• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL. Disusun untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh SARI DWI ASTUTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL. Disusun untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika. Oleh SARI DWI ASTUTI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH CHALLENGE BASED LEARNING (CBL) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 TUNTANG

JURNAL

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

SARI DWI ASTUTI 202012079

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA 2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

6

PENGARUH CHALLENGE BASED LEARNING (CBL) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAGI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 TUNTANG Sari Dwi Astuti1, Tri Nova Hasti Yunianta2, Erlina Prihatnani3

Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1

Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected] 2

Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected] 3

Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Challenge Based Learning terhadap hasil belajar matematika pada materi persegi dan persegi panjang siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang sebanyak 212 siswa yang terbagi atas 7 kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Cluster Random Sampling dan diperoleh siswa kelas VII C sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas VII G sebagai kelompok kontrol dengan jumlah siswa masing-masing 29 siswa. Desain penelitian ini menggunakan the randomized control group pretest-posttest design. Hasil analisis data pretest untuk uji beda rerata menghasilkan signifikansi sebesar 0,922 (lebih dari 0,05), artinya kondisi awal kedua kelompok sampel seimbang. Adapun hasil analisis data uji hipotesis menghasilkan signifikansi sebesar 0,010 (kurang dari 0,05) dengan rata-rata kelas eksperimen (79,86) lebih tinggi dibanding kelas kontrol (74,48). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh Challenge Based Learning terhadap hasil belajar matematika pada materi persegi dan persegi panjang siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang.

Kata kunci: challenge based learning, hasil belajar matematika, persegi, persegi panjang PENDAHULUAN

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Seperti karakteristik matematika dijelaskan oleh Wardhani (2010) bahwa matematika menjadi pelayan ilmu karna dengan matematika suatu ilmu dapat berkembang pesat melebihi perkiraan manusia. Ruseffendi (dalam Septiani, 2010) bahwa matematika bukan hanya alat bantu untuk matematika itu sendiri, tetapi banyak konsep yang sangat diperlukan oleh ilmu seperti kimia, fisika, biologi, teknik dan farmasi.

Melihat begitu pentingnya matematika tidak heran jika matematika dipelajari secara luas dan mendasar sejak jenjang pendidikan sekolah dasar dan menengah. Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi) bahwa matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta kemampuan

(7)

7

bekerjasama. Tujuan pembelajaran matematika yang tertulis dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 adalah untuk membekali peserta didik dengan kemampuan (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, seperti memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Pembelajaran matematika di SMP terbagi atas 4 bagian (Permendiknas No 22 Tahun 2006) yaitu bilangan, aljabar, statistika dan peluang karena bagian tersebut selalu dipelajari pada setiap tingkat kelas termasuk juga Geometri.

Geometri adalah sebuah cabang ilmu yang mempelajari pengukuran bumi dan proyeksinya dalam sebuah bidang dua dimensi (Aulia, 2007). Adapun Alders (1961) menyatakan bahwa geometri adalah salah satu cabang matematika yang mempelajari tentang titik, garis, bidang dan benda-benda ruang beserta sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya, dan hubungannya antara yang satu dengan yang lain. Di bangku sekolah, materi geometri tidak diajarkan secara khusus, namun terintegrasi dalam satu kesatuan mata pelajaran matematika. Tujuan pembelajaran Geometri menurut Budiarto (2000: 439) adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.

Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk sekolah misalnya garis, bidang dan ruang. Meskipun geometri diajarkan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa materi Geometri kurang dikuasai oleh sebagian besar siswa (Khotimah, 2013). Berdasarkan laporan hasil survey yang dilakukan TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study) (Mullis, 2011: 127-136) pada tahun 2011 dalam kurun waktu empat tahun sekali sejak 1995, ditemukan bahwa hasil belajar matematika khususnya geometri kelas VIII dari Indonesia mengalami penurunan. Indonesia

(8)

8

memperoleh urutan ke-39 dari 42 negara partisipan dengan persentase benar 27% dalam menjawab soal yang diberikan dari segi pengetahuan. Sedangkan dari segi penalaran, Indonesia memperoleh urutan ke-36 dari 42 negara partisipan dengan presentase benar 11%. Kedua hasil tersebut menunjukkan presentase yang secara signifikan jauh dibawah presentase rata-rata internasional yakni 58% untuk segi pengetahuan dan 25% untuk segi penalaran.

