• Tidak ada hasil yang ditemukan

SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) PEDOMAN TATA KERJA"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

SATUAN KERJA KHUSUS

PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI

(SKK MIGAS)

PEDOMAN TATA KERJA

Nomor

: PTK-043/SKKO0000/2015/S0

Revisi Ke-01

TENTANG

PROSEDUR PERIZINAN DAN SERTIFIKASI

KEGIATAN KEBANDARAN DAN KEMARITIMAN

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI

i

DAFTAR LAMPIRAN

ii

BAB 1 : UMUM

1

1.1.

Maksud dan Tujuan

1

1.2.

Ruang Lingkup

1

1.2.1. Lingkup Pemberlakuan

1

1.2.2. Lingkup Pengaturan

1

1.3.

Dasar Hukum

1

1.4.

Referensi Hukum

2

1.4.1. Umum

2

1.4.2. Kebandaran Laut

3

1.4.3. Kebandaran Udara

5

1.4.4. Kemaritiman

7

1.5.

Pengertian Istilah

8

BAB 2 : PROSEDUR PERIZINAN DAN SERTIFIKASI

15

2.1. Prosedur Umum

15

2.2. Persyaratan Yang Harus Dipenuhi

15

2.2.1. Kegiatan Kebandaran Laut

16

2.2.2. Kegiatan Kebandaran Udara

17

2.2.3. Kegiatan Kemaritiman

18

BAB 3 : KEPEMILIKAN, PROSES PERIZINAN DAN SERTIFIKASI SERTA

PELAPORAN

20

3.1. Kepemilikan

20

3.2. Proses Perizinan dan Sertifikasi

20

3.3. Pelaporan

20

BAB 4 : PENUTUP

21

(5)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1

Flowchart Permohonan Kegiatan Kebandaran

22

Lampiran 2.1

Persyaratan Administrasi dan Teknis Perizinan Penetapan Lokasi

Tersus

23

Lampiran 2.2

Persyaratan Administrasi dan Teknis Perizinan Pembangunan

& Pengoperasian Tersus

24

Lampiran 2.3

Persyaratan Administrasi dan Teknis untuk Perpanjangan Izin

Pengoperasian Tersus

26

Lampiran 2.4

Persyaratan Administrasi dan Teknis untuk Perizinan Operasional

Tersus 24 Jam

27

Lampiran 2.5

Persyaratan Administrasi dan Teknis Perizinan Penggunaan

Tersus yang Terbuka bagi Perdagangan Luar Negeri

28

Lampiran 2.6

Persyaratan Administrasi dan Teknis Perizinan Pengelolaan

Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS)

29

Lampiran 2.7

Persyaratan Administrasi dan Teknis Untuk Pemanduan

30

Lampiran 2.8

Persyaratan Administrasi dan Teknis Untuk Perizinan Kegiatan

Pengerukan

32

Lampiran 2.9

Persyaratan Administrasi dan Teknis Untuk Perizinan Kegiatan

Reklamasi

33

Lampiran 2.10

Surat Pernyataan

34

Lampiran 3.1

Persyaratan Administrasi dan Teknis Rekomendasi Pembangunan

Bandara Khusus

35

Lampiran 3.2

Persyaratan Administrasi dan Teknis Rekomendasi Pembangunan

Heliport

36

Lampiran 3.3

Persyaratan Administrasi dan Teknis Perizinan Penyelenggaraan

Pelayanan Navigasi Penerbangan

37

Lampiran 3.4

Persyaratan Administrasi dan Teknis Perizinan Pengoperasian

(6)

Lampiran 3.5

Persyaratan Administrasi dan Teknis Perizinan Pengoperasian

Bandar Udara Khusus (register)

39

Lampiran 3.6

Persyaratan Administrasi dan Teknis Perizinan Pengoperasian

Heliport

40

Lampiran 4.1

Persyaratan Perizinan Pembangunan, Pemindahan dan/atau

Pembongkaran Bangunan atau Instalasi di Perairan

41

Lampiran 4.2

Persyaratan Pemberitahuan Informasi Kegiatan Usaha Hulu Migas

di Perairan Melalui Maklumat Pelayaran dan Berita Pelaut

Indonesia

43

Lampiran 4.3

Persyaratan Pengurusan Rekomendasi dan Penetapan Daerah

Terlarang Terbatas

44

Lampiran 4.4

Persyaratan Perizinan Pembangunan Sarana Bantu

Navigasi-Pelayaran (SBNP)

45

Lampiran 4.5

Persyaratan Perizinan Pembangunan/Penyelenggaraan/SOP Local

Port Services (LPS)

46

Lampiran 4.6

Persyaratan Pendaftaran SBNP ke Dalam Daftar Suar Indonesia

(DSI)

47

Lampiran 4.7

Persyaratan Pengurusan Pembuatan Peta Laut Indonesia

48

Lampiran 4.8

Persyaratan

Sertifikasi

Pernyataan

Pemenuhan

Keamanan

(7)

BAB I

UMUM

1. Maksud dan Tujuan

1.1. Pedoman Tata Kerja (“PTK”) ini dimaksudkan untuk memberikan keseragaman

pedoman tata cara pelaksanaan administratif serta teknis yang jelas dan tegas

dalam hal pengurusan perizinan dan sertifikasi kegiatan kebandaran dan kemaritiman

yang dioperasikan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (“KKKS”) di wilayah Republik

Indonesia.

1.2. Tujuan PTK ini adalah terselenggaranya kegiatan Kebandaran dan Kemaritiman

KKKS yang efektif dan efisien serta dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan

dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Ruang Lingkup

2.1. Lingkup Pemberlakuan

PTK ini berlaku untuk kegiatan Kebandaran dan Kemaritiman di lingkungan KKKS.

2.2. Lingkup Pengaturan

PTK ini mencakup pengaturan tentang tugas dan tanggung jawab, kewenangan,

serta tata cara pelaksanaan administrasi dan teknis dalam hal pengurusan perizinan

dan sertifikasi kegiatan kebandaran dan kemaritiman yang dioperasikan oleh KKKS di

wilayah Republik Indonesia.

3. Dasar Hukum

3.1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

3.2. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak

dan Gas Bumi sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun

2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

3.3. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas

dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

3.4. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

(8)

3.5. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 9 Tahun 2013 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas Bumi.

3.6. Kontrak Kerja Sama.

4. Referensi Hukum

4.1. Umum

4.1.1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations

Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

4.1.2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan

Pajak.

4.1.3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

4.1.4. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1974 tentang Pengawasan

Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi di daerah

Lepas Pantai.

4.1.5. Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2010 tentang Kenavigasian.

4.1.6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan

sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun

2011 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010

tentang Angkutan di Perairan.

4.1.7. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Kementerian Perhubungan.

4.1.8. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International

Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974.

4.1.9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2009 tentang Sistem

Manajemen Keselamatan (Safety Management System).

4.1.10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 33 Tahun 2003 tentang

Pemberlakuan Amandemen Solas 1974 Tentang Pengamanan Kapal dan

Fasilitas Pelabuhan (International Ships And Port Facility Security/ISPS Code)

di Wilayah Indonesia.

4.1.11. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor DIR 87/2/5 Tahun

1981.

(9)

4.1.12. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UK.11/18/10/DJPL-09

Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Verifikasi Pembaharuan Kapal dan

Fasilitas Pelabuhan sesuai ketentuan ISPS Code.

4.1.13. Surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1730/20/MEM.S/2005

Tahun 2005 perihal Perizinan Pelabuhan Khusus Minyak dan Gas Bumi

KKKS.

4.1.14. PTK SKK Migas Nomor KEP-0073/BP00000/2010/S0 tentang Work Program

& Budget (WP&B) beserta perubahannya.

