• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Remaja (Adolecence)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Remaja (Adolecence)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja (adolescence) menurut Santrock (2003:26) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Remaja (Adolecence) adalah usia 18 – 21 tahun pada masa ini seseorang sudah dapat mengetahui kondisi dirinya, ia sudah mulai membuat rencana kehidupan serta sudah mulai memilih dan menentukan jalan hidup (way of life) yang hendak ditemuinya (Ahmadi & Sholeh, 2005:125).

Menurut Hurlock (dalam Ali & Asrori, 2012:9) remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Istilah adolescence memiliki arti yang cukup luas, mencakup kematangan emosional, mental, sosial dan fisik.

Masa remaja menurut Mappiare, berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Ali & Asrori, 2012:9).

(2)

Tahun 1947, WHO memberikan defenisi tentang remaja yang bersifat konseptual. Remaja adalah suatu masa ketika:

a. Individu yang berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh pada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2010:11-12). Konsep “remaja” tidak dikenal dalam sebagian undang-undang yang berlaku di Indonesia. Hukum Indonesia hanya mengenal anak-anak dan dewasa walaupun batasan yang diberikan untuk itu pun bermacam-macam. Dalam hubungannya dengan hukum, tampaknya Undang-Undang Perkawinan saja yang mengenal konsep “remaja” walaupun secara tidak terbuka. Usia minimal untuk usia perkawinan menurut undang tersebut adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 untuk pria (Pasal 7 UU No. 1/1974 tentang Perkawinan). Walaupun begitu, selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua untuk menikahkan orang tersebut. Baru setelah berusia di atas 21 tahun ia boleh menikah tanpa izin orang tua (Sarwono, 2010:6-8).

Selanjutnya batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu: 12-15 tahun = masa remaja awal, 15-18

(3)

tahun = masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun = masa remaja akhir (Desmita, 2009:190).

Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, yang ditandai dengan perubahan-perubahan, diantaranya perubahan fisik dan perubahan psikis serta mencari jati diri atau identitas dirinya.

2. Karakteristik Remaja

Masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Desmita (2009: 37-38) mengatakan bahwa masa remaja ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, di antaranya sebagai berikut:

a. Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.

b. Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.

c. Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif. d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa

lainnya.

e. Memilih dan mempersiapkan karir di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya.

f. Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup bekeluarga dan memiliki anak.

(4)

g. Mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara.

h. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.

i. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku.

j. Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.

Karakteristik remaja akan mempengaruhi bagaimana remaja memahami dirinya dan banyak yang akan menjadikan diri remaja semakin baik dalam kehidupan yang ia jalani, diantara perubahan itu akan berkaitan dengan hubungan teman sebaya, hubungan sosial dan lingkungan individual tinggal, menerima perubahan dengan baik, mualai mengarahkan fikiran ke masa depan, mengembangkan sikap positif serta memiliki tanggung jawab setiap apa yang dilakukan di dalam kehidupan.

Menurut Erickson (dalam Ali & Asrori, 2012:16-17) masa remaja adalah masa mencari identitas diri. Ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa. Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja, yaitu:

(5)

a. Kegelisahan

Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealisme, angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun, sesungguhnya remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu. Seringkali angan-angan dan keinginannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya.

b. Pertentangan

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman.

c. Mengkhayal

Keinginan untuk menjelajah dan bertualang tidak semuanya tersalurkan. Biasanya hambatannya dari segi keuangan atau biaya. Sebab, menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya. Akibatnya mereka lalu mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannya melalui dunia fantasi.

(6)

d. Aktivitas Berkelompok

Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak dapat terpenuhi karena bermacam-macam kendala, dan yang sering terjadi adalah tidak tersedianya biaya. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama.

e. Keinginan Mencoba Segala Sesuatu

Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity). Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah sesuatu, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya.

3. Tahap-Tahap Perkembangan Remaja

Perkembangan diartikan sebagai perubahan yang progresif dan berkesinambungan dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati (Yusuf, 2011:15). Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki dewasa. Para ahli menentukan setiap tahap-tahap perkembangan tersebut berdasarkan keadaan atau proses pertumbuhan tertentu.