Hasil belajar siswa dapat dipengaruhi oleh model pembelajaran yang digunakan. Utami (2012) mengungkapkan bahwa dalam memlilih model pembelajaran, guru hendaknya memilih model pembelajaran yang memberikan kepada siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran diperlukan sebuah metode yang memberikan siswa sebuah tantangan untuk diselesaikan melalui bekerja. Pembelajaran sambil bekerja (learning by doing) salah satunya dapat diterapkan dengan pembelajaran berbasis tantangan atau challenge based

learning.

Pembelajaran berbasis tantangan atau Challenge Based Learning merupakan model pembelajaran yang merupakan gabungan dari aspek pembelajaran yang sudah ada sebelumnya yaitu Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem based Learning (PBL), Pembelajaran Berbasis Proyek atau Project based Learning (PJBL), dan Pembelajaran Konstekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL). Pembelajaran ini difokuskan pada permasalahan yang ada di sekitar kita (Johnson, 2009).

Pembelajaran ini memfokuskan pada penyelesaian challenge di bawah bimbingan guru dan menggunakan masalah dalam kehidupan nyata sebagai tantangan dimana siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilannya dalam memecahkan tantangan tersebut. Tantangan yang didesain secara efektif untuk membantu belajar siswa dan meningkatkan keterampilannya dalam mengaplikasikan konsep dan pengetahuan. Pembelajaran Challenge based Learning membuat siswa mampu bekerja bersama siswa lain dan guru-guru mereka (Swiden, 2013). Kerangka Challenge based Learning menurut Johnson (2009), dapat dilihat pada Gambar 1.

(9)

9

Gambar 1. Framework Challenge Based Learning

The Big Idea (ide atau gagasan utama) merupakan sebuah ide yang luas yang

dapat dipelajari dalam banyak cara yang menarik, ide ini yang akan menjadi fokus utama pembelajaran hingga selesai, setiap pembelajaran pasti memiliki suatu gagasan utama yang akan diajarkan. Contohnya dalam Geometri adalah materi persegi.

Essential Questions (pertanyaan penting), pertanyaan-pertanyaan disusun untuk

membantu dalam mengungkap kebenaran-kebenaran yang ada atau mengungkap permasalahan yang ada. Pertanyaan-pertanyaan ini akan menuntun menyelesaikan permasalahan pada gagasan utama.

The Challenge (tantangan), suatu tantangan yang dapat menggambarkan ide atau

gagasan utama dengan siswa membuat jawaban yang lebih spesifik atau menemukan solusi dalam tindakan yang nyata. Challenge akan terselesaikan dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan yang telah ada, sehingga hasil dari penyelesaian tantangan tetap pada jalur penyelesaian tantangan tetap pada jalur pembahasan dan tidak keluar dari jalur utama.

Guiding Questions (pertanyaan pemandu), pertanyaan ini mewakili pengetahuan yang diperlukan oleh siswa untuk menemukan dengan benar tantangannya. Pertanyaan– pertanyaan yang bersifat umum dapat dikhususkan sehingga dapat menuntun penyelesaian masalah.

Guiding Activities (aktivitas pemandu), pelajaran, simulasi, permainan, dan tipe

aktivitas lainnya yang membantu siswa menjawab pertanyaan pemandu dan membangun pondasi bagi mereka membangun solusi yang inovatif, berwawasan dan realistik.

Challenge disusun sebagai suatu aktivitas penemuan penemuan jawaban permasalahan. Guiding Resources (sumber pemandu), dapat difokuskan pada penggunan buku,

(10)

10

membangun solusi. Apapun yang digunakan sebagai sumber yang berhubungan dengan gagasan utama dapat dipakai dalam proses penyelesaian challenge.

Solutions (solusi), tiap-tiap tantangan dinyatakan secara luas untuk mempertimbangan berbagai solusi. tiap solusi harus realistik, dapat dilakukan, dapat diartikulasikan secara jelas. Solusi merupakan jawaban akhir dari challenge yang telah dilakukan.

Assesment (penilaian), solusi dinilai dari hubungannya dengan tantangan,

kesesuaian terhadap konten, kemurnian komunikasi, dapat diaplikasikan, dan kemanjuran ide-ide dan hal umum lainnya. Proses individu sebagai tim ketika mendapatkan solusi dapat juga dinilai.