4.1.15. PTK SKK Migas Nomor KEP-0074/BP0000/2010/S0 tentang Authorization for

Expenditure (AFE) dan perubahannya.

4.1.16. PTK SKK Migas Nomor PTK-007/SKKO0000/2015/S0 tentang Pengelolaan

Rantai Suplai Buku Kesatu Revisi 02 tentang Ketentuan Umum dan Buku

Kedua Revisi 03 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

(“PTK 007”).

4.2. Kebandaran Laut

4.2.1. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan

Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang

Terutang.

4.2.2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan.

4.2.3. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan

sebagaimana terkahir diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

PM 44 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan.

4.2.4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 Tahun 2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan sebagaimana terkahir

diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 Tahun 2011

tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 Tahun

2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Pelabuhan.

4.2.5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011 tentang Terminal

Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri sebagaimana terkahir diubah

(10)

dengan Peraturan Menteri Nomor PM 73 Tahun 2014 tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011 tentang Terminal

Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri.

4.2.6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 Tentang

Pengerukan dan Reklamasi sebagaimana terkahir diubah dengan Peraturan

Menteri 74 Tahun 2014 tentang Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM

52 Tahun 2011 Tentang Pengerukan dan Reklamasi.

4.2.7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 34 Tahun 2012 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran Utama.

4.2.8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2014 tentang Sarana

Bantu dan Prasarana Pemandu Kapal.

4.2.9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 57 Tahun 2015 tentang

Pemanduan dan Penundaan Kapal.

4.2.10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun 2015 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak

yang Berlaku pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

4.2.11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor B.XXXIV–264/PU.63/2010 Tahun

2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pengelolaan dan Pengoperasian

Pemanduan pada Perairan Pandu Luar Biasa di 17 (tujuh belas) Lokasi

Terminal Khusus Yang Dikelola oleh BPMIGAS kepada BPMIGAS.

4.2.12. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor KU.007/2/10/DJPL-13

tentang Tatacara Penerimaan, Penyetoran, Penggunaan dan Pelaporan

Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut.

4.2.13. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor B.XXXIV–

470/PU.63/2009 Tahun 2009 Tentang Penetapan Perairan Pandu Luar Biasa

pada 17 (tujuh belas) Lokasi Perairan Terminal Khusus Yang Dikelola oleh

BPMIGAS.

4.2.14. Surat Edaran Dirjen Hubla Nomor PP 00/28/9/DP-14 tentang Persyaratan

Permohonan Izin Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri.

(11)

4.3. Kebandaran Udara

4.3.1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

4.3.2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan

Keselamatan Penerbangan.

4.3.3. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan.

4.3.4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2009 tentang Peraturan

Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 170 (Civil Aviation Safety Regulation

Part 170) tentang Peraturan Lalu Lintas Udara (Air Traffic Rules).

4.3.5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2009 tentang Sistem

Manajemen Keselamatan (Safety Management System).

4.3.6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 9 Tahun 2010 tentang Program

Keamanan Penerbangan Nasional.

4.3.7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 57 Tahun 2011 tentang Peraturan

Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 (Civil Aviation Safety Regulation

Part 171) tentang Penyelenggara Pelayanan Telekomunikasi dan Radio

Navigasi Penerbangan (Aeronautical Telecommunication Service And Radio

Navigation Service Providers) sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor KM 38 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua

atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 57 Tahun 2011 tentang

Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 (Civil Aviation Safety

Regulation Part 171) tentang Penyelenggara Pelayanan Telekomunikasi dan

Radio Navigasi Penerbangan (Aeronautical Telecommunication Service And

Radio Navigation Service Providers).

4.3.8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 55 Tahun 2015 tentang Peraturan

Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (Civil Aviation Safety Regulation

Part 139) tentang Bandar Udara (Aerodrome).

4.3.9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 67 Tahun 2015 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak

yang Berlaku pada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

4.3.10. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/94/IV/1998

Tahun 1998 tentang Persyaratan Teknis dan Operasional Fasilitas

Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran.

(12)

4.3.11. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/275/XII/1998

Tahun 1998 tentang Pengangkutan Bahan dan atau Barang Berbahaya

dengan Pesawat Udara.

4.3.12. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/109/VI/2000

Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Kawasan Kebisingan

Bandar Udara.

4.3.13. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/110/VI/2000

Tahun

2000

tentang

Petunjuk

Pelaksanaan

Pembuatan

Kawasan

Keselamatan Operasi Penerbangan di Bandar Udara dan Sekitarnya.

4.3.14. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/83/VI/2005

Tahun 2005 tentang Prosedur Pengujian di Darat/Ground Inspection

Peralatan Fasilitas Elektronika dan Listrik Penerbangan.

4.3.15. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/91/IV/2008

Tahun 2008 tentang Peralatan Penunjang Pelayanan Darat Pesawat Udara.

4.3.16. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/293/XII/2009

Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Keselamatan

Operasi Bandar Udara & Tempat Pendaratan dan Lepas Landas Helikopter.

4.3.17. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/43/III/2010

Tahun 2010 tentang Petunjuk dan Tata Cara Peraturan Keselamatan

Penerbangan Sipil Bagian 139-05 (Advisory Circular CASR Part 139-05),

Sertifikasi dan Registrasi Bandar Udara.

4.3.18. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/100/VI/2010

Tahun 2010 tentang Petunjuk dan Tata Cara Peraturan Keselamatan

Penerbangan

Sipil

Bagian

139-06,

Prosedur

Pembangunan

dan

Pengoperasian Tempat Pendaratan dan Lepas Landas Helikopter.

4.3.19. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/116/VII/2010

Tahun 2010 tentang Petunjuk dan Tata Cara Penyelenggaraan Kalibrasi

Fasilitas Navigasi dan Prosedur Penerbangan (Advisory Circular 171-5).

4.3.20. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/2765/XII/2010

Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemeriksaan Keamanan Penumpang, Personil

Pesawat Udara dan Barang Bawaan yang diangkut dengan Pesawat Udara

dan Orang Perseorangan.

(13)

4.3.21. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/302/V/2011

Tahun 2011 tentang Petunjuk dan Tata Cara Peraturan Keselamatan

Penerbangan Sipil Bagian 139-11 (Advisory Circular CASR Part 139-11),

Lisensi Personel Bandar Udara.

4.3.22. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 40 Tahun 2015

tentang tentang Standar Teknis dan Operasi Peraturan Keselamatan

Penerbangan Sipil

– Bagian 139 (Manual Of Standard CASR – Part 139)

Volume II Tempat Pendaratan dan Lepas Landas Helikopter (Heliports).

4.3.23. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/157/IX/2003

Tahun 2003 tentang Pedoman Pemeliharaan dan Pelaporan Peralatan

Fasilitas Elektronika dan Listrik Penerbangan.

4.3.24. Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SE/03/I/2010

Tahun 2010 tentang Buku Pedoman Pengoperasian Tempat Pendaratan dan

Lepas Landas Helikopter.

4.4. Kemaritiman

4.4.1. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1951 tentang Pejabatan-Pejabatan

Hidrografi Pelayaran Sipil.

4.4.2. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 300.K/38/M.PE/1997

Tahun 1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi.

4.4.3. Keputusan Presiden RI Nomor 164 Tahun 1960 tentang Dinas

Hidro-Oseanografi TNI AL.

4.4.4. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International

Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS) 1974.

4.4.5. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 01 Tahun 2011

tentang Pedoman Teknis Pembongkaran Instalasi Lepas Pantai Minyak dan

Gas Bumi.

4.4.6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun 2011 tentang Sarana

Bantu Navigasi-Pelayaran.

4.4.7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2011 tentang

Telekomunikasi-Pelayaran.

