1. Rudi Rubiandini (Kepala SKK Migas) » Tersangka
» Peran: Diduga memberikan uang ke DPR dan Waryono Karno 2. Karen Agustiawan (Direktur PT. Pertamina)
» Saksi
» Peran: Diduga menyetorkan uang suap
(Karen) “Pertamina sudah memberikan ke mereka langsung” (Rudi) “Kalau tak mau ngasih, saya laporkan ke Pak Menteri”
3. Gerhard Maarten Rumeser (Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas)
» Saksi
» Peran: Diduga memberikan uang suap (Gerhard) “Dicicil tiga kali saja”
(Rudi) “Pak Jhonny sudah menagih” 4. Deviardi (Pelatih golf)
» Tersangka
5. Sutan Bhatoegana (Ketua Komisi Energi DPR) » Saksi
» Peran: Diduga menerima gratifikasi/suap dan mengawal tender di SKK Migas
» Harta: Rp. 2.465.719.252 dan US$ 15,000 (30 November 2009) Kasus Lain:
» Diduga terlibat korupsi pembangkit listrik solar home system di Kementrian ESDM
» Menghubungkan M. Nazzaruddin, berkas Bendahara Umum Partai Demokrat, dengan direksi PT. PLN dalam Proyek pengadaan baru bara
untuk PLN.
(Sutan) “Sudah injury time.. Kita di sini pening” 6. Tri Yulianto (Anggota Komisi Energi DPR)
» Saksi
» Peran: Diduga menjadi perantara dan penerima gratifikasi/ suap (Tri Yulianto) “Lewat saya saja, nanti saya sampaikan”
(Rudi) “Ada dana THR yang diminta Pak Sutan untuk Komisi VII” 7. Jhonny Allen Marbun (Anggota Komisi Energi DPR)
» Belum diperiksa
» Peran: Diduga meminta uang kepada Rudi
“Pembayaran bisa kapan saja, yang penting janji bayar” 8. Zainudin Amali (Wakil Ketua Komisi Energi DPR)
» Saksi
» Peran: Diduga menerima dana dari Waryono Karyo
9. Waryono Karyo (Sekretaris Jenderal Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral)
» Tersangka
» Peran: Diduga menjadi pengepul uang untuk Kementrian dan DPR. (Waryono) “SKK Migas buka kendang, Pertamina tutup kendang”
Akibat Jurus Kickback
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan
dugaan pemerasan yang dilakukan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik terjadi sejak 2011. “Latar belakangnya ialah, JW memerlukan dana operasional yang lebih besar dari biasanya,” kata Bambang. Dia menyebut aksi
Jero ini sebagai kickback atau pemerasan.
⇙13 Agustus 2013
Kepala Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi,
Rudi Rubiandini, ditangkap KPK di rumahnya dengan barang bukti US$ 490 ribu
dan Sin$ 127 ribu
⇙ 16 Januari 2014
Sekretaris Jenderal Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Waryono Karno menjadi tersangka. Waryono diduga terlibat korupsi di Satuan
Kerja Khusus Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
Migas)
1
2
3
4
⇙3 Juli 2014
Istri Jero Wacik, Triesnawati, diperiksa KPK. Seusai pemeriksaan, Triesnawati
bungkam.
⇙16 Juli 2014
Menteri Jero Wacik diperiksa penyidik KPK selama 6 jam. Jero mengaku ditanya
soal dugaan penyimpangan anggaran dana di kementriannya. Sebelumnya, KPK
mengatakan menemukan ada perintah Jero kepada Waryono saat masih menjabat
Sekjend Kementrian Energi untuk memainkan anggaran di Kementrian.
⇙3 September 2014
KPK menetapkan Jero Wacik sebagai tersangka kasus pemerasan.
Modus:
Melakukan kegiatan perdata, tapi dibungkus keperdataan administrasi.
Menggelar rapat-rapat fiktif.
Pengumpulan dana dari rekanan kementrian
Pengumpulan dana dari feedback suatu kegiatan Kerugian Negara :
9,9 Miliar
Pasal yang dilanggar:
Pasal 12e juncto Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP.
Ancaman Hukuman:
20 tahun penjara dan denda 1 Miliar
1. Rudi Rubiandini (Vonis 7 tahun) Kepala SKK Migas
2. Simon Gunawan (Vonis 3 tahun) Komisaris PT. Kernel Oil Private Limited US$ 700,000 (sekitar Rp 8,1 Miliar)
Kementrian Energi
Peruntukan: Urunan “uang semir” ke DPR untuk memuluskan anggaran APBN-P 2013 Kementrian Energi. Permintaan ini, kata Sekjend Kementrian Energi Waryono Karno seperti dikutip Rudi, atas “arahan Pak Menteri”.
4. Iryanto Muchi (Saksi) Staf Sutan Bhatoegana – via Didi Dwi Sutrisnohadi (Kepala Biro Keuangan Kementrian Energi)
Pimpinan Komisi Energi (4 orang) : US$ 30,000
Anggota Komisi (43 orang) : US$ 107,500
Sekretariat Komisi : US$ 2,500
DPR
Peruntukan: Tunjangan Hari Raya DPR US$ 200,000 (sekitar Rp 2,34 Miliar)
5. Sutan Bhatoegana (Tersangka) Ketua Komisi Energi DPR – via Tri Yulianto (Anggota Fraksi Demokrat)
Utang “Warisan”
Peruntukan: Pelunasan “utang” Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas – nama lama SKK Migas – sebesar US$ 1 juta kepada anggota DPR.
6. Jhonny Allen Marbun (Anggota Badan Anggaran DPR) – via Gerhard Rumeser. US$ 200ribu (sekitar Rp 2,34 Miliar)
Ada Tersangka Baru di SKK Migas?
Minggu, 4 Mei 2014 — 20:54 WIB
JAKARTA (Pos Kota) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi sinyal
akan ada penyidikan baru terkait kasus dugaan suap di lingkungan Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Menurut Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, tindak lanjut kasus itu
bergantung dari kesimpulan tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang
menangani kasus suap mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini.
“Kami sedang menunggu ekspose dari teman-teman penuntut untuk kemudian dijadikan dasar bagi pimpinan KPK apakah perlu ditindaklanjuti. Kalau
ditindaklanjuti yang mana yang perlu ditindaklanjuti,” ujarnya di Jakarta, belum
lama ini.
Pernyataan itu sekaligus menjawab bagaimana upaya KPK dalam menelusuri
keterlibatan pemberi suap kepada Rudi Rubiandini. Terlebih, dalam vonis majelis
hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, ada pihak-pihak yang
disebut diduga menyuap Rudi.
“Sebenarnya yang paling menarik itu hampir semua rumusan dakwaan yang dirumuskan lagi dalam tuntutan itu, pertimbangan hukumnya, diambil oleh hakim
dan dijadikan dasar untuk membuat putusan. Di situ kan yang menarik ada cukup
banyak saksi yang mengonfirmasi dan mengklarifikasi ada pihak lain yang terlibat disitu. Nah itu lah mungkin bisa dijadikan dasar,” paparnya.
Sebelumnya, dalam sidang di Pengadilan Tipikor, berdasarkan keterangan
sejumlah saksi, majelis hakim membeberkan sejumlah orang yang diduga
Di antaranya, Komisaris Utama Kernel Oil Singapura, Widodo Ratanachaitong,
Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri, Artha Meris Simbolon, Wakil Kepala
SKK Migas saat itu, Yohanes Widjonarko, Deputi Pengendalian Bisnis SKK
Migas, Gerhard Marteen Rumeser, Kepala Penunjang Operasi SKK Migas, Iwan
Ratman, dan anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Demokrat, Sutan Bhatoegana.
Saat disinggung mengenai nasib Sutan yang disebut-sebut kecipratan uang 200 ribu dolar AS dari Rudi, Bambang menjawab tegas. “Siapapun yang ada dalam situ pokoknya,” timpal dia.
Rudi Rubiandini telah divonis 7 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3
bulan kurungan. Rudi dinilai terbukti menerima duit dari sejumlah pihak dan
melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu dinilai
menerima duit 200 ribu dolar Singapura dan 900 ribu dolar AS dari pemilik PT
Kernel Oil Pte Ltd, Widodo Ratanachaitong.
