• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU TERPASANG KATETER DENGAN DERAJAT KETIDAKNYAMANAN (NYERI) PADA PASIEN YANG TERPASANG KATETER URETRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU TERPASANG KATETER DENGAN DERAJAT KETIDAKNYAMANAN (NYERI) PADA PASIEN YANG TERPASANG KATETER URETRA"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA LAMA WAKTU TERPASANG KATETER DENGAN DERAJAT KETIDAKNYAMANAN (NYERI) PADA PASIEN YANG TERPASANG KATETER URETRA

DI BANGSAL RAWAT INAP RSU PKU MUHAMMADIYAH TAHUN 2005

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian syarat Memperoleh Derajad Sarjana Keperawatan Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

MAVIKA TARIKA NUSRAT 20010320038

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2005

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Keperawatan sebagai bentuk pelayanan profesional merupakan bagian integral pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan meliputi aspek biologi, psikologi, sosial dan spiritual yang bersifat komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan optimal (Lokakarya Nasional Keperawatan, 1983 cit Gaffar L.O, 1999)

Sebagai pelayanan profesional, asuhan ataupun pelayanan dan praktik keperawatan yang dilakukan harus dilandasi beberapa prinsip, salah satunya adalah berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Kiat keperawatan difokuskan pada kemampuan perawat untuk memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan sentuhan seni, dalam arti menggunakan kiat-kiat tertentu dalam upaya memberikan kepuasan dan kenyamanan pada klien (Gaffar L.O, 1999).

Salah satu konsep dasar seni keperawatan adalah kenyamanan klien. Berdasarkan kenyamanan dan skala pengukuran kenyamanan, perawat memberikan tenaganya, harapan, dukungan dan bantuannya pada klien. Perawat menggunakan berbagai tindakan dalam memberikan dan mempertahankan kenyamanan klien (Donahue, 1989 cit Potter and Perry, 1997).

(3)

Ketidaknyamanan klien seringkali dikarenakan oleh proses penyakitnya maupun akibat dari tindakan medis. Berbagai prosedur tindakan pengobatan mengharuskan seorang pasien terpasang dengan instrumen bantuan dalam menjalankan fungsi fisiologis normal. Perubahan dari fungsi normal yang digantikan sebuah alat tentunya menyebabkan rasa ketidaknyamanan pada pasien. Konsep kenyamanan bersifat subjektif, begitu juga halnya dengan rasa nyeri yang termasuk suatu bentuk ketidaknyamanan. Setiap orang pasti pernah mengalami maupun merasakan berbagai jenis nyeri dan tingkatan nyerinya (Potter & Perry,1997).

Rasa nyeri merupakan suatu mekanisme pertahanan tubuh, salah satunya ketika ada jaringan yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan seseorang bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri tersebut (Guyton & Hall,1996).

Kateterisasi urin merupakan salah satu tindakan untuk membantu eliminasi urin maupun ketidakmampuan melakukan urinasi. Banyak pasien merasa cemas, takut akan rasa nyeri dan ketidaknyamanan dalam menghadapi kateterisasi urin. Mereka terlihat emosional menghadapi tindaka n-tindakan pengobatan maupun perawatan terlebih yang berhubungan dengan daerah urogenital (Ellis et al, 1996).

Diperkirakan sekitar 4 juta pasien per tahun di Amerika Serikat menggunakan kateterisasi urin. Kurang lebih 25 % pasien yang dirawat di rumah sakit terpasang kateter indwelling dalam beberapa hari pada hari-hari perawatannya (Gokula RR et al, 2004 ).

(4)

Kateter uretra sebagai benda asing yang terpasang dalam uretra dapat mengakibatkan reaksi dalam mukosa uretra, dan kemungkinan trauma besar sekali terjadi pada manipulasi kateter. Untuk itu kateterisasi dilakukan dengan meminimalkan kemungkinan trauma, sehingga meminimalkan ketidaknyamanan maupun nyeri pada pasien yang terpasang kateter urin (Brunner & Suddarth, 1996).

Menurut penelitian di Amerika, dari 54 pasien di rumah sakit maupun

home care yang terpasang kateter indwelling, 72% di antaranya mengalami beberapa komplikasi, antara lain terjadi blocking atau penyumbatan sehingga aliran urin terganggu, 37% di antaranya mengalami kebocoran urin di sekitar kateter dan 30% mengalami hematuria. Begitu juga pada pasien yang terpasang kateter uretra dalam jangka waktu lama (melebihi 3 bulan). Dan dilaporkan pula mengenai nyeri yang dirasakan pada area abdomen bawah, uretra, penis, atau vulva (Ockmore K. et al cit Madigan et al, 2003).

Pada survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 24 Januari 2005 di bangsal rawat inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta diperoleh jumlah BOR ( Bed occupancy Rate ) pada hari itu sebesar 65 %, dengan jumlah pasien yang terpasang kateter sebanyak 21,5 %. Sedangkan pada survei yang dilakukan tanggal 27 Januari 2005 terdapat 19,5% pasien yang terpasang kateter, dengan jumlah BOR sebesar 74%. Lama waktu terpasang kateter beragam berkisar 1 hari sampai dengan 16 hari. Dari survey tersebut, diperoleh lama waktu rata-rata terpasang kateter yaitu 5 hari. Standar waktu penggantian kateter RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dilakukan

(5)

setiap 10 hari atau pada saat ada kerusakan yang diharuskan untuk diganti. Penggunaan kateter pada ukuran 16 F sampai dengan 18 F. Dari wawancara sekilas diperoleh gambaran kasar mengenai ada tidaknya nyeri akibat kateterisasi terhadap 28 pasien, yaitu lebih dari 10 pasien mengatakan tidak merasakan nyeri sama sekali dan hanya 7 pasien yang merasakan nyeri yang tidak dispesifikasikan apakah nyeri yang dirasakan akibat kateterisasi atau karena penyakit yang diindikasikan untuk kateterisasi.

Berbagai indikasi pemasangan kateter uretra dan perbedaan keadaan waktu pemulihan membuat lama waktu terpasangnya kateter bervariasi. Sehubungan dengan semakin tinggi terjadinya peluang frekuensi trauma, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain penatalaksanaan pemasangan maupun perawatan kateterisasi yang tidak sesuai standar prosedur sehingga seiring lama waktu terpasang kateter yang meningkat, kemungkinan menimbulkan rasa ketidaknyamanan sampai adanya rasa nyeri semakin besar. Kemungkinan lain yang dapat muncul yaitu berkurangnya rasa ketidaknyamanan seiring lama waktu terpasang kateter yang dipengaruhi oleh adanya respon adaptasi terhadap adanya kateter. Maka kemungkinan adanya perbedaan rasa ketidaknyamanan ataupun rasa nyeri yang timbul akibat kateterisasi berbeda sesuai dengan lama waktu terpasangnya kateter.

Dengan adanya uraian masalah tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang “Hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”.

(6)

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

“ Apakah ada hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien yang terpasang kateter uretra di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta? ”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Diketahuinya hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus :

a. Diketahuinya lama waktu terpasang kateter pada pasien yang terpasang kateter uretra.

b. Diketahuinya derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra.

D. Manfaat

1. Bagi Peneliti

Sebagai pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan suatu penelitian serta dapat menjadi sarana belajar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

(7)

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan pelaksanaan pelayanan keperawatan rumah sakit terutama dalam hal pemasangan instrumen kateter urin pada pasien.

3. Bagi Perawat

Sebagai masukan dalam upaya peningkatan pemberian mutu asuhan keperawatan, yang mengutamakan kenyamanan pasien dengan meminimalkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketidaknyamanan pasien.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Variabel

Variabel yang diteliti yaitu lama waktu terpasang kateter dan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra. Kateterisasi mengalami perubahan pola eliminasi normal, sebagai benda asing yang terpasang di uretra, berbagai komplikasi dapat terjadi pada kondisi kateter seiring dengan adanya pertambahan lama waktu terpasang kateter yang dapat menyebabkan perubahan kenyamanan pada pasien. 2. Responden

Penelitian ini dibatasi dengan subjek penelitian yaitu pasien yang terpasang kateter uretra. Setiap pasien yang dipasang kateter uretra akan mengalami ketidaknyamanan pada hari-harinya dengan perbedaan kenyamanan yang bersifat subjektif. Konsep kenyamanan terutama nyeri

(8)

merupakan salah satu aspek yang harus dikaji terhadap keadaan umum pasien.

3. Lokasi

Pada penelitian ini penulis mengambil lokasi penelitian yaitu di bangsal rawat inap kelas II dan III RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta, karena pada lokasi ini belum pernah diteliti mengenai lama waktu terpasang kateter uretra dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang dipasang kateter uretra.

4. Waktu

Penelitian akan dilakukan dalam kurun waktu 2 bulan, yaitu pada bulan Maret sampai dengan April 2005 dengan asumsi penelitian ini dapat diselesaikan.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Kateter

a. Definisi Kateter

Sebuah alat yang didesain untuk dimasukkan ke dalam uretra hingga kandung kemih untuk mengeluarkan urin yang tertahan (Stedman’s medical dictionary, 1995).

b. Tipe kateter

(1) Kateter sementara (Intermittent catheter)

Kateterisasi yang menggunakan teknik intermiten, dengan penggunaan kateter tunggal-lurus untuk mengosongkan kandung kemih, yang setelah kosong, kateter dapat langsung dicabut kembali. Ini dapat dilakukan lagi, bila diperlukan. Kateter ini memiliki satu lumen denga n ukuran 1,3 cm pada bagian pangkalnya.