4.4.8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 68 Tahun 2011 tentang Alur

Pelayaran di Laut.

(14)

4.4.9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 71 Tahun 2013 tentang Salvage

dan/atau Pekerjaan Bawah Air.

4.4.10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 23 Tahun 1990 tentang Usaha

Salvage dan atau Pekerjaan Bawah Air.

4.4.11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM 33 Tahun 2003 tentang

Pemberlakuan Amandemen Solas 1974 Tentang Pengamanan Kapal dan

Fasilitas Pelabuhan (International Ships And Port Facility Security/ISPS Code)

di Wilayah Indonesia.

4.4.12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 3 Tahun 2004 tentang

Penunjukan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Sebagai Designated

Authority Pelaksanaan Pengamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan

(International Ships and Port Facility Security/ISPS Code).

4.4.13. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor UK.11/18/10/DJPL-09

Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Verifikasi Pembaharuan Kapal dan

Fasilitas Pelabuhan sesuai ketentuan ISPS Code.

4.4.14. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor

UM.008/45/15/DJPL-14 Tahun 20UM.008/45/15/DJPL-14 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Rutin (Inspeksi)

Keamanan Fasilitas Pelabuhan terhadap ketentuan ISPS Code.

4.4.15. Surat Edaran Departemen Pertahanan Nomor SE/21/VI/2009 Tahun 2009

tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Jasa Survei dan

Pemetaan di Lingkungan Departemen Pertahanan dan TNI.

5. Pengertian Istilah

5.1. Aerodrome adalah kawasan di daratan dan/atau Perairan dengan batas-batas

tertentu yang hanya digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas

landas.

5.2. Assistance Requisition Sheet (ARS) adalah surat permohonan bantuan dari KKKS

untuk tujuan tertentu.

5.3. Authorization for Expenditure

(“AFE”) adalah sebagaimana dimaksud dalam PTK

AFE.

5.4. Badan Usaha Pelabuhan adalah Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik

Daerah, atau perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis usaha

bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan

(15)

perundang-undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara

Kesatuan Republik Indonesia, yang kegiatan usahanya khusus di bidang

pengusahaan Terminal dan fasilitas Pelabuhan lainnya.

5.5. Bandar Udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan

lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat kargo

dan/atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas Keselamatan Penerbangan dan

sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.

5.6. Bandar Udara Khusus adalah Bandar Udara yang penggunaannya hanya untuk

menunjang kegiatan tertentu dan tidak dipergunakan untuk umum.

5.7. Barang Milik Negara adalah seluruh barang dan peralatan yang dibeli KKKS dan

yang secara langsung digunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu.

5.8. Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) adalah Perairan di sekeliling daerah

lingkungan kerja Perairan Pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin

keselamatan Pelayaran.

5.9. Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) adalah wilayah Perairan dan daratan pada

Pelabuhan atau Tersus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan Pelabuhan.

5.10. Daerah Terlarang adalah

zona terlarang pada area 500 (lima ratus) meter dihitung

dari sisi terluar Instalasi atau bangunan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, dan atau

yang lebarnya tidak melebihi 500 meter, dihitung dari setiap titik terluar pada

Instalasi, Kapal-Kapal dan atau alat-alat lainnya di sekeliling

Instalasi-Instalasi, Kapal-Kapal dan atau alat-alat lainnya yang terdapat di Landas Kontinen

dan atau di atasnya.

5.11. Minyak Bumi, Gas Bumi, Minyak dan Gas Bumi, Kegiatan Usaha Hulu dan

Wilayah Kerja adalah sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 22 Tahun 2001.

5.12. Heliport adalah tempat pendaratan dan lepas landas helikopter yang terdiri atas

tempat pendaratan dan lepas landas helikopter di daratan atau di atas permukaan

tanah (surface level Heliport), tempat pendaratan dan lepas landas helikopter di atas

struktur atau gedung (elevated Heliport), tempat pendaratan dan lepas landas

helikopter di Perairan, anjungan lepas pantai, atau Kapal (helideck).

5.13. Instalasi adalah setiap konstruksi baik berada di atas dan/atau di bawah permukaan

Perairan meliputi anjungan lepas pantai (platform), tangki penampung terapung

(floating production storage oil), pipa dan/atau kabel bawah air, tiang penyanggah

(16)

5.14. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakan

dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk

kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta

alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah–pindah.

5.15. Kebandaran adalah hal-hal yang berhubungan dengan tempat berlabuh (kapal,

perahu, pesawat, dan sejenisnya).

5.16. Kemaritiman adalah hal-hal yg menyangkut masalah Pelayaran dan perdagangan di

laut.

5.17. Kenavigasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan Sarana Bantu

Navigasi-Pelayaran, Telekomunikasi-Pelayaran, hidrografi dan meteorologi, alur dan

perlintasan, Pengerukan dan Reklamasi, Pemanduan, penanganan Kerangka Kapal,

Salvage dan Pekerjaan Bawah Air untuk kepentingan keselamatan Pelayaran Kapal.

5.18. Keselamatan Penerbangan adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan

keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, Bandar Udara,

angkutan udara, Navigasi Penerbangan, fasilitas penunjang, dan fasilitas umum

lainnya.

5.19. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi

Pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas

Kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat

perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan

daerah dengan tetap memperhatikan Tata Ruang wilayah.

5.20. Kerangka Kapal adalah setiap Kapal yang tenggelam atau kandas atau terdampar

dan telah ditinggalkan.

5.21. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya

persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut Angkutan di Perairan,

Kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.

5.22. Keselamatan Kapal adalah keadaan Kapal yang memenuhi persyaratan material,

konstruksi, bangunan, permesinan, dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta

perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, elektronik Kapal, yang

dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian.

5.23. Kolam Pelabuhan adalah Perairan di depan dermaga yang digunakan untuk

kepentingan operasional sandar dan olah gerak Kapal.

(17)

5.24. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (“KKKS”) adalah adalah sebagaimana dimaksud

dalam PP Nomor 35 Tahun 2004.

5.25. Local Port Services adalah pelayanan lalu lintas kapal yang terbatas hanya pada

pemberian informasi mengenai data yang berkaitan dengan keperluan dan

operasional kepelabuhanan maupun terminal yang tidak bersifat responsif terhadap

lalu lintas Pelayaran dalam wilayah cakupan stasiun terkait.

5.26. Nakhoda adalah salah seorang dari Awak Kapal yang menjadi pimpinan tertinggi di

Kapal dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

5.27. Navigasi adalah proses mengarahkan gerak Kapal dari satu titik ke titik yang lain

dengan aman dan lancar serta untuk menghindari bahaya dan atau

rintangan-rintangan.

5.28. Navigasi Penerbangan adalah proses mengarahkan gerak pesawat udara dari satu

titik ke titik yang lain dengan selamat dan lancar untuk menghindari bahaya dan/atau

rintangan Penerbangan.

5.29. Otoritas Pelabuhan (Port Authority) adalah lembaga pemerintah di Pelabuhan

sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan

pengawasan kegiatan Kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.

5.30. Pandu adalah pelaut yang mempunyai keahlian di bidang nautika yang telah

memenuhi persyaratan untuk melaksanakan Pemanduan Kapal.

5.31. Pekerjaan Bawah Air adalah pekerjaan yang berhubungan dengan Instalasi,

konstruksi, atau Kapal yang dilakukan di bawah air dan atau pekerjaan di bawah air

yang bersifat khusus, yaitu penggunaan peralatan bawah air yang dioperasikan dari

permukaan air.

