kriteria Benih Ikan a. Penyediaan benih

Benih Banggai Cardinalfish (BCF) untuk kegiatan restoking dapat diperoleh dari:

1) Budidaya ex-situ.

Dalam budidaya ex-situ, induk BCF harus diperoleh dari

Evolutionarily Significant Units (ESU) yang sama dengan populasi

BCF di lokasi restoking. Pembenihan lebih baik dilakukan tidak jauh dari habitatnya dengan tujuan untuk memperoleh tingkat keberhasilan dan kelangsungan hidup BCF yang tinggi setelah pelepasan. Lokasi yang terlalu jauh dihindari untuk meminimalkan perbedaan kualitas air, iklim, dan faktor stres ikan akibat pengangkutan.

2) Budidaya in-situ.

Budidaya in-situ diterapkan dengan induk BCF dari ESU yang sama. Prinsipnya adalah menciptakan kondisi di alam untuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup benih yang dihasilkan oleh proses reproduksi alami, terutama dengan menekan

(6)

kanibalisme/pemangsaan rekrut/juvenil oleh BCF berukuran relatif besar.

b. Kriteria benih ikan

Kriteria kualitas ikan BCF untuk kegiatan restoking, antara lain:

1) Benih ikan yang akan ditebar berasal dari ESU yang sama dengan BCF di lokasi penebaran. Pada lokasi di mana BCF telah mengalami kepunahan lokal, restoking dapat menggunakan BCF turunan dari ESU terdekat dengan lokasi tersebut. Apabila ESU belum diketahui, maka penebaran benih dilakukan di lokasi yang sama saat pengambilan.

2) Ukuran BCF yang akan ditebar memadai sehingga mempunyai kemampuan mencari perlindungan dari predator. Ukuran minimal yang disarankan adalah 2 cm panjang total (TL), sebagaimana gambar 1.1.

3) Permukaan tubuh ikan harus mulus, tidak ada luka/bisul/tumor. Sisik, sirip dan organ tubuh lainnya utuh/normal. Jika pada tubuhnya terdapat luka maka perlu diobati terlebih dahulu.

4) Bentuk tubuh ikan normal/tidak cacat, misalnya ekor bengkok atau mata juling.

5) Tidak menderita malnutrisi, yang ditandai diantaranya oleh gerakan kurang aktif dan penampakan kurus ekstrem.

6) Tidak terkena parasit maupun penyakit. Jika tubuh terdapat parasit atau jamur, maka perlu diobati terlebih dahulu.

7) Sebelum dilepasliarkan, BCF tebaran harus dibiasakan mencari makanan alami hidup (mangsa), bukan pakan buatan atau pakan alami mati (seperti udang beku).

Gambar 1.1 Ukuran panjang total benih BCF (Sumber: KKHL, 2019)

1.2. Kriteria Lokasi dan Waktu Penebaran a. Kriteria lokasi penebaran

(7)

1) Lokasi penebaran hanya dapat dilakukan di lokasi sebaran endemik BCF. Benih ikan yang akan ditebar berasal dari ESU yang sama dengan BCF di lokasi penebaran, apabila ESU belum diketahui maka penebaran benih dilakukan di lokasi yang sama saat pengambilan.

2) Memiliki penurunan kelimpahan BCF secara drastis, dan upaya pemulihan populasi secara alami sangat sulit diharapkan.

3) Memiliki kondisi habitat yang mendukung kelangsungan hidup BCF dan mikrohabitatnya.

4) Memiliki kesediaan mikrohabitat bagi BCF. Untuk BCF berukuran juvenil, mikrohabitatnya adalah bulu babi dan/atau anemon laut dari jenis yang tepat. Untuk BCF berukuran dewasa dapat pula berupa karang keras, terutama karang yang bercabang.

5) Parameter kualitas air mendukung BCF dan mikrohabitatnya untuk dapat tumbuh dan berkembang. Suhu perairan sekitar 280C,

kedalaman perairan 0,5-5 m, terlindung dari gelombang ombak dan arus yang kencang.

6) Aman dari ancaman yang mengakibatkan penurunan populasi BCF, serta aman untuk melakukan pemantauan selanjutnya (lokasi bukan daerah sentra penangkapan ikan, dan/atau jalur lalu lintas pelayaran).

7) Masyarakat setempat dapat ikut serta mendukung upaya restoking. b. Waktu penebaran:

1) Pada cuaca yang tenang dengan arus relatif lemah.

2) Pada pagi atau siang hari, sehingga ikan memiliki waktu untuk mencari perlindungan dan menyesuaikan diri sebelum waktu yang rawan pemangsaan yang umumnya terjadi pada sore menjelang terbenam matahari.

1.3. Tahapan Restocking

a. Pengemasan dan pengangkutan

1) Pengemasan ikan hidup umumnya menggunakan kantong plastik. 2) Alat angkut, jarak pengangkutan dan kondisi perjalanan selama

pengangkutan harus diperhitungkan.

3) Kualitas air laut media angkut ikan yang baik dan cocok.

4) Tersedianya oksigen yang cukup selama pengangkutan, yaitu sebanyak 2/3 dari ukuran kantong.

(8)

5) Pada perjalanan lebih dari 12 jam, oksigen perlu ditambah dan penggantian air.

6) Ukuran dan jumlah BCF yang diangkut disesuaikan dengan ukuran kantong dan lama perjalanan.

7) Temperatur dikontrol selama perjalanan.

8) Pada perjalanan pendek, hindari pemanasan akibat terik matahari, suhu dijaga tidak melebihi 28 0C.

9) Pada perjalanan jauh, (antar pulau, dengan kapal atau pesawat), suhu media diturunkan menjadi sekitar 21⁰C, dengan menggunakan es di dalam kantong plastik yang kedap agar tidak bocor. Es batu juga ditambahkan di antara kantong-kantong ikan. Es dilapisi kertas koran atau pelapis lain agar tidak langsung bersentuhan dengan kantong berisi ikan.

10) BCF yang akan diangkut sebaiknya dipuasakan/diberok selama 24 jam sebelum diangkut.

11) Gerakan atau guncangan diminimalisir untuk mengurangi stres pada ikan.

b. Penebaran ikan

1) Siapkan lembar data pencatatan BCF yang akan ditebar (restoking), sebagaimana pada tabel 1.1 berikut.

Tabel 1.1. Lembar Data BCF yang Ditebar

UPT PRL : ………….... Sumber BCF : ………. Lokasi : ... Titik Koordinat : ...

No Kemasan

ke- Ukuran BCF (cm) Jumlah (ekor) Keterangan Kondisi 1

2 3 dst

2) Sebelum ditebar di lokasi restoking, BCF diaklimatisasi agar ikan beradaptasi dengan kondisi perairan. Aklimatisasi dilakukan dengan tahapan:

a) kantong plastik (atau wadah lain) yang masih tertutup yang berisi ikan direndam dalam air selama beberapa menit sampai suhu antara perairan dengan air dalam kantong sama;

(9)

b) kantong/wadah angkutan dibuka, air setempat ditambahkan ke dalam kantong/wadah sedikit demi sedikit;

c) ikan dibiarkan lepas sendiri ke perairan; dan

d) ikan ditebar sedekat mungkin dengan mikrohabitatnya.

3) Apabila memungkinkan, sebagian ikan yang direstoking (misalnya 10%) sebaiknya di tagging, dengan cara:

a) menggunakan tag yang memungkinkan digunakan pada ikan famili apogonidae, yaitu tag elastomer yang bersifat fluorescent; dan

b) setiap ikan yang di tagging dicatat ukuran panjang dan beratnya, serta jenis kelaminnya jika memungkinkan.

4) Lakukan pencatatan jumlah yang ditebar (per ukuran) dan waktu penebaran (tanggal, bulan, tahun) untuk keperluan monitoring. 5) Koordinasikan program restoking dengan para pemangku

kepentingan untuk menjaga konsistensi masing-masing pihak. 6) Khusus ikan hasil sitaan:

a) hanya digunakan untuk restoking atau dilepasliarkan pada lokasi dimana sifat genetik populasi bcf diketahui telah tidak murni; dan

b) kecuali jika ESU asalnya diketahui dengan jelas, maka dikembalikan ke populasi (ESU) asalnya.

c. Monitoring

Monitoring dilakukan:

1) Pada tiga bulan pertama dilakukan setiap dua minggu, selanjutnya dilakukan setiap bulan. Hasil monitoring dicatat dalam lembar data pemantauan restoking BCF sebagaimana tabel 1.2 berikut:

Tabel 1.2. Lembar Data Monitoring Restoking BCF Tanggal monitoring : ...

