• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Santosa Hotel West Lombok Regency, West Nusa Tenggara August 20th - 23rd 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "The Santosa Hotel West Lombok Regency, West Nusa Tenggara August 20th - 23rd 2017"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

The Santosa Hotel

West Lombok Regency, West Nusa Tenggara

9 7 8 6 0 2 5 0 9 4 0 0 2 9 7 8 6 0 2 5 0 9 4 0 2 6

(2)
(3)

International Conference

“Intellectual Property and Potential Resources for Public Welfare”

Person in Charge :

Prof. Dr. H. Lalu Husni, SH.,M.Hum

Council Committee :

Dr. Kaharudin, SH.,MH

Peer Review :

Prof. Erman Rajagukguk, SH.,LLM., Ph.D Prof. Dr. Agus Sardjono, SH.,MH

Prof. Rahmy Jened, SH.,MH Dr. Yuliati, SH.,LLM

Nurul Barizah, SH.,LLM, Ph.D Dr. Agung Sudjatmiko, SH.,MH Dr. Winner Sitorus, SH.,MH Dina W. Karyodimedjo, SH.,MH

Head of Steering Commite :

L. Hayyan Ul Haq, SH, LLM, Ph.D

Deputy of Steering Commite :

Dr. Kurniawan, SH.,M.Hum

Editor and Layout :

Dwi Martini, SH.,MH Ahmad Zuhairi, SH.,MH

Khairus Febriyan Fitrahady, SH.,MH M. Riadussyah, SH.,MH

All right reserved

Cetakan 1 : Agustus 2017

ISBN: 978-602-50940-0-2 (Jilid Lengkap) 978-602-50940-1-9 (Jilid 1)

Published by:

(4)

International Conference August 20th - 23rd 2017

| iii |

Kata Pengantar

Tentang HKI sendiri di Indonesia walaupun sebenarnya sudah sejak lama diperkenalkan dan diatur, tetapi sepertinya, diam-diam masih banyak pihak mempertanyakan efektifitas keberlakuannya, sehingga dalam buku ini topik tersebut kembali diangkat sebagai bahan diskusi. Efektifitas pemberlakuan HKI di Indonesia dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor, yaitu kualitas perundang-undangan, aparat penegak hukum, dan pemahaman masyarakat.

Hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan topic yang selalu menarik dalam diskusi akademis dan juga praktis. Kasus-kasus pembajakan hak cipta dimana person, lembaga, komunitas atau bahkan kita sebagai bangsa sering menjadi korban, semakin memperkuat fakta mengenai pentingnya kajian-kajian akademis mengenai HKI. Buku ini merupakan kumpulan kajian tentang HKI yang ditulis oleh para pengajar Hak Kekayaan Intelektual seluruh Indonesia. Berbagai isu yang terkait dengan topik ini dikaji dari berbagai perspektif dalam buku sehingga semakin memperkaya wacana dan dinamika diskusi mengenai hak kekayaan intelelektual.

Berbagai kajian yang dilakukan oleh para penulis dalam buku ini tentu masih terbuka untuk didiskusikan dan dikembangkan yang tentunya akan semakin memperluas atau memperdalam topik dalam setiap subyek yang didiskusikan. Tulisan-tulisan dalam buku ini memang dihajatkan untuk memancing diskusi yang lebih luas.

Sebagai sebuah upaya akademik, tulisan-tulisan atau kajian-kajian dalam buku ini perlu diapresiasi oleh semua pihak, dengan tetap menghilangkan daya kritis dan inovasi lanjutannya. Penerbit berharap, buku ini bisa menjadi pemantik untuk lahirnya karya-karya lain mengenai subyek yang sama. Buku prosedding ini dibuat menjadi dua jilid; jilid I merangkum naskah berbahasa Inggris dan jilid II merangkum naskah-naskah berbahasa Indonesia.

Mataram Agustus 2017 Editor

(5)

Daftar IsI

KEPARIWISATAAN BERBASIS BUDAYA KULINER

DALAM PERSPEKTIF HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL • 1- 19 Ni Ketut Supasti Dharmawan, Desak Putu Dewi Kasih

Nyoman Darmadha, Putu Aras Samshitawrati

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HAK EKONOMI DAN HAK MORAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG HAK CIPTA DALAM RANGKA PERLINDUNGAN BAGI PENCIPTA • 20 - 33

Magdariza

PERLINDUNGAN HUKUM EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL YANG KOMPREHENSIF • 34 - 53

Sigit Nugroho

PERLINDUNGAN INDIKASI GEOGRAFIS UNTUK PRODUK PERTANIAN: SKENARIO UNTUK MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN • 54 - 96

Mas Rahmah

INDIKASI GEOGRAFIS SEBAGAI ASET DAERAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT • 97 - 114 I Wayan Wiryawan dan I Made Dedy Priyanto

TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH INDONESIA DALAM PERLINDUNGAN HUKUM INDIKASI GEOGRAFIS • 115 - 130 Emilda Kuspraningrum

PENTINGNYA KEBERPIHAKAN PEMERINTAH DALAM

PENGAMBILALIHAN PATEN OBAT-OBATAN SEBAGAI WUJUD JAMINAN PERLINDUNGAN KESEHATAN MASYARAKAT • 131 -145

(6)

International Conference August 20th - 23rd 2017

| v |

ARBITRATION AS A SINGLE COURT TO SETTLE THE PRIVATE DISPUTE, CRITICISM OF ACT NUMBER 20 YEAR 2016 ABOUT TRADEMARK AND GEOGRAPHIC INDICATION • 146 - 164 Theresia N.A Narwadan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KEKAYAAN

INTELEKTUAL DALAM RANGKA LIBERALISASI PERDAGANGAN DALAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN IMPLIKASI BAGI INDONESIA • 165 - 183

Najmi

SELESA PELINDUNGAN HUKUM PENGETAHUAN TRADISIONAL DALAM UNDANG-UNDANG PATEN INDONESIA • 184 - 203 M. Citra Ramadhan

APAKAH UNDANG-UNDANG MEREK “BENAR-BENAR” MELINDUNGI KONSUMEN? • 204 - 219

Henny Marlyna

PENGATURAN HAK CIPTA BATIK SLEMAN: MENUJU PRODUK YANG RAMAH LINGKUNGAN DAN MENSEJAHTERAKAN MASYARAKAT SLEMAN • 220 - 234

Budi Agus Riswandi

ANALISIS ASPEK KEPENTINGAN MASYARAKAT PADA UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PATEN • 235 - 256

Catharina Ria Budiningsih

MENDORONG PENINGKATAN EKONOMI RAKYAT MELALUI PENDAFTARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM REZIM INDIKASI GEOGRAFIS BAGI PETANI ”BERAS PULUT MANDOTI” DI KABUPATEN ENREKANG SULAWESI SELATAN • 257 - 273 Hasbir Paserangi