Duit itu diberikan Widodo melalui Deviardi, pelatih golf Rudi, supaya Rudi
menyetujui perusahan Widodo, Fossus Energy Ltd, menjadi pemenang di
beberapa tender di SKK Migas. Rudi juga menginginkan agar beberapa tender di
SKK Migas digabung dan ditunda.
Rudi juga terbukti menerima 522.500 dolar AS dari Presiden Direktur PT Kaltim
Parna Industri, Artha Meris Simbolon.
Menurut Jaksa Riyono, Artha Meris memberikan uang itu supaya Rudi
menyetujui permohonan penurunan formula harga gas untuk perusahaannya buat
disampaikan kepada Menteri ESDM, Jero Wacik.
Terkait dakwaan gratifikasi, menurut Jaksa Andi Suharlis, Rudi juga dianggap
Singapura dari Wakil Kepala SKK Migas (kini Pelaksana Tugas Kepala SKK
Migas) Yohanes Widjonarko, 150 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar AS dari
Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas, Gerhard Maarten Rumesser,
serta 50 ribu dolar AS dari Kepala Divisi Penunjang Operasi SKK Migas, Iwan
Ratman.
Tak hanya itu, majelis hakim juga memperkuat dugaan pemberian uang 200 ribu
dolar AS kepada Politikus Demokrat, Sutan Bhatoegana, oleh Rudi Rubiandini
saat masih menjabat Kepala SKK Migas.
Hakim anggota Purwono Edi Santosa saat membacakan fakta hukum dalam
analisa yuridis putusan Rudi Rubiandini menerangkan uang diterima melalui
pelatih golf Rudi, Deviardi dan selanjutnya diserahkan ke Rudi di kantornya
Gedung Plaza Mandiri, Jl Gatot Subroto, Jaksel.
Uang tersebut diserahkan ke Sutan merupakan bagian uang yang diterima Rudi
dari bos Kernel Oil Singapura, Widodo Ratanachaitong yakni 300 ribu dolar AS. “Dan keesokan harinya tanggal 26 Juli 2013 uang tersebut diserahkan oleh Deviardi kepada terdakwa di kantornya, dan oleh terdakwa diserahkan ke Sutan Bhatoegana 200 ribu dolar AS dan sisanya disimpan di safe deposit box,” kata hakim anggota Purwono Edi Santosa. (yulian/d)
Ada Titipan Uang 'Terima Kasih' ke Rudi Rubiandini
Thursday, 28 November 2013, 20:33 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi
Rubiandini mengaku mendengar ada beberapa orang yang ingin memberikan dana
sebagai ucapan terima kasih. Ia mendengar itu dari pelatih golfnya, Deviardi.
Rudi menjabat sebagai Kepala SKK Migas sejak Januari lalu. Selama kurun
Januari-Mei, ia mengatakan, Deviardi sempat menyebut ada yang menitipkan
uang. "Pertama cukup besar dan saya tolak. Deviardi entah disimpan di mana.
Cukup besar, ratusan ribu (dolar)," kata dia, saat menjadi saksi di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (28/11).
Menurut Rudi, Deviardi menyampaikan ada titipan dari Widjonarko, Wakil
Kepala SKK Migas. Uang itu, menurut dia, sempat ditunjukkan di dalam mobil.
Namun, Rudi mengaku menolaknya. Di kesempatan lain, Deviardi juga menyebut
ada titipan dari pegawai SKK Migas lain. "Titipan dari Gerhard (Rumeser). Salah
satu Deputi SKK Migas," kata dia.
Mengenai uang titipan dari Gerhard, menurut Rudi, Deviardi hanya
mengatakannya tanpa menunjukkan uang. Ia juga mengaku menolak uang
tersebut. Kemudian, menurut Rudi, Deviardi juga sempat membawa uang 10 ribu
dolar Amerika Serikat ke rumahnya. "Itu bulan Mei," ujar dia.
Rudi mengaku sudah mengingatkan Deviardi akan uang-uang titipan itu. Namun,
Deviardi memberikan penjelasan lain. "Deviardi jawab, Pak ini clean and clear.
Hanya ada orang-orang yang mau berterima kasih atas kinerja bapak. Oleh karena
Hanya saja, Rudi mengaku tidak menerima uang-uang yang disebutkan tadi. Ia
tidak mengetahui di mana Deviardi menyimpan uang-uang itu. Namun, Rudi
mengaku pernah menerima 300 ribu dolar AS dari Deviardi. Ia menyimpan 100
ribu dolar AS dan sisanya, 200 ribu dolar AS diberikan sebagai THR komisi VII
DPR RI.
Deviardi, yang juga menjadi saksi, membenarkan ada titipan uang. Ia mengatakan
pernah menerima uang dari Widjonarko sebesar 600 ribu dolar AS. Ia
mengatakan, Rudi yang memintanya untuk bertemu dengan Widjonarko. Setelah
itu, Deviardi melapor ke Rudi. "Tolong simpankan," kata Deviardi.
Akui Beri THR ke Komisi VII, Ini Nama Anggota DPR yang
Disebut Rudi
Thursday, 28 November 2013, 20:40 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi
Rubiandini menyebut pernah memberikan uang 200 ribu dolar Amerika Serikat
(AS) untuk THR Komisi VII DPR RI.
Keterangan itu terungkap ketika Rudi menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi
terkait kegiatan di lingkungan SKK Migas dengan terdakwa Simon Gunawan
Tanjaya.
Rudi semula ditanya mengenai uang-uang yang disebut oleh pelatih golfnya,
Deviardi. Ia mengatakan, sempat menerima uang senilai 300 ribu dolar AS.
Menurut dia, uang itu ada yang dipergunakan untuk pemberian THR.
"Saya sampaikan THR itu 200 ribu (dolar AS), kepada, sesuai dengaan
permintaan, hanya untuk ke satu tempat, yaitu ke Komisi VII DPR RI," kata dia,
di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (28/11).
Menurut Rudi, saat itu dia berada dalam posisi tertekan karena muncul permintaan
THR. Di sisi lain, ia mengatakan, ada yang menawarkan diri untuk memberikan
bantuan untuk persoalan itu.
Setelah mendapat uang dari Deviardi, ia pun memberikan uang THR. "Waktu itu
saya serahkan, kalau tidak salah namanya, Tri Yulianto. Anggota DPR (Komisi
VII)," kata dia.
BPK Akan Audit Investigatif Kasus SKK Migas
Rabu, 4 September 2013 21:08 WIB
ANGKAPOS.COM, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera menggelar audit investigatif, terkait kasus dugaan suap di lingkungan Satuan
Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas).
"Lagi kami proses," kata Ketua BPK Hadi Poernomo, usai menyerahkan hasil
laporan penghitungan kerugian negara proyek Hambalang di Kantor KPK, Rabu
(4/9/2013).
Hadi mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah membuat audit program, untuk
langkah-langkah yang akan diambil.
"Tapi, data-data sudah kami kumpulkan. Tunggu (saja)," ujar mantan Direktur
Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Pada kasus dugaan suap ini, KPK telah menjerat mantan Kepala SKK Migas non
aktif Rudi Rubiandini, petinggi PT Kernell Oil Simon G Tanjaya, dan seorang
diduga kurir bernama Deviardi alias Ardi.
Sejumlah saksi penting juga akan digarap KPK. Antara lain, Menteri Energi
Sumber Daya Mineral Jero Wacik dan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM
Waryono Karno.
Divonis 7 Tahun Penjara, Rudi Menitikkan Air Mata
Selasa, 29 April 2014 | 14:34 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), Rudi Rubiandini, tak kuasa
menahan air matanya seusai majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepadanya. Mata Rudi
tampak berkaca-kaca. Ia pun mengucap kalimat dengan terbata-bata ketika
diminta Ketua Majelis Hakim Amin Ismanto menanggapi vonisnya.
"Bismillahirrahmanirrahim, dengan mengucap inna lillahi wa inna ilaihi rajiun,
saya terima putusan ini dengan tegar dan ikhlas," ucap Rudi dengan nada lirih di
Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (29/4/2014).
Rudi kemudian mengusap air mata di balik kacamatanya. Setelah itu, Rudi
bangkit dari kursi terdakwa dan menyalami kelima majelis hakim tipikor dan
jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Selain dihukum 7 tahun penjara, Rudi juga dikenakan membayar denda Rp 200
juta subsider 3 bulan kurungan. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta
menilai, Rudi terbukti menerima suap terkait pelaksanaan proyek di lingkungan
SKK Migas. Menurut hakim, Rudi terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana
dakwaan kesatu, kedua, dan ketiga.