Lokasi : ... Waktu : ...

Tim Pengamat : ... (Umumnya minimum 2 orang) Pertumbuhan

a. Pengamatan

b. Spesimen 1 : : hasil pengamatan di alam (kisaran panjang) temuan pada spesimen 1 sd n jika ada (panjang dan berat)

Kesehatan a. Pengamatan b. Spesimen 1

:

: hasil pengamatan di alam (normal atau terlihat kelainan) temuan pada spesimen 1 sd n jika dilakukan sampling

Kualitas air: a. Suhu air b. Salinitas

:

(10)

c. Lainnya : Sebaran ikan a. Titik penebaran 1 2 3 dst b. Titik baru 1 2 dst : :

Jumlah ikan (total atau menurut kelas ukuran) dan asosiasi mikrohabitat

Jumlah ikan (total atau menurut kelas ukuran) dan asosiasi mikrohabitat

Reproduksi:

a. Perilaku mencari pasangan

b. Jantan yang mengerami

c. Rekrut baru (jumlah dan mikrohabitatnya)

: : :

deskripsi perilaku, jumlah ikan terlibat jumlah individu, asosiasi mikrohabitat jumlah individu, asosiasi mikrohabitat (per kelompok)

Catatan lain : Catatan lain yang dinilai penting (pemangsa, ikan asing jika diamati/teramati, pemanfaatan jika ternyata terjadi, dll)

2) Secara terpadu dengan melibatkan peran serta masyarakat setempat dan instansi terkait yang juga diperlukan dalam koordinasi maupun pembinaan kepada masyarakat. Peran serta masyarakat dapat dicatat dalam lembar data monitoring keterlibatan masyarakat sebagaimana tabel 1.3 berikut:

Tabel 1.3. Lembar Data Monitoring Keterlibatan Kelompok Masyarakat

No Nama Kelompok Jenis Kegiatan Restoking Jumlah Anggota Tempat/ Lokasi Keterangan Hasil Kegiatan 1 2 3 dst

3) Parameter monitoring adalah: a) Kualitas air (kondisi perairan):

- Suhu

- Salinitas, dan parameter lainnya sesuai ketersediaan bahan dan alat.

b) Keberadaan ikan yang ditebar: - Sebaran ikan

- Asosiasi dengan mikrohabitat c) Kesehatan ikan:

- Ukuran

- Kondisi fisik ikan: apakah ada luka/penyakit/parasit. d) Pertumbuhan:

(11)

Dapat diestimasi dengan observasi secara berkala pada ikan yang di tagging dengan mengukur panjang dan beratnya. Setelah pengukuran, ikan dilepas kembali

e) Perilaku dan perkembangbiakan: - Perilaku mencari pasangan,

- Jantan yang mengerami (jumlah),

- Rekrut baru pada mikrohabitat (jumlah dan asosiasi mikrohabitat).

f) Hal-hal lain yang dicatat antara lain keberadaan pemangsa, yaitu jenis-jenis ikan pemangsa yang diduga membahayakan ikan BCF yang direstoking.

g) Sertakan pendokumentasian seperti foto atau video. 2. Personil dan Peralatan

2.1. Personil

Anggota tim restoking setidaknya ada yang berlatar belakang ilmu perikanan yang memahami biologi BCF dan perairan, minimal dapat snorkling atau menyelam dan berenang. Selebihnya bisa tenaga lapang yang bisa melakukan pencatatan dan wawancara. Jumlah tim/personil tergantung banyaknya BCF yang akan direstoking.

Personil dari tim restoking dapat terdiri dari:

a) koordinator (1 orang minimal berlatar belakang belakang ilmu perikanan);

b) pencatat (1 orang);

c) pengepak (minimal 2 orang); d) penebar (minimal 2 orang); dan

e) pendamping/nelayan/pembudidaya BCF (minimal 2 orang). 2.2. Peralatan dan Bahan

Peralatan dan bahan yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1) kantung plastik ;

2) kurungan untuk aklimatisasi di lokasi restoking; 3) oksigen;

4) pengukur suhu perairan; 5) alat selam dasar;

6) peralatan tagging (jika memungkinkan); 7) kamera bawah air; dan

(12)

9) Alat tulis

3. Tahapan Kegiatan dan SOP

Secara umum tahapan kegiatan adalah sebagai berikut: 3.1. Perencanaan

Dalam rangka meminimalisir kejadian yang tidak diharapkan dalam melakukan kegiatan restoking BCF perlu dilakukan perencanaan yang optimal agar pelaksanaan dapat berjalan dengan baik dan sesuai target yang diharapkan. Adapun hal yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut:

1) melakukan persiapan teknis untuk mengidentifikasi dan menentukan lokasi dan waktu restoking, tim teknis lapangan, kebutuhan anggaran, dan kebutuhan data;

2) mempersiapkan surat pemberitahuan rencana restoking BCF dari Kepala UPT untuk DKP Provinsi dan Kabupaten/Kota, pembudidaya serta lembaga terkait lainnya;

3) koordinator satker/koordinator kegiatan menyampaikan surat usulan rencana restoking BCF kepada kepala UPT untuk mendapatkan surat tugas;

4) kepala UPT mengeluarkan surat pemberitahuan dan surat tugas

pelaksanaan restoking BCF yang di tembuskan kepada

dinas/lembaga terkait;

5) mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan restoking BCF; dan

6) dalam pelaksanaannya, UPT lingkup PRL dapat berkoordinasi dengan instansi lain yang terkait, diantaranya adalah Ditjen Perikanan Budidaya, KKP dan Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), KKP.

3.2. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan ini dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu:

a. Sebelum keberangkatan, yaitu dengan melakukan briefing yang dipimpin oleh ketua tim sebelum berangkat ke lokasi untuk:

1) memastikan situasi dan kondisi lokasi restoking BCF, diantaranya terkait kondisi cuaca melalui BMKG;

2) memastikan kelengkapan peralatan restoking BCF; dan 3) memastikan kelengkapan P3K dan alat keselamatan lainnya. b. Pelaksanaan restoking, dengan melakukan:

(13)

2) pastikan lokasi restoking BCF sesuai dengan lokasi yang sudah direncanakan;

3) lakukan kegiatan mulai dari pengemasan sampai penebaran sesuai dengan metode;

4) catat koordinat lokasi penebaran dan jumlah BCF yang ditebar; 5) catat waktu mulai dan akhir kegiatan restoking BCF; dan

6) dokumentasikan pelaksanaan restoking BCF. c. Setelah pelaksanaan kegiatan, meliputi:

1) siapkan berita acara restoking; 2) perjalanan kembali ke lokasi awal;

3) menginventarisir dan membersihkan peralatan yang masih bisa digunakan untuk kegiatan restoking BCF berikutnya;

4) mengumpulkan seluruh lembar form hasil kegiatan; dan

5) menyimpan dan membersihkan seluruh peralatan yang telah digunakan.

3.3. Pelaporan

a. Kompilasi data hasil pelaksanaan restoking BCF, simpan dalam folder yang tersusun berdasarkan tanggal pelaksanaan, yang meliputi:

1) data hasil pelaksanaan restoking BCF dalam bentuk spreadsheet (MS.Excel);

2) file digital form hasil pelaksanaan restoking BCF sebagai back up

file. Dapat dilakukan dengan memotret/scan form hasil

pengamatan; dan

3) hasil dokumentasi berupa foto/video selama kegiatan. b. Finalisasi Laporan

1) susun laporan sesuai format penulisan pelaporan kegiatan restoking BCF; dan

2) laporan ditandatangani oleh ketua tim.

c. Sajikan seluruh poin di atas menjadi sebuah laporan ringkas kepada Kepala UPT dengan dilampiri hasil dokumentasi dan form data.

d. Selanjutnya Kepala UPT dapat menyusun laporan yang ditujukan kepada Direktur KKHL dengan outline sebagai berikut:

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan

METODOLOGI Waktu kegiatan

Lokasi kegiatan (sajikan peta wilayah kajian) Metode yang digunakan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan PENUTUP Kesimpulan Saran/rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

e. Direktur KKHL menyampaikan laporan kepada Dirjen PRL sebagai bagian dari pengelolaan jenis ikan

3.4. Alur SOP

Prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) diperlukan sebagai alur proses yang memuat tahapan kegiatan, pelaksana dari masing-masing tahapan, output dari setiap tahapan serta baku mutu waktu. Format SOP ditunjukkan pada Tabel 1.4 berikut.

