PEDOMAN
PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN
RUANG TERBUKA NON HIJAU
DI WILAYAH KOTA/KAWASAN PERKOTAAN
D i r e k t o r a t Pe n a t a a n R u a n g N a s i o n a l
D i r e k t o r a t J e n d e r a l Pe n a t a a n R u a n g
D e p a r t e m e n Pe ke r j a a n U m u m
LATAR BELAKANG
1. Secara umum
ruang terbuka publik
(open spaces) di perkotaan terdiri dari
ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau.
2. Mengingat pentingnya peran ruang terbuka (ruang terbuka hijau maupun
ruang terbuka non hijau) dalam penataan ruang kota maka
ketentuan
mengenai hal tersebut perlu diatur
.
3. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 31
juga
diamanatkan perlunya ketentuan
mengenai penyediaan dan
pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.
4. Pada
Tahun Anggaran 2008 telah ditetapkan Permen PU No.
5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau (RTH)
.
5. Pada Tahun Anggaran 2009 ini telah ditetapkan
“
Permen PU No.
11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Non Hijau (RTNH) di Wilayah Perkotaan/Kawasan Perkotaan
”.
DEFINISI RTH
1. Ruang Terbuka
2. Ruang Terbuka
Hijau
3. Ruang Terbuka
Non Hijau
(UU 26/07) ruang yang
secara fisik bersifat
terbuka, dengan kata lain ruang yang berada
di luar ruang tertutup (bangunan)
(kata kunci) ruang terbuka yang
ditumbuhi
tanaman (UU 26/07). Sehingga ruang terbuka
yang tidak ditumbuhi tanaman tidak dapat
digolongkan sebagai RTH.
(Pedoman RTH) ruang terbuka di bagian
wilayah perkotaan yang
tidak termasuk
dalam kategori RTH, berupa lahan yang
diperkeras maupun yang berupa badan air.
DEFINISI RTH
4. Kesimpulan
a. Berdasarkan berbagai penjabaran dan diskusi
dari berbagai pengertian di atas, berikut
kesimpulan yang dapat diambil mengenai
pengertian RTNH secara definitif.
b. Ruang Terbuka Non Hijau
: ruang yang secara
fisik
bukan berbentuk bangunan gedung dan
tidak dominan ditumbuhi tanaman ataupun
permukaan berpori
, dapat berupa perkerasan,
badan air ataupun kondisi tertentu lainnya
(misalnya badan lumpur, pasir, gurun, cadas,
kapur, dan lain sebagainya).
c. Secara definitif,
Ruang Terbuka Non Hijau
selanjutnya dapat dibagi menjadi Ruang
Terbuka Perkerasan (
paved
), Ruang Terbuka
Biru (
badan air
) serta Ruang Terbuka Kondisi
Tertentu Lainnya.
KEDUDUKAN PEDOMAN RTNH DALAM RTR
1. Diagram
Kedudukan
RASIONAL PENYELENGGARAAN RTNH
RTH Konvensi Rio de Janeiro Kebutuhan Ekologis Pedoman RTH UU 26/2007 RTNH Pedoman RTNH Kebutuhan Ruang Aktivitas Sosial Tuntutan Historis Standar Penyediaan RTNH Kriteria Penyediaan Perkerasan Arahan Pemanfaatan RTNH Standar Penyediaan RTH Kriteria Penyediaan Vegetasi Arahan Pemanfaatan RTH Kedudukan Sejajar Bersifat KomplementerDengan pengaturan kriteria perkerasan maka keberadaan RTNH akan mendukung fungsi
ekologis RTH
Pengkondisian yang lebih baik pada permukaan tanah dengan perkerasan (selain
RTH), agar dapat dimanfaatkan sebagai ruang
1.
Fungsi Sosial Budaya
a.
Wadah bagi aktifitas sosial budaya masyarakat di
wilayah kota/kawasan perkotaan
b.
Wadah bagi ekspresi budaya lokal
c.
Ruang bagi komunikasi warga kota
d.
Ruang olah raga dan rekreasi
e.
Ruang untuk kegiatan pendidikan, penelitian.