(2) Kateter tetap (Indwelling catheter)

Kateterisasi yang digunakan menetap, dalam jangka waktu yang lama, hingga pasien dapat mengosongkan kandung kemih secara normal. Penggantian kateter dapat dilakukan secara teratur sesuai dengan batas waktu pemasangan dari setiap jenis kateter ( Potter & Perry, 1993). Kateter ini dikenal sebagai folley catheter.

(10)

Kateter ini memiliki balon kecil yang dapat dikembang-kempiskan yang mengelilingi kateter di bagian bawah pangkal kateter. Balon dikembangkan untuk mengunci kateter agar terfiksasi pada kandung kemih.( Ellis et al, 1996). Kateter ini ada yang memiliki 2 atau 3 lumen. Lumen pertama adalah untuk pengeluaran urin. Sedangkan lumen kedua untuk memasukkan cairan steril untuk fiksasi kateter. Sedangkan lumen ketiga adalah untuk memasukkan cairan atau obat ke dalam kandung kemih (vesica urinaria). c. Jenis Kateter :

(1) Kateter Plastik, digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak fleksibel

(2) Kateter Latex/ karet, digunakan untuk penggunaan dalam jangka waktu sedang (kurang dari 3 minggu)

(3) Kateter Silikon murni/ teflon, untuk penggunaan jangka waktu lama 2-3 bulan, karena bahan lebih lentur pada meatus uretra. (4) Kateter PVC, sangat mahal, untuk penggunaan 4-6 minggu,

bahannya sangat lembut, tidak panas dan nyaman bagi uretra (Kozier, 1995).

d. Ukuran Kateter

Kateter memiliki ukuran diameter yang bervariasi yang disesuaikan dengan ukuran meatus uretra. Penggunaan kateter dengan diameter kecil akan menghindari trauma pada uretra (Wong, 1982, cit Potter et al, 1993).

(11)

8-10 French (Fr) biasa digunakan pada anak-anak 14-16 French (Fr) biasa digunakan pada wanita 16-18 french (Fr) biasa digunakan pada pria

Ukuran kateter yang besar (>18 F) dapat melembungkan dan menekan uretra sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang tidak dapat kembali normal pada uretra dan bagian leher kandung kemih yang menyebabkan spasme pada kandung kemih dan dapat menyebabkan kebocoran. Ukuran kateter dianjurkan tidak melebihi 16 F dengan balon kateter 5 ml yang diisi dengan 10 cc air steril, untuk memastikan letak simetris dari balon kateter tersebut. Ukuran kateter yang besar dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada uretra yang merupakan penyebab striktur uretra dan terjadi sumbatan.

Ukuran kateter yang lebih besar diindikasikan untuk setelah dilakukan prosedur urologik apabila terjadi hematuria dan untuk mengantisipasi terjadinya penggumpalan darah.

Pada kateter silicon memberi keuntungan memiliki dinding yang lebih tipis, tetapi memiliki diameter dalam (internal) yang lebih besar dibandingkan dengan tipe kateter yang lain dengan ukuran French yang sama. Menurut Morris & Stickler diameter dalam (internal) pada kateter lateks hanya 1,5 mm bila dibandingkan dengan diameter kateter silicon yang berukuran 2,5 mm.

Pencegahan terhadap komplikasi karena kateterisasi lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengobatan pada masalah yang

(12)

muncul. Pemakaian kateter ukuran 14 F – 16 F dengan balon 5 ml dan intake cairan yang cukup dapat mencegah onset komplikasi yang akan timbul.

(http://www.infectioncontrolresource.org/IC_Issue6/Moore.html). e. Indikasi Pemasangan kateter

Kateter diindikasikan untuk beberapa alasan. Pemasangan kateter dalam jangka waktu yang pendek akan meminimalkan infeksi, sehingga metode pemasangan kateter sementara adalah metode yang paling baik.

(1) Indikasi pada pemasangan kateter sementara :

(a) Mengurangi ketidaknyamanan pada distensi kandung kemih (b) Pengambilan urin residu setelah pengosongan kandung kemih (2) Indikasi pada pemasangan kateter jangka pendek :

(a) Obstruksi saluran kemih (pembesaran kelenjar prostat)

(b) Pembedahan untuk memperbaiki organ perkemihan, seperti vesika urinaria, uretra dan organ sekitarnya

(c) Preventif pada obstruksi uretra dari perdarahan (d) Untuk memantau output urin

(e) Irigasi vesika urinaria

(3) Indikasi pada pemasangan kateter jangka panjang : (a) Retensi urin pada penyembuhan penyakit ISK/UTI

(b) Skin rash, ulcer dan luka yang iritatif apabila kontak dengan urin

(13)

(c) Klien dengan penyakit terminal f. Lama Waktu Terpasang kateter

Durasi terpasang kateter pada tiap-tiap pasien berbeda-beda. Hal ini tergantung pada kondisi pasien. Pasien yang terpasang kateter indwelling termasuk pasien yang memerlukan kateter dengan indikasi inkontinensia atau retensi urin, dan yang memiliki riwayat batu ginjal perlu diganti kateter dalam interval waktu kurang dari 6 minggu (Getliffe, 1994 cit Mandigan et al, 2003). Rata-rata penggantian kateter dilakukan 3 kali dalam 100 hari kateterisasi (Muncie & Warren cit Mandigan et al, 2003). Sedangkan di RSU PKU Muhammadiyah penggantian kateter dilakukan setiap 10 hari atau bila ada kerusakan yang mengharuskan kateter diganti.

g. Akibat yang didapat dari pemasangan kateter : (1) Iritasi ataupun trauma pada uretra

Penggunaan kateter yang ukurannya tidak tepat dapat mengiritasi uretra, sehingga kemungkinan terjadinya trauma pun meningkat. Selain itu, kurangnya penggunaan lubrikasi dapat melukai jaringan sekitar uretra pada saat penyisipan. Trauma pada jaringan uretra pun dapat terjadi apabila penyisipan letak kateter belum tepat pada saat balon retensi pada kateter dikembangkan. Fiksasi kateter yang kurang tepat dapat menambah gerakan yang menyebabkan regangan atau tarikan pada uretra atau yang membuat kateter terlepas tanpa sengaja. Manipulasi kateter paling

(14)

sering menjadi penyebab kerusakan mukosa kandung kemih pada pasien yang mendapat kateterisasi (Brunner & Suddarth, 1996). (2) Krustasi pada kateter

Urin yang banyak mengandung urea yang memproduksi bakteri seperti Proteus mirabilis, yang meningkatkan pH urin memicu terbentuknya krusta pada kateter. Lumen kateter tersumbat oleh kristal yang berasal dari campuran ph urin yang tinggi, bakteri dan ion kalsium maupun ion magnesium (Morris & Stickler, 1998 cit Mandigan et al, 2003). Pembentukan krusta yang berasal dari garam urin dapat menjadi sumber pembentukan batu. Asupan cairan yang bebas dan peningkatan halauran urin harus dipastikan untuk mengirigasi kateter dan mengencerkan zat-zat dalam urin yang dapat membentuk krusta. Pemakaian kateter silicon secara signifikan jarang menimbulkan pembentukan krusta (Brunner & Suddarth, 1996).

(3) Terjadi blocking ( Tersumbat, tidak mengalir dengan lancar ) Kerusakan pada kateter yang disebabkan oleh krusta yang menutupi area lumen kateter (Getliffe, 1994 cit Mandigan et al, 2003).

(4) Terjadi kebocoran

Kateter yang pada bagian balon untuk memfiksasi kateter tidak terfiksasi dengan baik akan menyebabkan pengeluaran urin

(15)

yang tidak tepat. Sehingga urin dapat merembes keluar tidak melalui selang kateter.

(5) Resiko infeksi saluran kemih tinggi

Pemasangan kateter akan menurunkan sebagian besar daya tahan alami pada saluran kemih bagian bawah dengan menyumbat duktus periuretralis, mengiritasi mukosa kandung kemih dan menimbulkan jalur artificial untuk masuknya kuman ke dalam kandung kemih. Banyak mikroorganisme ini merupakan bagian dari flora endogen atau flora usus normal, atau didapat melalui kontaminasi silang oleh pasien atau petugas rumah sakit maupun melalui kontak dengan peralatan yang tidak steril ( Brunner & Suddarth,1996 ).

2. Derajat Ketidaknyamanan -Nyeri-

Konsep kenyamanan merupakan hal subjektif yang sama halnya dengan sensasi nyeri yang dirasakan. Menurut Maslow, kenyamanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi setelah terpenuhinya kebutuhan biologis dan fisiologis. Setiap individu memiliki pembawaan fisiologi, sosial, spiritual, psikologis maupun karakter budaya yang berbeda dan mempengaruhi pengalaman dan persepsi kenyamanan masing-masing.