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MAKANAN TRADISIONAL BERDASARKAN HUKUM MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS • 274 - 189

(7)

PEMBERLAKUAN HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PRAKTIK DI INDONESIA (DILIHAT DARI BEBERAPA KASUS) • 290 - 320

Djamal

IMPLEMENTASI PENDAFTARAN PATEN OBAT DAN FAKTOR MINIMNYA PENDAFTARAN PATEN OBAT BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2016 • 321

Anggraeni Endah K., Aniek Tyaswati W.L

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGATURAN

PASSING OFF ATAS MEREK TERKENAL BAGI KESEJAHTERAAN KONSUMEN DI INDONESIA • 343 - 356

Doddy Kridasaksana

MERAJUT ASA: PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL TERKAIT SUMBER DAYA GENETIK KALIMANTAN BARAT • 357 - 378

Aktris Nuryanti

PERLINDUNGAN HUKUM EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL SUKU OSING UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT • 379 -387 Nuzulia Kumala Sari

PERAN NEGARA DALAM MELINDUNGI SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL BERDASARKAN REZIM HUKUM PATEN DI ERA MASYARAKAT EKONOMI ASEAN • 389 -410

Simona Bustani

BINDING FORCE LICENSING AGREEMENTS TO THE HOLDER OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS WHO DO NOT ABORTED AFTER CANCELLATION AND DELETION OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS BY THE COURT • 411 - 442

(8)
(9)

KEParIWIsataaN BErBasIs BUDaYa KULINEr

DaLaM PErsPEKtIf HUKUM KEKaYaaN INtELEKtUaL

Ni Ketut Supasti Dharmawan, Desak Putu Dewi Kasih, Nyoman Darmadha, Putu Aras Samshitawrati

Fakultas Hukum Universitas Udayana email: arasswk@yahoo.com

ABSTRACT

Globalization with its character of technological innovations brings tremendous impacts on the development of world tourism, including tourism development in Bali Indonesia. Generally tourism is a culture-based tourism, but in its development in Indonesia, cultural tourism develops up to culinary cultural tourism and even food art. In connection with these developments, the integrated legal dimension is increasingly multidimensional, including the Intellectual Property law regime. It seems trade secret relevan to protect recipes and patent protection for cooking techniques. On the other hand, although protecting food culture is promising through the basis of traditional knowledge and traditional cultural expression, it tends to raise potential conflict in its implementation. In addition, copyright protection for food art is still debatable due to missing of fixation element of copyright.

Keywords: Tourism, Culinary Cultural, Intellectual Property Law ABSTRAK

Globalisasi dengan karakter inovasi teknologi-informasinya tidak dapat diragukan lagi membawa pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan kepariwisataan dunia, termasuk didalamnya perkembangan kepariwisataan di Indonesia, khususnya di Bali. Di Indonesia, kepariwisataan umumnya berbasis pariwisata budaya, namun dalam perkembangannya pariwisata budaya berkembang hingga pariwisata budaya kuliner dan food art.. Berkaitan dengan perkembangan tersebut, dimensi hukum yang terintegrasi semakin multidimensi, termasuk rezim hukum Kekayaan Intelektual. Tampaknya rezim hukum rahasia dagang relevan untuk melindungi

(10)

| 2 |

International Conference August 20th - 23rd 2017

resep makanan dan perlindungan paten untuk proses atau tehnik membuat kuliner. Di sisi lain, meskipun budaya kuliner menjanjikan dilindungi melalui legal basis pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional namun berpotensi konflik dalam implementasinya. Perlindungan seni penyajian makanan berbasis Hak Cipta masih diperdebatkan disebabkan tidak terpenuhinya unsur persyaratan fiksasi.

Kata Kunci: Kepariwisataan, Budaya Kuliner, Hukum Kekayaan Intelektual

PENDAHULUAN

Perkembangan Industri kepariwisataan, termasuk budaya kuliner tidak dapat dipungkiri dipengaruhi oleh kemajuan inovasi informasi dan teknologi era globalisasi. Pada bagian Menimbang huruf a. Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan ditentukan bahwa keadaan alam, flora, dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan. Dalam perkembangannya sekarang ini, aspek seni dan budaya sebagai sumber daya dan modal kepariwisataan tidak hanya seni dan budaya yang tangible, namun juga mulai berkembang ke arah yang intangible seperti pengembangan kuliner yang bersumber dari budaya tradisional masyarakat setempat (food culture) serta pengembangan seni menghidangkan makanan (food art).

Keberadaan food culture atau dikenal juga dengan sebutan cultural tourism serta seni penyajian makanan (food art) menjadi penting dan relevan dalam perkembangan industri kepariwisataan, mengingat konsep kepariwisataan sangat multidimensi, termasuk juga memasuki ranah budaya makanan dan minuman yang disajikan kepada para wisatawan (tourists). Charles R. Goeldner & J.R. Brent Ritchie (2003) mengemukakan bahwa tourism is a composite of activities, services, and industries that deliver a travel experience: transportation, accomodations, eating and drinking establishments, shops, entertainment, activity facilities,

(11)

and other hospitality servicesavailablefor individuals or groups that are traveling away from home.1 Bali sebagai salah satu destinasi pariwisata

terbaik dunia,2 sekarang ini tidak hanya karena flora dan faunanya,

keindahan alam pegunungan dan pantainya, namun juga karena budaya makanan tradisional menjadi food culture dan food art bagi para wisatawan. Wisata kuliner tidak hanya berkembang di Bali, juga di daerah lainnya seperti Lombok maupun Jakarta yang banyak memiliki hote-hotel bernintang dan restaurant terkenal serta didukung oleh Chefs yang sangat kreatif dan profesional.

