• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGIRIMAN PASUKAN PEMELIHARAAN PERDAMAIAN INDONESIA DI DUNIA INTERNASIONAL Oleh: Yeni Handayani *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGIRIMAN PASUKAN PEMELIHARAAN PERDAMAIAN INDONESIA DI DUNIA INTERNASIONAL Oleh: Yeni Handayani *"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGIRIMAN PASUKAN PEMELIHARAAN PERDAMAIAN INDONESIA

DI DUNIA INTERNASIONAL

Oleh:

Yeni Handayani*

Dalam pergaulan internasional setiap

negara mencoba menunjukkan

eksistensinya melalui berbagai diplomasi dan perannya dalam berbagai organisasi internasional maupun aktif dalam menanggulangi berbagai masalah global. Peran suatu negara dalam percaturan dunia akan berdampak positif juga bagi kepentingan nasional negaranya dan

akan diperhitungkan di dunia

internasional. Potensi yang dimiliki suatu negara dapat menjadi modal yang penting dalam diplomasi internasional, baik itu potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, letak geografis, maupun demografi yang dimiliki oleh negara tersebut.

Operasi pemeliharaan perdamaian telah menjadi ujung tombak Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam memimpin setiap upaya membawa dunia kearah yang lebih aman, tertib dan damai. Sesungguhnya setiap bangsa pasti menyadari betapa mahalnya harga yang

harus dibayar akibat konflik. Demikian juga setiap personel yang terlibat dalam misi memelihara perdamaian, pasti sudah sangat memahami setiap resiko yang akan terjadi dalam menjalankan misinya. Secara alamiah, kompleksitas konflik yang terjadi di berbagai penjuru dunia selalu menuntut kehadiran para

insan pemberani pemelihara

perdamaian untuk berkiprah.

Perwujudan politik luar negeri

Indonesia yang bebas aktif yaitu

diwujudkan dengan keikutsertaan

Indonesia dalam misi pemeliharaan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sampai saat ini berlangsung sukses dan sangat dihargai oleh PBB serta negara lain. Keikutsertaan Indonesia dalam misi operasi perdamaian PBB merupakan kontribusi nyata pemerintah Indonesia dalam ikut menciptakan

perdamaian dunia, sebagaimana

diamanatkan dalam Pembukaan

(2)

2 Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun

1945). Keikutsertaan Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1957, dengan pengiriman satu batalyon infanteri untuk menjaga perdamaian di Timur Tengah antara Israel dan Mesir, yang dikenal dengan nama Kontingen Garuda I /United Nation Emergency Force (KONGA-1/UNEF). Sejak saat itu, kontingen Indonesia yang dikirim dalam

misi perdamaian PBB dinamakan

Kontingen Garuda / KONGA. Beberapa penugasan ke luar negeri yang pernah dilaksanakan antara lain ke negara seperti Kongo pada tahun 1961 dan 1963, Vietnam pada tahun 1973 sampai dengan tahun 1975, Irak tahun 1989, Namibia tahun 1989, Kuwait tahun 1992, Kamboja tahun 1993, Somalia tahun 1993, Bosnia tahun 1993 dan tahun 1996, Macedonia tahun 1997, Slovania 1997, Kroasia 1995, Reblaka tahun 1997, Mozambik tahun 1994, Filipina tahun 1999, Tajikistan tahun 1998, Sieralion tahun 1999, Kongo tahun 2002 sampai dengan sekarang, Liberia tahun 2004 sampai dengan sekarang, Sudan tahun 2006 sampai dengan sekarang, Lebanon 2006 sampai dengan

sekarang, Nepal tahun 2007 dan Unamed 2008.

