• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan suatu Negara pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan kehidupan berbangsa dan ber-Negara, karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Pendidikan adalah usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin jasmani dan rohani kearah kedewasaan. Dalam artian, pendidikan adalah sebuah proses transfer nilai-nilai dari orang dewasa (guru atau orang tua) kepada anak-anak agar menjadi dewasa dalam segala hal. Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa yang sedang membangun. Upaya perbaikan dibidang pendidikan merupakan suatu keharusan untuk selalu dilaksanakan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa upaya dilaksanakan antara lain penyempurnaan kurikulum, peningkatan kompetensi guru melalui penataran-penataran, perbaikan sarana-sarana pendidikan, dan lain-lain. Hal ini dilaksanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa dan terciptanya manusia Indonesia seutuhnya.

Memahami uraian tersebut diatas, diperlukan pendidikan yang dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkemauan dan berkemampuan

(2)

untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus menerus dan berkesinambungan. Hal ini penting, terutama dikaitkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional (Undang-Undang Sisdiknas), yang mengemukakan bahwa pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.1

Untuk mencapai tujuan yang diinginkan tersebut, maka dalam lembaga pendidikan formal yaitu sekolah, keberhasilan pendidikan ditentukan oleh keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, yakni keterpaduan antara kegiatan guru dengan kegiatan siswa. Bagaimana siswa belajar banyak ditentukan oleh bagaimana guru mengajar. Salah satu usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran adalah dengan memperbaiki pengajaran yang banyak dipengaruhi oleh guru, karena pengajaran adalah suatu sistem, maka perbaikannyapun harus mencakup keseluruhan komponen dalam sistem pengajaran tersebut. Komponen-komponen yang terpenting adalah tujuan, materi, dan evaluasi.

Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Maka untuk meningkatkan kualitas dan

1E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

(3)

kuantitas kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, guru harus memiliki dan menguasai perencanaan kegiatan belajar mengajar, melaksanakan kegiatan yang direncanakan dan melakukan penilaian terhadap hasil dari proses belajar mengajar.

Kemampuan guru dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran merupakan faktor utama dalam mencapai tujuan pengajaran. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar ini sesuatu yang erat kaitannya dengan tugas dan tanggung jawab guru sebagai pengajar yang mendidik. Guru sebagai pendidik mengandung arti yang sangat luas, tidak sebatas memberikan bahan-bahan pengajaran tetapi menjangkau etika dan estetika perilaku dalam menghadapi tantangan kehidupan di masyarakat.

Sebagai pengajar, guru hendaknya memiliki perencanaan (planing) pengajaran yang cukup matang. Perencanaan pengajaran tersebut erat kaitannya dengan berbagai unsur seperti tujuan pengajaran, bahan pengajaran, kegiatan belajar, metode mengajar, dan evaluasi. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian integral dari keseluruhan tanggung jawab guru dalam proses pembelajaran.

Saat ini, dalam segi kurikulum salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah dengan memberlakukan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang paling penting dalam hal ini adalah faktor guru. Sebab secanggih apapun suatu kurikulum dan sehebat apapun sistem pendidikan, tanpa kualitas guru yang

(4)

baik, maka semua itu tidak akan membuahkan hasil yang maksimal. Oleh karena itu, guru diharapkan memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien.

Guru merupakan salah satu bagian yang urgen dari proses pendidikan harus mengadakan pembaharuan-pembaharuan. Seorang guru tidak boleh stagnan karena akan membuatnya tertinggal dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin berkembang pesat. Sebagai pengajar sekaligus pendidik, guru dituntut harus memiliki kecakapan dibidangnya. Profesionalisme harus dimiliki setiap guru demi mendongkrak keterpurukan dan ketertinggalan bangsanya dalam dunia pendidikan. Guru yang berkompeten akan memberikan pengaruh baik pada anak didiknya. Anak didik akan termotivasi dan lebih giat lagi dalam menggali ilmu pengetahuan yang belum diketahuinya. Kecerdasan intelektual dan perilakunya sehari-hari merupakan sosok yang menjadi contoh bagi setiap anak didiknya.

Kompetensi merupakan salah satu kualifikasi guru yang terpenting. Bila kompetensi ini tidak ada pada diri seorang guru, maka ia tidak akan berkompeten dalam melakukan tugasnya dan hasilnya pun tidak akan optimal. Dalam proses pembelajaran guru bukanlah hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, akan tetapi juga sebagai pengelola

(5)

pemebelajaran (manager learning). Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru.2

Terlebih lagi bagi seorang guru agama, ia harus mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan guru-guru lainnya. Guru agama, disamping melaksanakan tugas keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak disamping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketaqwaan para siswa. Dengan tugas yang cukup berat tersebut, guru pendidikan agama Islam dituntut untuk memiliki keterampilan profesional dalam menjalankan tugas pembelajaran.

Dengan komptensi yang dimiliki, selain menguasai materi dan dapat mengolah program belajar mengajar, guru juga dituntut dapat melaksanakan evaluasi dan pengadministrasiannya. Kemampuan guru dalam melakukan evaluasi merupakan kompetensi guru yang sangat penting. Evaluasi dipandang sebagai masukan yang diperoleh dari proses pembelajaran yang dapat dipergunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan berbagai komponen yang terdapat dalam suatu proses belajar mengajar.

Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan latar belakang dan hubungan, serta variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak

2Wina Sanjaya, Kurikulum Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat

(6)

mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Oleh karena itu, evaluasi ditetapkan sebagai hasil meramu dan menganalisis kenyataan-kenyataan sebelum mengambil keputusan, dan dalam beberapa hal sifat evaluasi bergantung pada macam keputusan yang telah dibuat.3

Secara garis besar dalam proses belajar mengajar, evaluasi memiliki fungsi pokok, yaitu:

1. Untuk mengukur kemajuan dan perkembangan peserta didik setelah melakukankegiatan belajar mengajar selama jangka waktu tertentu.

2. Untuk mengukur sampai dimana keberhasilan system pengajaran yang digunakan.

3. Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka melakukan perbaikan proses belajar mengajar.4

Oleh karena itu, dengan sedemikian pentingnya evaluasi ini sehingga pembelajaran yang baik tidak cukup hanya didukung oleh perencanaan pembelajaran, kemampuan guru mengembangkan proses pembelajaran serta penguasaannya terhadap bahan ajar, dan juga tidak cukup dengan kemampuan guru dalam menguasai kelas, tanpa diimbangi dengan kemampuan melakukan evaluasi terhadap perencanaan kompetensi siswa yang sangat menentukan dalam konteks perencanaan berikutnya, atau kebijakan perlakuan terhadap siswa terkait dengan konsep belajar tuntas.

3Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 1990), h. 106. 4Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 278.

(7)

Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses untuk menentukan jasa nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran melalui kegiatan penilaian dan/atau pengukuran. Evaluasi pembelajaran mencakup pembuatan pertimbangan tentang jasa, nilai atau manfaat program, hasil, dan proses pembelajaran.5 Mengingat kompleksnya proses penilaian, guru perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang memadai.6 Tidak ada pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses menetapkan kualitas hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik..

Dalam arti luas evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi, dan yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.7 Dalam hal memperoleh dan menyediakan informasi, evaluasi menempati posisi yang sangat strategis dalam proses pembelajaran, hal ini dikarenakan seorang guru akan mendapatkan informasi-informasi sejauh mana tujuan pengajaran yang telah dicapai siswa.

Selain guru dituntut harus mampu mengukur kompetensi yang telah dicapai oleh siswa, guru juga harus melaksanakan tugasnya sebagai pengajar yaitu melaksanakan evaluasi dari tugas yang ia berikan selama waktu tertentu. Evaluasi ini dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan kehendak

5Dimyati, dan Mujiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 221. 6Ibid., h. 61.

7M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 3.

(8)

pengajar (tes harian atau mingguan) dan dapat pula mengikuti waktu yang ditetapkan sekolah.8 setiap proses pembelajaran atau setelah beberapa unit

pelajaran, sehingga guru dapat menentukan keputusan atau perlakuan terhadap siswa tersebut. Apakah perlu diadakannya perbaikan atau penguatan, serta menentukan rencana pembelajaran berikutnya baik dari segi materi maupun rencana strateginya. Oleh karena itu, guru setidaknya mampu menyusun instrumen tes maupun non tes, mampu membuat keputusan bagi posisi siswa-siswanya, apakah telah dicapai harapan penguasaannya secara optimal atau belum. Kemampuan yang harus dimiliki oleh guru yang kemudian menjadi suatu kegiatan rutin yaitu membuat tes, melakukan pengukuran, dan mengevaluasi dari kompetensi siswa-siswanya sehingga mampu menetapkan kebijakan pembelajaran selanjutnya.

Hal penting untuk diperhatikan adalah bahwa penilaian perlu dilakukan secara adil. Prinsip ini diikuti oleh prinsip lain agar penilaian bisa dilakukan secara objektif, karena penilaian yang adil tidak dipengaruhi oleh faktor keakraban, menyeluruh, mempunyai criteria yang jelas, dilakukan dalam kondisi yang tepat dan dengan instrument yang tepat pula, sehingga mampu menunjukkan prestasi belajar peserta didik sebagaimana adanya.9 Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,

8Soekartawi, Meningkatkan Efektivitas Mengajar Untuk Dosen, Guru, Instruktur, Tutor dan

Mahasiswa Kependidikan, (t.t.p, Pustaka Jaya, t.t), h. 24.

(9)

kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.10 Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan dengan rancangan dan frekuensi yang memadahi dan berkesinambungan, serta diadministrasikan dengan baik.

Seringkali dalam proses belajar mengajar, aspek evaluasi pembelajaran ini diabaikan. Dimana guru terlalu memperhatikan saat yang bersangkutan memberi pelajaran saja. Namun, pada saat guru membuat soal ujian atau tes (formatif), soal tes disusun seadanya atau seingatnya saja tanpa harus memenuhi penyusunan soal yang baik dan benar serta pengolahan evaluasi pembelajaran yaitu pada pelaksanaan evaluasi formatif.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa terdorong untuk mengkaji dan meneliti lebih lanjut mengenai kompetensi guru khususnya guru pendidikan agama Islam dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang berkaitan dengan kegiatan evaluasi pembelajaran dalam bentuk skripsi yang berjudul "Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam dalam Pelaksanaan Evaluasi

Pembelajaran (Studi Kasus di Sekolah Menengah Atas Islam (SMAI) Sunan Gunung Jati Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung Tahun Ajaran 2009/2010)".

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang yang telah di kemukakan, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

10Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 38.

(10)

1. Bagaimana kompetensi guru pendidikan agama Islam di SMAI Sunan Gunung Jati Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung?

2. Bagaimana teknik pelaksanaan evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islam yang diterapkan di SMAI Sunan Gunung Jati Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui kompetensi guru pendidikan agama Islam di SMAI Sunan Gunung Jati Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.

2. Untuk mengetehaui pelaksanaan evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islam yang diterapkan di SMAI Sunan Gunung Jati Kecamatan Ngunut Kabupaten Tulungagung.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelititian di atas, maka dari hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau nilai guna, baik manfaat dalam bidang teoritis maupun dalam bidang praktis. Adapun manfaat penelitian yang diharapkan sesuai masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritits

Bahwa hasil penelitian ini diharapkan agar bermanfaat untuk pengembangan khazanah keilmuan serta sebagai bahan referensi atau rujukan dan tambahan pustaka pada perpustakaan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Tulungagung.

(11)

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi sekolah yang bersangkutan atau instansi lain yang terkait untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan meningkatkan prestasi belajar melalui peningkatan kompetensi guru dalam pelaksanaan evaluaisi pembelajaran. Agar melalui hasil penelitian ini, guru mampu meningkatkan kompetensinya dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran yang hal itu akan berdampak pada meningkatnya prestasi siswa.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bahwa penelitian ini diharapkan agar bermanfaat bagi petunjuk, arahan, maupun acuan serta bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya yang relevan atau sesuai dengan hasil penelitian.

E. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan skripsi ini terdiri dari: 1. Bab I terdiri dari:

a. Latar belakang masalah. b. Rumusan masalah. c. Tujuan penelitian. d. Kegunaan penelitian. e. Sistematika pembahasan.

(12)

2. Bab II terdiri dari:

a. Kompetensi guru PAI, meliputi: 1) Pengertian kompetensi guru. 2) Urgensi kompetensi guru.

3) Macam-macam kompetensi guru. b. Evaluasi pembelajaran, meliputi:

1) Pengertian, tujuan, dan fungsi evaluasi. 2) Prinsip-prinsip evaluasi.

3) Teknik evaluasi.

4) Langkah-langkah evaluasi. 5) Pelaporan hasil penilaian.

c. Evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islam d. Hasil dari penelitian terdahulu

3. Bab III terdiri dari:

a. Pendekatan dan jenis penelitian. b. Lokasi penelitian.

c. Kehadiran peneliti. d. Sumber data.

e. Prosedur pengumpulan data. f. Analisis data.

g. Pengecekan keabsahan data. h. Tahap-tahap penelitian.