Publishing (publikasi), banyak kesempatan untuk mendokumentasikan pengalaman

yaitu dengan cara mempresentasikan kepada rekan yang lain atau dapat mempublikasikan hasil mereka secara online. Hasil penyelesaian tantangan dapat didemonstrasikan secara langsung di depan teman-teman satu kelas.

Johnson & adam (2011) menyebutkan bahwa Challenge Based Learning mempunyai kelebihan yaitu penerapan model ini dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran, penggunaan waktu yang efisien untuk dapat digunakan sepenuhnya oleh siswa dalam menyelesaikan suatu tantangan, sehingga siswa akan mendapat banyak pengetahuan, serta adanya interaksi antara siswa satu dengan yang lainnya menyebabkan siswa mendapat kepuasan atau rasa senang dalam pembelajaran sehingga mudah menangkap materi yang dapat meningkatkan hasil belajarnya. Terdapat beberapa penelitian yang telah menunjukkan bahwa Challenge Based Learning dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa menjadi lebih baik. Diantaranya penelitian yang dilaksanakan oleh Nursanti (2014) pada pembelajaran matematika siswa SMP kelas IX dan penelitian Supatmo (2011) terhadap siswa kelas pada materi bahasan Listrik Dinamis pada pelajaran Fisika. Hasil dari kedua penelitian ini pengaruh CBL dapat mempengaruhi hasil belajar matematika siswa menjadi lebih baik.

Adanya teori tentang Challenge Based Learning, hasil penelitian, dan hasil belajar matematika menjadi alasan kuat pemilihan pembelajaran ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Challenge Based Learning terhadap hasil belajar

(11)

11 METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen semu (Quasi

Experimental). Budiyono (2003: 79) mengungkapkan bahwa sebuah penelitian dikatakan

eksperimental semu apabila peneliti tidak memungkinkan untuk memanipulasi dan atau mengendalikan semua variabel yang relevan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Tahun Pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 212 siswa yang terbagi dalam 7 kelas. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik cluster

random sampling dan didapat dua kelompok sampel yaitu sebagai kelompok eksperimen

yang dikenakan model Challenge Based Learning (29 siswa) dan kelompok kontrol (29 siswa).

Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini berupa model pembelajaran yaitu model pembelajaran konvensional dan model Challenge Based Learning, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika. Desain penelitian ini menggunakan rancangan tes awal-tes akhir dengan pengacakan atau the randomized control group pretest-posttest

design, yaitu menggunakan dua kelas yang dipilih secara acak, kemudian mengambil data pretest untuk mengetahui keseimbangan kondisi awal hasil belajar siswa dan data posttest

untuk mengetahui hasil belajar kedua kelompok sampel setelah diberi perlakuan berbeda sebagai dasar uji hipotesis.

Teknik pengumpulan data menggunakan metode dokumentasi dan tes. Metode dokumentasi yang digunakan untuk memperoleh data nilai tes tengah semester yang dijadikan data pretest dan metode tes yang digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika siswa Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar. Instrumen tes hasil belajar berupa 5 soal uraian yang disusun berdasarkan SK, KD, dan indikator materi.

Analisis data dimulai dengan analisis deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan hasil belajar matematika dari kedua kelas sampel. Nilai pretest maupun posttest dibagi menjadi 3 kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pengkategorian ini menggunakan interval yang dihitung secara teoritik dengan rumus nilai tertinggi dikurangi nilai terendah dibagi jumlah kelas interval (Sugiyono, 2012: 80). Selanjutnya, dilakukan analisis inferensial untuk menguji kondisi awal dan hipotesis dari penelitian ini. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh penggunaan Challenge Based Learning terhadap hasil belajar matematika pada materi persegi dan persegi panjang siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang. Hipotesis penelitian diuji dengan Independent sample t-test dengan terlebih dahulu menguji

(12)

12

normalitas data dengan uji Kolmogorov-Sminornov dan uji homogenitas dengan Levene’s. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak sedangkan uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah data berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Jika homogen maka menggunakan Independent

sample t-test dengan tipe Equal variances assumed dan jika tidak homogen maka

menggunakan Independent sample t-tes dengan tipe Equal Variances Not-Assumed. Keseluruhan uji dilakukan dengan taraf signifikansi 5% menggunakan alat bantu perhitungan berupa Software SPSS 16.0 for widows. Kisi-kisi posttest dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kisi-kisi Posttest

SK : Memahami konsep Segi Empat dan Segitiga serta menentukan ukurannya. Kompetensi

Dasar

Indikator No

Soal

1. Mengidentifikasi sifat- sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajar genjang, belah ketupat dan layang-layang.