Tahap-tahap perkembangan remaja menurut Jahja (2013:236-237) adalah sebagai berikut:

(7)

a. Masa praremaja (remaja awal)

Masa ini ditandai oleh sifat-sifat negatif pada remaja sehingga seringkali masa ini disebut masa negatif, dengan gejalanya seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, dan pesimistis. Secara garis besar sifat-sifat negatif ini di antaranya adalah:

1) Negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun mental. 2) Negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri

dalam masyarakat (negatif positif) maupun dalam bentuk agresif terhadap masyarakat (negatif aktif).

b. Masa remaja (remaja madya)

Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang dapat memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya. Pada masa ini, sebagai masa mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi dan dipuja-puja sehingga masa ini disebut masa merindu puja, yaitu sebgaia gejala remaja.

c. Masa remaja akhir

Setelah remaja dapat menetukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah telah tercapailah masa remaja akhir dan telah terpenuhilah tugas-tugas perkembangan masa remaja, yaitu menemukan pendirian hidup dan masuklah indvidu kedalam masa dewasa.

Petro Blos dalam Sarwono (2010:29-31) berpendapat bahwa perkembangan pada hakikatnya adalah usaha penyesuaian diri, yaitu untuk

(8)

secara aktif mengatasi stress dan mencari jalan keluar baru dari berbagai masalah. Dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan ada tiga tahap perkembangan remaja:

a. Remaja awal (early adolescence). Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ego menyebabkan para remaja sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

b. Remaja Madya (middle adolescence). Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Adanya kecenderungan narcistic, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka, atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan sebagainya.

c. Remaja Akhir (late adolescence). Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju tahap dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu: minat yang mantap terhadap fungsi-fungsi intelek, egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

(9)

dalam pengalaman-pengalaman baru, egosentrisme diganti dengan keseimbangan antara kepentingan sendiri dengan orang lain, dan tumbuhnya dinding yang memisahkan dirinya pribadi dengan masyarakat umum.

4. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan prilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berprilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Hurlock (dalam Ali & Asrori, 2012:10) adalah berusaha:

a. Mampu menerima keadaan fisiknya.

b. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.

c. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

d. Mencapai kemandirian emosional. e. Mencapai kemandirian ekonomi.

f. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat. g. Memahami dan menginternlisasikan nilai-nilai orang dewasa dan

orang tua.

h. Mengembangkan prilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

(10)

j. Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

Willian Kay (dalam Jahja, 2013:238) juga mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut:

a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figure-figur yang mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepervayaan terhadap kemampuannya sendiri.

f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atau dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup.

g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri kekanak-kanakan.

Selain perkembangan di atas, Desmita (2009:194) pada masa remaja ini juga terdapat perkembangan kognitif. Masa remaja adalah suatu periode dimana kepastian untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya. Hal ini adalah karena selama proses remaja ini proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan.

Perkembangan prontal lobe sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja, sehingga mereka mengembangkan

(11)

kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru. Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah mencapai pemikiran operasional formal, yakni suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 tahun dan harus berlanjut hingga remaja mencapai masa remaja tenang (Lerner & Hustlsch,1983). Pada tahap ini anak sudah dapat berfikir secara abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi. Di samping itu, pada masa ini remaja sudah mampu berfikir secara sistematik, mampu memikirkan semua kemungkinan secara sistematis untuk pemecahan masalah (Desmita, 2009:194-195).

5. Ciri-ciri Remaja

Hurlock (1980:207) menjelaskan ciri-ciri masa remaja sebagai berikut:

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Perkembangan fisik yang cepat dan disertai dengan perkembangan mental yang cepat terutama pada awal masa remaja sangatlah penting. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari perkembangan sebelumnya, melainkan beralih dari suatu tahap

(12)

perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Apabila anak-anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak-anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika prubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung cepat. Jika perubahan fisik menurun maka perilaku juga menurun.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik bagi anak laki-laki maupun perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu. Pertama sepanjang masa kanak-kanak, masalah pada masa ini sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru sehingga remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalahnya sendiri. Kedua, karena para remaja merasa dirinya mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan dari orang tua dan guru. Ketidakmampuan mengatasi masalah

(13)

dengan cara mereka sendiri akan menyebabkan remaja merasa gagal dan hal ini seringkali disertai dengan akibat yang tragis.

e. Masa remaja sebagai masa pencari identitas diri

Penyesuaian diri dengan kelompok pada masa remaja awal masih tetap penting. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal, seperti masa sebelumnya. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. Banyak anggapan populer tentang remaja yang mempunyai arti dan bernilai negatif. Salah satunya seperti anggapan stereotif budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, tidak dapat dipercaya dan cenderung berperilaku merusak. Hal ini menyebabkan anak remaja harus selalu diawasi orang dewasa.

f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan mereka melalui kaca berwarna merah jambu. Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini, tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-temannya. Hal ini menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja. g. Masa remaja sebagai ambang dewasa

Semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotipe belasan tahun

(14)

dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang dan terlibat pada perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan.