Berkaitan dengan perkembangan model jasa kepariwisataan berbasis food culture dan food art, dimensi hukum yang terintegrasi juga semakin multidimensi, tidak hanya hukum kepariwisataan, hukum lingkungan, hukum administrasi negara berkaitan dengan perijinan, hukum bisnis kepariwisataan, bahkan yang tidak kalah pentingnya adalah dimensi hukum Kekayaan Intelektual (KI). Sehubungan dengan fenomena tersebut, dalam tulisan ini dieksplorasi permasalahan sebagai berikut: Apakah model pengembangan food culture yang bersumber dari budaya tradisional masyarakat setempat mendapat perlindungan hukum kekayaan Intelektual? Apakah food art yang dikembangkan oleh para Chef relevan dilindungi dengan skema hukum Hak Cipta mengingat kreatifitas food art mengandung unsur seni?

TUjUAN PENULiSAN

Tujuan penulisan ini adalah untuk mendiskusikan relevansi penggunaan rezim Hukum Kekayaan Intelektual dalam melindungi perkembangan budaya kuliner dalam kegiatan kepariwisataan serta penggunaan rezime hukum hak cipta dalam melindungi food art.

1Charles R. Goeldner & J.R. Brent Ritchie, 2003, Tourism: Principles, Practices,

Philosophies, Ninth Edition, John Wiley & Sons Inc. Hoboken, New Jersey, USA, p.6.

2 Bali dinobatkan sebagai tujuan favorit urutan pertama pariwisata dunia (the greatest) , sementara urutan favorit kedua yaitu London Natalie Paris, 2017, Why Bali is the greatest

destination on Earth (so says TripAdvisor), http://www.telegraph.co.uk/travel/news/bali-named-best-tourist-destination/, accessed June,2, 2017.

(12)

| 4 |

International Conference August 20th - 23rd 2017

HASiL DAN PEMBAHASAN

Globalisasi Dan Keterkaitannya Dengan Perkembangan Kepariwisataan

Dalam rangka mengembangkan destinasi pariwisata, termasuk daerah tujuan wisata Bali, pada awalnya lebih mempromosikan industri kepariwisataan yang berbasis budaya (focused on culture), namun kemudian juga mengembangkan destinasi pariwisata pantai. Sobocinska (2013:198) mengemukakan bahwa sejak perkembangan infrastruktur kepariwisataan pada masyarakat pantai seperti di Kuta, Sanur dan Nusa Dua, kegiatan kepariwisataan mulai dikembangkan ke arah marine environmental kepariwisataan mulai dikembangkan dari yang berbasis budaya ke wisata bahari, making it a “beach”-rather than cultural destination.3 Seiring dengan perkembangan waktu dan era zaman, kegiatan kepariwisataan yang bersifat multidimensi dan multidisiplinpun terus berkembang, tidak hanya berkembang ke arah destinasi berbasis laut atau pantai (beach), juga alam pegunungan, hingga perkembangan pariwisata budaya kuliner.

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No.10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan ditentukan bahwa kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Pada level internasional, The United Nations World Tourism Organization Global Code of Ethics for Tourism (UNWTO), lebih menekankan konsep kepariwisataan atau tourism sebagai sustainable tourism yaitu: tourism that takes full account of its current and future economic, social and environmental impacts, addressing the needs of visitors, the industry, the environment and host communities.4 Lebih jauh, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, Charles R. Goeldner & J.R. Brent Ritchie mendifinisikan tourism is a composite of activities, services, and industries that deliver a travel experience: transportation,

3Thomas Wright, 2015, Water, Tourism, And Social Change: A Discussion of Environmental

Perceptions in Bali, in the book: Recent Developments in BaliTourism, Program Studi Magister

Kajian Pariwisata Unud in cooperation with Buku Arti, Denpasar, p. 181.

4The UNWTO, Conceptual Definition, http://www2.unwto.org/content/about-us-5, aaccessed June2, 2017.

(13)

accomodations, eating and drinking establishments, shops, entertainment, activity facilities, and other hospitality services availablefor individuals or groups that are traveling away from home.5

Berdasarkan definisi kepariwisataan tersebut di atas, semakin terlihat bahwa kepariwisataan bersifat multidimensi dan multidisiplin, dimensi layanan jasanya sangat luas, tidak hanya industri pariwisata menyajikan transportasi, akomodasi perhotelan, panorama alam termasuk alam pegunungan maupun pantai (beach), aktivitas entertainments seperti berbagai kesenian termasuk dalam perkembangan akhir-akhir ini wisata budaya kuliner dan food art, namun juga aktivitas kepariwisataan tersebut dituntut memenuhi kebutuhan serta harmoni dengan interaksi antara pemerintah, pengusaha industri kepariwisataan, karyawan, wisatawan, serta yang tidak kalah pentingnya masyarakat setempat, yang berorientasi tidak hanya pada masa sekarang, namun juga generasi masa datang terkait pertumbuhan ekonomi, sosial, lingkungan yang senantiasa dilihat dari kebutuhan wisatawan, industri kepariwisataan maupun masyarakat setempat (host community).

Dalam pengembangan kepariwisataan tampak sangat penting memperhatikan kemanfaatan bagi masyarakat setempat. Sudah sewajarnya industri kepariwisataan yang berkembang di suatu daerah yang berbasis budaya termasuk budaya kuliner dapat mensejahtrkan masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Jan Hendrik Peters & Wisnu Wardana mengemukakan bahwa Bali memiliki filosofi Tri Hita Karana, namun dalam perkembangan model pariwisata budaya pada era tahun 1999 telah menjadi mass tourism yang implementasinya jauh dari Tri Hita Karana. Pengembangan pariwisata budaya agar juga dirasakan manfaatnya bagi masyarakat lokal yang mendukung kegiatan pariwisata budaya, serta tidak merusak budaya, spiritual dan relegius magis dari Bali, strategi pengembangan pariwisata budaya sudah seharusnya berbasis Tri Hita Karana (THK) dan Community-based-tourism (CBT).6 Dalam konteks pengembangan pariwisata budaya kuliner dalam perspektif hukum kekayaan intelektual, model penerapan THK

5 Charles R. Goeldner & J.R. Brent Ritchie, loc.cit.

6Jan hendrik Peters & Wisnu Wardana, 2013, Tri Hita Karana The Spirit of Bali, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta, p. 341-388.

(14)

| 6 |

International Conference August 20th - 23rd 2017

dan CBT menjadi sangat relevan diterapkan dalam era globalisasi saat sekarang ini.

