BAB I BAB I P
PENDAHENDAHULULUANUAN
1.
1.1.1.LATLATAR AR BELAKBELAKANGANG Pe
Pemmbangbanguunan nan di di wwiillaayyah ah peperrkokottaaaan n tteerruuss m
meenniinngkat sgkat seeiirriinng g dengan dengan berberttamambahbahnya nya jjuummllahah pe
penndudududuk k dan dan kekebubuttuuhhan an mmasasyyararakat akat akan akan ssararanaana da
dan n prpraassaarraana na kkoottaa. . PPeerrkkeemmbabangngaan n kkoottaa m
menenyeyebbababnnya ya ttererjjadadiinnya ya ppereruubbahahan an kokonnddiisi si ekolekologiogiss l
liingkungangkungan n peperrkokottaan aan yyang ang mmeengngakiakibatbatkankan pen
penuurruunnan an kkuualaliittas as lliinngkugkunngangan. . OOlleh keh kararena ena iittuu di
diperperlluukan kan RRuuanang g TeTerrbubuka ka HHiijjau au ((RRTHTH) ) yyanang g akakanan m
meenamnambah bah kekeiindahndahan an kokotta a sseerrtta a mmeeniningkangkattkankan k
kuualaliittas as lliinngkugkunngan gan ppererkotkotaanaan. . KeberKeberadadaan aan RRuuanangg T
Teerrbbuukka a HHiijjaau u ((RRTTHH) ) ppaadda a wwiillaayyaah h ppeerrkkoottaaaan n aakkaann m
meeniningkangkattkan kan prprooduduksksi i ooksksiiggeen n dan dan mmeenynyeerrapap k
ku
kupupu--kukupu pu dan dan buburruung ng sseerrtta a mmeennjjagaga a aiair r ttanahanah d
dan an mmenengugurraanngi gi rresiesikko o ttererjjadadiinnya ya bbananjjiirr.. K
Keetterersesedidiaan aan RRuuanang g TeTerrbubuka ka HHiijjau khau khuussuussnnyyaa p
padada a wwiillayayah ah ppererkotkotaan sanaan sangat gat ppententiinng g mmengienginngatgat b
beessaarrnnyya a mmaannffaaaat t yyaanng g ddiipeperroolleeh h ddaarri i kkeebbeerraaddaaaann R
RTH TH tteerrsseebubutt. . KKawawasasan an RRuuang ang TTeerrbubuka ka HHiijjau au iinnii j
juugga a mmeerruuppaakkaan n tteemmppaat t iinntteerraakkssi i sosossiiaal l bbaaggii m
masyasyararakakat at yyanang g ddapapat at mmenguengurranangi gi ttiinngkat gkat ssttrresesss aki
akibat bbat beban eban kerkerjja a dadan n mmenjenjadi tadi teemmpapat rt reekrkreeasiasi kel
keluuararga ga bbagi agi mmasyarasyarakakat at ppererkkototaaaann.. B
Beerrdasdasararkan kan UUndang-ndang-uundang ndang NNoo. 26 . 26 TTahunahun 2
200007 7 ttenenttang ang PenPenatataan aan RRuuanang, g, sesettiiap ap wwiillayah ayah kotkotaa har
haruus s mmeenynyeedidiakaakan n RRuuang ang TTeerrbubuka ka HHiijjau au ((RRTHTH)) s
seebesbesar 30% ar 30% dardari li luuas as wwiillayayah. ah. SSeellaiain n iittuu,, ke
kebubuttuuhhan an akan akan RRuuanang g TeTerrbubuka ka HHiijjau au pada pada ssuuatatuu w
i
inndidikakattor or sseeperpertti ji juummllah ah penpendudududuk, k, kebukebuttuuhhanan ok
oksisigengen, , ddan an kebkebuuttuuhhan an aiair r bberersisihh.. Pe
Perrkekemmbanbanggan an mmasasyyararakat akat yyang ang ada ada di di dudunniiaa t
tuummbubuh h dengan dengan pespesat at dardari i wwaktaktu u ke ke wwaktaktuu. . JuJummllahah pe
penndudududuk k di di ssuuatatu u nneeggarara ya yang ang tteerruus s mmeenniinnggkatkat aka
akan n mmeennuunnttuut t pempemeerriinnttah ah nneeggararananyya a uunnttuuk k sselelalaluu s
siiaap p mmeemmeenunuhi shi seeggalala sa saarraana na dadan n pepemmeenunuhanhan hi
hidudup p rrakyakyatatnynya a baibaik mk masasyyararakaakat t pepededessaaaann m
maaupuupun n mmaassyyararaakakat t peperrkokottaaan. an. PePerrttumumbuhbuhanan pe
penndudududuk k yyang ang pepessar ar mmeemmberberiikan kan iimmplpliikaskasi i padapada t
tiinnggggiinya nya tteekankanan an ttererhhadap adap pempemananffaataatan an rruuanangg t
tererkkaiait t semsemakakiin n sesemmppiittnnya ya rruuanang g uunnttuuk k bberergegerrakak.. I
Indonendonessiia a sseebagbagai neai neggarara a yyang ang sseedangdang m
meemmbbaannggun un bbeerrususaahha a ununttuk uk mmeellaakkukukaann pe
pemmbanbangungunan an di di seseggalala a kekehhiidudupan pan uunnttuuk k mmeennccapaiapai m
masasyyararakakat at yyanang g sesejjahahtterera. Sa. Salalah ah ssatatu u ttuujjuuanan pe
suatu masyarakat yang adal dan makmur secara merata baik materiil maupunn spiritual, dimana pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Untuk memperlancar pembangunan tersebut, Pemerintah Pusat menyerahkan sebagian kewenangan pemerintahannya kepada Pemerintah Daerah atau daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan Pemerintah Daerah atau daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia atau yang disebut dengan asas desentralisasi.
Kota sebagai pusat pertumbuhan, perkembangandan perubahan serta pusat berbagai kegiatan ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum
dan pertahanan keamanan menempati kedudukan
yang sangat strategis dalam tatanan nasional kita
(Tim Evaluasi Hukum, 2007 : 1). Sehingga penataan
dan pemanfaatan ruang kasawasan perkotaan perlu
mendapat perhatian khusus, terutama yang terkait
dengan penyediaan kawasan hunian, fasilitas
umum dan sosial serta ruang-ruang terbuka publik
(open spaces) di perkotaan. Dalam hal ini perlu keselarasan pemanfaatan ruang dalam bentuk
kajian berupa aturan-aturan yang bersifat mengikat
dari pemerintah.
Tidak dapat dipungkiri bila saat ini banyak
kualitas ruang kota kita semakin menurun dan
masih jauh dari standar minimum sebuah kota
yang nyaman terutama yang nyaman terutama
pada penciptaan maupun pemanfaatan ruang
itu antara lain dari tidak ditata dan kurang terawaatnya pedestrian atau ruang pejalan kaki, perubahan fungsi taman hijau, atau telah menjadi tempat mangkal aktivitas tertentu yang mengganggu kenyamanan warga kota lain untuk menikmatinya. Demikian pula halnya di Cirebon. Pemerintah Kota Cirebon berkewajiban mengelola aset kota agar menjadi lebih produktif dan efesien. Sehingga akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Demi menciptakan kualitas tata ruang kota yang memadai.
Jumlah penduduk di perkotaan menunjukkan kecenderungan pertumbuhan yang semakin meningkat dikarenakan perkotaan mempunyai daya tarik yang kuat. Jumlah penduduk di kota yang relatif padat tentunya membutuhkan ptasarana dan sarana perkotaan dan berbagai fasilitas pelayanan
publik yang berkualitas dan memenuhi syarat. Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, kegiatan pembangunan dan laju urbanisasi yang tidak terkendali di perkotaan telah mempersempit ruang gerak warga kota.