Berbagai dengan perubahan remaja akan dibarengi dengan ciri-ciri yang ada pada masa remaja, diantaranya akan berhubungan dengan remaja sebagai periode yang penting, peralihan, perubahan, usia bermasalah, mencari identitas diri, masa yang tidak realistis dan sebagai ambang dewasa. Remaja akan mulai memahami bahwa perubahan-perubahan yang terjadi sangat berdampak pada dirinya sendiri, maka dari itu remaja akan menjadi tertarik untuk mengetahui bagaimana dirinya. Perubahan yang telah dialami oleh remaja aka membuat remaja tersebut banayak merasakan berbagai perubahan yang dalam perkembangannya, baik itu fisik maupun psikis.

Menurut Jahja (2013:235-236) juga memaparkan ciri-ciri remaja sebagai berikut:

a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa trorm dan stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi sosial, peningkatan emosional ini merupakan tanda awal remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya.

(15)

b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, perencanaan dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proposi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya di bawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal itu dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar di masa remaja, maka remaja diharapkan untuk mengarahkan keterkaitan mereka pada hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi dengan orang dewasa.

d. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.

e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang

(16)

menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

B. Kualitas Persahabatan

1. Pengertian Kualitas Persahabatan

Sahabat adalah hubungan dimana dua individu menghabiskan lebih banyak waktu bersama, berinteraksi satu sama lain pada situasi yang lebih bervariasi, tidak mengikutkan orang lain dalam hubungan tersebut, dan saling memberikan dukungan emosional (Byrne & Baron, 2005:9).

Menurut Collins dan Sprinthall (dalam Rahmat, 2014:210) persahabatan adalah hubungan dekat antar individu yang saling mengenal satu sama lain dan saling menghargai. Dengan demikian persahabatan sangat besar artinya terutama dalam kehidupan remaja. Karena individu merasa diakui dan dibutuhkan oleh sahabatnya serta diterima oleh lingkungannya, sehingga menumbuhkan rasa percaya diri pada individu tersebut.

Harry Stack Sullivan (1963) juga mengatakan bahwa ada peningkatan yang dramatis dalam kadar kepentingan secara psikologis dan keakraban antar teman dekat pada masa masa dewasa awal (Santrock, 2003:228).

Sedangkan kualitas persahabatan itu sendiri menurut Mendelson (dalam Rahmat, 2014:211) adalah suatu proses bagaimana fungsi persahabatan (hubungan pertemanan, pertolongan, keintiman, kualitas

(17)

hubungan yang dapat diandalkan, pengakuan diri, rasa aman secara emosional) terpuaskan.

Menurut Hartup dkk (dalam Rahmat, 2014:211) kualitas persahabatan adalah hubungan persahabatan yang memiliki aspek kualitatif pertemanan, dukungan dan konflik. Kualitas persahabatan ditentukan bagaimana suatu hubungan persahabatan berfungsi secara baik dan bagaimana pula seseorang dapat menyelesaikan dengan baik-baik apapun konflik yang ada.

Menurut Duck (1975) anak perempuan lebih mengartikannya ke arah percakapan yang akrab dan kepercayaan dari pada anak laki-laki. Menurut Maccoby (1991) asumsi perbedaan gender ini adalah bahwa anak perempuan lebih berorientasi kepada hubungan antar pribadi. Anak laki-laki dapat menghambat satu sama lain dalam mengungkapkan secara terbuka masalah mereka (Santrock, 2003:230). Sedangkan menurut Laursen 1996 (dalam Papalia, 2014:69) mengatakan persahabatan remaja putri cenderung lebih intim dibandingkan remaja putra, dengan lebih berbagi rahasia. Intimasi dengan teman yang sama jenis kelaminnya meningkat selama masa awal hinnga pertengahan remaja, setelah hal ini secara umum menurunkan pertumbuhan intimasi dengan jenis kelamin lain.

