• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling 1. Klasifikasi dan Persebaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Trenggiling 1. Klasifikasi dan Persebaran"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Trenggiling

1. Klasifikasi dan Persebaran

Trenggiling merupakan salah satu mamalia yang dilindungi. Lekagul dan McNeely (1977) menyebutkan bahwa terdapat 7 spesies trenggiling yang tersebar di daerah Asia dan daerah tropis dan subtropis Afrika. Berdasarkan penelitian Gaubert dan Antunes pada tahun 2005 tentang karakteristik morfologi, terdapat penambahan satu spesies trenggiling baru di daerah Asia, sehingga jumlah spesies trenggiling di dunia saat ini adalah 8 spesies (IUCN 2011).

Trenggiling yang tersebar di daerah Asia adalah Manis crassicaudata (trenggiling India), M. pentadactyla (trenggiling Cina), M. javanica (trenggiling Jawa), dan M. culionensis (trenggiling Palawan). Empat spesies trenggiling yang terdapat di daerah tropis dan subtropis Afrika adalah M. tricuspis (trenggiling perut putih Afrika), M. temminckii (trenggiling Afrika Selatan), M. tetradactyla (trenggiling perut hitam) dan M. gigantea (trenggiling raksasa).

Manis javanica merupakan spesies trenggiling yang dapat ditemukan di Indonesia. Persebarannya adalah di hutan Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan beberapa pulau kecil di sekitarnya (Corbert dan Hill 1992). Berikut ini adalah taksonomi trenggiling Jawa.

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Pholidota Famili : Manidae Genus : Manis

Spesies : Manis javanica, Desmarest 1822 (IUCN 2011)

(2)

Gambar 1. Perkiraan wilayah persebaran trenggiling Jawa. (Modifikasi dari sumber; www.savepangolins.org)

2. Anatomi Tubuh

Trenggiling adalah satwa mamalia yang unik karena satwa tersebut secara morfologi menyerupai reptil daripada mamalia. Seluruh tubuh trenggiling ditutupi oleh sisik berwarna kuning kecokelatan yang merupakan modifikasi dari rambut. Trenggiling memiliki dua pasang kaki pendek yang kokoh. Kaki tersebut dilengkapi oleh kuku kuku panjang yang menyerupai cakar. Kuku tersebut dapat berfungsi sebagai alat bantu untuk memanjat dan menggali (Vaughan 1978).

Gambar 2. Trenggiling jawa (Manis javanica). (sumber: www.savepangolins.org)

Terdapat perbedaan ukuran antara trenggiling jantan dan betina. Trenggiling jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan tenggiling betina. Rata rata panjang tubuhnya adalah 75-150 cm

(3)

dengan panjang ekor sekitar 45-65% dari panjang total tubuh. Kepala trenggiling kecil dan memiliki bagian moncong yang sempit, sedangkan bagian telinganya tidak berkembang terletak di bagian caudodorsal (Grzimek 1975).

Trenggiling memiliki keunikan pada sistem pencernaannya. Hewan ini memiliki sistem pencernaan yang mirip dengan unggas. Pada rongga mulutnya tidak ditemukan gigi. Gigi geligi tersebut sebenarnya dapat ditemukan pada masa prenatal, kemudian menghilang sesuai dengan perkembangan trenggiling. Nisa’ (2005) menyebutkan bahwa penampakan lambung secara eksterior tidak berbeda dengan lambung mamalia monogastrik pada umumnya, yaitu berbentuk menyerupai kacang mede atau kacang merah. Perbedaan terlihat pada bagian internal lambung yaitu bagian berdinding otot tebal yang mirip gizzard pada sistem pencernaan unggas.

Lidah pada trenggiling dapat menjulur panjang dan dihubungkan oleh otot-otot yang berkembang subur. Lidah trenggiling berbentuk ramping dan panjang. Lidah ini akan semakin menipis dan menyempit pada bagian apex (Sari 2007). Bentuk tersebut membuat lidah trenggiling menyerupai cacing (vermiform). Lidah yang panjang ini dan bersifat lengket, sehingga memudahkan trenggiling untuk mencari pakan (Amir 1978).