Hal ini terlihat dari tantangan yang terjadi terutama semakin meningkatnya permasal ahan-permasalahan di perkotaan. Masalah-masalah tersebut antara lain semakin meningkatnya permasalahan banjir dan lingsor, semakin meingkatnya kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan, masalah pemukiman kumuh, makin menumpuknya limbah padat maupun limbah cair yang mengalir tidak terkendali, berkurangnya ruang
publik dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, serta belum terpecahkannya masalah
ketidakseimbangan perkembangan antar wilayah (Hasni, 2008 : 21).
Demikian pula perkembangan penataan ruang di berbagai wilayah di Indonesia yang muncul terkait kebijakan otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang memberikan wewenang kepada daerah untuk menyelenggarakan penataan ruang yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan administratif dan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda. Dengan kewenangan sebagai implementasi kebijakan otonomi daerah tersebut,daerah juga memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya yang tersedia di wilayahnya dan bertanggungjawab memelihara kelestarian lingkungan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, sehingga jelas bahwa menjaga keseimbangan kualitas lingkungan
hidup juga memerlukan perhatian serius oleh daerah.
Pembangunan wilayah Kota tentunya harus mendasarkan kepada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang didalamnya mengatur mengenai ketentuan pelaksanaan Tata Ruang Wilayah Kota. Implikasinya diperlukan kebijakan pengendalian lingkungan hidup yang mengupayakan adanya ruang terbuka hijau. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di dalam lingkungan pembangunan saat ini diperlukan demi menjaga keseimbangan kualitas lingkungan hidup suatu daerah khususnya di daerah perkotaa yang memiliki berbagai permasalahan berkaitan dengan masalah ruang yang bergitu kompleks. RTH
tersebut pada dasarnya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari penataan ruang kota yang antara lain berfungsi sebagai kawasan hijau
pertamanan kota dan paru-paru kota.
Kota Cirebon atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kota Wali dibawah kepemimpinan Walikota Drs. Nasrudin Azis mempunyai Visi “RAMAH” yang salah satunya ingin menjadikan kota Cirebon itu Hijau dalam arti mememiliki Ruang Terbuka Hijau atau taman-taman kota untuk dijadikan sebagai paru-paru kota ditengah gempuran kendar aan-kendaraan dan banyaknya pembangunan yang menimbulkan banyak polusi khususnya polusi udara.
1.2.MAKSUD DAN TUJUAN
Suatu kegiatan tentunya harus memiliki maksud dan tujuan sebagai arah dari suatu kajian.
Dalam kajian ini terdapat maksud dari kajian ini sebagai masukan dalam lingkup ruang terbuka hijau sesuai dengan visi HIJAU yang dicanangkan oleh Walikota Cirebon.
Adapun tujuan dari kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja kebijakan pengelolaan ruang terbuka hijau di kota Cirebon;
2. Sebagai bahan referensi untuk mendukung kegiatan pembuatan ruang terbuka hijau di wilayah kota Cirebon.
1.3.MANFAAT KAJIAN
1. Memberi masukan pada pemerintah kota Cirebon mengenai kebijakan ruang terbuka hijau.
2. Memberikan kontribusi teoritik mengenai kebijakan ruang terbuka hijau.
1.4.BATASAN PENELITIAN 1. Batasan Area
Batasan area penelitian ini adalah wilayah Kecamatan Kejaksan secara keseluruhan yang
dibatasi oleh wilayah administratrifnya. Dalam kajian ini yang disebut Kecamatan Kejaksan mewakili Kota Cirebon.
2. Batasan Substansi
Dalam kajian ini terdapat dua hal yang akan menjadi fokus. Batasan substansi yang diambil terkait pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Cirebon meliputi dua hal:
a.Provision of Green Open Space
Ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Cirebon yang telah diusahakan oleh pemerintah.
b.Kebijakan manajemen ruang terbuka hijau perkotaan
1)Ketersediaan dokumen kebijakan 2)Proses Penerapan
Mengenai bagaimana proses maupun tahapan pengelolaan ruang terbuka hijau di Kota Cirebon
Mengenai siapa saja pihak yang terlibat dalam pengelolaan ruang terbuka hijau Kota Cirebon
1.5.SISTEMATIKA PENULISAN BAB I Pendahuluan
Pada Bab I ini berisikan tentang Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Manfaat, Batasan Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II Kajian Pustaka
Pada Bab II ini menjelaskan tentang Pendapat dan Teori para Ahli dan Literatur-literatur lain mengenai
penataan, pemanfaatan dan pengembangan ekowisata kawasan pesisir.
BAB III Gambaran Umum Daerah Studi
Pada Bab III ini menjelaskan mengenai, Gambaran Umum Daerah Studi yaitu Kawasan Pesisir Kota Cirebon, Kondisi Lokasi Studi, Topografi, Sarana Prasarana, Sosial, Ekonomi dan Budaya.
BAB IV Metodelogi Penelitian
Pada Bab IV ini menjelaskan tentang Metodelogi Penelitian yang akan digunakan, Objek Penelitian, dan Analisis Data.
BAB V Penutup
Pada Bab V ini berisi Kesimpulan, Saran dan Rekomendasi yang diberikan untuk Kajian Ruang Terbuka Hijau.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1.KERANGKA TEORI
1. Tinjauan tentang Ruang Terbuka Hijau
a. Pengertian Umum dan Ruang Lingkup Ruang Terbuka Hijau
Sebagai salah satu unsur kota yang penting khususnya dilihat dari fungsi
ekologis, maka betapa sempit dan kecilnya ukuran Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota yang ada, termasuk halaman rumah/bangunan pribadi, seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai ruang hijau yang ditanami tumbuh-tumbuhan. Dari berbagai referensi dan pengertian tentang
eksistensi nyatanya sehari-hari, maka RTH dapat dijabarkan dalam pengertian sebagai berikut:
Menurut Pasal 1 butir 31 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Sedangkan menurut
Purnomohadi, Ruang Terbuka Hijau adalah sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas
geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tumbuhan hijau berkayu dan tahunan ( perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan perinci utama dan tumbuhan lainnya (pedu, semak, rerumputan dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan (Purnomohadi, 1994 : 21).
Ruang Terbuka tidak harus ditanami tumbuh-tumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tumbuh-tumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur ventelasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa
ruang terbuka hijau, maka lingkungan kota akan menjadi gersang dan menjadi tempat panas yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi karena tidak layak huni.
Secara hukum (Hak Atas Tanah), Ruang terbuka hijau bisa berstatus sebagai hak milik pribadi (halaman rumah), atau badan usaha (lingkungan skala
pemukiman), seperti: sekolah, rumah sakit, perkantoran, bangunan peribadatan, tempat rekreasi, lahan pertanian kota dan sebagainya, maupun milik umum seperti: taman-taman kota, kebun raya, kebun botani, kebun binatang, taman hutan kota/urban forest park, lapangan olahraga, jalur-jalur hijau.
Menurut Gunadi dalam perencanaan ruang kota (townscapes) dikenal istilah
Ruang Terbuka Hijau, yakni daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan. Ruang terbuka berbeda dengan istilah ruang luar (exterior space), yang ada disekitar bangunan dan kebalikan dari ruang dalam (interior space) di dalam bangunan. Definisi ruang luar adalah
ruang terbuka hijau yang sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu dandigunakan secara intensif, seperti halaman sekolah, lapangan olahraga, termasuk plaza atau square (Gunadi, 1995 : 35).