Dalam pertimbangannya, Rudi dianggap tidak mendukung program pemerintah
dalam upaya pemberantasan korupsi. Adapun hal yang meringankan ialah Rudi
berlaku sopan selama sidang, belum pernah dihukum, dan menyesali
perbuatannya.
Hakim menjelaskan, sebagaimana dakwaan kesatu, Rudi menerima uang dari bos
(KOPL) Indonesia sebesar 900.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura.
Menurut hakim, sudah terbukti, uang yang diterima Rudi terkait pelaksanaan
lelang terbatas minyak mentah dan kondensat bagian negara di SKK Migas.
Selain itu, Rudi juga menerima uang dari Presiden PT Kaltim Parna Industri,
Artha Meris Simbolon, sebesar 522.500 dollar AS. Uang ini agar Rudi
memberikan rekomendasi atau persetujuan menurunkan formula harga gas untuk
PT Kaltim Parna Industri (PT KPI). Sejumlah uang ini diterima Rudi melalui
pelatih golfnya, Deviardi alias Ardi.
Rudi juga dinilai terbukti menerima uang dari sejumlah pejabat SKK Migas
sebagaimana dakwaan kedua. Uang itu diterima Rudi dari Wakil Kepala SKK
Migas Johanes Widjonarko yang saat ini menjabat Kepala SKK Migas, Deputi
Pengendalian Dukungan Bisnis SKK Migas, Gerhard Rumesser, dan Kepala
Divisi Penunjang Operasi SKK Migas Iwan Ratman. Uang ini juga diterima Rudi
melalui Deviardi. Rudi juga terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang
sebagaimana dakwaan ketiga.
KPK yakini penerima suap bukan hanya Rudi
Kamis, 29 Agustus 2013 17:29 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas meyakini
mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini, bukan satu-satunya penerima suap
dalam kasus suap di lingkup kegiatan SKK Migas.
"Kalau melihat praktik korupsi itu sistemik. Tidak mungkin hanya satu orang
yang menerima itu. Tapi, semua kan yang berbicara bukti," kata Busyro selepas
diskusi terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak Sektor Mineral dan Batu Bara
dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Gedung KPK
Jakarta, Kamis.
KPK, lanjut Busyro, terus mengembangkan penyidikan kasus suap terhadap Rudi
Rubiandini sesuai bukti-bukti yang dikumpulkan Tim Penyidik KPK.
"Yang namanya korupsi itu struktural, sistemik, masif, dan sinergis dalam
kemaksiatan-kemaksiatan politik. Kemaksiatan politik itu dilakukan oleh
pelaku-pelaku yang dia sesungguhnya pengkhianat di birokrasi," kata Busyro.
Busyro mengatakan salah satu pengembangan kasus suap terhadap Rudi yaitu dari
penemuan uang 60 ribu dolar Singapura, dua ribu dolar AS di kantor SKK Migas
dan uang 200 ribu dolar AS di ruang Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral (Sekjen ESDM).
"Justru itu yang menarik, salah satu pertimbangannya uang dolar berseri itu. Tapi
tanpa itu pun ditemukan duit dalam jumlah dan jenis yang di kantor itu kan
menjadi hal yang patut dikembangkan. Kalau sebelumnya dikatakan Pak Jero, ini
Meskipun akan mengembangan penyidikan dari barang bukti uang-uang dolar
hasil penggeledahan, Busyro mengatakan KPK akan mempertimbangkan untuk
meminta keterangan dari Menteri ESDM Jero Wacik, setelah memeriksa
Sekretaris Jenderal ESDM, Waryono Karno.
"Pada saatnya kami akan periksa supaya tahu `jeroannya`," kata Busyro.
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswo Utomo meyakini Sekjen ESDM akan
memberikan klarifikasi terkait penemuan uang dolar oleh Tim Penyidik KPK.
Pada Rabu (21/8), KPK meyakini uang suap untuk mantan Kepala SKK Migas
Rudi Rubiandini yang ditemukan pada penggeledahan di sejumlah tempat bukan
berasal dari Simon Gunawan Tanjaya. "Dari uang-uang inilah, KPK menduga
tersangka RR (Rudi Rubiandini) ini juga menerima pemberian dari pihak lain.
Tapi kesimpulan siapa pemberi itu belum ada dan sekarang masih didalami," kata
Juru Bicara KPK Johan Budi
KPK telah menetapkan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan Devi
Ardi dari swasta sebagai tersangka penerima suap terkait lingkup kewenangan
SKK Migas. Sedangkan Simon Tanjaya dari perusahaan Kernel Oil Pte Ltd
ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Rudi Rubiandini dan pelaku swasta
Devi Ardi sebagai penerima suap dituduh melanggar pasal 12 huruf a dan b atau
pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No.
20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu, pelaku pemberi suap Simon Tanjaya, dari perusahaan Kernel Oil,
diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau pasal 13 UU No. 31 tahun
1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi
jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
PPATK serahkan laporan kasus Rudi ke KPK
Jumat, 30 Agustus 2013 19:13 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK) menyerahkan laporan analisis transaksi kasus-kasus yang tengah
ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk kasus suap terhadap
mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini.
"Yang sedang kalian beritakan, ya semuanya. Semua sudah kami kerjakan," kata
Wakil Ketua PPATK, Agus Santoso, kepada wartawan di Gedung KPK Jakarta,
Jumat, tentang laporan-laporan transaksi keuangan mencurigakan kasus suap
Rudi.
PPATK, lanjut Agus, fokus pada transaksi-transaksi keuangan yang dibutuhkan
KPK dan mendalaminya agar penyelesaian kasus di KPK berjalan lebih cepat.
"Kami koordinasi rutin, PPATK dengan KPK, supaya lebih efektif. Terutama
untuk penelusuran aliran dana keterkaitan transaksi satu dengan transaksi yang
lain," kata Agus.
Namun, Agus enggan memberikan keterangan detail terkait laporan apa saja yang
disampaikan ke KPK.
"Kalau substansi, tanyakan KPK. Namanya koordinasi ya pasti sudah tukar
informasi," kata Agus.
Pada Jumat (16/8), Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, mengatakan Tim
Penyidik KPK sedang mendalami indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU)
"Kami mempelajari apakah ada indikasi TPPU selain tindak pidana korupsinya,
jika nanti ditemukan barang-barang bukti lain yang itu sesuai dengan profil aset
dan kekayaannya," kata Bambang.
Sementara, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro
Muqoddas, meyakini mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini, bukan
satu-satunya penerima suap terkait kasus suap di lingkup kegiatan di SKK Migas.
"Kalau melihat praktik korupsi itu sistemik. Tidak mungkin hanya satu orang
yang menerima itu. Tapi, semuakan yang berbicara bukti," kata Busyro.
KPK telah menetapkan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan Devi
Ardi dari swasta sebagai tersangka penerima suap terkait lingkup kewenangan
SKK Migas. Sedangkan Simon Tanjaya dari perusahaan Kernel Oil Pte Ltd
ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Rudi Rubiandini dan pelaku swasta Devi Ardi sebagai penerima suap dituduh
melanggar pasal 12 huruf a dan b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No. 31
tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana
Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara, pelaku pemberi suap Simon Tanjaya, dari perusahaan Kernel Oil,
diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau pasal 13 UU No. 31 tahun
1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi
jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Rudi Akui Tertekan Harus Berikan THR ke Komisi VII
Thursday, 28 November 2013, 20:56 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelatih golf Rudi Rubiandini, Deviardi,
disebut sebagai pihak yang memberikan uang kepada mantan kepala Satuan Kerja
Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tersebut.
Rudi mengatakan, pernah berbincang kepada Deviardi mengenai masalah yang
tengah dihadapinya. "Saya sekarang lagi banyak tekanan. Ada ini ada itu, dan
salah satunya adalah THR," ujar mantan wakil menteri ESDM itu.
Mantan wakil menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu mengaku, THR
diberikan untuk komisi VII DPR RI. Menurut Rudi, Deviardi kemudian
menawarkan untuk membantu mencarikan dana. Sekitar pertengahan puasa tahun
ini, ia mengatakan, Deviardi membawa uang 300 ribu dolar AS.