3. Perilaku Alami

Yasuma (1994) menyebutkan bahwa trenggiling merupakan hewan nokturnal dan bersifat soliter. Aktivitas yang biasa dilakukan trenggiling pada siang hari adalah beristirahat atau tidur di lubang-lubang di bawah tanah atau di pohon. Makanan utama hewan ini adalah semut, rayap dan serangga lainnya. Daya penciuman yang berkembang baik menjadi salah satu faktor pendukung bagi trenggiling dalam mencari makanan (Lekagul dan McNeely 1997).

Trenggiling merupakan satwa yang menjadi mangsa beberapa jenis karnivora besar di habitat aslinya. Oleh karena itu trenggiling membuat mekanisme pertahanan diri dengan cara menggulungkan tubuhnya jika terancam. Sisik keratin kokoh ikut membantu pertahanan diri trenggiling (Lekagul dan McNeely 1997). Beberapa spesies trenggiling memiliki

(4)

kelenjar perianal yang menghasilkan sekreta berbau tajam. Sekreta ini berbau menyerupai urin menyengat dan biasa digunakan untuk menandai teritori trenggiling (Vaughan 1978).

Spesies trenggiling Afrika biasanya melahirkan satu anak dalam sekali kebuntingan. Masa kebuntingan trenggiling belum diketahui dengan pasti. Diduga bahwa masa kebuntingan pada trenggiling relatif singkat, yaitu 2-3 bulan (Lekagul dan McNeely 1977). Setelah melahirkan trenggiling betina akan membawa anaknya di pangkal ekor sebagai bentuk pengasuhan.

Sistem Reproduksi Betina

Organ reproduksi betina tersusun terdiri dari ovarium, tuba uterina, uterus (kornua dan korpus), serviks uteri, vagina dan organ reproduksi eksternal (Hafez dan Hafez 2000; Samuelson 2007). Masing-masing organ reproduksi tersebut dapat memiliki perbedaan antar spesies mamalia (Kobayashi dan Behringer 2003). Gambar 3 menunjukkan gambaran organ reproduksi betina pada domba dan anjing.

A B

Gambar 3 Skema organ reproduksi betina pada domba (A) dan anjing (B). a. ovarium, b. bursa ovari, c. tuba uterina, d. kornua uteri, e. korpus uteri, f. serviks uteri, g. vagina, h. jaringan penggantung (Modifikasi dari sumber: Constantinescu 2007).

b a c d e f g h a d e f g h

(5)

1. Ovarium

Ovarium merupakan organ penting dalam sistem reproduksi. Organ ini memiliki fungsi eksokrin karena menghasilkan sel telur (ovum) dan juga memiliki fungsi endokrin karena menghasilkan hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron (Frandson 1992; Hafez dan Hafez 2000). Setiap hewan memiliki sepasang ovarium yang letaknya berbeda pada setiap jenisnya, namun pada umumnya, ovarium kanan terletak di caudal ginjal kanan dan ovarium kiri terletak di caudal ginjal kiri (Frandson 1992).

Bentuk ovarium bervariasi bergantung pada jenis hewan dan siklus birahi (Samuelson 2007; Pineda dan Dooley 2003), tetapi secara umum bentuk ovarium dapat dideskripsikan sesuai dengan jenis kebuntingan pada hewan. Ovarium pada hewan politokosa (menghasilkan banyak keturunan dalam sekali kebuntingan) seperti anjing, kucing dan babi, memiliki beberapa folikel dan korpus luteum sehingga bentuk yang dihasilkan mirip dengan buah anggur dengan berbagai ukuran. Hewan monotokosa (menghasilkan satu keturunan dalam sekali kebuntingan) seperti sapi, memiliki ovarium yang berbentuk oval menyerupai telur. Kuda memiliki bentuk ovarium menyerupai ginjal karena pada kuda terdapat fossa ovulatori (Pineda dan Dooley 2003).

Secara histologis, ovarium terdiri dari bagian korteks dan medula yang dibungkus oleh lapisan epitel kubus sebaris yang disebut germinal epithelium. Bagian medula terdiri dari jaringan ikat fibroelastik, jaringan saraf dan pembuluh darah. Menurut Samuelson (2007), serabut saraf yang berada pada bagian medula tidak dibungkus oleh serabut myelin dan cenderung memiliki fungsi vasomotorik, tetapi beberapa diantaranya ada yang memiliki kemampuan sensorik. Pembuluh darah ini memberikan vaskularisasi untuk folikel dan perkembangan serta regresi korpus luteum.

