1 BAB 1
A. LATAR BELAKANG
[...] Dewasa ini, rasanya keluarga menjadi
„terpisah-pisah‟ dalam pilihan bacaan. Bila si ibu sudah memilih majalah wanita, si bapak biasanya agak ragu ikut:
jangan-jangan dia harus memperhatikan soal kecantikan melulu! Lalu si bapak pun lebih baik membaca koran atau majalah berita, untuk mendapatkan informasi atau
keadaan politik.1
Kutipan di atas merupakan pengantar yang diberikan Goenawan Mohamad pada penerbitan perdana majalah Zaman di pertengahan Oktober 1979. Goenawan Mohamad berkesimpulan bahwa diperlukan sebuah majalah keluarga, yang dengan cukup membeli sebuah majalah, maka seluruh isi rumah, bapak, ibu,
anak bahkan asisten rumah tangga bisa membacanya.2 Jadi tidak
perlu lagi membeli secara terpisah-pisah. Umpamanya, ibu
membeli majalah wanita3, bapak membaca majalah berita dan
politik, dan anak menikmati majalahnya sendiri.
1Goenawan Mohamad, Zaman, No. 1 Oktober 1979 dalam
Kurniawan Junaedhi, Rahasia Dapur Majalah di Indonesia
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), hlm 179.
2 Ibid
3Oleh sebagian feminis, terjadi political correctness dalam
penggunaan kata “wanita” atau “perempuan”. Kata “wanita”
dianggap sebagai akronim dari wani ditoto, berani diatur. Karena
2 Majalah merupakan salah satu produk pers. Berbeda dengan surat kabar yang terbit harian, majalah terbit secara berkala dengan menggunakan kertas sampul. Berdasarkan waktu penerbitannya, majalah dibagi menjadi bulanan, dwi mingguan dan mingguan. Berdasarkan isinya, majalah dibedakan menjadi dua: pertama, majalah umum, yaitu majalah yang memuat
tulisan-tulisan dengan tema politik, kebudayaan, fiksi,
pengetahuan umum, olah raga, seni dan lain-lain. Kedua, majalah khusus, yaitu majalah yang hanya memuat tulisan-tulisan dengan tema tertentu seperti majalah wanita, majalah humor, majalah
keluarga dan lain-lain.4
Antara tahun 1960an hingga 1980an terbit banyak majalah dan tabloid keluarga. Bukan sekedar majalah umum yang menghadirkan rubrik anak-anak dan wanita, tetapi majalah yang
terang-terangan mengaku sebagai majalah keluarga, seperti Star
Weekly yang terbit pada tahun 1950an dengan pimpinan umum “wanita‟ dengan „perempuan”. Kata “perempuan” dijelaskan berasal dari “per-empu-an”, artinya yang diempukan. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka yang secara militan berjuang mengganti kata “wanita” dengan “perempuan”. Skripsi ini seluruhnya menggunakan kata “wanita” daripada “perempuan” dikarenakan pada periode 1950 - 1960-an, kata ”wanita” lebih jamak digunakan. Untuk melihat perdebatan tentang persoalan
ini, lihat majalah Tempo 20 April 2009, Perempuan dan Wanita
oleh Qaris Tajudin dan majalah Tempo 15 Desember 2014,
Herstory dan Perjuangan Emapnsipasi dan 4 April 2016, Political Correctness oleh Ayu Utami.
3
Khoe Woen Sioe. Majalah Mutiara terbit pada tahun 1966 oleh
kelompok penerbit Sinar Harapan. Majalah dwi mingguan Dewi
yang terbit di Jakarta pada tahun 1977. Bersamaan dengan itu
terbit pula Majalah AyahBunda pada tahun 1977 dari kelompok
Femina. Pada pertengahan Oktober 1979 terbit majalah Zaman dengan motto “Majalah untuk Seluruh Keluarga” dari kelompok PT Grafitti Pers. Majalah Cempaka yang terbit di Semarang pada April
1989.5
Merunut sejarah pers nasional yang panjang, Madjalah
Keluarga6 merupakan majalah keluarga pertama yang terbit di Indonesia. Terbit pada Desember 1952 oleh Siti Alimah Latip.