FUNGSI RTNH
1. Fungsi Intrinsik
RTNH
2. Fungsi Ekstrinsik
RTNH
1.
Ekologis
a. sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar (sebagai suatu ruang terbuka)
b. penyerap air hujan (dengan bantuan utilisasi dan jenis bahan penutup tanah), sehingga mampu ikut membantu mengatasi permasalahan banjir dan kekeringan
2.
Arsitektural dan Estetika
a. meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan;
b. menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota;
c. Pembentuk faktor keindahan arsitektural;
d. menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
3.
Ekonomis
a. Memiliki nilai jual dari lahan yang tersedia, misalnya sarana parkir, sarana olahraga, sarana bermain, dan lain sebagainya
4.
Darurat
a. RTNH harus memiliki fungsi juga sebagai jalur evakuasi penyelamatan pada saat bencana alam.
b. RTNH secara fungsional dapat disediakan sebagai lokasi penyelamatan berupa ruang terbuka perkerasan yang merupakan tempat berkumpulnya massa (assembly point)
1. Fungsi Intrinsik
RTNH
2. Fungsi Ekstrinsik
RTNH
MANFAAT RTNH
manfaat yang dalam
jangka panjang
baru dapat dirasakan, antara lain :
a. mereduksi permasalahan dan
konflik sosial,
b. meningkatkan produktivitas
masyarakat,
c. pelestarian lingkungan,
d. meningkatkan nilai ekonomis lahan
disekitarnya,
e. dan lain-lain.
1. Manfaat RTNH
Secara Langsung
2. Manfaat RTNH
Secara Tidak
Langsung
PENDEKATAN PEMAHAMAN RTNH
1.
Secara Hirarkis
a. RTNH skala Kabupaten/Kota
b. RTNH skala Kecamatan
c. RTNH skala Kelurahan
d. RTNH skala Lingkungan (RW dan RT)
2.
Secara Fungsional
a. RTNH pada Lingkungan Bangunan Hunian
b. RTNH pada Lingkungan Bangunan Komersial
c. RTNH pada Lingkungan Bangunan Sosial Budaya
d. RTNH pada Lingkungan Bangunan Pendidikan
e. RTNH pada Lingkungan Bangunan Olahraga
f.
RTNH pada Lingkungan Bangunan Kesehatan
g. RTNH pada Lingkungan Bangunan Transportasi
1. RTNH
Berdasarkan
Struktur & Pola
Pemanfaatan
2. RTNH
Berdasarkan
Kepemilikan
3. RTNH
Berdasarkan
Fungsi
4. RTNH
Berdasarkan Fisik
PENDEKATAN PEMAHAMAN RTNH
1. Sosial Budaya, yaitu tempat aktivitas
sosial masyarakat
2. Ekologis, yaitu memberikan kontribusi
terhadap keberlanjutan lingkungan
3. Arsitektural
dan
Estetika,
yaitu
meningkatkan estetika kawasan ( plaza,
penempatan
elemen-elemen
pendukung RTNH)
4. Ekonomi, yaitu
meningkatkan nilai
RTNH
dengan
mengakomodasi
aktivitas ekonomi (formal & informal
)
1. RTNH
Berdasarkan
Struktur & Pola
Pemanfaatan
2. RTNH
Berdasarkan
Kepemilikan
3. RTNH
Berdasarkan
Fungsi
4. RTNH
Berdasarkan Fisik
TIPE-TIPE RTNH
1. Plasa
2. Parkir
3. Lapangan OR
4. Tempat Bermain
5. Pembatas/Median
(Buffer)
6. Koridor
SKEMA KEDUDUKAN RTNH DI PERKOTAAN
1. Diagram
2. Pengaturan
Luasan
3. Pembatasan
Pengaturan
4. Keterkaitan
dengan Aturan
Lainnya
Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan Ruang Tertutup (Bangunan Gedung) Ruang Terbuka (secara fisik) Ruang Terbuka Hijau (> 30%) Ruang Terbuka Non Hijau RTH Privat (> 20 %) RTH Publik (> 10 %) RT Perkerasan (Paved) RT Biru (Badan Air) RT Kondisi Tertentu Lainnya kebun halaman jalur hijau sepan-jang jalan, sungai, dan pantai taman pema-kaman umum taman kota Laut Sungai Danau Waduk Situ Lumpur Gurun Cadas Kapur Dll Dll Dll Linier Non Linier Koridor Dll Koridor Plasa Parkir Lapanga n OR Dll Dll = KDB x L = (1-KDB) x L KDB KDH = KDH x (1-KDB) x L = (1-KDH) x {(1-KDB) x L} Pembatas/ Median Tempat Bermain
SKEMA KEDUDUKAN RTNH DI PERKOTAAN
1.
