• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECENDERUNGAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AKHIR DI YOGYAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KECENDERUNGAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AKHIR DI YOGYAKARTA SKRIPSI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Anastasia Mira Erlinawati Nim : 019114150

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

MANUSIA, MUNGKIN BAGI ALLAH

(LUKAS 18:27)

“ Apa saja yang kamu minta & doakan,

percayalah bahwa

kamu telah menerimanya,

maka hal itu akan diberikan kepada mu”

(Markus, 11 : 24)

(5)

v

Tuhan Yesus Kristus,,,Juru Selamat & sumber Kekuatan ku

Ayah & Bunda ku Tercinta...

♥♥ Teri

ma kasih banyak

♥♥

Saudara ku Tercinta,,,Mas Wisnu.

Sahabat & kekasih ku,,,Kak Yos.

Dan semua rekan & sahabat-sahabat ku terkasih....

Terima kasih untuk semua cinta, doa, dukungan yang telah

diberikan kepada ku,,,,I love you...

☺☻

(6)
(7)

vii

PADA REMAJA AKHIR DI YOGYAKARTA

Anastasia Mira Erlinawati Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2009

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan perilaku asertif pada remaja akhir di Yogyakarta. Perilaku asertif adalah kemampuan untuk mengungkapkan pendapat-pendapat, perasaan-perasaan, hak-hak serta kebutuhan-kebutuhan tanpa menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain, antara lain dengan memberikan dan menerima afeksi, memberi pujian, mampu memberi dan menerima kritik, memberi atau menolak permintaan, kemampuan mendiskusikan masalah, beragumentasi, serta berorganisasi.

Subjek yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 50 orang remaja akhir yang tersebar di beberapa tempat di Yogyakarta yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi di Yogyakarta. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang telah diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Metode analisis data adalah analisis deskriptif kuantitatif. Hasil yang diperoleh nilai mean teoritis sebesar 125 dan nilai mean empiris sebesar 134,5. Hasil kategorisasi data menunjukkan bahwa perilaku asertif remaja akhir di Yogyakarta termasuk dalam kategorisasi tinggi.

(8)

viii

OF ASSERTIVE BEHAVIOUR OF ADOLESCENTS IN YOGYAKARTA

Anastasia Mira Erlinawati Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta 2009

This study was purposed to recognized the tendency of assertive behaviour of adolescents in Yogyakarta. Assertive behaviour is the skill to express personal opinions, feeling, rights, and also nees without irritating or hurting the feeling of the others, i.e. through giving and receiving affection, giving appreciation, ability to receive and accept critics, rejecting or granting request, ability to discussing problems, argument delivery, and also organization.

The study was conducted on 50 adolescents in Yogyakarta. The used measurement tool is the questionaire of which validity and reliability have been tested. The data analysis method is quantitative descriptive analysis. The obtained result in this study are theoritical mean value of 125 and empirical mean value of 134,5. The result of the data categorization indicates that the assertive behaviour of adolescents in Yogyakarta is of high level category.

(9)
(10)

x

Puji dan syukur pada Tuhan Yesus Kristus atas kesempatan, berkat dan kasihNya yang selalu memberikan kekuatan dan semangat baru sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KECENDERUNGAN PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AKHIR DI YOGYAKARTA”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi, Program Studi Psikologi.

Skripsi ini tersusun atas bantuan serta dukungan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, sumber semangat dan kekuatan dalam setiap nafasku. 2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu M.L. Anantasari, S. Psi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang sabar membimbing, membantu, mendukung dan selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak bu...

4. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, S. Psi., M.Si. selaku Dosen Penguji II.

5. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi selaku Dosen Penguji III.

6. Segenap dosen di Fakultas Psikologi yang sudah mau berbagi pengetahuan. Terimakasih juga untuk Mas Doni, Mas Muji, Mas Gandung dan Mbak Nanik

(11)

xi

7. Ayah bunda ku tercinta… Terima kasih atas cinta, ketulusan, doa, dukungan dan pengorbanan yang sudah diberikan dan tidak pernah bosan untuk selalu memberikan yang terbaik untukku. Semoga karya ku yang sederhana ini dapat membuat Ayah dan Bunda tersenyum bangga dan bahagia. I love you…

8. Saudara ku tercinta,,,Mas Wisnu. Terima kasih untuk semua masukan, dukungan, bantuan terjemahannya dan penghiburannya.

9. Keluarga besar di Dekso. Om Agus, Bulek Herni, Mbah Mangun, Mbah Parto, Pakde Tupan, Alm. Budhe Sam, dek Astri, Arma, Ivan, Mas Agung dan semua saudara-saudara ku,,,terima kasih untuk doa dan dukungannya.

10. Bapak dan Ibu Lagiman, Dek Tuti dan Brian, terima kasih untuk penghiburannya, doa dan dukungannya selama ini.

11. Dek Tuti dan Brian, terima kasih untuk terjemahannya yang super kilat ya… 12. Teman-teman Lonchie “the cutey”. Vera, Ita, Tyas, Ul-ul, Anita, Yayack dan

Alm. Cinthya,,,Puji Tuhan…akhirnya aku menyusul kalian juga…!!! Terima kasih untuk doa dan support kalian, semua cinta dan kebersamaan kita selama ini. Teristimewa untuk alm.Cinthya,,,smoga diri mu tenang bersama Bapa di surga & bisa bahagia melihat keberhasilan ku ini. I’ll alwz miss u,,, I love u all sist...

13. Maria, Pudel, Nyit-nyit dan Rini Cimute… Kelar juga bok… Makasih ya dah mensupport dan mendoakan aku selalu. Miss u girls…

(12)

xii

15. Mbak Shinta. Makasih untuk pinjaman buku-bukunya, support dan ejekannya,,,semua sangat membantu ku untuk menyelesaikan skripsi.

16. Ibnu, Anggie, Tya, mb’Indah, mb’Shinta, mb’Dini, Citra, Sony….thanx a lot guys… Kalian telah mengisi hari-hari ku yang sepi ini menjadi lebih berwarna…

17. Adik2 di Kost Candi Indah,,,Mytha, Nican, Tina,,,makasih sudah meneman, membantu dan mendukung aku selalu. Walaupun kti baru kenal, tapi kalian sangat berarti untuk ku. Makasih adik2ku yang maniest…

18. Tompel. Terima kasih buat semuanya jeleeeeeeex… Dengan dukungan, hinaan dan ejekan mu..aku bisa tetap semangat buat menyelesaikan skripsi ku.

19. Kelurga TALAIA, Bapa Gaspar, Mama Dethe, Kak Pater, Adek Suster, Oncu Tori, Kak Dis, Kak Leni, Kak Yanto dan semua keluarga besar di Lewotana. Makasih untuk semua doa dan dukungannya…

20. Teman-teman angkatan 2001. Rika, Jelly, Yayack, Rini, Aris, Aconk, Silva, Seto, Annas, Sius, Sony, Dion, Etha, Rani, Tumbur, dkk. Makasih untuk kebersamaan kita selama ini,,,sudah saling mengingatkan, mendukung dan mendoakan. Semoga ini menjadi awal yang baik untuk masa depan kita. GOD bless Us….

21. Semua pihak, teman atau kenalan yang telah banyak membantu namun tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima ksaih untuk semuanya…

(13)

xiii

yang selalu membuat aku kuat dan tegar menjalani semua ini. Semoga karya sederhana ku ini juga dapat membuat mu bangga. ♥♥Thanx for all honey…♥♥

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap pembaca.

