• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penelitian Pendahuluan atas Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian Pendahuluan atas Hubungan

Social Engagement dengan fungsi kognitif

Budi Riyanto Wreksoatmodjo

Jakarta, Indonesia

rinGkaSan

Peningkatan jumlah penduduk akan meningkatkan jumlah lanjut usia; keadaan ini akan menimbulkan masalah

ke-sehatan yang berhubungan dengan masalah penuaan; antara lain penurunan fungsi kognitif. Faktor-faktor risiko

penurunan fungsi kognitif tersebut bisa berasal dari faktor genetik (gen APOE, PS), usia, faktor penyakit/kondisi

kesehatan seperti hipertensi, DM, defisiensi, maupun faktor tempat tinggal dan keterlibatan sosial (social

engage-ment). Penelitian atas 20 orang lanjut usia yang tergabung dalam suatu paguyuban lanjut usia di Jakarta Barat tidak

mendapatkan hubungan antara keterlibatan sosial (social engagement) dengan fungsi kognitif (nilai MMSE). Hasil

ini mungkin dipengaruhi oleh jumlah sampel yang kecil, selain itu bisa karena mereka yang datang ke kegiatan seperti

ini pada dasarnya memang mempunyai social engagement yang baik.

PEnDaHuluan

Peningkatan harapan hidup merupakan

salah satu keberhasilan terbesar kebijakan

kesehatan masyarakat.

1

Keberhasilan ini

menambah jumlah penduduk dunia, dari

sekitar 6.5 milyar di tahun 2006, akan

men-jadi 7 milyar di tahun 2012. Seiring dengan

penambahan tersebut, jumlah penduduk

berusia 60 tahun ke atas di dunia juga

me-ningkat; antara tahun 1970 sampai tahun

2025, jumlah mereka diperkirakan akan

me-ningkat 223% atau sekitar 694 juta jiwa. Di

tahun 2025 akan terdapat sekitar 1.2 milyar

penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas,

yang akan menjadi 2 milyar di tahun 2050;

80% di antaranya tinggal di negara-negara

berkembang.

1

Indonesia yang berpenduduk 231,4 juta

jiwa (2009), mempunyai laju

pertam-bahan sebesar 1,22%/tahun.

2

Pertamba-han tersebut disertai dengan peningkatan

proporsi penduduk lanjut usia dari 4.7%

(2000) menjadi 5.1% (2008).

3

Di

Indo-nesia seseorang dikategorikan sebagai

lanjut usia jika berusia 60 tahun ke atas

4

yang jumlahnya pada tahun 2010

diper-kirakan 18.575.000 jiwa

2

; angka tersebut

sekitar 7% dari jumlah seluruh penduduk

yang diperkirakan sebesar 234.181.400

jiwa. Proporsi populasi lanjut usia tersebut

akan terus meningkat mencapai 11.34% di

tahun 2020.

5

Peningkatan jumlah penduduk berusia

lan-jut akan mengubah peta masalah sosial dan

kesehatan karena penurunan produktivitas

dan mulai munculnya berbagai masalah

kesehatan, terutama yang berhubungan

dengan proses penuaan.

6

Di antara

popu-lasi lanjut usia tersebut, mereka yang

meng-alami keluhan kesehatan terus meningkat;

persentase mereka yang mengalami

keluh-an kesehatkeluh-an dalam sebulkeluh-an terakhir

me-ningkat dari 49.50% di tahun 2004, menjadi

51.36% di tahun 2006, menjadi 55,42% di

tahun 2008.

2

Para lanjut usia selain mengalami

duran fisik juga sering mengalami

kemun-duran fungsi intelektual termasuk fungsi

kognitif. Kemunduran fungsi kognitif dapat

berupa mudah-lupa (forgetfulness) –

ben-tuk gangguan kognitif yang paling ringan

– diperkirakan dikeluhkan oleh 39% lanjut

usia yang berusia 50-59 tahun, meningkat

menjadi lebih dari 85% pada usia lebih dari

80 tahun. Di fase ini seseorang masih bisa

berfungsi normal kendati mulai sulit

meng-ingat kembali informasi yang telah

dipela-jari; tidak jarang ditemukan pada orang

set-engah baya.

7

Jika penduduk berusia lebih

dari 60 tahun di Indonesia berjumlah 7%

dari seluruh penduduk, maka keluhan

mu-dah-lupa tersebut diderita oleh setidaknya

3% populasi di Indonesia. Mudah-lupa ini

bisa berlanjut menjadi Gangguan Kognitif

Ringan (Mild Cognitive Impairment-MCI)

sampai ke Demensia sebagai bentuk klinis

yang paling berat. Demensia adalah suatu

kemunduran intelektual berat dan progresif

yang mengganggu fungsi sosial, pekerjaan,

dan aktifitas harian seseorang.

8

Faktor-faktor risiko penurunan fungsi

kog-nitif tersebut bisa berasal dari faktor

gene-tik (gen APOE, PS), usia, faktor penyakit/

kondisi kesehatan seperti hipertensi, DM,

defisiensi, maupun faktor tempat tinggal

9

;

penelitian lain menunjukkan bahwa pola

keterlibatan sosial (social engagement)

juga bisa mempengaruhi fungsi kognitif

para lanjut usia

10-12

; hasil penelitian di tiga

daerah di Indonesia menunjukkan bahwa

kegiatan sosial dapat berperan penting

dalam pencegahan kemunduran fungsi

kognitif.

13

tinjauan PuStaka

Pengaruh social engagement (keterlibatan

sosial) terhadap perubahan fungsi

kog-nitif sudah lama diselidiki meskipun sampai

saat ini belum ada kesepakatan

(2)

menge-nai pengertian istilah tersebut. Pencarian

menggunakan katakunci social engagement/

involvement/participation dari 4 databases

termasuk MEDLINE menghasilkan 43

defi-nisi; kebanyakan terfokus pada keterlibatan

seseorang pada aktivitas yang melibatkan

in-teraksi dengan orang lain di masyarakat atau

kelompok. Analisis lebih lanjut

mendapat-kan 6 kegiatan yang paling sering dikaitmendapat-kan

dengan pengertian istilah tersebut, yaitu :

melakukan aktivitas untuk persiapan

berhu-bungan dengan orang lain, ada bersama

de-ngan orang lain, berinteraksi dede-ngan orang

lain tanpa kegiatan spesifik, beraktivitas

ber-sama orang lain, menolong orang lain, dan

melakukan sesuatu untuk masyarakat.