5.32. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan atau Perairan dengan

batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan

yang dipergunakan sebagai tempat Kapal bersandar, naik turun penumpang,

dan/atau bongkar muat barang, berupa Terminal dan tempat berlabuh Kapal yang

dilengkapi dengan fasilitas keselamatan, keamanan Pelayaran dan kegiatan

penunjang Pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda

transportasi.

5.33. Pelayaran adalah kesatuan sistem yang terdiri atas angkutan di perairan,

kepelabuhanan, keselamatan dan kemanan, serta perlindungan lingkungan maritim.

(18)

5.34. Pemanduan adalah kegiatan Pandu dalam membantu, memberikan saran, dan

informasi kepada Nakhoda tentang keadaan Perairan setempat yang penting agar

Navigasi dan Pelayaran dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib, dan lancar demi

Keselamatan Kapal dan lingkungan.

5.35. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah

sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

5.36. Pemerintah Pusat

(“Pemerintah”) adalah Presiden Republik Indonesia yang

memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5.37. Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah

udara, pesawat udara, Bandar Udara, angkutan udara, Navigasi Penerbangan, serta

fasilitas penunjang, dan fasilitas umum lainnya.

5.38. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan Pemerintah

pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.

5.39. Pengangkutan adalah kegiatan pemindahan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan/atau hasil

olahannya dari Wilayah Kerja atau dari tempat penampungan dan Pengolahan,

termasuk Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa transmisi dan distribusi.

5.40. Pengerukan adalah pekerjaan mengubah bentuk dasar Perairan untuk mencapai

kedalaman dan lebar yang dikehendaki atau untuk mengambil material dasar

Perairan yang dipergunakan untuk keperluan tertentu.

5.41. Penyelenggara Pelabuhan adalah Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara

Pelabuhan.

5.42. Perairan Indonesia

(“Perairan”) adalah laut teritorial Indonesia beserta Perairan

kepulauan, dan Perairan pedalamannya.

5.43. Perairan Wajib Pandu adalah wilayah Perairan yang karena kondisi Perairannya

wewajibkan dilakukan Pemanduan kepada Kapal yang melayarinya.

5.44. Register Bandar Udara adalah tanda bukti terpenuhinya persyaratan Keselamatan

Penerbangan dalam pengoperasian Bandar Udara yang diterbitkan oleh Direktur

Jenderal Perhubungan Udara.

5.45. Reklamasi adalah pekerjaan timbunan di Perairan atau pesisir yang mengubah garis

pantai dan/atau kontur kedalaman Perairan.

(19)

5.46. Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang Pelabuhan berupa peruntukan

rencana tata guna tanah dan Perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah

Lingkungan Kepentingan Pelabuhan.

5.47. Salvage adalah pekerjaan untuk memberikan pertolongan terhadap Kapal dan atau

muatannya yang mengalami kecelakaan Kapal atau dalam keadaan bahaya di

Perairan termasuk mengangkat Kerangka Kapal atau rintangan bawah air atau benda

lainnya.

5.48. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran

(“SBNP”) adalah peralatan atau sistem yang

berada di luar Kapal yang didesain dan dioperasikan untuk meningkatkan

keselamatan dan efisiensi bernavigasi Kapal dan atau lalu lintas Kapal.

5.49. SKK Migas adalah adalah Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam Perpres Nomor 9

Tahun 2013.

5.50. Sertifikat Bandar Udara adalah tanda bukti terpenuhinya persyaratan Keselamatan

Penerbangan dalam pengoperasian Bandar Udara yang diterbitkan oleh Direktur

Jenderal Perhubungan udara berdasarkan sub bagian B CASR 139.

5.51. Syahbandar adalah pejabat pemerintah di Pelabuhan yang diangkat oleh Menteri

dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan

terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin

Keselamatan dan Keamanan Pelayaran.

5.52. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

5.53. Telekomunikasi-Pelayaran adalah telekomunikasi khusus untuk keperluan dinas

Pelayaran yang merupakan setiap pemancaran, pengiriman atau penerimaan tiap

jenis tanda, gambar, suara dan informasi dalam bentuk apa pun melalui sistem

kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya dalam dinas

bergerak-Pelayaran yang merupakan bagian dari keselamatan bergerak-Pelayaran.

5.54. Terminal adalah fasilitas Pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat Kapal

bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu, dan naik turun

penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang.

5.55. Terminal Khusus (“Tersus”) adalah Terminal yang terletak di luar Daerah

Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang merupakan

bagian dari Pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan

Usaha Pokok Terminal tersebut.

(20)

5.56. Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (“TUKS”) adalah Terminal yang terletak di

dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan

yang merupakan bagian dari Pelabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai

dengan Usaha Pokok Terminal tersebut.

5.57. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di Pelabuhan sebagai

otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan

Kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan

yang belum diusahakan secara komersial.

5.58. Usaha Pokok adalah jenis usaha yang disebutkan di dalam surat izin usaha suatu

perusahaan dan berkaitan dengan Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi.

5.59. Work Program & Budget (WP&B) dan Pre-WP&B adalah sebagaimana dimaksud

di dalam PTK WP&B.

(21)

BAB II

PROSEDUR PERIZINAN DAN SERTIFIKASI

1. Prosedur Umum

1.1. KKKS melakukan pembahasan teknis terkait usulan kegiatan/fasilitas Kebandaran

atau Kemaritiman pada saat rapat Pre-WP&B atau AFE atau WP&B atau

pembahasan teknis terpisah lainnya yang dihadiri oleh personil dari Fungsi Pengelola

Kebandaran SKK Migas dan dapat dilakukan kunjungan lapangan jika diperlukan.

1.2. Setelah didapatkan hasil pembahasan teknis sesuai butir 2.1 Bab 2, KKKS

mengirimkan permohonan perizinan/rekomendasi kegiatan/fasilitas Kebandaran atau

Kemaritiman dengan melampirkan syarat-syarat secara lengkap kepada kementerian

atau instansi yang dituju dengan tembusan kepada Kepala Fungsi Penunjang

Operasi SKK Migas.

1.3. Tinjauan Lapangan lanjutan yang dihadiri oleh KKKS, Fungsi Pengelola Kebandaran

SKK Migas dan instansi/kementerian terkait dapat dilakukan bilamana diperlukan

setelah permohonan izin diterima oleh instansi/kementerian terkait dan semua

persyaratan sudah dilengkapi.

1.4. Jika diperlukan, KKKS dapat mengajukan permohonan bimbingan teknis kepada

Kementerian atau instansi yang dituju mengenai usulan kegiatan/fasilitas Kebandaran

atau Kemaritiman.

1.5. Surat izin/rekomendasi teknis akan diterima langsung oleh KKKS dan KKKS

wajib melaporkan kepada SKK Migas dengan melampirkan surat izin rekomendasi

(22)

2.

Persyaratan Yang Harus Dipenuhi

2.1. Kegiatan Kebandaran Laut

No Kegiatan Persyaratan Administrasi dan Teknis Kementerian/Instansi Terkait a. Perizinan Penetapan

Lokasi Tersus Lampiran 2-1

1. Gubernur setempat

2. Bupati/Walikota setempat dan 3. Kementerian Perhubungan Republik Indonesia b. Perizinan Pembangunan dan Pengoperasian Tersus Lampiran 2-2

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan

Republik Indonesia

c. Perpanjangan Izin

Pengoperasian Tersus Lampiran 2-3

1. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

d. Perizinan Operasional

Tersus 24 Jam Lampiran 2-4

1. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia.

2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan Republik

Indonesia.

3. Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (“HAM”) Republik

Indonesia; dan

4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan, Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

e.