Zona hijau bisa berbentuk jalur pat( h), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau dan bantaran sungai, bantaran rel kereta api, saluran/jaringan listrik tegangan tinggi, berupa taman pemakaman,
taman pertanian kota, dan seterusnya sebagai Ruang Terbuka Hijau. Ruang terbuka yang disebut sebagai Taman kota (
park), yang berada di luar atai diantara beberapa bangunan di perkotaan, semula dimaksudkan pula sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah Ruang Terbuka Hijau Kota, karena umumnya berupa pohon bebuahan dan tanaman sayuran pun kini hadir sebagai bagian dari ruang terbuka hijau berupa lahan pertanian sempit di dalam
kota atau lahan perhutanan kota yang sangat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota.
b. Ketentuan Hukum Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas Ruang Terbuka Hijau minimal 30 persen (%) dari
total luas kota. Tentu saja angka ini bukan merupakan patokan mati. Penetapan luas ruang terbuka hijau kota harus berdasar pula pada studi eksistensi sumber daya alam dan manusia penghuninya. Penetapan besaran luas ini bisa juga disebut sebagai bagian dari pengembangan Ruang Terbuka
Hijau Kota.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(UUPR) pengaturan mengenai Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut
RTH ditegaskan dalam pasal 28 Undang-Undang Penataan Ruang berikut ini:
1)Ruang Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf a terdiri dari RTH publik dan RTH privat; 2)Proporsi Ruang Terbuka Hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga
puluh) persen dari luas wilayah kota; 3)Proporsi ruang terbuka hijau publik
pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.
Ditegaskan pula dalam penjelasan Pasal 29 Ayat (1) RTH publik merupakan RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan
masyarakat secara umum. Yang termasuk RTH publik antara lain adalah taman kota dan jalur hijau sepanjang jalan, taman pemakaman umum, sungai dan pantai. Yang termasuk RTH privat antara lain adalah kebun dan halaman rumah/gedung milik swasta/masyarakat yang ditanami tumbuhan.
Pasal 29 Ayat (2) UUPR “Proporsi 30 persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupaun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat,
serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan proporsi RTH di kota, pemerintah, masyarakt dan swasta didorong untuk menanam tumbuhan diatas bangunan gedung miliknya.”
Pasal 29 Ayat (3) UUPR “Proporsi RTH publik seluas minimal 20 persen yang disediakan oleh pemerintah daerah kota dimaksudkan agar proporsi RTH minimal dapat lebih dijamn pencapaiannya sehingga memungkin kan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat.”
Ketentuan tentang ruang terbuka publik dan distribusinya ditegaskan dalam Pasal 30 UUPR berikut ini.
“Distribusi ruang terbuka hijau publik sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 ayat (1) dan ayat (3) disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hierarki pelayanan dengan memperhatikan
rencana struktur dan pola ruang.”
c.Konsep Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan
Secara umum ruang terbuka publik (open space) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. RTH perkotaan adalah bagian dari r uang-ruang terbuak suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi (endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial - budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi
(kesejahteraan) bagi masyarakatnya. Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang diperkeras ( paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa permukaan sungai,
danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan khusus sebagai area genangan.
Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupaun RTH non-alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga,
dan kebun bunga. Multi fungsi penting RTH ini sangat lebar spektrumnya, yaitu dari aspek fungsi ekologis, sosial/budaya, arsitektural dan ekonomi. Secara ekologis RTH dapat menigkatkan kualitas air tanah,
mencegah banjir, mengurai polusi udara dan menurunkan suhu kota tropis yang panas terik. Bentuk-bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti
sabuk hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur sempadan sungai dan lai
n-lain. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tanda kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya antara lain taman-taman kota, lapangan olahraga, kebunraya, TPU dan sebagainya.
Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan kenyamanan kota melelui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun bungan dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota.
Sementara itu RTH juga dapat memiliki fungsi ekonomi baik secara langsung seperti pengsahaan lahan-lahan kosong menjadi lahan pertanian/perkebunan (urban agriculture) dan pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat meningkatkan wisatawan.
Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengna konfirmasi ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti kawasan hutan lindung, perbukitan, sepadan sungai, sempadan danau, pesisir dan sebagainya. RTH dengna konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH
kelurahan, RTH kecamatan, RTH kota maupaun taman-taman regional/nasional. Sedangkan dari segi kepemilikan, RTH dapat berupa RTH publik yang dimiliki umum danterbuka bagi masyarakat luas, atau RTH privat (pribadi) yang berupa taman-taman yang berada pada l ahan-lahan pribadi.
d.Peran dan Fungsi RTH
Dalam masalah perkotaan, RTH merupakan bagian atau salah satu sub-sistem dari sistem kota secara keseluruhan. RTH sengaja dibangun secara merata diseluruh wilayah kota untuk memenuhi berbagai fungsi dasar yang secara umum
dibadakan menjadi:
1)Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH
menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap (pengolah) polutan media udara, air, dan tanah, seta penahan angin;
2)Fungsi sosial, ekonomi (produktif) dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi tempat pendididikan dan penelitian;
3)Ekosistem perkotaan, produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa menjadi
bagian dari usaha pertanian, kehutanan dan lain-lain;
4)Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperintah lingkungna kota baik skala kecil maupun skala besar.
e.Manfaat RTH
Manfaat RTH kota secara langsung dan tidak langsung sebagian besar dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi “alami” ini dapat dipertimbangkan sebagia pembentuk berbagai faktor. Berlangsungnya ekologis alami didalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi. Taman tempat peletakan tanaman sebagai penghasil oksigen (O2)
terbesar dan penyerap karbondioksida (CO2) dan zat pencemar udara lain, khusus siang hari, merupakan pembersir udara yang sangat efektif melalui mekanisme penyerapan (absirbsi) yang terjadi terutama pada daun dan permukaan tumbuhan (batang, bunga dan buah).
Dengan adanya RTH sebagai paru-paru kota, maka dengan sendirinya akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara, cahaya dan pergerakan angin. RTH membantu sirkulasi udara. Pada siang hari dengan adanya RTH, maka secara lamai udara panas akan terdorong keatas, dan sebaliknya pada malam hari, udara dingin akan turun di bawah tajuk pepohonan.
Pohon adalah pelindung yang paling tepat dari terik sinar matahari, disamping sebagai penahan angin kencang peredam kebisingin dan bencana alam lain, termasuk erosi tanah. Bila terjadi tiupan angin kencang diatas kota tanpa tanaman, maka polusi udara akan menyebar lebih luas dan kadarnya pun akan semakin meningkat.
f.Elemen Pengisi RTH
RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tatnaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan
dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan insdustri, sempadan badan-badan air dll) akan memiliki permasalahan yang juga
berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda. Untuk keberhasilan rancangan,
penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam seleksi jenis-jenis yang akan ditanam. Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan:
1)Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota;
2)Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan airtercemar);
3)Tahan terhadap gangguan fisik;
4)Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang;
5)Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias yang arsitektural;
6)Dapat menghasilkan oksigen dan meningkatkan kualitas lingkungan kota;
7)Bibit/benih udah didapat dengan harga murah/terjangkau oleh masyarakat. g.Teknis Perencanaan
Dalam rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah perkotaan, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan yaitu:
1)Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini:
a)Kapasitas atau daya dukung alami wilayah;
b)Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan dan bentuk pelayanan lainnya);
c)Arah dan tujuan pembangunan kota.
RTH berluas minimum merupakan RTH yang berfungsi ekologis yang berlokasi, berukuran dan berbentuk pasti, yang mencakup RTH publik dan privat. Dalam suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam meningkatkan niai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.
2)Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedua untuk RTH;
3)Struktur dan pola RTH yang akan dikembangkan;
4)Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.
2. Tinjauan Tentang Pemerintahan Daerah a.Pengertian Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah (local goverment) dapat mengandung tiga arti yaitu pemerintah local yang menunjuk pada lembaga/organnya di tingkat daerah atau wadah untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan di daerah, pemerintahan lokal yang dilakukanoleh pemerintah lokal yang menunjuk pada fungsi/kegiatannya yaitu sebagai pembentuk kebijakan pol( icy making function) dan fungsi pelaksana kebijakan ( policy executive function) dalam daerah otonom yaitu sebagai daerah otonom yang mempunai kewenangan untuk
mengatur rumah tangganya sendiri (Hanif Nurcolis, 2005 : 163).