14

Social engagement diartikan sebagai

ke-mampuan memelihara hubungan sosial

(jaringan sosial) dan berpartisipasi dalam

kegiatan sosial (aktivitas sosial).

15

Jaringan

sosial (social network) dinilai dari struktur dan

kualitas hubungan interpersonal, sedangkan

aktivitas sosial (social engagement) dicirikan

dari partisipasi dalam aktivitas masyarakat

yang bermakna dan produktif. Lebih banyak

mempunyai jaringan sosial dan lebih banyak

aktivitas sosial diasosiasikan dengan lebih

lambatnya penurunan kognitif

16

dan

me-reka yang menerima dukungan emosional

mempunyai fungsi kognitif yang lebih baik.

17

Kompleksitas jaringan sosial sulit ditangkap/

diuraikan. Jaringan sosial bergantung baik

pada karakteristik strukturalnya maupun

pada persepsi yang bersangkutan terhadap

kualitas hubungan tersebut.

18

Pada penelitian yang telah dilakukan,

jaring-an sosial diukur dengjaring-an berbagai parameter

seperti status marital

19-21

, banyaknya

hubung-an sosial

19-22

, seringnya kontak

19-22

, kepuasan

atas relasi yang ada

19-21

, dan dukungan yang

dirasakan (perceived support).

22

Masih

be-lum dapat ditentukan pengaruhnya

terha-dap fungsi kognitif - apakah berasal dari

struktur hubungan sosial (besar, frekuensi)

atau dari persepsinya (kepuasan, kesan)

ter-hadap hubungan sosial yang ada.

18

Kemampuan memelihara jaringan sosial

didukung oleh luasnya sistim limbik dan

daerah asosiasi kortikal maupun

subkor-tikal; meskipun belum diketahui area yang

spesifik untuk stimulus sosial

23

, area

terse-but berperan dalam fungsi representasi

simbolik yang penting dalam situasi sosial.

Mekanisme neurobiologi maupun

neuropa-tologi jaringan sosial masih belum banyak

diketahui; jaringan sosial agaknya dikaitkan

dengan kemampuan mereduksi

kemung-kinan bahwa patologi jaringan otak akan

bermanifestasi klinis. Aktivitas dan jaringan

sosial dapat mempengaruhi pola

hubung-an hubung-antara fungsi kognitif denghubung-an kelainhubung-an

patologi otak; efek modifikasi ini terutama

terlihat pada fungsi semantic memory dan

working memory.

24

Para peneliti

menyim-pulkan bahwa aktivitas sosial yang ekstensif

mempunyai efek proteksi terhadap risiko

berkembangnya demensia

12,15,19,22

; penemuan

ini diperkuat dengan studi pada tikus – tikus

yang hidup di lingkungan kompleks lebih

cekatan dibandingkan dengan yang hidup di

lingkungan sederhana. Selain menyediakan

lingkungan dinamis yang memerlukan

mo-bilisasi fungsi kognitif yang lebih aktif,

aktivi-tas sosial juga meningkatkan rasa ‘berguna’

dan kepuasan (purpose and fulfillment).

15

Beberapa studi

15,19

menunjukkan bahwa

me-reka yang mempunyai jaringan sosial lebih

luas, kurang berisiko menderita hendaya

(im-pairment) kognitif, meskipun ada juga studi

yang tidak mendukung.

17

Sebuah penelitian

kohort Honolulu-Aging Study

menghu-bungkan penurunan aktivitas dari usia

per-tengahan ke usia lanjut dengan peningkatan

risiko demensia meskipun masih mungkin

bahwa penurunan aktivitas tersebut justru

merupakan tanda dini demensia.

25

Luasnya jaringan sosial sering

diperkira-kan mempengaruhi faktor kesehatan yang

juga berhubungan dengan fungsi kognitif,

seperti keadaan vaskuler lebih baik

26,27

;

rendahnya depresi

28,29

atau memperbaiki

perilaku kesehatan seperti olahraga teratur

dan ketaatan berobat.

30

Aktivitas sosial juga

bisa menguntungkan melalui lingkungan

yang merangsang fungsi kognitif.

17,25,31,32

Pe-nelitian di kalangan perempuan

menemu-kan hasil serupa.

22

Ada beberapa alasan mengapa aktivitas

sosial dalam bentuk apapun

berhubung-an dengberhubung-an fungsi kognitif di usia lberhubung-anjut; di

antaranya bahwa aktivitas tersebut juga

memperbaiki kondisi kesehatan umum,

mengurangi depresi dan memperbaiki

kebiasaan hidup sehat. Tanpa

memperhi-tungkan efeknya terhadap fungsi kognitif,

agaknya menghindari isolasi sosial dan

mempertahankan berbagai jenis aktivitas

sosial bersifat protektif terhadap gangguan

kognitif dan demensia di kemudian hari;

meskipun demikian, kemungkinan yang

sebaliknya – bahwa gangguan kognitif

me-nyebabkan penurunan aktivitas sosial juga

harus dipertimbangkan mengingat

neu-ropatologi sudah terlihat berpuluh tahun

sebelum gejala muncul.

33

Pengaruh aktivitas sosial ini didukung oleh

fenomena biologis; pada percobaan

bina-tang, mereka yang tinggal di lingkungan

yang lebih ‘kaya’, dibandingkan dengan

yang tinggal terisolasi, lebih sedikit

penu-runan kognitifnya

72

, mengandung lebih

sedikit amiloid di otak

34

, lebih banyak

ja-ringan kapiler korteksnya

35

dan juga lebih

aktif neurogenesisnya.

36

Penelitian pendahuluan ini bertujuan untuk

mendapatkan gambaran pola keterlibatan

sosial (social engagement) dan fungsi kognitif

para lanjut usia yang terhimpun dalam salah

satu paguyuban lanjut usia di Jakarta Barat.

BaHan Dan Cara

Wawancara dilakukan pada suatu pertemuan

rutin bulanan salah satu paguyuban lanjut

usia di Jakarta Barat; mereka yang bersedia

mengikuti penelitian ini menjalani

pemerik-saan tekanan darah, tinggi badan dan berat

badan, kemudian diwawancara mengenai

ri-wayat hipertensi dan diabetes mellitus.

Penilaian fungsi kognitif dilakukan

de-ngan tes Mini Mental State Examination

(MMSE).