Menurut Raffaelli & Duckett parrtisifasi dalam aktivitas dengan teman-teman juga beragam antara remaja laki-laki dan remaja perempuan.

(18)

Remaja perempuan lebih banyak menghabiskan waktunya berbicara dan bersosialisasi dari pada remaja laki-laki (Berndt, 2006:369).

Moller & Stattin mengatakan dalam jangka panjang, kualitas persahabatan masa remaja memberi pengaruh positif yang signifikan bagi seseorang untuk mengembangkan kualitas hubungan dengan pasangan hidup pada masa dewasa madya (dalam Widiyanto & Dariyo 2013:45).

Penelitian Bliezsner & Adams menunjukkan bahwa seseorang akan lebih bahagia saat mereka mengalami persahabatan dengan kualitas yang tinggi dengan sahabat mereka (Rahmat, 2014:208).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kualitas persahabatan adalah hubungan di mana dua individu menghabiskan waktu bersama, saling menghargai, rasa aman antara satu dengan yang lainnya, dan kualitas persahabatan ditentukan bagaimana suatu hubungan itu berfungsi dengan baik dan bagaimana pula seseorang itu dapat menyelesaikan setiap permasalahan mereka dengan baik-baik, serta seseorang itu akan merasakan kebahagiaan dengan kualitas yang tinggi dengan sahabat mereka.

2. Ciri-Ciri Kualitas Persahabatan

Ahmadi (2007:217) memaparkan beberapa elemen pokok yang terdapat dalam persahabatan yaitu :

a. Mereka menghargai satu sama lain lebih pada sebagai orang itu sendiri dari pada mengharapkan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari persahabatan itu. Meskipun memang dari

(19)

persahabatan ini diperoleh berbagai keuntungan yang bersifat sekunder, namun sebenarnya timbulnya persahabatan ini dulu bersumber dan saling menyukai dan saling memelihara hubungan dan bukan kepada apakah mereka atau ia menguntungkan atau tidak, atau ia dapat bekerja untuk saya dan sebagainya.

b. Persahabatan sebagai suatu hubungan antar pribadi yang lebih menekankan pada kesukaan sifat satu sama lain. Menyukai seseorang karena rambutnya, uangnya atau mobilnya, atau jabatannya, sebenarnya tidak menyukai orang itu sendiri, tetapi lebih pada barang-barang itu. Menyukai pada hal-hal bersifat lahiriah semacam ini akan mudah berubah, dan lebih baik bila orang menyukai satu sama lain karena hal-hal yang terdapat pada orang itu sendiri yang sifatnya stabil.

c. Saling bertukar barang-barang diantara teman tidak didasarkan pada nilai ekonomik tetapi pada kesukaan, harapan, keinginan diantara mereka. Jika seorang sahabat memberikan hadiah bukanlah dinilai pada harga barang itu tetapi pemberian ini karena ia menyukainya. Di samping itu diantara mereka memiliki kebebasan saling memberi tanpa adanya harapan untuk memperoleh imbalannya.

d. Akhirnya, mereka bersahabat karena keunikannya, dan ini sulit digantikan oleh orang lain karena uniknya. Persahabatan tidak begitu saja diputuskan karena telah ditentukannya teman lain yang

(20)

lebih baik. Persahabatan selalu memperlihatkan adanya keintiman, individualitas, dan kesetiaan.

Berndt dan Mathur (dalam Angraini, 2014:20) juga mengatakan bahwa kualitas persahabatan mengacu pada dua ciri-ciri persahabatan yaitu positif dan negatif.

a. Positif persahabatan : termasuk sejauh mana teman itu menjadi akrab, menolong satu sama lain, dan saling mengingatkan harga diri. b. Negatif persahabatan : termasuk ketimpangan, persaingan, dan

konflik.

3. Aspek-Aspek Kualitas Persahabatan

Menurut Berndt (2006:374-375) melihat kualitas persahabatan seseorang dari beberapa aspek, yaitu:

a. Keakraban

Pengungkapan diri atau membagi pemikiran-pemikiran pribadi, adanya kehangatan dan keselarasan antar sahabat.

b. Memberikan bantuan

Saling membantu, menolong, melindungi dan kerjasama tanpa pamrih.

c. Kepercayaan

Kepercayaan bahwa mereka dapat bersandar pada sahabatnya yang dapat ditandai dengan adanya kejujuran dan keyakinan antar sahabat.