Misi pemeliharaan perdamaian dunia

semata-mata dilakukan untuk

memelihara perdamaian dan bukan untuk berperang dengan pihak yang bersengketa di negara tujuan misi. Beberapa negara penyumbang pasukan lainnya menganut prinsip yang berbeda dalam pelaksanaan misi perdamaian yaitu dengan berpedoman pada Bab VII Piagam PBB yaitu dapat menggunakan kekuatan senjata untuk menyelesaikan konflik. Dalam prakteknya, operasi

pemeliharaan perdamaian dunia

merupakan gabungan antara Bab VI dan VII Piagam PBB tentang penyelesaian konflik, sehingga penggunaan senjata untuk kepentingan membela diri dapat dibenarkan. Kendati adanya penerapan kebijakan yang berbeda dari masing-masing negara tersebut, pelaksanaan misi perdamaian bisa dikatakan dapat berjalan dengan baik karena memang sejak awal Dewan Keamanan PBB selalu

mempertimbangkan penempatan

personel yang terlibat di suatu misi disesuaikan dengan kebijakan negara masing-masing.

(3)

3 Pengiriman Pasukan Pemeliharaan

Perdamaian (Peace Keeping Operation/PKO) Indonesia di Dunia Internasional

Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 menyatakan bahwa untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah

darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan

kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia guna mencapai tujuan nasional, diperlukan sistem pertahanan dan keamanan negara. Dalam Pasal 30 ayat (1) UUD Tahun 1945 mencantumkan tentang hak dan kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Selanjutnya Pasal 30 ayat (2) UUD NRI Tahun Tahun 1945

menyebutkan bahwa “usaha

pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.

Tentara Nasional Indonesia (TNI)

sebagai alat pertahanan negara,

mempunyai tugas pokok menegakkan

kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Tugas bantuan TNI seperti tercantum dalam Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia yaitu membantu

penyelenggaraan Civic Mission,

membantu Kepolisian Republik

Indonesia dalam rangka tugas keamanan atas permintaan dan membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian

dunia (peace keeping operation) di

bawah PBB maupun organisasi

internasional lainnya.

Peran aktif Indonesia di dunia

Internasional dalam upaya

pemeliharaan perdamaian dunia

dilaksanakan berdasarkan pada

kebijakan politik, bantuan kemanusiaan maupun peranannya baik dalam bentuk sebagai pengamat militer, staf militer,

atau Kontingen Satgas operasi

pemeliharaan perdamaian sebagai duta

bangsa di bawah bendera PBB.

(4)

4 perdamaian dunia adalah dengan

menjadi anggota pasukan perdamaian. Keikutsertaan Indonesia dalam operasi

pemeliharaan perdamaian sudah

dimulai sejak tahun 1957. Pasukan perdamaian dari Indonesia dikenal dengan nama Kontigen Garuda atau Konga. Sejak tahun 1967 sampai saat ini Garuda Indonesia telah diterjunkan keberbagai kawasan konflik bergabung dengan pasukan perdamaian PBB. Kontigen Garuda 1 diterjunkan ke Mesir pada tanggal 8 Januari 1957. Adapun samapai sekarang ini Kontigen Garuda XIIA terakhir kali diterjunkan ke Libanon sebagai bagian dari UNFIL (Pasukan Perdamaian PBB di Libanon) pada September 2006.

Dilihat dari perkembangan jumlah pasukan perdamaian Indonesia di PBB, terdapat peningkatan yang signifikan mengenai keterlibatan Indonesia setelah akhir tahun 2006 dengan pengiriman

pasukan perdamaian ke UNIFIL.

Prapengiriman Pasukan Indonesia ke UNIFIL (sebelum tahun 2006), total personil Indonesia hanya berada pada

level 300-an peace keepers (posisi 44

dunia). Hingga bulan Maret 2013, Indonesia menduduki peringkat ke-16

dari 116 negara dalam daftar

kontributor Operasi Pasukan

Perdamaian PBB dengan 1.730 personil (data PBB per 31 Maret 2013). Kontribusi tersebut terdiri dari 173

polisi, 22 UN Military Experts on Mission

(UNMEM), military observers, dan 1.535

personel militer di 7 misi yaitu UNIFIL (1.187, Lebanon), UNMISS (9, Sudan Selatan), UNISFA (2, Abyei, Sudan), UNAMID (165, Darfur), MONUSCO (189, Republik Demokratik Kongo), UNMIL (1, Liberia), dan MINUSTAH (177, Haiti).