8

Keterlibatan sosial (social

en-gagement) dinilai menggunakan kuesioner

Social Disengagement Index

15

(lampiran).

Status gizi dihitung berdasarkan body mass

index /indeks massa tubuh(BMI/IMT) =

bb(kg)/tb2(m). Dikategorikan normal jika :

IMT 18.50 – 24.99; overweight : IMT ≥ 25.0;

underweight : IMT < 18.5.

1

Tekanan darah

diukur dalam posisi duduk.

37

Hipertensi

di-tentukan jika tekanan sistolik ≥ 140 mmHg

atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg

38

; selain

itu ditanyakan juga melalui anamnesis,

apa-kah responden pernah didiagnosis /

diketa-hui hipertensi sebelumnya. Diabetes

melli-tus hanya dinilai melalui anamnesis.

Dalam petemuan rutin tersebut, sejumlah 37

orang bersedia diwawancara, hanya 20 orang

di antaranya yang berusia > 60 tahun.

(3)

HaSil

Karakteristik 20 responden yang dianalisis

dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik responden

jumlah (n = 20) n % Usia (tahun) >60 – 70 >70 – 80 >80 14 5 1 70 25 5 Gender Pria Perempuan 164 8020 Status marital Menikah Tak menikah Cerai mati Cerai hidup 14 2 3 1 70 10 15 5 Pendidikan SD SLP SLA Sarjana 2 5 10 3 10 25 50 15 Pekerjaan

Tak bekerja/ibu rumah tangga Pensiunan Wiraswasta Karyawan 11 3 4 2 55 15 20 10

Kebanyakan responden perempuan (16

orang – 80%), berstatus ibu rumahtangga

(11 orang – 55%); berusia antara 61 – 70

ta-hun (14 orang – 70%), 1 orang berusia 85

tahun. Sebagian besar berpendidikan SLA

(10 orang – 50%). Hanya ada 4 pria.

Tabel 2. Karakteristik penyakit penyerta

Penyakit penyerta jumlah (n=20) n % Hipertensi Riwayat ya tidak Pengukuran ya tidak tidak ada data

6 14 1 17 2 25 75 5,5 94,5 Diabetes melitus Riwayat ya tidak 3 17 15 85 Berat badan overweight normal underweight 2 17 1 10 85 5

Hipertensi dinilai dari riwayat hipertensi

yang diketahui responden dan melalui

pengukuran saat wawancara, tekanan darah

diukur menggunakan sfigmomanometer

airraksa pada posisi duduk; hipertensi

di-tentukan jika tekanan darah duduk sistolik

≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg

(JNC 7). Terdapat ketidak sesuaian data

hipertensi – lebih banyak yang mempunyai

riwayat hipertensi (6 – 25%) dibandingkan

dengan yang ditemukan saat pengukuran

(1 – 5.5%). Dua orang tidak tercatat data

pengukuran tekanan darahnya.

Diabetes mellitus hanya dinilai dari

ri-wayat/anamnesis – sebagian besar

me-ngaku tidak menderita diabetes mellitus

(17 – 85%). Didapatkan 2 responden yang

tergolong overweight dan 1 responden

underweight (tabel 2); sebagian besar (17

responden – 85%) berberat badan ideal –

dengan indeks massa tubuh normal (IMT

18.50 – 24.99).

Keterlibatan sosial dinilai dari kuesioner

menurut Bassuk (1999) yang terdiri dari

pe-nilaian atas faktor pasangan hidup, jumlah

anak dan berapa orang yang tetap

berhu-bungan, keluarga lain dan teman yang bisa

dihubungi dan diajak bicara mengenai

ma-salah pribadi atau dimintai tolong

sewaktu-waktu (lampiran 1). Nilai GAB 3- 4 berarti

keterlibatan sosialnya baik, sedangkan jika

nilainya 1- 2 dinilai buruk.

Sebagian besar responden 14 (70%)

dini-lai mempunyai keterlibatan sosial baik

(tabel 3).

Uji MMSE digunakan untuk menilai fungsi

kognitif para responden; terdiri dari

peni-laian atas orientasi, registrasi, atensi dan

kalkulasi, mengingat kembali dan fungsi

bahasa. Nilai 24 - 30 dianggap normal, nilai

17 – 23 berarti mungkin (probable) terdapat

gangguan kognitif, sedangkan nilai < 17

be-rarti terdapat gangguan kognitif (definite).

8

Pada penelitian ini hanya 2 (10%) responden

yang nilai MMSEnya kurang dari 24,

me-reka semuanya mempunyai nilai GAB >2;

sebaliknya 6 responden yang nilai GABnya

rendah semuanya mempunyai nilai MMSE

≥ 24 (tabel 5). Tidak ditemukan korelasi

antara social engagement (nilai GAB)

de-ngan tingkat fungsi kognitif (nilai MMSE)

pada populasi penelitian ini.

Tabel 3. Pola keterlibatan sosial

nilai GaB jumlah responden

4 2

3 12

2 6

1 0

Tabel 4. Nilai MMSE

nilai MMSE jumlah responden ≥ 24 18 < 24 2

Tabel 5. Korelasi Nilai GAB dan MMSE

MMSE ≥ 24 < 24 total GAB 3 - 4 12 2 14 1 - 2 6 0 6 total 18 2 20

PEMBaHaSan

Pada penelitian ini hanya 2 (10%)

re-sponden lanjut usia yang nilai MMSEnya

menunjukkan gangguan kognitif ringan

de-ngan nilai 22 dan 23; keduanya perempuan

masing-masing berusia 71 dan 75 tahun.

Mereka mempunyai social engagement

yang baik (nilai GAB 3 – 4). Sebaliknya di

antara yang nilai social engagementnya

bu-ruk (nilai GAB 1 - 2) semuanya mempunyai

nilai MMSE > 24.

Pada penelitan ini tidak dijumpai

penu-runan fungsi kognitif yang nyata, juga tidak

terlihat hubungan antara social

engage-ment dengan penurunan fungsi kognitif;

hal ini dapat karena jumlah responden yang

sedikit sehingga tidak cukup representatif.