Perizinan Tersus yang Terbuka Untuk Perdagangan Luar Negeri

Lampiran 2-5

1. Gubernur setempat, dan 2. Bupati/Walikota setempat, dan 3. Direktorat Jenderal Perhubungan

Laut, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

f. Persetujuan

Pengelolaan TUKS Lampiran 2-6

1. Gubernur setempat, atau

2. Bupati/Walikota setempat dan/atau 3. Direktorat Jenderal Perhubungan

Laut, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

4. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

(23)

g. Perizinan Pemanduan Lampiran 2-7

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

h. Perizinan Pengerukan Lampiran 2-8

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

i. Perizinan Reklamasi Lampiran 2-9

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

2.2. Kegiatan Kebandaran Udara

No Kegiatan Persyaratan Administrasi dan Teknis Kementerian/Instansi a. Rekomendasi Pembangunan Bandara Khusus Lampiran 3-1

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

b. Rekomendasi

Pembangunan Heliport Lampiran 3-2

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia c. Perizinan Penyelenggaraan Pelayanan Navigasi Penerbangan Lampiran 3-3

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia d. Perizinan Pengoperasian Bandar Udara Khusus (Sertifikat) Lampiran 3-4

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia e. Perizinan Pengoperasian Bandar Udara Khusus (Register) Lampiran 3-5

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia f. Perizinan Pengoperasian Heliport Lampiran 3-6

Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia

(24)

2.3. Kegiatan Kemaritiman

No Kegiatan Persyaratan Administrasi dan Teknis Kementerian / Instansi a. Perizinan Pembangunan, Pemindahan, dan/atau Pembongkaran Bangunan atau Instalasi di Perairan Lihat lampiran 4-1

1. Unit Penyelenggara Pelabuhan dan Distrik Navigasi Setempat untuk rekomendasi

2. Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut cq. Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai untuk persetujuan prinsip 3. Direktorat Jenderal Minyak dan

Gas Bumi cq. Direktur Teknik dan Lingkungan untuk persetujuan kaedah teknis.

b.

Pemberitahuan Informasi Kegiatan Usaha Hulu Migas di Perairan melalui Maklumat Pelayaran dan Berita Pelaut Indonesia

Lihat lampiran 4-2

1. Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut cq. Direktorat KeNavigasian untuk

pemberitahuan kegiatan melalui Maklumat Pelayaran (“MAPEL”) 2. Dinas Hidro-Oseanografi

(“DISHIDROS”) TNI AL untuk pemberitahuan kegiatan melalui Berita Pelaut Indonesia (“BPI”).

c. Rekomendasi dan Penetapan Daerah Terlarang Terbatas (“DTT”) Lihat lampiran 4-3 1. Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut cq. Direktorat KeNavigasian untuk

Rekomendasi

2. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi cq. Direktur Teknik dan Lingkungan untuk Penetapan DTT. d. Perizinan Pembangunan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (“SBNP”)

Lihat lampiran 4-4 Direktorat Jenderal Perhubungan Laut cq. Direktorat KeNavigasian.

e.

Perizinan Pembangunan/ Penyelenggaraan/ SOP Local Port

Services (LPS)

Lihat lampiran 4-5 Direktorat Jenderal Perhubungan Laut cq. Direktorat KeNavigasian.

f.

Pendaftaran SBNP ke dalam Daftar Suar Indonesia (“DSI”)

Lihat lampiran 4-6

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut cq. Direktorat KeNavigasian. g. Pengurusan Lihat lampiran 4-7 Dinas DISHIDROS TNI AL

(25)

Pembuatan Peta Laut Indonesia h. Pengurusan Sertifikasi Pernyataan Pemenuhan Keamanan Fasilitas Pelabuhan – ISPS Code Lihat lampiran 4-8

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut cq. Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai

(26)

BAB III

KEPEMILIKAN, PROSES PERIZINAN DAN SERTIFIKASI SERTA PELAPORAN

1. Kepemilikan

Tersus, TUKS, Bandar Udara Khusus, SBNP, dan seluruh Instalasi serta fasilitas

pendukung menurut PTK ini merupakan Barang Milik Negara yang dioperasikan oleh

KKKS.

2. Proses Perizinan dan Sertifikasi

2.1. KKKS wajib melakukan pembahasan teknis terkait kebutuhan, spesifikasi teknis,

biaya, dan kelengkapan dokumen perizinan dengan cara mengirimkan surat

permohonan diskusi teknis yang ditujukan kepada SKK Migas selambat-lambatnya

enam bulan sebelum fasilitas dibangun atau dioperasikan. Khusus untuk Izin

Penetapan Lokasi Terminal Khusus, pembahasan teknis selambat-lambatnya satu

tahun sebelum pembangunan fasilitas dimulai. Rekomendasi teknis paling lambat

diberikan 14 hari setelah semua data diterima lengkap.

2.2. KKKS wajib mengirimkan permohonan perizinan langsung ke instansi/kementerian

terkait dengan melengkapi semua persyaratan dan ditembuskan ke SKK Migas

sesuai persetujuan teknis dari SKK Migas.

3. Pelaporan

3.1. Selama proses pengajuan permohonan perizinan dan sertifikasi kepada kementerian

dan instansi yang terkait, KKKS wajib melaporkan status proses pengajuan

permohonan tersebut secara tertulis kepada Kepala Fungsi Penunjang Operasi

SKK Migas setiap bulannya dimulai sejak tanggal permohonan kegiatan diajukan

kepada Kementerian dan instansi yang terkait hingga izin atau rekomendasi

diperoleh.

3.2. KKKS wajib mengirimkan semua laporan operasional terkait fasilitas secara langsung

kepada Kementerian atau terkait dengan tembusan ke Kepala Fungsi Penunjang

Operasi SKK Migas. Perubahan kebutuhan, spesifikasi teknis, dan biaya perlu

mendapatkan persetujuan dari SKK Migas.

(27)

BAB IV

PENUTUP

1. PTK ini dibuat dengan mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2.

Lampiran PTK dan formulir sehubungan dengan pelaksanaan PTK ini merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dari PTK ini.

3.

Ketentuan yang belum tercakup dalam PTK ini akan dibuat kemudian sebagai ketentuan

tambahan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PTK ini.

4.

Jika terdapat perubahan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan

ketentuan PTK ini, maka ketentuan PTK ini akan disesuaikan sebagaimana mestinya.

Ketentuan lain yang tidak bertentangan dengan perubahan peraturan perundang-undangan

tersebut akan tetap berlaku.

5.

Jika terdapat dampak dari tidak terlaksananya proses perizinan kegiatan kebandaran dan

kemaritiman sesuai dengan PTK ini, SKK Migas dan KKKS akan melaksanakan tindak

lanjut dengan merujuk ke dokumen Kontrak Kerja Sama, atau ke peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

6.

Bila terbukti adanya pelanggaran oleh KKKS terhadap ketentuan peraturan perundangan

yang berlaku atas proses pelaksanaan PTK ini maka KKKS bertanggung jawab atas segala

akibat hukum dan melepaskan, membebaskan, dan membela SKK Migas dari dan

terhadap setiap kerugian, tuntutan, dan gugatan hukum pihak ketiga yang sebagai akibat

dari kelalaian, kesalahan, pelanggaran kewajiban hukum KKKS terhadap pelanggaran

ketentuan peraturan perundang-undangan dimaksud. Akibat yang terjadi dan timbul dari

pelanggaran ini akan menjadi tanggung jawab KKKS yang selanjutnya tidak dapat

dibebankan sebagai biaya operasi.

(28)

Lampiran 1

Flowchart Permohonan Kegiatan Kebandaran

KKKS SKK MIGAS KEMENTERIAN/INSTANSI

TERKAIT

Hasil Pembahasan teknis pada rapat Pre-WP&B/AFE/WP&B atau hasil pembahasan teknis terpisah lainnya yang dihadiri oleh Fungsi Pengelola

Kebandaran SKK Migas

Data lengkap?