(21)

d. Kesetiakawanan

Rela berkorban sehingga menimbulkan kenyamanan untuk berbagi dan bersama antar sahabat.

e. Dukungan emosional

Memberikan bantuan secara emosional terhadap apa yang dialami antar sahabat.

f. Empati

Kepedulian sesama, mampu saling memahami apa yang dirasakan antar sahabat.

Adapun aspek-aspek kualitas persahabatan menurut Asher dan Parker (dalam Suyono, 2012:40-41) terdiri atas:

a. Pengakuan dan pengertian (validation and caring)

Tingkat di mana karakteristik hubungan persahabatan ditandai dengan kepedulian, dukungan dan minat.

b. Konflik dan penghianatan (conflict and betrayal)

Hubungan persahabatan ditandai dengan adanya argumen, ketidaksetujuan, kekesalan, dan ketidakpercayaan.

c. Berkawan dan rekreasi (companionship and recreation)

Tingkat di mana hubungan persahabatan ditandai dengan menghabiskan waktu untuk bersenang-senang bersama.

d. Pertolongan dan bimbingan (help and guidance)

Tingkat di mana individu berusaha membantu sahabatnya pada pekerjaan sehari-hari maupun pada sesuatu hal yang menentang.

(22)

e. Pertukaran keakraban (intimate exchange)

Tingkat di mana hubungan persahabatan ditandai dengan keterbukaan mengenai informasi pribadi dan perasaan.

f. Pemecahan masalah (conflict resolution)

Tingkat di mana ketidaksetujuan dalam hubungan persahabatan diselesaikan secara efisien dan adil.

4. Fungsi Persahabatan

Santrock (2003:227-228) mengemukakan fungsi persahabatan, di antaranya sebagai berikut:

a. Kebersamaan

Persahabatn memberikan para remaja teman akrab, seseorang yang bersedia menghabiskan waktu dengan mereka dan bersama-sama dalam aktivitas.

b. Stimulasi

Persahabatan memberikan para remaja informasi yang menarik, kegembiraan, dan hiburan.

c. Dukungan fisik

Persahabatan memberikan waktu, kemampuan-kemampuan, dan pertolongan.

d. Dukungan ego

Persahabatan menyediakan harapan atas dukungan, dorongan dan umpan balik yang dapat membantu remaja untuk mempertahankan

(23)

kesan atas dirinya sebagai individu yang mampu, menarik dan berharga.

e. Perbandingan sosial

Persahabatan menyediakan informasi tentang bagaimana cara berhubungan dengan orang lain.

f. Keakraban atau perhatian

Persahabatan memberikan hubungan yang hangat, dekat dan saling percaya dengan individu yang lain, hubungan yang berkaitan dengan pengungkapan diri sendiri.

Kelly dan Hansen 1987 (dalam Desmita, 2009:220-221) menyebutkan 6 fungsi positif dari persahabatan, yaitu:

a. Mengontol impuls-impuls agresif. Melalui interaksi dengan teman sebaya, remaja belajar bagaimana memecahkan pertentangan-pertentangan dengan cara-cara yang lain selain dengan tindakan agresi langsung.

b. Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen. Teman-teman dan sekelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka. Dorongan yang diperoleh remaja dari teman-teman sebaya mereka ini akan menyebabkan berkurangnya ketergantungan remaja pada dorongan keluarga mereka.

(24)

c. Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang.

d. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. Sikap-sikap seksual dan tingkah laku peran jenis kelamin terutama dibentuk melalui interaksi dengan teman sebaya. Remaja belajar dengan mengenai tingkah laku dan sikap-sikap yang mereka asosiasikan dengan menjadi laki-laki dan perempuan muda.

e. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Umumnya orang dewasa mengajarkan kepada anak-anak mereka tentang apa yang benar dan apa yang salah.

f. Meningkatkan harga diri (self-esteem). Menjadi orang yang disukai oleh sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau senang tentang dirinya.

C. Perbedaan Kualitas Persahabatan Pada Remaja Ditinjau dari Jenis Kelamin

Menurut Berndt (2002:8) sahabat yang baik didefinisikan sebagai individu yang memiliki persahabatan dengan kualitas yang tinggi dan kualitas persahabatan juga mempengaruhi keberhasilan dalam interaksi sosial dengan teman sebaya. Penelitian Bliezsner & Adams menunjukkan bahwa seseorang akan lebih bahagia saat mereka mengalami persahabatan dengan kualitas yang tinggi dengan sahabat mereka (Rahmat, 2014:208).