Selain itu mengingat survai ini diadakan di

pertemuan sosial, yang cenderung lebih

mungkin dihadiri oleh para lanjut usia yang

memang aktif dan masih mampu bepergian

sendiri; para lanjut usia yang mulai

terham-bat mobilitasnya akan lebih sulit hadir di

pertemuan yang diadakan jauh dari tempat

tinggal mereka. Juga perlu diperhatikan

kemungkinan bahwa para lanjut usia pada

fase awal demensia mulai kehilangan minat

terhadap aktivitas sosial dan waktu luang

39

sehingga tidak lagi hadir pada

pertemuan-pertemuan sosial, dengan demikian kurang

terwakili pada survai ini.

Penelitian sebelumnya dengan jumlah

re-sponden lebih besar dan waktu

pengamat-an lebih ppengamat-anjpengamat-ang umumya menemukpengamat-an

risiko demensia lebih tinggi di kalangan

dengan aktivitas sosial yang lebih rendah

(tabel).

Hipertensi diderita oleh 6 responden tetapi

pada pengukuran hanya 1 orang yang

(4)

teru-kur hipertensi, hal ini dapat karena tekanan

darahnya telah terkontrol dengan obat.

Tekanan darah tinggi di usia pertengahan

dikaitkan dengan mild cognitive

impair-ment

44

dan peningkatan risiko demensia

45

;

sebaliknya hipertensi di usia lanjut

diaso-siasikan dengan penurunan risiko

demen-sia.

46

Selain itu telah diperhatikan bahwa

tekanan darah mulai turun sekitar 3 tahun

sebelum demensia didiagnosis

47

dan terus

menurun pada penderita AD.

48

Dari data

ini bisa ditafsirkan bahwa tekanan darah

tinggi di usia pertengahan meningkatkan

risiko demensia di kemudian hari,

sedang-kan rendahnya tesedang-kanan darah di usia lanjut

dikaitkan dengan proses penuaan dan

neu-ropatologi yang menyertainya.

33

Perbedaan risiko tersebut dapat

kare-na tingginya tekakare-nan sistolik di usia

per-tengahan meningkatkan risiko

aterosklero-sis

49

, meningkatkan jumlah lesi substansia

alba yang mengindikasikan iskemi

50

, juga

meningkatkan jumlah plak neuritik dan

tangles di neokorteks dan hipokampus

51

serta meningkatkan atrofi hipokampus dan

amigdala.

52

Masing-masing kelainan

terse-but dapat berpengaruh negatif terhadap

fungsi kognitif di usia lanjut. Sebaliknya,

rendahnya tekanan darah dapat

diasosiasi-kan dengan peningkatan risiko gangguan

kognitif dan demensia karena perubahan

neurodegeneratif akibat hipoperfusi otak.

53

Diabetes mellitus ditentukan hanya

ber-dasarkan anamnesis, hanya 3 orang yang

diketahui mempunyai riwayat diabetes

mellitus. Pada penelitian ini tidak dilakukan

pemeriksaan gula darah.

Kecuali penemuan Curb dkk

54

, diabetes

melitus di usia pertengahan meningkatkan

risiko mild cognitive impairment

55

, semua

jenis demensia

45,56,57

dan demensia vaskuler.

58

Studi kasus-kontrol menunjukkan bahwa

pe-ningkatan risiko dipengaruhi oleh onset yang

lebih dini, lama dan beratnya diabetes.

59

Manfaat kontrol gula darah terhadap risiko

demensia masih belum dapat dipastikan.

Studi observasional mendapatkan para

dia-betik yang diobati lebih sedikit mengalami

penurunan fungsi kognitif dibandingkan

dengan yang tidak diobati.

60

Mekanisme hubungan diabetes melitus

dengan demensia belum diketahui pasti;

agaknya melibatkan beberapa proses yang

saling berkaitan: proses vaskular, metabolik

dan proses oksidatif/inflamasi.

61

Diabetes

menyebabkan gangguan sistem pembuluh

darah, termasuk di otak; gangguan ini bisa

menyebabkan iskemi yang menghasilkan

lesi subkortikal di substansia alba, silent

in-farcts, dan atrofi yang pada MRI kalangan

penderita diabetes terlihat lebih sering dan

berat.

62

Diabetes lebih dikaitkan dengan

risiko demensia vaskuler dibandingkan

de-ngan demensia Alzheimer.

63

Metabolisme Abeta

64

dan tau - protein

65

yang membentuk plak dan kekusutan

neu-ron di otak juga dapat dipengaruhi oleh

kadar insulin.

Sebagian besar responden mempunyai berat

badan normal; 2 responden berat badannya

lebih dan 1 orang berat badannya kurang.

Mengingat obesitas erat hubungannya

dengan hipertensi, kolesterol tinggi, dan

diabetes melitus, beberapa studi mencoba

mencari hubungannya dengan

demen-sia. Hasilnya tidak konsisten - studi pada

kelompok usia pertengahan umumnya

menunjukkan peningkatan risiko

45,66

;

se-Tabel. Penelitian –penelitian asosiasi aktivitas sosial dengan fungsi kognitif lanjut usia di masyarakat.

Penulis lokasi Populasi Eksklusi uji Hasil Amieva dkk.

2010

Masyarakat, Perancis PAQUID cohort

3.777 usia ≥65

tahun - MMSE, IADL risiko Alzheimer 55 % lebih rendah di kalangan social support baik, 23% lebih rendah di kalangan yang socially satisfied Bassuk dkk. 1999 Masyarakat, New Haven, Connecticutt Longitudinal 2.812 usia ≥65

tahun - SPSMQ, questionnaire Jaringan sosial terendah vs. tertinggi : 3-year OD untuk penurunan kognisi : 2,24 6-year OD : 1,91 12-year OD : 2,37 Crooks dkk. 2008 Masyarakat, California, USA Prospektif 2002-2005 2.249 usia ≥78 tahun anggota HMO, tidak demensia

Demensia, menolak/tak dapat

dikontak, data tak lengkap TICS-m (similar to MMSE), LSNS-6 for social network

80/456 (18%) menjadi demensia di kalangan jaringan sosial rendah, 188/1793 (10%) menjadi demensia di kalangan jaringan sosial tinggi

Efek protektif (HR = 0.74) Fratiglio ni dkk.

2000 Masyarakat, Kungsholmen Sweden Follow-up rata-rata 3 tahun

1.203 usia ≥ 75 tahun, tidak demensia

MMSE ≤23 MMSE, social network Jaringan sosial buruk/terbatas meningkatkan risiko demensia sebesar 60% (95%CI: 1.2 – 2.1)

Glei dkk.