Yogyakarta, 28 Oktober 2009

Anastasia Mira Erlinawati

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

(14)

xiv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang penelitian... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif ... 8

1. Pengertian Perilaku Asertif ... 8

2. Aspek-aspek Perilaku Asertif... 9

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perialku Asertif... 13

B. Remaja Akhir ... 15

1. Pengertian masa Remaja ... 15

2. Tugas Perkembangan Remaja ... 18

C. Perilaku Asertif Pada Remaja Akhir ………... 19

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 22

B. Identifikasi Variabel Penelitian... 22

C. Definisi Operasional... 22

D. Subjek Penelitian... 24

E. Metode Pengumpulan Data... 24

F. Uji Validitas dan Reliabilitas... 26

(15)

xv

2. Hasil Uji Coba ... 27

H. Metode Analisis Data ... 29

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 30

B. Deskripsi Subyek Penelitian ... 31

1. Jenis Kelamin ... 31

2. Usia ... 31

C. Deskripsi Data Penelitian ... 32

D. Analisis Data dan Hasil Penelitian... 33

E. Kategorisasi skor Skala ... 34

F. Pembahasan ... 35

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 39

B. Keterbatasan Penelitian ... 39

C. Saran-saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(16)

xvi

Tabel 2. Distribusi Item Skala Perilaku Asertif pada saat Uji Coba...28

Tabel 3. Distribusi Item Skala Perilaku Asertif Setelah Uji Coba ... 29

Tabel 4. Deskripsi Jenis Kelamin Responden ... 31

Tabel 5. Deskripsi Usia Responden... 32

Tabel 6. Tabel Deskripsi Data Penelitian... 32

Tabel 7. Ringkasan Uji Normalitas ... 33

(17)

1 A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja atau masa adolesence merupakan masa yang menarik untuk diungkap dalam kehidupan manusia, karena pada masa ini setiap remaja tengah mengalami peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa peralihan ini remaja mendapatkan tugas-tugas baru yang harus diselesaikan, sebelum remaja melangkah ke tahap perkembangan berikutnya (Hurlock, 1999).

Remaja yang tengah memasuki masa peralihan, seakan-akan telah berada pada dua kutub yang berbeda, yaitu kutub yang lama (masa kanak-kanak) yang akan ditinggalkan dan kutub yang baru (masa dewasa) yang akan dimasuki. Kedua kutub yang mengelilingi remaja ini telah memberikan situasi dilematis bagi remaja, di mana di satu sisi remaja masih diperlakukan seperti anak-anak tetapi di sisi lain remaja telah dituntut untuk dapat bersikap dewasa. Status remaja yang membingungkan ini akan menimbulkan banyak masalah bagi remaja, karena belum memiliki kemampuan yang baik untuk beradaptasi dengan status barunya tersebut.

Remaja pada umumnya takut apabila ia mengalami penolakan dalam pergaulan atau kelompok teman sebayanya. Penolakan yang dialami remaja

(18)

akan mengakibatkan remaja menjadi frustasi dan kecewa, akibatnya remaja mengorbankan kepentingan dirinya agar tetap dapat diterima oleh teman-temannya. Remaja tidak dapat bersikap asertif karena remaja tidak mampu untuk berkata tidak kepada hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan pribadinya.

Lingkungan pendidikan merupakan tempat remaja bersosialisasi dengan teman sebaya. Ketika bersosialisasi dengan teman sebaya, remaja yang tidak mampu untuk berkata tidak kepada setiap ajakan temannya akan mudah mengikuti arus pergaulan remaja bahkan kearah perilaku yang negatif. Apabila remaja mampu berterus terang dan mampu menolak setiap ajakan teman-temannya kearah negatif remaja dapat terselamatkan dari perilaku yang negatif. Kemampuan untuk jujur dan terbuka ini dalam istilah psikologi disebut sebagai asertif.

Menurut Setiono & Pramadi (2005) berperilaku asertif antara lain adalah dengan memberikan dan menerima afeksi, memberi pujian, mampu memberi dan menerima kritik, memberi atau menolak permintaan, kemampuan mendiskusikan masalah, beragumentasi, serta berorganisasi. Kebanyakan orang enggan bersikap asertif karena takut mengecewakan orang lain, takut jika akhirnya dirinya tidak lagi disukai ataupun diterima. Selain itu alasan untuk mempertahankan kelangsungan hubungan juga sering menjadi alasan karena salah satu pihak tidak ingin membuat pihak lain sakit hati. Padahal, dengan membiarkan diri untuk bersikap non-asertif justru akan mengancam hubungan yang ada karena salah satu pihak kemudian akan

(19)

merasa dimanfaatkan oleh pihak lain (http://www.e-psikologi.com/dewasa/assertif.htm).

Banyak remaja yang melakukan hal-hal yang akhirnya mempengaruhi masa depan dan jalan hidup karena ikut-ikutan temannya. Penelitian yang dilakukan oleh Family and Consumer Science di Ohio, Amerika Serikat, menunjukkan fakta bahwa remaja kebanyakan remaja memulai merokok karena dipengaruhi oleh temannya, terutama sahabat yang sudah lebih dahulu merokok. Remaja yang bergaul erat dengan sebayanya yang merokok akan lebih mudah untuk ikutan merokok, terutama bila remaja tadi rentan terhadap tekanan sebaya. Hal yang sama juga terjadi pada penggunaan alkohol dan NAPZA, bahkan berhubungan seks dengan pacar (http://www.glorianet.org/mau/kliping/klipaser.html).

Fenomena yang terjadi pada remaja Indonesia saat ini, terlihat bahwa banyak remaja yang tidak memiliki sikap asertif. Media cetak memberitakan tentang remaja yang ramai-ramai melakukan konvoi untuk merayakan kelulusan, serta mencorat-coret baju seragam yang dimiliki (Liputan 6 SCTV, 16 Juni 2008) Walaupun remaja telah mengetahui bahwa konvoi dan mencorat-coret baju adalah perilaku yang kurang bermanfaat, akan tetapi remaja masih tetap melakukan karena teman-teman sekolahnya melakukan hal tersebut, remaja tidak berani menolak, kecuali jika pihak guru ikut campur dalam melarang remaja melakukan aktivitas demikian.

Sikap asertif akan mendorong remaja untuk jujur dalam berelasi dengan teman. Remaja juga harus mampu untuk mengatakan tidak apabila

(20)

remaja merasakan bahwa relasi pertemanan atau persahabatan yang dibangun sudah tidak sehat. Remaja perlu meningkatkan asertifnya dalam berelasi karena pengaruh teman dalam pergaulan atau kelompok lebih kuat daripada norma yang berlaku dalam keluarga. Sikap asertif perlu dibangun untuk menghindarkan remaja dari pengaruh buruk teman.

Perilaku asertif bukan bawaan ataupun muncul secara kebetulan pada tahap perkembangan individu, namun merupakan pola-pola yang dipelajari sebagai reaksi terhadap situasi sosial dalam kehidupannya. Menurut Alberti & Emmons, perilaku asertif lebih adaptif daripada submisif atau agresif, asertif menimbulkan harga diri yang tinggi dan hubungan interpersonal yang memuaskan. Kemampuan asertif memungkinkan orang untuk mengemukakan apa yang diinginkan secara langsung dan jelas sehingga menimbulkan rasa senang dalam diri dan orang lain menilai baik.