Berdasarkan
skema kedudukan RTNH
dalam
wilayah kota/kawasan perkotaan, dapat diindikasi
bahwa Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan
Ruang Terbuka Non Hijau
hanya dibatasi pada
pengaturan Ruang Terbuka Perkerasan (
Paved
)
.
Sedangkan untuk
Ruang Terbuka Biru
, walaupun
termasuk dalam kategori RTNH, tidak akan diatur
dalam pedoman ini namun akan
diatur secara
terpisah
oleh Direktorat Jenderal SDA. Demikian
juga halnya dengan
Ruang Terbuka Kondisi Tertentu
lainnya
, yang diindikasi sebagai RTNH alami, tidak
akan diatur dalam pedoman ini karena kategori
RTNH
tersebut
bukan
merupakan
RTNH
binaan/buatan
.
2.
Pada skema kedudukan RTNH dalam wilayah
kota/kawasan
perkotaan
batasan
substansi
pedoman
penyediaan dan pemanfaatan RTNH
seperti yang digambarkan dalam
persegi dengan
garis putus-putus
.
1. Diagram
2. Pengaturan
Luasan
3. Pembatasan
Pengaturan
4. Keterkaitan
dengan Aturan
Lainnya
PENYEDIAAN RTNH DI PERKOTAAN
1. Skema
2. Konteks
Struktural &
Pola
Pemanfaatan
RTNH pada Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan RTNH pada Kawasan Kecamatan RTNH pada Kawasan Kelurahan RTNH pada Lingkungan RW RTNH pada Lingkungan RTSecara Hirarkis Secara Linier Secara Fungsional
RTNH pada Jalan Arteri RTNH pada Jalan Kolektor RTNH pada Jalan Lokal RTNH pada Jalan Lingkungan
Alun-alun Kota, Plaza Bangunan Ibadah, dll Alun-alun Kecamatan, Plaza Bangunan Ibadah, dll Alun-alun Kelurahan, Plaza Bangunan Ibadah, dll
Taman dan Lapangan RW, dll
Taman dan Lapangan RT, dll RTNH pada bangunan-bangunan fungsional di setiap skala pelayanannya (skala kota, kecamatan, kelurahan, lingkungan RW dan RT), seperti: a Bangunan Hunian b Bangunan Komersial c Bangunan Sosial Budaya d Bangunan Pendidikan e Bangunan Olahraga f Bangunan Kesehatan g Bangunan Transportasi
PENYEDIAAN RTNH DI PERKOTAAN
1. Skema
2. Konteks
Struktural &
Pola
Pemanfaatan
1. Penyediaan RTNH pada skala Kota/Kawasan Perkotaan (
City
Wide
) dilakukan dengan mempertimbangkan Struktur dan
Pola-Pola Pemanfaatan.
2. Secara hirarkis dari yang terendah, skala pelayanan kegiatan
fungsional suatu kota dapat dimulai dari skala lingkungan,
yaitu RT, RW dan Kelurahan, pada skala kawasan terdapat
skala Kecamatan sampai dengan skala tertinggi yaitu Kota.
Berdasarkan hirarki skala pelayanan kegiatan fungsional
tersebut,
RTNH
disediakan
berdasarkan
proporsi
kebutuhannya yang diindikasi berdasarkan jumlah populasi
dan luas area pada setiap tingkatannya.