Menurut Kolcaba, kenyamanan adalah perilaku konsisten dengan pengalaman subjektif dari klien, yang merupakan keadaan dimana individu sudah terpenuhi kebutuhan dasar manusia untuk ketentraman

(16)

(kepuasan yang meningkatkan dan mengembangkan penampilan rutinitas), keringanan/ bebas dari rasa sakit (kebutuhan yang diperlukan) dan hal yang sangat penting (keadaan yang timbul lebih dari masalah/ keadaan nyeri). Pandangan yang holistik mengenai kenyamanan membantu dalam mengenali 4 konteks yaitu konteks fisik, yang menyinggung sensasi pada tubuh, pada konteks sosial menyinggung tentang hubungan interpersonal, keluarga dan sosial, sedangkan konteks psikospiritual menyinggung pada kesadaran internal diri sendiri, termasuk harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan. Pada konteks lingkungan menyinggung pada latar belakang eksternal dari pengalaman manusia seperti sinar, kebisingan, suhu, warna, dan unsur-unsur alami. Olehkarena itu pengetahuan tentang konteks kenyamanan memberi rentang pilihan yang lebih luas dalam mengukur nyeri.

Nyeri yang merupakan salah satu bentuk ketidaknyamanan yang didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensoris maupun emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan keadaan aktual maupun potensial kerusakan jaringan tubuh (IASP, 1979 cit Potter & Perry, 1997). Sedangkan nyeri menurut Sherrington adalah “aspek fisik refleks protektif yang penting”, dimana rangsang yang menimbulkan nyeri biasanya mencetuskan respons withdrawal ( penarikan ) dan penghindaran yang kuat. Selain itu, nyeri bersifat unik apabila dibandingkan dengan sensasi lain yaitu bahwa sensasi ini menimbulkan afek tidak menyenangkan yang “built-in” (Ganong, 1995).

(17)

a. Jenis Nyeri :

Rasa nyeri dapat dibagi menjadi dua rasa nyeri utama, yaitu: (1) Rasa nyeri cepat

Bila diberi stimulus nyeri, maka rasa nyeri akan timbul dalam waktu kira-kira 0,1 detik. Nyeri ini dikenal sebagai rasa nyeri tajam, rasa nyeri tertusuk, rasa nyeri akut, dan rasa nyeri elektrik. Rasa nyeri cepat, nyeri tajam tidak akan terasa di sebagian besar jaringan dalam dari tubuh.

(2) Rasa nyeri lambat

Bila diberi stimulus nyeri, maka rasa nyeri akan timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara perlahan bertambah selama beberapa menit. Nyeri ini dikenal sebagai rasa nyeri terbakar lambat, nyeri pegal, nyeri berdenyut-denyut, nyeri mual, dan nyeri kronik. Jenis nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Rasa nyeri ini dapat terasa di kulit dan di hampir semua jaringan dalam atau organ (Guyton & Hall, 1996). Menurut NIH, nyeri diklasifikasikan menjadi :

(1) Nyeri Akut

Nyeri ini biasanya terjadi tiba-tiba dan durasinya singkat. Area nyeri biasanya dapat diidentifikasi, sifat nyeri jelas dan mungkin untuk hilang. Nyeri ini pun bersifat sementara, yaitu sampai terjadi penyembuhan. Dapat dikatakan sebagai tanda peringatan bagi tubuh. Berkaitan dengan penyakit akut, trauma,

(18)

operasi maupun prosedur pengobatan. Biasanya nyeri berlangsung kurang dari 6 bulan.

(2) Nyeri Kronis

Nyeri ini merupakan keadaan pengalaman nyeri yang sifatnya menetap (continue) selama beberapa bulan atau tahun setelah fase penyembuhan dari suatu penyakit akut atau injury.

Area nyeri tidak mudah diidentifikasi. Intensitas nyeri sukar diturunkan dan cenderung meningkat. Sifatnya kurang jelas dan kemungkinan kecil untuk sembuh. Biasanya nyeri berlangsung lebih dari 6 bulan.

Nyeri kronis ini dibedakan menjadi 2 kategori yaitu nyeri kronik maligna dan nyeri kronik non maligna. Pada nyeri kronik maligna dapat digambarkan sebagai nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif lain, sedangkan nyeri kronik non maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat kerusakan jaringan yang tidak progresif (Potter & Perry, 1997). b. Jenis-jenis Stimulus Penyebab Nyeri :

(1) Mekanis (2) Kimiawi (3) Suhu (4) Listrik

(19)

c. Fisiologi Nyeri

Nyeri sebagai stimulus yang mengirimkan impuls menuju serabut saraf perifer yang kemudian masuk ke spinal dan berjalan melalui rute sampai berakhir pada daerah abu dari spinal, dimana pesan nyeri berinteraksi dengan sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri mencapai otak atau ditransmisikan menuju korteks serebral. Di saat stimulus mencapai korteks serebral, otak menginterpretasikan kualitas nyeri dan proses informasi mengenai pengalaman sebelumnya, pengetahuan dan asosiasi budaya dalam persepsi nyeri (Mc Nain, 1990 cit Potter&Perry, 1997).

Proses fisiologi nyeri terdiri dari 3 komponen yaitu : (1) Resepsi

Semua kerusakan sel yang disebabkan oleh suhu, mekanis, kimiawi ataupun listrik memicu produksi dari substansi penghasil nyeri. Terpaparnya suhu panas atau dingin, tekanan maupun bahan kimia menstimulus pelepasan substansi seperti histamin, bradikinin, dan potassium yang digabung melalui bagian reseptor, terutama di nociceptor (reseptor yang merespon stimulus yang berbahaya) yang dimulai dengan transmisi saraf yang berkaitan dengan nyeri (Clancy and McVicar, 1992 cit Potter & Perry, 1997).

(20)

Tidak semua jaringan memiliki reseptor yang akan mentransmisikan sinyal nyeri. Beberapa reseptor hanya merespon pada satu jenis stimulus nyeri, seperti yang lain juga sensitif terhadap suhu dan tekanan. Saat bergabung antara reseptor nyeri untuk mencapai batas (level minimal dari intensitas nyeri, yang diperlukan untuk menimbulkan impuls saraf) yang kemudian dimulainya pengaktifan saraf-saraf nyeri. Oleh karena adanya variasi pada bentuk dan ukuran tubuh, penyebaran reseptor nyeri di seluruh bagian tubuh berbeda-beda. Hal ini menjelaskan bahwa adanya subjektifitas nyeri secara anatomis (Clancy & McVicar, 1992 cit Potter&Perry, 1997).

Bagian tubuh tertentu pada setiap orang berlainan, ada yang lebih ataupun kurang sensitive terhadap nyeri. Setiap individu memiliki perbedaan produk substansi yang menghasilkan kapasitas nyeri, yang dikontrol oleh faktor gen.

Impuls saraf yang dihasilkan dari stimulus nyeri berjalan melalui serabut saraf aferen perifer. Dua jenis serabut saraf perifer yang mengontrol stimulus nyeri yaitu serabut saraf myelin delta A yang berjalan cepat dan serabut saraf C tidak bermyelin yang berukuran kecil dan berjalan lambat. Serabut A mengirimkan sensasi yang tajam, lokal dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. Serabut A dapat mencatat dengan segera komponen pada injuri akut (Jones and Cory, 1990 cit

(21)

Potter & Perry, 1997). Serabut C melepas impuls yang kurang terlokalisir, visceral dan persisten (Puntillo, 1988 cit Potter & Perry, 1997). Serabut C tetap berperan dalam pelepasan zat kimia ketika ada sel yang rusak.

Pada saat serabut delta-A dan C memindahkan impuls dari serabut saraf perifer, mediator biokimia yang mengaktivasi respon nyeri dilepaskan. Potassium dan prostaglandin dilepaskan saat sel-sel local rusak. Perpindahan stimulus nyeri terus berlanjut sepanjang serabut saraf hingga berakhir di bagian dorsal horn dari spinal cord, yang kemudian dilepaskannya neurotransmitter seperti substansi P, yang kemudian menyebabkan transmisi sinaptik dari aferen (sensoris), saraf perifer sampai saluran saraf spinotalamus (Paice, 1991 cit Potter & Perry, 1997). Ini menyebabkan impuls nyeri dapat ditransmisikan lebih jauh dalam sistem saraf pusat. Stimulus nyeri berjalan melalui serabut saraf pada saluran spinotalamus yang menyeberang menuju bagian seberang dari spinal cord. Sepanjang transmisi stimulus nyeri, tubuh dapat mengatur peneriman nyeri. Berbagai serabut saraf yang terdapat di saluran spinotalamus yang berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim balik menuju dorsal horn dari spinal cord (Paice, 1991 cit Potter & Perry, 1997). Serabut saraf ini disebut dengan sistem nyeri desending, yang

(22)

bekerja dengan melepas neuroregulator inhibitor yang mentransmisi stimulus nyeri.

Refleks respon perlindungan juga terjadi dengan resepsi nyeri. Serabut delta A mengirimkan impuls sensoris kepada spinal cord dimana terjadi sinaps dengan saraf motor spinal. Impuls motor berjalan melalui refleks arc melalui serabut saraf eferen kembali ke otot perifer dekat daerah yang distimulasi. Refleks penarikan atas perlindungan yang berasal dari sumber nyeri didahului oleh kontraksi otot.