Menurut dia, Deviardi tidak mengatakan asal usul uang. "Seperti biasa, Deviardi
ketika awal-awal saya tolak uang tersebut, mengatakan ini CNC, clean and clear.
Ada orang yang memberikan terima kasih," kata dia.
PPATK Dalami Rekening Pejabat SKK Migas
Kamis, 28 November 2013, 07:07 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan sedang mendalami seluruh
transaksi menyangkut orang di SKK Migas yang diindikasikan terkait tindak
pidana pencucian uang yang dilakukan Rudi Rubiandini.
"Perlu dicari tahu, betul gak dia minta sebesar itu. Karena kalau kami lihat duit
tidak masuk rekening dia. Sepertinya diperuntukkan untuk pihak-pihak tertentu,
misalnya kepentingan internal dia, seperti THR untuk pegawai atau pihak ketiga,"
kata Yusuf, di Bogor, Rabu (27/11) malam.
Awalnya, kata dia, rekening Rudi tak ada masalah. Sebagai akademisi, transaksi
yang dilakukan Rudi masih termasuk wajar. "Kalau dilihat dari salah satu
rekening dia, kelihatannya wajar. Setelah masuk SKK Migas, di situ dia tergoda
untuk melakukan tindakan menerima pemberian," katanya.
Rudi bersama pelatih golfnya, Devi Ardi ditangkap KPK atas tuduhan menerima
uang 900 ribu dollar AS dan 200 dollar Singapura dari Direktur PT Kernel Oil Pte
Ltd Singapura, Widodo Ratanachaitong melalui Komisaris PT Kernel Oil
Indonesia, Simon Gunawan Tanjaya, atas pemenangan lelang Fossus Energy Ltd
di SKK Migas.
Uang itu diserahkan Simon kepada Rudi Rubiandini melalui Devi Ardi. Rudi dan
Devi Ardi juga dikenakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena diduga
turut menyamarkan uang hasil dari lelang dan tender di SKK Migas.
Rudi Rubiandini: Innalillahi, Saya Terima Vonis 7 Tahun
Apr 29, 2014 at 14:37 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini
menerima vonis 7 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri
Tipikor, Jakarta, pada dirinya. Rudi tak akan mengajukan banding atas putusan
itu. "Bismilah, dengan mengucap innalillahi wainnailaihi rojiun, saya terima
putusan ini," kata Rudi di akhir sidang PN Tipikor, Jakarta, Selasa (29/4/2014).
Majelis Hakim PN Tipikor menjatuhkan vonis 7 tahun penjara pada Rudi
Rubiandini. Majelis juga menghukum Guru Besar Institut Teknologi Bandung
(ITB) itu dengan denda Rp 200 juta subsider kurungan 3 bulan kurungan.
Majelis menilai, Rudi terbukti menerima hadiah dan janji berupa uang 200 ribu
dolar Singapura dan US$ 900 ribu dari perwakilan PT Kernel Oil Singapura dan
Fossus Energy, Widodo Ratanachaitong melalui Direktur Operasional PT Kernel
Oil Pte Ltd Indonesia Simon Gunawan Tanjaya. Selain itu, Majelis juga
menyatakan Rudi terbukti menerima US$ 522.500 dari Dirut PT Kaltim Parna
Industri Artha Meris Simbolon dari Widodo Ratanachaitong selaku perwakilan PT
Kernel Oil Singapura dan Fossus Energy melalui Simon Gunawan. "Menyatakan
terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah
melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata
Majelis Hakim Ketua, Amin Ismanto saat membacakan vonis. Dalam kasus dugaan suap di lingkungan SKK Migas, Rudi dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor
20 tahun 2001 jo Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat 1 jo Pasal 55 ayat
1 ke-1 KUHPidana. (Yus Ariyanto)
Rudi Rubiandini Kirim THR ke Komisi VII 200 Ribu Dolar AS
Thursday, 28 November 2013, 19:58 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini
menyebut pernah memberikan uang 200 ribu dolar Amerika Serikat (AS) untuk
THR Komisi VII DPR RI. Keterangan itu terungkap ketika Rudi menjadi saksi
dalam kasus dugaan korupsi terkait kegiatan di lingkungan SKK Migas dengan
terdakwa Simon Gunawan Tanjaya. Rudi semula ditanya mengenai uang-uang
yang disebut oleh pelatih golfnya, Deviardi. Ia mengatakan, sempat menerima
uang senilai 300 ribu dolar AS. Menurut dia, uang itu ada yang dipergunakan
untuk pemberian THR. "Saya sampaikan THR itu 200 ribu (dolar AS), kepada,
sesuai dengaan permintaan, hanya untuk ke satu tempat, yaitu ke Komisi VII DPR
RI," kata dia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis
(28/11). Menurut Rudi, saat itu dia berada dalam posisi tertekan karena muncul
permintaan THR. Di sisi lain, ia mengatakan, ada yang menawarkan diri untuk
memberikan bantuan untuk persoalan itu. Setelah mendapat uang dari Deviardi, ia
pun memberikan uang THR. "Waktu itu saya serahkan, kalau tidak salah
namanya, Tri Yulianto. Anggota DPR (Komisi VII)," ujar dia.
Rudi menceritakan awal mula Deviardi memberikan uang. Ia mengatakan, pernah
berbincang kepada Deviardi mengenai masalah yang tengah dihadapinya. "Saya
sekarang lagi banyak tekanan. Ada ini ada itu, dan salah satunya adalah THR,"
ucap mantan Wakil Menteri ESDM itu. Menurut Rudi, Deviardi kemudian
menawarkan untuk membantu mencarikan dana. Sekitar pertengahan puasa tahun
ini, ia mengatakan, Deviardi membawa uang 300 ribu dolar AS. Menurut dia,
Deviardi tidak mengatakan asal usul uang tersebut. "Seperti biasa, Deviardi
ketika awal-awal saya tolak uang tersebut, mengatakan ini CNC, clean and clear.
Ada orang yang memberikan terima kasih," kata dia.
Majelis Hakim Beda Pandangan Soal Vonis Deviardi
Selasa, 29 April 2014 | 16:25 WIB
INILAHCOM, Jakarta - Terdakwa kasus dugaan suap di lingkungan SKK Migas, Deviardi divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan. Dia dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menjadi perantara suap Rudi Rubiandini serta membantu melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sebelum memutuskan hukuman kepada Deviardi alias Ardi yang juga pelatih golf
Rudi Rubiandini, Majelis Hakim Ketua Matheus Samiaji berpendapat berbeda
(Disentting Opinion) dengan empat hakim lain. Menurutnya, Deviardi tidak
terbukti melanggar pasal 11 Undang-Undaang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dalam
dakwaan kedua.
"Untuk itu terdakwa dapat dibebaskan atas dakwaan kedua itu," kata Matheus
dalam persidangan Ardi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa
(29/4/2014).
Bukan hanya dalam sidang Ardi, Matheus juga punya pandangan yang berbeda
dalam persidangan Rudi Rubiandini. Menurut Matheus, Ardi atau Rudi tidak
terbuti melanggar unsur pasal 11. Namun, lantaran ke empat menilai pasal itu
terbukti, maka putusannyaa tetap menggunakan pasal 11 UU Tipikor.
Matheus menyatakan para peserta lelang memberikan hadiah atau janji kepada
Rudi karena sudah memenangi lelang tender minyak mentah kondesat di bagian
negara. Hadiah atau janji itu dinilai tidak terkait dengan kewenangan jabatan Rudi
Sebagai ilustrasi, Matheus menyatakan ada pemilik toko kain yang memberi
hadiah atau janji kepada Kepala SKK Migas. Pemberian ini tidak ada kepentingan
yang berhubugan dengan jabatan atau kewenangannya sebagai Kepala SKK
Migas.
"Sehingga Kepala SKK Migas yang menerima hadiah atau janji itu dari pemilik
toko kain tersebut tidak bisa dikenai Pasal 11 UU Tipikor, tetapi bisa dikenakan
pasal lain dari UU Tipikor," demikian Matheus.
Seperti diketahui, Rudi divonis dengan hukuman pidana penjara selama tujuh
tahun. Selain itu, ia juga dikenai pidana denda sebesar Rp 200 juta. Apabila tidak
dibayar maka dia harus menjalani pidana kurungan selama tiga bulan. Sedangkan
Ardi divonis 4,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta.