Bagi para remaja terutama yang berumur di antara 13-18 tahun, sikap dan perilaku asertif sangatlah penting. Sikap dan perilaku asertif akan memudahkan remaja tersebut bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan seusianya maupun di luarnya lingkungannya secara efektif. Kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan diinginkannya secara langsung, maka para remaja bisa menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman akibat menahan dan menyimpan sesuatu yang ingin diutarakannya. Menurut Sikone (Setiono & Pramadi, 2005) sikap asertif akan membuat para remaja dapat dengan mudah mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya

(21)

secara efektif, sehingga permasalahan itu tidak akan menjadi beban pikiran yang berlarut-larut. Asertivitas akan membantu para remaja untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasannya tentang lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak diketahuinya (memiliki rasa keingintahuan yang tinggi). Asertif terhadap orang lain yang bersikap atau berperilaku kurang tepat bisa membantu remaja yang bersangkutan untuk lebih memahami kekurangannya sendiri dan bersedia memperbaiki kekurangan tersebut.

Beberapa manfaat yang telah dijelaskan tersebut mengindikasikan perlunya sikap ini ditanamkan sejak dini bagi para remaja karena asertivitas bukan merupakan sesuatu yang lahiriah tetapi lebih merupakan pola sikap dan perilaku yang dipelajari sebagai reaksi terhadap berbagai situasi sosial yang ada di lingkungan. Perilaku asertif ini dalam kenyataannya berkembang sejalan dengan usia seseorang, sehingga penguasaan sikap dan perilaku pada periode-periode awal perkembangan akan memberikan dampak yang positif bagi periode-periode selanjutnya.

Kemampuan remaja untuk mampu jujur dan mengatakan tidak pada ajakan negatif dari teman sebaya dapat mencegah remaja terjerumus kedalam perilaku negatif, oleh karena itu, perilaku asertif perlu ditumbuhkan pada remaja sejak dini. Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berdomisili di Yogyakarta karena Yogyakarta adalah Kota Pelajar, kota yang memiliki jumlah pelajar terbanyak di Indonesia dan berasal dari latar belakang kehidupan yang berbeda pula. Melihat hal tersebut,

(22)

peneliti memilih kota Yogyakarta karena adanya remaja yang bervariasi. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut kecenderungan perilaku asertif pada remaja akhir di Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ”Bagaimana kecenderungan perilaku asertif pada remaja akhir di Yogyakarta?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kencederungan perilaku asertif pada remaja akhir di Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya atau menambah khasanah Ilmu Pengetahuan Psikologi, khususnya di bidang psikologi perkembangan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan berarti kepada para pembaca dalam memberikan informasi tentang kecenderungan

(23)
(24)

8 A. Perilaku Asertif

1. Pengertian Perilaku Asertif

Lloyd (1990) menyatakan bahwa perilaku asertif sebagai gaya wajar yang tidak lebih dari sikap langsung, jujur dan penuh respek ketika berinteraksi dengan orang lain. Individu mencoba untuk mengkomunikasikan kesan respek kepada diri sendiri dan juga kepada orang lain. Dengan bersikap asertif, individu memandang keinginan, kebutuhan dan hak orang lain. Ini berbeda dengan perilaku agresif. Perilaku agresif lebih komplek, dapat aktif atau pasif, langsung atau tidak langsung, jujur atau tidak-tetapi selalu mengkomunikasikan suatu kesan superioritas dan tidak adanya respek.

Cawood (1997) mendefinisikan perilaku asertif sebagai kemampuan seseorang untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, kebutuhan dan hak pribadinya tanpa kecemasan, mampu bersikap jujur dan langsung serta memperhitungkan hak-hak sendiri tanpa meniadakan hak orang lain. Ekspresi yang langsung dimaksudkan sebagai perilaku yang tidak berputar-putar, pesan jelas dan terfokus serta tidak menghakimi. Ekspresi jujur dimaksudkan sebagai perilaku yang selaras, isyarat-isyaratnya cocok, kata-kata, gerak-gerik dan perasaan yang semuanya mengatakan hal yang sama.

Bersikap asertif berarti tegas dan berani menyatakan pendapat (Hariwijaya, 2005). Bersikap asertif meliputi tiga komponen dasar yaitu mampu

(25)

mengungkapkan perasaan (misalnya untuk menerima dan mengungkapkan perasaan marah, hangat, dan seksual); mampu mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka (mampu menyuarakan pendapat, menyatakan ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakukan ini dan bahkan sekalipun kita mungkin harus mengorbankan sesuatu); dan mampu untuk mempertahankan hak-hak pribadi (tidak membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita).

Townend (1991) mengemukakan bahwa bersikap asertif merupakan perilaku yang mampu menampilkan kepercayaan diri, yang mempunyai sikap positif, jujur dan menghargai diri sendiri dan orang lain. Bersikap asertif juga berarti terbuka terhadap pandangan orang lain walaupun berbeda, dapat mengekspresikan diri secara jelas dan dapat berkomunikasi secara efektif.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perilaku asertif kemampuan untuk mengungkapkan pendapat-pendapat, perasaan-perasaan, hak-hak serta kebutuhan-kebutuhan tanpa menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain, antara lain dengan memberikan dan menerima afeksi, memberi pujian, mampu memberi dan menerima kritik, memberi atau menolak permintaan, kemampuan mendiskusikan masalah, beragumentasi, serta berorganisasi.

2. Aspek-aspek Perilaku Asertif

Alberti & Emmons (1986) mengungkapkan bahwa perilaku asertif terdiri dari enam elemen dasar, antara lain :

(26)

a. To promote equality in human relationship (untuk memajukan persamaan dalam hubungannya dengan manusia).

Untuk menempatkan kedua belah pihak dalam posisi yang sama, untuk memperbaiki keseimbangan kekuasaan dengan memberikan kekuatan pribadi pada “pihak yang lemah”, sehingga setiap orang dapat memperoleh dan tidak ada yang kalah.

b. To act in your own best interests(melakukan apa yang menjadi minat) Untuk bertindak sesuai dengan minat yang paling Anda sukai, berhubungan dengan kemampuan untuk membuat keputusan sendiri tentang karir, hubungan, gaya hidup dan penjadwalan waktu, berinisiatif memulai pembicaraan dan mengatur kegiatan, percaya pada keputusan sendiri, menetapkan tujuan dan bekerja untuk mencapainya, untuk meminta pertolongan dari orang lain, dan untuk ikut serta dalam kegiatan masyarakat.

c. To stand up for yourself (berdiri diatas diri sendiri)

Termasuk sikap seperti berkata tidak, menetapkan batasan waktu dan energi, menanggapi kritikan atau marah, mengekspresikan atau mendukung atau mempertahankan sebuah pendapat.

d. To express feeling honestly and comfortably (untuk mengekspresikan perasaan secara jujur dan nyaman)

Berarti kemampuan untuk tidak setuju, menunjukkan kemarahan, menunjukkan kasih sayang atau persahabatan, mengakui ketakutan atau kegelisahan, mengekspresikan persetujuan atau dukungan, untuk menjadi

(27)

spontan – semuanya tanpa kegelisahan yang menyiksa.

e. To exercise personal rights (mengekspresikan hak-hak pribadi)

Menggunakan hak-hak pribadi yang berhubungan dengan wewenang sebagai warga negara, konsumen dan anggota dalam sebuah organisasi atau sekolah atau kerja kelompok, sebagai peserta dalam sebuah event rakyat untuk mengemukakan pendapat, untuk melakukan perubahan, untuk memberi tanggapan terhadap pelanggaran hak-hak seseorang atau orang lain.

f. To not deny the rights of others(tidak melanggar hak-hak orang lain) Untuk menyempurnakan pernyataan-pernyataan perorangan tanpa mengkritik orang lain dengan tidak adil, tanpa sikap yang menyakiti orang lain, tanpa memanggil nama, tanpa intimidasi (gertakan), tanpa manipulasi, tanpa mengatur orang lain.