(25)

Byrne & Baron (2005:9) mendefinisikan bahwa persahabatan adalah hubungan dimana dua individu menghabiskan lebih banyak waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi yang lebih bervariasi, tidak mengikutkan orang lain dalam hubungantersebut, dan saling memberikan dukungan emosional.

Persahabatan memiliki peran penting bagi setiap individu, karena dengan adanya sahabat dapat membuat individu menjadi pribadi yang percaya diri dan berharga melalui dukungan yang diberikan oleh sahabat-sahabatnya. Sumber dukungan sosial dan emosional yang diberikan oleh sahabat kepada individu juga sangat berarti untuk individu agar dapat bertahan dalam menghadapi berbagai persoalan yang dihadapinya.

Menurut Berndt (dalam Rahmat, 2014:208) Sebuah persahabatan dengan kualitas yang tinggi ditandai dengan tingginya tingkat perilaku tolong-menolong, keakraban dan perilaku positif lainnya, serta rendahnya tingkat konflik, persaingan dan perilaku negatif lainnya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kualitas persahabatan mempengaruhi keberhasilan dalam interaksi sosial dengan teman sebaya. Kualitas persahabatan juga memiliki pengaruh langsung dalam mempengaruhi sikap dan perilaku karena dengan kualitas persahabatan yang tinggi dapat mengurangi rasa malu serta isolasi diri.

Menurut Duck (1975) anak perempuan lebih mengartikannya ke arah percakapan yang akrab dan kepercayaan dari pada anak laki-laki. Menurut Maccoby (1991) asumsi perbedaan gender ini adalah bahwa anak perempuan lebih berorientasi kepada hubungan antar pribadi. Anak laki-laki dapat

(26)

menghambat satu sama lain dalam mengungkapkan secara terbuka masalah mereka (Santrock, 2003:230).

Sedangkan menurut Laursen 1996 (dalam Papalia, 2014:69) mengatakan persahabatan remaja putri cenderung lebih intim dibandingkan remaja putra, dengan lebih berbagi rahasia. Intimasi dengan teman yang sama jenis kelaminnya meningkat selama masa awal hinnga pertengahan remaja, setelah hal ini secara umum menurunkan pertumbuhan intimasi dengan jenis kelamin lain.

Menurut Raffaelli & Duckett juga mengatakan bahwa parrtisifasi dalam aktivitas dengan teman-teman juga beragam antara remaja laki-laki dan remaja perempuan. Remaja perempuan lebih banyak menghabiskan waktunya berbicara dan bersosialisasi dari pada remaja laki-laki (Berndt, 2006:369). D. Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan diantaranya oleh:

1. Puspa Fitria (2015) dengan judul skripsi “Hubungan Antara Kualitas Persahabatan dan Kecerdasan Emosi dengan Kesepian pada Mahasiswa Perantau UNS” Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa perantau UNS. Teknik Sampling yang digunakan adalah incidental sampling. Sampel penelitian berjumlah 100 mahasiswa perantau UNS. Instrumen yang digunakan adalah skala kesepian, skala kualitas persahabatan, dan skala kecerdasan emosi.

Hasil analisis data menggunakan regresi linear berganda didapatkan nilai Fhitung 9,958 > Ftabel 3,09, p < 0,05, dan nilai R =

(27)

0,411. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,169 atau 16,9%, berarti sumbangan efektif kualitas persahabatan sebesar 5,54% dan sumbangan efektif kecerdasan emosi sebesar 11,36%. Secara parsial, tidak ada hubungan antara kualitas persahabatan dengan kesepian (rx1y = 0,185, p > 0,05); serta terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan kesepian (rx2y = 0,296, p < 0,05).

Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kualitas persahabatan dan kecerdasan emosi dengan kesepian, tidak terdapat hubungan antara kualitas persahabatan dengan kesepian, dan terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan kesepian pada mahasiswa perantau UNS. Kualitas persahabatan dan kecerdasan emosi yang tinggi akan menghasilkan tingkat kesepian yang rendah.

2. Rahmatiah dkk. (2015) dengan judul “Kualitas Persahabatan Siswa SMA Boarding School dan Siswa SMA Formal” Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan metode komparasi yang membandingkan kualitas persahabatan siswa SMA Boarding School dan siswa SMA Formal. Subjek penelitian ini adalah 62 siswa SMA Boarding School dan 62 siswa SMA Formal. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis data deskriptif dan analisis data inferensi.