Perdagangan bebas (Free Trade Area) didukung dengan kemajuan teknologi informasi merupakan salah satu penciri globalisasi. Kegiatan perdagangan, baik perdagangan barang maupun jasa, termasuk jasa kepariwisataan dalam perkembangannya sekarang ini hampir tidak bisa dilepaskan dari pengaruh globalisasi. Perkembangan bisnis begitu cepat, melintasi batas-batas negara, dunia semakin terasa tanpa batas (borderless world). Globalisasi membawa dampak positif sekaligus negatif dalam perkembangan perdagangan, terlebih informasi tertransformasikan begitu cepat baik melalui media televisi maupun media sosial lainnya seperti website, instagram, face book, dan bentuk media sosial canggih lainnya. Menurut Pascal Lamy, dalam pidatonya (Speeches) di forum World Trade Organization (WTO) mengemukakan bahwa Globalization can be defined as a historical stage of accelerated expansion of market capitalism, like the one experienced in the 19th century with the industrial revolution. It is a fundamental transformation in societies because of the recent technological revolution which has led to a recombining of the economic and social forces on a new territorial dimension.7 Globalisasi membawa dampak sekaligus positif dan negatif. The world is flat, begitu salah satu teori yang dikemukakan oleh Thomas L. Friedman untuk menggambarkan betapa globalisasi bergerak begitu cepat pada hampir semua lini kehidupan manusia. Dikemukakannya bahwa globalized trade, outsourcing, supply-chaining, and political forces had permanently changed the world, for better and worse. He asserted that the pace of globalization was quickening and that its impact on business organization and practice would continue to grow.8 Dalam konteks the world is flat,

dunia digambarkan tanpa batas, sehingga arus perdagangan barang dan jasa termasuk tenaga kerja-outsourcing bergerak begitu cepat tanpa hambatan.

Perkembangan bisnis kepariwisataan termasuk didalamnya pariwisata budaya kuliner dan kreasi food art juga tidak bisa dipisahkan

7DG Pascal Lamy, 2006, Humanising Globalization, WTO NEWS: SPEECHIES-DG PASCAL LAMY, , Santiago de Chile, https://www.wto.org/english/news_e/sppl_e/ sppl16_e.htm, p.1.

8 Friedman, Thomas L, 2008, The Dell Theory of Conflict Prevention, Emerging: A Reader. Ed. Barclay Barrios. Boston: Bedford, St. Martins, p. 49

(15)

dari pesatnya perkembangan globalisasi dengan sisi positif-negatifnya. Globalisasi dengan sisi positifnya, yaitu tampak dari faktor incorporated maupun terintegrasinya berbagai potensi-potensi baru dalam pengembangan kepariwisataan, termasuk berkembangnya potensi pariwisata budaya kuliner. Wisatawan sekarang ini tidak hanya berkunjung berwisata ke suatu daerah tujuan wisata hanya semata-mata ingin menikmati keindahan alam pegunungan, pantai, maupun pariwisata budaya seperti: kesenian tradisional tarian, lukisan maupun kerajinan tangan lainnya, namun juga ingin menikmati wisata kuliner yang khas dari budaya masyarakat setempat, yang diinformasikan melalui media global seperti TV Channels.

Perlindungan Food Culture Dalam Persefektif Hukum Kekayaan intelektual

Globalisasi dengan inovasi teknologi informasinya telah mempercepat berbagai ragam budaya kuliner dikenal dalam dimensi global. Salah satunya beragam jenis kuliner dari benoa Asia (Asian Food) disebarluaskan keberadaannya melalui tayangan food channels.9 Dalam perkembangannya semakin banyak juru masak profesional (Professional Chefs) mengembangkan hidangan kuliner bernuansa Asia, mereka tidak hanya dari negara-negara Asia bahkan dari Inggris, Amerika, maupun negara lainnya. Para Chef mempelajari dan mengangkat resep-resep tradisional dari negara Asia sebagai menu pilihan baik untuk kebutuhan konsumsi rumahan maupun bisnis restaurant dan hotel. Food Culture mulai memasuki ranah mega bisnis yang tentu saja membawa keuntungan bagi para pelaku bisnisnya termasuk para Chef.

Food Culture dapat didifinisikan dari berbagai disiplin ilmu, seperti

misalnya food culture dalam bidang akademik ilmu kedokteran lebih mengarah pada difinisi tentang budaya makan yang berkaitan dengan diet makanan. Dalam konteks keilmuan antropologi dan sosiologi, pemahaman tentang food culture juga sangat beragam. Mintz (1996) mengemukakan bahwa budaya kuliner berkaitan dengan preferensi dan selera cita rasa yang berakar pada kondisi sosial dan ekonomi yang mendasari budaya makanan tersebut di suatu daerah. Sementara pakar 9Salah satu acara yang menyiarkan perkembangan Asian Food adalah Asian Food

(16)

| 8 |

International Conference August 20th - 23rd 2017

lainnya Askegaard dan Madsen (1998) mengemukakan bahwa budaya

kuliner sangat bervariasi, baik pada tingkat mikro (keluarga) maupun pada tingkat makro (negara, wilayah dan kelompok sosial) yang terdiri dari sejumlah komponen budaya termasuk cita rasa, cara dan waktu makan, keterkaitan dengan isu gender serta nilai yang melekat pada makanan tersebut. Lebih jauh Lang & Rayner (2001), Lang & Heasman (2004), Lang & Haesnman (2006) serta Lang et.al. (2009) mengemukakan bahwa budaya makanan tidak hanya semata-mata tentang makna, praktik, dan pengetahuan tentang pertanian tempat sumber makanan tersebut yang dikelola oleh sekelompok orang tertentu, namun juga tentang bagaimana kita berhubungan dengan makanan tersebut, dimana dan bagaimana makanan tersebut dapat dibeli, bagaimana konsepsi kualitas dan normalitas makanan tersebut, serta abagaimana aspirasi kita terhadap makanan tersebut.10 Difinisi

Food culture juga berkaitan dengan makna, selera, pengetahuan serta

fenomena yang mempengaruhinya termasuk sejarah dan determinan strukturalnya.