Pada bagian hilus ovarium, medula akan bersatu dengan mesovarium. Mesovarium merupakan jaringan penggantung ovarium yang merupakan bagian dari peritoneum. Jaringan ini mengikat dan menggantung masing-masing ovarium sampai regio pelvis pada ruang abdomen. Selain itu,

(6)

mesovarium memberikan tempat bagi pembuluh darah dan saraf untuk masuk ke dalam ovarium (Samuelson 2007). Bagian korteks ovarium yang merupakan bagian superfisial terdiri dari jaringan ikat, berbagai fase perkembangan folikel ovarium dan/atau korpus luteum dalam berbagai fase regresi (Hafez dan Hafez 2000).

2. Tuba Uterina

Tuba uterina (tuba Fallopii) merupakan saluran tempat terjadinya fertilisasi. Sel telur yang dilepaskan ovarium ditangkap oleh infundibulum dan masuk ke dalam tuba uterina dan digerakkan menuju uterus oleh sel epitel tuba uterina yang bersilia. Tuba uterina memiliki tiga bagian, yaitu infundibulum, ampulla dan isthmus (Samuelson 2007).

Infundibulum adalah bagian dari tuba uterina yang letaknya paling dekat dengan ovarium. Infundibulum berbentuk seperti corong yang memiliki bagian penangkap sel telur yang diovulasikan oleh ovarium yang disebut fimbrae. Fimbrae akan bergabung menjadi stuktur tubular tunggal pada bagian akhir distal infundibulum, sebelum akhirnya bergabung menjadi ampulla (Samuelson 2007).

Ampulla merupakan daerah tempat berlangsungnya fertilisasi. Pada bagian ini terdapat banyak lipatan mukosa. Ampulla kemudian menjadi isthmus yang memiliki lapisan muskular yang lebih tipis dibandingkan dengan ampulla. Selain itu, bagian isthmus memiliki percabangan yang lebih pendek pada lipatan mukosanya.

Secara histologis, membran mukosa tuba uterina membetuk lipatan primer, sekunder dan tertier (Hafez dan Hafez 2000). Lipatan akan semakin kompleks pada daerah yang mendekati infundibulum. Epitel yang menutupi mukosa tuba uterina adalah epitel silindris. Pada sapi dan babi, epitel yang menutupi bagian mukosa adalah epitel silindris banyak lapis (Samuelson 2007).

(7)

Gambar 4 Gambaran histologi tuba uterina sapi. Bagian ampulla (A) dan infundibulum (B) menunjukan adanya lipatan mukosa (1), tunika muskularis (2) yang tebal pada bagian ampulla, dan tipis pada bagian infundibulum, serta keberadaan jaringan lemak (3) pada bagian ampulla. Serosa (4) melapisi seluruh bagian superfisial organ (Modifikasi dari sumber; Bacha dan Bacha 2000).

Epitel silindris pada bagian tuba uterina memiliki kinosilia dan mikrovili, atau hanya memiliki mikrovili saja. Sel-sel yang bersilia terdapat pada bagian infundibulum. Sel-sel tersebut membantu pergerakan sel telur yang diovulasikan menuju uterus. Sel epitel yang tidak bersilia pada bagian mukosa tuba uterina berfungsi untuk mensekresikan dan menyediakan nutrisi pendukung untuk perpindahan gamet. Sekresi tersebut juga membantu pematangan spermatozoa atau proses kapasitasi (Samuelson 2007).

Lapisan submukosa merupakan lapisan di bawah mukosa. Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat longgar yang tersusun oleh kolagen, serat elastin, sel limfoid, dan kadang terdapat sel mast. Lapis muskular, atau tunika muskularis, merupakan lapis otot polos di bawah lapis submukosa. Bagian tersebut terdiri atas otot polos melingkar pada bagian dalam dan otot polos longitudinal pada bagian luar. Otot polos ini makin menebal mulai dari daerah isthmus hingga mendekati uterus. Bagian superfisial tunika muskularis dilapisi oleh serosa yang tersusun dari jaringan ikat longgar dan epitel kubus sebaris.