 Mengenal bentuk-bentuk persegi dan persegi panjang dalam kehidupan sehari-hari.

 Mengidentifikasi sifat-sifat persegi dan persegi panjang.

1,2

2. Menghitung keliling dan luas bangun segitiga dan

segi empat serta

menggunakannya dalam pemecahan masalah.

 Mengidentifikasi cara mencari keliling persegi dan persegi panjang.

 Mengidentifikasi cara mencari luas persegi dan persegi panjang.

 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling persegi dan persegi panjang.

 Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas persegi dan persegi panjang.

3,4,5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Awal sebelum diberi Perlakuan

1. Analisis Deskriptif Nilai Pretest

Kemampuan awal siswa diambil dari data pretest dari kedua kelompok sampel. Materi yang digunakan dalam tes ini materi persegi dan persegi panjang yang terdiri dari 5 soal untuk mengukur kemampuan matematika siswa. Data yang digunakan sebagai pretest adalah nilai ulangan tengah semester untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Analisis deskriptif hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.

(13)

13

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa rata-rata nilai pretest kelas kontrol yaitu 60,76 lebih tinggi dibandingkan kelas eksperimen yaitu 60,41. Selain itu, nilai minimum kelas eksperimen yaitu 36 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu 30. Namun demikian, nilai maksimum kelas eksperimen yaitu 82 lebih rendah dibandingkan kelas kontrol yang dapat mencapai 88. Pengkategorian nilai pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kategori Nilai Pretest

No Interval Kategori Eksperimen Kontrol Jumlah Siswa % Jumlah Siswa % 1 66,67–100 Tinggi 8 27,59% 8 27,59% 2 33,32–66,66 Sedang 21 72,41% 20 68,96% 3 0–33,31 Rendah 0 0% 1 3,45%

Berdasarkan tiga pengkategorian pada Tabel 3, dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol masuk dalam kategori sedang dengan jumlah pada kelas eksperimen (72,41%) dan kelas kontrol (68,96%). Pada siswa kelas eksperimen tidak ada yang masuk dalam kategori rendah, sedangkan pada kelas kontrol terdapat satu siswa yang masuk dalam kategori rendah (3,45%). 2. Uji Normalitas Nilai Pretest

Uji normalitas dalam penelitian menggunakan uji Kolmogorov-Sminornov dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Uji ini untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol keduanya menghasilkan nilai signifikan 0,199 0,05 dan 0,200 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Tabel 4. Uji Normalitas Nilai Pretest Tabel 2. Hasil Deskripsi Statistika Nilai Pretest

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Eksperimen 29 36 82 60.41 12.844 Kontrol 29 30 88 60.76 13.953 Valid N (listwise) 29 Kelas Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Nilai Eksperimen .134 29 .199 Kontrol .099 29 .200’

(14)

14

3. Uji Homogenitas dan Uji Beda Rerata Nilai Pretest

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang variansinya sama atau tidak. Uji homogenitas menggunakan metode

Levene’s dan hasil pengujiannya dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan perhitungan

uji beda rerata Tabel 5 diperoleh hasil taraf signifikansi uji homogenitas kemampuan awal kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,684 lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok tersebut memiliki variansi yang sama atau bersifat homogen.

Setelah diuji dengan normalitas diperoleh data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan uji homogenitas diperoleh data sampel dari populasi dengan variansi yang sama maka dilakukan uji independent sampel t-test. Hasil uji tersebut dapat dilihat dari Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Independent Sampel t-test Nilai Pretest

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T Df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Nilai Equal variances assumed .168 .684 -.098 56 .922 -.345 3.522 -7.400 6.710 Equal variances not assumed -.098 55.620 .922 -.345 3.522 -7.401 6.711

Uji ini menghasilkan nilai signifikan dari uji independent sampel t-test sebesar 0,922 lebih dari 0,05 yang berarti tidak terdapat perbedaan nilai rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa antara siswa yang berada di kelas eksperimen maupun siswa yang berada di kelas kontrol memiliki kemampuan awal yang seimbang.

