• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

KAJIAN SIFAT FISIK BEBERAPA JENIS BAMBU DI KECAMATAN TONGGAUNA KABUPATEN KONAWE

Oleh: Niken Pujirahayu1)

ABSTRACT

The purpose this research is to find out of phisical properties of some culm of bamboo (Tali, Betung, Santong and Ampel), from Tonggauna district. The test of physic properties of culm in this research was including moisture content, spesific gravity and shrinkage. The test were conducted under the standart of America for Testing and Material (ASTM). Results showed that the moisture content (MC), spesific gravity (SG) and shrinkage were varied on species and vertical height location. The moisture content varied from 29,83 % -42,61 %, The spesific gravity varied from 0,31-0,56 and shrinkage varied from 4,93-10,29. The culm of Betung had the highest SG (0,56) and MC (42,61%) but had the lowest shrinkage (13,45 %). The culm of Santong had lowest SG (0,31) and MC (29,83) but had shrinkage (9,50%).

Keywords : physical properties, bamboo, spesific gravity, moisture content and shrinkage

PENDAHULUAN

Bambu merupakan tanaman hasil hutan non kayu yang penting bagi kehidupan pertanian, dijumpai dalam berbagai bahan perdagangan, digunakan dalam kehidupan sosial dan budaya, konservasi lingkungan dan kebutuhan ekonomi masyarakat (Nath et.al, 2004).

Di Indonesia, Bambu telah lama digunakan oleh masyarakat khususnya di pedesaan, karena bambu umumnya mudah dijumpai, terdapat dalam jumlah yang cukup banyak, dan mudah cara penggunaannya.

Pemanfaatan bambu sangat beragam mulai dari pagar, bahan baku

kerajinan maupun bahan baku

industri/kerajinan seperti sumpit, aneka anyaman, kertas, plywood, furniture, bahan bangunan, bahkan dapat juga digunakan sebagai bahan makanan (rebung). Selain dimanfaatkan buluhnya untuk berbagai kebutuhan masyarakat, bambu juga merupakan tanaman yang dapat membantu konservasi tanah.

Pada masa yang akan datang, bambu akan memiliki peran yang lebih besar seiring dengan menurunnya produksi kayu. Bambu memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan bahan kayu yaitu umur panen yang lebih pendek, antara 3-5 tahun,

selain itu dengan penggunaan teknologi yang tepat bambu dapat dimodifikasi menjadi bahan yang dapat ditingkatkan kekuatan fisik mekaniknya setara dengan kayu dengan teknik perekatan yang tepat. Dengan demikian bambu merupakan jenis tanaman yang penting dan memiliki prospek untuk dikembangkan secara intensif, terlebih lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan tanaman ini masih sangat luas.

Bambu merupakan tanaman yang mudah tumbuh, dapat tumbuh di daerah beriklim basah sampai kering, dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Umumnya bambu hidup berumpun, dengan jenis

beragam untuk masing-masing

kelompoknya (Berlian dan Rahayu, 1995). Namun demikian ada pula bambu yang hidup soliter meskipun jenis ini sangat jarang. Diperkirakan terdapat 1250 jenis bambu di dunia, dan 11 % diantaranya terdapat di Indonesia (Untung dkk., 1998 dalam Wibowo dkk., 2003).

Sulawesi Tenggara merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan alami cukup luas dan ditumbuhi berbagai jenis bambu. Namun sayangnya data tentang potensi jenis, produktivitas, pola penyebaran serta sifat dan kualitas bambu khususunya

1

(2)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128

yang ada di Sulawesi Tenggara belum diketahui secara pasti.

Data dasar untuk pembinaan, pemanfaatan dan pelestarian bambu sangat penting untuk dilakukan, mengingat bambu sangat berpotensi untuk dikembangkan guna diversifikasi pemanfaatan hasil hutan dan mengurangi tekanan terhadap kayu. Namun sayangnya belum ada data dasar bambu di Sulawesi Tenggara, bahkan di kecamatan Abuki belum terdata potensi jenis dan sifatnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan karakteristik bambu yang tumbuh di hutan Kecamatan Abuki, pemanfaatan yang telah dilakukan oleh masyarakat setempat serta prospek pemanfaatannya dari sifat-sifat bambu tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada Juli- Agustus 2011, di Laboratorium Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Oven, parang, cutter, alat tulis menulis, label, quissioner dan kamera sebagai alat dokumentasi. Sedangkan bahan yang digunakan adalah beberapa sampel jenis bambu yang berasal dari Desa Mekar, Kecamatan Tonggauna, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Jenis bambu yang diteliti terdiri dari empat jenis bambu yaitu ampel, betung, tali, dan santong alkohol.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik observasi lapang. Teknik pengambilan sampel diambil secara purposif (purposive sampling), yaitu melakukan penjelajahan di daerah sasaran penelitian dengan bantuan informasi dari masyarakat tentang keberadaan jenis-jenis bambu di daerah tersebut(Wibowo dkk., 2003; Iwan dkk., 2000).