3. Uterus

Uterus terbagi menjadi tiga bagian yaitu tanduk uterus (kornua uteri), badan uterus (korpus uteri), dan leher uterus (serviks uteri). Akers dan Denbow (2008) menyebutkan bahwa terdapat tiga tipe uterus. Tipe dupleks

A B 1 4 2 2 3 1 4

(8)

memiliki sepasang korpus, serviks dan kornua uterus, yaitu bagian kanan dan kiri. Tipe bikornua memiliki sepasang kornua di bagian kanan dan kiri dan hanya memiliki satu korpus yang kecil dan serviks. Tipe simpleks memiliki sebuah korpus uteri yang besar dan serviks. Trenggiling Jawa memiliki uterus dengan tipe bikornua (Kimura et al. 2006)

Setiap bagian uterus terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan mukosa pada uterus disebut endometrium, lapis tunika muskularis disebut miometrium dan lapis tunika serosa atau visceral peritoneum yang disebut perimetrium (Constantinescu 2007). Endometrium disusun oleh tunika mukosa dan submukosa yang mengelilingi lumen uterus. Epitel yang menutupi endometrium adalah epitel silindris selapis pada kuda, kucing dan anjing, sedangkan pada babi dan sapi adalah epitel silindris banyak lapis (Samuelson 2007).

Lapisan endometrium mengandung kelenjar uterin atau kelenjar endometrium yang letaknya menyebar (Frandson 1992). Hafez dan Hafez (2000) menyebutkan bahwa kelenjar uterin memiliki fungsi sebagai penghasil cairan uterus. Bentuk kelenjar uterin adalah tubulus yang memiliki cabang dan menggulung. Struktur tubulus kelenjar uterin dilapisi oleh epitel kubus. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat dan pembuluh darah (Samuelson 2007).

Gambar 5 Gambaran mikroskopis organ kornua uteri sapi. Kelenjar uterin (1) tersebar dalam jumlah yang banyak pada lapisan endometrium. Lapisan miometrium terdiri dari lapisan otot sirkuler pada bagian profundal (2), dan otot longitudinal pada bagian superfisial (3). Preparat menunjukkan adanya bagian yang mengalami hemoragi (4) (Modifikasi dari sumber; Bacha dan Bacha 2000). 1 4 2 3 4

(9)

Ruminansia memiliki struktur khusus pada lapisan mukosa di bagian kornua uteri dan korpus uteri yang disebut karunkula (Constantinescu 2007). Karunkula dapat memiliki bentuk membulat (sapi) atau seperti lekukan mangkuk (domba). Karunkula mendapatkan suplai darah yang cukup baik, tetapi pada daerah ini kelenjar tubular yang dapat ditemukan sangat sedikit (Samuelson 2007).

Miometrium merupakan bagian tunika muskularis dari korpus dan kornua uteri. Bagian ini terdiri dari tiga lapis otot polos. Lapisan dalam yang lebih tipis merupakan otot polos melingkar (sirkular) dan otot polos yang berjalan miring (oblique). Lapisan luar merupakan otot polos longitudinal (Constantinescu 2007). Perimetrium merupakan tunika serosa pada bagian korpus dan kornua uteri. Lapisan ini tersusun oleh jaringan ikat longgar yang dilapisi epitel kubus sebaris di bagian eksternal (Samuelson 2007).

Bagian kaudal uterus adalah serviks uteri yang berhubungan langsung dengan vagina. Bagian ini memiliki struktur menyerupai sphincter karena bagian lumen yang pada umumnya selalu berkontraksi. Penyusun serviks uteri didominasi oleh jaringan ikat yang mengandung sedikit otot polos (Hafez dan Hafez 2000). Kelenjar penghasil mukus sangat sedikit ditemukan pada bagian serviks uteri. Mukus yang dihasilkan, berasal dari sel epitel penghasil mukus seperti sel goblet (Samuelson 2007).

4. Vagina

Vagina merupakan saluran reproduksi yang terletak di dalam rongga pelvis. Organ ini menghubungkan uterus dengan vestibula. Vagina memiliki beberapa fungsi dalam sistem reproduksi, diantaranya adalah sebagai organ kopulatoris. Semen yang dikeluarkan organ kelamin jantan pada saat kopulasi dideposisi di dalam vagina sebelum bergerak menuju sel telur.