(15)

Tabel 2.4. SOP Restoking BCF

Nomor SOP :

Tanggal Pembuatan : Tanggal Revisi : Tanggal Efektif :

Disahkan oleh : Kepala UPT

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT

Balai/Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Nama SOP : Restoking Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni)

Dasar Hukum Kualifikasi pelaksana:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan

2. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 49/KEPMENMEN-KP/2018 Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Capungan Banggai (Pterapogon kauderni)

3. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 53/KEPMEN-KP/2019 tentangKawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Banggai, Banggai Laut, Banggai Kepulauan, Dan Perairan Sekitarnya di Provinsi Sulawesi Tengah

1. Pelaksana harus memiliki pengetahuan tentang identifikasi dan bioekologi BCF 2. Pelaksana harus memiliki pengetahuan awal terkait kondisi lokasi restoking memiliki

pengetahuan dalam restoking BCF

3. Pelaksana harus memiliki kemampuan snorkeling/menyelam

4. Pengamat harus memiliki pengetahuan terkait kamera dan memiliki keterampilan pengoperasian kamera di bawah air

5. Pelaksana harus memahami pengumpulan, penyusunan, dan analisa data hasil survei, serta memahami format pelaporan

Keterkaitan Peralatan dan Bahan

1) SOP Administrasi 2) SOP Monitoring BCF

3) SOP Rehabilitassi Mikrohabitat BCF

1. Peta yang menunjukkan lokasi restoking BCF 1. Termometer

2. GPS 2. Kamera bawah air

3. Benih BCF 3. Benih BCF

4. Kantung plastik 4. Alat tulis 5. Kurungan untuk aklimatisasi di lokasi

restocking 5. Peralatan tagging (jika memungkinkan) 6. Alat selam dasar 6. Alat pengolah data

7. Oksigen 7. Obat-obatan dan perlengkapan P3K

8. Alat ukur salinitas, pH meter

Peringatan Pencatatan dan Pendataan

Jika tidak dilaksanakan dapat mempengaruhi kegiatan pengambilan

kebijakan dan kegiatan lanjutan lainnya b. Lembar Data Pencatatan c. Lembar Data Informasi

Alur Pelaksanaan Restoking Banggai Cardinalfish (Pterapogon kauderni)

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

(16)

No. Uraian Kegiatan

Pelaksana Mutu Baku

Pelaksana/ Tim Restoking Koordinator Kegiatan/ Satker Kepala UPT Pembudidaya /Pengemban

g-biak Kelengkapan Waktu Output Keterangan

1 Membentuk Tim Restoking BCF, dan memberikan arahan

Draft SK Tim, Draft Surat tugas, Draft Surat Pengantar

2 jam Surat tugas, SK Tim, Surat Pengantar 2 Menyiapkan perencanaan,

rundown kegiatan, pembagian tugas tim, persuratan, cek list peralatan dan bahan, koordinasi pihak terkait

Surat tugas, SK Tim, Surat Pengantar Juknis Restoking BCF,

1 hari Rundown restoking, Peta Lokasi, Lembar Berita Acara, Lembar Pencatatan, Cecklist Peralatan Bahan

Memastikan benih BCF yang akan ditebar telah tersedia. Pembudidaya yang akan melakukan restoking berkoordinasi dengan UPT PRL 3 Menyiapkan alat dan

bahan, persuratan, koordinasi pihak terkait, menuju lokasi, memeriksa kondisi benih, mencatat benih, dan mensurvei calon lokasi penebaran

Rundown restoking, Peta Lokasi, Lembar Berita Acara, Lembar Pencatatan, Ceklist Peralatan

1 hari Data benih, data lokasi penebaran, lokasi aklimatisasi

Waktu bisa lebih lama tergantung jarak kantor UPT dengan lokasi pembudidaya (penyedia benih) dan lokasi penebaran. 4 Melakukan pengemasan

benih, mengirimkan, dan mengadaptasikan/ aklimatisasi ikan BCF di lokasi penebaran

Data benih, data lokasi penebaran, lokasi aklimatisasi, lembar data restoking

3 hari Benih sudah dikemas, Lembar Data

restoking BCF,benih di lokasi aklimatisasi, Draft Berita Acara restoking

Pembudidaya yang akan melakukan restoking dapat membantu menyiapkan sarana dan prasarana mulai dari pengemasan sampai penebaran BCF 5 Melakukan penebaran

BCF, membuat berita acara, menyusun LPD, draft laporan kegiatan

Lembar Data restoking BCF, benih di lokasi aklimatisasi, Draft Berita Acara restoking

3 hari Berita Acara

restoking, LPD, Draft Laporan Kegiatan

6 Menandatangani Berita Acara restoking dan memeriksa laporan restoking

Berita Acara restoking, LPD, Draft Laporan Kegiatan

2 hari Draft Laporan hasil restoking ikan BCF

7 Menerima, dan memeriksa

laporan hasil restoking BCF Draft laporan final 2 jam Laporan hasil restoking ikan BCF Tidak

(17)

B. Petunjuk Teknis Restoking Sidat (Anguilla spp.) 1. Metodologi

1.1. Sumber Benih a. Ukuran

1) benih ikan yang akan ditebarkan dengan ukuran minimal 100 gram.

2) ikan dipilih yang kondisinya sehat dan berkualitas, bukan yang kuntet/kerdil (tidak bisa tumbuh menjadi besar).

b. Spesies

Pada umumnya pembudidaya/pengembangbiak mendapatkan benih

glass eel dari pengumpul, dan pengumpul memperoleh dari pengepul

kecil, dan pengepul kecil mengumpulkan dari nelayan, maka tingkat ketelusuran asal benih glass eel dari estuaria/muara sungai mana akan sulit dilakukan. Oleh karena benih ikan sidat yang akan direstoking cukup diketahui spesiesnya, untuk mengetahui lokasi habitat estuaria/muara sungai mana yang sesuai untuk spesies tersebut.

1.2. Lokasi dan Waktu

Lokasi estuaria restoking ikan sidat disesuaikan dengan kesesuaian spesies dengan habitat ruayanya yang telah diketahui secara umum, sebagaimana pada tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1. Daftar Lokasi Restoking Ikan Sidat

No. Daerah/Wilayah Nama Estuaria Peruntukkan spesies sidat 1. Palabuhanratu-Sukabumi S.Cimandiri S. Cikaso S. Cibuni S. Cibareno Anguilla bicolor 2 Lebak-Banten S. Bayah

S. Cibuniangeun Anguilla bicolor

3. Garut S. Cipasarangan

S. Cipele Anguilla bicolor

4. Banjar S. Citandui Anguilla bicolor

5. Cilacap S. Serayu Anguilla bicolor

6. Bantul S. Opak

S. Progo S. Bogowonto

Anguilla bicolor

7. Banyuwangi dan Malang S. Buru

S. Glidik Anguilla bicolor 8. Bakong Teunom Meulaboh S. Mesen

S. Teunom S. Woyla

Anguilla bicolor

9. Kabanjahe S. Wampu Anguilla bicolor

10. Teluk Bayur S. Tarusan Anguilla bicolor

11. Padang S. Tarusan Anguilla bicolor

(18)

No. Daerah/Wilayah Nama Estuaria Peruntukkan spesies sidat S. Lemau

S. Manna S. Bengkenang

13. Indrapura S. Batang

S. Lumang Anguilla bicolor

14. Teluk Bayur S. Tarusan Anguilla bicolor

15. Kota Agung S. Sekampung

S. Semangka Anguilla bicolor

16. Samarinda S. Mahakam Anguilla marmorata

17. Tarakan S. Sekatak Anguilla marmorata

18. Takalar S. Takalar Anguilla marmorata

19. Gorontalo S. Bone Anguilla marmorata

20. Palu dan Poso Sungai sekitar Palu

S. Poso Anguilla marmorata

21. Kendari S. Kendari Anguilla marmorata

22. Manado Sungai sekitar

Manado Anguilla marmorata

23. Denpasar S. Pangi

S. Mari S. Petanu

Anguilla marmorata

24. Blongas

Kuta Lombok Sungai-sungai sekitar kota tersebut Anguilla marmorata Catatan:

*) Lokasi restoking dan jenis/spesies sidat yang terdapat di atas merupakan kondisi yang ideal, kesesuaian jenis/spesies ikan sidat dengan habitat ruaya didasarkan pada hasil riset dan survey yang pernah dilakukan.

Setelah mengetahui lokasi estuaria tersebut, untuk pemilihan lokasi tebar ditentukan berdasarkan ukuran Sidat yang direstoking bila ukurannya sudah di atas sejari dan di bawah 1 kg maka pilih lokasi yang jauh dari muara dan sudah tidak terpengaruh lagi oleh pasang surut air laut.