Peningkatan kontribusi pasukan

Indonesia tidak hanya terlihat dalam

jumlah personel, namun juga

penambahan performance unit. Pada

bulan April 2013, Indonesia telah

mengirimkan korvetnya, KRI

Diponegoro, untuk bergabung dalam Maritime Task Force (MTF) UNIFIL. Ini adalah kali kelima partisipasi dalam MTF setelah KRI Diponegoro (April 2009), KRI Kaisiepo (Agustus 2010), KRI Sultan Iskandar Muda (September 2011), dan KRI Hasanuddin (Mei 2012). Indonesia juga telah memiliki visi untuk lebih

mengembangkan peran dan

partisipasinya di dalam UN PKOs,

(5)

5

komponen atau unsur operasi

pemeliharaan perdamaian yaitu militer, polisi, dan sipil. Untuk komponen

militer, leading sector pengembangan

telah dilakukan oleh Mabes TNI c.q. Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) dan bagi komponen polisi

dilaksanakan oleh Markas Besar

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) yang juga memiliki Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian. Penggelaran UN PKOs dari komponen TNI dan POLRI akan tetap menjadi kontribusi Indonesia di dalam berbagai misi perdamaian PBB. Dalam menjalankan berbagai misinya

sebagai Pasukan Pemelihara

Perdamaian Dunia (PBB), Indonesia yang

juga merupakan anggota Dewan

Keamanan PBB telah menunjukkan

komitmennya dengan banyak

mengirimkan pasukannya ke sejumlah daerah yang dilanda konflik di berbagai belahan dunia.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun

2002 tentang Pertahanan Negara

menyebutkan bahwa tugas TNI adalah melaksanakan kebijakan pertahanan negara yang salah satunya ikut serta secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 34

Tahun 2004 tentang TNI lebih

mempertegas lagi tugas pokok TNI dalam operasi militer selain perang

adalah operasi pemeliharaan

perdamaian dunia. Tentunya

pelaksanaan dari penugasan tersebut selalu dilakukan sesuai dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia serta ketentuan yang berlaku dalam hukum nasional.

Tujuan melibatkan pasukan Indonesia sebagai bagian dari pasukan operasi pemeliharaan perdamaian dunia yaitu:

1. Mendukung pencapaian tujuan dari

operasi pemeliharaan perdamaian PBB atau organisasi internasional lainnya, untuk berperan serta dalam

upaya menciptakan perdamaian

dunia.

2. Memberikan pengalaman bagi

anggota TNI untuk penugasan di daerah operasi di dalam maupun di

luar negeri dalam rangka

meningkatkan profesionalisme

melalui memberikan bantuan secara aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian dunia.

(6)

6 Adapun sasaran dari misi pengiriman

pasukan pemliharaan perdamaian,

yaitu:

1. Terciptanya perdamaian di negara

yang bertikai.

2. Terpeliharanya perdamaian yang

telah disepakati oleh faksi yang bertikai.

3. Terciptanya penegakan hukum

internasional.

4. Meningkatnya citra Indonesia di

forum internasional.

Pelaksanaan operasi pemeliharaan perdamaian berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Legitimasi

Legitimasi atau pengakuan

merupakan prasyarat utama dalam

pelaksanaan operasi pemeliharaan

perdamaian, karena prinsip operasi ini

mewakili kepentingan komunitas

internasional bukan hanya kepentingan golongan atau kepentingan sebagian pihak. Pada tingkatan tertinggi legitimasi ini diberikan oleh Majelis Umum PBB

sebagai badan tertinggi yang

sebelumnya diputuskan pada rapat umum dengan melibatkan seluruh anggota.

b. Dukungan aktif dan berkelanjutan

dari Dewan Keamanan

Ketika operasi pemeliharaan

perdamaian digelar maka dukungan aktif dari Dewan Keamanan terutama untuk persoalan diplomasi dan politik sangat diperlukan. Hal ini mengingat selama berlangsungnya operasi sering

timbul permasalahan menyangkut

hubungan diplomatik dan politik dengan negara-negara yang mempunyai akses terhadap kepentingan tertentu.

c. Komitmen dari Troop Contributing

Countries (TCC) untuk selalu mendukung operasi.