Menurut Samuelson (2007), mukosa vagina terdiri dari epitel kubus banyak baris. Lapisan submukosa tersusun oleh jaringan ikat longgar yang memiliki sedikit kelenjar. Pada lapisan ini banyak ditemukan jaringan limfoid yang menyebar membentuk noduli. Lapisan submukosa di bagian luar dikelilingi oleh tunika muskularis yang terdiri dari otot polos melingkar di bagian dalam, dan otot polos longitudinal di bagian luar.

(10)

Gambar 6 Gambaran histologis vagina kucing pada fase estrus (A) dan anjing pada fase anestrus (B). Epitel vagina kucing pada fase estrus merupakan epitel pipih banyak lapis (1) yang berkeratinisasi sehingga menjadi lebih tebal. Sel berkeratinisasi (2) dapat ditemukan dibagian lumen. 3: Lamina propria (Modifikasi dari sumber; Bacha dan Bacha 2000).

Tunika muskularis vagina bagian kaudal dibungkus oleh tunika adventisia. Lapisan ini terdiri dari jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah dan saraf untuk daerah vagina. Adapun pada bagian kranial vagina, tunika muskularis dibungkus oleh tunika serosa yang memiliki lapisan otot polos longitudinal yang tipis (Samuelson 2007).

5. Vestibula

Vestibula merupakan bagian tubular antara vulva dan vagina. Batas antara vestibula dengan vagina ditandai dengan adanya orificium urethralis externa (Hafez dan Hafez 2000). Frandson (1992) menyebutkan bahwa di bagian kranial dari orificium tersebut terdapat hymen vestigial yang sering mempengaruhi proses kopulasi.

Menurut Samuelson (2007), epitel yang melapisi vestibula adalah epitel kubus banyak baris. Pada hewan ruminansia dan kucing, epitel tersebut dibasahi oleh sekresi mukus dari kelenjar tubuloasinar, yaitu kelenjar vestibula mayor. Kelenjar ini memiliki fungsi yang homolog dengan kelenjar bulbourethralis pada organ kelamin jantan. Lokasi kelenjar ini adalah pada lapisan submukosa di dasar vestibula. Pada saat coitus, kelenjar ini berfungsi membasahi vestibula dan bagian kaudal vagina.

A B 1 1 2 3 3

(11)

6. Vulva dan Klitoris

Vulva dan klitoris merupakan bagian eksternal dari organ kelamin betina. Vulva terentang dari batas vestibula hingga mencapai eksternal organ kelamin betina. Vulva terdiri dari dua pasang labia, commisura, dan fisura pudenda. Labia tersebut terdiri dari labia mayor dan labia minor. Letak labia mayor lebih lateral dibandingkan dengan labia minor. Setiap jenis hewan memiliki bentuk, ukuran dan ketebalan labia yang berbeda beda. (Constantinescu 2007).

(a) (b) (c) (d)

Gambar 7 Perbandingan bentuk vulva dari berbagai jenis hewan. (a) Sapi, (b) Domba (c) Kuda, (d) Babi (Sumber; Constantinescu 2007). Menurut Constantinescu (2007) anjing memiliki labia yang tipis dengan commisura dorsal yang membulat dan commisura ventral yang lancip. Babi juga memiliki labia yang tipis, dan commisura ventral yang lancip dan terdapat sedikit rambut. Pada hewan ruminansia, labia pada vulva juga tipis, di bagian commisura ventralnya yang lancip terdapat rambut halus. Labia pada kuda biasanya berpigmen serta memiliki kelenjar sebaceous dan kelenjar keringat. Commisura dorsal pada kuda lancip sedangkan commisura ventralnya membulat.

Klitoris merupakan bentuk analogi dari penis pada hewan jantan yang mengalami rudimentasi pada masa embrional. Lokasi klitoris berada di bagian dasar vestibulum. Klitoris terdiri dari dua krura atau akar, badan klitoris yang mengandung korpus cavernosus, dan kepala klitoris (glans) yang mengandung korpus spongiosum dan fascia klitoris

(12)

(Constantinescu 2007). Menurut Frandson (1992) klitoris terdiri dari jaringan erektil yang tertutup oleh epitel kubus banyak baris dan mendapat inervasi dari ujung ujung syaraf sensoris.