Ahli yang lain berpendapat bahwa ciri-ciri perilaku asertif adalah :

(a) bergaul dengan jujur dan langsung, (b) mampu menyatakan perasaan, (c) terbuka dan apa adanya, (d) mampu bertindak demi kepentingan sendiri dan mengambil inisiatif demi memenuhi kebutuhannya, (e) mampu meminta informasi dan bantuan dari orang lain bilamana mereka membutuhkannya, (f) bila berkonflik dengan orang lain mereka bersedia mencari penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak (Adams, 1995)

Dari teori Alberti & Emmons (1986) dan Adams (1995) tersebut, peneliti menarik sebuah garis besar pemikiran yang mengacu pada aspek-aspek perilaku asertif, karena dirasa cukup jelas, singkat dan padat makna mengenai aspek-aspek

(28)

perilaku asertif, sehingga dapat digunakan untuk mengukur perilaku asertif dalam penelitian ini. Namun tidak menutup kemungkinan adanya tambahan pemaknaan dari pakar-pakar lainnya.

Aspek-aspek dari perilaku asertif antara lain : a. Kemampuan berkata ”tidak”

Merupakan keberanian dalam diri untuk mengatakan “tidak” jika tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan, tanpa menyinggung perasaan orang lain. Mampu menolak permintaan orang lain tanpa disertai rasa cemas atau takut.

b. Kemampuan untuk meminta pertolongan atau bantuan pada orang lain jika sedang membutuhkannya

Merupakan sikap terbuka, apa adanya atau sikap jujur terhadap orang lain tanpa basa-basi untuk meminta pertolongan ketika sedang terjadi konflik dengan orang lain sehingga mereka bersedia untuk mencari penyelesaian yang dapat memuaskan kedua belah pihak c. Kemampuan mengungkapkan perasaan

Merupakan kemampuan untuk mengungkapkan semua yang ada dalam pikirannya maupun yang sedang dirasakannya, dengan menunjukan ketidak setujuan atau kesetujuan secara terbuka dan langsung tanpa menyakiti perasaan orang lain.

d. Kemampuan memulai pembicaraan dan mengakhirinya

Merupakan kemampuan komunikasi dari mengawali pembicaraan serta mengakhiri pembicaraan tanpa ada keraguan.

(29)

e. Kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi sebagai warganegara Merupakan hak untuk menyampaikan pendapat dan menghargai pendapat-pendapat orang lain. Hak sebagai warganegara meliputi mengajukan pendapat, melakukan perubahan dan memberi tanggapan terhadap pelanggaran hak seseorang.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Asertif

Perilaku asertif seseorang tidak muncul dengan sendirinya, ada empat faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku asertif seseorang yaitu:

a. Pola Asuh Orang Tua.

Ada tiga macam pola asuh orang tua, yaitu : 1) Pola asuh otoriter

Orang tua tidak memberi kebebasan pada anak untuk mengekpresikan pendapatnya akan membuat anak terbiasa memendam sesuatu sehingga anak akan sulit bersikap asertif.

2) Pola asuh demokratis

Pola asuh yang demokratis memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapatnya, sehingga anak akan lebih terbiasa terbuka dan tidak takut dalam berpendapat.

Dahulu orang tua menuntut agar anak laki-laki lebih bisa bersikap spontan, mandiri, kompetitif, kuat, berorientasi pada personal sehingga pria lebih mempunyai perasaan percaya diri yang lebih tinggi dari pada wanita dan masyarakat pun lebih bisa menghargai sifat-sifat lemah, mudah emosional dan sensitif yang terkadang sering dialami oleh seorang wanita. Akan

(30)

tetapi pada saat ini, wanita juga telah memiliki jenjang pendidikan yang lebih baik dan secara logis hal itu akan berpengaruh pada cara berfikir dan kemampuannya dalam berkomunikasi.

3) Pola asuh permisif

Pada pola asuh permisif anak diberikan kebebasan sepenuhunya tanpa arahan yang ketat, sehingga anak akan mampu terbuka akan tetapi kurang terarah dalam bersifat terbuka

b. Usia

Usia menurut Burhmester (1990) merupakan salah satu faktor yang turut menentukan munculnya perilaku asertif. Pada anak kecil perilaku asertif ini belum terbentuk. Struktur kognitif yang ada belum memungkinkan mereka untuk menyatakan apa yang diinginkan dengan bahasa verbal yang baik dan jelas. Sebagian dari mereka bersifat pemalu dan pendiam, sedang yang lain justru bersikap agresif dalam menyatakan keinginannya. Pada masa remaja dan dewasa perilaku asertif ini menjadi lebih berkembang, sedang pada usia tua tidak begitu jelas perkembangan atau penurunannya. b. Jenis Kelamin

Perbedaan antara pria dan wanita dalam perilaku asertif bukan sesuatu yang konstan (Banawiratma, 1997). Adanya pengaruh globalisasi yang membawa pengaruh pada norma-norma setempat dan adanya kesadaran mengenai persamaan gender membuat wanita sekarang cenderung memiliki sifat mandiri, percaya diri, rasional dan asertif.

(31)

c. Strategi Coping

Strategi coping adalah suatu bentuk penyesuaian diri yang melibatkan unsur-unsur kognisi dan afeksi dari seseorang guna mengatasi suatu permasalahan yang datang pada dirinya. Menurut Massong (Santosa, 1999) strategi coping di gunakan oleh remaja, dapat mempengaruhi tingginya tingkat keasertivan mereka. Dengan kata lain remaja yang menggunakan mekanisme coping yang efektif dan adaptif dalam menyelesaikan suatu permasalahan akan lebih asertif di banding dengan remaja yang menggunakan mekanisme coping seperti penyangkalan (denial) dan proyeksi.

d. Sosial ekonomi dan pendidikan

Penelitian Schwart dan Gottman (1976) menemukan bahwa faktor sosial, ekonomi dan intelegensi beperngaruh pada perilaku asertif. Individu yang mempunyai status sosial ekonomi dan intelegensi tinggi maka pada umumnya akan tinggi pula perilaku aserifnya. Pendidikan menentukan apakah seseorang dapat melakukan tugas-tugas pada masa hidupnya.

B. Remaja Akhir

1. Pengertian masa remaja

Menurut Stanley Hall (Dariyo, 2004) masa remaja dianggap sebagai masa topan badai dan stres (storm and stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggung

(32)

jawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tidak memiliki masa depan baik.

Masa remaja adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Pendapat yang sama juga dikemukakan Neidhart (dalam Gunarsa, 1986) yang mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak ke masa dewasa, dimana ia harus dapat berdiri sendiri.

Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia atau WHO (World Health Organization) remaja didefinisikan secara konseptual dengan menggunakan tiga kriteria, yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi (Sarwono, 2000). Definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Masa remaja merupakan masa peralihan. Dalam setiap periode peralihan status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan (Hurlock, 1994). Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Remaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib sendiri, mengatasi masalah-masalahnya sendiri,

(33)

namun belum mempunyai kemampuan yang mendukung karena sepanjang masa kanak-kanak, masalah sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru. Karena ketidakmampuan mereka untuk mengatasi sendiri masalahnya menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.

Ditinjau dari segi perkembangan biologis, yang dimaksud masa remaja adalah mereka yang berusia 12 sampai dengan 21 tahun (Zulkifli, 1992). Usia 12 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang gadis, yang disebut remaja kalau mendapat menstruasi (datang bulan) yang pertama. Sedangkan 13 tahun merupakan awal pubertas bagi seorang pemuda ketika ia mengalami mimpi basah yang pertama, yang tanpa disadarinya mengeluarkan sperma.

Penggolongan masa remaja menurut Thornburg (Dariyo, 2004) terbagi dalam tiga tahap, yaitu:

a. Remaja awal, berusia antara 13-14 tahun b. Remaja tengah, berusia antara 15-17 tahun c. Remaja akhir, berusia antara 18-21 tahun.