Hasil penelitian terdahulu, menunjukkan bahwa menurut Hattersley & Dixon (2009) institusi sektor swasta dengan pengaruh komersialnya juga telah membawa perkembangan food culture semakin pesat, yaitu dari daerah habitatnya yang dipandang kenyamanan makanannya kurang baik, difasilitasi melalui promosi siap saji dan makanan olahan melalui periklanan maupun peningkatan ketersediaan di supermarket. Dalam sebuah studi tentang masakan Jepang, Ashkenazi dan Jacob (2000) menggambarkan bagaimana budaya makanan dipengaruhi baik oleh tingkat mikro, oleh toko-toko, keluarga dan media, dan pada tingkat makro oleh tiga jenis institusi: rumah, sekolah dan makanan umum. Dalam tatanan global, secara keseluruhan, bahwa budaya makanan’ tidak hanya menyangkut konsumsi makanan, tapi juga produksi dan tata kelola.11

Berdasarkan difinisi tersebut di atas tampak bahwa food culture atau budaya kuliner dapat diartikan bahwa suatu kuliner yang dalam situasi alamiah tumbuh dan berkembang di masyarakat lokal sesuai dengan keadaan sosial, budaya dan kondisi ekonomi lingkungannya. 10Ian Fitzpatrick, 2010, Understanding food culture in Scotland and its comparison in an

international context: Implications for policy development, NHS Health, Scotland, p. 31-32.

(17)

Dalam perkembangannya, budaya kuliner berkembang sangat pesat bahkan melintasi batas-batas negara. Perkembangan pesat di luar lingkungan alaminya banyak dipengaruhi oleh produksi dan tata kelola baik oleh perusahaan pertokoan, supermarket, restauran, perhotelan maupun media.

Cita rasa yang unik, lesat dan berbahan produk-produk tumbuhan dan bumbu herbal merupakan salah satu daya tarik dari olahan kuliner, yang sekaligus membedakannya dengan beragam food culture dari negara-negara barat. Dalam perkembangannya semakin banyak orang-orang menikmati kelesatan dan keunikan cita rasa budaya kuliner yang berasal dari kawasan Asia, termasuk dalam kegiatan berwisata, mereka memilih wisata kuliner yang bernuansakan Asia. Di satu sisi, fenomena seperti itu sesungguhnya merupakan suatu perkembangan yang baik. Namun di sisi lain, dari perspektif hukum kekayaan intelektual penting mempertimbangkan aspek perlindungan, kemanfaatan serta keadilan baik bagi sektor bisnis yang mengembangkan food culture tersebut ke dunia global, maupun masyarakat lokal sebagai sumber food culture yang pada awalnya hanya diturunkan dari generasi ke generasi di lingkungan masyarakatnya sendiri (masyarakat lokal), namun sekarang telah berkembag menjadi mega bisnis kuliner.

Dalam perspektif hukum kekayaan intelektual, kuliner relevan dilindungi melalui rezim hukum paten. Dalam konteks ini yang dapat dimohonkan perlindungan paten adalah inovasi teknologi di bidang proses pembuatan makanan ataupun cooking technique. Seperti misalnya bidang kuliner di Amerika dapat dilindungi melalui paten jenis Utility Patent.12 Kuliner yang dapat dimohonkan paten wajib memenuhi persyaratan novelty requirement. Dikemukakan bahwa “cooking technique must be extremely unique food techniques, a high threshold of originality and creativity is met. If the statutory requirements of novelty and non-obviousness are satisfied then a process is in fact patentable, legal protection will be granted to the inventor for a limited term.”13 Di Amerika untuk jenis Utility Patent selama dua pulut tahun terakhir. Dimungkinkannya kuliner dilindungi

12The US Code membedakan paten menjadi tiga (3) jenis yaitu: Utility Patent, Design

Patent, and Plant Patent.

13Morgan P. Arons, 2015, A Chef’s Guide to Patent Protection Available for Cooking

Techniques and Recipes in the Era of Postmodern Cuisine and Moleculer Gastronomy, Journal of

(18)

| 10 |

International Conference August 20th - 23rd 2017

melalui paten di Amerika berdasarkan ketentuan 35 U.S.C. § 101 yang pada intinya mengatur “Whoever invents or discovers any new and useful process, machine, manufacture, or composition of matter or any new and useful improvement thereof, may obtain a patent thereof, subject to the conditions and requirements of this title.” Contoh Case Jack Guttman Inc v. Kopykake Enterprises Inc kasus berkaitan dengan pelanggaran paten food process yang menggunakan teknologi, yaitu a baker produces “a birthday cake decorated with an edible version of the birtday child’s photograph”.14

Konstruksi hukum hak kekayaan intelektual lainnya yang relevan dikaitkan dengan perkembangan bisnis kuliner adalah design right protection, dalam konteks ini untuk melindungi mulai dari tampilan piring, bentuk dan hiasan dari kuliner tersebut yang relatif murah dan banyak digunakan oleh produsen perusahaan besar di bidang makanan atau kuliner seperti roti dan kue-kue kering, maupun coklat.15

Dengan mencermati konstruksi hukum sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya untuk melindungi perkembangan kreativitas kuliner, termasuk kuliner yang dikembangkan berbasis budaya dapat dikemukakan bahwa perkembangan kuliner potensial dilindungi melalui rezim hukum kekayaan intelektual.

Konstruksi hukum kekayaan intelektual yang relevan dalam melindungi food culture & food art diantaranya:16

1. Perlindungan melalui Paten. Paten relevan untuk melindungi produk makanan khususnya proses pembuatan makanan yang aktual, inovasi teknologi dibidang makanan berkaitan dengan bahan-bahan baru yang dipergunakan (new ingredients) dalam menghasilkan produk makanan.

2. Perlindungan melalui Hukum Merek. Rezim hukum ini relevan untuk melindungi produk makanan khususnya berkaitan dengan

branding strategy dan effective branding strategies ensure the product is

14Ibid. p. 145

15Simon Carter& DanaielDarwood, 2015, Protecting the Dishes & Culinary Skills

Delicious Creativity, in the second of a series of three article for Fine Dining Guide, leading

London intellectual property lawyers Hansel Henson, http://fine-dining-guide.com/ feature-legally-protecting-dishes-culinary-skills, accessed 25 June 2017.

16 Intellectual Property Law in the Food Sector, 2013, http://www.eversheds-sutherland. com/global/en/what/publications/shownews.page?News=en/ireland/ip-law-in-the-food-sector-june-2013, accessed 30 May 2017

(19)

distinctive and valued.

3. Perlindungan melalui Copyright. Rezim hukum Hak Cipta menjadi relevan untuk perlindungan yang berkaitan dengan produk makanan, khususnya ketika resep dan produk makanan dituliskan dalam karya tulis (literary work) misalnya Buku.

4. Perlindungan melalui Rahasia Dagang (Trade Secret). Resep-resep makanan yang khas dan unik relevan dilindungi dengan konstruksi Rahasia Dagang.