3. Ruang-ruang aktivitas fungsional tersebut dihubungkan oleh
jaringan jalan (
linkage
) yang membentuk suatu hubungan
kegiatan sesuai dengan hirarkinya. Pada jaringan-jaringan
jalan tersebut RTNH disediakan untuk mengakomodasi
kebutuhan aksesibilitas manusia dalam bentuk linier.
4. Ruang-ruang aktivitas fungsional dapat terdiri dari berbagai
jenis kegiatan didalamnya, misalnya Hunian, Komersial, Sosial
Budaya, Pendidikan, Olahraga, Kesehatan dan lain-lain. Dalam
ruang-ruang aktivitas fungsional tersebut, RTNH disediakan
sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku untuk
menunjang keberlangsungan kegiatan yang terjadi.
PENYEDIAAN RTNH DI PERKOTAAN
1. Skema
2. Konteks
Struktural &
Pola
Pemanfaatan
Skala Pusat Kota
Skala Kawasan (Fungsi)
Skala Sub Kawasan Keterangan
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH
1. Pekarangan adalah lahan di luar
bangunan, yang berfungsi untuk
berbagai aktivitas.
2. Luas pekarangan disesuaikan dengan
ketentuan koefisien dasar bangunan
(KDB) di kawasan perkotaan, seperti
tertuang di dalam PERDA.
3. Pekarangan bangunan merupakan
ruang terbuka yang terdiri dari RTH
dan RTNH, yang masing-masing
dapat diperhitungkan sesuai dengan
koefisien dasar hijau (KDH) yang
berlaku.
1. Pada Lingkungan
Bangunan
2. Pada Skala Sub
Kawasan dan
Kawasan
3. Pada Wilayah
Kota/Perkotaan
4. Pada Fungsi
Tertentu
5. Parkir
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH
1. Pada suatu lahan/kavling 100 m2, dengan
KDB 60% maka luas dasar bangunan
maksimal yang diperbolehkan adalah
seluas 60m2, sedangkan luas ruang
terbukanya adalah 40m2.
2. Bila ditentukan KDH pada lokasi tersebut
adalah 30% (minimal), berikut simulasi
perhitungan RTH dan RTNH
1. Pada Lingkungan
Bangunan
2. Pada Skala Sub
Kawasan dan
Kawasan
3. Pada Wilayah
Kota/Perkotaan
4. Pada Fungsi
Tertentu
5. Parkir
Berdasarkan perhitungan diatas, maka ketentuan UU 26/07 bahwa untuk lingkungan bangunan privat minimal 10% telah terpenuhi untuk
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH
Pada skala sub-kawasan dan kawasan
terdapat beberapa hirarki RTNH yang
disesuaikan dengan standar yang ada, yaitu :
a.
RTNH skala Rukun Tetangga
(Lapangan RT)
b. RTNH skala Rukun Warga
(Lapangan RW)
c. RTNH skala Kelurahan
(Lapangan/Alun-Alun Kelurahan)
d. RTNH skala Kecamatan
(Lapangan/Alun-Alun Kecamatan)
1. Pada Lingkungan
Bangunan
2. Pada Skala Sub
Kawasan dan
Kawasan
3. Pada Wilayah
Kota/Perkotaan
4. Pada Fungsi
Tertentu
5. Parkir
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH
Pada skala Kota, penyediaan RTNH
diarahkan pada beberapa bentuk
antara lain:
a. Alun-Alun Pusat Pemerintahan
b. Plasa Bangunan Ibadah
c. Plasa Monumen/
Landmark
d. Bawah Jalan Layang/ Jembatan
1. Pada Lingkungan
Bangunan
2. Pada Skala Sub
Kawasan dan
Kawasan
3. Pada Wilayah
Kota/Perkotaan
4. Pada Fungsi
Tertentu
5. Parkir
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH
Pada fungsi lain yang tertentu, RTNH
disediakan dalam beberapa bentuk,
antara lain:
a. Jalur Pembatas (
Buffer
)
b. Pemakaman
c. Tempat Penampungan Sampah
Sementara (TPS)
1. Pada Lingkungan
Bangunan
2. Pada Skala Sub
Kawasan dan
Kawasan
3. Pada Wilayah
Kota/Perkotaan
4. Pada Fungsi
Tertentu
5. Parkir
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH
1. Luas lahan parkir (bruto) = 3% x luas
daerah yang dilayani
1. Pada Lingkungan
Bangunan
2. Pada Skala Sub
Kawasan dan
Kawasan
3. Pada Wilayah
Kota/Perkotaan
4. Pada Fungsi
Tertentu
5. Parkir
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PERENCANAAN PRASARANA, SARANA DAN
UTILITAS PADA RTNH PLASA ATAU ALUN-ALUN
1. Tonggak-tonggak dan elemen lansekap : Untuk menghindari
masuknya kendaraan dan peralatan ke area plasa dari jalan
umum sekitar, maka direkomendasikan dipasang penghalang
sepanjang batas Plasa.