Neuroregulator adalah substansi yang mempengaruhi transmisi atau perpindahan stimulus nyeri dan berperan penting dalam memberi pengalaman nyeri. Substansi ini ditemukan pada bagian nosiseptor, pada ujung saraf di dalam dorsal horn dari tulang vertebra dan bagian reseptor pada saluran spinotalamus.

Neuroregulator dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu neurotransmitter dan neuromodulator. Neurotransmitter seperti substansi P mengirimkan impuls elektrik menuju perpotongan sinaptik antara 2 serabut saraf yaitu eksitator atau inhibitor. Neuromodulator mengatur aktivitas saraf dan membedakan transmisi stimulus nyeri tanpa memindahkan secara langsung sinyal saraf melalui sinaps. Hal ini diduga menaik-turunkan efek pada neurotransmitter secara tidak langsung.

(23)

Endorfin, dinorfin dan bradikinin merupakan neuromodulator sedangkan serotonin dan prostaglandin adalah golongan neurotransmitter. Terapi farmakologis terhadap nyeri sebagian besar berdasarkan pengaruh pilihan pengobatan terhadap neuroregulator.

(2) Persepsi

Persepsi adalah saat ketika seseorang sadar akan adanya nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan melalui tulang belakang menuju thalamus dan otak bagian tengah. Dari thalamus, serabut saraf mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area di otak, termasuk korteks sensoris dan korteks asosiasi (keduanya berada pada daerah lobus parietal), lobus frontal dan sistem limbik. Pada sistem limbic terdapat sel-sel yang diduga dapat mengontrol emosi khususnya rasa cemas. Oleh karena itu, sistem ini beperan aktif dalam memproses reaksi emosional dari nyeri. Setelah transmisi syaraf berakhir pada bagian pusat otak yang terletak lebih tinggi, seseorang menerima sensasi dari rasa nyeri.

Terdapat 3 sistem internasional dari persepsi nyeri yaitu diskriminasi-sensori, afektif-motivasional dan kognitif-evaluatif (Meihart and McCaffery, 1983 cit Potter & Perry, 1997).

Persepsi memberikan kesadaran dan pengertian tentang rasa sakit sehingga orang akan bereaksi terhadapnya.

(24)

(3) Reaksi

Reaksi nyeri dapat berupa reaksi fisiologis maupun reaksi perilaku yang timbul pada saat setelah nyeri diterima. Pada respon fisiologis, proses ini berawal ketika impuls nyeri berjalan melalui tulang belakang menuju batang otak dan thalamus, juga sistem saraf otonom dirangsang sebagai bagian dari respons stress. Intensitas nyeri yang rendah, sedang dan nyeri superficial. Stimulasi dari cabang sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri terus berlanjut biasanya melibatkan organ-organ viseral (seperti pada infark miokard, kolik batu empedu ataupun kolik batu ginjal) yang akan melanjutkan ke sistem saraf parasimpatik.

Respon perilaku muncul di saat orang sudah mengalami nyeri yang kemudian dilanjutkan dengan mulainya siklus suatu kejadian. Bila tertinggal tidak diobati ataupun tidak dihilangkan, nyeri dapat mengubah kualitas hidup seseorang. Menurut Mahon, nyeri dapat mendominasi secara alamiah mengikut serta pada kemampuan yang berhubungan dengan perawatan diri.

Komponen dari reaksi nyeri membantu menjelaskan alasan pentingnya manajemen nyeri dapat dijadikan sebagai sebuah tantangan. Meinhart dan McCaffery menggambarkan mengenai 3 fase pengalaman nyeri yaitu antisipasi, sensasi dan penutup.

(25)

Fase antisipasi dimulai sebelum nyeri diterima. Seseorang mengetahui bila nyeri akan timbul. Pada fase ini mungkin merupakan fase yang paling penting karena dapat mempengaruhi kedua fase selanjutnya. Pada situasi trauma perlukaan atau prosedur yang tidak diketahui yang dapat menimbulkan nyeri, seseorang tidak dapat mengantisipasi nyeri sebelumnya. Apabila seseorang dapat mengantisipasi nyeri, maka akan memahami dan dapat mencari cara untuk mengatasinya. Melalui penjelasan dan dukungan yang cukup, klien dapat memahami nyeri dan dapat mengontrol kecemasannya sebelum nyeri terjadi. Di sini peran perawat sangat penting.

Fase sensasi berawal ketika nyeri sudah dapat dirasakan. Reaksi setiap orang terhadap nyeri berbeda-beda. Toleransi akan nyeri merupakan saat dimana seseorang tidak mampu menerima berat atau sakitnya nyeri maupun lamanya nyeri yang berlangsung. Toleransi nyeri ini tergantung dari tingkah laku, motivasi maupun nilai-nilai yang ada pada orang yang merasakannya.

Fase penutup dimulai ketika nyeri sudah berkurang atau hilang. Setelah mengalami nyeri, klien yang mengalami gejala-gejala fisik seperti menggigil, nausea, muntah, marah ataupun depresi.dan meskipun sumber penyebab nyeri sudah dapat dikontrol oleh klien, nyeri masih dapat merupakan suatu krisis.

(26)

Jika ada episode nyeri berulang, respon pada fase ini dapat menjadi masalah kesehatan yang serius.

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri (1) Usia

(2) Jenis kelamin (3) Budaya

(4) Makna nyeri bagi seseorang (5) Fokus perhatian

(6) Kecemasan

(7) Pengalaman sebelumnya (8) Mekanisme koping

(9) Dukungan keluarga dan sosial e. Karakteristik nyeri yang dikaji :

(1) Pola serangan dan durasi

Perawat menanyakan pertanyaan-pertanyaan untuk menentukan serangan, lamanya, dan rangkaian dari rasa sakit. Kapankah rasa sakit dimulai, berapa lamakah ini berlangsung, apakah ini terjadi pada saat yang sama setiap harinya, seberapa sering ini terulang lagi. Ini mungkin akan lebih mudah untuk mendiagnosa sifat alami dari rasa sakit dengan mengidentifikasi faktor-faktor waktu.

(27)

(2) Lokasi dan pola penyebaran

Untuk menilai lokasi rasa sakit perawat menanyai para kliennya untuk mengetahui area rasa sakit. Untuk membatasi rasa sakit yang lebih spesifik, perawat menanyakan area yang dirasakan pasien paling sakit. Ini yang sulit untuk dikerjakan jika rasa sakit ini menyebar, mengandung beberapa tempat atau segmen-segmen di dalam tubuh yang amat besar. Sebagian alat pengkaji memiliki diagram tubuh yang bisa menggambarkan area nyeri. Ketika merekam lokasi rasa sakit, perawat dapat menggunakan tanda anatomis yang mudah digambarkan secara terminology. Pernyataan rasa nyeri dibatasi pada bagian kuadran atas kanan lebih spesifik dibandingkan dengan pernyataan rasa nyeri di bagian perut. Dengan mengetahui penyakit yang diderita pasien, akan lebih mudah mendeteksi lokasi nyeri. Nyeri berdasarkan lokasi dapat berupa, superficial atau kutaneus, dalam atau visceral, ataupun menyebar.

(3) Intensitas

Karakteristik yang paling subjektif dari rasa sakit mungkin adalah kehebatannya atau kekerasannya. Pada klien kadang-kadang ditanyai untuk menjelaskan rasa sakit yang sangat hebatnya. Skala verbal penjelas (VSD) terdiri dari sebuah garis dengan tiga sampai lima kata penjelas secara sama tempat sepanjang garis. Penjelas diurutkan dari yang tidak ada rasanya

(28)

hingga rasa sakit yang tidak dapat ditahan. Perawat menunjukkan skala klien dan ditanyai kliennya untuk memilih kehebatan rasa sakit. Perawat juga menanyakan berapa banyak rasa sakit melukai yang lebih buruk dan berapa banyak itu melukai yang terbaik. VDS memungkinkan seorang klien untuk memilih kategori untuk menjelaska n rasa sakit.

Rata-rata skala nomor (NRS) mungkin digunakan daripada kata penjelas. Dalam kasus ini, para klien rata-rata rasa sakit pada skala 0 sampai 10. Skala ini bekerja paling baik ketika penilaian hebatnya rasa sakit sebelum dan setelah campur tangan terapi. Ketika skala digunakan untuk mengukur rasa sakit, sebuah garis dasar 10 cm dipuji kebaikannya (AHCPR cit Potter & Perry, 1997).

Sebuah skala analog secara visual (VAS) tidak mempunyai label bagian. Ini terdiri dari sebuah garis lurus, menghadirkan sebuah kehebatan dan mempunyai penjelas verbal pada setiap akhir. Skala ini memberikan kebebasan total pada klien di dalam mengidentifikasi kehebatan rasa sakit.. VAS ini mungkin menjadi sebuah ukuran rasa sakit yang hebat karena para klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian kesatuan daripada kekuatan untuk memilih satu kata atau satu huruf (Mc Guire, 1984 cit Potter & Perry).

(29)

Beyer dkk telah mengembangkan skala “Oucher” yang terdiri dari dua bagian skala yaitu skala 0 hingga 10 pada sisi kiri untuk anak-anak lebih tua dan sebuah skala gambar enam gambar pada sisi kanan untuk anak-anak lebih muda. Foto-foto dari wajah-wajah seorang anak (di dalam meningkatkan tingkat kegelisahan) dimaksudkan untuk memberi isyarat anak-anak ke dalam pemahaman apakah rasa sakit itu dan kehebatannya. Seorang anak hanya berpendirian untuk menyeleksi, kemudian menyederhanakan latihan dari menjelaskan rasa sakit.