2000 Masyarakat TaiwanLongitudinal 1989 - 2000

1387 usia ≥ 60

tahun - SPSMQ Aktivitas sosial positif terhadap kognisi, jaringan sosial tak berpengaruh Green dkk.

2008 Masyarakat, Baltimore, USA Longitudinal 1981 - 2005

874 usia ≥ 18

tahun - MMSE, IADL, Delayed word recall Tidak ada asosiasi antara aktivitas sosial dengan kognisi/IADL Ho dkk.

2001 Masyarakat, HongKongKohort 2032 usia ≥ 70 tahun Cognitive impairment CAPE di institusi vs. di masyarakat : OR pria 4.4 (1.7 – 11.1), OR perempuan 2.5 (1.3 – 4.9) James dkk.,

2011 Fasilitas pensiunan, Chicago, AS Kohort 12 tahun

1406 usia ≥65

tahun Demensia, data tak lengkap Battery of 21 tests Laju penurunan kognitif 70% lebih rendah di kalangan aktif sosial Yeh dkk.

(5)

baliknya, studi di usia lanjut menunjukkan

penurunan risiko AD.

67

Mungkin ada situasi

lain dengan asosiasi nonlinear – adipositas

di usia pertengahan meningkatkan risiko,

kemudian terdapat perubahan patofisiologi

berkaitan dengan demensia yang (juga)

menurunkan indeks massa tubuh.

Mekanisme yang paling jelas ialah melalui

peningkatan risiko hipertensi, diabetes dan

hiperkolesterolemi

68

; tetapi perbaikan

fak-tor-faktor tersebut ternyata tidak

mengu-rangi asiosiasinya

69

, menandakan

kemung-kinan obesitas secara independen berisiko

demensia. Mekanismenya bisa akibat efek

jaringan adiposa yang mensekresi

bebera-pa sitokin, hormon dan faktor pertumbuhan

yang menembus sawar darah otak

68

meng-ingat jaringan adiposa diketahui merupakan

jaringan endokrin aktif.

70

Disregulasi hormon

leptin bersamaan dengan proses penuaan

dapat secara langsung mempengaruhi

de-generasi Alzheimer dengan meningkatkan

deposisi Abeta di jaringan otak.

71

SiMPulan

Pada populasi penelitian ini hanya 2 (10%)

responden yang digolongkan mengalami

gangguan kognitif (MMSE < 24),

masing-masing berusia 71 dan 75 tahun; tidak

ter-dapat hubungan dengan tingkat social

engagement mereka. Hal ini bisa karena

sampel yang kecil, selain itu bisa karena

mereka yang datang ke kegiatan seperti ini

pada dasarnya memang mempunyai social

engagement yang baik.

Penyakit penyerta yang ditemukan ialah

hipertensi, diabetes melitus dan overweight;

hal ini perlu diperhatikan mengingat

penya-kit – penyapenya-kit tersebut merupakan faktor

risiko demensia.

Saran

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih

tepat mengenai pengaruh aktivitas sosial

terhadap fungsi luhur para lanjut usia,

pe-nelitian perlu dikembangkan mencakup

populasi masyarakat yang lebih luas; tidak

terbatas pada mereka yang aktif dalam

pa-guyuban lanjut usia.

Daftar PuStaka

1. WHO. Active Ageing : a policy framework, 2002. 2. Statistik Indonesia 2009. BPS kat.1101001.

3. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2008. BPS 2009.kat.4102004. 4. UUno.13/1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.

5. Profil Lanjut Usia, Kemko Kesra, 2009.

6. Hadisaputro S, Wibisono BH. Aspek Imunologik pada Usia Lanjut – peranannya pada infeksi dan penyakit lain. Dalam: Geriatri. ed.4 Hadi Martono H, Kris Pranarka (eds), 2010).

7. Kusumoputro S, Sidiarto LD. Otak menua dan Alzhemier Stadium Ringan. Neurona 2001 ;18(3) :4-8.

8. Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. Ed.1. Demensia Alzheimer. Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003. 9. Patterson C, Feightner JW, Garcia A, Hsiung G.-Y. R, MacKnight C, Sadovnick AD. Diagnosis and treatment of dementia: 1. Risk assessment and primary prevention of

Alzheimer disease. CMAJ 2008;178(5):548-56.

10. Fratiglioni L, Paillard-Borg S, Winbald B. An active and socially integrated lifestyle in late life might protect against dementia. Lancet Neurol 2004;3:343-53.

11. Verghese J, Lipton RB, Katz MJ, Hall CB, Derby CA, Kuslansky G, Ambrose AF, Sliwinski M, Buschke H. Leisure Activities and the Risk of Dementia in the Elderly. N Engl J Med 2003;348:2508-16.

12. Wang H-X, Karp A, Winbald B, Fratiglioni L. Late-Life Engagement in Social and Leisure Activities Is Associated with a Decreased Risk of Dementia: A Longitudinal Study from the Kungsholmen Project. Am J Epidemiol 2002;155:1081–7.

13. Rahardjo TBW, Yudarini, Dewi VP, Subarkah, Kreager P, Hogervorst E. Social Activities and Possible Dementia among the Elderly in Three Indonesian Communities. Abstract, 2008

14. Levasseur M, Richard L, Gauvin L, Raymond E. Inventory and analysis of definitions of social participation found in the aging literature: proposed taxonomy of social activities. Soc Sci Med. 2010 Dec;71(12):2141-9. Epub 2010 Oct 19.

15. Bassuk SS, Glass TA, Berkman LF. Social Disengagement and Incident Cognitive Decline in Community-Dwelling Elderly Persons. Ann Intern Med. 1999;131:165-73. 16. Barnes LL, Mendes de Leon CF, Wilson RS, Bienias JL, Evans DA, Social resources and cognitive decline in a population of older African Americans and whites.

Neurol-ogy 2004;63:2322–6.

17. Seeman TE, Lusignolo TM, Albert M, Berkman L, Social relationships, social support, and patterns of cognitive aging in healthy, high-functioning older adults: MacArthur studies of successful aging. Health Psychol. 2001 Jul;20(4):243-55.

18. Amieva H, et al. What aspects of Social Network are Protective for Dementia ? Not the Quantity but the Quality of Social Interactions is Protective Up to 15 Years Later. Psychosom.Med.2010;72.

19. Fratiglioni L Wang HX, Ericsson K, Maytan M, Winblad B. Influence of social network on occurrence of dementia: a community-based longitudinal study. Lancet. 2000 Apr 15;355(9212):1315-9.