Rezim hukum kekayaan intelektual pada intinya melindungi karya-karya kreatifitas manusia berkaitan dengan moral interest, social interest dan economic interest. Reward Theory yang menekankan pada kreativitas dan inovasi karya intelektual manusia akan diberikan reward dalam bentuk incentive. Esensi dari Reward Theory adalah: Inovation, Reward, Incentive.17 Menurut Robert M Sherword, Reward

Theory mengacu pada pengakuan terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan seseorang, sehingga kepadanya diberikan penghargaan atas upaya-upaya kreatifnya dalam menemukan atau menciptakan karya-karya intelektual.18 Dengan mencermati esensi dari teori tersebut,

maka perkembangan karya kreatifitas seni maupun inovasi dalam bidang budaya kuliner maupun food presentation, termasuk dalam kegiatan kepariwisataan menjadi relevan dilindungi dengan konsep Reward theory.

Konstruksi hukum dalam level internasional yang paling komprehensif mengatur kekayaan intelektual saat sekarang ini adalah TRIPs Agreement. Berdasarkan TRIPs Agreement diatur bahwa terminologi Intellectual Property mengacu pada seluruh kategori yang tercakup dalam Section 1 sampai 7 dalam TRIPs yaitu: Copyright and Related Rights, Trademarks, Geographical Indications, Industrial Design, Patents, Layout-Designs, and Protection of Undisclosed Information.19

Dalam TRIPs Agreement, Paten diatur dalam Article 27-34, sedangkan secara nasional di Indonesia Paten diatur melalui U.U. No.

17Hector Mac Queen, et.al., 2007, Contemporary Intellectual Property Law and Policy, Oxford University Press, New York, p.10-11.

18Ranti Fausa Mayana, 2004, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia dalam Perdagangan

Bebas , Grasinda, Jakarta, h.46.

19F. Scott Kieff & Ralph Nack, 2008, International, United States and European Intellectual

(20)

| 12 |

International Conference August 20th - 23rd 2017

13 Tahun 2016 Tentang Paten. Rezim merek diatur dalam Article 12-21 TRIPs Agreement dan di Indonesia diatur melalui U.U. No. 20 Tahun 2016. Selanjutnya Copyright diatur dalam Article 9-14 TRIPs Agreement di Indonesia diatur melalui U.U. No. 28 Tahun 2014. Kemudian Undiscloused Information atau yang juga dikenal dengan sebutan Trade Secret diatur dalam Article 39 TRIPs Agreement serta di Indonesia diatur melalui U.U. No. 30 Tahun 2000. Industrial Design diatur dalam Article 25-26 TRIPs Agreement sementara itu di Indonesia pengaturannya tertuang dalam U.U. No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri. Keseluruhan ketentuan hukum tersebut relevan menjadi landasan perlindungan dari perkembangan food culture dan food art.

Perkembangan kreativitas kuliner, khususnya yang dikembangkan dari budaya tradisional masyarakat setempat sesungguhnya juga potensial dilindungi melalui ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya tradisional atau yang lazim dikenal dengan sebutan Traditional Knowledge & Traditional Cultural Expression. Dewasa ini, pemerintah daerah mulai banyak menaruh perhatian untuk mengembangkan budaya kuliner dalam rangka menunjang kegiatan kepariwisataan, salah satu contohnya Bali. Dalam rangka Pesta Kesenian Bali (PKB) yang kegiatannya dilakukan secara rutin tiap tahun sekali, Provinsi Bali juga mengembangkan dan mempromosikan berbagai budaya kuliner yang berasal dari seluruh kabupaten di Bali, yang diberi nama Kelompok Kuliner Bali (KKB). Di tingkat Kabupaten, seperti Kabupaten Tabanan juga mengembangkan budaya kuliner dari Tabanan dan diperkenalkan serta dipromosikan melalui suatu event “Tanah Lot Kreatifood And Art Festival 2017 ” harapannya kuliner berkembang di daerah dinikmati oleh masyarakat lokal, nasional serta internasional, secara ekonomi kreatif kemajuannya dapat dinikmati oleh masyarakat setempat.

Inspirator kegiatan ini yaitu Bapati Tabanan, mendesain kegiatannya dengan tujuan agar industri kreatif kuliner yang dikembangkannya dari warisan budaya lokal setempat benar-benar dapat meningkatkan kesejahtraan masyarakatnya. Tujuan lain dari kegiatan Creatif Food di tahun pertama (2017) dengan icon kekhasan kuliner berbahan dasar “Kuwir” (Duck) dimaksudkan agar

(21)

usaha-usaha kuliner kreatif para pelaku UMKM di Tabanan tidak hanya cita rasa serta keunikannya dinikmati oleh masyarakat lokal dan nasional namun juga internasional.20 Dalam rangka mempromosikan wisata

budaya kuliner tersebut, salah satu Chef terkenal di Indonesia yaitu Chef Juna membantu demonstrasi memasak unggulan kuliner Tabanan yaitu “Tum Kuwir”. Dalam event tersebut masyarakat yang mengembangkan bisnis dalam bentuk UMKM difasilitasi selain pembinaan melalui ekonomi kreatif UMKM juga disediakan tempat-tempat memamerkan sekaligus memasarkan kuliner khas yang berbasis budaya tradisional di lokasi festival yang berlangsung selama tiga hari dari tanggal 7 sampai 9 Juli 2017 bertempat di destinasi pariwisata Tanah Lot Tabanan.21

Pengembangan wisata kuliner berbasis budaya tradisional dari Tabanan Bali juga dipromosikan melalui acara siaran “Talk Show Bali TV “yang ditayangkan hari Sabtu tanggal 8 Juli 2017. Narasumber baik Kepala Dinas Koperasi Tabanan maupun Kepala Dinas Pariwisata Tabanan mengemukakan bahwa salah satu bidang dalam pembinaan UMKM di Tabanan adalah pengembangan kuliner khas Bali, khususnya dari wilayah Tabanan. Pembinaan diantaranya mencakup penyajian kuliner khas Bali dengan standarnya agar dapat dinikmati tidak hanya oleh wisata lokal dan nasional, namun juga internasional. 22

Perlindungan budaya kuliner meskipun potensial melalui konstruksi hukum Traditional Knowledge & Traditional Cultural Expression, yang mengedepankan konsep dan model perlindungan “Benefit Sharing”, namun tampaknya tidak mudah dalam implementasinya (problem implementation). Persoalan-persoalan muncul berkaitan dengan siapa kepada siapa ditujukan benefit sharing-nya, apakah ke pemerintah daerah tingkat provinsi, atau pemerintah daerah tingkat kabupaten, mungkin problem implementation akan bertambah lagi manakala di hamper sebagian besar kabupaten sesungguhnya mengenal jenis budaya kuliner tersebut. Seperti contoh semua Kapupatendi Bali

20Observasi dari acara press release yang dilakukan Bupati Tabanan, Chef Yuna dan Indra Herlambang di Tanah Lot pada tanggal 9 Juli 2017.