Etnik versi baru dari alat yang dimiliki telah dikembangkan. Wong dan Baker (1998) mengemb angkan skala wajah untuk menilai rasa sakit pada anak-anak. Skala ini terdiri dari enam wajah katun diurutkan dari seorang yang tersenyum (tidak ada rasa sakit) meningkat wajah yang kurang bahagia, hingga ke akhir wajah yang sedih, wajah penuh air mata (rasa sakit yang paling buruk) anak-anak usia sekitar tiga tahun dapat menggunakan skala. Peneliti memulai untuk menguji skala wajah dengan orang yang lebih dewasa.

Skala rasa sakit akan diatur sehingga mudah digunakan dan bukan waktunya untuk klien untuk melengkapi. Jika klien dapat membaca dan memahami skala tersebut, gambaran rasa sakit akan lebih akurat. Gambaran skala tersebut berguna bukan saja pada waktu penilaian kerasnya sakit, namun juga pada evaluasi

(30)

perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunaka n skala itu setelah dilakukan terapi atau ketika gejala dinilai menjadi lebih buruk, baik rasa sakit telah berkurang atau bertambah.

Perawat tidak menggunakan skala rasa sakit untuk memperbandingkan satu klien dengan lainnya. Meskipun skala itu memberi ukuran yang relatif objektif, kerasnya rasa sakit terlalu subjektif untuk dibandingkan di antara individu-individu. (Potter & Perry, 1997)

(4) Kualitas

Karakteristik subjektif rasa sakit yang lainnya adalah kualitas. Karena tidak ada sebutan rasa sakit yang umum atau khusus, kalimat yang mungkin dipilih oleh klien untuk menggambarkan rasa sakit dapat berupa banyak hal. Seringkali klien menggambarkan rasa sakit sebagai pukulan, berdebar, tajam, atau menjemukan. Rasa sakit klien seringkali tidak dapat digambarkan.

(31)

B. Kerangka Konsep Penelitian

KET :

= area yang diteliti

= area yang tidak diteliti

C. Hipotesa Penelitian

Adanya hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kateterisasi urin :

§ Indikasi pemasangan

§ Tipe kateter

§ Jenis Kateter

§ Ukuran kateter

§ Lama waktu terpasang

Perubahan fungsi normal uretra – saluran kemih

1. Manipulasi :

§ Penggantian kateter

§ Fiksasi kateter kurang tepat § Pencabutan 2. Timbulnya krusta 3. Terjadi blocking 4. Terjadi kebocoran § Trauma-iritasi / tidak pada uretra

§ Resiko infeksi saluran kemih

(sebagai stimulus nyeri)

Reseptor nyeri Reaksi pada tingkatan nyeri :

§ Tidak ada nyeri

§ Nyeri ringan (ringan-berat)

§ Nyeri sedang (ringan-berat)

(32)

Bab III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis non eksperimen , dengan rancangan penelitian survey menggunakan pendekatan

cross sectional untuk mengetahui hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan dalam kurun waktu 2 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan April 2005.

2. Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di bangsal rawat inap RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta, khususnya di bangsal Kelas II dan Kelas III antara lain bangsal Multazam, Marwah, Raudhoh dan Arafah.

(33)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap Kelas II dan Kelas III RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sampel

Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan purposive sampling. Banyaknya sampel yang diambil dalam penelitian berjumlah 30 responden dengan kriteria :

a. Pasien berusia antara 15 - 65 tahun

b. Lama terpasang kateter tidak kurang dari 3 hari c. Pasien bukan pasien bedah mayor saluran kencing d. Pasien tidak memiliki riwayat striktur uretra e. Pasien sadar

f. Pasien dapat berkomunikasi g. Dapat membaca dan menulis h. Pasien bersedia menjadi responden

Banyaknya sampel diambil berdasarkan rumus besaran sampel (Lemeshow dkk, 1997 cit Sudarman, 2002).

η= 2 2 2 d pq Z      α Keterangan : η = besarnya sampel

(34)

2 2    

Ζ α = koefesiens kurva normal pada tingkat kemaknaan 5%

p = proporsi subjek yang akan diteliti d = presisi penduga

dengan menggunakan hitung statistik maka nilai Z = 1.98 maka Z = 3,9204, sedangkan nilai Pq = 0,5 maka (1-P) = 0,5 dan d = 0,18807. d = 0,03265249 n = 03265249 , 0 ) 5 , 0 ).( 5 , 0 .( 9204 . 3 = 30,0436

D. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 2 variabel :

a. Variabel bebas : lama waktu terpasang kateter

b. Variabel terikat : derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien yang terpasang kateter uretra

2. Definisi Konseptual Variabel a. Variabel Bebas

Lama waktu terpasang kateter merupakan ukuran panjang antara kesempatan suatu rentetan kejadian pada pasien yang terpasang kateter (Poerwadarminta, 1976).

(35)

b. Variabel Terikat

Nyeri adalah suatu pengalaman sensoris maupun emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan keadaan aktual maupun potensial kerusakan jaringan tubuh (IASP, 1979 cit Potter & Perry, 1997).

3. Definisi Operasional

a. Lama waktu terpasang kateter

Lama waktu terpasang kateter adalah jumlah waktu (hari) yang digunakan selama pasien terpasang kateter. Pada penelitian ini membandingkan derajat ketidaknyamanan (nyeri) responden dengan mengambil lama waktu terpasang kateter pada hari ke-1 sampai dengan hari ke-3. Hal ini memungkinkan dapat mempengaruhi faktor-faktor terjadinya trauma, maupun iritasi pada dinding maupun mukosa uretra dari ketidakrapian fiksasi pemasangan maupun keadaan pasien sendiri dan kemungkinan sudah terjadinya proses adaptasi tubuh terhadap kehadiran kateter sebagai benda asing. Lama waktu terpasang kateter dapat diketahui melalui catatan keperawatan pasien. b. Derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien yang terpasang kateter uretra Derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien yang dimaksud adalah perbedaan intensitas ketidaknyamanan hingga rasa nyeri yang dirasakan pasien karena dipasangnya kateter pada uretra pasien. Hal ini dimanifestasikan dengan berbagai tanda dan jenis sifat nyeri yang dirasakan pasien.

(36)

Derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien dapat diketahui dengan mengukur skala nyeri menggunakan penggaris nyeri skala nomor (NRS) yaitu untuk mengukur rasa nyeri yang dialami pasien dalam rentang nyeri antara angka 0 hingga 10, yang menunjukkan bahwa 0 berarti tidak ada rasa nyeri sama sekali dan 10 mewakili rasa nyeri yang amat sangat sakit dalam jangka waktu dipasang kateter hingga saat diteliti.

Pada angka 1 sampai dengan 3 dikategorikan nyeri ringan, angka 4 sampai dengan 6 dikategorikan nyeri sedang dan angka 7 sampai dengan 10 sebagai nyeri berat. Tiap-tiap kategori akan diperjelas ke dalam kelas yang lebih spesifik, yaitu ringan sampai dengan berat.

Karakteristik nyeri yang dirasakan pasien dapat diketahui dengan menggunakan kuesioner berisi 13 butir pertanyaan. Pasien memilih jawaban di antara pilihan berganda, sesuai perasaannya mengenai keadaan yang dialami.

c. Variabel Pengganggu dan Pengendaliannya

Variabel pengganggu dalam penelitian ini merupakan faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien yang terpasang kateter sehingga bisa mempengaruhi hasil dari penelitian ini. Variabel pengganggu dari penelitian ini antara lain jenis kateter, tipe kateter, ukuran kateter dan indikasi pemasangan kateter.

(37)

Dalam hal pengendalian variabel pengganggu peneliti menyeragamkan variabel-variabel yang ada pada variabel pengganggu, yaitu dengan menggunakan jenis kateter lateks, tipe kateter yang digunakan adalah tipe kateter tetap, indikasi pemasangan kateter dengan tidak ada pembedahan pada saluran kencing dan ukuran kateter pada penelitian ini seharusnya diseragamkan, tetapi hal ini tidak dapat dilakukan mengingat setiap responden memiliki ukuran uretra yang berbeda maka sulit untuk menyeragamkan ukuran kateter, untuk itu peneliti menggunakan kriteria responden yang tidak memiliki riwayat striktur uretra dimana pada kasus ini, pasien akan menggunakan ukuran kateter yang lebih kecil.