Unsur-unsur pemerintahan daerah yang diungkapkan oleh De Guzman yaitu
(Hanif Nurcolis, 2005 : 20):
1)Pemerintah daerah adalah sub divisi politik dari kedaulatan bangsa atau negara;
2)Pemerintah daerah diatur oleh hukum; 3)Pemerintah daerah mempunyai badan
pemerintahan yang dipilih oleh penduduk setempat;
4)Pemerintah daerah menyelenggarakan kegiatan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan
5)Pemerintah daerah memberikan pelayanan dalam wilayah jurisdiksinya. Birokrasi lokal yaitu organisasi pemerintahan daerah yang menyelenggarakan kegiatan pemerintahan daerah untu mencapai tujuan negara pada
lingkup daerah. Birokrasi lokal terdiri dari kepala daerah beserta aparaturnya. Birokrasi lokal merupakan konsekuensi dari kebijakan desentralisasi yang melahirkan otonomi daerah. Kedudukan dan fungsi pokok birokrasi lokal sebagai pelaksana kebijakan pemerintah daerah baik yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat ataupun pemerintah pusat. Siklus penyelenggaraan negara terdapat tiga kegiatan utama, diantaranya adalah proses politik, proses pemerintahan, proses administrasi negara. Kebijakan publik ini akan menjadi masukan bagi proses administrasi publik administrasi publik yang akan menyelenggarakan berbagai kegiatan yang bermuara pada
pem
pemberberiian lan layayanan anan pupublbliik k ( p pu(ubblliic c sseerrvviiccee)).. Lay
Layanan puanan publbliik k tteerrsseebubut t akan akan didinniikmkmaiai l
lanangsgsuunng g ololeeh h rrakyat akyat dan dan sseellananjjuuttnyanya r
raakykyat at akakan an mmeengngeevvalaluasuasi i yyaang ng mmanaana t
tiinndadakakan n tteerrsseebubut t mmeerruupakpakan an uummpan pan balbaliikk b
baaggi i pprroossees s ppoolliittiikk.. D
Daassaar r hukhukum um ppeenynyeelleengngggaarraaaann pem
pemeerriinnttah ah daerdaerah ah di di IInndondoneessiia a adaladalahah P
Paassaal l 118 8 AmAmaandndeemmeen n UUUUD D 11994455, , yyaangng i
isisinnya ya aaddaallaah h sebsebaagagai i bberierikkuutt:: 1)
1)NNeeggarara a KKeessatatuuan an RReepupublbliik k IInndondoneessiiaa d
diibbaagi gi aattas as ddaaereraahh--ddaaereraah h pprroviovinnsisi, , ddaann dae
daerrah ah prproovviinnssi i iittu u didibagi bagi atatasas kab
kabuupapatteen n dan dan kotkota, a, yang yang ttiiap-ap-ttiiapap pr
proovviinsinsi, , kabukabupatpaten, en, kokotta a iittuu m
meemmpupunyanyai i pepemmeerriinnttahan ahan daedaerrah ah yyangang di
diatatuur r dendenggan an uunndadanng-g-uunndandang.g. 2
2))PPememereriinnttahahan an ddaeraerah pah prrovoviinsinsi, , ddaeraerahah kabup
m
meennggururususi i sseennddiirri i ururususaann pe
pemmeerriintntahan mahan meenunurruut ast asas as oottoonomnomii dan
dan ttuuggas as pepemmbantbantuuan.an. 3
3))PPememereriinnttahahan an ddaeraerah pah prrovoviinsinsi, , ddaeraerahah kabu
kabupatpateen n dan dan kokotta a mmeemmiilliiki ki DDeewwanan Pe
Perrwwaakikillaan n RRaakykyaat t DDaaeerraah h yyaangng an
anggoggotta-a-ananggoggottananya ya didipipilliih h mmeellalaluuii pe
pemmiilliihan han uummuumm.. 4)G
4)Guubeberrnunurr, , bubupatpatii, , dan dan wwalaliikokottaa m
maassiingng--mmaassiing ng sseebabaggaai i kkeepapallaa pe
pemmeerriintntahan ahan dadaeerrah ah prproovviinsnsii,, k
kababuuppataten, en, ddan an kotkota a ddiippiilliih h sesecarcaraa d
dememokokrratatiis.s. 5)Pe
5)Pemmeerriintntaah h dadaeerraah h mmeenjnjaallaankankann ot
otononomomi i selseluuas-as-lluuasnasnya, ya, kkecuecualali i uurruusansan pe
pemmeerriintntaahan han yyaang ng oolleeh h unundadangng- -u
unndandang g diditteennttukan ukan sseebagbagai ai uurruussanan Pem
6)Pe
6)Pemmeerriintntaah h DDaaeerraah h beberrhak hak ununttukuk m
meenenettapkaapkan n peperratatuurran an daedaerrah ah dandan pe
perratatuurran-an-peperratatururan an llaiain n uuntntuukk m
meellaaksksaanaknakaan n oottoononommi i dadan n ttugugaass pe
pemmbantbantuuan.an. 7
7))SSuussuunnaan n ddaan n ttaatta a ccaarraa peny
penyeelleennggggararaan aan pempemeerriinnttah daerah daerahah di
diatatuur r dadallam uam unndandang-g-uunndadanng.g. b
b..AAssaass--aassaas s PPeemmeerriinnttaahhaan n DDaaeerraahh D
Daallaam m rraangngka ka mmeenynyeelleengngggaarraakakann ur
urususaan n pepemmeerriintntahaahan n dadaeerraah h iittuu b
beerrppeeddoommaan n ppaadda a aassaass--aassaass penye
penyelleennggggararaan aan pempemeerriinnttah ah daerdaerah ah yyanangg m
meenunurrut ut UUndangndang--UUndang ndang NNoommoor r 32 32 ttaahuhunn 20
2004 04 aadaldalahah:: 1
1))AAsas sas DDeseesennttrralaliisasisasi Y
Yaaiittu u ppeennyyeerraahhaan n wweewweennaanngg pem
pemereriinnttahan ahan ololeh eh pempemeerriinnttah ah kepadakepada dae
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2)Asas Dekonsentrasi
Yaitu pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintahan dan atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
3)Asas Tugas Pembantuan
Yaitu penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten atau kota dan atau desa serta dari pemerintah provinsi kepada kabupaten atau kota dan atau desa serta dari pemerintah kabupaten atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Dengan adanya otonomi daerah diharapkan dapat mengembalikan harkat, mertabat, dan harga diri masyarakat di daerah. Otonomi dalam kaitannya dengan desentralisasi juga diungkapkan oleh Sarah Turner dalam tulisannya sebagai berikut:
Desentraslisasi dapat mengambil beberapa bentuk yang berbeda, menyarankan empat yang besar yaitu dekonsentrasi pertama, melibatkan pengalihan tanggung jawab pemerintah pusat ke daerah. Hal ini dapat beroperasi pada berbagai skala dan derajat yang berbeda otonomi. Bentuk kedua dari
desentralisasi, delegasi ke semi otonom organisasi, melibatkan delegasi pengambilan keputusa dan manajemen otoritas untuk fungsi-fungsi khusus untuk
organisasi yang tidak berada dibawah langsung kontrol kementerian pemerintah pusat. Bentuk kegita melibatkan transfer fungsi dari pemerintah untuk kontrol non-pemerintah. Ini yaitu melibatkan privatisasi pelayanan pemerintah dan kemana, de- birokratisasi. (Sarah Turner. 2002 : 33-51). 3. Tinjauan tentang Perencanaan Tata Ruang
a.Pengertian Ruang
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah
“Wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.”
Menurut Hasni, ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geomatris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan hidupnya dalam suatu kualitas hidup yang layak (Hasni, 2008 : 125). Pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa ruang terbagi ke dalam beberapa kategori, yaitu:
1)Ruang Daratan adalah ruang yang terletak di atas dan dibawah permukaan daratan, termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah.