Sebelum menerbitkan Keluarga, Siti Alimah Latip menerbitkan
majalah wanita bernama Doenia Kita pada tahun 1938.
Sayangnya, pada penjajahan Jepang, majalah tersebut dilarang terbit. Pasca revolusi, Siti Alimah Latip terdorong untuk
menghidupkan kembali Doenia Kita dengan nama baru, yaitu
Keluarga. Kali ini bukan hanya sebagai bacaan untuk wanita,
tetapi juga keluarga, dengan motto “Madjalah Bulanan untuk Ibu,
Bapa dan Anak”. Pada edisi pertama Keluarga, Siti Alimah Latip
5 Ibid., hlm 180-186.
6Dalam beberapa publikasi, Madjalah Keluarga sering
4
menyampaikan bahwa tujuan dihidupkannya kembali Doenia Kita
dengan nama Keluarga, yaitu:
“[...] Untuk memberi petundjuk kepada keluarga Indonesia dalam perdjuangan hidupnja, baik mengenai
rumah tangganja, kesehatannja, kebudajaannja,
pendidikannja, maupun mengenai hal-hal jang tidak langsung mempengaruhi hidupnja, maka kita terbitkan madjalah Keluarga ini.”
Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949 secara resmi menyerahkan kedaulatan atas Indonesia kepada RIS (Republik Indonesia Serikat), sebuah negara federal yang didirikan Belanda. Negara federal ini hanya bertahan dalam beberapa minggu, karena banyaknya dukungan dari kalangan pro-Republik. Pada peringatan proklamasi kemerdekaan ke lima pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan. Revolusi politik selesai sudah. Seluruh struktur konstitusional pada tahun-tahun Revolusi dihapuskan. RIS digantikan oleh Republik Indonesia dengan
konstitusi kesatuan. 7
Sejak pengakuan kedaulatan oleh Belanda hingga diberlakukannnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia mengalami periode yang disebut sebagai periode pers liberal. Periode ini ditandai dengan gaya penulisan berita dan tajuk rencana yang bebas sedangkan segi komersilnya tidak
7M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200 -2008,
5 dipedulikan. Siapa saja, golongan atau ideologi politik manapun, asalkan memiliki kemampuan finansial, diperbolehkan melakukan penerbitan pers, tanpa perlu memita izin kepada lembaga tertentu. Hal ini dikarenakan Pasal 19 UUD Sementara yang menjamin kebebasan berpendapat, yang isinya: “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat”. Maka melalui penerbitan pers, tiap orang bebas mengutarakan pendapat
dan gagasannya. 8
Meski pers pada masa tersebut mengalami euphoria, Jamie Mackie menyebut periode antara tahun 1940-an hingga 1960-an sebagai periode kemandekan atau kemerosostan ekonomi nasional. Kondisi ini bermula dari runtuhnya ekonomi yang terjadi sejak tahun 1930-an ketika Depresi Ekonomi menggoncang Hindia Belanda, kemudian dilanjutkan dengan penjajahan Jepang, perang kemerdekaan, revolusi dan perang sipil. Rangkaian peristiwa tersebut menimbulkan kehancuran struktural yang berdampak pada kinerja ekonomi nasional. Selain menghancurkan ekonomi nasional, rangkaian peristiwa pada periode tersebut melahirkan trauma yang mendalam dan akibat-akibat setelahnya
8Kurniawan Junaedhi, Ensiklopedi Pers Indonesia, (Jakarta:
6 membekas selama 20 tahun pertama kemerdekaan, baik pada
tingkat negara maupun masyarakat.9
Madjalah Keluarga yang terbit pada periode 1950-an membawa semangat modernitas. Kata-kata seperti kemajuan dan modern seringkali muncul dalam artikel yang terbit. Hal ini wajar karena periode 1950-an merupakan periode dimana menjadi Indonesia adalah menjadi modern. Ada kegembiraan dalam
menyambut hal-hal yang baru.10
B. PERMASALAHAN DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penulisan tentang sejarah pers masih sedikit. Khususnya
majalah-majalah keluarga. Madjalah Keluarga yang terbit pada
tahun 1952 menjadi fokus tulisan ini. Permasalahan pokok yang
diangkat dari tulisan ini adalah bagaimana Madjalah Keluarga
menggambarkan keluarga Indonesia yang modern.