Kelangsungan pelaksanaan operasi

pemeliharaan perdamaian yang

melibatkan negara anggota sebagai penyedia sekaligus penyuplai pasukan sangat tergantung pada komitmen dari tiap negara anggota, karena tanpa adanya komitmen yang berkelanjutan maka operasi tidak akan berlangsung dengan lancar.

d. Mandat yang jelas dan realistis untuk

dicapai.

Mandat yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan tentang operasi pemelihara perdamaian harus jelas dan realistis. Hal

(7)

7 pelaksanaan di lapangan. Dengan aturan

yang jelas tidak akan terjadi

kesalahpahaman. Hal tersebut

menimbulkan efek buruk terhadap

pelaksanaan operasi di lapangan.

Disamping harus jelas mandat juga harus realistis sehingga ada target operasi yang harus diraih.

e. Persetujuan dan Kerjasama

Operasi pemeliharaan perdamaian pada dasarnya adalah pengerahan kekuatan bersenjata di antara dua belah pihak yang bertikai. Hal terpenting yang

menjadi prasyarat utama adalah

persetujuan dan kerja sama dari kedua belah pihak yang sedang bertikai. Tanpa adanya dua faktor tersebut sangat riskan akan terciptanya kondisi yang kondusif, karena kedua belah pihak memiliki opsi dan inisiatif yang berbeda dalam pemahaman akan kesepakatan dan kerja sama baik antar kedua belah pihak maupun dengan pasukan PBB di lapangan.

f. Imparsial dan Obyektivitas

Operasi pemeliharaan perdamaian sesuai dengan fungsi dan tugas

utamanya dalam memonitor dan

melaksanakan observasi harus

melaksanakan tugas dengan dasar

prinsip imparsial dan obyektivitas, karena pasukan berada di antara dua pihak yang bertikai tanpa sedikitpun

terdapat kepentingan yang bisa

memberatkan salah satu pihak. Hal ini sangat penting mengingat seluruh hasil

observasi dan pengamatan akan

dilaporkan kepada Dewan Keamanan. Sifat obyektivitas dan imparsial menjadi

prasyarat utama akan kelancaran

operasi.

g. Tidak menggunakan kekuatan

bersenjata

Sesuai dengan tahapan operasi dan konsep dasar operasi maka pelaksanaan

operasi semaksimal mungkin

menghindari penggunaan kekuatan

bersenjata. Tugas dan misi utama dalam menengahi perselisihan menghendaki pelaksanaan tugas yang seimbang dan tidak berat sebelah. Oleh karena itu

penggunaan kekuatan tidak

diperkenankan sampai dengan batas yang telah ditentukan. Aturan mengenai hal tersebut diatur sendiri dalam

pedoman khusus Rules Of Engagement

(ROE) yang mengatur tingkatan eskalasi

penggunaan kekuatan bersenjata

selama operasi.

(8)

8 Operasi pemeliharaan perdamaian

merupakan operasi yang terbentuk dari kesatuan unit-unit yang saling berkaitan.

Dalam pelaksanaannya diperlukan

adanya kesatuan dari tiap-tiap elemen yang terlibat. Mulai dari Majelis Umum PBB sampai pasukan di lapangan harus memiliki kesamaan visi dan misi sehingga pencapaian dan pelaksanaan mandat akan tercapai dengan lancar.