Koordinasi dengan para pemangku kepentingan setempat untuk menentukan lokasi penebaran ikan sidat. Lokasi tersebut merupakan habitat dan tempat ruaya ikan sidat. Lokasi tersebut harus memenuhi persyaratan hidup sidat misalnya dari aspek kualitas airnya, tidak ada predator, dan bukan tempat penangkapan ikan.

Waktu pelepasan sebaiknya jangan dilakukan pada siang hari akan tetapi lebih baik pada sore hari.

1.3. Tahapan Restoking

1.3.1. Pemeriksaan benih, lokasi aklimatisasi dan lokasi penebaran

a. penyiapan ikan yang akan ditebarkan dengan ukuran minimal 100 gram;

b. ikan dipilih yang sehat dan berkualitas, bukan yang kuntet/kerdil (tidak mau tumbuh menjadi besar);

c. pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan ukuran ikan sidat yang direstoking bila ukurannya sudah di atas sejari dan di bawah 1 kg

(19)

maka pilih lokasi yang jauh dari muara dan sudah tidak terpengaruh lagi oleh pasang surut air laut;

d. jika ikan dikumpulkan di bak fiber/beton dipastikan dilengkapi sirkulasi air dan oksigen;

e. jika dilakukan di kolam tanah, maka ikan yang akan ditebar ditampung dalam kantong jaring (hapa) di lokasi perairan yang akan ditebar; dan

f. penampungan tersebut berfungsi untuk adaptasi lingkungan dan perubahan kebiasaan makan. untuk itu diperlukan cara pemberian pakan dengan teknik gradasi yaitu diawali dari pakan buatan ke pakan alami dengan perbandingan 90% dan 10% sampai total pakan alami. pakan alami yang diberikan berupa cacing sutera (tubifex sp.), siput, ikan hidup, hewan air lainnya sesuai kebiasaan makan ikan sidat. untuk ukuran induk lebih baik dekat muara atau di muara sekalian adaptasi salinitas.

1.3.2. Pengepakan/Pengemasan

a. ikan sidat yang sudah teradaptasi disortir berdasarkan ukuran yang sama;

b. ikan sidat tersebut diberok/dipuasakan terlebih dahulu selama satu hari;

c. jika jarak lokasi restoking jauh, pengepakan menggunakan kantung plastik dengan dua lapis. kantung plastik diisi air bersih 1/3 dari volume plastik, lalu tambahkan obat anti infeksi (elbayou) secukupnya dan juga tambahkan obat anti stress (tranquil) dengan dosis 1 tetes untuk 3 liter air;

d. masukkan ikan sidat yang ukurannya hampir sama dengan kepadatan tertentu (±500 kg per 4 liter air);

e. tambahkan oksigen sampai penuh, lalu diikat dengan karet gelang; f. untuk pengepakan dapat pula menggunakan tempat terbuka seperti

bak fiber atau drum yang diaerasi jika jaraknya dekat;

g. masukkan ke dalam boks/stereofoam es batu yang dibungkus kertas koran; dan

h. catat jumlah atau berat ikan sidat tersebut dalam form yang telah disediakan pada tabel 2.2 berikut.

(20)

Tabel 2.2. Lembar Data Benih Ikan Sidat UPT PRL: …………

Sumber Ikan Sidat: ………. Jenis/Spesies: ………

No Kemasan ke- Berat (gram) Jumlah (ekor) Keterangan Kondisi 1 2 3 dst 1.3.3. Pengadaptasian/Aklimatisasi

a. setelah sampai di lokasi restoking ikan sidat jangan langsung dilepaskan ke perairan tetapi perlu diadaptasikan dengan kondisi perairan tersebut;

b. ikan sidat tersebut ditampung dalam hapa/jaring yang ditempatkan di perairan tersebut;

c. ikan sidat yang masih dalam kantung plastik direndam di dalam hapa sekitar 15-30 menit baru dibuka dan dicampurkan ke dalam kantung plastik dengan air dari perairan tersebut;

d. biarkan ikan sidat keluar dengan sendirinya dari dalam kantung plastik;

e. waktu pengadaptasian dalam hapa antara1-2 hari; dan

f. untuk memudahkan dalam pemantauan bila pendanaan tersedia maka akan lebih baik bila sebagian dari ikan sidat yang direstoking dapat dipasang tagging atau chip (jika tersedia).

1.3.4. Penebaran

a. lakukan koordinasi dengan para pemangku kepentingan setempat untuk lokasi penebaran ikan sidat;

b. lokasi restoking merupakan habitat dan tempat ruaya ikan sidat; c. lokasi tersebut harus memenuhi persyaratan dari faktor kualitas

airnya, tidak ada predator dan bukan tempat penangkapan ikan sidat;

d. pemilihan lokasi juga ditentukan berdasarkan ukuran ikan sidat yang direstoking, bila ukurannya sudah di atas sejari dan di bawah 1 kg maka pilih lokasi yang jauh dari muara dan sudah tidak terpengaruh lagi oleh pasang surut air laut;

e. ikan sidat dalam hapa yang sudah diadaptasikan dilepaskan secara bertahap jangan sekaligus agar memberikan kesempatan untuk memilih tempat yang layak;

(21)

f. waktu pelepasan sebaiknya jangan siang hari akan tetapi lebih baik pada sore hari; dan

g. buat berita acara restoking sebagaimana tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3. Lembar Berita Acara Restoking Sidat Berita Acara Restoking Ikan Sidat

Pada hari ini ………tanggal………..bulan………tahun……..… telah dilakukan restoking ikan sidat dengan keterangan sebagai berikut:

Jenis/spesies ikan sidat : Anguilla ………. Asal benih sidat

(pembudidaya/perusahaan) (alamat)

:

: ……….. ……….. Jumlah yang direstoking : …………ekor dan/atau……….….gram Kisaran panjang total (mm) : ………s/d ……… Rata-rata panjang total (mm) : ……….. Kisaran berat tubuh (gr) : ……….. Rata-rata berat tubuh (gr) : ………..

Lokasi restoking : ………...……… Koordinat : ………... Hari/tanggal restoking : ………... UPT PRL (………) ……….,………..20… Yang melakukan restoking Pembudidaya/Perusahaan (………) Saksi-saksi: 1. Nama:……….. Tanda tangan……….. 2. Nama:……….. Tanda tangan……….. 3. Nama:……….. Tanda tangan……….. 4. Nama:……….. Tanda tangan……….. 1.3.5. monitoring

monitoring penebaran dilakukan :

a. untuk mengevaluasi keberhasilan penebaran/restoking maka perlu dilakukan pemantauan;

b. pelaksana pemantauan dibentuk atas kesadaran dari para pemangku kepentingan, yaitu melalui penguatan kelembagaan;

c. upt prl dan pembudidaya/pengembangbiak penyedia sidat restoking dapat membentuk/menetapkan tim pemantau yang berasal dari nelayan atau pokmaswas setempat;

d. pemantauan dalam bentuk pencatatan populasi ikan sidat sebelum, saat penebaran dan sesudah penebaran;

e. pemantauan dilakukan secara berkala tergantung keperluan dapat secara bulanan, 3 bulanan, 6 bulanan, 1 tahunan, dst.

f. pemantauan dilakukan terhadap hasil tangkapan ikan sidat konsumsi tertangkap oleh nelayan, atau ditemukannya ikan sidat restoking yang mati. untuk memastikan ikan sidat yang tertangkap atau mati adalah dari restoking maka jika memungkinkan sebagian

(22)

(minimum 10%) ikan sidat yang direstoking ditagging jika alat tagging tersedia;

g. untuk mempermudah pelaksanaan pemantauan akan disediakan lembar pemantauan sebagaimana tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4. Lembar Monitoring Restoking Ikan Sidat

h. K u n c i k e b e r h a s i l a n p

penebaran adalah kerjasama semua pihak terkait (pemerintah, pembudidaya, pengusaha dan kelompok pengawasan masyarakat), bila semua pihak bersepakat maka konservasi dan pengelolaan ikan sidat dapat berjalan optimal dan efektif.

2. Personil dan Peralatan 2.1. Tim/Personil

Anggota tim restoking setidaknya ada yang berlatar belakang ilmu perikanan yang memahami biologi sidat dan perairan. Selebihnya bisa tenaga lapang yang bisa melakukan pencatatan dan wawancara. Jumlah tim/personil tergantung banyaknya ikan sidat yang akan direstoking.

Nama Pemantau : ………. Instansi Pemantau : ……….

Lokasi : ……….