9J.A.C. Mackie, “Periode 1941 – 1965 sebagai Selingan
dalam Pembentukan Ekonomi Nasional: Bagaimana Sebaiknya
Kita Menafsirkan?”, dalam J. Thomas Lindblad (ed.), Fondasi
Historis Ekonomi Indonesia (Yogyakarta: Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM – Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 394 -415 dari artikel Abdul Wahid, “Dari Depresi Ekonomi hingga Dekolonisasi: Pengusaha Tionghoa dan Industri Batik Cirebon, tahun 1930-an-1960-an” diakses dari www.academia.edu
10Jennifer Lindsay, “Ahli Waris Budaya Dunia 1950 – 1965;
Sebuah Pengantar” dalam Maya H.T. Liem (ed.), Ahli Waris Budaya
Dunia; Menjadi Indonesia 1950-1965, (Bali: Pustaka Larasan, 2011), hlm. 15.
7 Dari permasalahan pokok di atas, maka disusun beberapa
pertanyaan penelitian. Pertama, bagaimana Madjalah Keluarga
menghadirkan modernitas bagi para pembacanya. Kedua,
bagaimana Madjalah Keluarga menjelaskan peran wanita dalam
kehidupan keluarga Indonesia pada waktu itu.
Penelitian ini memiliki ruang lingkup spasial dan temporal untuk membuat penelitian ini lebih terarah dan terfokus sesuai dengan rumusan permasalahan. Adapun ruang lingkup spasial
penelitian ini yaitu para pembaca yang menjadi sasaran Keluarga
yang tersebar di Indonesia.
Untuk ruang lingkup temporal penelitian ini mengambil tahun 1952–1961. Pemilihan tersebut memiliki alasan tersendiri.
Tahun 1952 merupakan tahun pertama kalinya majalah Keluarga
terbit. Sedangkan tahun 1961 dipilih karena pada tahun ini,
Keluarga tidak terbit lagi. Keluarga berhenti terbit karena Herawati Diah selaku pimpinan redaksi harus tinggal di luar negeri bersama suaminya, B.M. Diah yang ditugaskan sebagai Duta Besar di beberapa negara selama 9 tahun. Penyebab lain mengapa majalah
8
bagian dari Barisan Pendukung Sukarno (BPS). Keluarga pada
waktu itu berada dalam satu kelompok dengan koran Merdeka.11
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini adalah ingin memberikan informasi mengenai proses kemunculan
Madjalah Keluarga dalam dunia pers Indonesia. Selain itu, penulis juga ingin menjelaskan bagaimana peran wanita dan keluarga
pada periode Sukarno sebagaimana ditunjukkan dalam Keluarga.
Kedua, secara historiografis, penulis ingin menambah khazanah historiografi, khususnya khazanah sejarah pers mengenai
Madjalah Keluarga, karena tidak ada penelitian yang membahasnya.
D. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak mengulas tentang sejarah pers. Penelitian tentang sejarah majalah keluarga
dalam tinjauan penulis masih sedikit. Penulis akan
mengklasifikasikan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dalam tiga kategori, yaitu penelitian tentang sejarah pers, sejarah majalah wanita, sejarah wanita di Indonesia dan modernitas di Indonesia. Beberapa karya tersebut antara lain:
11Kurniawan Junaedhi, Rahasia Dapur Majalah di Indonesia,
9
Abdurrachman Surjomihardjo dalam Beberapa Segi
Perkembangan Sejarah Pers Indonesia. Buku ini menjelaskan tentang perkembangan pers dari periode kolonial hingga awal Orde Baru. Buku ini juga menjelaskan penerbitan pers lokal seperti di Sulawesi Utara dan Kalimantan Selatan. Selain itu, buku ini mengkritisi pemberedelan yang dilakukan pemerintah dari zaman Sukarno hingga Orde Baru.