Masa remaja awal umumnya individu telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama (SLTP), sedangkan masa remaja tengah, individu sudah duduk di sekolah menengah atas (SMU). Kemudian, mereka yang tergolong remaja akhir, umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan subyek penelitian remaja yang tergolong remaja akhir. Pada masa remaja akhir perkembangan

(34)

fisik telah mengalami penyempurnaan kematangan yang penuh, namun perkembangan sosial dan perkembangan psikis (termasuk emosi di dalamnya) terus menerus terjadi hingga dewasa awal (Sri Rumini & Siti Sundari, 2004). Selain itu dalam masa remaja akhir merupakan masa periode kritis atau critical period dalam berbagai hal yaitu; sosial, pribadi, dan moral. Perkembangan yang telah dimiliki sejak masa remaja awal akan dimantapkan menjadi dasar memandang diri dan lingkungannya untuk masa selanjutnya. 2. Tugas perkembangan pada masa remaja

Tugas-tugas perkembangan (development tasks), yakni tugas-tugas/kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Dari sejak di kandungan, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, sampai dewasa akhir, setiap individu harus melakukan tugas itu (Dariyo, 2004).

Tugas-tugas perkembangan juga merupakan petunjuk-petunjuk yang memungkinkan seseorang mengerti dan memahami apa yang diharapkan atau di tuntut oleh masyarakat dan lingkungan lain terhadap seseorang dalam usia-usia tertentu (Mappiare, 1982). Selain itu juga merupakan petunjuk bagi seseorang tentang apa dan bagaimana yang diharapkan daripadanya pada masa yang akan dating, jika dia kelak telah mencapainya.

Tugas-tugas perkembangan dalam masa remaja menurut Robert Havighurst (Sarlito, 2000) adalah sebagai berikut :

(35)

b. Menerima hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya dari jenis kelamin yang mana pun.

c. Menerima peran jenis kelamin masing-masing (laki-laki atau perempuan). d. Berusaha melepaskan diri dari ketergantungan emosi terhadap orang tua

dan orang dewasa lainnya. e. Mempersiapkan karir ekonomi.

f. Mempersiapkan perkawinan dan kehidupan berkeluarga. g. Merencanakan tingkah laku sosial yang bertanggung jawab.

h. Mencapai sistem nilai dan etika tertentu sebagai pedoman tingkah lakunya. Semua tugas perkembangan pada masa remaja dipusatkan pada pusaka penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa (Hurlock, 1994).

C. Perilaku Asertif Pada Remaja Akhir

Salah satu persoalan yang dialami remaja adalah banyak para remaja masih merasa takut, malu untuk mengemukakan pendapatnya secara terbuka. Para remaja lebih cenderung untuk mengambil sikap diam dan duduk manis daripada mau berdialog, berdebat dengan guru ataupun teman-temannya.

Bagi para remaja sikap dan perilaku asertif sangatlah penting karena beberapa alasan sebagai berikut: pertama, sikap dan perilaku asertif akan memudahkan remaja tersebut bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan seusianya maupun di luarnya lingkungannya secara efektif. Kedua, dengan kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan

(36)

diinginkannya secara langsung, terus terang maka para mahasiswa bisa menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman akibat menahan dan menyimpan sesuatu yang ingin diutarakannya. Ketiga, dengan memiliki sikap asertif, maka para mahasiswa dapat dengan mudah mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai kesulitan atu permasalahn yang dihadapinya secara efektif, sehingga permasalahan itu tidak akan menjadi beban pikiran yang berlarut-larut. Keempat, asertivitas akan membantu para siswa untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya, memperluas wawasannya tentang lingkungan, dan tidak mudah berhenti pada sesuatu yang tidak diketahuinya (memiliki rasa keingintahuan yang tinggi). Kelima, asertif terhadap orang lain yang bersikap atau berperilaku kurang tepat bisa membantu remaja yang bersangkutan untuk lebih memahami kekurangannya sendiri dan bersedia memperbaiki kekurangan tersebut.

Perlunya perilaku asertif ini ditanamkan sejak dini bagi para remaja karena asertivitas bukan merupakan sesuatu yang lahiriah tetapi lebih merupakan pola sikap dan perilaku yang dipelajari sebagai reaksi terhadap berbagai situasi sosial yang ada di lingkungan. Perlaku asertif ini dalam kenyataannya berkembang sejalan dengan usia seseorang, sehingga penguasaan sikap dan perilaku pada periode-periode awal perkembangan akan memberikan dampak yang positif bagi periode-periode selanjutnya.

Beberapa ciri yang bisa dilihat dari seorang individu yang asertif antara lain (Alberti & Emmons): pertama, mengembangkan kesetaraan dalam hubungan interpersonal dimana kedua belah pihak berdiri diatas dasa yang

(37)

sama, dengan menyeimbangkan kekuatan sehingga tidak ada pihak yang menang atau kalah. Kedua, berbuat menurut kepentingan yang dianggap baik. Ketiga, mempertahankan hak pribadi. Keempat, mengekspresikan perasaan secara terbuka dan dengan perasaan senang. Kelima, menggunakan hak-hak pribadi sebagai warganegara, konsumen, anggota organisasi, sekolah, kelompok kerja, partisipan dalam even public untuk menyampaikan pendapat, perubahan kerja tanpa memungkiri bahwa orang lain juga mempunyai hak-hak yang sama. Keenam, tidak menyangkal kebenaran dari orang lain.

Jadi, perilaku asertif adalah kemampuan untuk mengungkapkan pendapat, perasaan, hak-hak serta kebutuhan tanpa menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain, antara lain dengan memberikan dan menerima afeksi, memberi pujian, mampu memberi dan menerima kritik, memberi atau menolak permintaan, kemampuan mendiskusikan masalah, beragumentasi, serta berorganisasi.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui “Bagaimana Kecenderungan Perilaku Asertif pada Remaja Akhir di Yogyakarta?”

(38)

22 A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif. Menurut Sugiyono (2006) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap suatu objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagai mana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku secara umum. Penelitian ini akan mengungkap perilaku asertif pada remaja akhir untuk mengetahui berapa besar tingkat perilaku asertif berdasarkan skor setiap aitem pada skala perilaku asertif yang disusun sendiri oleh peneliti.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu variabel perilaku asertif.

C. Definisi Operasional

Perilaku asertif adalah kemampuan untuk mengungkapkan pendapat-pendapat, perasaan-perasaan, hak-hak serta kebutuhan-kebutuhan tanpa menyinggung atau menyakiti perasaan orang lain, antara lain dengan memberikan dan menerima afeksi, memberi pujian, mampu memberi dan menerima kritik, memberi atau menolak permintaan, kemampuan

(39)

mendiskusikan masalah, beragumentasi, serta berorganisasi.

Kecenderungan perilaku asertif dalam penelitian akan diungkap dengan skala perilaku asertif yang disusun berdasarkan aspek-aspek perilaku asertif yang meliputi:

a. Kemampuan berkata ”tidak”

Merupakan keberanian dalam diri untuk mengatakan “tidak” jika tidak sesuai dengan pikiran dan perasaan, tanpa menyinggung perasaan orang lain. Mampu menolak permintaan orang lain tanpa disertai rasa cemas atau takut.

b. Kemampuan untuk meminta pertolongan atau bantuan pada orang lain jika sedang membutuhkannya.