2)Ruang Lautan adalah ruang yang terletak di atas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi garis laut terendah termasuk dasar laut dan
bagian bumi dibawahnya, dimana negara Indonesia memiliki hak yuridisnya.
3)Ruang udara adalah ruang yang terletak di atas ruang daratan atau ruang lautan sekitar wilayah negara danmelekat pada bumi, dimana negara Indonesia memiliki hak yuridisnya. (Juniarso Ridwan, 2008 : 24)
b.Pengertian Tata Ruang
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjelaskanyang dimaksud dengan tata ruang adalah “wujud struktural ruang dan pola ruang”. Wujud struktural pemanfaatan
ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan yang secara hierarki berhubungan satu dengan
yang lain. Pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri, pertanian, serta pola penggunaan tanah perkotaandan pedesaan dimana tata ruang tersebut adalah tata ruang yang direncakan, sedangkan tata ruang yang tidak direncanakan adalah tata ruang yang terbentuk secara alami, seperti aliran sungai, gua, gunung. Selanjutnya masih dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Penataan Ruang yang dimaksud dengan “Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.”
c.Asas dan Tujuan Penataan Ruang
Berdasar Pasal 2 Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang ditegaskan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, penataan ruang diselenggarakan berdasar asas:
1)Keterpaduan
Penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepenttingan antara lain pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
2)Keserasian, keselarasan dan keseimbangan
Penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar
daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.
3)Keberlanjutan
Penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan memperhatikan kepentingan mendatang.
4)Keberdayaguna dan Keberhasilguna
Penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung didalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.
5)Keterbukaan
Penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang sel uas-luasnya kepada masyarakat untuk
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan panataan ruang.
6)Kebersamaan dan Kemitraan
Penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
7)Perlindungan Kepentingan Umum
Penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat.
8)Kepastian Hukum dan Keadilan
Penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum atau ketentuan peraturan per undang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan
kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.
9)Akuntabilitas
Penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaan maupun hasilnya (Hasni, 2008 : 133).
Perencanaan tata ruang perkotaan seyogyanya dimulai dengan mengindentifikasi kawasan-kawasan yang secara alami harus diselamatkan (kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian lingkungan, dan kawasan-kawasan yang secara alami rentang terhadap bencana alam seperti gempa, longsor, banjir maupun bencana alam lainnya.
Definisi kota secara klasik adalah suatu pemukiman yang relatif besar, pada dan permanan, terdiri dari kelompok indivi du-individu yang heterogen dari segi sosial. Kawasan perkotaan apabila dipandang dari kacamata hukum berdasar Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 1 angka 25 adalah ”wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.” Persyaratan yang harus dipenuhi bagi kelangsungan hidup di kota adalah:
1)Harus ada suasana dan rasa aman dan tentram pada warga kota (aman dari
gangguan manusia, kebakaran, kebanjiran, longsor, putusnya sumber hidup,lalu lintas);
2)Segala sesuatu harus lancar terutama komunikasi dan lalu lintas (adanya dinamika tinggi);
3)Adanya suasana sehat, bebas dari penyakit menular, pencemaran lingkungan, pembinaan kesehatan jasmani/rohani;
4)Dinamika hidup tinggi, sifat masyarakat heterogen (hasni, 2008 : 54).
Dari segi Yuridis-Administratif Kota dapat didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu dalam wilayah negara dimana keberadaannya diatur oleh Undang-Undang yang dibatasi oleh batas-batas administratif yang jelas yang
Undang-Undang/peraturan tertentu dan ditetapkan berstatus sebagai kota dan berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya dalam mengatur wilayah kewenangannya. Lingkungan kota menanggung beban yang kompleks sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan kota. Jumlah penduduk yang meningkat membutuhkan sarana dan prasarana yang semakin banyak. Kemajuan sosial, ekonomi, budaya juga menuntut penggunaan sumber daya lingkungan kota yang semakin besar. Lingkungankota dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dilain pihak kota harus tetap dapat membentuk lingkungan yang menyenangkan bagi manusia. 4. Tinjauan tentang Implementasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 319) implementasi berarti:
a.Pelaksanaan; b.Penerapan.
Kamus Webster merumuskan secara pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berartito provide the means for carrying out(menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu).
Berdasar pandangan ini, maka omplementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keput usan-keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Pemerintah Eksekutif atau Dektrit Presiden). Dalam hubungannya dengan penulisan ini, implementasi diberi batasan: kenyataan berlaku suatu hukum atau
peraturan perundang-undangan.
Mazmariman dan Sabiter (2001 : 190) menjelaskan makna implementasi adalah
“memahami apa yang sebenarnya terjadi sesudah suatu program berlaku atau dirumuskan yang, mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak-dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.”
Lebih lanjut dijelaskan bahwa proses implementasi adalah keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-Undang, dapat pula berbentuk perintah-perintah, atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Pada umumnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi dengan menyebutkan secara tegas tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstruktur dan mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung
setelah melalui tahapan tertentu, yang biasanya diawali dengan proses pengesahan Undang-Undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan
pelaksananya.
Memperhatikan pendapat tersebut, maka diambil suatu kesimpulanbahwa pengertian implementasi adalah suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber-sumber yang di dalamnya termasuk manusia, dana, kemampuan organisasional, baik oleh pemerintah maupun swasta (individu atau kelompok) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan.
Agar implementasi suatu kebijakan dapat tercapai tujuannya serta dapat diwujudkan, harus dipersiapkan dengan baik. Sebaliknya,
bagaimanapun baiknya persiapan dan perencanaan implementasi kebijakan, namun kalau tidak dirumuskan dengan baik, maka apa yang menjadi tujuan kebijakan tidak akan dapat diwujudkan. Jadi apabila menghendaki suatu kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik, harus dipersiapkan dan direncanakan dengan baik sejak tahap perumusan atau pembuatan kebijakan publik sampai kepada antisipasi terhadap kebijakan tersebut diimplementasikan.
2.2.KERANGKA PEMIKIRAN
Kota Cirebon
Fasilitas Umum dan Ruang Publik Penataan Ruang Terbuka
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran BABIII
GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN
3.1.ASPEK GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI
Kota Cirebon terletak di bagian Timur Provinsi Jawa Barat dan berada pada jalur utama lintas
Pantura. Secara geografis Kota Cirebon berada pada posisi 108,33o dan 6,41o Lintang Selatan pada Pantai Utara Pulau Jawa bagian Barat. Bentuk wilayah memanjang dari Barat ke Timur sekitar 8
Masing mengacu pada UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Implementasi RTH di Cirebon Implementasi RTH di Cirebon
RTH seluas 30% sesuai UUPR
kilometer, dan dari Utara ke Selatan sekitar 11 kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut 5 meter.
Secara topografis, sebagian besar wilayah Kota Cirebon merupakan dataran rendah dan sebagian kecil merupakan wilayah perbukitan yang berada di wilayah selatan kota. Kondisi wilayah kota yang
sebagian besar berupa dataran rendah menjadi kendala tersendiri karena kecepatan aliran air hujan yang terbuang ke laut menjadi lambat dan sangat berpotensi menimbulkan genangan banjir di beberapa tempat. Oleh karena itu di beberapa titik
dibangun stasiun pompa yang berfungsi mempercepat pembuangan air hujan ke laut.
Sesuai dengan lokasi wilayah yang berada di tepi laut, Kota Cirebon termasuk daerah bertemperatur udara cukup tinggi berkisar antara
23,4oC - 33,6oC dengan curah hujan per tahun sebanyak 1.732 mm, dan 116 hari hujan atau sebanyak 31,78 % per tahun. Kondisi air tanah pada umumnya dipengaruhi oleh intrusi air laut, sehingga kebutuhan air bersih masyarakat untuk keperluan air minum sebagian besar bersumber dari pasokan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon yang sumber mata airnya berasal dari Kabupaten Kuningan.