2. Bak kontrol: Dihindari penempatan bak kontrol pada Plasa dan
area jalan masuk, khususnya di sepanjang jalur jalan orang.
3. Perencanaan lokasi
: Jalan masuk Plasa harus mempunyai
kemiringan minimum 1% dan maximum 5% untuk memberi aliran
air hujan di permukaan yang baik.
4. Manajemen Air
: Untuk area diperkeras dekat dengan bangunan
sekitar, diperlukan kemiringan minimum 2% dari garis
curb
,
inlet
atau jalur drainase ke bangunan untuk mendapatkan drainase
yang positif dari air permukaan.
5. Daya simpan air
: Penggunaan air harus dijaga agar rendah,
khususnya pada musim kemarau dimana tingkat penguapan
tinggi. Harus disediakan sumber air air mancur maupun
perawatan tanaman dalam area Plasa.
6. Rak sepeda
: Disarankan Plasa dilengkapi dengan rak sepeda
dengan jumlah sekitar 5% dari jumlah orang di bangunan sekitar.
Penyediaan tempat parkir sepeda yang baik dan aman
mendorong penggunaan sepeda untuk kelestarian lingkungan.
1. Kemudahan
Percepatan
2. Estetika
3. Efektivitas Biaya
4. Fungsional/
Operasional
5. Keselamatan
6. Keberlanjutan
PEMANFAATAN RTNH BERDASARKAN TIPOLOGINYA
1. Fungsi utama parkir pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai aktivitas ekonomis, yaitu aktivitas yang memiliki atau memberikan nilai ekonomis tertentu.
2. Parkir dapat juga mengakomodir fungsi-fungsi pelengkap lainnya, misalnya:
a. Fungsi ekologis, misalnya dengan menanami parkir dengan berbagai jenis vegetasi dengan menggunakan pot atau bak tanaman.
b. Fungsi estetika, misalnya dengan melengkapi area parkir dengan berbagai ornamen fungsional ataupun estetis
3. Area parkir umumnya hanya digunakan pada siang hari (jam kerja), sedangkan pada malam hari cenderung kosong (pasif). 4. Oleh karena itu, pada saat-saat tertentu (insidentil), area parkir
pada dasarnya dapat juga dimanfaatkan dengan berbagai aktivitas pelengkapnya, seperti:
a. Aktivitas ekonomis, misalnya difungsikan sebagai
aktivitas informal yaitu pedagang kaki lima pada malam
hari atau hari libur, sehingga meningkatkan atau memperpanjang waktu (durasi) guna/manfaat dari suatu lahan.
b. Aktivitas sosial budaya, misalnya difungsikan untuk aktivitas massal pada saat-saat tertentu, seperti upacara bendera, shalat idul fitri dan lain-lain.
c. Aktivitas darurat, misalnya aktivitas berkumpulnya
masyarakat (assembly point) dalam upaya penyelamatan
diri dari bahaya bencana.
1. Plasa
2. Parkir
3. Lapangan
Olahraga
4. Tempat Bermain
dan Rekreasi
5. Pembatas/
Median (Buffer)
6. Koridor
PEMANFAATAN RTNH BERDASARKAN TIPOLOGINYA
1. Lapangan olahraga dalam konteks RTNH ini secara khusus
mengacu pada
aktivitas olahraga tertentu
yang spesifik
dengan spesifikasi perkerasan, dimensi dan garis lapangan
tertentu, misalnya
lapangan basket, lapangan bulu tangkis, lapangan voli,
lapangan tenis, lapangan futsal, dan lain-lain.