21Data bersumber dari observasi langsung di acara “Tanah Lot Creatif Food and Art

Festifal”, Press Release Chef Yuna, Indra Herlambang, Manik, serta Bupati Tabanan: Ibu

Eka.

22 Data bersumber dari acara “Talk Show” Bali TV tanggal 9 Juli 2017. Narasumber: A.A. Gede Dalem : Kadis Koperasi Tabanan, Sappe Sirait: DIR pengembangan Pasar Dalam Negeri, serta I Made Yasa: Kadis Pariwisata Tabanan

(22)

| 14 |

International Conference August 20th - 23rd 2017

mengenal dan merasa memiliki kuliner-kuliner seperti: “Sambel Matah” maupun “Ayam Betutu.” Dalam situasi seperti itu, jika benefit sharing hanya disampaikan kepada daerah tertentu, sementara daerah lainnya tidak menikmati, berpotensi menimbulkan problem baru pada masyarakat. Pada awalnya, sebelum budaya kuliner dibawa ke arena kepariwisataan mungkin mereka hidup dengan rukun dan damai, namun karena persoalan benefit sharing menyebabkan mereka berkonflik.

Perlindungan Food Art melalui Rezim Hukum Hak Cipta

Dalam praktiknya persoalan-persoalan muncul seiring dengan berkembangnya food art dalam bisnis kuliner. Kasus yang melibatkan chef dengan tuduhan melanggar karya seni kreatifitas food art dari chef terkenal lainnya banyak diajukan ke pengadilan dengan tuduhan pelanggaran Hak Cipta. Kasus-kasus tersebut diantaranya: Kim Seng Company vs. J&A Importers Inc diajukan di Central District Court of California, kasus ini berkaitan dengan Chinese-Vietnamese food supply. Kasus fenomenal lainnya adalah sekandal kuliner yang cukup menghebohkan dunia pada tahun 2006, melibatkan Chef Robin Wickens di Interlude Melbourne dituduh telah meng-copy karya seni food presentation atau food art karya Chef Amerika: Wylie Dufresne (WD-50), Jose Andres (Minibar) dan Grant Achatz (Allinia).23 Ketentuan

hukum Hak Cipta atau Copyright menjadi salah satu konstruksi hukum yang mulai dijadikan landasan hukum dalam melindungi karya food art, meskipun dalam implementasinya masih memerlukan perjuangan karena beberapa elemen persyaratan dari copyright tidak dapat terpenuhi oleh food art sebagai karya yang relevan mendapatkan perlindungan copyright, utamanya tidak terpenuhinya unsur fixation.

23Cathay Y. N. Smith , 2014, Food Art: Protecting «Food Presentation» Under U.S. Intellectual Property Law, 14 J. MARSHALL REV. INTELL. PROP. L. 1 (2014), p. 1-6.

(23)

Gambar 1: Contoh Food Art atau Food Presentation (Bubur Ayam/ Chicken Porridge) Source: https://www.google.co.id/search?q=example+of+food+art+tra ditional+culinary&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwie3 ru_tYrVAhVLMo8KHT_ACtsQ_AUICigB&biw=723&bih=714#tbm=isch &q=example+of+food+art+chef+indonesia&imgrc=jndSBP7yTAFvgM: Gambar 2: Contoh Food Art atau Food Presentation (Sushi)

Source: https://www.google.co.id/search?q=example+of+food+art+tradi tional+culinary&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwie3ru_

(24)

| 16 |

International Conference August 20th - 23rd 2017

tYrVAhVLMo8KHT_ACtsQ_AUICigB&biw=723&bih=714#tbm=isch&q

=example+of+food+art+traditional+sushi&imgrc=Y0H-mYw8bYp9bM:

Gambar 3. Sate Lilit oleh Chef Rin Rin Marinka Sumarie

Sumber: https://www.google.co.id/search?q=sate+lilit+chef+marin

ka+afc&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwibhsKGoZr VAhVIG5QKHd94BD8Q_AUICigB&biw=1242&bih=602#imgrc=tK

zb-sR3ImWIRM:

SiMPULAN

Perkembangan budaya kuliner yang juga dikenal dengan sebutan Food Culture atau Culinary Cultural dalam kegiatan kepariwisataan relevan dilindungi melalui rezime hukum hak kekayaan intelektual, seperti rezim hukum rahasia dagang relevan untuk melindungi resep makanan dan perlindungan paten untuk proses atau tehnik membuat kuliner. Di sisi lain, meskipun budaya kuliner menjanjikan dilindungi melalui konstruksi hukum yang berkaitan dengan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional namun berpotensi konflik dalam implementasinya. Perlindungan seni penyajian makanan (food art) berbasis Hak Cipta masih diperdebatkan disebabkan tidak terpenuhinya unsur persyaratan fixation.

(25)

DAFTAR PUSTAKA Buku

Charles R. Goeldner & J.R. Brent Ritchie, 2003, Tourism: Principles, Practices, Philosophies, Ninth Edition, John Wiley & Sons Inc. Hoboken, New Jersey, USA

F. Scott Kieff & Ralph Nack, 2008, International, United States and European Intellectual Property Selected Source Material 2007-2008, Aspen Publishers, New York

Friedman, Thomas L, 2008, The Dell Theory of Conflict Prevention, Emerging: A Reader. Ed. Barclay Barrios. Boston: Bedford, St. Martins

Hector Mac Queen, et.al., 2007, Contemporary Intellectual Property Law and Policy, Oxford University Press, New York

Ian Curry-Summer et.al., 2010, Research Skill Instruction for Lawyers, School of Law, Utrecht University, Nijmegen the Netherlands Ian Fitzpatrick, 2010, Understanding food culture in Scotland and its

comparison in an international context: Implications for policy development, NHS Health, Scotland

Jan hendrik Peters & Wisnu Wardana, 2013, Tri Hita Karana The Spirit of Bali, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta

Ranti Fausa Mayana, 2004, Perlindungan Desain Industri Di Indonesia dalam Perdagangan Bebas , Grasinda, Jakarta