Pada umumnya tanah di Kota Cirebon adalah tanah jenis regosol yang berasal dari endapan lava dan piroklasik (pasir, lempung, tanah liat, breksi lumpur, dan kerikil) hasil intrusi Gunung Ciremai. Secara umum jenis tanah yang tersebar di Kota Cirebon ini relatif mudah untuk mengembangkan berbagai macam jenisvegetasi.
Secara umum kondisi lingkungan di Kota Cirebon dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu kawasan yang masih memiliki kualitas
lingkungan yang masih baik yaitu memiliki indikator lingkungan di bawah ambang batas, dan kawasan yang kondisi lingkungannya telah berada di atas ambang batas kualitas lingkungan yang diperkenankan. Kawasan yang masih memiliki kualitas lingkungan di bawah ambang batas tersebar di seluruh wilayah kota, ditandai dengan masih adanya kawasan ruang terbuka hijau seperti di wilayah Argasunya, Harjamukti, wilayah Perumnas, dan lain sebagainya. Namun yang harus menjadi perhatian adalah kawasan-kawasan yang kondisi lingkungannya telah terjadi penurunan kualitas. Kawasan-kawasan tersebut diantaranya adalah kawasan bekas galian C Argasunya, kawasan-kawasan persimpangan jalan yang padat lalulintasyaitu disekitararea Jl.Siliwangi,Jl.Dr. Cipto Mangunkusumo, Jl. Karanggetas, Jl.
Pekiringan, Jl. Rajawali, Terminal Bus, dan Jl. Pemuda – By Pass. Selain itu ada beberapa aliran sungai yang memiliki indikator lingkungan yang telah melampaui ambang batas (Amoniak, Deterjen, dan Pecal Coli) yaitu diantaranya di sungai Sipadu, Sukalila, Suradinaya, Sigujeg, dan Gang Sontong.
Gambaran estimasi jumlah dan komposisi penduduk Kota Cirebon berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2. Jumlah penduduk Kota Cirebon adalah 300.434 jiwa, dengan komposisi penduduk laki-laki 150.628 jiwa dan perempuan 149.806 jiwa, dan rasio jenis kelamin sekitar 100,55. Penduduk Kota Cirebon tersebar di lima kecamatan, kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Pekalipan sebesar 18,7 ribu jiwa/km², terpadat kedua adalah
Kecamatan Kejaksan 11,8 ribu jiwa/km², kemudian kecamatan Kesambi 8,8 ribu jiwa/km², Kecamatan Lemahwungkuk 8,2 ribu jiwa/km², dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Harjamukti hampir 5,8 ribu jiwa/km².
Tabel 3.1
Struktur Umur Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2011 di Kota Cirebon
Kelompok Umur
Jenis Kelamin
Jumlah Laki-Laki Perempuan
0 - 4 14.079 13.006 27.085 5 - 9 14.324 13.412 27.736 10 - 14 14.223 13.630 27.863 15 - 19 13.936 13.982 27.916 20 - 24 12.660 12.216 24.866 25 - 29 13.902 13.378 27.280 30 - 34 13.310 12.714 26.024 35 - 39 11.670 11.312 22.982 40 - 44 10.550 10.794 21.344 45 - 49 8.686 9.376 18.062 50 - 54 7.601 8.184 15.785 55 - 59 6.336 6.113 12.454 60 - 64 3.817 4.136 7.963 65 - 69 2.612 2.966 5.578 70 - 74 1.556 2.213 3.777 75 + 1.373 2.364 3.737
Jumlah 160.623 149.305 300.434
Tabel 3.2
Jumlah Penduduk Kota Cirebon Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2011
No Kecamatan Kelurahan Penduduk Rasio Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Harjamukti 5 52.289 51.270 103.559 101.99 2 Lemahwungkut 4 27.257 26.273 53.530 103.76 3 Pekalipan 4 14.441 14.860 29.321 97.05 4 Kesambi 5 35.677 35.471 71.148 100.58 5 Kejaksan 4 20.964 21.912 42.676 95.67 Jumlah 2011 22 160.628 149.306 300.434 100.55 2010 22 143.600 147.789 296.339 100.55
Sumber : Badan Pusat Statistik, Estimasi Penduduk Hasil SP2010
3.2. ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Aspek kesejahteraan masyarakat terdiri dari kesejahteraan dan pemerataan ekonomi, kesejahteraan sosial, serta seni budaya dan olahraga.
1.Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
Kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan ekonomi diindikasikan dengan melihat
indikator pertumbuhan PDRB, laju inflasi, dan PDRB perkapita.
a. Pertumbuhan PDRB
Produk Domestik Regional Bruto merupakan indikator yang dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu tertentu, menggambarkan struktur ekonomi dan hasil analisisnya menggambarkan kinerja sektor perekonomian. Secara umum PDRB berdasarkan pendekatan produksi adalah jumlah nilai produk barang dan jasa yang
dihasilkan oleh berbagai unit produksi dalam satu wilayah atau region tertentu, pada suatu waktu tertentu, dimana umumnya dalam jangka satu tahun. PDRB dihitung berdasarkan dengan harga pada
tahun berjalan yang disebut dengan PDRB atas dasar harga berlaku, sedangkan yang dihitung dengan harga pada tahun dasar (2000 = 100) disebut dengan PDRB atas dasar harga konstan 2000.
Produk domestik regional bruto Kota Cirebon baik dihitung berdasarkan harga konstan dan harga berlaku mengalami peningkatan dari tahun 2008 ke tahun 2011. Namun laju pertumbuhan PDRB yang disebut pula Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Cirebon berdasarkan harga konstan tiga tahun terakhir (2009 – 2011) berada di bawah posisi rata-rata Propinsi Jawa Barat. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Cirebon pada tahun 2009 hingga tahun 2011 adalah sebesar 5,04 %
kemudian menurun menjadi 3,82 % dan terakhir menjadi 5,93 persen. Sementara Propinsi Jawa Barat pada tahun 2009 adalah sebesar 5,06 %, tahun 2010 5,83 %, dan tahun 2011 sebesar 6,48 % (sumber BPS Propinsi Jawa Barat).
2. Fokus Kesejahteraan Sosial
Pembangunan manusia sebagai insan dan sumberdaya pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, dilakukan pada seluruh siklus hidup manusia yaitu sejak dalam kandungan hingga lanjut usia. Upaya tersebut dilandasi oleh pertimbangan bahwa kualitas manusia yang baik ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangannya sejak
dalam kandungan, pembangunan manusia yang baik merupakan kunci bagi tercapainya kemakmuran bangsa. Selama periode tahun 2008 – 2012 berbagai program yang telah dilaksanakan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia Kota Cirebon yang ditandai dengan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat dan taraf pendidikan penduduk yang meningkat secara bertahap. Gambaran capaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan atas fokus kesejahteraan sosial dilakukan terhadap indikator Angka Melek Huruf (AMH), Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS), Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Pendidikan yang Ditamatkan, Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Kelangsungan Hidup Bayi, Angka Usia Harapan Hidup, persentase
penduduk yang memiliki lahan dan rasio penduduk yang bekerja.
a. Angka Melek Huruf (AMH)
Peningkatan kualitas sumber daya manusia ditandai oleh semakin meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia yang dapat terlihat dari tiga indikator utama, yaitu kesehatan, pendidikan dan daya beli. Dalam indikator pendidikan dapat diukur dari Angka Melek Huruf penduduk dewasa serta Rata-rata Lama Sekolah. Analisa atas data sebaran Rata-rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf menunjukan bahwa ketersediaan sarana prasarana, aksesibilitas dan kondisi sosial ekonomi berpengaruh pada peningkatan Rata-rata Lama Sekolah dan
Angka Melek Huruf. Peningkatan yang cukup signifikan AMH dan RLS terjadi di wilayah perkotaan sementara kondisi di wilayah pinggiran kota akibat berbagai
sebab mengalami perlambatan.