Tanggal pemantauan : ke-1……….…. ke-2……… ke-3……….. ke-dst……….

Uraian 1 Pemantauan ke- 2 3 dst

A. Morfologi (sampling/wawancara) 1. Panjang rata-rata 2. Bobot rata-rata B. Kondisi (sampling/wawancara) 1. Luka 2. Penyakit 3. Parasit 4. Gerakan C. Reproduksi (sampling/wawancara) 1. Kematangan gonad 2. Aktivitas ruaya D. Keberadaan ikan asing/predator (sampling/wawancara) 1. Spesies 2. Kelimpahan E. Kualitas Perairan 1. Salinitas (‰) 2. Suhu air (oC) 3. Tingkat keasaman (pH) 4. Oksigen terlarut (ppm) 5. Alkalinitas 6. Amoniak 7. Warna air 8. Cuaca 9. Parameter lainnya:

(23)

Personil tim restoking terdiri dari:

a) koordinator (1 orang minimal berlatarbelakang belakang ilmu perikanan);

b) pencatat (1 orang);

c) pengepak (minimal 2 orang); d) penebar (minimal 2); dan

e) pendamping/nelayan sidat (minimal 2 orang). 2.2. Peralatan dan Bahan

a. Alat:

1) bak fiber/beton dilengkapi sirkulasi air dan oksigen; 2) kantong jaring dilokasi perairan yang akan ditebar; 3) kantung plastik;

4) karet gelang;

5) tabung oksigen dan isinya; 6) pompa aerasi/aerator; 7) boks stereofoam; dan 8) chip (jika tersedia). b. Bahan:

1) obat anti infeksi (elbayou); 2) obat anti stress (tranquil);

3) pakan dengan teknik gradasi dari pakan buatan ke pakan alami dengan perbandingan 90% dan 10%;

4) karet gelang; dan 5) es batu.

3. Tahapan Kegiatan dan SOP

Secara umum tahapan kegiatan adalah sebagai berikut: 3.1. Perencanaan

a. melakukan persiapan teknis untuk mengidentifikasi dan menentukan lokasi dan waktu restoking, tim teknis lapangan, kebutuhan anggaran, dan kebutuhan data.

b. mempersiapkan surat pemberitahuan rencana restoking sidat dari kepala upt untuk dkp provinsi dan kabupaten/kota, pembudidaya serta lembaga terkait lainnya.

c. koordinator satker/koordinator kegiatan menyampaikan usulan rencana restoking sidat kepada kepala upt untuk mendapatkan surat tugas.

(24)

dan surat tugas pelaksanaan restoking sidat yang di tembuskan kepada dinas/lembaga terkait.

e. mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan restoking sidat.

f. dalam pelaksanaannya, UPT lingkup PRL dapat berkoordinasi dengan instansi lain yang terkait, diantaranya adalah ditjen perikanan budidaya, KKP dan badan karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), KKP.

3.2. Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan ini dibagi menjadi 3 tahap utama, yaitu:

a. Sebelum keberangkatan, yaitu dengan melakukan briefing yang dipimpin oleh ketua tim sebelum berangkat ke lokasi untuk:

1) memastikan situasi dan kondisi lokasi restoking sidat, diantaranya terkait kondisi cuaca melalui BMKG;

2) memastikan kelengkapan peralatan restoking sidat; dan 3) memastikan kelengkapan P3K dan alat keselamatan lainnya. b. Pelaksanaan restoking, dengan melakukan:

1) briefing singkat penggunaan peralatan dan metode;

2) pastikan lokasi restoking sidat sesuai dengan lokasi yang sudah direncanakan;

3) lakukan kegiatan mulai dari pengemasan sampai penebaran sesuai dengan metode;

4) catat koordinat lokasi penebaran dan jumlah sidat yang ditebar; 5) catat waktu mulai dan akhir kegiatan restoking sidat; dan

6) Dokumentasikan pelaksanaan restoking sidat. c. Setelah pelaksanaan kegiatan, meliputi:

1) siapkan berita acara restoking; 2) perjalanan kembali ke lokasi awal;

3) menginventarisir dan membersihkan peralatan yang masih bisa digunakan untuk kegiatan restoking sidat berikutnya;

4) mengumpulkan seluruh lembar form hasil kegiatan; dan

5) menyimpan dan membersihkan seluruh peralatan yang telah digunakan.

3.3. Pelaporan

a. Laporan kegiatan dibutuhkan untuk mendokumentasikan kegiatan di lapangan dan memberikan rekomendasi tertulis pada otoritas pengelola.

(25)

b. Laporan juga berfungsi sebagai bentuk pertanggungjawaban kegiatan terhadap donatur ataupun instansi terkait lainnya.

c. Laporan dapat memberikan informasi yang padat dan sistematik mengenai restoking, yang penting sebagai landasan upaya pengelolaan sidat secara berkelanjutan.

d. Selanjutnya Kepala UPT dapat menyusun laporan kepada Direktur KKHL dengan outline sebagai berikut:

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan METODOLOGI Waktu Kegiatan

Lokasi Kegiatan (dengan peta) Metode

Analisa Data

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan PENUTUP Kesimpulan Saran/Rekomendasi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

e. Direktur KKHL menyampaikan laporan kepada Dirjen PRL sebagai bagian dari pengelolaan jenis ikan.

3.4. Alur SOP

Prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) diperlukan sebagai alur proses yang memuat tahapan kegiatan, pelaksana dari masing-masing tahapan, output dari setiap tahapan serta baku mutu waktu. Format SOP ditunjukkan pada Tabel 2.5.

(26)

Tabel 2.5. SOP Restoking Sidat

Nomor SOP :

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

Tanggal Pembuatan :

Tanggal Revisi :

Tanggal Efektif :

Disahkan oleh : Kepala UPT

DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN RUANG LAUT

Balai/Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Nama SOP : Restoking Ikan Sidat

Dasar Hukum: Kualifikasi pelaksana:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 tentang Konservasi

Sumberdaya Ikan 1. Memahami budidaya/biologi ikan

2. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 80/KEPMEN-KP/2020 tentang Perlindungan Terbatas Ikan Sidat (Anguilla spp.)

3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan KP Nomor 61/PERMEN-KP/2018

tentang Pemanfaatan Jenis Ikan yang Dilindungi dan/atau Jenis Ikan yang Tercantum dalam Appendiks Convention on International Trade in

Endangered Species of Wild Fauna and Flora

Keterkaitan Alat Bahan

1. SOP Pendataan dan Monitoring Ikan Sidat 1. Bak fiber/beton 6. Boks stereofoam 1. Obat anti infeksi (elbayou) 2. SOP Administrasi 2. Jaring (Hapa) 7. Chip (jika tersedia) 2. Obat anti stress (tranquil)

3. Kantung plastik 3. Pakan 4. Tabung oksigen 4. Karet gelang

5. Pompa aerasi 5. Es batu

Peringatan: Pencatatan dan pendataan:

1. Jarak/waktu tempuh yang jauh/lama antara lokasi budidaya dengan lokasi restoking dapat mempengaruhi ketahanan hidup benih sidat selama

perjalanan

1. Jumlah dan Berat Benih Sidat 2. Lokasi penebaran harus yang aman dari predator dan penangkapan 2. Kualitas Perairan

(27)

No Uraian Kegiatan

Pelaksana Baku Mutu

Keterangan Pelaksana/ Tim Restoking Koordinator Kegiatan/ Satker Kepala UPT Pembudiday a/Pengemba

ngbiak Kelengkapan Waktu Output 1 Membentuk Tim Restoking

Sidat, dan Memberikan arahan

Draft SK Tim, Draft

Surat tugas, Draft Surat Pengantar

2 jam Surat tugas, SK Tim,

Surat Pengantar Setelah berkoordinasi/menerima pemberitahuan dari pembudidaya pengembangbiak yang akan melakukan restoking 2 Menyiapkan rencana,

membagi tugas tim, berkoordinasi dengan pembudidaya/pengembangbi ak dan mempersiapkan alat dan bahan restoking

Surat tugas, SK Tim,

Surat Pengantar 1 hari Rundown Kegiatan Restoking, Peta Lokasi, Lembar Berita Acara, Lembar Pencatatan, Buku Juknis Restoking, Cecklist Tahapan

Memastikan bahwa

pembudidaya/pengembangbiak yang akan melakukan restoking sudah memahami dan

melakukan tahapan persiapan sudah sesuai metode yang ditetapkan

3 Menuju lokasi

pembudidaya/pengembangbi ak yang akan melakukan restoking, memeriksa administrasi dan tahap persiapan, dan mensurvei calon lokasi penebaran