Berikutnya karya Edward C. Smith yang berjudul
Pembreidelan Pers di Indonesia. Buku ini menerangkan sejarah pembreidelan pers di Indonesia dari awal pertumbuhan pers di zaman kemerdekaan hingga akhir Demokrasi Terpimpin. Menurut Smith, ada hubungan antara penindasan pers, dengan perkembangan gagasan politik dan perubahan kondisi politik di Indonesia.
Buku berikutnya berjudul Rahasia Dapur Majalah di
Indonesia oleh Kurniawan Junaedhi. Buku ini secara ringkas menjelaskan tentang perkembangan majalah di Indonesia. Majalah-majalah yang dibahas oleh buku ini mewakili semua genre majalah. Bagi Kurniawan, majalah merupakan refleksi dari masyarakat atau jiwa zamannya. Dari majalah-majalah yang beredar, kita dapat membaca gambaran dari banyak hal. Semaraknya penerbitan majalah wanita pada suatu masa
10 misalnya, mencerminkan pesatnya kemajuan yang dicapai kaum wanita.
Penelitian tentang sejarah majalah wanita diulas dengan
cukup runtut oleh Myra M. Sidharta dalam Majalah Wanita,
Antara Harapan dan Kenyataan. Dalam artikel yang dimuat di jurnal prisma ini, Myra menjelaskan definisi majalah wanita serta tugasnya di masa kini dan di masa mendatang. Myra dalam artikel ini menjelaskan sejarah perkembangan majalah wanita dari periode kolonial hingga setelah kemerdekaan.
Penelitian selanjutnya berjudul Representation of Women‟s
Roles in Houshold and Society in Indonesian Women‟s Writing of the 1930s oleh Barbara Hatley dan Susan Blackburn. Tulisan ini menerangkan peran wanita dalam majalah-majalah yang berafiliasi dengan organisasi wanita. Selain majalah, tulisan ini juga menggunakan karya-karya fiksi untuk melihat bagaimana keterlibatan wanita Indonesia dalam mendefiniskan perannya di zaman kolonial.
Penelitian yang lebih spesifik tentang majalah wanita dilakukan oleh Elsye Meilani. Elsye menjadikan majalah Dunia
Wanita sebagai kajiannya dalam skripsi yang berjudul Majalah
Dunia Wanita 1949 – 1950; Satu Jembatan Menuju Kemajuan Wanita. Dalam penelitiannya, Elsye menjelaskan mengenai peran
11 yang disarankan oleh Dunia Wanita kepada pembacanya. Kepada pembacanya, Dunia Wanita mendorong kaum wanita untuk tidak hanya mengurusi persoalan rumah tangga, tetapi juga terlibat dalam kehidupan publik. Dengan begitu, kaum wanita dapat mengaktualisasikan potensi dalam dirinya.
Penelitian berikutnya oleh Cora Vreede-De Stuers yang
berjudul Sejarah Perempuan Indonesia; Gerakan & Pencapaian.
Buku ini menjelaskan perkembangan pergerakan wanita Indonesia pada periode kolonial hingga periode kemerdekaan. Selain itu, buku ini juga mengulas bagaimana pertentangan antara nilai-nilai lama dengan pemikiran-pemikiran baru di Jawa dan Sumatera.
Buku berikutnya berjudul Kembara Tiada Berakhir oleh
Herawati Diah. Buku ini merupakan auotbiografi Herawati Diah. Sosok Herawati Diah penting untuk dimengerti karena dia
merupakan pimpinan redaksi Madjalah Keluarga. Buku ini
mengisahkan perjalanan hidup Herawati mulai dari masa kecil di Belitung hingga masa Orde Baru.
Buku selanjutnya berjudul Ahli Waris Budaya Dunia yang
disunting oleh Jennifer Lindsey. Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang membahas sejarah kebudayaan Indonesia pada 1950-1965. Pada periode tersebut, Indonesia membentuk jejaring kebudayaan untuk menyatakan kehadirannya di pentas dunia.