Bentuk kegiatan operasi

pemeliharaan perdamaian : a. Observasi

Pengamatan dalam hal ini tidak hanya mencakup pengamatan terhadap kegiatan kedua belah pihak dalam melaksanakan kesepakatan bersama, tetapi lebih terhadap pelaksanaan mandat secara luas. Selain bertanggung jawab secara horizontal kepada kedua belah pihak, pelaksanaan pengamatan

juga harus dapat

dipertanggungjawabkan secara vertikal kepada Dewan Keamanan PBB sebagai level tertinggi pemegang komando operasi pemeliharaan perdamaian. b. Interposisi

Secara garis besar yang dimaksud dengan interposisi adalah penempatan

kekuatan di tengah daerah

persengketaan atau pada batas

gencatan senjata yang telah disepakati. Untuk kondisi khusus ditempatkan pasukan pada garis batas penarikan (withdrawal line) untuk mengawasi

pelaksanaan kesepakatan yang

menyangkut sengketa perbatasan

sebagai akibat dari invasi masa lalu dari salah satu pihak.

c. Negosiasi, hubungan (liaison), dan sistem kerja

Pelaksanaan operasi pemeliharaan

perdamaian yang mengedepankan

pengawasan terhadap kesepakatan

antara kedua belah pihak

mengutamakan kepercayaan dari semua bagian yang terlibat. Untuk menjamin kepercayaan (trust) diperlukan langkah-langkah awal yang mendukung. Langkah tersebut antara lain adalah negosiasi, hubungan dengan pihak lain, serta sistem kerja yang bagus. Semua ini bermuara pada terciptanya kepercayaan terhadap pasukan di lapangan dari kedua belah pihak.

d. Kendali kontrol

Selama pelaksanaan operasi tidak jarang satu unit membawahi daerah yang terluas sehingga diperlukan kendali kontrol untuk pelaksanaan pengawasan

(9)

9 dan observasi. Kendali kontrol itu sendiri

dijabarkan dalam serangkaian kegiatan antara lain:

1) Sector yaitu pembentukan sektor-sektor yang membagi daerah operasi menjadi bagian kecil yang efektif dan efisien baik dalam pengawasan maupun administrasi.

2) Check point yaitu pembentukan titik titik pengamatan yang memperkecil lagi cakupan sektor yang telah ada

sehingga pelaksanaan tugas

dilapangan lebih efektif dan

terpantau secara menyeluruh.

3) Crowd control yaitu suatu unit stand

by yang selalu siaga untuk

mengantisipasi penonjolan yang

setiap saat mampu digerakkan ke hot

spot kejadian sehingga mampu mengatasinya secepat mungkin. e. Informasi Publik

Fungsi penerangan memang menjadi satu bagian mutlak pada semua operasi di era modern seperti saat ini, bukan hanya untuk menginformasikan kegiatan dan perkembangan namun juga secara luas mengumpulkan informasi yang penting dan berguna bagi kemajuan

operasi. Penerangan dalam dunia

modern lebih berfungsi sebagai intelijen

dalam arti luas, dimana era globalisasi

menempatkan teknologi informasi

sebagai mata dan telinga suatu unit operasi, sehingga keberhasilan operasi sedikit banyak ditentukan bagaimana suatu unit mampu menguasai teknologi informasi secara menyeluruh.

Pengiriman pasukan pemeliharaan perdamaian Indonesia di bawah PBB menunjukkan komitmen kuat bangsa

Indonesia terhadap perdamaian

sekaligus memberi arti penting dalam pelaksanaan hubungan luar negeri dan implementasi politik luar negeri bebas aktif serta meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional. Dalam hal ini, Indonesia berpandangan bahwa suatu

misi pemeliharaan perdamaian

dikatakan berhasil bergantung pada prinsip yang disepakati oleh seluruh anggota PBB, yakni : persetujuan pihak-pihak yang bertikai (consent), memiliki mandat yang jelas, imparsial, dan tidak

menggunakan kekerasan (non-use of

force) kecuali untuk membela diri dan

mempertahankan mandat yang

diamanatkan oleh PBB. Peran serta bangsa Indonesia secara aktif dalam upaya pemeliharaan perdamaian dunia sesuai dengan amanat Pembukaan UUD