Merupakan sikap terbuka, apa adanya atau sikap jujur terhadap orang lain tanpa basa-basi untuk meminta pertolongan ketika sedang terjadi konflik dengan orang lain sehingga mereka bersedia untuk mencari penyelesaian yang dapat memuaskan kedua belah pihak c. Kemampuan mengungkapkan perasaan

Merupakan kemampuan untuk mengungkapkan semua yang ada dalam pikirannya maupun yang sedang dirasakannya, dengan menunjukan ketidak setujuan atau kesetujuan secara terbuka dan langsung tanpa menyakiti perasaan orang lain.

d. Kemampuan memulai pembicaraan dan mengakhirinya

Merupakan kemampuan komunikasi dari mengawali pembicaraan serta mengakhiri pembicaraan tanpa ada keraguan.

(40)

e. Kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi sebagai warganegara.

Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek pada skala perilaku asertif, menunjukkan semakin tinggi perilaku asertif subjek penelitian. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh pada skala perilaku asertif, menunjukkan semakin rendah perilaku asertif subjek penelitian.

D. Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja akhir dengan batasan usia antara 18-21 tahun di Yogyakarta. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan di beberapa tempat rumah kontrakan dan kost di Yogyakarta, yaitu di daerah Sleman, Bantul dan DIY. Hal ini dilakukan agar subjek penelitian yang diperoleh lebih bervariasi.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan adalah metode angket atau skala. Skala merupakan daftar pertanyaan yang diberikan atau dikirim kepada orang yang dimintai keterangan tentang dirinya, bagaimana keadaanya, pendapatnya, dan keyakinan. Penelitian ini menggunakan skala tunggal yaitu skala perilaku asertif.

Skala ini bertujuan untuk mengetahui tingkat asertivitas remaja. Skala perilaku asertif merupakan skala yang disusun sendiri oleh peneliti dengan aspek-aspek meliputi:

(41)

a. Kemampuan berkata ”tidak”

b. Kemampuan untuk meminta pertolongan c. Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan d. Kemampuan memulai dan mengakhiri pembicaraan e. Kemampuan mempertahankan hak-hak pribadi

Skala perilaku asertif menggunakan skala yang disusun oleh peneliti yang terdiri dari 62 item.

Tabel 1

Spesifikasi Skala Perilaku Asertif

Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah

Kemampuan berkata ”tidak” 8, 12, 14, 44, 49, 55 2, 3, 10, 22, 25, 34 12 Kemampuan untuk meminta pertolongan 16, 19, 21, 27, 46, 58 15, 31, 24, 30, 32, 43 12 Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan 7, 26, 29, 35, 52, 59 28, 36, 40, 47, 51, 54 12 Kemampuan memulai dan mengakhiri pembicaraan 17, 39, 42, 48, 57, 61 6, 13, 20, 33, 53, 60 12 Kemampuan

memperta-hankan hak-hak pribadi

4, 9, 37, 38, 41, 45, 50 1, 5, 11, 18, 23, 56, 62 14 Total 31 31 62

Skala Perilaku Asertif, menggunakan model penskalaan Likert atau metode rating yang dijumlahkan (Gable dalam Azwar, 1999). Untuk setiap skala diberikan kategori empat jawaban. Masing-masing item akan diberi penilaian 4, 3, 2, 1 untuk SS (Sangat Sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), STS (Sangat Tidak Sesuai) untuk jawaban subjek pada item yang bersifat favorabel. Sebaliknya, untuk pernyataan yang bersifat unfavorabel akan digunakan penilaian 4, 3, 2, 1 untuk STS (Sesuai), TS (Tidak Sesuai), S (Sesuai), SS (Sangat Sesuai).

(42)

F. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dapat melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2000). Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas isi (content validity). Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional profesional judgment(Azwar, 2000).

Validitas ini untuk mengetahui sejauh mana item-item tes mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur (aspek representatif) dan sejauh mana item-item tes mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi). Tipe validitas ini ada dua yaitu validitas muka dan validitas logik. Validitas muka adalah validitas yang didasarkan pada penilaian terhadap format penampilan tes. Validitas muka terpenuhi jika penampilan tes meyakinkan dan memberi kesan mampu mengungkapkan aspek yang hendak diukur. Validitas logik menunjuk pada sejauh mana isi tes mewakiri ciri-ciri atribut yang hendak diukur sebagaimana telah ditetapkan dalam kawasan ukurnya (Azwar, 2000).

2. Reliabilitas

Suatu alat ukur disebut mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya, jika alat ukur itu mantap, stabil, dapat diandalkan (dependentability) dan dapat diprediksi (predictability). Artinya, jika alat ukur tersebut digunakan berkali-kali akan memberikan hasil yang serupa (Azwar, 2000). Reliabilitas alat ukur diketahui dengan menggunakan

(43)

formula Alpha (Cronbach’s) dengan bantuan perangkat lunak komputer SPSS 13.0 for Windows.

G. Uji Coba Penelitian 1. Pelaksanaan Uji Coba

Uji coba pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Juni sampai 5 Juni 2009. Penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan skala perilaku aserif pada remaja yang berusia 18-21 tahun di beberapa tempat di Yogyakarta, antara lain di daerah Blok O, Jl. Kaliurang, Jembatan Merah, Sorowajan, Jl. Gejayan, Condong Catur dan Seturan.

2. Hasil Uji Coba

Uji coba alat ukur bertujuan untuk melihat kesahihan item butir alat ukur dan reliabilitas alat ukur yang kemudian akan digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian. Uji kesahihan item dilakukan dengan menggunakan koefisien korelasi item-total (rxy) dengan harga r tabel sebesar 0,3 pada

taraf kesalahan 5% dengan taraf kepercayaan 95% pada sejumlah 50 responden.

Uji kesahihan item pada skala perilaku asertif menggunakan program SPSS versi 13.00. Hasil uji kesahihan item skala perilaku asertif diperoleh koefisien korelasi yang bernilai antara -0,190 sampai dengan 0,623. Terdapat 8 aitem butir yang gugur dari 62 butir aitem yang diujicobakan yaitu item nomor 14, 18, 27, 31 45, 51, 59, dan 60. Jumlah item yang sahih dari skala perilaku asertif adalah sebanyak 54 item, agar

(44)

semua aspek mempunyai jumlah item yang sama maka sebanyak 4 item dikeluarkan dari analisis.

Tabel 2

Distribusi Item Skala Perilaku Asertif Pada Saat Uji Coba

Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah

Kemampuan berkata ”tidak” 8, 12, 14*, 44, 49, 55 2, 3, 10, 22, 25, 34 12 Kemampuan untuk meminta pertolongan 16, 19, 21, 46, 58 27*, 15, 32, 4331*, 24, 30, 12 Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan 7, 26, 29, 35, 52, 59* 28, 36, 40, 47, 51*, 54 12 Kemampuan memulai dan mengakhiri pembicaraan 17, 39, 42, 48, 57, 61 6, 13, 20, 33, 53, 60* 12 Kemampuan

memperta-hankan hak-hak pribadi

4, 9, 37, 38, 41, 45*, 50 1, 5, 11, 18*, 23, 56, 62 14 Total 31 31 62

Keterangan : *item yang gugur

Hasil uji reliabilitas skala perilaku asertif diperoleh nilai koefisien

reliabilitas (α) sebesar 0,943 yang diujikan pada 50 responden dengan 50 jumlah item butir kuesioner.

Tabel 3

Distribusi Item Skala Perilaku Asertif Setelah Uji Coba

Aspek Favorabel Unfavorabel Jumlah

Kemampuan berkata ”tidak” 8, 12,39, 43, 47 2, 3, 10, 20, 23 10 Kemampuan untuk meminta pertolongan 15, 17, 19,40, 48 14,22, 27, 28, 38 10 Kemampuan untuk mengungkapkan perasaan 7, 24, 26, 30, 44 25, 31, 35, 41, 45 10 Kemampuan memulai dan

mengakhiri pembicaraan

16, 34, 37, 42, 49 6, 13, 18, 29, 46 10 Kemampuan

memperta-hankan hak-hak pribadi 4, 9, 32, 33, 36 1, 5, 11, 21, 50 10

(45)

H. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai variabel yang diteliti (Hadi, 1997).