20. Hakansson K, Rovio S, Helkala E-L, Vilska A-R, Winblad B, Soininen H, Nissinen A, Mohammed AH, Kivipelto M. Association between mid-life marital status and cogni-tive function in later life: population based cohort study. BMJ 2009;339:b2462. doi:10.1136/bmj.b2462

21. Helmer C, Letteneur L, Rouch I, Richard-Harston S, Barberger-Gateau P, Fabrigoule C, Orgogozo JM, Dartigues JF. Occupation during life and risk of dementia in French elderly community residents. J Neurol Neurosurg Psychiatry 2001;71:303–9.

22. Crooks VC , Lubben J, Petitti DB, Little D, Chiu V. Social Network, Cognitive Function, and Dementia Incidence Among Elderly Women. Am J Public Health. 2008;98:1221–1227. doi:10.2105/ AJPH.2007. 115923

(6)

23. Adolphs R. The Neurobiology of Social Cognition. Curr Opin Neurobiol 2001;11(2):231-9.

24. Bennet DA, Schneider JA, Tang Y, Arnold SE, Wilson RS. The effect of social networks on the relation between Alzheimer’s disease pathology and level of cognitive function in old people: a longitudinal cohort study. Lancet Neurol. 2006 May;5(5):406-12.

25. Saczynski JS, Pfeifer LA, Masaki K, Korf ESC, Laurin D, White L, Launer LJ. The Effect of Social Engagement on Incident Dementia. The Honolulu-Asia Aging Study. Am J Epidemiol 2006;163:433–440.

26. Krumholz HM, Butler J, Miller J, Vaccarino V, Williams CS, Mendes de Leon CF, Seeman TE, Kasl SV, Berkman LF.Prognostic Importance of Emotional Support for Elderly Patients Hospitalized With Heart Failure. Circulation 1998;97;958-64.

27. Mookadam F, Arthur HM, Social Support and Its Relationship to Morbidity and Mortality After Acute Myocardial Infarction Systematic Overview. Arch Intern Med. 2004;164:1514-8.

28. Jang Y, Borenstein A, Chiriboga DA,Mortimer JA. Depressive symptoms among African American and white older adults J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci. 2005 Nov;60(6):P313-P319.

29. Yaffe K , Barrett-Connor E, Lin F, Grady D. Serum Lipoprotein Levels, Statin Use, and Cognitive Function in Older Women. Arch.Neurol 2002;59:378-84. 30. Berkman LF, The role of social relations in health promotion. Psychosom Med. 1995 May-Jun;57(3):245-54.

31. Holtzman RE, Rebok GW, Saczynski JS, Kouzis AC, Doyle KW, Eaton WW. Social network characteristics and cognition in middle-aged and older adults. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci. 2004 Nov;59(6):P278-84.

32. Yeh J. Shu-Chuan , Liu Y-Y. Influence of social support on cognitive function in the elderly. BMC Health Services Research 2003, 3:9.

33. Hughes TF, Ganguli M. Modifiable Midlife Risk Factors for Late-Life Cognitive Impairment and Dementia. Curr Psychiatry Rev. 2009 May 1; 5(2): 73–92.

34. Lazarov O, Robinson J, Tang YP, Hairston IS, Korade-Mirnics Z, Lee VM, Hersh LB, Sapolsky RM, Mirnics K, Sisodia S. Environmental enrichment reduces Abeta levels and amyloid deposition in transgenic mice. Cell. 2005 Mar 11;120(5):572-4.

35. Black JF, Sirevaag AM, Greenough WT. Complex experience promotes capillary formation in young rat visual cortex. Neurosci Lett. 1987 Dec 29;83(3):351-5. 36. Kemperman G, Kuhn H, Gage FH More hippocampal neurons in adult mice living in an enriched environment. Nature. 1997 Apr 3;386(6624):493-5. 37. InaSH. Pengukuran Tekanan Darah yang Benar. Leaflet. www.inashonline.org

38. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,Detection,Evaluation, andTreatment ofHigh Blood Pressure. NIH Publication No. 04-5230. August 2004.

39. Hultsch DF, Hertzog C, Small BJ, Dixon RA. Use It or Lose It: Engaged Lifestyle as a Buffer of Cognitive Decline in Aging ? Psychol. Aging 1999;14(2):245-63 . 40. Glei DA, Landau DA, Goldman N, Chuang Y-L, Rodríguez G, Weinstein M.Participating in social activities helps preserve cognitive function: an analysis of a longitudinal,

population-based study of the elderly. Internat. J. Epidemiol. 2005;34:864–71. 41. Green

42. Ho SC, Woo J, Sham A, Chan SG, Yu ALM. A 3-year follow-up study of social, lifestyle and health predictors of cognitive impairment in Chinese older cohort. Int J Epidemiol 2001;30:1389-96.

43. James BD, Wilson RS,Barnes LL,. Bennett1 DA, Late-Life Social Activity and Cognitive Decline in Old Age. J. Internat. Neuropsychological Soc(2011;17, 1–8. 44. Kivipelto M, Helkala E-L, Laakso MP, Hänninen T, Hallikainen M, Alhainen K, Soininen H, Tuomilehto J, Nissien A . Midlife vascular risk factors and Alzheimer’s disease

in later life: longitudinal, population based study. BMJ 2001;322:1447–51.

45. Whitmer RA, Gunderson EP, Barrett-Connor E, Quesenberry CP, Yaffe K., Obesity in middle age and future risk of dementia: a 27 year longitudinal population based study. BMJ, doi:10.1136/bmj.38446.466238.E0 (published 16 May 2005.

46. Guo Z, Vitanen M, Fratiglioni I, Winblad B. Low blood pressure and dementia in elderly people: the Kungsholmen project. BMJ 1996;312:805-8. 47. Qiu C, Winblad B, Fratiglioni L., The age-dependent relation of blood pressure to cognitive function and dementia. Lancet Neurol. 2005 Aug;4(8):487-99.

48. Hanon O, Latour F, Seux ML et al. Evolution of blood pressure in patients with Alzheimer’s disease: a one year survey of a French Cohort (REAL.FR). J Nutr Health Aging 2005;9:106-11.