(13)

4. Bab IV terdiri dari:

a. Deskripsi Obyek Penelitian 1) Gamabaran umum sekolah.

a) Sejarah singkat sekolah SMAI Sunan Gunung Jati Ngunut.

b) Visi, misi, dan tujuan sekolah.

c) Struktur organisasi SMAI Sunan Gunung Jati Ngunut. d) Data guru dan karyawan.

e) Data siswa.

f) Sarana dan prasarana.

g) Kurikulum dan sistem belajar mengajar. 2) Deskripsi data

b. Temuan Penelitian c. Pemhasan

5. Bab V terdiri dari: a. Kesimpulan. b. Saran.

(14)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Kompetensi Guru PAI

1. Pengertian Kompetensi Guru

Pendidikan merupakan sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Hal ini dapat terlihat dari tujuan nasional bangsa Indonesia yang salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang menempati posisi yang strategis dalam pembukaan UUD 1945. Dalam situasi pendidikan, khususnya pendidikan formal di sekolah, guru merupakan komponen yang paling penting dalam meningkatkan mutu pendidikan. Ini disebabkan guru berada di barisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan. Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan nilai-nilai positif melalui dengan bimbingan dan keteladanan.

Guru adalah pendidik yang berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.11 Ngainun Naim dalam bukunya “Menjadi Guru Inspiratif” mendevinisikan bahwa guru adalah sosok yang rela mencurahkan sebagian besar waktunya untuk mengajar dan mendidik siswa, sementara penghargaan lain dari sisi

11Soetjipto, dan Raflis Kosasi, Profesi ke-Guruan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), h 49.

(15)

material, misalnya sangat jauh dari harapan.12 Sedang menurut Oemar Hamalik mendevinisikan guru adalah suatu jabatan profesional yang harus memenuhi kriteria profesional, yang meliputi syarat-syarat fisik, mental / kepribadian, keilmuan / pengetahuan, dan ketrampilan.13

Dengan beberapa devinisi mengenai guru seperti telah disebutkan di atas, guru atau pendidik merupakan sosok yang seharusnya mempunyai banyak ilmu, mau mengenalkan sungguh-sungguh ilmunya tersebut dalam proses pembelajaran dalam makna yang luas, toleran, dan berusaha menjadikan siswanya memiliki kehidupan yang lebih baik. Dengan kata lain, guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas dan untuk mewujudkannya guru harus memiliki minimal dasar-dasar kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalakan tugas.14 Dengan demikian, upaya perbaikan apapun yang dilakukan untuk meningkatkan pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa didukung oleh guru yang profesional dan berkompeten. Oleh karena itu, diperlukanlah sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya.

12Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 1.

13Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 59.

14Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), h. 33.

(16)

Satu kunci pokok tugas dan kedudukan guru sebagai tenaga profesional dijelaskan dalam pasal 4 UU Guru dan Dosen bahwa kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional.15 Hakikat keprofesinalan jabatan guru tidak akan terwujud hanya dengan mengeluarkan pernyataan bahwa guru adalah jabatan/pekerjaan professional, meskipun pernyataan ini dikeluarkan dalam bentuk peraturan resmi.16 Oleh karena itu, guru harus mempunyai kepribadian yang baik, karena kepribadian adalah unsur yang menentukan keakraban hubungan guru dan anak didik,17 serta guru bukan saja dituntut untuk lebih aktif mencari informasi yang dibutuhkan, akan tetapi ia juga harus mampu menyeleksi berbagai informasi, sehingga dapat menunjukan kepada siswa informasi yang dianggap perlu dan penting untuk kehidupan mereka.18

Sebagai agen pembelajaran guru memiliki peran sentral dan cukup strategis. Sebagaiama dijelaskan oleh Pullias dan Young yang dikutip oleh Mulyasa bahwa:

15Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Guru dan Dosen, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 8.

16Syafrudin Nurdin, Guru Profesional Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 20.

17Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan

Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 41.

18Wina Sanjaya, Pembelajaran dan Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Kencana, 2005), 76.

(17)

Peran guru sedikitnya ada 19, yakni: guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan teladan, pribadi, peneliti, pendorong, kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, actor, emancipator, evaluator, pengawet, dan sebagai kulminator.19

Oleh karena itu, agar proses pembelajaran bisa efektif dan efesien harus di dukung dengan faktor pengetahuan guru. Guru tanpa mempunyai pengetahuan dan skill yang memadahi, maka bisa dipastikan akan mengalami kesulitan mentransferkan ilmu pengetahuan dan juga bisa menyesatkan peserta didik. Sehingga tujuan pendidikan yang telah di rencanakan akan sulit untuk dicapai. Shulman mengenalkan tujuh kategori utama pengetahuan yang merupakan kategori dasar pengetahuhan guru kelas dan yang diperlukan agar praktik mengajar reflektif dan berhasil, yaitu:

a. Pengetahuan mengenai isi pelajaran.

b. Pengetahuan pengajaran umum, dengan utama mengacu ke prinsip dan strategi utama pengolaan dan pengaturan ruang kelas yang lebih penting dari pokok masalah mata pelajaran.

c. Pengetahuan kurikulum, yang terutama mencari-cari materi dan program yang bertindak sebagai “alat pertukaran” bagi guru.

19E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

(18)

d. Pengetahun isi pengajaran, campuran khusus antara isi pelajaran dan pengajaran yang merupakan bidang guru bentuk khusus pemahaman professional mereka sendiri.

e. Pengetahuan tentang murid dan karakteristiknya.

f. Pengetahuan tentang konteks pendidikan, yang berkisar dari pengelolaan kelompok atau ruang kelas.

g. Pengetahuan tentang hasil akhir, tujuan, dan nilai pembelajaran berserta dasar filosofis dan historisnya.20

Dalam lembaga persekolahan, tugas utama guru adalah mendidik dan mengajar. Agar tugas utama tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, ia perlu memiliki kualifikasi tertentu, yaitu profesionalisme.21

Guru yang profesional pada intinya adalah orang yang memiliki keahlian dan kemampuan khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.22 Kompetensi berasal dari kata competency, yang berarti kemampuan atau kecakapan. Menurut kamus bahasa Indonesia sebagaimana yang dikutip oleh Mulyasa, bahwa “kompetensi dapat

20Kay A. Norlander-Case, The Professional Teacher: The Preparation and Nuturance Of The

Retlective Practitioner (Guru Profesional: Penyiapan dan Pembimbingan Praktisi Pemikir), terj. Suci

Romadhona, (Jakarta: Indeks, 2009), h. 33.

21Marno dan Idris, Strategi dan Metode Pengajaran Menciptakan Ketrampilan Mengajar yang

Efektif dan Menyenangkan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), h. 21.