(46)

30 A. Pelaksanan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan dengan membagikan skala penelitian, yakni skala Perilaku Asertif kepada responden yang berusia 18-21 tahun yang sedang menempuh pendidikan SI ataupun D III (mahasiswa) dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta, antara lain dari Amikom, Akprind, UII, Universitas Sanata Dharma, Universitas Atma Jaya, UGM, UMY, STIPER, ISI dan Universitas Mercu Buana. Proses pengambilan data penelitian dilakukan pada beberapa tempat di Yogyakarta supaya subjek penelitian yang diperoleh lebih bervariasi.

Skala Perlaku Asertif dibagikan kepada responden pada tanggal 15 - 21 Juni 2009. Waktu yang dibutuhkan dalam pengambilan data penelitian sebenarnya bisa lebih cepat, namun ada beberapa responden yang menunda waktu pengembalian skala penelitian. Peneliti juga dibantu beberapa teman dan kerabat dalam pengambilan data. Sebelum melakukan tugasnya, mereka diberikan pengarahan terlebih dahulu di tempat yang terpisah, mengenai skala penelitian, subjek penelitian, dan cara memberikan skala penelitian. Pengambilan data penelitian secara keseluruhan dilakukan di Kost Puteri Seruni Jl. Wahid Hasyim, Kost Puteri Anggrek di Perum Candi Indah, Kost Puteri Puri Christy, beberapa rumah kontrakan di Jl.Gejayan, Jl.Tamansiswa, Jl. Kaliurang Km.4.5, Condong Catur, beberapa rumah kontrakan di daerah Gejayan, Blok O, Sorowajan, Miliran,

(47)

dan Jembatan Merah. Sebelum dilakukan pemilihan tempat penelitian, peneliti melakukan survey terlebih dahulu. Tempat-tempat penelitian tersebut dipilih untuk memperoleh subjek penelitian yang bervariasi. Pertimbangan-pertimbangan tersebut dilakukan sebagai syarat agar data penelitian dapat dianalisis.

Skala yang dibagikan kepada responden berjumlah 60 buah, namun hanya 57 skala yang kembali dan 5 skala tidak dapat dianalisis karena tidak memenuhi kriteria penelitian, sehingga jumlah skala yang dapat dianalisis adalah 52 buah dan subjek penelitian yang di butuhkan adalah 50.

B. Deskripsi Subjek Penelitian 1. Jenis Kelamin

Deskripsi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4

Deskripsi Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 17 34%

Perempuan 33 66%

Jumlah 50 100%

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa responden terbanyak adalah mahasiswa perempuan yaitu sebanyak 66%, sedangkan sisanya adalah responden mahasiswa laki-laki sebanyak 34%.

2. Usia

Deskripsi subyek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut.

(48)

Tabel 5. Deskripsi Usia

No Usia Jumlah Persentase

1 18 tahun 14 28%

2 19 tahun 21 42%

3 20 tahun 11 22%

4 21 tahun 4 8%

Jumlah 50 100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa responden berusia 19 tahun merupakan responden terbanyak yaitu sebanyak 42%. Responden yang berusia 18 tahun sebanyak 28%, responden yang berusia 20 tahun sebanyak 22%, dan responden yang berusia 21 tahun merupakan responden paling sedikit yaitu sebanyak 8%.

C. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data variabel perilaku asertif disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 6

Tabel Deskripsi Data Penelitian

Skala Mean SDTeoritisMin Max Mean EmpirisSD Min Max Perilaku

Asertif 125 25 50 200 134,54 12,74 112 166

Mean teoritis adalah rata-rata skor ideal hasil penelitian, sedangkan mean empiris merupakan hasil rata-rata skor data penelitian. Selanjutnya dilakukan perbandingan antara mean empiris dengan mean teoritis pada skala perilaku asertif untuk mengetahui tingkat perilaku asertif dari subjek penelitian. Hasil analisis dari skala perilaku asertif diperoleh nilai mean teoritis sebesar 125 dan nilai mean empiris sebesar 134,54. Hasil ini juga

(49)

menunjukkan bahwa rata-rata perilaku asertif responden penelitian termasuk dalam kategori tinggi karena mean empirik lebih besar dari mean teoritik.

D. Analisis Data dan Hasil Penelitian

Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Sebelum melakukan analisis data untuk terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Pelaksanaan uji normalitas dilakukan dengan SPSS for Windows Version 13.00.

Uji Normalitas

Uji normalitas yang dimaksud untuk mengetahui data variabel penelitian berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas menggunakan teknik analisis Kolmogorov-Smirnov dan untuk perhitungannya menggunakan program SPSS 13 for windows.

Tabel 7

Ringkasan Uji Normalitas

Variabel KSZ P Keterangan

Perilaku Asertif 0,890 0,407 Normal

Sebaran data pada variabel perilaku asertif mempunyai nilai probabilitas (P) sebesar 0,407 atau nilainya lebih dari 0,05 (P>0,05), maka dapat dikatakan variabel remaja berperilaku asertif berdistribusi normal.

(50)

E. Kategorisasi Skor Skala

Data hasil penelitian dapat dikategorisasikan dalam lima kelompok kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Pengkategorian tersebut didasarkan pada nilai rerata dan simpangan baku pada masing-masing variabel penelitian. Kategorisasi tersebut disajikan berikut ini:

Skala perilaku asertif terdiri dari 50 item yang masing-masing mempunyai skor 1, 2, 3 dan 4.

X minimum teoritik : 50 x 1 = 50 X maksimum teoritik : 50 x 4 = 200 Range : 200 – 50 = 150 SD : 150 = 25 6 Mean : 50 + 200 = 125 2 Tabel 8.

Kategorisasi Skor pada Skala Perilaku Asertif

Kategori Interval Skor Frekuensi Persen

Sangat Tinggi 163 - 200 2 4% Tinggi 138 – 162 21 42% Sedang 113 – 137 24 48% Rendah 88 – 112 3 6% Sangat Rendah 50 – 87 - -Total 50 100%

Hasil kategorisasi skala perilaku asertif menunjukkan sebanyak 4% subyek termasuk dalam kategori sangat tinggi, sebanyak 42% termasuk

(51)

dalam kategori tinggi, sebanyak 48% dalam kategori sedang, dan sebanyak 6% dalam kategori rendah dan tidak ada yang dalam kategori rendah. Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai perilaku asertif yang sedang cenderung tinggi.

F. Pembahasan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mencoba menjawab masalah penelitian yaitu mengetahui kecenderungan perilaku asertif pada remaja akhir di Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden mempunyai perilaku asertif yang tinggi yaitu sebesar 42% dan sedang yaitu sebesar 48%. Maka hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa kecenderungan perilaku asertif oleh remaja akhir di Yogyakarta termasuk dalam kategori sedang menuju tinggi.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya perilaku asertif pada remaja akhir adalah yang pertama dari faktor usia. Menurut Burhmester usia merupakan salah satu faktor yang turut menentukan munculnya perilaku asertif, dimana pada masa remaja perilaku asertif menjadi lebih berkembang. Remaja lebih bisa berperilaku asertif daripada anak kecil karena pada masa remaja struktur kognitif sudah terbentuk. Dengan bertambahnya usia remaja, maka pengalaman yang didapat oleh remaja tersebut akan semakin banyak. Remaja akan belajar dengan teman sebaya maupun dengan orang yang lebih tua untuk bagaimana berperilaku asertif yang baik (Buhrmester, 1990). Dalam penelitian ini, usia subjek berkisar antara 18-21 tahun dengan prosentase

(52)

terbesar pada umur 19 tahun. Pada masa ini subjek memasuki fase perkembangan remaja dimana kemampuan berpikir kognitif sudah terbentuk, sehingga mempengaruhi subjek untuk berperilaku asertif.