B. Kondisi Akhir Setelah diberi Perlakuan

1. Analisis Deskriptif Nilai Posttest

Kemampuan akhir siswa diambil dari data posttest pada kedua kelompok sampel. Materi yang digunakan dalam tes ini mencakup materi persegi dan persegi

(15)

15

panjang yang terdiri dari 5 soal yang mengukur kemampuan matematika siswa. Hasil analisis deskriptif kemampuan akhir siswa disajikan pada Tabel 6.

B

E

Berdasarkan Tabel 6, diperoleh hasil bahwa nilai maksimum, minimum, rata-rata, standar deviasi di kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini bermakna bahwa nilai hasil belajar matematika pada kelas eksperimen meningkat setelah diberi perlakuan. Terlihat bahwa 29 siswa pada kelas eksperimen memiliki nilai minimal (64), maksimal (92), dan rata-rata (79,86) lebih baik dibandingkan 29 siswa pada kelas kontrol yang nilai minimum, maksimum, dan rata-ratanya berturut-turut 62,86, dan 74,48. Namun jika dilihat dari aspek standar deviasi (7,224) lebih kecil disbanding standar deviasi pada kelas eksperimen (8,193). Pengkategorian kemampuan awal hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kategori Nilai Posttest

Interval Kategori Eksperimen Kontrol

Jumlah Siswa % Jumlah Siswa %

66,67–100 Tinggi 27 93,10% 24 82,76%

33,32–66,66 Sedang 2 6,90% 5 17,24%

0–33,31 Rendah 0 0% 0 0%

Data pada Tabel 7. dapat menunjukkan bahwa kondisi akhir kelas eksperimen maupun kelas kontrol tidak memiliki siswa dalam kategori rendah. Sebagian besar siswa kelas eksperimen (93,10%) masuk dalam kategori Tinggi, demikian pula pada kelas kontrol (82,76%).

2. Uji Normalitas Nilai Posttest

Hasil uji normalitas menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov dengan berbantu software SPSS versi 16.0 Uji ini dilakukan untuk menguji normalitas dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 6. Hasil Deskripsi Nilai Posttest

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Eksperimen 29 64 92 79.86 8.193

Kontrol 29 62 86 74.48 7.224

Valid N

(16)

16

Tabel 8. Uji Normalitas Nilai Posttest

Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa nilai signifikasi kelas eksperimen ( 0,200) dan kelas kontrol (0,188) keduanya lebih dari 0,05. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kedua kelas masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 3. Uji Homogenitas dan Uji Beda Rerata Nilai Posttest

Hasil uji normalitas nilai pottest menyimpulkan bahwa kedua sampel masing-masing berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada Tabel 9.

BBerdasarkan perhitungan uji beda rerata Tabel 9, diperoleh hasil taraf signifikansi uji homogenitas kemampuan akhir kelas eksperimen dan kelas kontrol sebesar 0,793> 0,05 yang berarti dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok tersebut memiliki variansi yang sama atau bersifat homogen.

Adapun hasil uji independent sampel t-test dapat dilihat pada Tabel 9. Uji ini menghasilkan nilai signifikan sebesar 0,010 < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan nilai rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran Challenge Based Learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Kelas

Kolmogorov-Smirnova

Statistic Df Sig.

Nilai Eksperimen .127 29 .200*

Kontrol .135 29 .188

Tabel 9. Hasil Uji Independent Sampel t-test Nilai Posttest

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Nilai Equal variances assumed .069 .793 2.652 58 .010 5.379 2.028 1.316 9.443 Equal variances not assumed 2.652 55.136 .010 5.379 2.028 1.315 9.444

(17)

17 C. Pembahasan

Hasil independent sampel t-test menunjukkan nilai signifikansi adalah 0,010 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nilai rerata kelas eksperimen dan kelas kontrol. Artinya ada pengaruh model pembelajaran Challenge Based Learning terhadap hasil belajar matematika bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang.