12 E. METODE DAN SUMBER
Metode penelitian yang digunakan adalah metode sejarah. Metode sejarah meliputi lima tahap yakni pemilihan topik,
heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi.12 Pada tahap
heuristik, penulis lakukan dengan mengumpulkan dokumen dan arsip. Pada tahap ini, penulis mengumpulkan beberapa referensi yang berkaitan dengan tema akan tulisan. Tahap verifikasi (kritik sejarah) adalah menilai sumber-sumber yang diperoleh secara kritis. Melalui tahap ini, penulis membandingkan sumber yang satu dengan sumber lainnya, menguji kesahihannya.
Berikutnya adalah tahap interpretasi yaitu pemberian tafsir terhadap data setelah melalui kritik internal dan eksternal. Penafsiran ini membantu data agar bersuara menghubungkan
data yang satu dengan data lainnya.13 Proses interpretasi
kemudian menghasilkan fakta sejarah yang kemudian dituangkan dalam langkah kelima yaitu historiogafi.
Penelitian ini menggunakan sumber tertulis. Sumber-sumber yang tergolong sebagai Sumber-sumber tertulis adalah otobiografi,
buku, jurnal, iklan dan artikel dalam Madjalah Keluarga. Sumber
12Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta:
Bentang, 2005), hlm. 90.
13 yang tergolong sebagai sumber tidak tertulis adalah foto. Sumber primer seperti artikel-artikel majalah dan beberapa foto didapatkan di Perpustakaan Nasional dan Jogja Library Center. Sumber-sumber sekunder seperti buku, skripsi, tesis, disertasi, dan jurnal didapatkan dari Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM, Perpustakaan Kota Yogyakarta, Perpustakaan Ignatius dan Perpustakaan Daerah Yogyakarta.
Sumber utama tulisan ini didapatkan dari majalah Keluarga
yang tersedia di Jogja Library Center. Di Jogja Library Center,
terdapat koleksi majalah Keluarga dari tahun 1952-1961. Penulis
juga berkunjung ke Perpustakaan Nasional di Jakarta untuk
memeriksa ketersediaan majalah Keluarga. Sayangnya, koleksi
majalah Keluarga di Perpustakaan Nasional lebih sedikit daripada
yang tersedia di Jogja Library Center. Majalah Keluarga yang
tersedia di Perpustakaan Nasional berasal dari tahun 1970-an. Koleksinya pun tidak lengkap. Hanya tersedia beberapa edisi
tertentu. Otobiografi berjudul Kembara Tiada Akhir cukup
membantu penulis untuk memahami latar belakang dari Siti Alimah Latip sebagai pendiri dan Herawati Diah sebagai pimpinan
14 F. SISTEMATIKA
Tulisan ini menggunakan sistematika tematik yang disusun secara kronologis yang dituangkan dalam 5 bab. Pada bab petama berisi pengantar. Kemudian bab kedua berisi sekilas sejarah pers di Indonesia, mulai dari awal kemunculannya pada periode kolonial hingga kemerdekaan. Pada bab ini juga dibahas
perkembangan majalah wanita. Hal ini dilakukan karena, Keluarga
sebagai majalah keluarga pertama di Indonesia lahir dari rahim majalah wanita.
Bab ketiga masuk pada pembahasan sejarah dan isi majalah
Keluarga. Pada bab ini dijelaskan bagaimana kemunculan majalah
Keluarga. Awal terbit dan latar belakang penerbitannya. Selain itu, dijelaskan pula pengelolaan dan penerbitan. Redaksi yang berada
di balik layar majalah Keluarga, perubahan sampul depan dari
tahun ke tahun, dan rubrik-rubrik dalam majalah Keluarga.
Pada bab keempat akan dijelaskan bagaimana modernitas
yang dibawakan dalam majalah Keluarga. Kemudian, bagaimana
konstruksi masyarakat pada waktu itu melihat wanita. Selanjutnya pembahasan mengenai keluarga yang digambarkan
dalam majalah Keluarga. Tulisan ini ditutup pada bab lima yang
berupa kesimpulan dan jawaban atas permasalahan yang ada dalam penelitian.