(19)

diartikan kekuasaan (kewenangan) untuk menentukan atau memutuskan suatu hal”.23

Istilah kompetensi guru mempunyai banyak makna, sebagaimana menurut pakar pendidikan dapat kita lihat sebagai berikut:

a. Charles mengatakan, sebagaimana yang dikutip oleh Mulyasa bahwa "kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan".24

b. Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa "kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dan dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan".25 c. Menurut Usman sebagaimana yang dikutip Kunandar, kompetensi

adalah “suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun yang kuantitatif”.26

Dari beberapa pengertian di atas dapat disarikan bahwa pengertian kompetensi guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.27 Dari beberapa uraian tersebut tampak bahwa kompetensi mengacu kepada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan.

23E. Mulyasa, Standart Kompetensi dan Stratifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 3.

24Ibid., h. 25.

25Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Guru dan Dosen, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 5.

26Kunandar, Guru Profesional: Implementasi Kuriklum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan

Sukes dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 51.

(20)

Namun, jika pengertian kompetensi guru tersebut dikaitkan dengan pendidikan agama Islam yakni pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, terutama dalam mencapai ketentraman bathin dan kesehatan mental pada umumnya. Agama Islam merupakan bimbingan hidup yang paling baik, pencegah perbuatan salah dan munkar yang paling ampuh, pengendali moral yang tiada taranya. Maka kompetensi guru agama Islam adalah kewenangan untuk menentukan pendidikan agama Islam yang akan diajarkan pada jenjang tertentu di sekolah tempat guru itu mengajar.28

Guru agama berbeda dengan guru-guru bidang studi lainnya. Guru pendidikan Islam adalah anggota masyarakat yang beragama Islam yang mengabdikan dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan Islam.29 Guru agama di samping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu memberitahukan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pengajaran dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak serta menumbuh kembangkan keimanan dan ketaqwaan para peserta didik.30 Dalam memilih bahan yang akan diajarkan, guru harus berorientasi kepada anak yang akan menerima pelajaran itu. Bahan itu harus disesuaikan dengan fase perkembangan

28Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama,1995), h-9.

29Sulistiyorini, Menajemen Pendidikan Islam Konsep, Strategi, dan Aplikasi, (Jogjakarta: Teras, 2009), h. 66.

(21)

penghayatan keagamaan anak. Anak sekolah rendah (SD) jangan dituntut untuk menghafalkan bacaan-bacaan yang sukar yang bukan merupakan pokok materi yang menjadikan perbuatan ibadah sah. Jangkauan bagi anak itu jangan terlalu jauh dan dalam, sehingga menyulitkan dan membosankan mereka. Setiap guru harus mengerti dan sadar bahwa pengajaran ibadat itu adalah pengajaran kegiatan beramal/bekerja dalam rangka beribadat. Yang diajar harus dapat dengan mudah dan senang mengerjakannya.31

Secara umum tujuan pendidikan Islam terbagi kepada; tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir, dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia sempurna (Insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan Islam dalam perspektif para ulama muslim.32

31Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 76.

(22)

Urgensi dari tujuan pendidikan Islam adalah kepribadian muslim, yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam.33

Kemampuan guru khususnya guru agama tidak hanya memiliki keunggulan pribadi yang dijiwai oleh keutamaan hidup dan nilai-nilai luhur yang dihayati serta diamalkan. Namun seorang guru agama hendaknya memiliki kemampuan paedagogis atau hal-hal mengenai tugas-tugas kependidikan seorang guru agama tersebut.

2. Urgensi Kompetensi Guru

Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses belajar mengajar tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar, karena mengajar merupakan segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.34 Agar proses pembelajaran dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, maka guru mempunyai tugas dan peranan yang penting dalam mengantarkan peserta didiknya mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, sudah selayaknya guru

33Zakiah Darajat, et.all., Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 2008), h. 72.

34Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2004), h 12.

(23)

mempunyai berbagai kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya. Dengan kompetensi tersebut, maka akan menjadikan guru profesional, baik secara akademis maupun non akademis.

Masalah kompetensi guru merupakan hal urgen yang harus dimiliki oleh setiap guru dalam jenjang pendidikan apapun. Kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus dapat memungkinkan seseorang untuk menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.35 Guru yang terampil mengajar tentu harus pula memiliki pribadi yang baik dan mampu melakukan social adjustment dalam masyarakat.

Kompetensi guru sangat penting dalam rangka penyusunan kurikulum. Ini dikarenakan kurikulum pendidikan haruslah disusun berdasarkan kompetensi yang dimiliki oleh guru, karena guru memegang peran penting dalam penyusunan dan pelaksanaan kurikulum, dan oleh karenanya guru harus memahami dengan baik masalah kurikulum.36 Tujuan, program pendidikan, system penyampaian, evaluasi, dan sebagainya, hendaknya direncanakan sedemikian rupa agar relevan dengan tuntutan kompetensi guru secara umum. Dengan demikian

35Akhyak, Profil Pendidikan Sukses Sebuah Formulasi dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi, (Surabaya: eLKAF, 2005), h. 34.

(24)

diharapkan guru tersebut mampu menjalankan tugas dan tanggung jawab sebaik mungkin.

Dalam hubungan dengan kegiatan dan hasil belajar siswa, kompetensi guru berperan penting. Proses belajar mengajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing para siswa. Guru yang berkompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya, sehingga belajar para siswa berada pada tingkat optimal.37

Agar tujuan pendidikan tercapai, yang dimulai dengan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif, maka guru harus melengkapi dan meningkatkan kompetensinya. Di antara kriteria-kriteria kompetensi guru yang harus dimiliki meliputi:

a. Kompetensi kognitif, yaitu kompetensi yang berkaitan dengan intelektual.

b. Kompetensi afektif, yaitu kompetensi atau kemampuan bidang sikap, menghargai pekerjaan dan sikap dalam menghargai hal-hal yang berkenaan dengan tugas dan profesinya.

c. Kompetensi psikomotorik, yaitu kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau berperilaku.38

37Ibid., h. 36.

(25)

3. Macam-macam Kompetensi Guru

Secara umum, guru harus memenuhi dua kategori yaitu memiliki

capability dan loyality, yakni guru itu harus memiliki kemampuan dalam

bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik dan mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi dan memiliki loyalitas keguruan, yakni terhadap tugas-tugas yang tidak semata di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah kelas.39

Kedua kategori, capability dan loyality tersebut, terkandung dalam macam-macam kompetensi guru. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi social, dan kompetensi profesional.40

a. Kompetensi pedagogik

Yang dimaksud dengan kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.41 Kompetensi ini meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan guru

39Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat

dalam Penyelenggaraan Pendidikan., (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 112-113.

40Asrorun Ni’am, Membangun Profesionalitas Guru, (Jakarta : eLSAS, 2006), h. 162. 41Ibid., 199.