Karena lapangan olahraga ini bersifat spesifik maka
dalam pemanfaatannya pun bersifat spesifik.
2. Dalam konteks lapangan olahraga yang
bersifat privat
namun
dimanfaatkan untuk publik dengan cara
disewakan
merupakan bentuk pemanfaatan yang
termasuk dalam kategori
fungsi ekonomis
, karena mampu
memberikan keuntungan ekonomis pada pemiliknya.
3. Sedangkan pada saat-saat tertentu (insidentil), lapangan
olahraga dapat juga dimanfaatkan dengan berbagai
aktivitas lainnya, yaitu untuk juga mewadahi berbagai
aktivitas yang tergolong dalam:
a. Aktivitas sosial budaya
,
misalnya difungsikan untuk
aktivitas massal pada saat-saat tertentu, seperti
upacara bendera, shalat idul fitri dan lain-lain.
b. Aktivitas darurat
,
misalnya aktivitas berkumpulnya
masyarakat
(
assembly
point
)
dalam
upaya
penyelamatan diri dari bahaya bencana
.
1. Plasa
2. Parkir
3. Lapangan
Olahraga
4. Tempat Bermain
dan Rekreasi
5. Pembatas/
Median (Buffer)
6. Koridor
PROSEDUR PENYELENGGARAAN
1. penyediaan RTNH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang;
2. penyediaan dan pemanfaatan RTNH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku; 3. tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTNH publik meliputi:
a. perencanaan b. pengadaan lahan c. perancangan teknik
d. pelaksanaan pembangunan RTNH e. pemanfaatan dan pemeliharaan
4. penyediaan dan pemanfaatan RTNH privat yang dilaksanakan oleh masyarakat termasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan;
5. pemanfaatan RTNH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing daerah; b. tidak menyebabkan gangguan tehadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya;
c. tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTNH;
d. memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTNH;
PERAN MASYARAKAT
RTNH Rencana Pemanfaatan Pelaksanaan Pemanfaatan Pasca Pelaksanaan Pengambilan KeputusanPemanfaatan dan Pengendalian
Pelibatan Pelibatan Pelibatan Perencanaan Skala Keterlibatan Sangat Mempengaruhi Mempengaruhi
IDENTIFIKASI PIHAK TERKAIT (STAKEHOLDER)
1. Lembaga atau badan hukum yang dimaksud
merupakan Organisasi non-pemerintah, atau organisasi
lain yang serupa berperan utama sebagai perantara,
pendamping, menghubungkan masyarakat dengan
pemerintah dan swasta, dalam rangka mengatasi
kesenjangan komunikasi, informasi dan pemahaman di
pihak masyarakat serta akses masyarakat ke sumber
daya.
2. Organisasi yang memiliki peran dan posisi penting
dalam mempengaruhi, menyusun, melaksanakan,
mengawasi kebijakan pemanfaatan ruang perkotaan,
antara lain:
a. DPRD
b. BKPRD
c. Asosiasi Profesi
d. Perguruan Tinggi
e. Lembaga Donor
f. Organisasi Kemasyarakatan
1. Individu/
Kelompok
2. Swasta
3. Lembaga/
Badan Hukum
PENGHARGAAN DAN KOMPENSASI
Penghargaan dan kompensasi dalam peningkatan
kesadaran masyarakat terhadap RTNH dapat berupa:
a. Piagam penghargaan yang di keluarkan oleh
lembaga
swadaya
masyarakat
pemerhati
RTNH/lingkungan, perguruan tinggi, unsur
kewilayahan seperti RT, RW, Kelurahan dan
Kecamatan. Instansi yang terkait dengan
pengeloaan RTNH/lingkungan hidup, pemerintah
daerah atau pemerintah pusat.
b. Pencantuman nama, baik perorangan, lembaga
atau perusahaan dalam ukuran yang wajar dan
tidak
mengganggu
keindahan,
sebagai
kontributor dalam penyediaan RTNH tersebut,
dengan persetujuan tertulis dari instansi
pengelolanya, sesuai dengan peraturan yang
berlaku di wilayah tersebut.