Proses Perkembangan Folikel (folikulogenesis) dalam Ovarium

Perkembangan folikel ovarium atau folikulogenesis terjadi pada masa prenatal dan postnatal. Proses awal perkembangan folikel terjadi pada masa prenatal (Wandji et al. 1996). Sel benih primordial bermigrasi dari kantung kuning telur menuju ovarium, kemudian berdiferensisi menjadi oogonia. Sebagian besar oogonia melakukan mitosis sedangkan sebagian lainnya berdiferensiasi menjadi oosit primer. Oosit primer yang dikelilingi oleh epitel pipih selapis dikenal dengan nama folikel primordial.

Folikel primordial mengandung oosit yang berada dalam tahap profase I, namun belum menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya sampai mencapai masa pubertas. Folikel primordial pada beberapa mamalia seperti rodensia dan kelinci, melanjutkan proses meiosis pada periode neonatal (Fortune 1994). Folikel yang mengandung oosit mengalami perkembangan ketika hewan mencapai masa pubertas. Sel epitel yang mengelilingi oosit berubah menjadi epitel kubus sebaris (Wandji et al. 1996; Fortune 1994) dan disebut dengan folikel primer (Gambar 8). Folikel primer berkembang menjadi folikel sekunder dengan karakteristik telah bertambahnya sel epitel yang mengelilingi oosit sampai dengan 5 lapis sel. Zona pelusida mulai terbentuk pada folikel sekunder, sebagai suatu lapisan tipis di sekeliling oosit.

Folikel tersier merupakan folikel antral yang akan berkembang menjadi folikel de Graaf. Folikel ini memiliki karakteristik telah terbentuknya antrum folikuli, yaitu ruangan yang terbentuk akibat perkembangan sel sel folikuler. Antrum folikuli pada awalnya terpisah, tetapi kemudian bersatu menjadi suatu ruangan berbentuk bulan sabit. Antrum folikuler terus membesar hingga mendesak sel telur menuju tepian folikel hingga akhirnya terjadi proses ovulasi.

(13)

Gambar 8 Perkembangan folikel dalam ovarium: A. Folikel primer; B. Folikel sekunder; C. Folikel tersier; D. Folikel de Graaf (Gambar dimodifikasi dari sumber: A = Kwan 2003; B = Tufts University 2009; C dan D = Akers dan Denbow 2008).

Pada folikel tersier, sel folikuler di sekitar oosit tetap utuh dan membentuk kumulus ooforus. Selain sel-sel folikuler, folikel ini dikelilingi oleh dua lapis jaringan ikat, yaitu lapis teka interna dan lapis teka eksterna. Lapis teka interna merupakan lapisan bagian dalam yang menghasilkan estrogen dan kaya pembuluh darah (Aughey dan Frye 2001). Lapis teka eksterna merupakan lapis luar yang akan bersatu dengan stroma ovarium. Skema perkembangan folikel dalam ovarium dapat dilihat dalam Gambar 9.

Sisa folikel de Graaf akan berkembang menjadi folikel hemoragikum (korpus rubrum) setelah terjadi ovulasi. Selanjutnya korpus rubrum berkembang menjadi korpus luteum yang banyak mengandung sel lutein. Jika terjadi proses fertilisasi setelah ovulasi, korpus luteum akan berubah menjadi korpus luteum graviditatum. Jika tidak ada proses fertilisasi, maka korpus luteum akan mengalami regresi dan berubah menjadi korpus albikan yang mengandung banyak jaringan ikat. A C D B Oosit

Lapis sel granulosa

Oosit Membran granulosa Teka Interna Teka Eksterna Ooplasma Membran basal Membran folikular Antrum Zonz pelusida Oosit

(14)

Gambar 9 Skema perkembangan folikel dalam ovarium (Modifikasi dari sumber; Cummings 2001).

Peran Karbohidrat dalam Proses Fertilisasi

Fertilisasi pada mamalia merupakan proses interaksi spesifik antara spermatozoa dan oosit (Boldt et al.1989). Tahapan yang cukup penting dalam proses fertilisasi pada mamalia adalah perlekatan antara sperma dengan membran ekstraseluler sel telur yang dinamakan zona pelusida (Tulsiani et al.1997). Zona pelusida, cairan folikuli, dan matriks ekstraseluler dari lapisan granulosa mengandung kompleks karbohidrat (Tadano dan Yamada 1978 diacu dalam Hamny 2006).