(26)

dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut :42

1) Pemahaman wawasan / landasan kependidikan. 2) Pemahaman terhadap peserta didik.

3) Pengembangan kurikulum / silabus. 4) Perancangan pembelajaran.

5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. 6) Pemanfaatan tekhnologi pembelajaran.

7) Evaliasi Hasil Belajar (EHB).

8) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Menurut Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 kompetensi pedagogik guru mata pelajaran terdiri atas 37 buah kompetensi yang dirangkum dalam 10 kompetensi inti seperti disajikan berikut ini. 1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral,

spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.

2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu.

4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran.

6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

7) Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

8) Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.

9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

10) Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.43

(27)

b. Kompetensi kepribadian

Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.44

Dalam standar nasional pendidikan, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik, yang meliputi:45

1) Mantap; 2) Stabil; 3) Dewasa;

4) Arif dan bijaksana; 5) Berwibawa;

6) Berakhlak mulia;

7) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; 8) Mengevaluasi kinerja sendiri; dan

9) Mengembangkan diri secara berkelanjutan.

Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM)

43Suryana, Kompetensi Pedagogik Guru,

http://izoers.blogspot.com/2009/09/kompetensi-pedagogik-guru.html, di akses 17 Juli 2010.

44Asrorun Ni’am, Membangun..., h. 199. 45Ibid.

(28)

serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumnya.46

c. Kompetensi sosial

Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:

1) Berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat.

2) Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional.

3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik; dan

4) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.47

d. Kompetensi profesional

Yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.48

Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi, pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar

46E. Mulyasa, Standar Kompetensi…, h. 117. 47Ibid., h. 173.

(29)

kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Adapun ruang lingkup kompetensi profesional sebagai berikut :49

1) Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya.

2) Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik.

3) Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.

4) Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.

5) Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan.

6) Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran.

7) Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik. 8) Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.

Dengan diberlakukannya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) saat ini, dalam hal penilaian atau evaluasi, ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan maka dalam melaksanakan kegiatan penilaian yang merupakan salah satu ciri yang melekat pada pendidik profesional. Seorang pendidik profesional selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal tersebut dilakukan karena salah satu indicator keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh tingkat keberhasilan yang dicapai peserta didik. Dengan demikian, hasil penilaian dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan proses pembelajaran dan umpan balik bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan.

(30)

Adanya komponen-komponen yang menunjukkan kualitas mengevaluasi akan lebih memudahkan para guru untuk terus meningkatkan kualitas menilainya. Dengan demikian, berarti bahwa setiap guru memungkinkan untuk dapat memiliki kompetensi menilai secara baik dan menjadi guru yang bermutu, yaitu dengan50

a. Mempelajari fungsi penilaian.

b. Mempelajari bermacam-macam teknik dan prosedur penilaian. c. Menyusun teknik dan prosedur penilaian.

d. Mempelajari kriteria penilaian teknik dan proseur penialaian. e. Menggunakan teknik dan dan prosedur penilaian.

f. Mengolah dan menginterpretasikan hasil penilaian.

g. Menggunakan hasil penilaian untuk perbaikan proses belajar mengajar.

h. Menilai teknik dan prosedur penilaian. i. Menilai keefektifan program pengajaran.

B. Evaluasi Pembelajaran

1. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Evaluasi

Dalam pendidikan terjadi proses belajar mengajar yang sistematis, yang terdiri dari banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat terpisah atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling bergantung dan berkesinambungan. Dalam system pengajaran terjadi proses belajar mengajar secara sistematis yang terdiri dari banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat terpisah atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling bergantung dan berkesinambungan untuk mencapai suatu

(31)

tujuan. Sebuah system tidak bisa berjalan secara sendiri-sendiri demi untuk mencapai suatu tujuan, karena system adalah satu kesatuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan51.

Proses belajar mengajar pada dasarnya adalah interaksi yang terjadi antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan. Guru sebagai pengarah dan pembimbing, sedang siswa sebagai orang yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar, maka guru bertugas melakukan suatu kegiatan yaitu penilaian atau evaluasi atas ketercapaian siswa dalam belajar. Selain memiliki kemampuan untuk menyusun bahan pelajaran dan keterampilan menyajikan bahan untuk mengkondisikan keaktifan belajar siswa, guru diharuskan memiliki kemampuan mengevaluasi ketercapaian belajar siswa, karena evaluasi merupakan salah satu komponen penting dari kegiatan belajar mengajar.

Evaluasi berasal dari kata Evaluation (bahasa Ingggris). Kata tersebut diserap dalam pembendaharaan istilah bahasa Indonesia dengan

51Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standart Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h.49.

(32)

tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal Indonesia menjadi "Evaluasi".52

Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga nilai berdasarkan kriteria tertentu, untuk mendapatkan evaluasi yang meyakinkan dan objektif dimulai dari informasi-informasi kuantitatif dan kualitatif.53

Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran, evaluasi mengandung beberapa pengertian, diantaranya adalah:

a. Menurut Suchman sebagaimana yang dikutip oleh Arikunto bahwa memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai bebarapa kagiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainaya tujuan.54

b. Menurut Abdul Basir evaluasi adalah proses pengumpulan data yang deskriptif, informative, prediktif, dilaksanakan secara sistematik dan bertahap untuk menentukan kebijaksanaan dalam usaha memperbaiki pendidikan.55

c. Menurut Mehrens dan Lehman yang dikutip oleh Ngalim Purwanto, evaluasi dalam arti luas adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.56

d. Menurut Oemar Hamalik, evaluasi adalah proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai (assess) keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu system pengajaran. Rumusan itu mempunyai tiga implikasi, yaitu sebagai berikut:

52Suharsimi Arikunto dan Cepi Saifudin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan Pedoman

Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 1.

53Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan

Teoritis Psikologis, (Jakarta: Rineka Cipta: 2005), h. 245.

54Arikunto dan Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan…, h. 1.

55Abdul Basir, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Universitas Airlangga, 1998), h.4.

56M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 3.

(33)

1) Evaluasi adalah suatu proses yang terus-menerus, bukan hanya pada akhir pengajaran, tetapi dimulai sebelum dilaksanakannya pengajaran sampai dengan berkahirnya pengajaran.

2) Proses evaluasi senantiasa diarahkan ke tujuan tertentu, yakni untuk mendapatkan jawaban-jawaban tentang bagaimana memperbaiki pengajaran.