Rudi dan Ardi terbukti melanggar Pasal 12 huruf a jo Pasal 11 Undang-undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010
tentang Pencegahan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo
Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Deviardi Paparkan jadi Perantara Artha Meris
9/10/14, 17:34 WIB
JAKARTA – Sidang kasus suap SKK Migas yang melibatkan Dirut PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi.
Pelatih golf Rudi Rubiandini, Deviardi memberikan kesaksian terkait uang yang
diberikan Artha Meris. Saat ditanya hakim, Deviardi mengaku dikenalkan Artha
Meris oleh Rudi Rubiandini di lapangan golf, Gunung Geulis, Bogor. Ketika itu Rudi masih menjabat sebagai Kepala SKK Migas. “Sekitar Februari 2013. Dalam perkenalan itu, Pak Rudi bilang kalau ada apa-apa diminta berhubungan dengan saya,” kata Deviardi. Setelah dari pertemuan di lapangan golf tersebut, Deviardi pernah bersua di hotel dengan Artha Meris. “Saat itu, terdakwa (Artha Meris) menyerahkan titipan untuk disampaikan ke Pak Rudi,” ucapnya. Saat menerima titipan itu, Deviardi melapor ke Rudi dan diminta untuk menyimpannya. Titipan itu ternyata berupa uang. “Uang itu saya simpan ke safe deposit box di CIMB, Yang Mulia,” ujarnya. Pertemuan penyerahan uang itu tak hanya sekali. Deviardi juga pernah diajak Artha Meris ketemuan di Plaza Indonesia, Plaza Senayan dan
sebuah restoran fast fooddi Kemang. “Semua pertemuan itu ada penyerahan uang
dan dokumen,” cetusnya.
Terkait penjelasan Deviardi, Artha Meris tetap menyangkal. Dia mengaku akan menjelaskan hal tersebut saat tahap pemeriksaan terdakwa. “Saya tidak ingat, kalau berkenan saya akan utarakan keberatan saya saat pemeriksaan terdakwa,” elak Artha Meris saat didesak hakim agar dia menyampaikan tanggapan jika
keterangan Deviardi tidak sesuai. Artha Meris selama ini memang selalu
membantah keterangan sejumlah saksi. Bahkan sadapan telepon antara dirinya
dengan Deviardi terkait penyerahan uang pun dibantahnya. Dia mengaku rekaman
sadapan itu bukan suaranya. Selama ini, ahli digital forensik menyatakan suara itu
identik dengan Artha.(gun/dio).
Ngaku Salah, Deviardi Menangis di Pengadilan
Selasa, 01 April 2014 | 18:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Deviardi, terdakwa yang menjadi kurir suap untuk bekas Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi
Rudi Rubiandini, mengakui kesalahannya di depan majelis hakim Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Pelatih golf Rudi itu menangis sesenggukan
ketika mengakui kesalahannya dan meminta hukuman seringan-ringannya.
"Saya mengaku bersalah. Ternyata apa yang diperintahkan Pak Rudi kepada saya,
salah. Dan saya mau dihukum yang seringan-ringannya. Saya sangat menyesal
dan mengakui kesalahan," kata Deviardi sebelum dimulai pemeriksaan dia sebagai
terdakwa di Pengadilan Tipikor, Selasa, 1 April 2014.
Deviardi mengaku sebagai tulang punggung utama keluarga. Sedangkan istrinya
hanya sebagai ibu rumah tangga. "Anak saya masih kecil-kecil yang mulia,"
ujarnya.
Ketua majelis hakim Matheus Samiaji menanyakan berapa usia anak Deviardi.
"Anak saya yang pertama umur 10 tahun, paling kecil 5 tahun--masih TK yang
mulia," ujar Deviardi.
Deviardi juga memohon kepada majelis hakim untuk tidak didenda dalam
vonisnya nanti. Ia mengaku tidak mempunyai duit sepeserpun jika dikenai denda.
"Untuk mengembalikan uang ke KPK saja kemarin saya menjual semua harta
benda saya yang mulia," katanya. Deviardi pun berjanji tidak akan mengulangi
perbuatannya lagi.
Deviardi bersama Rudi didakwa menerima suap dari bos Kernel Oil Widodo
Ratanachaitong sebesar US$ 900 ribu dan Sin$ 200 ribu. Keduanya juga didakwa
US$ 522 ribu dan dari beberapa pegawai SKK Migas, seperti Wakil Kepala SKK
Migas saat itu Johanes Widjonarko US$ 600 ribu, Deputi Pengendalian Bisnis
SKK Migas Gerhard Marteen Rumeser US$ 150 ribu, dan Kepala Divisi
Penunjang Operasi Iwan Ratman US$ 50 ribu.
Menangis-di-Pengadilan--Devi Ardi Sering Mengaku Sekretaris Rudi
Rabu, 21 Agustus 2013 | 18:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Junimart Girsang, pengacara petinggi Kernel Oil Pte Ltd Simon Gunawan, mengatakan ada sesuatu yang tak beres pada Devi Ardi, yang
diketahui merupakan pelatih golf Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini. Gara-gara
ulah Devi Ardi, Simon ditetapkan jadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi.
"Deviardi ini ada yang tak beres. Kepada klien saya, dia sempat mengaku sebagai
Sekretaris SKK Migas," kata Junimart di gedung KPK, Rabu, 21 Agustus 2013.
Devi Ardi, disebut Junimart, juga beberapa kali bertemu dengan petinggi Kernel
Singapura, Widodo. Tapi, dia tak tahu tujuan pertemuan tersebut. Simon diketahui
memberikan uang US$ 700 ribu kepada Devi Ardi. Diduga, uang tersebut adalah
pelicin untuk memenangkan tender minyak di SKK Migas. Tapi, menurut
Junimart, uang itu hanyalah uang Devi Ardi yang dititipkan. Peran Simon, kata
dia, hanyalah sebagai orang yang membawa uang titipan.
"Devi Ardi tak bisa membawa masuk uang itu dari Singapura ke Indonesia
sehingga butuh bantuan Widodo yang kemudian menghubungi Simon," kata
Junimart. KPK kemudian mencokok Simon, karena uang dari Devi Ardi itu
diduga digunakan untuk menyuap Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
Kasus dugaan suap SKK Migas ini menjerat tiga orang sebagai tersangka.
Ketiganya adalah Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, petinggi Kernel Oil
Indonesia Simon Gunawan, dan Devi Ardi yang diketahui sebagai pelatih golf
Rudi.
2013. Hasil operasi ini bahkan menjadi hasil terbesar sepanjang sejarah KPK.
Hasil tangkapan adalah uang US$ 400 ribu, US$ 90 ribu, dan 127 ribu Dolar
Singapura, sekaligus sebuah sepeda motor mewah bermerk BMW hitam
berplatnomor B-3946-FT.
Diduga, duit itu digunakan untuk 'menanam jasa' trading atau tender di bidang
migas yang belum berlangsung, supaya Kernel Oil memenangi tender itu.
Kasus SKK Migas, Komisaris Kernel Oil Divonis 3 Tahun Penjara
Kamis, 19 Desember 2013 | 15:17 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Manajer Operasional dan Komisaris PT Kernel
Oil Private Limited (KOPL) Simon Gunawan Tanjaya divonis 3 tahun penjara dan
denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Simon terbukti menyuap mantan
Kepala Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(SKK Migas) Rudi Rubiandini sebesar 700.000 dollar AS atas perintah Widodo
Ratanachaitong.
"Mengadili, menyatakan Simon terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan
tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan hukuman pidana 3
tahun dan denda 200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar dapat diganti 3
bulan kurungan," kata Ketua Majelis Taty Hardianty di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Jakarta, Kamis (19/12/2013).
Hakim menilai Simon terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Hukuman ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa
Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, Simon dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4
bulan kurungan. Pada putusan ini, Hakim menjelaskan, uang itu diberikan melalui
pelatih golf Rudi bernama Deviardi alias Ardi. Pertama, pada 26 Juli 2013 uang
sebesar 300.000 dollar AS diambil Simon dari rekening PT KOPL atas perintah
Widodo. Simon kemudian menelepon Ardi dan menyampaikan bahwa uang telah
disiapkan.