Tinjauan Lapangan

Surat Izin atau Rekomendasi Teknis Data Verifikasi Permohonan Perizinan Kebandaran selesai Izin Diterima Tidak Ya Permohonan Tembusan SKK Migas Koordinasi Koordinasi

(29)

Lampiran 2.1

Persyaratan Administrasi dan Teknis untuk Perizinan Penetapan Lokasi Tersus

NO. PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS UNTUK PERIZINAN

PENETAPAN LOKASI TERSUS

KKKS

KETERANGAN

Ada Tidak

1 Surat Permohonan

2 Data-data (Akte Pendirian, NPWP, Surat Keterangan Domisili Perusahan, dan Keterangan Penanggung Jawab Kegiatan)

3 Letak lokasi yang diusulkan dilengkapi dengan koordinat geografis yang digambarkan dalam peta laut

4 Studi kelayakan yang paling sedikit memuat:

a. rencana volume bongkar muat bahan baku, peralatan penunjang dan hasil produksi

b. rencana frekuensi kunjungan Kapal

c. aspek ekonomi yang berisi tentang efisiensi dibangunnya Tersus dan aspek lingkungan dan

d. hasil survey yang meliputi hidrooceanografi (pasang surut, gelombang, kedalaman dan arus), topografi, titik nol (benchmark) lokasi Pelabuhan yang dinyatakan dalam koordinat geografis

5 Rekomendasi dari Syahbandar pada Pelabuhan terdekat berkoordinasi dengan Kantor Distrik Navigasi setempat mengenai aspek keamanan dan keselamatan Pelayaran yang meliputi kondisi Perairan

berdasarkan hasil survei sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf d setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Kantor Distrik Navigasi setempat

6 Rekomendasi gubernur dan bupati/walikota setempat mengenai kesesuaian rencana lokasi Tersus dengan rencana Tata Ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota

7 Laporan keuangan perusahaan minimal 1 (satu) tahun terakhir yang diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar

8 Referensi bank nasional atau bank swasta nasional yang memiliki aset paling sedikit Rp50.000.000.000.000,00 (lima puluh trilyun Rupiah) 9 Gambar peta lokasi dengan titik koordinat geografis sesuai peta laut 10 Mapping lokasi Pelabuhan dengan Pelabuhan terdekat

11 Hasil Survey Hidrooceanografi (pasang surut, gelombang, kedalaman dan arus) dan Topografi yang direkomendasikan oleh penjabat fungsi keselamatan Pelayaran pada kantor UPT Pelabuhan setempat (Kanpel/Adpel)

12 Rencana Induk Pelabuhan dan DLKr/DLKp

13 Surat Pernyataan tentang koordinat lokasi tidak bermasalah (minimal 3 titik)

14 Surat Pernyataan sesuai Lampiran 2-10 Diperiksa oleh:

(30)

Lampiran 2.2

Persyaratan Administrasi dan Teknis untuk Perizinan Pembangunan & Pengoperasian

Tersus

NO. PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS UNTUK PERIZINAN

PEMBANGUNAN & PENGOPERASIAN TERSUS

KKKS

KETERANGAN

Ada Tidak

1 Persetujuan Penetapan Lokasi TERSUS dari MENHUB 2 Surat Permohonan

3 Data-data (NPWP, Akte Perusahaan, Copy Izin Usaha Pokok dari Instansi Terkait)

4 Bukti Penguasaan/Pemilikan Tanah yang Diterbitkan Oleh Badan Pertanahan Nasional

5 Bukti Kemampuan Finansial untuk membangun

6 Laporan keuangan perusahaan minimal 1 (satu) tahun terakhir yang diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar

7 Referensi bank nasional atau bank swasta nasional yang memiliki aset paling sedikit Rp50.000.000.000.000,00 (lima puluh trilyun Rupiah) 8 Proposal rencana tahapan kegiatan pembangunan jangka pendek,

jangka menengah dan jangka panjang

9 Rekomendasi dari Syahbandar/UPP pada Pelabuhan Terdekat Setelah Mendapat Pertimbangan dari Kantor Distrik Navigasi Setempat Mengenai Perencanaa Alur - Pelayaran dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaranyang meliputi:

a. Rencana Alur-Pelayaran (Perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas hambatan Pelayaran lainnya diangggap aman dan selamat untuk dilayari)

b. Kolam Pelabuhan

c. Rencana penempatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran d. Rencana kunjungan Kapal (jenis dan ukuran)

10 Studi kelayakan yang paling sedikit memuat:

a. Rencana volume bongkar muat bahan baku, peralatan penunjang dan hasil produksi serta rencana frekuensi kunjungan Kapal b. Aspek ekonomi dan finansial yang berisi tentang efisiensi

dibangunnya Tersus dan aspek lingkungan

c. Aspek Keselamatan dan Keamanan Pelayaran di Tersus

d. Hasil survey mengenai pasang surut, arus, gelombang, kedalaman, kadar salinasi dan sedimen

e. Perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok

f. Hasil survey kondisi tanah (jenis dan karakteristik lapisan tanah) g. Topografi (garis kontur di sekitar dermaga)

h. Hasil kajian keselamatan Pelayaran (Rencana Penempatan SBNP, alur dan Kolam Pelabuhan)

i. Batas-batas rencana wilayah daratan dan Perairan dilengkapi titik koordinat geografis serta rencana induk Tersus yang akan ditetapkan sebagai daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan tertentu

j. Kajian lingkungan berupa studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan

(31)

perundang-undangan di bidang lingkungan hidup k. Sistem dan prosedur pelayanan di Tersus

l. Tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian Pelabuhan yang memiliki kualitas dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat

11 Rancang Bangun dan Rekayasa Terinci:

a. Perhitungan Konstruksi, spesifikasi teknis, metode dan jadwal pelaksanaan

b. Tata letak fasilitas dermaga

c. Gambar Konstruksi bangunan (denah, tampak dan potongan) 12 Surat Pernyataan Sesuai Lampiran 2-10

Diperiksa oleh:

(32)

Lampiran 2.3

Persyaratan Administrasi dan Teknis untuk

Perpanjangan Izin Pengoperasian Tersus

NO. PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS UNTUK

PERPANJANGAN IZIN PENGOPERASIAN TERSUS

KKKS

KETERANGAN

Ada Tidak

1 Surat Permohonan

2 Data-data (NPWP, Akte Perusahaan, Copy Izin Usaha Pokok dari Instansi Terkait)

3 Copy persetujuan Izin pembangunan dan Pengoperasian Tersus 4 Rekomendasi dari Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan

terdekat yang menerangkan Tersus yang bersangkutan dari aspek Keselamatan dan Keamanan Pelayaran dan teknis Kepelabuhanan masih layak digunakan untuk melayani Usaha Pokok

5 Laporan Kegiatan Operasional Tersus 3 (tiga) tahun terakhir 6 Berita acara hasil peninjauan lapangan oleh tim teknis terpadu

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan

7 Gambar letak lokasi tersus skala 1 : 5000 8 Gambar tata letak dermaga skala 1 : 2500

9 Kajian lingkungan berupa studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup

Diperiksa oleh:

(33)

Lampiran 2.4

Persyaratan Administrasi dan Teknis untuk

Perizinan Operasional Tersus 24 Jam

NO. PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS UNTUK PERIZINAN OPERASIONAL TERSUS 24 JAM

KKKS

KETERANGAN

Ada Tidak

1 Surat Permohonan

2 Kesiapan kondisi alur meliputi kedalaman, pasangsurut, Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran

3 Kesiapan pelayanan Pemanduan dan penundaan bagi Perairan Tersus yang sudah ditetapkan sebagai Perairan wajib Pandu 4 Kesiapan fasilitas Tersus

5 Kesiapan gudang dan/atau fasilitas lain di luar Tersus 6 Kesiapan keamanan dan ketertiban

7 Kesiapan sarana transportasi darat

8 Rekomendasi dari Syahbandar pada Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan terdekat

9 Kesiapan sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan yang dibuktikan dengan rekomendasi dari instansi yang bersangkutan setempat, antara lain:

a. Syahbandar b. Petugas karantina c. Petugas bea dan cukai d. Petugas imigrasi

e. Kesiapan tenaga kerja bongkar muat dan naik turun penumpang atau kendaraan

Diperiksa oleh:

(34)

Lampiran 2.5

Persyaratan Administrasi dan Teknis Perizinan Penggunaan Tersus Yang Terbuka Bagi

Perdagangan Luar Negeri

NO.

PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERIZINAN PENGGUNAAN TERSUS YANG TERBUKA BAGI PERDAGANGAN LUAR

NEGERI KKKS KETERANGAN Ada Tidak 1 Aspek Administrasi a. Surat Permohonan

b. Rekomendasi dari gubernur, bupati/walikota

c. Rekomendasi dari pejabat pemegang fungsi keselamatan Pelayaran di Pelabuhan

2 Aspek Ekonomi

a. Menunjang industri tertentu

b. Arus barang minimal 10.000 ton/tahun c. Arus barang ekspor minimal 50.000 ton/tahun 3 Aspek Keselamatan dan Keamanan Pelayaran

a. Kedalaman Perairan minimal -6 meter L WS

b. Luas kolam cukup untuk olah gerak minimal 3 (tiga) unit Kapal c. Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran

d. Stasiun radio operasi pantai

e. Prasarana, sarana, dan sumber daya manusia Pandu vi. bagi Tersus yang Perairannya telah ditetapkan sebagai Perairan Wajib Pandu

f. Kapal patroli apabila dibutuhkan 4 Aspek Teknis Fasilitas Kepelabuhanan

a. Dermaga beton permanen minimal 1 (satu) tambatan b. Gudang tertutup

c. Peralatan bongkar muat d. PMK 1 (satu) unit e. Fasilitas bunker

f. Fasilitas pencegahan pencemaran

5 Fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi Keselamatan dan Keamanan Pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina

6 Jenis komoditas khusus Diperiksa oleh:

(35)

Lampiran 2.6

Persyaratan Administrasi dan Teknis Perizinan Pengelolaan Terminal Untuk

Kepentingan Sendiri (TUKS)

NO. PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS PERIZINAN

PENGELOLAAN TUKS

KKKS

KETERANGAN

Ada Tidak

1 Surat Permohonan

2 Data-data perusahaan yang meliputi akta perusahaan, NPWP, dan izin Usaha Pokok

3 Bukti kerjasama dengan penyelenggara Pelabuhan 4 Bukti penguasaan tanah

5 Rekomendasi dari Syahbandar pada Pelabuhan setempat 6 Berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim teknis terpadu

Studi kelayakan yang paling sedikit memuat:

a. Rencana volume bongkar muat bahan baku, peralatan penunjang dan hasil produksi

b. Rencana frekuensi kunjungan Kapal dan

c. Aspek ekonomi yang berisi tentang efisiensi dibangunnya TUKS

7 Hasil survey yang meliputi hidrooceanografi (pasang surut, gelombang, kedalaman, dan arus), topografi, titik nol (benchmark) lokasi Pelabuhan yang dinyatakan dalam koordinat geografis

8 Gambar tata letak lokasi TUKS dengans kala yang memadai, gambar konstruksi dermaga, dan koordinat geografis letak TUKS

9 Proposal TUKS

10 Laporan keuangan perusahaan minimal 2 (dua) tahun terakhir yang diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar

11 Referensi bank nasional atau bank swasta nasional yang memiliki aset paling sedikit Rp50.000.000.000.000,00 (lima puluh trilyun Rupiah)

12 Rekomendasi dari Syahbandar pada Pelabuhan setempat 13 Studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang

berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Diperiksa oleh:

(36)

Lampiran 2.7

Persyaratan Administrasi dan Teknis Untuk Pemanduan

NO. PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS UNTUK PEMANDUAN Ada KKKS Tidak KETERANGAN

1 Peta lokasi Perairan yang diusulkan, dilengkapi dengan titik koordinat sesuai dengan peta laut dan gambar situasi 2 Hasil kajian Perairan yang ditinjau dari faktor Kapal yang

mempengaruhi keselamatan Pelayaran dan di luar Kapal yang mempengaruhi keselamatan Pelayaran sebagai berikut: a. Frekuensi kepadatan lalu lintas Kapal

a. Ukuran Kapal b. Jenis Kapal

c. Jenis muatan Kapal d. Kedalaman Perairan e. Panjang alur Perairan f. Banyaknya tikungan g. Lebar alur Perairan

h. Rintangan/bahaya Navigasi di alur Perairan i. Kecepatan arus

j. Kecepatan angin k. Tinggi ombak

l. Ketebalan/kepekatan kabut m. Jenis tambatan Kapal dan

n. Keadaan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran

3 Berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim teknis terpadu

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dan/atau Sekretariat Jenderal 4 Data-data petugas Pandu dengan persyaratan:

a. Paling rendah berijazah pelaut ahli nautika tingkat III b. Mempunyai pengalaman berlayar sebagai Nakhoda paling

singkat 3 (tiga) tahun

c. Lulus pendidikan dan pelatihan Pandu yang diselenggarakan oleh Pemerintah (dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut)

d. Memiliki sertifikat Pandu:

1) Tingkat II untuk Pemanduan terhadap Kapal yang berukuran panjang Kapal kurang dari 200 (dua ratus) meter

2) Tingkat I untuk Pemanduan terhadap Kapal yang berukuran panjang Kapal tidak terbatas (unlimited)

3) Laut dalam untuk Pemanduan terhadap Kapal dengan sarat 15 (lima belas) meter atau lebih di luar Perairan Pelabuhan e. Memiliki umur kurang dari 60 (enam puluh) tahun serta sehat

jasamani dan rohani yang dibuktikan dengan keternagan kesehatan dari rumah sakit pemerintah yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perhubungan Laut

NO. PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS UNTUK PEMANDUAN KKKS KETERANGAN

5 Badan Usaha Pelabuhan dan pengelola Tersus yang mendapat pelimpahan pelayanan jasa Pemanduan wajib:

(37)

jumlah sesuai gerakan Kapal per hari

b. Menyediakan sarana bantu dan prasarana Pemanduan yang memenuhi persyaratan dalam jumlah sesuai dengan ukuran dan gerakan Kapal per hari sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 53 Tahun 2011 dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2014 c. Memberikan pelayanan Pemanduan secara wajar dan tepat

sesuai dengan sistem dan prosedur yang ditetapkan; melaporkan apabila terjadi hambatan dalam pelaksanaan Pemanduan kepada Syahbandar

d. Melaporkan apabila terjadi hambatan dalam pelaksanaan Pemanduan kepada Syahbandar

e. Melaporkan kegiatan Pemanduan setiap 1 (satu) bulan kepada Direktorat Jenderal

*) Penetapan Perairan Wajib Pandu/Perairan Pandu Luar Biasa diusulkan oleh Syahbandar atau Unit Penyelenggara Pelabuhan kepada Direktur Jenderal disertai dokumen-dokumen tersebut di atas.