Rundown Restoking,

Peta Lokasi, Lembar Berita Acara, Lembar Pencatatan, Buku Juknis Restoking, Cecklist Tahapan

1 hari Ceklist persiapan sudah sesuai dan ceklist lokasi aklimatisasi sudah sesuai

1. waktu tergantung jarak kantor UPT dengan lokasi

pembudidaya dan penebaran. 2. pembudidaya menyiapkan

sarana prasarana aklimatisasi, termasuk (bersama UPT PRL) mengukur kualitas perairan 4 Melakukan pengepakan,

mengirimkan, dan

mengadaptasikan/aklimatis asi dilokasi calon penebaran

Ceklist persiapan

sudah sesuai dan ceklist lokasi aklimatisasi

3 hari Form Data Ikan Sidat terisi, ikan sidat di lokasi aklimatisasi, Draft Berita Acara

Tim Restoking memantau dan membantu proses pengepakan dan aklimatisasi

5 Melakukan penebaran ikan sidat, membuat berita acara, menyusun draft laporan kegiatan

Draft Berita Acara

Restoking 3 jam Berita Acara Restoking Pembudidaya/pengembangbiak membantu menyiapkan alat dan bahan dan proses penebaran, dan menandatangani berita acara 6 Menandatangani Berita

Acara Restoking dan membuat laporan hasil restoking

Berita Acara

Restoking 2 hari Draft laporan hasil restoking ikan sidat Jika lapaoran belum sesuai dengan berita acara dan fakta di lapangan maka tim pelaksana harus memperbaiki laporan 7 Menerima, dan memeriksa

laporan hasil restoking ikan sidat

Draft laporan final 1 jam Laporan hasil restoking ikan sidat

Tidak

(28)

C. Rehabiltasi Pusat Stok Karang (Coral Stock Center) 1. Metodologi

1.1. Penyediaan Bibit

Kriteria bibit yang akan digunakan di antaranya:

a. sumber bibit karang berasal dari sekitar lokasi pusat stok karang (Permen KP 24 tahun 2016);

b. tidak berasal dari dalam kawasan konservasi (Permen KP 24 tahun 2016);

c. jenis karang yang akan dibiakkan di dalam pusat stok karang berasal dari jenis jenis karang yang telah mendapat rekomendasi dari otoritas ilmiah sebagaimana Tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1. Jenis karang yang dapat di transplantasikan

No Famili/jenis No Famili/Jenis

A Scleractinian Coral

Pocilloporidae Dendrophylliidae

1 Pocillopora damicornis 34 Turbinaria peltata

2 Pocillopora verrucosa 35 Turbinaria mesentrina

3 Seriatopora hystrix 36 Dendrophyllia fistula

4 Stylophora pistillata 37 Tubastrea aurea

Acroporidae Poritidae

5 Acropora spp 38 Porites spp

6 Montipora spp 39 Goniopora lobata

Fungiidae 40 Goniopora minor

7 Herpolitha limax 41 Goniopora stokesi

8 Fungia fungites 42 Alveopora spongiosa

9 Fungia moluccencis Faviidae

10 Fungia paumotensis 43 Caulastrea echinulata 11 Fungia spp. 44 Caulastrea tumida 12 Heliofungia actiniformis 45 Favia pallida 13 Polyphillia talpina 46 Favia spp.

Oculinidae 47 Favites abdita

14 Galaxea astreata 48 Favites chinensis 15 Galaxea fascicularis 49 Goniastrea pectinata

Mussidae 50 Goniastrea retiformis

16 Blastomussa wellsi 51 Montastrea annuliqera 17 Symphillia agaricia 52 Montastrea valenciennesi 18 Symphilia sp 53 Montastrea spp.

19 Lobophyllia corymbosa 54 Diplostrea heliopora 20 Lobophyllia hemprichii 55 Cypastrea seraillia 21 Chynarina lacrymalis 56 Echinopora lamellosa 22 Scolymia vitiensis Merulinidae

23 Acanthastrea echinata 57 Hydnopora exesa

Merulinidae 58 Hydnopora microconos

24 Merulina ampliata 59 Hydnopora rigida

Pectinidae 60 Trachypillidae

(29)

No Famili/jenis No Famili/Jenis Caryophylliidae 62 Wellsophyllia radiata 26 Euphillya glabrescens

27 Euphillya divisa B Non Scleractinian Coral

28 Euphillya christata 63 Heliopora coerulea 29 Euphillya ancora 64 Tubipora musica 30 Neomenzophyllia turbida 65 Millepora spp. 31 Plerogyra sinuosa 66 Disticopora spp. 32 Physoghyra lichtensteini

33 Catalophyllia jardinei

Sumber : Lampiran Perdirjen PHKA tentang pedoman penangkaran/transplantasi karang, 2008

d. bibit karang yang akan dikembangbiakkan (propagasi) adalah secara aseksual dengan fragmen dengan ukuran 5-15 cm dan diameter di atas 1 cm;

e. bibit yang dipilih adalah bibit yang bebas dari organisme lain yang menempel (sponges) untuk mencegah biota lain ikut terambil;

f. pengambilan bibit paling banyak 10% dari koloni karang induk (Permen KP No 24 tahun 2016).

1.2. Lokasi dan Waktu

Kriteria lokasi dan waktu pembentukan pusat stok karang memperhatikan kondisi habitat ekosistem terumbu karang alami.

1.2.1. Pemilihan Lokasi

a. Memperhatikan kesesuaian lokasi dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi atau RZ KSN/T atau RPZ Kawasan Konservasi;

b. Pusat stok karang dapat dilakukan di lokasi :

1) di dalam Kawasan konservasi, dapat dilakukan selain di zona inti; dan

2) di luar kawasan konservasi, yaitu dilakukan pada zona pemanfaatan umum.

c. Memenuhi kriteria fisik dan kimia dalam menjamin kelangsungan pertumbuhan karang, kriteria kimia meliputi;

1) air yang jernih dengan sedimentasi yang rendah, substrat yang keras, suhu dan salinitas. Suhu optimum untuk pertumbuhan karang berkisar antara 280C-300C. Suhu di bawah 180C dapat

menghambat pertumbuhan karang dan suhu di atas 330C dapat

menyebabkan pemutihan karang (bleaching);

2) salinitas optimal bagi kehidupan karang berkisar antara 33-34 ppt;

(30)

3) kualitas air laut dengan pH 7-9; dan

4) memiliki kualitas air dengan kandungan Fosfor 0,015 ppm dan silikon 0-8,4 ppm;

Sedangkan kriteria fisik meliputi;

1) sedimentasi dari arah daratan minimal/kecepatan sedimentasi rendah, sedimentasi menjadi masalah utama bagi kelangsungan hidup karang karena partikel-partikel sedimen dapat menghambat masuknya cahaya matahari ke dalam laut, menutupi polip karang dan menghambat penyebaran gamet dan pelekatan plannulae;

2) pemilihan lokasi sebaiknya di lereng terumbu yang mempunyai bentuk teras atau undakan dengan arus tidak terlalu kuat. kecepatan arus < 0,9 m/s;

3) lokasi dapat juga dipilih pada lereng terumbu yang landai dengan kemiringan antara 30-40°;

4) ditempatkan pada lokasi dengan kedalaman 5-10 meter. dengan dasar perairan yang relatif datar dengan substrat dasar berpasir ; 5) lokasi sebaiknya semi terlindung terbebas dari hempasan ombak

secara langsung;

6) lokasi tidak berada di depan atau dekat muara sungai; dan

7) lokasi karang memperhatikan predator lokal (ikan) serta sumber makanan yang terbawa arus;

d. Bukan merupakan daerah berlabuh kapal dan daerah keluar masuknya kapal nelayan;

e. Bukan merupakan daerah industri. 1.2.2. Pemilihan Waktu

Kunci sukses dari kegiatan pengambilan bibit karang di antaranya adalah:

1) Melakukan pengambilan bibit karang di luar waktu reproduksi.Untuk tipe

spawner (reproduksi di luar) dapat bereproduksi 2x setahun biasanya

pada bulan Maret-April dan bulan September–Oktober dan untuk tipe

brooder melakukan reproduksi pada saat pasang tertinggi (3 hari sebelum

dan sesudah bulan terang atau gelap).

2) Meminimalkan waktu bibit karang terpapar sinar matahari langsung atau berada di atas permukaan air. Apabila transplantasi dilakukan di atas permukaan air sebaiknya dilakukan pada pagi hari di bawah pukul 12.00 WIB untuk menghindari paparan dari sinar matahari.