Hasil pengamatan pada penerapan Challenge Based Learning di kelas VIIC, siswa lebih aktif menyelesaikan tantangan yang diberikan dengan mengerjakannya secara berkelompok. Siswa saling berdiskusi bersama agar dapat menyelesaikan tantangan dengan cepat dan tepat. Dalam kegiatan berdiskusi ini siswa terbagi dalam kelompok, satu kelompok terdiri dari dua orang yaitu teman sebangku, sehingga antar siswa dalam kelompok saling membantu menyelesaikan tantangan. Penerapan pembelajaran ini sendiri terdiri dari tiga bagian penting yaitu tantangan yang diberikan berupa suatu masalah (sifat, keliling dan luas persegi dan persegi panjang).

Pada saat penerapan pembelajaran Challenge Based Learning siswa belum terbiasa dan belum mempunyai pengalaman dengan pembelajaran ini. Akan tetapi siswa tampak berantusias dan menikmati jalannya proses pembelajaran. Pada pertemuan pertama guru mengajak siswa untuk berandai-andai menjadi seorang pendesain rumah kemudian siswa diberi challenge 1 yaitu menggambar desain keramik menurut kreatifitas siswa masing-masing lalu mewarnainya sehingga siswa tidak merasa bosan dan pembelajaran terasa lebih menyenangkan. Pada pertemuan kedua siswa diberi challenge 2 yaitu mendesain letak persegi dan persegi panjang pada setiap ruangan rumah. Pada pertemuan ini siswa tertarik dengan pembelajaran yang diterapkan karena mereka lebih mudah memahami materi yang diterapkan pada kehidupan sehari-hari seperti mendesain keramik ini. Pada pertemuan ketiga guru meminta siswa mengerjakan challenge 3 yaitu menghitung berapa banyak keramik yang dibutuhkan untuk membuat rumah dan biaya keseluruhannya. Di sini siswa merasa tertantang untuk menyelesaikan challenge karena mereka harus menemukan sendiri rumus yang harus digunakan untuk menghitung jumlah dan harga keramik yang dibutuhkan seluruhnya.

Pada saat siswa menyelesaikan challenge, siswa memprediksi jawaban dari

challenge, merencanakan apa yang harus dilakukan, kemudian mengecek jawaban dari challenge, dan membuat kesimpulan dari hasil jawaban challenge, sehingga menjadikan

siswa aktif baik secara individu maupun kelompok. Siswa juga dapat memahami konsep matematika yaitu dengan menemukan sendiri rumus atau jawaban dari challenge yang diberikan, siswa dapat mengukur bagaimana kemampuan yang dimilikinya ketika

(18)

18

bekerja dalam kelompok, siswa saling berinteraksi antara satu sama lain ketika bekerja dalam kelompok, dan siswa saling berdiskusi untuk menemukan solusi akhir dari

challenge yang diberikan.

Kelemahan Challenge Based Learning yang ditemukan saat menerapkannya di SMP Negeri 2 Tuntang yaitu bahwa metode ini membutuhkan waktu yang relatif lama dalam pelaksanaannya. Oleh karena itu guru harus menggunakan waktu seefisien mungkin dalam menerapkan model ini. Selain itu, pembelajaran ini yang masih tergolong baru bagi siswa di SMP Negeri 2 Tuntang, sehingga dalam pelaksanaannya pembelajaran ini membutuhkan adaptasi tersendiri bagi siswa.

Kelas yang tidak diberi perlakuan Challenge Based Learning yaitu dengan menggunakan pembelajaran konvensional di kelas VIIG siswa cenderung pasif, hanya berbicara ketuka guru bertanya, dan dalam pembelajaran hanya terdiri dari penjelasan materi oleh guru kemudian latihan soal dan terakhir mengerjakan soal, siswa jarang bertanya kepada guru tentang hal-hal lain. Siswa hanya aktif secara individu, namun tidak aktif secara berkelompok sehingga tidak ada interaksi antar siswa di kelas, dan tidak ada penemuan rumus oleh siswa karena semua materi langsung diberikan oleh guru. Akhir dari pembelajaran terlihat jelas perbedaan rata-rata hasil belajar kedua kelas tersebut bahwa VIIC yang menggunakan penerapan Challenge Based Learning mempunyai rata-rata yang lebih tinggi dari kelas VIIG yang menggunakan pembelajaran konvensional.