Setelah itu, Deviardi mendatangi Gedung Equity Tower, Jalan Jenderal Sudirman,
sebesar 400.000 dollar AS yang diambil langsung oleh Deviardi di Gedung Equity
Tower. Setelah mengambil uang itu, Deviardi langsung mengantarkannya ke
rumah Rudi. Sebelumnya, Widodo sudah lebih dulu bertemu Rudi di Cafe Pandor,
Jakarta Selatan, April 2013.
Saat itu Widodo memperkenalkan diri sebagai trader minyak yang mengikuti
lelang di SKK Migas. Rudi kemudian mengenalkan Widodo dengan Deviardi.
Selanjutnya Widodo dan Deviardi bertemu di Singapura. Di sana, Widodo
memberikan uang tunai 200.000 dollar Singapura kepada Deviardi agar
diserahkan kepada Rudi. Kemudian pada 26 Juni 2013, Widodo menyerahkan
langsung ke Rudi uang 200.000 dollar AS di kantor Rudi.
Total suap yang diberikan kepada Rudi yaitu 900.000 dollar AS dan 200.000
dollar Singapura. Pemberian uang itu dilakukan agar Rudi menggunakan
jabatannya untuk melakukan perbuatan terkait pelaksanaan lelang terbatas minyak
mentah dan Kondensat Bagian Negara di SKK Migas.
Di antaranya agar menyetujui Fossus Energy Ltd sebagai pemenang lelang
terbatas Kondensat Senipah Bagian Negara pada 7 Juni 2013 untuk periode bulan
berikutnya, kemudian menyetujui kargo pengganti minyak mentah Grissik Mix
Bagian Negara untuk Fossus Energy Ltd periode Februari-Juli 2013,
menggabungkan lelang terbatas Minyak Mentah Minas/SLC Bagian Negara dan
Kondensat Senipah periode Agustus 2013. Selain itu, agar Rudi kembali
menyetujui Fossus Energy Ltd sebagai pemenang lelang terbatas Minyak Mentah
Minas dengan Kondensat Senipah.
http://nasional.kompas.com/read/2013/12/19/1517438/Kasus.SKK.Migas.Komisaris.Kern
Penyuap Mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini Divonis 3
Tahun
By Sugeng Triono on Dec 19, 2013 at 14:24 WIB
Komisaris PT Kernel Oil Private Limited Simon Gunawan Tanjaya divonis 3
tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Simon dinyatakan
terbukti menyuap mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Simon Gunawan Tanjaya dengan
pidana penjara selama 3 tahun dikurangi masa tahanan," ujar Ketua Majelis
Hakim Taty Hadianty saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor
Jakarta, kamis (19/12/2013).
Selain hukuman penjara, Simon juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200
juta subsider 3 bulan kurungan. Simon dinyatakan bersalah karena menyuap Rudi
dengan uang sebesar USD 700 ribu agar memenangkan Fossus Energy Pte. Ltd.,
dalam proses lelang di SKK Migas. Simon dinyatakan terbukti melanggar
dakwaan alternatif pertama. Yakni Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke1
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Hakim menyatakan perbuatan Simon tidak mendukung upaya pemerintah dalam
memberantas korupsi. Itu menjadi pertimbangan yang memberatkan. "Sementara
hal meringankan, terdakwa bersikap sopan selama masa persidangan, dan
memiliki tanggungan keluarga," ujar Taty. Putusan ini lebih ringan dari tuntutan
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa
waktu lalu. Sebelumnya JPU menuntut Simon dengan pidana penjara selama 4
tahun dan denda Rp 200 juta. (Eks/Sss)
KPK akui tak berdaya jerat Widodo Ratanachaitong
Kamis, 26 Juni 2014 20:29
Merdeka.com - Proses penyidikan kasus suap kepada mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, Rudi
Rubiandini, nampaknya tak selalu mulus. Meski dalam proses pengembangan
perkara itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka baru,
tapi ada satu hal mengganjal.
Sebabnya adalah KPK sampai saat ini belum bisa menjerat pemilik Kernel Oil
Pte, Ltd, Widodo Ratanachaitong, yang disebut-sebut sebagai salah satu dalang
penyuap Rudi. Padahal dalam berkas tuntutan Rudi, jaksa menyebut Widodo
sebagai aktor intelektual. Sementara dalam amar putusan Rudi, hakim
menyatakan duit dan perintah menyuap Rudi melalui Simon Gunawan Tanjaya
datang dari Widodo.
Namun, lembaga penegak hukum itu merasa tidak berdaya menjerat Widodo
lantaran dia memiliki kewarganegaraan Singapura dan menetap di sana.
Pernyataan ketidaksanggupan menjerat Widodo disampaikan oleh Wakil Ketua
KPK, Bambang Widjojanto . Menurut dia, kewarganegaraan dan domisili Widodo
menjadi sandungan lembaga penegak hukum itu buat menjeratnya.
"Begini begini, kalau dia (Widodo) ada di Indonesia melakukan kejahatan,
walaupun itu warga negara lain, kita bisa masuk. Tetapi, kalau dia warga negara
lain, ada di tempat lain, kita bagaimana caranya menangani di sini?" kata
Bambang kepada awak media selepas jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis
(26/6).
lembaga pemberantas korupsi Singapura, Corruption Practice Investigation
Bureau (CPIB), dalam menangani kasus Widodo. Tetapi, lanjut dia, hal itu tidak
bisa dilakukan karena terhalang kewarganegaraan.
"Bisa koordinasi. Tapi kalau dibilang jadi tersangka, orang dia warga negara sana.
Itu di luar batas nasionalitas kita. Kan di KUHP ada asas nationalited," sambung
Bambang.
Bambang juga menampik kabar Widodo masih bisa berkunjung ke Indonesia.
Sebab menurut dia, Widodo sudah dicegah dan sampai saat ini belum ditemukan
catatan dia masuk ke wilayah Indonesia.
"Enggak bisa, kalau di Indonesia itu lintasannya pasti bisa diketahui karena dia
sudah masuk cegah kan. Kalau enggak salah ya. Jadi sudah masuk dalam sistem,"
ucap Bambang.
Penyuap Rudi Rubiandini Dituntut 4,5 Tahun Penjara
Kamis, 6 November 2014 | 15:04 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri Artha Meris, dituntut hukuman empat tahun dan enam bulan penjara serta denda
sebesar Rp 150 juta subsider lima bulan kurungan.
Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, Meris terbukti
menyuap mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini, terkait penurunan formula
harga gas bagi perusahaannya.
"Kami menuntut agar majelis hakim yang menangani perkara ini memutuskan
Artha Meris Simbolon terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan hukuman
selama empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider lima
bulan kurungan," ujar Jaksa Irene Putri dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi, Jakarta, Kamis (6/11//2014).
Jaksa menyebutkan, hal yang memberatkannya dalam tuntutan adalah Meris tidak
mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Selain itu,
Meris tidak mengaku perbuatannya dan memberi keterangan berbelit-belit dalam
persidangan.
Adapun hal yang meringankan Meris, yaitu dia belum pernah dijerat hukum.
Setelah putusan dibacakan jaksa, Meris hanya diam saja saat ditanya apakah akan
mengajukan pleidoi.
Dalam amar putusan, Meris terbukti bersalah karena menyuap Rudi sebesar
522.500 dollar Amerika agar bersedia memberikan rekomendasi atau persetujuan
untuk menurunkan formula harga gas untuk PT Kaltim Parna Industri kepada
Ia memberikan sejumlah uang secara bertahap sebanyak empat kali dalam kurun
April hingga Agustus 2013 melalui pelatih golf Rudi yang bernama Deviardi.
Transaksi pertama oleh Meris terjadi di Hotel Sari Pan Pacific pada April 2013.
Dalam pertemuan tersebut, ia menyerahkan tas kertas berisi uang sebesar 250.000
dollar AS kepada Deviardi untuk diberikan kepada Rudi.
Masih dalam bulan yang sama, Meris kembali bertemu dengan Deviardi di Cafe
Nanini Plaza Senayan dan menitipkan sejumlah dokumen untuk Rudi.
Ia juga memberikan uang kepada Deviardi sebesar 22.500 dollar AS untuk
diberikan kepada Rudi. Kemudian, penyuapan ketiga terjadi pada Agustus 2013.