(31)

3) Bila lokasi pengambilan bibit jauh (1 jam atau lebih), maka bibit karang dibawa menggunakan wadah tertutup dan di lakukan pergantian air paling tidak setiap jam serta meminimalkan sentuhan tangan.

1.3. Tahapan Transplantasi Pusat Sok Karang

Teknik transplantasi yang sudah ada merupakan hasil kajian LIPI, IPB dan AKKII yang dilakukan pada tahun 1999-2003. Beberapa kegiatan sebelumnya juga dilakukan oleh (Johan et.al. 2007). Oleh karena itu dalam Juknis Pembentukan Pusat Stok Karang merujuk pada metode transplantasi karang yang dikeluarkan oleh LIPI (Suharsono et al. 2013) dan BPSPL Makassar.

1.3.1. Penyiapan bibit

Setiap pembuatan pusat stok karang, diwajibkan membuat indukan karang yang bibitnya diambil dengan cara memotong koloni karang yang ada di alam. Kualitas indukan yang perlu diperhatikan adalah:

a. berasal dari karang yang sehat, tidak cacat dan bersih dari biota asosiasi pengebor;

b. memiliki warna yang bagus;

c. induk karang berasal dari sekitar lokasi kegiatan transplantasi sehingga tidak perlu transportasi yang jauh karena jarak yang terlalu jauh ditambah dengan penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan karang menjadi stres dan mati;

d. pengambilan induk diusahakan tidak secara utuh tapi maksimal setengah dari ukuran induk.

Kualitas indukan baik warna karang dan bentuk pertumbuhan akan menentukan kualitas anakan yang dihasilkan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan anakan:

a. pembuatan anakan karang dimulai dengan memotong indukan karang;

b. untuk karang bercabang pemotongan dapat dilakukan menggunakan gunting. sedangkan untuk karang yang padat atau massive pemotongan dilakukan dengan gunting/tang potong.

c. anakan karang dari karang bercabang umumnya berukuran 7-15 cm dengan jumlah cabang/tunas berjumlah dua tergantung dari bentuk percabangannya;

d. karang masif dengan ukuran diameter koralit kurang dari 2 cm maka pemotongan dilakukan sebanyak 3-6 koralit;

(32)

e. untuk karang dengan dengan ukuran polip besar atau dengan pertumbuhan meandroid pemotongan dilakukan agar tetap mempunyai koralit mulut;

f. untuk karang yang bentuk pertumbuhannya phaceloid maka pemotongan untuk anakan paling tidak terdiri dari dua cabang atau dua koralit;

g. untuk karang yang mempunyai pertumbuhan merayap atau seperti daun pemotongan dapat berdasarkan jumlah koralit (2-3 mulut) (gambar 3.1.);

h. pada saat pemotongan harus dilakukan dengan cepat yang kemudian segera dicuci yang bersih untuk menghilangkan bekas kotoran atau serpihan akibat pemotongan. anakan yang berupa potongan-potongan segera dikembalikan ke air untuk mengurangi stres. jika terlalu lama di udara terbuka anakan karang kemungkinan besar akan mati.

Gambar 3.1. Contoh cara transplantasi bibit karang bercabang 1.3.2. Pembuatan Substrat

Substrat transplantasi karang adalah media untuk penempelan dan penumbuhan fragmen koloni karang. Pada prinsipnya karang dapat tumbuh pada jenis media atau substrat keras. Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan substrat transplantasi karang antara lain bahannya mudah didapat, murah, mudah dibentuk, tahan dalam air, dan mudah dalam pemeliharaan/penanganannya. Bentuk dari substrat transplantasi karang disesuaikan dengan media persemaian yang digunakan. Untuk persemaian menggunakan meja jaring atau meja anyaman besi, maka bentuk substrat transplantasi paling baik adalah mahkota bertangkai.

Pada umumnya pembuatan substrat untuk indukan bahannya dibedakan dengan bahan yang diperuntukkan untuk anakan. Bahan untuk anakan pada prinsipnya dibuat sekecil mungkin dan seringan-ringannya. Sedangkan untuk indukan biasanya dibuat dengan ukuran yang lebih berat

Sumber foto: (kompas.com/suparman sultan)

Sumber foto: Muhammad Sofyan/TPD CCDP IFAD/

(33)

dan lebih besar. Hal ini dimaksudkan bila karang yang dipakai untuk indukan tumbuh besar tidak mudah jatuh. Bahan yang dipakai umumnya terdiri dari campuran antara semen, pasir, batu apung atau batu gamping. Bentuk substrat (Gambar 3.1) dan cara pemasangannya sangat bervariasi, disesuaikan dengan rancangan dari raknya yang paling efisien dan efektif dan paling ekonomis dari segi biaya (Gambar 3.3). Bentuk substrat berbeda-beda ada yang membuat pola tertentu dan seragam namun ada yang bentuknya tidak seragam dan lebih merupakan sebuah kerajinan tangan. Warna substrat pada umumnya mulai dari putih, abu-abu atau kemerahan (Suharsono et al, 2013).

Gambar 3.2. Variasi bentuk substrat untuk transplantasi (Sumber: Suharsono et al, 2013)

Gambar 3.3. Jenis rak yang efisien, efektif dan ekonomis (Sumber: BPSPL Makassar, 2016)

1.3.3. Penempelan Bibit Fragmen/Anakan pada Substrat

Bibit fragmen dipasang pada substrat adonan semen dengan menggunakan bahan pelekat. Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait bahan pelekat (Gambar 3.4):

a. bahan pelekat yang digunakan bersifat tidak toksik terhadap karang, biota lain atau lingkungan sekitar;

b. bahan perekat sebaiknya cepat kering; c. mudah untuk membuat campurannya; d. mudah didapat di pasaran; dan

(34)

e. murah harganya.

Untuk menandai fragmen label/kode ditempelkan sebelum bahan pelekat mengeras pada substrat adonan semen untuk menandai fragmen. Setelah fragmen siap, kemudian fragmen siap ditempelkan pada media transplantasi. Bibit fragmen dipotong dari induk yang besar, sehat dan mempunyai pertumbuhan yang cepat; bibit dipotong dengan panjang lebih kurang 7 cm dengan menggunakan alat pemotong karang yang sesuai; bibit diambil pada bagian tunas atau bagian termuda dari induk; volume pengambilan bibit dari induk tidak boleh melebihi 1/8 bagian dari bagian induk sehingga tidak mengganggu pertumbuhan induk.

Gambar 3.4. Cara penempelan anakan pada substrat dengan media transplan berbentuk meja rak (Sumber: BPSPL Makassar, 2016)

Untuk soft coral karang lunak seperti Sarcophyton sp., Lobophytum sp.,

Sinularia sp., Xenia sp. dan Dendronephtya sp. tidak memerlukan bahan

perekat. Oleh karena calon anakan karang lunak berupa jaringan segar dan basah maka cara penempelannya dilakukan dengan menjepit anakan memakai karet gelang atau dengan kawat tipis untuk mengikatkan pada substrat. Ada yang membuat substrat khusus untuk karang lunak dengan membuat lubang-lubang kecil pada dasar substrat. Anakan karang lunak yang akan ditanam dijepit dengan menggunakan tusuk gigi secara menyilang pada dasar substrat melalui lubang-lubang yang telah dipersiapkan (Gambar 3.5) (Suharsono et al, 2013)

Gambar 3.5. Cara penempelan karang lunak pada subsgrat (Sumber: Suharsono et al, 2013)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penempelan bibit pada substrat (Edward dan Gomez, 2008) :

(35)

1) Bibit karang diletakkan di meja atau rak konkret blok di dasar perairan berpasir di sekitar area terumbu karang;

2) Berbagai jenis perekat epoxy, semen, kabel, dan kabel pengikat dapat digunakan untuk menempelkan bibit di terumbu yang rusak;

3) Metode yang paling efektif dalam menempelkan fragmen akan tergantung pada ukuran dan bentuk pertumbuhan bibit, paparan habitat dari arus dan gelombang, dan bentuk dan kondisi substrat tersebut;

4) Jika mungkin, coba untuk menghindari material buatan seperti paku dan staples ke lingkungan terumbu;

5) Cobalah untuk merangsang penempelan sendiri bibit dengan mendekatkan jaringan karang hidup ke substrat dasar. Ketika koloni telah menempel sendiri kemungkinan untuk lepas berkurang secara signifikan.