(10)

10 Tahun 1945 Alenia IV yaitu Ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tantangan

Penyelenggaraan operasi

pemeliharaan perdamaian di abad ke-21 ini sangat kompleks. Beberapa kondisi di lapangan merupakan tantangan yang dihadapi oleh Dewan Keamanan PBB sebagai otoritas penyelenggara operasi maupun oleh TNI sebagai pelaksana operasi. Beberapa tantangan tersebut, yaitu:

a. Efektifitas Misi

Dibalik kesuksesan penyelenggaraan

operasi pemeliharaan perdamaian

dunia, sebagian negara menilai

terjadinya inefisiensi pada pelaksanaan operasi. Kondisi tersebut ditengarai

karena kurang lengkapnya

badan/lembaga pendukung di lapangan yang dapat mempercepat dukungan operasi. Dewan Keamanan PBB pun menganggap perlu melakukan reformasi dalam tubuh organisasinya. Reformasi misi perdamaian dunia dilakukan antara lain melalui Peace Operation 2010

(PO-2010) yang bertujuan untuk

memperkuat dan meningkatkan

profesionalisme dalam perencanaan,

ketatalaksanaan serta pelaksanaan

operasi pemeliharaan perdamaian PBB. Reformasi tersebut berfokus pada lima bidang, meliputi personel, doktrin, kemitraan, sumber daya, dan organisasi.

b. Multi Dimensi Operasi

Disamping tugas sederhana sebagai pemantau gencatan senjata, saat ini misi

pemeliharaan perdamaian mulai

berkembang menjadi multi dimensi, seperti menfasilitasi proses politik

melalui berbagai upaya dengan

mengedepankan dialog dan rekonsiliasi, perlindungan masyarakat sipil, bantuan pemusnahan senjata, pengembalian pengungsi serta reintegrasi mantan kombatan, membantu proses pemilihan umum, perlindungan dan memajukan hak asasi manusia, serta membantu dalam menegakkan ketertiban dan hukum bahkan sampai membantu

membangun karakter bangsa.

Keterlibatan PBB dalam proses politik internal suatu negara masih terdapat

kelemahan karena belum dapat

memberikan kontribusi yang maksimal.

c. Misi Penuh Resiko

Penyelenggaraan operasi

(11)

11 merupakan operasi militer yang penuh

dengan risiko dan tidak dapat dianggap ringan. Disamping risiko kerusakan sarana dan prasaran serta korban jiwa yang harus ditanggung oleh negara yang terlibat, misi tersebut juga dapat sangat berisiko terhadap keselamatan personel

yang tergabung dalam misi

pemeliharaan perdamaian. Meskipun demikian, korban jiwa akibat konflik

tidak dapat dihindarkan serta

merenggut korban baik dari warga masyarakat setempat maupun personel PBB.

Sejak pertama kali dilaksanakan misi pemeliharaan perdamaian PBB pada tahun 1948 sampai dengan 31 Maret 2012, sudah 2989 personel baik militer, polisi maupun sipil yang gugur dalam

menunaikan tugasnya. Indonesia

sebagai salah satu negara penyumbang pasukan dalam misi perdamaian dunia telah kehilangan 31 putra terbaiknya yang gugur dalam misi pemeliharaan

perdamaian tersebut. PBB telah

menetapkan Standard Operasi Prosedur (SOP) yang sangat ketat terkait dengan kondisi di atas guna mencegah serta meminimalisir korban.