Secara umum, distribusi karbohidrat dalam zona pelusida berperan dalam proses perlekatan antara spermatozoa dengan oosit (Loeser dan Tulsiani 1999). Konsentrasi karbohidrat pada permukaan zona pelusida pada setiap hewan berbeda. Hal ini berkaitan dengan spesifisitas masing-masing spesies terhadap ikatan spermatozoa dengan sel telur dan sebagai salah satu proteksi hewan terhadap terjadinya fertilisasi interspesies (Hamny 2006).

Karbohidrat kompleks dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kelompok karbohidrat asam yang mengandung gugus asam yaitu sulfat dan gugus monoksil, serta karbohidrat netral yang tidak memiliki ikatan dengan gugus asam. Karbohidrat asam dalam perkembangan folikel, dapat dideteksi dengan menggunakan pewarna alcian blue (AB) pH 2.5. Pewarna ini mengikat gugus karboksil dan sulfat-ester sehingga semua mukosubstansi asam akan terwarnai

Folikel primer Tunika albuginea

Korteks

oosit Sel Granulosa

Folikel sekunder Mesovarium dan pembuluh darah Folikel de Graaff Antrum Oosit Zona Pelusida Teka folikuli Oosit yang diovulasikan Corona radiata Perkembangan korpus luteum Korpus luteum Medula Ligamentum ovarium Folikel primordial Epitel germinal Korpus albikans

(15)

(Kiernan 1990). Reaksi positif yang ditunjukkan ketika terdapat karbohidrat asam adalah timbulnya warna biru. Karbohidrat netral seperti glukosa, galaktosa, manosa, fukosa dan residu monosakarida dapat terdeteksi dengan pewarna periodic acid Schiff (PAS). Reaksi positif akan ditunjukkan oleh warna merah muda keunguan hingga magenta.

Gambar

Gambar 1. Perkiraan wilayah persebaran trenggiling Jawa.
Gambar  3  menunjukkan  gambaran  organ  reproduksi  betina  pada  domba  dan  anjing
Gambar 4  Gambaran  histologi  tuba  uterina  sapi.  Bagian  ampulla  (A)  dan  infundibulum  (B)  menunjukan  adanya  lipatan      mukosa  (1),  tunika muskularis (2) yang tebal pada bagian ampulla, dan tipis  pada  bagian  infundibulum,  serta  keberadaa
Gambar 6   Gambaran  histologis  vagina  kucing  pada  fase  estrus  (A)  dan  anjing   pada  fase  anestrus  (B)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kiai Ahmad Sidiq bilang “Seandainya Kiai As'ad tidak punya amal sholeh lain kecuali sukses Munas ini, ini sudah cukup bagi Kiai As'ad sebagai bekal hidup diakhirat katanya Kiai

c) Memahami manfaat dan upaya pelestarian keanekaragaman hayati di.. b) Siswa mampu mengidentifikasi dan membedakan berbagai tingkat keanekaragaman hayati (gen,

Untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan dalam KJA yang ramah lingkungan dan berkelanjutan, hanya sekitar 10% dari potensi perairan pesisir yang secara efektif dimanfaatkan

Biaya pengiriman dari Banjarmasin ke Tanjung dibebas biayakan atau tidak dibebankan kepada pembeli, dengan harga sama seperti dibrosur atau sama dengan harga

Pada beberapa penelitian menjelaskan bahwa adanya korelasi antara kadar kolesterol dan kadar albumin dengan terjadinya kebocoran plasma yang mengindikasikan semakin

suatu proses pengiriman pasien ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih tinggi untuk mendapatkan penanganan yang tepat Agar pasien yang tidak bisa ditangani di Puskesmas

Bagi pasien, adanya kepastian dalam pelayanan dengan prioritas pengobatan berdasarkan derajat keparahan, dengan adanya batasan pada lama rawat (length of stay)

Tujuan Pembelajaran : Setelah mengamati, menanya, mengeksploasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan peserta didik mampu : Menjelaskan ketentuan zakat dalam