1.3.4. Pembuatan Media Tranplan/Struktur 1.3.4.1. Model Meja Rak/Semai

a. Pembuatan Meja Rak.Semai

Pembuatan rak pada prinsipnya harus memudahkan untuk menempatkan anakan karang dan dapat memuat transplan karang sebanyak mungkin atau efisien dalam pemakaian ruang serta harganya murah. Untuk itu ukuran rak sebaiknya seragam, tidak terlalu lebar, mudah dibersihkan, tahan lama, kaki-kaki rak tidak terlalu tinggi tetapi juga tidak terlalu rendah tergantung dasar perairan dan kondisi arus. Tahan terhadap arus dan gelombang. Permukaan atas sebaiknya dapat dengan mudah dilewati sedimen atau tidak menahan sedimen dan tidak mudah tertutup oleh kotoran, tidak mudah ditumbuhi oleh alga lumut, spons dan biota penempel lainnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan rak anakan karang sebagai berikut:

1) Rak karang transplan untuk anakan dibuat dengan memperhatikan untuk memudahkan dalam pemeliharaan dan pengelolaannya;

2) Bahan untuk pembuatan rak bermacam-macam mulai dari kayu yang tahan terhadap air, paralon, plastik, besi serta semen;

3) Berbagai rancangan dapat dibuat yang pada prinsipnya mudah dibersihkan, tidak cepat kotor, sesedikit mungkin menampung sedimen yang jatuh di rak dan dapat menampung sebanyak mungkin anakan karang;

(36)

4) Bahan rak dengan permukaan halus lebih baik jika dibandingkan rak dengan permukaan yang kasar. Permukaan kasar mudah ditumbuhi alga, spons, karang lunak dan biota penempel lainnya. Bahan dengan permukaan halus juga mudah untuk dibersihkan;

5) Ukuran rak sebaiknya seragam bentuk segi empat yang memanjang agar memudahkan pada waktu membersihkan dan memantau;

6) Untuk bahan rak/modul berupa pipa paralon dibuat dengan ukuran 1 inci dengan panjang x lebar x tinggi = 1 x 1 x 0,5 m. Bahan paralon terdiri dari:

- Ukuran 91 cm = 2 unit - Ukuran 71 cm = 2 unit - Ukuran 28 cm = 6 unit - Ukuran 4cm = 4 unit

- Ukuran 20 cm (kaki rak) = 4 unit (disesuaikan)

- Ukuran 2 cm paralon 2 inci sebanyak 49 unit (tempat substrat) - Penyambung (t) = 8 unit

- Penyambung (l) = 4 unit - Jaring net (disesuaikan rak) - Tali

- Adonan semen untuk menempelkan karan

7) Dalam satu rak sebaiknya ditempatkan anakan dari jenis yang sama dan dalam jumlah yang sama agar memudahkan untuk melakukan penghitungan jumlah anakan yang ada.Rak anakan berisi 49 fragmen. Penempatan anakan karang pada rak diatur secara rapi dalam baris dan lajur yang sejajar dengan tepi rak (Gambar 3.6).

Gambar 3.6. Pengaturan meja rak di bawah air untuk memudahkan pemeliharaan (Sumber: Suharsono et al, 2013)

8) Kaki-kaki rak harus kokoh agar dapat menahan arus dan gelombang. Tinggi rendahnya kaki-kaki agar disesuaikan kondisi lingkungan setempat terutama komposisi dari substrat dasar. Jika dasar berupa

(37)

pecahan karang, kaki-kaki rak setinggi 40 cm tetapi bila substrat dasarnya berupa pasir halus atau lumpur maka sebaiknya kaki-kaki rak lebih tinggi. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pengadukan dasar perairan oleh arus atau ombak sehingga sedimen tidak mencapai dasar rak. Pembuatan kaki-kaki rak yang terlalu tinggi tidak baik jika ada arus atau ombak karena akan mudah goyah atau roboh (Gambar 3.7).

Gambar 3.7. Contoh perbedaan tinggi rendahnya meja rak pada dasar perairan (Sumber: Suharsono et al, 2013)

b. Penempatan Meja Rak

Penempatan rak sebaiknya di atas karang mati atau pecahan karang mati (rubble) sehingga mengurangi dampak sedimentasi pada karang transplan. (Gambar 3.8). Penempatan di atas dasar yang berpasir akan memerlukan kaki-kaki rak yang lebih tinggi agar rak dapat tertancap lebih dalam sehingga berdiri lebih kokoh. Perhatikan pola aliran arus pada saat air pasang dan air surut. Adanya aliran arus yang cukup baik akan membantu membersihkan rak dari sedimen dan kotoran lainnya. Selain itu kedalaman air pada saat terjadinya surut terendah perlu diperhatikan.

Penempatan rak tidak boleh lebih tinggi dari pada permukaan air saat terjadinya surut terendah. Minimal kedalaman rak masih satu meter di bawah permukaan air pada saat air surut terendah. Penempatan rak disesuaikan dengan jenis karang yang akan ditransplantasikan. Untuk jenis karang yang hidup di tempat dangkal dengan kebutuhan sinar matahari penuh perlu dibedakan dengan karang yang hidup di tempat dalam atau terlindung.

Gambar 3.8. Kaki meja rak yang kokoh/menancap di dasar periaran dapat menghindarkan kerusakan dari gelombang dan arus (Sumber: Suharsono et al, 2013)

(38)

c. Penempatan Bibit Pada Rak

Penempatan bibit pada rak dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi luka tambahan. Sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari untuk menghindari intensitas cahaya matahari yang tinggi. Pastikan bahwa substrat anakan karang terikat dengan baik dan stabil. Pada rak yang sama sebaiknya ditempatkan untuk jenis karang yang sama untuk memudahkan pemeliharaan dan pemantauan (Gambar 3.9). Cara mengikatkan substrat pada rak sebaiknya dibuat sepraktis mungkin agar mudah dipasang dan dilepas serta untuk memudahkan pada waktu membersihkan dan saat pemeliharaan transplan karang (Suharsono et al, 2013). Beberapa hal yang diperhatikan terkait cara penempatan bibit:

1) Pengikatan bibit dilakukan di dalam air, dengan harapan karang yang ditransplantasi tidak/sedikit mengalami stres);

2) Pada pengikatan, bibit diikat seerat mungkin dengan menggunakan tali pancing atau klem plastik;

3) Bagian bawah bibit menempel pada substrat

Gambar 3.9. Contoh penempatan jenis karang yang sama pada 1 (satu) meja rak yang sama (Sumber: Suharsono et al, 2013)

Perlakuan terhadap bibit untuk indukan berbeda dengan bibit yang di peruntukan untuk anakan. Untuk indukan substrat harus kuat dan menempel secara kokoh pada rak (Gambar 3.10). Bahkan rancangan rak untuk indukan sebaiknya juga dibedakan agar lebih terjamin pertumbuhan maksimal

Gambar 3.10. Cara penempatan bibit/anakan yang sudah ditempelkan pada substratnya pada meja rak (Sumber: Suharsono et al, 2013)

Bahan campuran untuk membuat substrat juga disesuaikan dengan tujuannya. Untuk substrat yang akan dipakai untuk indukan bahan-bahan

Gambar

Tabel 2.4. SOP Restoking BCF
Tabel 2.1. Daftar Lokasi Restoking Ikan Sidat
Tabel 2.2. Lembar Data Benih Ikan Sidat  UPT PRL: …………
Tabel 2.3. Lembar Berita Acara Restoking Sidat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor B.XXXIV– 470/PU.63/2009 Tahun 2009 Tentang Penetapan Perairan Pandu Luar Biasa pada 17 (tujuh belas) Lokasi

Dalam masalah penguasaan strategi mengajar, guru RA Suryawiyyah Desa Kiriq Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus sudah baik, terbukti dari penyampaianan materi dengan

Koefisien Determinasi R 2 diperoleh hasil sebesar 0,580 artinya variabel motivasi kerja, insentif dan lingkungan kerja mampu menjelaskan terhadap variasi perubahan variabel

KELIMA : Pada saat Keputusan Menteri ini mulai berlaku, maka Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Nomor 43/KEP-DJPB/2020 tentang Lokasi, Komoditas Utama

Bagi investor dapat melakukan evaluasi terhadap kinerja manajemen se- hingga diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan ( firm value ) secara positif,

Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa media Audio visual adalah salah satu media komunikasi modern, untuk penyampaian pesan dengan jelas, dimana audio visual

Dalam sebuah kegiatan Public Relations, program sangatlah berguna untuk mengetahui opini publik terhadap perusahaan atau bisa juga menjadi suatu kegiatan yang berguna untuk

Bantuan Penguatan Digitalisasi Pesantren Tahun Anggaran 2021 yang selanjutnya disebut Bantuan adalah bantuan pemerintah kepada Pesantren yang diberikan dalam bentuk