3) Evaluasi menuntut penggunaan alat-alat ukur yang akurat dan bermakna untuk mengumpulkaninformasi yang dibutuhkan guna membuat keputusan.57

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah proses kegiatan yang berkenaan dengan mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi terebut digunakan untuk menentukan alternative yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan tentang bagaimana berbuat baik pada waktu-waktu mendatang sesuai dengan yang telah direncanakan. Perancanaan pada hakikatnya adalah keputusan atas sejumlah alternatif (pilhan) mengenai sasaran dan cara-cara yang akan dilaksanakan dimasa yang akan dating guna mencapai tujuan yang dikehendaki serta pemantauan dan penilaiannya atas hasil pelaksanaannya, yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.58

Seorang pendidik harus mengetahui sejauh mana keberhasilan pengajarannya tercapai dengan baik dan untuk memperbaiki serta mengarahkan pelaksanaan proses belajar mengajar, dan untuk

57Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 1.

58Husaini Usman, Menajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 61.

(34)

memperoleh keputusan tersebut maka diperlukanlah sebuah proses evaluasi dalam pembelajaran atau yang disebut juga dengan evaluasi pembelajaran. Evaluasi merupakan proses penilaian pertumbuhan siswa dalam proses belajar mengajar. Pencapaian perkembangan siswa perlu diukur, baik posisi siswa sebagai individu maupun posisinya di dalam kelompok. Hal yang demikian perlu disadari oleh seorang guru karena pada umumnya siswa masuk kelas dengan kamampuan bervariasi. Ada siswa yang cepat menangkap materi pelajaran, tetapi ada pula yang tergolong memiliki kecepatan biasa dan ada pula yang tergolong lambat. Guru dapat mengevaluasi pertumbuhan kemampuan siswa tersebut dengan mengetahui apa yang mereka kerjakan dari awal sampai akhir belajar. Pencapaian belajar siswa dapat diukur dengan dua cara, yaitu :59

a. Mengukur dengan tingkat kecapaian standart yang ditentukan. b. Melalui tugas-tugas yang dapat diselesaikan siswa secara tuntas.

Evaluasi dilihat dari fungsinya yaitu dapat memperbaiki program pengajaran, maka evaluasi pembelajaran dikategorikan ke dalam penilaian formatif atau evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri,60 atau dilakukan pada akhir program untuk

59M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya, (Jakarta Timur: Bumi Aksara: 2009), h. 2.

60Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 5.

(35)

memberi informasi kepada konsumen yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program.61 Menurut Anas Sudijono, evaluasi formatif ialah

evaluasi yang dilaksankan ditengah-tengah atau pada saat berlangsungnya proses pembelajaran, yaitu dilaksanakan pada setiap kali satuan program pelajaran atau subpokok bahasan dapat diselesaikan, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik "telah terbentuk" sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan.62

Secara umum, dalam bidang pendidikan evaluasi bertujuan untuk:63 a. Memperoleh data pembuktian yang akan menjadi petunjuk sampai

dimana tingkat kemampuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikuler setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

b. Mengukur dan menilai sampai di manakah efektifitas mengajar dan metode-metode mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta. Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah: 64

a. Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan.

61Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), h. 37.

62Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 23.

63Ibid., h. 16.

(36)

b. Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya. Evaluasi dalam pembelajaran dilakukan untuk kepentingan pengambilan keputusan, misalnya tentang akan digunakan atau tidaknya suatu pendekatan, metode, atau teknik. Tujuan utama dilakukan evaluasi proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

a. Menyiapkan informasi untuk keperluan pengambilan keputusan dalam proses pembelajaran.

b. Mengidentifikasi bagian yang belum dapat terlaksana sesuai dengan tujuan.

c. Mencari alternatif tindak lanjut, diteruskan, diubah atau dihentikan.65 Dalam keadaan pengambilan keputusan proses pembelajaran, evaluasi sangat penting karena telah memberikan informasi mengenai keterlaksanaan proses belajar mengajar, sehingga dapat berfungsi sebagai pembantu dan pengontrol pelaksanaan proses belajar mengajar. Di samping itu, fungsi evaluasi proses adalah memberikan informasi tentang hasil yang dicapai, maupun kelemahan-kelemahan dan kebutuhan tehadap perbaikan program lebih lanjut yang selanjutnya informasi ini sebagai umpan balik (feedback) bagi guru dalam mengarahkan kembali

65Ahmad Sofyan, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 31-32.

(37)

penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan rencana dari rencana semula menuju tujuan yang akan dicapai.66 Dengan demikian, betapa

penting fungsi evaluasi itu dalam proses belajar mengajar.

Dalam keseluruhan proses belajar mengajar, secara garis besar evaluasi mempunyai beberapa fungsi penting, yaitu:67

a. Sebagai alat guna mengetahui apakah peserta didik telah menguasai pengetahuan atau ketrampilan yang telah diberikan oleh seorang guru.

b. Untuk mengetahui kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan beajar.

c. Mengetahui tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar. d. Sebagai sarana umpan balik bagi guru, yang bersumber dari siswa. e. Sebagai alat untuk mengetahui perkembangan belajar siswa. f. Sebagai laporan hasil belajar kepada para orang tua wali siswa.

Apabila evaluasi dilihat dari masing-masing pihak, dapat di uraikan sebagai berikut:68

a. Fungsi evaluasi pendidikan bagi guru

1) Mengetahui kemajuan belajar peserta didik.

2) Mengetahui kedudukan masing-masing individu peserta didik dalam kelompoknya.

3) Mengetahui kelemahan-kelemahan dalam cara belajar mengajar dalam PBM.

66Ibid., h. 32.

67M. Sukardi, Evaluasi Pendidikan Prinsip…, h. 4.

68M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 10-11.

(38)

4) Memperbaiki proses belajar mengajar. 5) Menentukan kelulusan peserta didik.

b. Bagi peserta didik, evaluasi pendidikan berfungsi: 1) Mengetahui kemampuan dan hasil belajar. 2) Memperbaiki cara belajar.

3) Menumbuhkan motivasi dalam belajar. c. Bagi sekolah, evaluasi pendidikan berfungsi:

1) Mengukur mutu hasil pendidikan.

2) Mengetahui kemajuan dan kemunduran sekolah. 3) Membuat keputusan kepada peserta didik. 4) Mengadakan perbaikan kurikulum.

d. Bagi orang tua peserta didik, evaluasi pendidikan berfungsi: 1) Mengetahui hasil belajar anaknya.

2) Meningkatkan pengawasan dan bimbingan serta bantuan kepada anaknya dalam usaha belajar.

3) Mengarahkan pemilihan jurusan, atau jenis sekolah pendidikan lanjutan bagi anaknya.

e. Bagi masyarakat dan pemakai jasa pendidikan, evaluasi berfungsi: 1) Mengetahui kemajuan sekolah.

2) Ikut mengadakan kritik dan saran perbaikan bagi kurikulum pendidikan pada sekolah tersebut.

3) Lebih meningkatkan partisipasi masyarakat dalam usahanya membantu lembaga pendidikan.