Data yang dikumpulkan dalam pengamatan meliputi : Jenis-jenis bambu yang terdapat di lokasi penelitian, sifat fisik bambu meliputi kadar air, berat jenis dan penyusutan, serta jenis pemanfaatan bambu yang dilakukan masyarakat. Pengamatan dilakukan terhadap empat jenis bambu yaitu bambu ampel hijau, betung, santong dan Tali. Masing-masing jenis bambu diambil dari 3 bagian yaitu pangkal, tengah dan ujung, masing-masing 3 ulangan.

Pengambilan sampel dan

pengolahan data dilakukan menurut metode ASTM, kemudian dianalisa secara deskriptif. Data Pemanfaatan bambu diperoleh di lapangan dari hasil wawancara/informasi dari masyarakat setempat, kemudian dicocokan dengan sifat fisik bambu.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis dan Sifat Fisik Bambu

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa di Kecamatan Abuki khususnya di desa Mekar sari terdapat beberapa jenis bambu yang tumbuh secara alami maupun dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Jenis dan sifat fisik bambu tersebut tersaji pada Tabel 1.

1. Kadar Air Bambu

Dari Tabel 1 terlihat bahwa kadar air bambu tertinggi adalah bambu betung rata-rata sebesar 42,61 % dan yang terendah adalah bambu santong sebesar 29,83 %. Hal ini berhubungan erat dengan tebal bilah masing-masing bambu tersebut. Makin tebal dinding/bilah bambu maka makin tinggi air yang dapat dikandung bambu tersebut. Bambu betung memiliki tebal bilah 10 – 25 mm, kemudian bambu ampel 10 – 15 mm, bambu tali 5-15 mm, dan bambu santong memiliki tebal bilah 3-7 mm.

(3)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

Tabel 1.Sifat Fisik Beberapa Jenis Bambu di Kecamatan Tonggauna

JENIS BAMBU Letak

Kadar Air BJ Penyusutan

KU Vol radial

% %

Pangkal 46.28 0.43 40.48 3.30

Ampel Hijau Tengah 34.60 0.45 32.00 10.60

(Bambusa vulgaris) Ujung 31.44 0.50 31.58 16.98

rerata 37.44 0.46 34.69 10.29

Pangkal 57.58 0.50 16.67 5.53

Betung Tengah 45.07 0.57 7.69 4.64

(Dendrocalamus asper) Ujung 25.19 0.61 16.00 4.62

rerata 42.61 0.56 13.45 4.93

Pangkal 32.98 0.24 45.50 22.22

Santong Tengah 27.88 0.29 52.38 2.56

(Bambusa atra) Ujung 28.63 0.39 42.68 3.70

rerata 29.83 0.31 46.85 9.50

Pangkal 36.42 0.33 58.85 7.32

Tali/Apus Tengah 29.27 0.40 46.67 6.45

(Gigantochloa apus) Ujung 25.45 0.49 18.70 9.38

rerata 30.38 0.41 41.40 7.71

Sumber: Data primer diolah, 2011.

Variasi kadar air ini juga disebabkan oleh letak/posisi batang bambu, secara umum kadar air tertinggi terletak pada bagian pangkal bambu dan yang terkecil pada bagian ujung. Besarnya kadar air bambu pada bagian pangkal karena tebal bilah bambu pada bagian pangkal juga lebih besar daripada bagian tengah dan ujung. Makin tebal bilah bambu maka makin banyak kandungan selulosa dan

hemiselulosa yang dapat mengikat air. Variasi terbesar dijumpai pada bambu betung, kadar air bagian pangkal sebesar 57,58 % sedangkan bagian ujung 25,19 %. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang besar antara tebal bilah pada bagian pangkal dan ujung. Variasi kadar air pada berbagai posisi empat jenis bambu disajikan pada Gambar 1.

(4)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128

Gambar 1. Variasi Kadar Air pada berbagai Posisi Bambu

Pada Gambar 1 terlihat bahwa bambu santung memiliki perbedaan kadar air antara pangkal, tengah dan ujung yang tidak besar, antara 28,63 % - 32,98 %. Kemudian diikuti bambu tali antara 25,44 % - 36,42 % Variasi kadar air yang tidak begitu besar pada kedua bambu ini disebabkan antara lain oleh ketebalan dinding bilah bambu yang juga tidak berbeda jauh antara bagian pangkal, tengah dan ujung. Kedua bambu ini memiliki tebal bilah yang lebih tipis dibanding bambu ampel dan betung.