Perkembangan Angka Melek Huruf di Kota Cirebon periode tahun 2008 – 2011 mengalami peningkatan setiap tahunnya, sementara untuk tahun 2012 masih dalam proses penghitungan. Angka Melek Huruf pada tahun 2011 adalah sebesar 97,06 atau meningkat sebesar 0,06 % jika dibandingkan tahun 2008 sebesar 97,00 %.
Tabel 3.3
Perkembangan Angka Melek Huruf Tahun 2008-2012 Kota Cirebon No Uraian Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 1. Jumlah penduduk usia diatas 15 tahun yang bisa membaca dan menulis 209.724 215.262 208.487 211.346 -2. Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas 216.210 221.874 214.824 217.748
-3. Angka Melek Huruf 97,00 97,02 97,05 97,06
-Sumber:BadanPusatStatistikKotaCirebon,diolah.
b. Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS)
Tingginya kontribusi indeks pendidikan dipengaruhi oleh dua komponen yaitu Rat a-rata Lama Sekolah dan Angka Melek Huruf dimana setiap tahunnya menunjukan
peningkatan. Begitu pula dengan Rata-rata Lama Sekolah penduduk Kota Cirebon setiap tahunnya menunjukan kenaikan. Hal ini dapat dilihat bahwa Rata-rata Lama Sekolah pada tahun 2008 sebesar 9,20. Tahun 2009 sebesar 9,46 atau naik 0,26
poin dari tahun sebelumnya. Tahun 2010 sebesar 9,47 atau naik 0,01 poin dan pada tahun 2011 sebesar 9,75 atau naik sebesar 0,28 poin dibandingkan tahun 2010. Artinya bahwa pada tahun 2011 rata-rata
penduduk Kota Cirebon baru menyelesaikan pendidikan jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau baru mencapai kelas 1 SMA. Untuk lebih jelasnya dapat digambarkan pada tabel berikut.
Tabel 3.4
Angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Kota Cirebon Tahun 2008-2011
No Indikator Tahun
2008 2009 2010 2011 1. Rata-rata Lama
Sekolah (tahun)
9,20 9,46 9,47 9,75
Sumber : Indikator Makro Kota Cirebon Tahun 2007-2011, BPS : Tahun 2012.
c. Angka Partisipasi Murni (APM)
Angka Partisipasi Murni di Kota Cirebon untuk setiap jenjang pendidikan mengalami peningkatan setiap tahunnya,
kecuali pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 0,08% dari tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari upaya Pemerintah Kota Cirebon untuk menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dan menuju rintisan program wajib belajar 12 tahun. Gambaran mengenai APM di Kota Cirebon dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.5
Murni Jenjang SD/MI, SMP/MTs dan SMA/SMK/MA Tahun 2008-2011 Kota Cirebon
No Jenjang Tahun
2008 2009 2010 2011 1. SD/MI 95,63 95,76 96,01 99,27 2. SMP/MTs 90,67 92,05 92,39 95,71 3. SMA/SMK/MA 70,71 71,55 72,49 72,41
Sumber : Indikator Makro Kota Cirebon Tahun 2007-2011, BPS : Tahun 2012.
Berdasarkan data-data tersebut menunjukan Kota Cirebon sudah menuntaskan Program Wajib Belajar 9 Tahun, mengingat sesuai ketentuan Kementerian Pendidikan Nasional bahwa Kabupaten/Kota yang telah mencapai APM minimal 85 % dinyatakan telah menuntaskan Program Wajib Belajar 9 Tahun.
Selain Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Partisipasi Kasar (APK) sering
digunakan untuk menunjukan berapa besar anak usia menurut tingkat
pendidikan tertentu berada dalam lingkup pendidikan dan penyerapan dunia pendidikan formal terhadap penduduk usia sekolah. APK di Kota Cirebon untuk setiap
jenjang pendidikan tiap tahunnya mengalami fluktuasi.
Angka Partisipasi Kasar (APK) jenjang pendidikan SD/MI pada tahun 2011 adalah sebesar 137,46 persen atau mengalami penurunan sebesar 21,4 persen dibandingkan tahun 2008 sebesar 158,52 persen. Jenjang pendidikan SMP/MTs pada tahun 2011 sebesar 139,21 persen atau mengalami penurunan sebesar 57,33 persen dibandingkan tahun 2008 sebesar 196,54 persen. Sementara itu, APK untuk jenjang SMA/SMK/MA pada tahun 2011 sebesar 138,03 persen atau mengalami penurunan sebesar 84,41 persen dibandingkan tahun 2008 sebesar 222,44 persen.
BAB IV
Metode penelitian akan sangat mempengaruhi perolehan data-data dalam penelitian yang bersangkutan untuk selanjutnya dapat diolah dan dikembangkan secara optimal sesuai dengan metode ilmiah demi tercapainya tujuan penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah:
4.1.JENIS PENELITIAN
Penelitian secara umum dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu penelitian empiris atau sosiologis (lapangan) dan penelitian normatif. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian hukum empiris atau sosiologis yaitu penelitian hukum yang memandang hukum sebagai fenomena sosial (Soerjono Soekanto, 2006 : 10).
4.2.SIFAT PENELITIAN
Dilihat dari sudut bentuk penelitian diantaranya penelitian diagnostik merupakan suatu penelitian yang dimaksudkan untuk mendapatkan keterangan mengenai sebab-sebab bedanya suatu gejala atau beberapa gejala. Penelitian preskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mendapatkan saran-saran menganai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masal ah-masalah tertentu. Penelitian evaluatif dilakukan apabila seseorang ingin menilai program-program yang dijalankan (Seorjono Seokanto, 2006 : 63).
Berdasarkan pengertian tersebut makan penelitian ini termasuk dalam penelitian evaluatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pelaksanaan ruang terbuka hijau di Cirebon berdasarkan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
4.3.PENDEKATAN PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum diantaranya dalah pemdekatan undang-undang (statuteapproach), pendekatan kasus (case appropach), pendekatan historis (historical approach). Pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris. Studi empiris dengan tujuan untuk melihat apakah dalam pelaksanaan ruang terbuka hijau di Cirebon sudah mendekati sebesar 30% (tiga puluh persen) dari luas wilayahkota Cirebon yang disesuaikan dengan landasan yuridisnya. Pendekatan hukum perundang-undangan (statute
approach) yang bertujuan menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai dasar implementasi ruang terbuka hijau di Cirebon, dan pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu menggunakan konsep prinsip-prinsip penataan ruang sebagai dasar analisis peniliti untuk mengevaluasi implementasi ruang terbuka hijau di Cirebon.
4.4.JENIS DAN SUMBER DATA
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan penulis adalah jenis data primer dan data sekunder. Jenis data primer adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber pertama, sedangkan jenis data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku,
hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya (Soerjono Soekanto, 2006 : 51).
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan maka data-data primernya adalah hasil wawancara peneliti dengan dinas-dinas terkait yang berada diwilayah Kota Cirebon, sedangkan data sekunder yang diperlukan meliputi:
1.Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat antara lain:
a.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
b.Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
c.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
d.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
e.Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.
2.Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer seperti: hasil-hasil penelitian, buku-buku, artikel-artikel di media massa, pendapat para pakar hukum, maupun makalah-makalah.
3.Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa, dan ensiklopedia yang berhubungan
4.5.TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Di dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data, yaitu metode studi pustaka. Metode pengumpulan data melalui studi pustaka, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka serta
internet.
4.6.TEKNIK ANALISA DATA
Faktor terpenting dalam penelitian untuk menentukan kualitas hasil penelitian yaitu dengan analisis data. Data yang telah diperoleh setelah melewati mekanisme pengolahan data, kemudian ditentukan jenis analisisnya, agar nantinya data yang terkumpul tersebut lebih dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan adalah teknis
analisis data yang bersifat kualitatif deduktif. Menurut Jhonny Ibrahim analisis kualitatif dedukatif yaitu menarik suatu kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan secara konkret dalam masyarakat (Jhonny Obrahim, 2006 : 82).