Saat itu, Meris menghubungi Deviardi dan menyampaikan bahwa akan kembali
menitipkan uang untuk Rudi.
Saat bertemu di sebuah restoran cepat saji di bilangan Kemang, Jakarta, Meris
menitipkan uang sebesar USD 50.000 dollar AS kepada Deviardi untuk
diserahkan ke Rudi. Sejumlah uang yang diterima Deviardi sementara
disimpannya di safe deposit box atas perintah Rudi.
Ternyata, uang yang diberikan Meris dalam transaksi ketiga tidak sesuai dengan
jumlah yang dijanjikannya kepada Rudi. Oleh karena itu, dua hari setelahnya,
Artha melalui sopirnya kembali memberikan uang sebesar 200.000 dollar AS
kepada Deviardi.
Jaksa menuntut Meris dengan dakwaan alternatif pertama yaitu Pasal 5 ayat 1
huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Ada 'Buka-Tutup Kendang' di Kasus Rudi Rubiandini
Rabu, 26 Februari 2014 | 07:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta--Bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Waryono Karno membantah pernah membicarakan istilah
'buka-tutup kendang' dengan bekas Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIgas) Rudi Rubiandini. Istilah itu
diduga merupakan upeti untuk Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat.
"Saya gak ngerti istilah apa ini," katanya saat bersaksi untuk Rudi di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 24 Februari 2014 malam.
Lantaran tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji ini tak juga
mengaku, jaksa kemudian memutarkan rekaman percakapan telepon yang disadap
oleh penyidik KPK. Salah satu penelepon dalam rekaman tersebut menggunakan
istilah 'buka-tutup kendang'.
....
A: Kemarin saya coba yang buka kendangnya dari kita, yang tutup kendangnya
saya pikir dari Pertamina. Pertamina sudah dihubungi, pak bu?
B: Pertamina hanya mau oke kalau SKK yang ngontak
A: Oh gitu, kalau gitu saya telepon bu Karen. Saya nanti biar buka-tutup
kendangnya sharing. Nanti yang handle ini siapa ya?
B: Nopo?
A: Yang akan handel acara nanti ZA bukan?
B: Bukan, nanti SB langsung dengan kita
A: oh, oke. Nanti saya telepon bu Karen.
Waryono kemudian menjelaskan bahwa salah satu penelepon tersebut adalah
Rudi. Namun ia mengaku tak mengenali suara lawan telepon Rudi. "Suaranya
kurang jelas nggeh," ujarnya. Pengakuan Waryono ini membuat pengunjung
menggunakan bahasa Jawa dengan logat ngapak. Ketua majelis hakim Amin
Ismanto pun ikut tersenyum. "Ko bisa suara yang satu jelas, yang satunya enggak
jelas," katanya. Rudi yang dimintai konfirmasinya oleh jaksa lalu menjelaskan
bahwa suara itu milik Waryono.
Waryono tak menampik pernyataan Rudi itu. Ia kemudian hanya membantah
mengetahui istilah 'buka-tutup kendang' tersebut. "Itu kan yang ngendika (bilang)
Pak Rudi," ujarnya. Ia pun tak menjelaskan kontek pembicaraan itu. Alasannya,
tak ada tindak lanjut dari 'buka-tutup kendang' tersebut.
Karena Waryono terkesan menutupi, hakim Amin memintanya untuk jujur. Ia
mengancam akan memerintahkan jaksa untuk menahan Waryono yang telah jadi
tersangka. "Saya bisa meminta saudara untuk langsung ditahan," katanya.
Jaksa kemudian menghubungkan istilah itu dengan catatan yang ditemukan di tas
yang berisi uang di ruangan Waryono sebanyak US$ 284 ribu. Dalam tas itu ada
tulisan soal buka tutup kendang APBN-P. Namun lagi-lagi ia menampiknya. Ia
mengatakan uang yang disita KPK itu merupakan duit pribadinya. "Wallahi, demi
Allah itu uang saya," katanya.
Istilah 'buka-tutup kendang' ini muncul saat penyidik KPK menyita tas berisi uang
dari ruangan Waryono di Kementerian ESDM. Dalam tas itu ada catatan soal
uang buka dan tutup gendang APBN-P. Catatan itu berisi lengkap termasuk
rinciannya dengan kode 'P', 'A', dan 'S' untuk Komisi Energi DPR.
KPK Bedah Istilah 'Buka-Tutup Kendang' Rudi
Minggu, 19 Oktober 2014 | 03:51 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengembangkan kasus dugaan korupsi terkait perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2013. Pada kasus tersebut,
bekas Ketua Komisi Energi Sutan Bhatoegana sudah ditetapkan sebagai tersangka
pada 14 Mei 2014.
Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, mengatakan banyak ditemukan permasalahan
dalam proses penganggaran di DPR dalam kasus ini. Seharusnya, ujar dia,
perencanaan anggaran sudah ada prosedurnya, yakni dibahas oleh Menteri
Keuangan, Kepala Perencanaan dan Pembangunan Nasional, dan kementerian
terkait, baru kemudian ke DPR. "Ketika di DPR, yang dibahas uang pelicinnya,"
ujar Zulkarnain, Jumat 17 Oktober 2014. Dia mengingatkan istilah 'Buka-Tutup
Kendang' yang pernah diungkapkan bekas Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana
Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini.
Ketika itu, Rudi yang sudah menjadi terpidana kasus penerimaan hadiah atau janji
di SKK Migas itu mengaku terpaksa menerima gratifikasi karena ada permintaan
dari Komisi Energi DPR. Rudi yang menyediakan duit buka kendangnya atau
sebgaai pembuka pembahasan anggaran di DPR. Sedangkan untuk tutup kendang,
dia meminta Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan untuk
menyediakan saat penutupan pembahasan anggaran.
Saat rapat pembahasan anggaran itu, ujar Zulkarnain, beberapa anggota Komisi
Energi mencari celah mana saja yang bisa dinegosiasikan. Meski sudah terendus
modusnya, menurut dia, para anggota DPR tersebut masih pada bungkam, hanya
beberapa saja yang buka suara. "Bersama-sama, tapi satu-satu lah dulu, yang
sudah cukup kami proses dulu. Ada yang bersama-sama membantu, membujuk,
Zulkarnain enggan mengungkapkan siapa saja yang akan menjadi tersangka
berikutnya. "Tidak semua. Ada yang sebagian, barangkali hanya mengaminkan
saja. Ada yang proaktif, kan ada bedanya. Yang mengaminkan kadang tidak tahu,
wah ini ada honor, bisa dibohongi kan," kata dia.
Dirut Pertamina Ungkap "Buka Tutup Kendang" Rudi
nasional - Selasa, 4 Maret 2014 | 15:06 WIB
INILAHCOM, Jakarta - Direktur Utama (Dirut) Pertamina Karen Agustiawan mengaku pernah dihubungi Rudi Rubiandini yang saat itu menjabat kepala SKK Migas. Di situ terbongkar istilah "buka tutup kendang".
Rudi saat itu, kata Karen, membicarakan mengenai "buka tutup kendang" terkait
pembahasan APBN Perubahan di DPR 2013. "Akan ada pengesahan APBN-P
pada Juni 2013. Beliau (Rudi) menyampaikan "buka kendang" dari saya
(Rudi/SKK Migas), "tutup kendang" dari Pertamina," kata Karen menirukan
ucapan Rudi di depan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa
(4/2/2014).
Karen sendiri mengaku, awalnya ia tidak mengetahui maksud dari istilah
"buka-tutup kendang" yang disampaikan Rudi. Sampai akhirnya Rudi menjelaskan, itu
uang pelicin ke DPR, khususnya Komisi VII DPR. SKK Migas dan Pertamina
masing-masing memberi USD 150 ribu.
"Dijelaskan Pak Rudi, ini proses untuk pengesahan APBN-P 2013," ujarnya.
"Saya kurang mengerti apa "buka kendang" untuk Komisi VII apa Banggar DPR.
Nilai bukanya USD 150 ribu, tutupnya USD 150 ribu," jelas Karen. Dia sendiri
mengaku tidak mau menuruti permintaan Rudi. Pertamina, kata Karen, tidak
mengeluarkan uang sepeserpun untuk DPR. "Karena kan Pertamina
pembiayaannya bukan dari APBN, tapi dari hasil usaha sendiri," katanya. [gus]
Karen Emoh Setor THR, Rudi Ancam Lapor Jero Wacik
Selasa, 04 Maret 2014 | 16:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan mengklaim Rudi Rubiandini, terdakwa suap SKK Migas, mengancam akan
melaporkannya ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik.