E. Hubungan antar Variabel

Ket : Variabel bebas Lama waktu terpasang kateter Variabel terikat Tingkat nyeri Variabel pengganggu § Jenis kateter § Tipe kateter § Indikasi pemasangan § Ukuran kateter

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti (variable pengganggu)

(38)

F. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian untuk mengetahui derajat ketidaknyamanan (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter uretra adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden. Penelitian ini dilakukan langsung oleh peneliti dengan memberikan kuesioner yang berisikan penggaris nyeri skala nomor (NRS) untuk dinilai derajat ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan yang kemudian akan dikategorikan sebagai rasa tidak nyeri, nyeri ringan (ringan-berat), nyeri sedang (ringan-berat) dan nyeri berat (ringan-berat). Untuk karakteristik nyeri menggunakan 13 pertanyaan mengenai jenis rasa nyeri yang kemudian akan di prosentase-kan. Sedangkan untuk lama waktu terpasang kateter data merupakan data sekunder yang diperoleh dari catatan keperawatan/rekam medik responden.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dengan menggunakan penggaris nyeri skala nomor (NRS) (AHCPR, 1992 cit Potter & Perry, 1997) diisi oleh pasien untuk mengukur rasa nyeri yang dialami pasien dalam rentang nyeri antara angka 0 hingga 10. Angka 0 menunjukkan bahwa tidak ada rasa nyeri sama sekali dan 10 mewakili rasa nyeri yang amat sangat sakit dalam jangka waktu mulai dipasang kateter hingga minimal hari ke-3 terpasang kateter saat diteliti. Pada angka 1 sampai dengan 3 dikategorikan sebagai nyeri ringan, angka 4 sampai dengan 6 dikategorikan nyeri sedang dan angka 7 sampai dengan 10 sebagai nyeri berat. Tiap-tiap kategori akan

(39)

diperjelas ke dalam kelas yang lebih spesifik, yaitu ringan sampai dengan berat. Data lama waktu terpasang kateter diperoleh dari catatan keperawatan/rekam medik responden.

Sedangkan untuk mengetahui karakteristik nyeri yang dirasakan pasien menggunakan 13 butir pertanyaan yaitu responden menjawab dengan memilih pilihan yang tersedia mengenai perasaan yang dialami pada saat diteliti, tidak berdasarkan waktu tertentu dari terpasangnya kateter pada responden. Pertanyaan ini hanya untuk mengetahui karakteristik ketidaknyamanan (nyeri) secara deskriptif yang dijadikan sebagai profil responden. Pertanyaan terdiri dari aspek-aspek yang meliputi tipe/jenis nyeri, lokasi nyeri, durasi, kualitas dan pola terjadinya nyeri.

Pertanyaan disusun oleh peneliti dan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan korelasi Product moment Pearson,

menggunakan SPSS 11.5 for windows, dari 15 pertanyaan didapatkan 6 pertanyaan tidak valid (nomor 3, 4, 7, 11, 13 dan 14) sehingga untuk pelaksanaan penelitian digunakan 13 pertanyaan yang memenuhi kriteria validitas yaitu memiliki korelasi signifikan 0,01 atau 0,05 dimana 2 pertanyaan digugurkan (nomor 11 dan 13) sedangkan nomor yang lain direvisi dan tidak diuji cobakan kembali. Uji reliabilitas menggunakan analisis

koefisien Alpha cronbach diperoleh nilai reliabilitas yang dikatakan andal dengan alpha sebesar 0,77.

(40)

H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden yaitu pasien yang terpasang kateter uretra. Setelah data terkumpul kemudian dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi (untuk data kuantitatif) yang dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase dan narasi.

Dalam proses analisa data, setelah pengolahan data peneliti menggunakan uji statistik rank difference correlation, korelasi non parametrik dengan uji Spearman’s rho dengan bantuan SPSS 11.5 for windows. Uji rank difference correlation digunakan untuk menentukan hubungan 2 gejala yang kedua-duanya merupakan gejala ordinal atau tata jenjang (Arikunto, 2002).

I. Jalannya Penelitian

1. Tahap Persiapan

Tahap Persiapan yang peneliti lakukan meliputi penyusunan proposal, pengurusan surat izin ke fakultas, universitas dan pihak Diklat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Setelah adanya izin penelitian dari RS PKU Muhammadiyah, pada tanggal 24 dan 27 Januari 2005 dilakukan penjajakan lokasi penelitian dan survei pendahuluan mengenai gambaran dan jumlah subjek penelitian. Setelah mendapatkan data hasil survey pendahuluan penelitian, kemudian dilakukan uji coba kuesioner terhadap 10 responden, Dari uji validitas diperoleh bahwa pertanyaan mengenai karakteristik ketidaknyamanan (nyeri) sebanyak 15 item yang tidak valid

(41)

sebanyak 6 pertanyaan (nomor 3, 4, 7, 11, 13 dan 14) sehingga untuk pelaksanaan penelitian digunakan 13 pertanyaan dimana 2 pertanyaan digugurkan (nomor 11 dan 13) sedangkan nomor yang lain direvisi dan tidak diuji cobakan kembali. Dari hasil uji reliabilitas diperoleh nilai reliabilitas yang dikatakan andal dengan alpha sebesar 0,77.

2. Tahap Pelaksanaan

Kuesioner yang telah diuji coba digunakan untuk pengumpulan data yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan April 2005. Sebelum ke ruangan untuk memberikan kuesioner kepada responden, peneliti menanyakan kepada perawat yang bertugas di bangsal tentang data pasien yang terpasang kateter uretra yaitu lama waktu terpasang dan indikasi pemasangan kateter.

3. Tahap Penyelesaian

Setelah seluruh kuesioner terkumpul dilakukan tabulasi, pengolahan dan analisa data, untuk mempermudah analisa data peneliti menggunakan program SPSS 11.5 for Windows dengan uji statistik rank difference correlation, statistik non parametrik uji statistik Spearman’s rho, digunakan untuk menentukan hubungan dua gejala yang kedua-duanya merupakan gejala ordinal atau tata jenjang (Arikunto, 2002).

(42)

Bab IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta adalah salah satu rumah sakit swasta di Yogyakarta yang merupakan amal usaha pimpinan pusat Persyarikatan Muhammadiyah. RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta didirikan sebagai sarana media dakwah dalam menyampaikan ajaran Islam melalui bidang kesehatan. Selain itu, terdapat tujuan mulia yaitu mewujudkan derajad kesehatan masyarakat setingi-tingginya bagi semua masyarakat melalui pendekatan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan yang diselenggarakan secara menyeluruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta tuntutan ajaran agama Islam dengan tidak memandang agama, golongan dan kedudukan.

Pendirian RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan inisiatif H. M. Sudjak yang didukung penuh oleh K. H. Ahmad Dahlan. Pada awalnya bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat) yang berupa klinik dan poliklinik. PKO didirikan tanggal 15 Februari 1923 dengan lokasi awal di Jagang Notoprajan Nomor 15 Yogyakarta. Kemudian nama PKO berubah menjadi Rumah Sakit Umum PKU (Pembina kesejahteraan Umat) dan berlokasi di jalan K.H. Ahmad Dahlan 20 Yogyakarta (www. pkujogja.com).

(43)

RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta merupakan rumah sakit terakreditasi 12 bidang pelayanan dengan tipe C plus. Unit Pelayanan antara lain meliputi rawat jalan dan rawat inap. Pelayanan rawat jalan dilayani di klinik dan poliklinik dengan jadwal yang telah ditentukan. Khusus untuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) dilayani setiap hari nonstop 24 jam. Sedangkan untuk pelayanan rawat inap, terdapat 10 bangsal, kamar bayi dan ICU/ICCU.

B. Statistik Deskriptif

1. Profil Responden

Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dewasa (15-65 tahun) yang terpasang kateter uretra di bangsal rawat inap. Karakteristik responden berdasarkan identitas meliputi usia, jenis kelamin, pekerjaan, dan tingkat pendidikan. Karakteristik responden berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri, meliputi pengalaman dikate ter sebelumnya, dukungan kehadiran keluarga, rasa takut saat pemasangan kateter dan adanya penjelasan sebelumnya dari perawat mengenai pemasangan kateter. Sedangkan karakteristik responden berdasarkan karakteristik ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan responden terdiri dari 13 item.

(44)

a. Profil Responden Berdasarkan Identitas (1) Profil Responden Berdasarkan Umur

Profil responden berdasarkan umur ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 1.

Profil Responden Berdasarkan Umur

Umur f % 15-25 7 23,33 % 26-35 7 23,33 % 36-45 5 16,66 % 46-55 6 20 % 56-65 5 16,66 %

Sumber : Data Primer

Berdasarkan table di atas terlihat bahwa karakteritik responden berdasarkan umur, sebagian besar berumur 15-25 tahun dan 26-35 tahun yaitu sebanyak 7 orang atau 23,33% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang paling sedikit adalah yang berumur 36-45 tahun dan 56-65 tahun yaitu sebanyak 5 orang atau 16,66% dari keseluruhan responden.

Grafik 1. Jumlah dan Prosentase Terhadap Umur Responden 0 5 10 15 20 25 15 - 25 26 - 35 36 - 45 46 - 55 56 - 65 Frekuensi Prosentase

(45)

(2) Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Profil responden berdasarkan jenis kelamin ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 2.

Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin f %

Laki-laki 19 63,33 %

Perempuan 11 36,66 %

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa karakteritik responden berdasarkan jenis kelamin, didominasi oleh responden laki-laki yaitu sebanyak 19 orang atau 63,33% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang paling sedikit adalah perempuan yaitu sebanyak 11 orang atau 36,66 % dari keseluruhan responden.

Grafik 2. Jumlah dan Prosentase Terhadap Jenis Kelamin Responden

0 10 20 30 40 50 60 70 Laki-laki Perempuan Frekuensi Prosentase

(46)

(3) Profil Responden Berdasarkan Pekerjaan

Profil responden berdasarkan pekerjaan ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 3.