Diperiksa oleh:

(38)

Lampiran 2.8

Persyaratan Administrasi dan Teknis Untuk Perizinan Kegiatan Pengerukan

NO. PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS UNTUK PERIZINAN

KEGIATAN PENGERUKAN

KKKS

KETERANGAN

Ada Tidak

1 Surat Permohonan

2 Data-data (Akte Pendirian, NPWP, Surat Keterangan Domisili Perusahan, dan Keterangan Penanggung Jawab Kegiatan)

3 Surat pernyataan bahwa pekerjaan Pengerukan akan dilakukan oleh perusahaan Pengerukan yang memiliki izin usaha serta mempunyai kemampuan dan kompetensi untuk melakukan Pengerukan 4 Rekomendasi dari Syahbandar setempat berkoordinasi dengan

Kantor Distrik Navigasi setempat terhadap aspek keselamatan Pelayaran setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Kantor Distrik Navigasi setempat

5 Keterangan penanggungjawab kegiatan

6 Keterangan mengenai maksud dan tujuan Pengerukan 7 Lokasi dan koordinat geografis areal yang akan dikeruk

8 Peta pengukuran kedalaman awal (predredge sounding) dari lokasi yang akan dikerjakan

9 Untuk pekerjaan Pengerukan dalam rangka pemanfaatan material keruk (penambangan) harus mendapat izin terlebih dahulu dari instansi yang berwenang

10 Hasil penyelidikan tanah daerah yang akan dikeruk untuk mengetahui jenis dan struktur dari tanah

11 Hasil pengukuran dan pengamatan arus di daerah buang 12 Hasil studi analisis mengenai dampak lingkungan atau sesuai

ketentuan yang berlaku

13 Peta situasi lokasi dan tempat pembuangan yang telah disetujui oleh Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan, yang dilengkapi dengan koordinat geografis

14 Studi Kelayakan yang paling sedikit memuat:

a. Rencana volume hasil kerja keruk, peralatan yang digunakan dan metode pelaksanaan pekerjaan Pengerukan

b. Rencana jadwal rencana pekerjaan Pengerukan

c. Aspek ekonomi yang berisi kemampuan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan Pengerukan

d. Dampak sosial yang terjadi pada tahap pelaksanaan Pengerukan dan setelah melakukan kegiatan pekerjaan Pengerukan

15 Laporan keuangan perusahaan yang diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar minimal 2 (dua) tahun terakhir

16 Referensi bank nasional atau bank swasta nasional yang memiliki aset paling sedikit Rp50.000.000.000.000,00 (lima puluh triliun Rupiah)

Diperiksa oleh:

(39)

Lampiran 2.9

Persyaratan Administrasi dan Teknis Untuk Perizinan Kegiatan Reklamasi

NO. PERSYARATAN ADMINISTRASI DAN TEKNIS UNTUK PERIZINAN

KEGIATAN REKLAMASI

KKKS

KETERANGAN

Ada Tidak

1 Surat Permohonan

2 Data-data (Akte Pendirian, NPWP, Surat Keterangan Domisili Perusahan, dan Keterangan Penanggung Jawab Kegiatan ) 3 Keterangan Penanggung Jawab Kegiatan

4 Keterangan mengenai maksud dan tujuan kegiatan Reklamasi 5 Lokasi dan koordinat geografis areal yang akan direklamasi 6 Peta pengukuran kedalaman awal (predredge sounding) dari lokasi

yang akan direklamasi

7 Hasil studi analisis mengenai dampak lingkungan atau sesuai ketentuan yang berlaku

8 Surat pernyataan bahwa pekerjaan Reklamasi akan dilakukan oleh perusahaan yang memiliki izin usaha serta mempunyai kemampuan dan kompetensi untuk melakukan Reklamasi

9 Rekomendasi dari Syahbandar setempat berkoordinasi dengan Kantor Distrik Navigasi setempat terhadap aspek keselamatan Pelayaran setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Kantor Distrik Navigasi setempat dan

10 Rekomendasi dari Otoritas Pelabuhan atau Unit Penyelenggara Pelabuhan dari Pelabuhan setempat akan kesesuaian dengan Rencana Induk Pelabuhan bagi pekerjaan Reklamasi yang berada di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan atau

11 Rekomendasi dari bupati/walikota setempat akan kesesuaian dengan rencana umum Tata Ruang wilayah kabupaten/kota yang

bersangkutan bagi pekerjaan Reklamasi di wilayah Perairan Tersus 12 Studi kelayakan yang paling sedikit memuat:

a. Rencana peruntukan dan lahan yang direklamasi, peralatan yang digunakan serta metode pelaksanaan pekerjaan Reklamasi b. Rencana jadwal rencana pekerjaan Reklamasi

c. Aspek ekonomi yang berisi kemampuan untuk membiayai pelaksanaan kegiatan Reklamasi

d. Dampak sosial yang terjadi pada tahap pelaksanaan Reklamasi dan setelah melakukan kegiatan pekerjaan Reklamasi

13 Laporan keuangan perusahaan yang diaudit oleh kantor akuntan publik terdaftar minimal 2 (dua) tahun terakhir

14 Referensi bank nasional atau bank swasta nasional yang memiliki aset paling sedikit Rp50.000.000.000.000,00

(lima puluh triliun Rupiah) Diperiksa oleh:

(40)

Lampiran 2.10

Surat Pernyataan

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Lengkap

:

Nama Perusahaan

:

Tempat/Tanggal Lahir :

Jenis Kelamin

:

Nomor KTP

:

Alamat Lengkap

:

Proses izin yang diurus

:

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1. Dalam proses penerbitan perizinan di Kementerian Perhubungan, sanggup untuk memenuhi

persyaratan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan

2. Bersedia bertanggung jawab penuh terhadap kebenaran data yang disampaikan dalam

pengurusan perizinan di Kementerian Perhubungan

3. Bersedia setiap saat dicabut izinnya apabila terdapat ketidaksesuaian dalam dokumen yang

disampaikan

4. Dalam proses pengurusan perizinan di Kementerian Perhubungan, tidak pernah dipungut

biaya apapun

Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari pihak

manapun, apabila pernyataan saya tersebut di atas tidak benar, saya bersedia diproses secara

hukum yang berlaku.

[Kota], [Tanggal Bulan Tahun]

Yang membuat Pernyataan

(…………..………..)

Materai

Referensi

Dokumen terkait

UNIVERSITAS TEMPAT JURUSAN GELAR IPK KETERANGAN Remarks Mulai Akhir.. 2009 2013

Aset adalah harta benda berujud (tangible) dan tidak berujud(intangible), yang dibeli atau diperoleh dengan cara lainnya olehKontraktor KKS, yang dipergunakan atau

Hasil penelitian terhadap masalah di atas menunjukkan: Pertama , penerapan penggantian biaya operasi oleh SKK Migas terhadap KKKS dalam kontrak kerja sama ditinjau

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, PARA PIHAK sepakat untuk melanjutkan ker^a sama dalam rangka Penyelenggaraan Pengamanan dan Penegakan Hukum pada Kegiatan

Sebagai tindak lanjut, Panitia Tender meminta Peserta Tender yang disanggah untuk membuktikan nilai pernyataan TKDN jasa dalam batas waktu yang wajar berdasarkan klarifikasi TKDN

“Dan keesokan harinya tanggal 26 Juli 2013 uang tersebut diserahkan oleh Deviardi kepada terdakwa di kantornya, dan oleh terdakwa diserahkan ke Sutan Bhatoegana

Analisis Fraud yang Terjadi dalam Pengadaan Jasa Melalui Lelang Terbatas di Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).. benar – benar merupakan

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi dinyatakan bahwa BP Migas merupakan organ pemerintah yang khusus, berbentuk Badan Hukum Milik Negara (selanjutnya disebut BHMN) memiliki