Mencermati besarnya risiko yang dapat terjadi, dalam menjalankan misi perdamaian dunia, setiap personel baik militer maupun sipil selalu dibekali dengan SOP yang diterapkan oleh PBB serta SOP dari negara masing-masing sehingga keselamatan setiap personel yang bertugas dapat diutamakan.

d. Kebijakan Partisipasi Negara

Partisipasi negara dalam pengiriman peacekeeper, selain mengikuti SOP yang dikeluarkan oleh PBB juga berpedoman

pada SOP sesuai konstitusi

masing-masing negara. Tidak semua negara dapat mengirimkan pasukannya sebagai implementasi Bab VII Piagam PBB tentang Penggunaan Kekuatan Senjata dalam Penyelesaian Konflik, contohnya Indonesia dan Jepang. Sementara itu

ada beberapa negara yang

melaksanakan misi perdamaian tetapi tidak di bawah bendera PBB, misalnya Amerika Serikat. Kondisi ini seringkali menyulitkan Dewan Keamanan PBB karena beberapa negara menolak melaksanakan misi-misi tertentu dan hanya memilih misi tertentu dengan

alasan konstitusi serta kebijakan

negaranya. Penggunaan kekuatan

(12)

12 lapangan, terutama saat beberapa

batalyon dari beberapa negara berada di satu wilayah. Aturan pelibatan yang berbeda dari negara-negara tersebut bisa berakibat menguntungkan ataupun merugikan. Kondisi tersebut terkadang menjadi sangat ironis, seperti misalnya bila terjadi tindak kekerasan di dekat

markas kontingen dan terkesan

dibiarkan. Padahal memang kontingen tersebut terikat pada SOP-nya yang tidak mengijinkan penggunaan kekuatan senjata. Apabila diperbolehkan situasi tersebut bisa sangat menyulitkan karena mereka akan dinilai tidak netral oleh salah satu pihak yang bertikai.

Harapan ke Depan

Pengiriman pasukan atau misi

pemeliharaan perdamaian merupakan pelaksanaan politik luar negeri, dalam

mengambil keputusan, Presiden

memperhatikan pertimbangan Menteri. Pelaksanaan pengiriman pasukan atau misi perdamaian melibatkan berbagai

lembaga pemerintah. Operasi

pemeliharaan perdamaian telah

berkembang secara signifikan dari kebutuhan kekuatan militer secara eksklusif ke arah tuntutan kebutuhan

misi yang semakin kompleks sehingga diperlukan penyempurnaan antara lain kenyataan bahwa komponen pasukan pemeliharaan perdamaian bukan hanya meliputi unsur militer dan polisi saja akan tetapi juga unsur sipil lainnya dalam misi perdamaian yang sesuai

dengan kebutuhan, serta juga

kemungkinan pengiriman pasukan

dalam operasi militer di luar wilayah negara Republik Indonesia misalnya

untuk mengatasi pembajakan (piracy) di

laut di sekitar Somalia.

Dalam unsur pasukan operasi

pemeliharaan perdamaian ataupun di

luar operasi pemeliharaan perdamaian seharusnya melibatkan unsur sipil, tidak seperti sekarang ini yang hanya berfungsi sebagai military observer dan police observer. Jika dihadapkan pada meningkatnya tantangan dan ancaman di tingkat regional maupun global, kebutuhan operasional tampak semakin multidimensi. Hal tersebut menuntut pelibatan semua pihak, tidak hanya kekuatan militer dan polisi, tetapi juga personel sipil maupun komponen lain. Selain itu keterlibatan civilian experts semakin penting dan sejalan dengan evolusi dan pembahasan mengenai

(13)

13

operasi pemeliharaan perdamaian

dimana semakin mengemuka fenomena multidimentional peace keeping operations.

Adapun upaya untuk meningkatkan keikutsertaan Indonesia dalam operasi pemeliharaan perdamaian PBB dapat dilakukan antara lain dengan:

1. Menyusun kerangka hukum bagi

keikutsertaan dalam Indonesia dalam operasi pemeliharaan perdamaian. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, merupakan suatu kerangka hukum yang menjadi sumber legitimasi bagi peningkatan partisipasi Indonesia

dalam operasi pemeliharaan

perdamaian PBB. Undang-Undang

tersebut dapat dikembangkan

menjadi pranata yang lebih teknis dan operasional, seperti Peraturan Presiden, Peraturan Pemerintah, atau bentuk produk hukum lainnya. Adapun Peraturan Presiden dan