MATRIKULASI PLASA
BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH
RT
RW
Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota BesarMetropolitan
Megapolitan
Conurbation (Tidak Ditentukan)Luas min 250m2, berada pada radius <300m dari setiap rumah yang dilayani
Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi,
ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat
Luas min 1.250m2, berada pada radius <1.000m dari setiap rumah yang dilayani
Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi,
ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat
Luas min 9.000m2, berada pada pusat lingkungan desa/kel. (kantor desa/kel.)
Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi,
ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat
Luas min 24.000m2, berada pada pusat lingkungan kecamatan (kantor kec)
Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi,
ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat
Plasa pada wilayah kota/kota besar memiliki luas min 100.000m2, berada pada
pusat kota/pusat pemerintahan. juga plasa monumen dengan luas tertentu (sesuai kebutuhan) yang terletak di lokasi-lokasi yang memiliki nilai historis
Plasa pada wilayah kota/kota besar memiliki luas min 200.000m2, berada pada
pusat kota/pusat pemerintahan. juga plasa monumen dengan luas tertentu (sesuai kebutuhan) yang terletak di lokasi-lokasi yang memiliki nilai historis
Plasa pada wilayah kota/kota besar memiliki luas min 1.600.000m2, berada
pada pusat kota/pusat pemerintahan. juga plasa monumen dengan luas tertentu (sesuai kebutuhan) yang terletak di lokasi-lokasi yang memiliki nilai historis
Terletak di pusat kota yg merupakan bagian dari kesatuan wilayah conurbation
Luas setiap area plasa disesuaikan dengan standar kebutuhan plasa setiap kota
Luas setiap lahan parkir disesuaikan dgn standar kebutuhan parkir komunal setiap kota
Masing-masing dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar
MATRIKULASI PARKIR
BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH
RT
RW
Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota BesarMetropolitan
Megapolitan
Conurbation (Tidak Ditentukan)Luas 100m2 di setiap pusat lingkungan RT
Fungsi utama sebagai lahan parkir komunal lingkungan RT, juga sekaligus
berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik
Luas 400m2 di setiap pusat lingkungan RW
Fungsi utama sebagai lahan parkir komunal lingkungan RW, juga sekaligus
berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik
Luas 2.000m2 di setiap pusat lingkungan desa/kelurahan
Dipisahkan dengan terminal kelurahan (seluas 1.000m2) dan pangkalan
oplet/angkot seluas 200m2)
Luas 4.000m2 di setiap pusat lingkungan kecamatan
Dipisahkan dengan terminal kecamatan (seluas 2.000m2) dan pangkalan
oplet/angkot seluas 500m2)
Luas 30.000m2 (atau 3% dari luas daerah yang dilayani), terletak di pusat kota
Dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku
sesuai dengan sistem kota
Luas 60.000m2 (atau 3% dari luas daerah yang dilayani), terletak di pusat kota
Dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku
sesuai dengan sistem kota
Luas 480.000m2 (atau 3% dari luas daerah yang dilayani), terletak di pusat kota
Dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku
MATRIKULASI
LAP OLAHRAGA
BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH
RT
RW
Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota BesarMetropolitan
Megapolitan
Conurbation (Tidak Ditentukan)Lapangan olahraga untuk skala RT dapat memanfaatkan secara bersama area
plasa RT yang memiliki luas minimal 250m2
Olahraga yang dapat diakomodasi yaitu bulutangkis, voli, basket atau senam
Lapangan olahraga untuk skala RW dapat memanfaatkan secara bersama area
plasa RW yang memiliki luas minimal 1.250m2
Olahraga yang dapat diakomodasi yaitu bulutangkis, voli, basket atau senam
Lapangan olahraga untuk skala desa/kelurahan dapat memanfaatkan secara
bersama area plasa desa/kelurahan yang memiliki luas minimal 9.000m2
Aktivitas olahraga lainnya yaitu jogging track, tenis, futsal atau beladiri
Lapangan olahraga untuk skala kecamatan dapat memanfaatkan secara
bersama area plasa kecamatan yang memiliki luas minimal 24.000m2
Aktivitas olahraga lainnya yaitu jogging track, tenis, futsal atau beladiri
Lap olahraga untuk skala kota besar dapat memanfaatkan secara bersama area
plasa kota besar yang memiliki luas minimal 100.000m2
Aktivitas olahraga lainnya yaitu atletik, balap motor, mobil, atau sepeda
Lapangan olahraga untuk skala kota metropolitan dapat memanfaatkan secara
bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal 200.000m2
Aktivitas olahraga lainnya yaitu atletik, balap motor, mobil, atau sepeda