2. Berat Jenis

Perbedaan Berat jenis disebabkan karena kecenderungan perbedaan distribusi ikatan vaskuler/peresentase serabut antara bagian jenis dan juga komposisi kimianya. Secara umum BJ tergantung pada ukuran sel, ketebalan dinding sel dan hubungan

antara ukuran dan ketebalan dinding sel. Diantara sel yang sangat mempengaruhi adalah sel serabut (sklerenkim) yang terdapat pada ikatan vaskular karena berdinding relatif tebal, dibandingkan jaringan dasar sehingga relatif lebih berat.

Perbedaan komposisi kimia jenis bambu juga dapat menyebabkan perbedaan Berat jenis meskipun secara umum setiap jenis bambu memiliki komposisi kimia yang hampir sama. Perbedaan BJ pada berbagai posisi bambu secara alami disebabkan karena perbedan kecepatan pertumbuhan antara bagian pangkal, tengah dan ujung (Nuryati, 2000). Pada bagian pangkal terbentuk serabut yang panjang berdinding tipis dan berdiameter besar sedangkan bagian ujung sebaliknya berdinding tebal dan diameter kecil karena kecepatan pertumbuhan yang mulai berkurang.

46.28 57.58 30.09 34.6 24.91 45.03 27.87 28.63 32.98 29.27 25.44 36.42 10 20 30 40 50 60

Pangkal Tengah Ujung

Posisi Batang Bambu

Ampel Betung Santung Tali

(5)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128 3. Hubungan Berat Jenis dan Kadar Air

Gambar 2. Hubungan Berat Jenis dan Kadar Air Bambu Gambar 2. menunjukkan bahwa

terdapat hubungan linear antara kadar air dan berat jenis, makin tinggi BJ maka kadar air juga makin tinggi. Hal ini disebabkan makin banyak zat dinding sel bambu yang dapat terisi air. Makin banyak zat dinding sel berarti makin tinggi persentase komponen selulosa dan hemiselulosa yang dapat mengikat air. Namun demikian Bj bambu yang tinggi bukan berarti hanya menyebabkan kandungan airnya tinggi. Sebab selain air ada pula zat ekstraktif dan zat pati yang dapat mengisi dinding sel.

4. Hubungan Berat Jenis dan Penyusutan

Penyusutan bambu sangat berhubungan dengan berat jenis dan kadar air, umumnya bambu dengan BJ tinggi akan memiliki kandungan selulosa dan hemiselulosa yang tinggi pula, hal ini berarti memungkinkan tingginya kadar air yang dapat terikat dalam bilah bambu. Namun demikian ketebalan bilah bambu yang lebih besar akan memiliki persentase penyusutan yang lebih kecil dibanding bambu dengan bilah yang lebih tipis. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 3. Hubungan Berat Jenis dan Penyusutan bambu

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Ampel Betung Santung Tali

Jenis Bambu BJ 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Penyusutan R (%) BJ Penyusutan 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

Ampel Betung Santung Tali

Jenis Bambu BJ 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 K A (%) BJ KA

(6)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 03 September 2012, ISSN 0854-0128 5. Hubungan Kadar Air dan Penyusutan

Hubungan antara kadar air dan penyusutan memiliki pola yang serupa

dengan hubungan kadar air dan berat jenis bambu yang diamati.

Gambar 4. Hubungan Kadar Air dan Penyusutan Bambu

Bambu betung memiliki kadar air tertinggi yaitu 42,61 % tetapi penyusutannya paling kecil sebesar 13,45 %. Penyusutan bambu selain dipengaruhi berat jenis juga ditentukan oleh komposisi kimia penyusun bambu, terutama selulosa dan zat ekstraktif. Zat ekstraktif dapat menurunkan kembang susut bambu terutama zat ekstraktif yang bersifat minyak. Nilai penyusutan bambu betung lebih kecil dibandingkan jenis bambu lain karena besarnya penyusutan dibanding tebal bilah bambu, dimana tebal bilah bambu betung lebih besar dibanding bambu lain. Sehingga persentase penyusutannya lebih besar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian terhadap empat jenis bambu, yaitu bambu Betung, Ampel, Santong dan Tali, dapat disimpulkan: (1) kadar air dan berat jenis bambu yang terbesar pada bambu betung sedang yang terkecil pada bambu santong; (2) penyusutan terbesar pada bambu ampel sedang penyusutan terkecil pada bambu betung, dan (3) berdasarkan nilai BJ dan

penyusutannya maka bambu betung sesuai untuk digunakan sebagai bahan konstruksi sedangkan bambu tali, ampel dan santong dapat digunakan untuk kerajinan dan penggunan non struktur.