Keputusan Presiden berkenaan

dengan pengiriman misi perdamaian terbagi menjadi dua yaitu:

a. Peace keeping Operation (PKO); Indonesia diminta oleh PBB agar mengirimkan misi perdamaian

termasuk ke dalam Chapter VII yaitu menciptakan perdamaian

tetapi belum mendapatkan

persetujuan Presiden, sementara Indonesia baru mengirimkan misi yang termasuk Chapter VI yaitu menjaga perdamaian.

b. Military Operation Other Than

War; seperti pengiriman dokter.

1. Untuk masing-masing misi baik

PKO maupun military operation

other than war diatur oleh satu Keputusan Presiden. Hal ini

disebut Money follows the

mission.

2. Peraturan Presiden PKO dan

military operation other than

war dipertimbangkan apakah

nantinya akan dijadikan dalam satu Peraturan Presiden atau

diatur dalam Peraturan

Presiden yang berbeda.

2. Sinkronisasi dan harmonisasi

peraturan perundangan-undangan

tekait pengiriman pasukan

pemeliharaan perdamaian, antara lain Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan

(14)

14 Negara, Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Negera Republik Indonesia, dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

3. Peningkatan profesionalisme pasukan

pemeliharaan perdamaian Indonesia dengan mengadakan kerjasama baik regional maupun internasional.

4. Menyusun Arah kebijakan yang jelas

dan komitmen politik luar negeri

yang kuat terhadap operasi

pemeliharaan perdamaian.

5. Membentuk suatu wadah atau

lembaga nasional yang mandiri, yang

diberi wewenang untuk

menyelenggarakan dan menangani operasi pemeliharaan perdamaian

yang mencakup perekrutan,

pengelolaan, pengembangan

pelatihan, dan mempersiapkan unsur militer serta sipil untuk diikutsertaan dalam suatu misi.

6. Diperlukan anggaran tetap untuk

menjamin fungsi lembaga tersebut

secara berkesinambungan dan

berhasil serta berdaya guna. Adapun anggaran yang diperoleh dapat berasal dari dalam negeri maupun dengan upaya mencari bantuan ke luar negeri.

*

Penulis adalah Perancang Muda Bidang Politik, Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Deputi Perundang-Undangan Sekretariat Jenderal DPR-RI.

Referensi

Dokumen terkait

Prosedur pembentukan model Cox extended untuk mengatasi nonproportional hazard pada kejadian bersama, yaitu (1) penambahan fungsi waktu pada variabel yang tidak

-edangkan untuk pemasangan alarm kebakaran ini bisa ditempatkan di sekitar bahan yang mudah terbakar atau tempat tempat yang berpotensi terjadinya kebakaran, dan sepertinya jika

Jika kupon-kupon tersebut disusun berdasarkan kodenya mulai dari yang terkecil sampai dengan yang terbesar, maka kupon dengan kode 64248 berada pada urutan

proses pemipilan, penyempurnaan dalam pegolahan dimana selama perebusan kadar air dalam buah akan berkurang karena proses penguapan dan dengan berkurangnya

Oleh karena itu kami berusaha memberikan solusi berupa charger handphone yang bisa dibawa kemana – mana tanpa membutuhkan daya listrik sebagai pengisinya tapi dari energi panas

Perkembangan online marketing apalagi dalam bidang agribisnis dapat disebut sebagai alternatif pemberdayaan komunitas petani, menunjukkan bahwa pemanfaatan online marketing untuk

Budaya inovasi amat penting dalam usaha kerajaan memajukan negara, oleh itu beberapa pendekatan perlu dibuat untuk membina budaya inovatif bagi meningkatkan

Dari tabel 1,2, dan 3 dapat disimpulkan bahwa serangan hama yang disebabkan oleh lalat bibit, ulat daun dan hama polong pada tanaman yang diberi formulasi monokrotofos lebih