Sabian Utsman, 2014, Metodologi Penelitian Hukum Progresif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Terry Hutchinson, 2002, Researching and Writing in Law, Lawbook co, A Thomson Company, Riverwood, NSW, Australia

Thomas Wright, 2015, Water, Tourism, And Social Change: A Discussion

of Environmental Perceptions in Bali, in the book: Recent

Developments in BaliTourism, Program Studi Magister Kajian Pariwisata Unud in cooperation with Buku Arti, Denpasar

(26)

| 18 |

International Conference August 20th - 23rd 2017

Cathay Y. N. Smith , 2014, Food Art: Protecting “Food Presentation” Under U.S. Intellectual Property Law, 14 J. MARSHALL REV. INTELL. PROP. L. 1 (2014),

Morgan P. Arons, 2015, A Chef’s Guide to Patent Protection Available for Cooking Techniques and Recipes in the Era of Postmodern Cuisine and Moleculer Gastronomy, Journal of Business & technology Law, Volome 10 J.Bus.& Tech.L.137 (2015)

internet

DG Pascal Lamy, 2006, Humanising Globalization, WTO NEWS: SPEECHIES-DG PASCAL LAMY, , Santiago de Chile, https:// www.wto.org/english/news_e/sppl_e/sppl16_e.htm aaccessed June2, 2017

Intellectual Property Law in the Food Sector, 2013, http://www.eversheds-sutherland.com/global/en/what/publications/shownews. page?News=en/ireland/ip-law-in-the-food-sector-june-2013, accessed 30 May 2017

Natalie Paris, 2017, Why Bali is the greatest destination on Earth (so says TripAdvisor), http://www.telegraph.co.uk/travel/news/bali-named-best-tourist-destination/, accessed June,2, 2017.

Simon Carter& DanaielDarwood, 2015, Protecting the Dishes & Culinary Skills Delicious Creativity, in the second of a series of three article for Fine Dining Guide, leading London intellectual property lawyers Hansel Henson, http://fine-dining-guide.com/feature-legally-protecting-dishes-culinary-skills, accessed 25 June 2017 The UNWTO, Conceptual Definition, http://www2.unwto.org/

content/about-us-5, aaccessed June2, 2017

https://www.google.co.id/search?q=example+of+food+art+traditi onal+culinary&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKE wie3ru_tYrVAhVLMo8KHT_ACtsQ_AUICigB&biw=723&bih =714#tbm=isch&q=example+of+food+art+traditional+sushi &imgrc=Y0H-mYw8bYp9bM: aaccessed June2, 2017

https://www.google.co.id/search?q=example+of+food+art+traditi onal+culinary&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKE wie3ru_tYrVAhVLMo8KHT_ACtsQ_AUICigB&biw=723&bih

(27)

=714#tbm=isch&q=example+of+food+art+chef+indonesia& imgrc=jndSBP7yTAFvgM aaccessed June2, 2017

Peraturan Perundang-Undangan

TRIPs Agreement

UN WTO

Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten

Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 Tantang Merek dan Indikasi Geografis

Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tantang Rahasia Dagang

(28)

| 20 |

International Conference August 20th - 23rd 2017

tINJaUaN YUrIDIs tErHaDaP HaK EKONOMI DaN

HaK MOraL BErDasarKaN UNDaNG-UNDaNG

NOMOr 28 taHUN 2014 tENtaNG HaK CIPta

DaLaM raNGKa PErLINDUNGaN BaGI PENCIPta

Magdariza

Fakultas Hukum Universitas Andalas email: najmi30@ymail.com

ABSTRACT

Copyright is one of the intellectual property rights, an exclusive right of the inventor automatically gained on a basis of declarative principle after an invention is realized in a real form, notwithstanding the limitations stipulated in applicable legislations. Law No. 28 of 2014 states that in a copyright there are both economic right and moral right of the inventor. The economic rights include among others reproduction right, publication right, demonstration right, etc. The economic rights are also related to any financial values that may be earned from an invention on which the inventor has a right when it is commercialized. Meanwhile, moral right is one that protects the inventor’s personal interest or reputation. It is adhered to the inventor’s person, that is, when the copyright is transferred to other, moral right cannot be separated from the inventor, being personal and permanent in nature. The character of personal indicates a characteristic relating to reputation, competence, and integrity solely owned by the inventor. By permanent is meant that the right is adhered to the inventor on a lifelong basis and even after he or she has died. The inclusion of both copyright and moral right in the law is a measure of providing protection to those inventors who have painstakingly produced any creation in science, art, and literature.

Keywords: Economic Right, Moral Right, Protection of Inventor.

PENDAHULUAN

Di era globalisasi saat ini dengan berbagai teknologi yang sudah semakin maju, setiap orang dapat memanfaatkan teknologi saat ini

Gambar

Gambar 1: Contoh Food Art atau Food Presentation (Bubur Ayam/ Chicken Porridge) Source: https://www.google.co.id/search?q=example+of+food+art+tra ditional+culinary&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwie3 ru_tYrVAhVLMo8KHT_ACtsQ_AUICigB&amp
Gambar 3. Sate Lilit oleh Chef  Rin Rin Marinka Sumarie

Referensi

Dokumen terkait

Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.. Lombok Tengah, Nusa Tenggara

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan peneliti setelah semua data terkumpul. Peneliti melakukan pengujian terhadap hipotesis yang

Tujuan pembelajaran umum : Mahasiswa memahami Diagram Elektrik Ladder untuk sistem otomatisasi kelist industri.. (kompetensi)

Spesies gastropoda dikelompokkan berdasarkan frekuensi distribusi kehadirannya di hutan mangrove (Budiman, 1991, 1997) menjadi tiga: (i) kelompok asli (native, N),

Proporsi pelabelan sentimen Karena pada dataset yang akan digunakan memiliki data yang tidak seimbang maka perlu dilakukan proses down sampling atau proses untuk

2 Tahun 1963, dimana ditentukan jenis-jenis uang logam dan uang kertas Pemerintah Republik Indonesia serta uang kertas Bank Indonesia khusus untuk Irian Barat yang berlaku

Secara umum Provinsi Nusa Tenggara Timur dikenal dengan sebutan “Flores itu cantik”, “Flores itu menarik”. Hal tersebut dikarenakan alam, budaya, dan masyarakatnya

Sosialisasi dilakukan di Satlantas Polres Purworejo bertujuan untuk menjaring masyarakat yang pagi hari Minggu menikmati car free day, tidak hanya undangan dari pelajar