Alasannya, Karen menolak ikut patungan dalam setoran "buka-tutup kendang"
buat DPR. Ancaman itu disampaikan melalui telepon. "Terdakwa akan melapor ke
Pak Menteri (Jero Wacik) bahwa saya tak akan memberi uang ke Pak Waryono
Karno (eks Sekjen Kementerian ESDM)," kata Karen saat bersaksi buat Rudi di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa, 4 Maret 2014. Dalam
percakapan itu, kata Karen, dia kemudian mengatakan sudah menyetor duit ke
DPR. Karena itu, menurut Karen, SKK Migas tak usah menagih lagi buat urunan
"buka-tutup kendang".
Karen menjelaskan, "buka-tutup kendang" merupakan setoran sebesar US$ 300
ribu buat Badan Anggaran dan Komisi Energi DPR untuk mengesahkan APBNP
2013. Rudi, kata Karen, meminta Pertamina menyumbang US$ 150 ribu. Sisanya
dibayar SKK Migas. Ketika majelis hakim menanyai Karen apa maksud
"Pertamina sudah menyetor duit ke DPR", Karen menjawab itu hanya trik agar
Rudi segera menutup sambungan telepon. "Itu hanya siasat untuk menghentikan
pembicaraan dengan Pak Rudi," katanya.
Ketika ditanya ihwal ancamannya ke Karen, seusai sidang, Rudi mengatakan itu
hanya laporan biasa. Dia menyatakan biasa melapor ke Menteri Jero perihal
kerja-kerja SKK Migas. "Kan biasa laporan ke Menteri," katanya Karen mengatakan
Pertamina tak punya kepentingan dalam APBNP. Setoran buat DPR itu, kata
Karen, untuk mengegolkan perubahan anggaran untuk Kementerian ESDM.
Ancam-Lapor-Jero-Wacik-KPK : Kasus Sutan Bhatoegana ditargetkan segera selesai
Selasa, 20 Januari 2015 20:58 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi segera menyelesaikan
pengusutan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pembahasan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2013 Kementerian ESDM untuk
tersangka mantan Ketua Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat Sutan
Bhatoegana. "Kasus SBG (Sutan Bhatoegana) adalah salah satu kasus yang
diprioritaskan untuk diseleselasikan pada semester atau caturwulan pertama tahun
ini," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Jakarta, Selasa.
Sutan pada hari ini (Selasa) diperiksa selama sekitar tujuh jam dalam perkara
dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait kegiatan di Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral dengan tersangka mantan Sekretaris Jenderal Kementerian
ESDM Waryono Karno. Namun Sutan tidak berkomentar apa pun seusai
diperiksa.
"Dari hasil diskusi masih perlu pemeriksaan lain sebelum bisa ditingkatkan
statusnya ke tingkat yang lebih tinggi," ungkap Bambang. Bambang juga
mengaku belum tahu hasil pemeriksaan Sutan hari ini (Selasa). "SBG diperiksa
sebagai saksi untuk tersangka WK (Waryono Karno), saya belum tahu hasil
pemeriksaannya," tambah Bambang.
Sutan diduga melanggar melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal
12 B Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55
ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
melakukan sesuatu dalam jabatannya, dengan ancaman pidana paling lama 20
tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat mantan Kepala
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(SKK Migas) Rudi Rubiandini yang telah divonis 7 tahun penjara.
Dalam sidang Rudi Rubiandini terungkap bahwa Rudi memberikan uang 200 ribu
dolar AS melalui anggota Komisi VII Tri Julianto di toko buah di Jalan MT
Haryono, uang itu menurut Rudi sebagai uang Tunjangan Hari Raya untuk
anggota Komisi VII. Padahal mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM
Didi Dwi Sutrisnohadi mengaku memberikan tas berisi amplop-amplop uang total
140 ribu dolar AS yang ditujukan untuk pimpinan, anggota dan Sekretariat
Komisi VII kepada staf khusus Sutan, Irianto. Irianto bahkan menandatangani
tanda terima uang tersebut. Namun baik Sutan maupun Tri Julianto membantah
pengakuan Rudi tersebut. Sutan saat menjadi saksi pada 26 Februari 2014
mengakui bahwa pernah memiliki staf ahli bernama Irianto tapi dokumen yang
dibawa Irianto dari Kementerian ESDM diberikan ke stafnya yang lain yaitu
Iqbal, sayangnya Iqbal mengalami kecelakaan.
Terkait kasus ini, Rudi Rubiandini sudah divonis bersalah dan harus menjalani
hukuman 7 tahun penjara sedangkan pelatih golfnya Deviardi divonis 4,5 tahun
penjara. Sedangkan penyuap Rudi yaitu Operational Manager PT Kernel Oil Pte
Limited (KOPL) Simon Gunawan Tandjaya divonis selama 3 tahun penjara dan
denda Rp200 juta subsidair 3 bulan kurungan dan Direktur PT Kaltim Parna
Industri Artha Meris Simbolon divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp100
juta subsider 3 bulan kurungan.
Jadi Tersangka, Jero Wacik Peras Karen Agustiawan?
POSTED BY KRISTIAN AMBARITA ⋅ SEPTEMBER 3, 2014
Benarkah Karen Agustiawan, mantan Dirut (Direktur Utama) Pertamina, sebagai
salah satu korban yang diperas Jero Wacik? Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) telah menetapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero
Wacik sebagai tersangka dalam dugaan penggelembungan dana operasional di
Kementerian ESDM. Jero dijerat pasal 12 huruf e juncto pasal 23 UU Nomor
20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 421 KUHP.
Pasal-pasal yang menjerat Jero merupakan pasal yang menyatakan
penyelenggaran negara yang melakukan pemerasan. Pasal 12 huruf e UU Nomor 20/2001 berisi, “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”.
Sedangkan pasal 421 KUHP berisi, “Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau
membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.
Lalu siapa pihak yang diperas Jero Wacik dalam penggelembungan dana
operasional di Kementerian ESDM, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto
mengatakan pihaknya tidak dalam posisi untuk menjawab pertanyaan itu.
Menurutnya pihak yang diperas Jero akan diungkap dalam nota dakwaan di
persidangan.
dalam jumpa pers di KPK, Rabu (3/9). Saat ditanya apakah yang diperas Jero
adalah Pertamina saat masih dipimpin Karen Agustiawan, BW enggan
menjawabnya.
Sebelumnya dalam persidangan mantan Kepala BP Migas, Rudi Rubiandini di
Pengadilan Tipikor Jakarta pada 25 April 2014 lalu. Saat itu KPU KPK memutar
hasil sadapan rekaman pembicaraan antara Rudi dengan Waryono Karno yang
saat itu sebagai Sekjen Kementerian ESDM.
Dalam percakapan tersebut, Rudi diketahui akan ‘memalak’ PT Pertamina dengan menggunakan bahasa ‘tutup kendang’. Bahkan Rudi dalam percakapan tersebut akan mengontak Dirut Pertamina Karen Agustiawan terkait hal tersebut.
Rekaman Sadapan Rudi Rubiandini dan Eks Sekjen ESDM Waryono
Jaksa memutar rekaman penyadapan dalam sidang lanjutan kasus suap Kepala
SKK Migas Rudi Rubiandini. Rekaman itu menunjukan adanya permintaan ‘tolong’ ke Dirut Pertamina, Karen Agustiawan. Rekaman itu diputar saat eks Sekjen ESDM, Waryono Karno bersaksi untuk Rudi di Pengadilan Tipikor, Jl HR
Rasuna Said, Jaksel, Selasa (25/2/2014), seperti yang diberitakan detik.com.
R merupakan kependekan dari Rudi. Dan W kependekan dari Waryono. Berikut
sebagian rekaman tersebut.
R : Insya Allah saya hadir
W : Nah untuk antisipasi itu, barangkali yang ini, hanya arahan Pak Menteri,
memang itu lewat Pak ZA, pak yang sajubu dana nya gitu. Bagaimanan ini
nya, bapak kepada Pak SB itu bagaimana yah? Tapi kan kayaknya bapak