49. Padwal R, Strauss SE, McAlister FA. Cardiovascular risk factors and their effects on the decision to treat hypertension: evidence based review. BMJ 2001;322:977–80 50. Havlik RJ, Foley DJ, Sayer B, Masaki K, White L, Launer LJ. Variability in Midlife Systolic Blood Pressure Is Related to Late-Life Brain White Matter Lesions: The

Honolulu-Asia Aging Study. Stroke 2002;33;26-30.

51. Petrovitch H, White LR, Izmirilian G, Ross GW, Havlik RJ, Markesbery W, Nelson J, Davis DG, Hardman J, Foley DJ, Launer LJ. Midlife blood pressure and neuritic plaques, neurofibrillary tangles, and brain weight at death: the HAAS. Honolulu-Asia aging Study. Neurobiol Aging. 2000 Jan-Feb;21(1):57-62.

52. den Heijer T, Launer LJ, Prins ND et al. Association between blood pressure, white matter lesions, and atrophy of the medial temporal lobe. Neurology. 2005 Jan 25;64(2):263-7.

53. Aliev G, Smith MA, Ovrenovich ME, de la Torre JC, Perry G. Role of vascular hypoperfusion-induced oxidative stress and mitochondria failure in the pathogenesis of Azheimer disease. Neurotox Res. 2003;5(7):491-504.

54. Curb JD, Rodriguez BL, Abbott RD et al. Longitudinal association of vascular and Alzheimer’s dementias, diabetes, and glucose tolerance. Neurology. 1999 Mar 23;52(5):971-5.

55. Luchsinger JA, Reitz C, Patel B, Tang M-X, Manly JJ, Mayeux R. Relation of Diabetes to Mild Cognitive Impairment. Arch Neurol. 2007;64:570-5.

56. Xu W, Qiu C, Gatz M, Pedersen NL, Johansson B, Fratiglioni L. Mid- and Late-Life Diabetes in Relation to the Risk of Dementia A Population-Based Twin Study. Dia-betes 2009;58:71–7.

57. Schnaider Beeri M, Goldbourt U, Silverman JM, Noy S, Schmeidler J, Ravona-Springer R, Sverdlick A, Davidson M. Diabetes mellitus in midlife and the risk of dementia three decades later. Neurology. 2004 Nov 23;63(10):1902-7.

(7)

Adult Gealth Study.JAGS 2003 :51:410-414. Dikutip dari : Hughes TF, Ganguli M. Modifiable Midlife Risk Factors for Late-Life Cognitive Impairment and Dementia.

Curr Psychiatry Rev. 2009 May 1; 5(2): 73–92.

59. Roberts RO, Geda YE, Knopman DS, Christianson TJH, Pankratz VS, Boeve BF, Vella A,. Rocca WA,;. Petersen RC, Association of Duration and Severity of Diabetes Mellitus With Mild Cognitive Impairment. Arch Neurol. 2008;65(8):1066-73.

60. Wu JH, Haan MN, Liang J, Ghosh D, Gonzales HM, Herman WH. Impact of antidiabetic medications on physical and cognitive functioning of older Mexican Americans with diabetes mellitus: a population-based cohort study. Ann Epidemiol. 2003 May;13(5):369-76.

61. Haan MN. Therapy Insight: type 2 diabetes mellitus and the risk of late-onset Alzheimer’s disease. Nat Clin Pract Neurol. 2006 Mar;2(3):159-66.

62. Manschot SM, Biessels GJ, de Valk H, algra A, Rutten GEHM, van der Grond J, Kappelle LJ on behalf of the Utrecht Diabetic Encephalopathy Sytudy Group 2007. Metabolic and vascular determinants of impaird cognitive performance and abnormalities on brain magnetic resonance imaging in patients with type 2 diabetes. Diabe-tologia 2007;50:2388-97.

63. Hassing LB, Johansson B, Nilsson SE, Berg S, Pedersen NL, Gatz M, McClearn G. Diabetes mellitus is a risk factor for vascular dementia, but not for Alzheimer’s disease: a population-based study of the oldest old. Int Psychogeriatr. 2002 Sep;14(3):239-48.

64. Gasparini L, Netzer JW, Greengard P, Xu H. Does insulin dysfunction play a role in Alzheimer’s disease? Trends Pharmacol Sci. 2002 Jun;23(6):288-93

65. de la Monte SM, Wands JR. Review of insulin and insulin-like growth factor expression, signaling, and malfunction in the central nervous system: relevance to Alzheimer’s disease. J Alzheimers Dis. 2005 Feb;7(1):45-61.

66. Kivipelto M, Ngandu T, Fratiglioni L, Viitanen M, Kåreholt I, Winblad B, Helkala EL, Tuomilehto J, Soininen H, Nissinen A. Obesity and vascular risk factors at midlife and the risk of dementia and Alzheimer disease. Arch Neurol. 2005 Oct;62(10):1556-60.

67. Sturman MT, de Leon CF, Bienias JL, Morris MC, Wilson RS, Evans DA. Body mass index and cognitive decline in a biracial community population. Neurology. 2008 Jan 29;70(5):360-7. Epub 2007 Sep 19.

68. Gustafson D, Rothenberg E, Blennow K, Steen B, Skoog I. An 18-Year Follow-up of Overweight and Risk of Alzheimer Disease, Arch Intern Med. 2003;163:1524-28 2003.

69. Whitmer RA, Gustafson DR, Barret-Connor E, Haan MN, Gunderson EP, Yaffe K. Central obesity and increased risk of dementia more than three decades later., Neurol-ogy. 2008 Sep 30;71(14):1057-64. Epub 2008 Mar 26.

70. Gustafson D. Adiposity indices and dementia. Lancet Neurol. 2006 Aug;5(8):713-20.

71. Fewlass DC, Noboa K, Pi-Sunyer FX, Johnston JM, Yan SD, Tezapsidis N. Obesity-related leptin regulates Alzheimer’s Abeta The FASEB J. 2004; 18 : 1870-8. 72. Jankowsky JL, Melnikova T, Fadale DJ, Xu GM, Slunt HH, Gonzales V , Younkin LH,Younkin SG, Borchelt DR, Savonenko AV. Environmental Enrichment Mitigates

Cognitive Deficits in a Mouse Model of Alzheimer’s Disease. J Neurosci. 2005 ; 25(21):5217–24.

laMPiran

Indeks Social Disengagement (Bassuk SS dkk., 1999) I. pasangan hidup (PH).