Profil Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan f % PNS/ABRI 0 0 Karyawan swasta 6 20 % Wiraswasta 3 10 % Pensiunan 3 10 % Tidak Bekerja 8 26,66 % Lain-lain 10 33,33 %

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa responden penelitian didominasi oleh responden dengan pekerjaan lain-lain yaitu sebanyak 10 orang atau 33,33% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang paling sedikit adalah wiraswasta dan pensiunan yaitu sebanyak 3 orang atau 10% dari keseluruhan responden. Sedangkan PNS/ABRI tidak ada. Kategori lain-lain yaitu pekerjaan di luar 5 kategori yang ada, seperti buruh, pamong desa, dll.

(47)

Grafik 3. Jumlah dan Prosentase Terhadap Pekerjaan Responden 0 5 10 15 20 25 30 35 PNS/ABRI Karyawan Swasta Wiraswasta Pensiunan Tidak Bekerja Lain-lain Frekuensi Prosentase

(4) Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Profil responden berdasarkan tingkat pendidikan ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.

Profil Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan f % Tidak tamat SD 5 16,66 % SD 2 6,66 % SMP 7 23,33 % SMA 11 36,66 % PT 5 16,66 %

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa responden penelitian didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 11 orang atau 36,66% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang paling sedikit adalah

(48)

SD yaitu sebanyak 2 orang atau 6,66 % dari keseluruhan responden.

Grafik 4. Jumlah dan Prosentase Terhadap Tingkat Pendidikan Responden

0 5 10 15 20 25 30 35 40 Tidak Tamat SD SD SMP SMA PT Frekuensi Prosentase

b. Profil Responden Berdasarkan Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nyeri

(1) Profil Responden Berdasarkan Pengalaman Dikateter Sebelumnya

Profil responden berdasarkan pengalaman dikateter sebelumnya ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 5.

Profil Responden Berdasarkan Pengalaman Kateter Sebelumnya

Pengalaman dikateter sebelumnya

f %

Belum pernah 23 76,66 %

Sudah pernah 7 23,33 %

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa responden penelitian didominasi oleh responden dengan yang belum pernah ada pengalaman dikateter sebelumnya yaitu

(49)

sebanyak 23 orang atau 76,66% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang paling sedikit adalah yang sudah pernah dikateter yaitu sebanyak 7 orang atau 23,33% dari keseluruhan responden.

Grafik 5. Jumlah dan Prosentase Terhadap Pengalaman Kateter Sebelumnya

0 20 40 60 80 100

Belum Pernah Sudah Pernah Frekuensi Prosentase

(2) Profil Responden Berdasarkan Dukungan Kehadiran Keluarga Profil responden berdasarkan dukungan kehadiran keluarga ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 6.

Profil Responden Berdasarkan Dukungan Kehadiran Keluarga

Kehadiran Keluarga f %

Mendukung 28 93,33 %

Tidak mendukung 2 6,66 %

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa responden penelitian didominasi oleh responden dengan kehadiran keluarga yang mendukung yaitu sebanyak 28 orang atau 93,33% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang paling sedikit adalah tidak adanya dukungan kehadiran keluarga

(50)

yaitu sebanyak 2 orang atau 6,66 % dari keseluruhan responden. Dukungan keluarga yang dimaksud adalah adanya kehadiran keluarga pasien secara umum ataupun adanya keluarga yang menunggu pasien dalam hari-hari perawatannya di rumah sakit.

Grafik 6. Jumlah dan Prosentase Terhadap Dukungan Kehadiran Keluarga

0 20 40 60 80 100

Mendukung Tidak Mendukung Frekuensi Prosentase

(3) Profil Responden Berdasarkan Rasa takut Saat Pemasangan Kateter

Profil responden berdasarkan rasa takut saat pemasangan kateter ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 7.

Profil Responden Berdasarkan Rasa takut Saat Pemasangan Kateter

Rasa Takut Saat Pemasangan

f %

Ada 7 23,33 %

Tidak 10 33,33 %

Tidak Tahu/tidak Sadar 13 43,33 % Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa responden penelitian didominasi oleh responden dengan tidak

(51)

sadar saat pemasangan kateter yaitu sebanyak 13 orang atau 43,33% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang paling sedikit adalah adanya rasa takut saat pemasangan kateter yaitu sebanyak 7 orang atau 23,33% dari keseluruhan responden. Pasien yang tidak sadar pada saat pemasangan kateter seperti pasien yang akan dioperasi, dimasukkan pada kategori tidak tahu/tidak sadar.

Grafik 7. Jumlah dan prosentase Terhadap Rasa Takut Saat Pemasangan Kateter

0 10 20 30 40 50

Ada Tidak Tidak Tahu/Tidak Sadar Frekuensi Prosentase

(4) Profil Responden Berdasarkan Adanya Penjelasan Sebelumnya dari Perawat

Profil responden berdasarkan adanya penjelasan sebelumnya dari perawat ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :

(52)

Tabel 8.

Profil Responden Berdasarkan Adanya Penjelasan Sebelumnya dari Perawat Penjelasan Sebelumnya dari Perawat f % Ada 13 43,33 % Tidak ada 4 13,33 %

Tidak Tahu/Tidak Sadar 13 43,33 % Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa responden penelitian didominasi oleh responden yang diberikan penjelasan sebelumnya dari perawat mengenai pemasangan kateter yaitu sebanyak 13 orang atau 43,33% dari keseluruhan responden, begitu juga dengan responden yang tidak sadar pada saat pemasangan. Sedangkan yang tidak diberi penjelasan mengenai pemasangan kateter yaitu sebanyak 4 orang atau 13,33% dari keseluruhan responden.

Grafik 8. Jumlah dan Prosentase Terhadap Adanya Penjelasan Sebelumnya dari Perawat

0 10 20 30 40 50

Ada Tidak ada Tidak Tahu/Tidak Sadar Frekuensi Prosentase

(53)

c. Profil Responden Berdasarkan Karakteristik Ketidaknyamanan (Nyeri)

Profil Responden Berdasarkan Karakteristik Ketidaknyamanan (Nyeri) ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 9.

Profil Responden Berdasarkan Karakteristik Ketidaknyamanan (Nyeri) Saat Diteliti

Kecemasan saat diteliti dibandingkan hari pertama terpasang

f %

Lebih cemas - -

Sama cemasnya 2 6,66 %

Kecemasan berkurang 11 36,66 %

Tidak ada rasa cemas 17 56,66 %

Penilaian terhadap adanya kateter

Tindakan menarik-melepas kateter - -

Ingin sekali dilepas 7 23,33 %

Kenapa harus dipasang 3 10 %

Menerima 20 66,66 %

Keluhan ada nya tarikan pada kulit

Seperti ditarik lama 1 33,33 %

Seperti dicubit - -

Seperti ditarik tersentak 12 40 %

Tidak ada 17 56,66 %

Letak ketidaknyamanan (nyeri)

Uretra-pinggang 2 6,66 %

Uretra-perut 1 3,33 %

Saluran kencing 11 36,66 %

uretra 10 33,33 %

Tidak ada 6 20 %

Waktu munculnya ketidaknyamanan (nyeri)

Tidak menentu 11 36,66 %

Saat bergerak 4 13,33 %

Saat diam/tidak ada perhatian 2 6,66 %

Tidak ada 13 43,33 %

Sifat ketidaknyamanan (nyeri)

Memusat 16 53,33 %

Menyebar 1 3,33 %

Samar-samar 5 16,66 %

(54)

Ada-tidaknya panas di sekitar kateter

Panas 8 26,66 %

Seperti terbakar - -

Seperti menyengat 2 6,66 %

Tidak ada 20 66,66 %

Sifat munculnya ketidaknyamanan (nyeri) Terus-menerus 3 10 % Hilang timbul 8 26,66 % Saat tertentu 12 40 % Tidak ada 7 23,33 % Durasi > 7 menit 3 10 % Sekitar 4-6 menit 3 10 % 1-3 menit 4 13,33 % < 1 menit 14 46,66 % Tidak ada 6 20 % Keluhan Perih 8 26,66 % Gatal 3 10 % Geli 3 10 % Tidak ada 16 53,33 %

Rasa terhadap adanya kateter

Seperti Tertusuk - -

Seperti ditekan 6 20 %

Seperti mengganjal 15 50 %

Tidak ada 9 30 %

Keluhan pada perut

Kejang - -

Kembung/rasa penuh 4 13,33 %

Mulas 2 6,66 %

Tidak ada 24 80 %

Tanggapan terhadap adanya kateter

Merupakan hal yang menyakitkan - -

Merasa sangat terganggu 3 10 %

Merasa risih, tidak seperti biasa 19 63,33 % Biasa, merasa seperti tidak dikateter 8 26,66 % Sumber Data : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa kategori tidak ada keluhan hampir mendominasi dari semua jenis karakteristik yang ditunjukkan dengan prosentase terbesar dari

(55)

tiap-tiap karakter pada item kuesioner, kecuali pada karakteristik letak ketidaknyamanan, sifat ketidaknyamanan (nyeri), sifat munculnya ketidaknyamanan (nyeri), durasi, rasa terhadap adanya kateter dan tanggapan responden terhadap adanya kateter yang tidak mendominasi.