Faktor lainnya yaitu strategi coping. Strategi coping adalah suatu bentuk penyesuaian diri yang melibatkan unsur-unsur kognisi dan afeksi dari seseorang guna mengatasi suatu permasalahan yang datang pada dirinya. Menurut Massong (1982) strategi coping yang di gunakan oleh remaja, dapat mempengaruhi tingginya tingkat keasertivan mereka. Dengan kata lain remaja yang menggunakan mekanisme coping yang efektif dan adaptif dalam menyelesaikan suatu permasalahan akan lebih asertif di banding dengan remaja yang menggunakan mekanisme coping seperti penyangkalan (denial) dan proyeksi.

Selain itu faktor sosial, ekonomi dan pendidikan juga memepengaruhi perilaku asertif. Penelitian Schwart dan Gottman (1976) menemukan bahwa faktor sosial, ekonomi dan intelegensi bepengaruh pada perilaku asertif. Individu yang mempunyai status sosial, ekonomi dan intelegensi tinggi maka pada umumnya akan tinggi pula perilaku asertifnya. Pendidikan juga menentukan apakah seseorang dapat melakukan tugas-tugas pada masa hidupnya. Dalam penelitian ini, subjek penelitian adalah remaja akhir yang sedang duduk di perguruan tinggi, sehingga latar belakang pendidikan subjek juga bisa mempengaruhi perilaku asertif.

Dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku asertif tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur kognisi berperan aktif dalam membentuk perilaku

(53)

asertif. Pada masa remaja akhir terjadi perkembangan kognisi sosial (Desmita). Menurut Dacey & Kenny (Desmita, 2005) yang dimaksud dengan kognisi sosial adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam hubungan interpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman, serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan mereka.

Menurut sejumlah ahli psikologi perkembangan, keterampilan-keterampilan kognitif baru yang muncul pada masa remaja ini mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan kognisi sosial mereka, karena itu remaja perlu bimbingan dan diarahkan oleh tokoh otoritas atau kaum profesional, sehingga berkembang dengan baik kemajuan hidupnya di masa depan (Dariyo, 2004).

Kecenderungan perilaku asertif remaja akhir dalam penelitian ini adalah tinggi, dapat dijelaskan bahwa subjek penelitian adalah remaja akhir yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi (mahasiswa), dimana mereka terpola untuk berpikir kritis, mengalami proses belajar dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Dalam proses pendidikan tersebut kemampuan kognisi remaja semakin terlatih, sehingga mereka mampu untuk kritis dan berperilaku asertif.

Selain itu remaja pada dasarnya telah mempunyai pengetahuan akademik yang cukup untuk mencari jawaban atas permasalahan. Pengetahuan akademik ini membutuhkan penguasaan terhadap materi yang ada dan permasalahan yang dihadapi. Sehingga dapat dikatakan bahwa subjek untuk

(54)

dapat berperilaku asertif dituntut memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai materi perilaku asertif itu sendiri. Hal ini berarti diperlukan kemampuan untuk menyerap pengetahuan yang memadai dan hal ini telah dimiliki oleh sebagian besar mahasiswa.

Pengetahuan yang diperoleh di bidang akademik ini dapat berperan dalam pembentukan perilaku asertif remaja yang diindikasikan dari kemampuan untuk berkata ”tidak”, meminta pertolongan, mengungkapkan perasaan, memulai dan mengakhiri pembicaraan, serta mempertahankan hak-hak pribadi.

(55)

39 A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan perilaku asertif pada remaja akhir termasuk dalam kategori tinggi.

B. Keterbatasan

1. Pengambilan data sampling kurang tepat yaitu masih terbatas pada daerah-daerah tertentu sehingga belum bisa mewakili populasi penelitian.

2. Alat ukur kurang mengontrol variabel yang mempengaruhi perilaku asertif.

C. Saran

1. Bagi remaja, remaja diharapkan mampu mempertahankan perilaku asertif yang sudah ada dalam ruang lingkup kehidupan yang lebih luas.

2. Bagi peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan membuat skala ukur yang lebih baik, sehingga dapat menggeneralisasikan hasil yang diinginkan.

(56)

40

Alberti, Robert. & Michael. E. 1987. Your Perfect Right. San Luis Obis California : Impact

Atkinson, R.L. 2002. Pengantar Psokolgi. Batam : Interaksara

Azwar. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar

Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor : Ghalia Indonesia Cawood, D. 1997. Manajer Yang Asertif. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Hadi, S. 1984. Metodologi Riset(jilid III). Yogyakarta : Andi Offset.

Hariwijaya, M. 2005.Tes Kecerdasan Emosional. Yogyakarta : Andi Offset Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

---. 1999. Psikologi Perkembangan. Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Penerbit Erlangga

Lyod, S.R. 1991. Mengembangkan Perilaku Asertif yang Positif. Jakarta : Binarupa Aksara

Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional

Santosa, Jaka. 1999. Peran Orang Tua Dalam Mengajarkan Asertivitas Pada Remaja.Surabaya : Anima, Indonesia Psychological Journal, vol. 15-01, No. 1

Sarlito, W. 2000. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada

Schwart, R.M & J.M. Gottman. 1976. Toward a Task Analysis of Assertive Behavior. Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol. 44 No.6 Setiono, V & Pramadi, A. (2005).Pelatihan Asertivitas dan Peningkatan Perilaku

Asertif Pada Siswi-siswi SMP. Surabaya : Anima, Jurnal Psikologi. Vol 26, No. 2

Sugiyono, (2005) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Alfabeta. Bandung.

(57)

Townend A. 1993. Developing Assertiveness. London : Routledge

Zulkifli, L. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

(58)

42

-

Data Uji COBA

-

RELIABILITAS

-

ANALISIS DESKRIPSI DATA

-

DATA PENELITIAN

(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)

Gambar

Tabel 5. Deskripsi Usia

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara pola asuh orang tua yang demokratis dengan tingkat asertivitas pada remaja akhir.. Subyek penelitian ini adalah 100

Pola asuh otoriter menurut Hurlock (2006) bahwa orangtua yang mendidik anak dengan menggunakan pola asuh otoriter memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: orangtua

Hasil penelitian pola asuh ibu pada anak prasekolah di TKIT AL FARABI Yogyakarta.sebagian besar ibu memberikan pola asuh pada anaknya dengan pola asuh Authoritative

Hasil penelitian 10 artikel Literature review yang membahas tentang pola asuh orang tua demokratis yang lebih sedikit mengalami depresi dibandingkan pola asuh otoriter,

Kepercayaan diri pada remaja akhir dari pola asuh orang tua demokratis lebih besar daripada kepercayaan diri pada remaja akhir dari pola asuh permisif dan pola

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara religiusitas dan pola asuh demokratis dengan perilaku seksual pada remaja di SMK “X”

Penelitian ini sejalan dengan Lianasari (2014), pola asuh orang tua dengan konsep diri remaja sebagian besar adalah pola asuh demokratis yaitu sebanyak 63 orang (81,8%), sedangkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1 Pola asuh ibu dengan anak usia 2-3 tahun di Desa Gumpang adalah pola asuh demokratis; 2 Anak usia 2-3 tahun di Desa Gumpang mengalami picky eating