Fungsi evaluasi di dalam pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan evaluasi itu sendiri. Di dalam batasan tentang evaluasi pendidikan yang telah dikemukakan dimuka, tersirat bahwa tujuan evaluasi pendidikan adalah untuk mendapat data pembuktian yang akan menunjukan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam tujuan-tujuan kurikuler.69

(39)

Secara lebih rinci, fungsi evaluasi dalam pendidikan dan pengajaran dapat dikelompokan menjadi empat fungsi, yaitu:70

a. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.

b. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pembelajaran. c. Untuk keperluan Bimbingan dan Konseling (BK).

d. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.

Menurut Sukardi, dilihat dari segi aspeknya, fungsi evaluasi pendidikan yang dilaksanakan dalam proses belajar mengajar pada prinsipnya dapat dikelompokan menjadi dua macam, yaitu:

a. Membantu guru dalam menentukan derajat tujuan pengajaran agar dapat dicapai.

b. Membantu guru untuk mengetahui keadaan yang benar pada siswanya.

Bagi guru fungsi evaluasi perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar evaluasi yang diberikan benar-benar mengenai sasaran. Hal ini didasarkan karena hampir setiap saat guru melaksanakan kegiatan evaluasi untuk menilai keberhasilan belajar siswa serta program pengajaran.

70Ibid. h. 7-8.

(40)

2. Prinsip-prinsip Evaluasi

Prinsip diperlukan sebagai pemandu dalam kegiatan evaluasi. Oleh karena itu evaluasi dapat dikatakan terlaksana dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini:71 a. Prinsip Kontinuitas (terus menerus/ berkesinambungan)

Artinya bahwa evaluasi itu tidak hanya merupakan kegiatan ujian semester atau kenaikan saja, tetapi harus dilaksanakan secara terus menerus untuk mendapatkan kepastian terhadap sesuatu yang diukur dalam kegiatan belajar mengajar dan mendorong siswa untuk belajar mempersiapkan dirinya bagi kegiatan pendidikan selanjutnya.

b. Prinsip Comprehensive (keseluruhan)

Seluruh segi kepribadian murid, semua aspek tingkah laku, keterampilan, kerajinan adalah bagian-bagian yang ikut ditest, karena itu maka item-item test harus disusun sedemikian rupa sesuai dengan aspek tersebut (kognitif, afektif, psikomotorik)

c. Prinsip Objektivitas

Objektif di sini menyangkut bentuk dan penilaian hasil yaitu bahwa pada penilaian hasil tidak boleh memasukkan faktor-faktor subyektif, faktor perasaan, faktor hubungan antara pendidik dengan anak didik.

(41)

d. Evaluasi harus menggunakan alat pengukur yang baik evaluasi yang baik tentunya menggunakan alat pengukur yang baik pula, alat pengukur yang valid.

e. Evaluasi harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh kesungguhan itu akan kelihatan dari niat guru, minat yang diberikan dalam penyelenggaraan test, bahwa pelaksanaan evaluasi semata-mata untuk kemajuan anak didik, dan juga kesungguhan itu diharapkan dari semua pihak yang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar itu, bukan sebaliknya.

3. Teknik Evaluasi

Istilah teknik dapat diartikan sebagai alat. Jadi teknik evaluasi berarti alat yang digunakan dalam rangka melakukan kegiatan evaluasi. Dalam hal evaluasi, sekolah diberikan wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evaluasi internal atau sering juga disebut evaluasi diri, dilaksanakan oleh warga sekolah unutk memantau proses pelaksanaan dan mengevaluasi hasil program-program yang telah dilaksanakan.72 Dalam konteks evaluasi hasil proses pembelajaran di sekolah dikenal adanya dua macam teknik, yaitu teknik tes, maka evaluasi dilakukan dengan jalan menguji peserta didik,

72E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h. 183.

(42)

sedangkan teknik non test, maka evaluasi dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik.

a. Teknik tes

Tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian dibidang pendidikan yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas baik berupa pertanyaan-pertanyaan atau perintah-perintah oleh testee sehingga dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku dengan nilai-nilai yang dicapai oleh testee lainnya atau dibandingkan dengan nilai standar tertentu.73

Ditinjau dari segi yang dimiliki oleh tes sebagai alat pengukur perkembangan belajar peserta didik, tes dibedakan menjadi empat golongan:

1) Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan siswa tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat.74

2) Tes formatif, adalah tes yang bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh manakah peserta didik telah terbentuk sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditentukan setelah mereka

73Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi…, h. 67.

(43)

mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Di sekolah.sekolah tes formatif ini dikenal dengan istilah "ulangan harian".

3) Tes sumatif adalah tes hasil belajar yang dilaksanakan setelah sekumpulan satuan program pengajaran selesai diberikan, di sekolah tes ini dikenal dengan "ulangan umum", dimana hasilnya digunakan untuk mengisi nilai raport atau mengisi Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) atau Ijazah.75

b. Teknik non tes

Dengan teknik non tes, maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan:76

1) Skala bertingkat (Rating scale)

Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan.

2) Quesioner (Angket)

Yaitu sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden)

3) Daftar cocok (Check list)

75Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi…, h. 71-72. 76Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi…, h. 27-31.

(44)

Yaitu deretan pernyataan dimana responden yang dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok (√) ditempat yang sudah disediakan.

4) Wawancara (Interview)

Suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak.

5) Pengamatan (observation)

Suatu tehnik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. 6) Riwayat hidup

Gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya.

4. Langkah-langkah Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian integral dari pendidikan atau pengajaran sehingga perencanaan atau penyusunan, pelaksanaan dan pendayagunaannyapun tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan program pendidikan atau pengajaran.77 Hasil dari evaluasi yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa (fungsi formatif).

(45)

Banyak ahli pedidikan banyak mengemukakan langkah-langkah pelaksanaan evaluasi. Namun dari banyak pendapat itu dapatlah disarikan menjadi empat langkah pokok, yaitu : perencanaan, pengumpulan data, analisis data, penafsiran hasil analisi data.78

Adapun langkah-langkah evaluasi di atas, menurut Anas Sujidono dapat diuraikan sebagai berikut:79

a. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar

Perencanaan evaluasi hasil belajar itu umumnya mencakup: 1) Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi. Hal ini

disebabkan evaluasi tanpa tujuan maka akan berjalan tanpa arah dan mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti dan fungsinya.

2) Menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi, misalnya aspek kognitif, afektif atau psikomotorik.

3) Memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan didalam pelaksanaan evaluasi misalnya apakah menggunakan teknik tes atau non tes.

4) Menyusun alat-alat pengukur yang dipergunakan dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta didik, seperti butirbutir soal tes.

5) Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi.

6) Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri.

b. Menghimpun data

Dalam evaluasi pembelajaran, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes pembelajaran.

c. Melakukan verifikasi data

Verifikasi data dimaksudkan untuk memisahkan data yang baik (yang dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi dari

78Abdul Basir, Evaluasi Pendidikan, (Surabaya: Universitas Air Langga, 1998), h. 6. 79Anas Sudijono Pengantar Evaluasi…, h. 93-97.

(46)

data yang kurang baik (yang akan mengaburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah).

d. Mengolah dan menganalisis data

Mengolah dan menganalisis hasil evaluasi dilakukan dengan memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi.

e. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan

Interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisaan

f. Tindak lanjut hasil evaluasi

Bertitik tolak dari data hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang terkandung didalamya, maka pada akhirnya evaluasi akan dapat mengambil keputusan atau merumuskan kebijakan-kebijakan yang akan dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan evaluasi tersebut.

Adapun langkah-langkah evaluasi (penilaian) berdasarkan penilaian KTSP adalah sebagai berikut:80

a. Perencanaan Penilaian

Perencanaan penilaian mencakup penyusunan kisi-kisi yang memuat indikator dan strategi penilaian. Strategi penilaian meliputi pemilihan metode dan teknik penilaian, serta pemilihan bentuk instrumen penilaian.

Secara teknis kegiatan pada tahap perencanaan penilaian oleh pendidik sebagai berikut:

1) Menjelang awal tahun pelajaran, guru mata pelajaran sejenis pada satuan pendidikan (MGMP sekolah) melakukan :

a) Pengembangan indikator pencapaian KD.

b) Penyusunan rancangan penilaian (teknik dan bentuk penilaian) yang sesuai,

c) Pembuatan rancangan program remedial dan pengayaan setiap KD,

d) Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) masing-masing mata pelajaran melalui analisis indikator dengan

80Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 67-68.

(47)

memperhatikan karakteristik peserta didik (kemampuan rata-rata peserta didik/intake), karakteristik setiap indikator (kesulitan/kerumitan atau kompleksitas), dan kondisi satuan pendidikan (daya dukung, misalnya kompetensi guru, fasilitas sarana dan prasarana).

2) Pada awal semester pendidik menginformasikan KKM dan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian kepada peserta didik.

3) Pendidik mengembangkan indikator penilaian, kisi-kisi, instrument penilaian (berupa tes, pengamatan, penugasan, dan sebagainya) dan pedoman penskoran.

b. Pelaksanaan penilaian

Pelaksanaan penilaian adalah penyajian penilaian kepada peserta didik. Penilaian dilaksanakan dalam suasana kondusif, tenang dan nyaman dengan menerapkan prinsip valid, objektif, adil, terpadu, terbuka, menyeluruh, menggunakan acuan criteria, dan akuntabel.

Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap ini meliputi: 1) Melaksanakan penilaian menggunakan instrumen yang telah

dikembangkan.

2) Memeriksa hasil pekerjaan peserta didik mengacu pada pedoman penskoran, untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik.

Hasil pekerjaan peserta didik untuk setiap penilaian dikembalikan kepada masing-masing peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik misalnya, mengenai kekuatan dan kelemahannya. Ini merupakan informasi yang dapat dimanfaatkan oleh peserta didik untuk :

1) Mengetahui kemajuan hasil belajarnya.

2) Mengetahui kompetensi yang belum dan yang sudah dicapainya.

3) Memotivasi diri untuk belajar lebih baik. 4) Memperbaiki strategi belajarnya.

c. Analisis hasil penilaian

Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik pada tahap analisis adalah menganalisis hasil penilaian menggunakan acuan kriteria yaitu membandingkan hasil penilaian masing-masing peserta didik dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk penilaian yang dilakukan oleh pendidik hasil penilaian masing-masing peserta didik dibandingkan dengan KKM. Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik, serta untuk memperbaiki pembelajaran.

(48)

d. Tindak lanjut hasil analisis

Analisis hasil penilaian telah dilakukan perlu ditindak lanjuti. Kegiatan yang dilakukan oleh pendidik sebagai tindak lanjut hasil analisis meliputi:

1) Pelaksanaan program remedial untuk peserta didik yang belum tuntas (belum mencapai KKM) untuk hasil ulangan harian dan memberikan kegiatan pengayaan bagi peserta didik yang telah tuntas.

2) Pengadministrasian semua hasil penilaian yang telah dilaksanakan.

5. Pelaporan Hasil Penilaian

Pelaporan hasil penilaian disajikan dalam bentuk profil hasil belajar peserta didik. Pada tahap pelaporan hasil penilaian, pendidik melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Menghitung/menetapkan nilai mata pelajaran dari berbagai macam penilaian (hasil ulangan harian, tugas-tugas, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester atau ulangan kenaikan kelas). b. Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran dari setiap peserta didik

pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wali kelas atau wakil bidang akademik dalam bentuk nilai prestasi belajar (meliputi aspek pengetahuan, praktik, dan sikap) disertai deskripsi singkat sebagai cerminan kompetensi yang utuh. c. Memberi masukan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan

Agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik.

d. Pendidik yang menilai ujian praktik melaporkan hasil penilaiannya kepada pimpinan satuan pendidikan melalui wakil pimpinan bidang akademik (kurikulum).

Dalam KTSP, Penilaian menggunakan acuan kriteria, maksudnya hasil yang dicapai peserta didik dibandingkan dengan kriteria atau standar yang ditetapkan. Apabila peserta didik telah mencapai standar kompetensi

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat perbedaan yang signifikan antara ekspektasi dan persepsi pasien rawat jalan terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada

Saya Uswatun Hasanah dengan NIM 11160541000011 menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Pelayanan Sosial Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Yayasan Hikmah

Bagaimana manfaat hasil belajar Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi Terhadap Kesiapan PKL Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi pada

Di dalam plot permanen seluas 1 ha yang dibuat oleh Laode, dkk (2011) dilaporkan bahwa jenis pohon Gerunggang (Cratoxylum glaucum) merupakan jenis paling dominan yang tumbuh

From the finding, it can be concluded that code-switching and code-mixing are language media highly used in Indonesian television advertisements to convey the messages of the

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah activity OrderReport dapat berjalan di aplikasi Android. Activity ini berfungsi untuk menampilkan data pesanan dari

Sebelum digunakan, inkubator, wadah dan alat-alat untuk mengambil telur dicuci dengan alkohol 10%, sedangkan air yang digunakan diberi larutan Malachite green dengan

OEE merupakan pengukuran efektivitas peralatan secara keseluruhan untuk mengevaluasi seberapa capaian performansi dan reliability peralatan (umumnya mesin). OEE