Sedangkan model analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah model interaktif, yaitu data dikumpulkan dalam berbagai macam cara kemudian diproses dalam tiga alur verifikasi. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian (H. B. Sutopo, 2006 : 119).
Menurut H, B, Sutopo ada tiga komponen yang menjadi dasar dari tahapan analisa data. Tiga tahap tersebut adalah:
1.Reduksi Data
Merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap. Reduksi
daa adalah bagian dari proses analisa yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga narasi sajian data dan simpulan-simpulan dari unit-unit permasalahan yang dikaji dalam penelitian dapat dilakukan.
2.Penyajian Data
Alur penting yang kedua ini adalah sekumpulan informasi tersusun dalam suatu
kesatuan bentuk yang disederhanakan, selektif dalam konfigurasi yang mudah dipakai sehingga memberi kemungkinan adanya pengambilan kesimpulan.
3.Menarik Kesimpulan
Pada awal pengumpulan data penulis harus memahami arti berbagai hal yang meliputi segala hal yang ditemani dengan melakukan pencatatan-pencatatan peraturan, pernyat aan-pernyataan konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan (H. B. Sutopo, 2006 : 114 – 116). Teknik analisa data tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (H. B. Sutopo, 2006 : 120):
Gambar 4.1
InteraktifModelAnalysis
BAB V PENUTUP
5.1.KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan terhadap masalah yang diangkat dalam kajian ini, dapat ditarik
kesimpulan sebagai barikut:
1.Bahwa Implementasi ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau di Cirebon berdasarkan
Kesimpulan
Reduksi Data Reduksi Data
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yakni Pemkot Cirebon berusaha menambah luasan ruang terbuka hijau, konsep makronya adalah pembuatan hutan kota melalui perbanyakan Ruang Terbuka Hijau sebagaimananya yang diamanatkan dalam Pasal 29 UUPR bahwa setiap wilayah masing-masing daerah, karena saat ini luasan ruang terbuka hijau di Cirebon masih mencapai 18,8%. Hasil dari implementasi ketentuan penyediaan ruang terbuka hijau berupa pembangunan taman-taman kota
sebagai public space.
2.Dalam pembangunan ruang terbuka hijau ditemukan beberapa faktor penghambat. Hambatan tersebut sifatnya teknis dan non teknis, diantaranya banyaknya hunian liar,
pemukiman kumuh yang berada di atas tanah Negara, kurangnya budget untuk pemeliharaan dan mantenancetaman-taman kota mengingat banyaknya jumlah taman yang ada, berlum
adanya peraturan daerah tentang ruang terbuka hijau di Cirebon serta penyalahgunaan manfaat ruang terbuka hijau. Oleh karena itu diperlukan solusi pemecahannya yaitu Pemerintah melakukan pendekatan persuasif, memilih tanaman yang memiliki daya hidup kuat dan tidak membutuhkan biaya besar dalam perawatan serta menindak tegas pelaku pelanggaran.
5.2.SARAN
1. Diharapkan kesadaran bagi masyarakat tentang arti penting taman kota sebagai ruang terbuka
h
hiijjauau, , uunnttuuk k mmememiinniimalmalkkan an rruusaksaknnya ya ffasiasilliittasas y
yaanng g aadda a ddi i aarreea a ttaammaann--ttaammaan n kkootta a bbaahhkkaann pe
pencurncuriian an atatrriibut but yyang ang beberrada ada di di ttamamanan t
terersesebbuutt, , kkararena ena hhal al ttererssebuebut t akakan an mmenaenammbbahah b
beebbaan n ppeennggeelluuaarraan n ppeemmeerriinnttaah h sseetteemmppaat t uunnttuukk b
biiaayya a ppeerrbbaaiikkaann.. 2.
2. PePerrllu u didillakukan akukan pepengngaawwasasan an sseeccarara a khukhussuuss u
unnttuuk k mmeennggananttiisisipaspasi i adadananyya a pengrpengruussakakan an dandan p
penyalenyalahguahgunnaan aan ffasiasilliittas as uummuum m yanyang g didillakakuukkanan ol
oleh eh ppiihhak-ak-ppiihhak ak yanyang g ttiiddak ak bbererttangguanggunng g jjawawabab s
seepeperrtti i mmeemmasasang ang CCCCTTV V pada pada arareea a hothotsspopott,, m
meenemnempatpatkan kan pepettuuggas as kekeamamanan anan yyang ang sseellalaluu si
siaga aga ddalalam am mmenenjjadada a ffasiasilliittas as uummuum m tterersesebbuutt..
5
5..33..RREKOEKOMMENDASIENDASI
Pe
Pemmeerriintntah ah KKootta a CCiirreebon bon peperrllu u sseeggeerraa m
dal
dalam am ssuuatatu u peperratatuurran an daedaerrahah, m, meennggiinnggat at ararttii pen
penttiinngnya gnya rruuanang g ttererbubukka a bbagi agi ppererkemkembabanngan gan kotkotaa y
yaanng g ddiiddaallam am rreegguullaassi i tteerrsseebbuut t mmeennggaakkoommooddaassii s
saanknkssi i babaggi i paparra a pepellaaku ku pepellaangngggaarraann pe
penyanyallahgunahgunaan aan mmanfanfaat aat rruuang ang tteerrbubuka ka hhiijjauau u
unnttuuk k mmenenganganttiisisippaasi si hhiillaanng g ddan an rruusaksaknnya ya ffaasisilliittaass pu
publbliik. k. HHal al iinni i didimmaksaksuudkdkan an uunnttuuk k mmeewwuujjuudkdkanan pem
pemananffaataatan an rruuanang g kkotota a yanyang g seserrasi asi dan dan sseieimmbabanngg s
seessuai deuai dengngaan n kkeebutbutuhan uhan dadan n dadayya a dukungdukung pe
perrttumumbuhbuhan an dadan n peperrkekemmbabangngan an kokottaa, , ttanpanpaa m
meengangabaibaikan kan asaspepek k kekelleessttarariian an lliingkungkungangann keh
D
DAFTAFTAR AR PUPUSTSTAKAAKA
U
Undndaangng--UUndndaang ng NoNommoor r 332 2 TTaahun hun 2200004 4 tteentntaangng Pem
Pemeerriinnttah ah DDaeaerrahah;; U
Unndandangg--UUndndang ang NNomomor or 26 26 TaTahhuun n 2007 2007 tteennttang ang PePennatataanaan Ruang;
Ruang; U
Undndaangng--UUndndaang ng NoNommoor r 332 2 TTaahun hun 2200009 9 tteentntaangng Per
Perlliinndudunngan gan ddan an PenPengegellololaan aan LiLinngkugkunngan gan HHiidduupp;; Pe
Perratatuurran an PePemmeerriinnttah ah RReepupublbliik Ik Inndondoneessiia a NNomomor or 2626 T
Taahhuun n 2200008 8 tteennttaanng g RReennccaanna a TTaatta a RRuuaanng g WWiillaayyaahh N
Naasisiononaall;; Pe
Perratatuurran an MMeenntteerri i DDalalam am NNeeggeerri i NomNomor or 1 1 TaTahhuun n 20072007 t
teennttang ang PePennatataan aan RRuuanang g TTeerrbubuka ka HHiijjau au KKawawasasanan Perkotaan.
Perkotaan. R
Ruussttam am HHakakiim, m, TThhesesiis s AAnnalaliisisis s KKebiebijjakan akan PPenengegellololaanaan R
Ruuanang g TeTerrbubuka ka HHiijjau au KKotota a DDKKI I JakarJakartta, a, IInnssttiittuutt T