DAFTAR PUSTAKA

Berlian, N dan Rahayu Estu. 1995. Budidaya dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya, Jakarta. Dephut, 1997. Pengembangan Budidaya

Bambu. Kanwil Propinsi Sulawesi Tenggara.

Dransfield, S and E. A. Widjaya. 1995. Dendrocalamus asper in Bamboos, Plant Resources of South East Asia 7 Prosea. Bogor, Indonesia (pp:80-83).

Hartmann, H.T; D.E Kester & F.E Davies. 1990. Plant propagation principles and Practices. Fift edition. Prentice Hill International, Inc. New. Jersey. Iwan, S., Anna, R. M., dan Surianto B.

2000. Jenis-Jenis Bambu di Daerah 30.38 29.83 42.61 37.44 34.69 46.85 41.4 13.45 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Ampel Betung Santung Tali Jenis Bambu KA Penyusutan KA/ P E n y u s u t a n (%)

(7)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN 0854-0128

Amban Pantai, Kabupaten Manokwari. Jurnal Beccariana, Volume 2(1): 14:17

Krisdianto, G. Sumarni, dan Agus I. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Pusat Penelitian Hasil Hutan, Bogor. http://www.dephut.go.id [ 14 Januari 2010]

Nath, A. J., Gitasree D, dan Aches K. D. 2004. Phenology and Culm Growth

of Bambusa cacharensis R.

Majmundar in Barak Valley, Assam, North East India. Journal of American Bamboo Society 18 (1): 19-23.

Nuryatin, Nani. 2000. Studi Analisa sifat-sifat dasar Bambu pada Beberapa Tujuan Penggunan. Tesis, tidak dipublikasi. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Prosea. 1995. Bamboos. Plant Resources of South East Asia 7. Prosea. Bogor. Indonesia.

Untung K, Hendarsun S, Elisabeth A.W., Linda G, dan Wahyu M. 1998. Strategi Nasional dan Rancang Tindak Pelestarian Bambu dan

Pemanfaatannya Secara

Berkelanjutan di Indonesia. Jakarta. Wibowo, J.E., Susilo Budi H, dan E. M.

Kesaulija. 2003. Karakterisasi Jenis-Jenis Bambu Pada Kawasan

Penyangga Cagar Alam

Pegunungan Arfak di Kampung Tanah Merah, Distrik Warmare Kabupaten Manokwari. Jurnal Beccariana, Volume 5 (1): 1:7. Widjaja, E. A. 1997. Jenis-jenis Bambu

Endemic dan Konservasinya di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Biologi XV.

Gambar

Gambar 3. Hubungan Berat Jenis dan Penyusutan bambu 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6
Gambar 4. Hubungan Kadar Air dan Penyusutan  Bambu

Referensi

Dokumen terkait

tersendat-sendat, tetapi ada beberapa spesies yang tidak bisa berenang dan bergerak dengan merayap karena telah beradaptasi untuk hidup di lumut dan sampah daun-daun yang

Qui audet adipiscitur. “Siapa berani, menang.” Tampaknya, sebagai seorang yang ahli bahasa Latin, Mark Zuckerberg hidup dengan motto ini setiap hari. Visi Mark Zuckenberg yang

Bagi pemerintah pusat, alokasi DAU dimaksudkan sebagi alat untuk pemerataan atau mengisi keuangan di dalam strurktur keuangan daerah, sementara bagi daerah, alokasi DAU

Secara praktis, data yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi situs YouTube dalam meningkatkan kualitasnya sebagai media komunikasi global..

Rata-rata temperatur permukaan jengger, bulu dan shank yang lebih tinggi pada lokasi penelitian dengan THI = 89 dibandingkan dengan suhu permukaan jengger, bulu dan shank

Berdasarkan pelaporan pemasukan Media Pembawa HPHK atau Produk Hewan yang dilakukan melalui penyerahan Dokumen Permohonan Pemeriksaan Karantina (PPK) dan ditindak lanjuti

Direktorat Usaha memiliki fungsi penyelenggaraan usaha jasa angkutan laut yang meliputi kegiatan pemasaran, pengembangan usaha, penyiapan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan

a. Komunikator : meliputi jaringan, stasiun lokal, direktur, staf teknis yang berkaitan dengan sebuah acara televisi. Jadi komunikator adalah gabungan dari berbagai individu