PENUTUP

Hasil nilai signifikansi uji beda rerata sebesar 0,010 < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol dan rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen lebih tinggi yaitu 79,86 dibandingkan kelas kontrol hanya 74,48. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran Challenge Based Learning terhadap hasil belajar matematika bagi siswa kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang. Hal ini berarti hasil belajar matematika siswa yang dikenai model Challenge Based Learning lebih baik dibandingkan hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

(19)

19 DAFTAR PUSTAKA

Alders, C.J. 1961. Ilmu Ukur Ruang. Jakarta: Noor Komala

Budiarto, M.T., 2000. Pembelajaran Geometri Dan Berpikir Geometri. Dalam Prosiding Seminar Nasional Matematika “Peran Matematika Memasuki Millennium III” Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya. Surabaya, 2 Nopember

Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Hudoyo, H., 1988. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : DepDikbud.

Johnson, L, dkk. 2009. Challenge-Based Learning: An Approach for Our Time. Austin, Texas . The New Media Consortium

Johnson, L & Adams, S. 2011. Challenge Based Learning: The Report from the Implementation Project. Jurnal. Austin, Texas: The New Media Consortium

Mullis, et. Al. 2011. TIMSS 2011: International Result in Mathematics. United States: TIMSS & PIRLS International Study Center.

Nursanti, R. 2014. Pengaruh Challenge Based Learning Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 Getasan Kabupaten Semarang. Jurnal. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana

Orme, Geoff. 2010. Creativity in the Learning Commons: Supporting the Development of

Students Creativity Through the School Library Program. Jurnal. Departement of

Elementary Education. University of Alberta

Permendikbud nomor 22. 2006. Standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Menteri pendidikan nasional.

Rosnawati, R. 2013. Pementukan Karaker Siswa Melalui Pembelajaran Matematika. Jurnal. Yogyakarta: UNY.

Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Supatmo, J. P 2011. Penerapan Challenge Based Learning Untuk Meningkatkan Penguasaaan Konsep Listrik Dinamis Dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa SMA. Tesis. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

Swiden, C. L. 2013. Effects Of Challenge Based Learning On Student Motivation And

Achievement. Montana State University

Swiden, C.L. 2013. Effect Of Challenge Based Learning On Student Motifation And

Achievement. Montana : Montana State University

Utami, M, S.C. 2012. Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta Wardhani, Sri. 2010. Implikasi Karakteristik Matematika dalam Pencapaian Tujuan Mata

Pembelajaran Matematika di SMP/MTS.

(http://mgmpmatsatapmalang.files.wordpress.com, diakses pada 24 Mei 2016) Windrianti, M. G. 2013. Penerapan Challenge Based Learning (CBL) Dengan Pendekatan

Keterampilan Metakognisi Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Materi Persegi Kelas VII SMP Kristen 2 Salatiga. Skripsi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana

Gambar

Gambar 1. Framework Challenge Based Learning
Tabel 1. Kisi-kisi Posttest
Tabel 4. Uji Normalitas Nilai Pretest Tabel 2. Hasil Deskripsi Statistika Nilai Pretest
Tabel 5. Hasil Uji Independent Sampel t-test Nilai Pretest
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini yaitu mengenai perbedaan morfologis dan perbedaan semantic kosakata dialek Kabupaten Pemalang (Desa Pulosari) dengan Kosakata Dialek

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model kooperatif tipe Three-Step

Judul Pengaruh Kecerdasan logis matematis dan kecerdasan analitik terhadap kemampuan peserta didik dalam menggambar grafik fungsi eksponensial kelas X SMA Negeri 13

2 Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran Resource Based Learning RBL dengan memanfaatkan media lingkungan dapat meningkatkan minat dan hasil belajar peserta didik dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi perbedaan hasil belajar matematika siswa kelas VIIB SMP Negeri 2 Tuntang tahun ajaran 2011/2012 sebelum

Maka dengan metode pembelajaran penemuan terbimbing (Inquiry Learning) peserta didik berperan aktif dalam pembelajaran dan mempunyai pengalaman dalam proses

dari nilai pendekatan yang sama dengan cara menyamakan hasil masing-masing limit fungsi.. Sedangkan implementasi yang tidak terkonsep dilihat dari tingkah keseharian

Berdasarkan data pada Tabel 16 halaman 59 terlihat tingkat keterlibatan seluruh siswa yang cukup dan berdasarkan Tabel 19 halaman 60 dapat dilihat tingkat prestasi belajar