1. Apakah anda pernah menikah ?

1 = ya 2=tidak (lewati pertanyaan 2). _____ 2. Apakah saat ini anda :

menikah - 1 berpisah -2 cerai hidup -3 cerai mati -4 _____ Jika jawaban no.1 = 1 dan no.2 = 1

kode PH diberi angka 1 ; selain itu kode PH diberi angka 0 PH _____ II. Kontak visual / bulan dengan 3 atau lebih keluarga dan/atau sahabat

(VIS)

III. Kontak nonvisual/tahun dengan 10 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (NVIS)

Anak :

1. Berapa anak anda (termasuk anak angkat)

jika tidak ada, pertanyaan 2 sd.4 dijawab =0 ____ 2. Berapa banyak yang saat ini masih hidup ____ 3a. Berapa banyak anak anda yang bertemu anda sedikitnya sekali seminggu ?

____ 3b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda sedikitnya sekali sebulan ? ____

4a. Berapa banyak anak anda yang berbicara pertelpon/surat setiap minggu ? ____ 4b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon/surat setiap bulan ? ____ 4c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon/surat beberapa kali/tahun ? ____ Famili/keluarga lain :

5. Pada umumnya, selain anak-anak anda, berapa banyak sanak/keluarga yang anda rasa dekat ? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). _____ 6. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang anda jumpai sedikitnya

sekali / bulan ? _____ 7. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per telepon/surat beberapa kali/tahun ? _____ Teman dekat/sahabat :

8. Pada umumnya, berapa banyak teman dekat anda?

(merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). _____ 9. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali / bulan ? _____ 10. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per telepon/surat beberapa kali/tahun ? _____

(8)

Jika jawaban 3a + 3b + 6 + 9 ≥ 3

kode VIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. VIS _____ Jika jawaban 4a + 4b + 4c + 7 + 10 ≥ 10

kode NVIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. NVIS _____

IV. Kunjungan ke tempat ibadah (TIB).

1. Berapa seringnya anda mengunjungi tempat ibadah ? 1 = tak pernah/hampir tak pernah

2 = 1 – 2 kali/tahun 3 = beberapa bulan sekali 4 = 1 – 2 kali/bulan 5 = sekali seminggu 6 = > 1 kali/minggu

Jika jawaban ≥ 4 kode TIB diberi angka 1, selain itu beri angka 0 TIB ______ V. Keanggotaan di kelompok lain (KEL)

1. Apakah anda bergabung di suatu kelompok seperti arisan, kelompok pengajian, lingkungan, kelompok sosial, sukarela ?

Jika jawaban ya = 1 (jelaskan) ; tidak = 2

Jika nilai = 1 kode KEL diberi angka 1; selain itu beri angka 0 KEL ______ VI. Partisipasi teratur pada aktivitas sosial rekreasional

1. Berikut daftar kegiatan saat santai; di bulan lalu, berapa seringnya anda melakukan kegiatan berikut ;

(nilai 0 jika tidak pernah, 1 jika kadang-kadang < 1 kali/mgg, 2 jika ≥ 1 kali/mgg ) 1. Olahraga aktif atau berenang ____ 2. Jalan kaki ____ 3. Berkebun ____ 4. Olahraga/ latihan fisik ____ 5. Masak sendiri ____ 6. Mengerjakan hobi ____ 7. Keluar rumah dan berbelanja ____ 8. Ke bioskop, konser, restoran atau menonton pertandingan olahraga ____ 9. Baca buku, majalah, koran ____ 10. Nonton siaran televisi ____ 11. Melancong, perjalanan bermalam/menginap ____ 12. Kerja sukarela/amal ____ 13. Kerja masyarakat yang dibayar ____ 14. Main kartu, catur, halma, tekateki silang, sudoku teratur ____ 15. Kegiatan lain ? Jelaskan ……… ____

Jika jawaban 7 + 8 + 11 + 12 + 13 + 14 ≥ 6 (jika rata-rata ≥ 1)

kode SOS diberi angka 1; selain itu SOS=0 SOS ____ Partisipasi pada kegiatan fisik :

Jika jawaban 1 + 2 + 3 + 4 ≥ 4 (jika rata-rata ≥ 1)

kode FIS diberi angka 1; selain itu FIS = 0 fiS ____

Aktivitas kognitif : Jika jawaban 9 + 10 ≥ 1

kode KOG diberi angka 1; selain itu KOG = 0 koG ____

Aktivitas sosial :

Nilai gabungan 3 indikator – TIB, KEL, SOS ASOS ____ Jaringan sosial :

Nilai gabungan 3 indikator – PH, VIS, NONVIS JSOS ____ Nilai gabungan (GAB) berasal dari gabungan 6 indikator

– PH, VIS, NONVIS, TIB, KEL, SOS Beri nilai 4 = 5-6 kelompok bernilai 1 3 = 3-4 kelompok bernilai 1 2 = 1-2 kelompok bernilai 1 1 = 0 kelompok bernilai 1

Jika > 2 indikator tak ada nilainya, tidak ada nilai gabungan.

Social engagement dinilai dari nilai GAB :

baik jika nilainya 3 - 4; buruk jika nilainya 1 - 2 GaB ____

Aktivitas fisik dinilai dari nilai FIS ; baik jika nilainya =1, buruk jika nilainya =0 Aktivitas kognitif dinilai dari nilai KOG ; baik jika nilainya =1, buruk jika nilainya =0

Gambar

Tabel 1. Karakteristik responden

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Ikatan hidrogen : ikatan yang terbentuk antara unsur hydrogen dengan unsur yang mempunyai nilai keelektronegatifan yang tinggi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas interkoneksi sistem daya di Ambon berdasarkan analisis aliran daya sebelum dan setelah interkoneksi, stabilitas

Perancangan dan pembuatan mesin CNC router kayu dikerjakan dengan melakukan pengamatan secara langsung pada mesin CNC router lainnya untuk melihat mekanisme dan

Artinya variable Bukti Fisik, Keandalan, Daya Tanggap, Jaminan, dan Empati secara simultan berpengaruh terhadap Keputusan Pembelian pada pengguna jasa warnet di

Hasil analisis nilai TVBN ikan bandeng asap kedua kombinasi selama penyimpanan 0 ± 4 hari pada suhu ruang, tersaji pada gambar 3.. Batas maksimal TBA

Karena nilai koefisien dalam jangka panjang maupun jangka pendek ROA menunjukkan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa

Pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Kota Semarang belum memberikan hasil yang direncanakan sedangkan pengelolaan wakaf yang