Pada karakteristik tanggapan responden terhadap adanya kateter yang terpasang, sebagian besar responden menjawab merasa risih (tidak seperti biasanya) sebanyak 19 orang atau sebesar 63,33 % dari keseluruhan responden. Perasaan terhadap adanya kateter didominasi oleh jawaban adanya perasaan mengganjal yaitu berjumlah 15 orang atau 50% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang menjawab ada perasaan seperti ditekan berjumlah 6 orang atau 20% dari keseluruhan responden. Pada karakteristik durasi ketidaknyamanan (nyeri) yang dirasakan responden sebagian besar menjawab kurang dari 1 menit yaitu sebanyak 14 orang (46,66%) dan yang menjawab 1-3 menit yaitu sebanyak 4 orang (13,33%). Sedangkan lokasi yang dirasakan sebagian besar responden yaitu pada saluran kencing sebanyak 11 orang (36,66%) yang diikuti dengan jawaban hanya pada bagian uretra sebanyak 10 orang (33,33%). Dan sifat nyeri sebagian besar responden merasakan memusat dan jelas yaitu sebanyak 16 responden (53,33%) sedangkan pola munculnya ketidaknyamanan (nyeri) yang

(56)

dirasakan sebagian besar responden yaitu hanya saat tertentu sebanyak 12 orang (40%).

Dari tabel di atas juga menunjukkan bahwa kecemasan responden berkurang dibandingkan saat-saat pertama terpasang kateter sebanyak 11 orang (36,66%). Meski ada juga yang menjawab kecemasannya tetap seperti pada saat-saat pertama dipasang, sebanyak 2 orang (6,66%).

Pada karakteristik keluhan, jawaban terbanyak yang dipilih responden yaitu adanya keluhan perih sebanyak 8 orang atau sebesar 26,66% dari seluruh responden yang diikuti dengan adanya keluhan gatal dan geli masing-masing sebanyak 3 orang (10%).

Pada karakteristik penilaian responden terhadap adanya kateter sebagian besar responden menjawab menerima keadaan itu yaitu sebanyak 20 orang (66,66%). Sedangkan yang memiliki anggapan tidak seharusnya dipasang yaitu berjumlah 3 orang atau 10% dari keseluruhan responden.

(57)

d. Profil Responden Berdasarkan Lama Waktu Terpasang Kateter Saat Diteliti

Profil responden berdasarkan lama waktu terpasang kateter saat diteliti ditabulasikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 10.

Profil Responden Berdasarkan Lama Waktu Terpasang Kateter Saat Diteliti

Lama Waktu Terpasang Kateter Saat Diteliti

f % 3 hari 11 36,66 % 4 hari 11 36,66 % 5 hari 2 6,66 % 6 hari 4 13,33 % 7 hari 1 3,33 % 8 hari - - 9 hari - - > 10 hari 1 3,33 %

Sumber data : Data Primer

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa lama waktu terpasang kateter responden saat diteliti sebagian besar selama 3 hari dan 4 hari yaitu masing-masing sebanyak 11 orang atau 36,66% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang lebih dari 10 hari yaitu 1 bulan berjumlah 1 orang atau 3,33% dari keseluruhan responden.

(58)

Grafik 9. Jumlah dan Prosentase Terhadap Lama Waktu Terpasang Kateter Saat Diteliti

0 5 10 15 20 25 30 35 40

3 Hari 4 hari 5 Hari 6 Hari 7 hari 8 Hari 9 Hari > 10 Hari Frekuensi Prosentase

2. Analisa Bivariat

Tabel 11.

Skala Derajat Ketidaknyamanan (nyeri) dengan hari terpasang kateter Hari ke-1 Hari ke-2

Hari ke-3 Skala ketidaknyamanan (Nyeri) F % F % F %

0-tidak ada nyeri 7 23,33% 10 33,33% 14 46,66% 1- Nyeri sangat ringan 7 23,33% 7 23,33% 7 23,33% 2- Nyeri ringan 3 10 % 5 16,66% 7 23,33% 3- Nyeri ringan-berat 2 6,66 % 1 3,33% - 4- Nyeri sedang- ringan 6 20 % 6 20% 1 3,33% 5- Nyeri Sedang 3 10 % - - 1 3,33% 6- Nyeri sedang- berat - - - - 7- Nyeri berat-ringan - - - - - 8- Nyeri berat 2 6,66 % 1 3,33% - -

9- Nyeri sangat berat - - - -

10- Nyeri hebat/tak tertahankan

- - - -

(59)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat diketahui bahwa skala ketidaknyamanan (nyeri) dengan kate gori tidak ada nyeri (angka 0) pada hari ke-3 yaitu sebanyak 14 orang yaitu dengan prosentase 46,66%.

Grafik 10. Perbandingan Skala nyeri dengan Frekuensi Total Responden Terhadap Waktu Terpasangnya Kateter

0 5 10 15 20 25 30 35 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Skala nyeri frekuensi Hari ke-3 Hari ke-2 Hari ke-1 3. Uji statistik

Untuk mengetahui hubungan antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamana (nyeri) pada pasien yang terpasang kateter dilakukan uji statistik rank-difference correlation dengan bantuan komputer program SPSS for windows versi 11.5

Berdasarkan hasil uji statistik dengan tingkat kepercayaan 95%, df:3, α = 0,05 didapatkan hasil ρ = 0,01. Ini berarti, ρ < α (0,01<0,05). Jika ρ < α, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Kesimpulan yang didapat yaitu ada hubungan yang bermakna antara lama waktu terpasang kateter dengan derajat ketidaknyamanan (nyeri) pasien yang terpasang kateter uretra.

(60)

C. Pembahasan

1. Lama Waktu Terpasang Kateter Uretra

Lama waktu terpasang kateter merupakan jumlah waktu yang digunakan pasien dalam penggunaan kateter uretra untuk memenuhi ketidakmampuan melakukan urinasi secara normal. Penelitian ini mengambil sampel 3 hari untuk membandingkan skala nyeri yang dirasakan pada hari pertama, kedua dan ketiga, berdasarkan data pada tabel 10. diperoleh data bahwa lama penggunaan kateter pada saat diteliti yang terbanyak yaitu selama 3 hari dan 4 hari masing-masing 11 orang (36,66%). Sedangkan yang terlama yaitu selama 30 hari (1 orang). Pada responden ini telah dilakukan penggantian kateter sebanyak 2 kali.

Rata-rata lama waktu penggunaan kateter ini bervariasi. Hal ini tergantung pada kondisi pasien, sesuai dengan anjuran medikasi. Kateter dapat diganti apabila terjadi kerusakan seperti kebocoran dan kateter dapat dilepas apabila pasien sudah dapat melakukan urinasi secara normal. Pasien dengan kateter harus dikaji mengenai keadaannya dan dapat diperoleh waktu yang optimum untuk mengganti ataupun melepas kateter (DoH, 1999 cit Pomfret, I., 2000).

Pasien yang dipasang kateter sebagai sample dalam penelitian ini seluruhnya menggunakan kateter dengan bahan dasar lateks, dimana penggunaan jenis bahan ini untuk jangka waktu sedang yaitu kurang dari 3 minggu (Kozier, 1995). Dari hasil tinjauan penulis di RSU PKU Muhammadiyah penggantian kateter dilakukan setiap 10 hari atau apabila

Gambar

Grafik 1. Jumlah dan Prosentase Terhadap Umur  Responden 0510152025 15 - 25 26 - 35 36 - 45 46 -  55 56 -  65 Frekuensi Prosentase
Grafik 2. Jumlah dan Prosentase Terhadap  Jenis Kelamin Responden
Grafik 3. Jumlah dan Prosentase Terhadap Pekerjaan  Responden 05101520253035 PNS/ABRI Karyawan Swasta Wiraswasta Pensiunan Tidak Bekerja Lain-lain Frekuensi Prosentase
Grafik 4. Jumlah dan Prosentase Terhadap  Tingkat Pendidikan Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu Bahan yang memberikan penjelasan dari hukum primer akan tetapi berbeda dengan bahan hukum primer ,bahan hukum sekunder diperoleh dari buku-buku

Tegalrejo Dalam Angka 2014 3 Tabel 1.2 Batas-batas Wilayah Administrasi

Pada beberapa tanah, kerikil batu dan batuan induk dari lapisan lapisan tanah ada juga yang mempengaruhi tekstur dan penggunaan tanah.Tekstur suatu tanah merupakan

(1) Untuk memperoleh SIKR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 radiografer yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

anti korupsi dan nilai karakter kepada siswa yaitu melalui pembelajaran. Upaya yang dilakukan dalam hal ini yaitu dengan menggunakan media pembelajaran permainan

Jikalau pada saat yang lain mereka lupa akan proses pembelajaran tersebut cara lain yang bisa ditempuh adalah memutar kembali rekaman yang sudah dibagikan di

Regenerasi adsorben dengan dekomposisi panas terutama pada temperatur 500  C tidak dapat mengembalikan sifat pori adsorben seperti adsorben segar yang mengindikasikan masih

Berdasarkan pada hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan berupa : 1) Green advertising secara signifikan berpengaruh positif terhadap perilaku pembelian produk hijau. Ini