Lapangan olahraga untuk skala kota megapolitan dapat memanfaatkan secara
bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal 1.600.000m2
Aktivitas olahraga lainnya yaitu atletik, balap motor, mobil, atau sepeda
Luas setiap lapangan olahraga disesuaikan dengan standar kebutuhan lapangan
olahraga setiap kota
Aktivitas olahraga yang dapat diakomodasi pada area RTNH disesuaikan dengan
MATRIKULASI
TEMPAT BERMAIN
BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH
Luas setiap taman bermain disesuaikan dengan standar kebutuhan aktivitas
bermain setiap kota
Aktivitas bermain yang dapat diakomodasi pada area RTNH disesuaikan dengan
RT
RW
Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota BesarMetropolitan
Megapolitan
Conurbation (Tidak Ditentukan)Tempat bermain untuk skala RT dapat memanfaatkan secara bersama area
plasa RT yang memiliki luas minimal 250m2
Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana
Tempat bermain untuk skala RW dapat memanfaatkan secara bersama area
plasa RW yang memiliki luas minimal 1.250m2
Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana
Tempat bermain untuk skala desa/kelurahan dapat memanfaatkan secara
bersama area plasa desa/kelurahan yang memiliki luas minimal 9.000m2
Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana
Tempat bermain untuk skala kecamatan dapat memanfaatkan secara bersama
area plasa kecamatan yang memiliki luas minimal 24.000m2
Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana
Tempat bermain untuk skala kota besar dapat memanfaatkan secara bersama
area plasa kota besar yang memiliki luas minimal 100.000m2
Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana
Tempat bermain untuk skala kota metropolitan dapat memanfaatkan secara
bersama area plasa kota metropolitan yang memiliki luas minimal 200.000m2
Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana
Tempat bermain untuk skala kota megapolitan dapat memanfaatkan secara
bersama area plasa kota metropolitan yang memiliki luas minimal 1.600.000m2
MATRIKULASI
PEMBATAS
BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH
RT
RW
Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota BesarMetropolitan
Megapolitan
Conurbation (Tidak Ditentukan) Pembatas antar rumah, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan
sistem lingkungan permukiman RT tertentu
Pembatas antar lingkungan RW, dengan luasan dan perletakan disesuaikan
dengan sistem lingkungan RW tertentu
Pembatas antar lingkungan desa/kelurahan, dengan luasan dan perletakan
disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu
Pembatas antar lingkungan kecamatan, dengan luasan dan perletakan
disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu
Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan
disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu
Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan
disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu
Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan
disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu
Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan
MATRIKULASI
KORIDOR
BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH
Koridor terletak di setiap kota yang merupakan bagian dari kesatuan wilayah
conurbation sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan sistem kotanya
masing-masing
RT
RW
Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota BesarMetropolitan
Megapolitan
Conurbation (Tidak Ditentukan)Koridor pada skala RT dapat berupa jalur sirkulasi antar rumah, dengan luasan
dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RT tertentu
Koridor pada skala RW dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan, dengan
luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RW tertentu
Koridor pada skala desa/kelurahan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan,
dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RW tertentu
Koridor pada skala kecamatan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan,
dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman desa/kelurahan tertentu
Koridor pada skala kota besar dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan atau
antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman kecamatan tertentu
Koridor pada skala metropolitan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan
atau antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem kota tertentu
Koridor pada skala megapolitan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan
atau antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem kota tertentu