Hasil uji hipotesis mengunakan independent sample t test menunjukkan bahwa nilai probabilitas yang diperoleh adalah 0,001, hal tersebut berarti ada perbedaan kualitas pernikahan pada siswa Boarding School dan Sekolah Formal, karena probabilitas <0,05. Analisis data

(28)

menunjukkan bahwa kualitas persahabatan siswa Sekolah Formal lebih tinggi daripada kualitas persahabatan siswa Boarding School, yakni 96,016 > 89,903.

Siswa Sekolah Formal memiliki waktu yang dihabiskan bersama sahabat paling sedikit lebih kurang tujuh jam (jam sekolah) sedangkan subjek dan sahabat subjek yang bersekolah di Boarding School memiliki waktu 24 jam bersama. Bell, dkk. (2001) mengemukakan bahwa kedekatan fisik yang berlebihan menyebabkan individu diserang dengan stimulus fisik maupun sosial. Kebersamaan siswa Boarding School dengan sahabat serta teman seasrama yang lain dapat memberikan stimulus tersendiri yang berpeluang menjadi sebuah stressor. Individu perlu memelihara ruang untuk menghindari stressor yang beragam yang berhubungan dengan kedekatan fisik yang berlebihan. Kedekatan fisik selama 24 jam dalam sehari ternyata disertai beragam stressor yang mampu memengaruhi kualitas persahabatan subjek dan sahabat subjek. Stressor tersebut dapat berupa kurangnya ruang pribadi yang dimiliki, tuntutan untuk berbagi kamar tidur dan fasilitas lain, ataupun hal yang aktivitas rutin dalam kehidupan asrama.

Stressor mampu berujung pada konflik yang pada akhirnya dapat membuat subjek menjadi stress. Hasil penelitian menunjukkan bahwa skor rata-rata aspek konflik dan pengkhianatan pada siswa Boarding School adalah 191,75, sedangkan pada siswa Sekolah Formal sebesar 208,5. Aspek konflik dan pengkhianatan menunjukkan sejauh mana subjek dan

(29)

sahabat mampu meminimalisir terjadinya konflik dalam persahabatan yang dijalani. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa Sekolah Formal lebih mampu mengendalikan konflik dibandingkan siswa Boarding School. 3. Rizka Azizah (2016) dengan judul “Perbedaan Kualitas Persahabatan Pada

Remaja Putri di Pondok Pesantren Ummu Sulaim Ditinjau Dari Perilaku Prososial” Penelitian ini untuk mengukur perbedaan kualitas persahabatan pada remaja putri ditinjau dari perilaku prososial. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri di pondok pesantren ummu sulaim pekanbaru. Sampel dalam penelitian ini berjumlah80 orang remaja putri di pondok pesantren ummu sulaim pekanbaru.Metode pengambilan sampel menggunakan teknik probability sampling. Analisis data menggunakan uji beda (t-test independent). Berdasarkan hasil penelitian kualitas persahabatan yang menolong menyumbang rata-rata sebesar 114,62 dan pada kualitas persahabatan yang tidak melakukan perilaku menolong menyumbang 1,77. Hasil analisis uji beda didapat nilai t sebesar 143,46 dengan signifikansi dua sisi 0,005, maka didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara remaja putri yang memiliki kualitas persahabatan ditinjau dari perilaku prososialnya.

4. Nugraha dan Suyono (2012) dengan judul “ Kualitas Persahabatan Mahasiswa ditinjau dari Media Komunikasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis mengenai adanya perbedaan kualitas persahabatan mahasiswa ditinjau dari media komunikasi. Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan bahwa hipotesis diterima, yaitu adanya perbedaan yang

(30)

sangat signifikan antara kualitas persahabatan tatap muka dengan kualitas persahabatan melalui media. Media komunikasi yang dibandingkan adalah tanpa media (tatap muka) dan melalui media pesan teks (SMS, BBM, Facebook chat, Twitter dan Yahoo! Messenger). Pembahasan, mengenai perbedaan kualitas persahabatan di antara kedua jenis media komunikasi dapat dilihat lebih mendalam dari hasil analisis tambahan perbedaan kualitas persahabatan berdasarkan enam aspek dari Asher dan Parker (1993). Aspek kualitas persahabatan pada data kualitas persahabatan tatap muka dibandingkan dengan aspek kualitas persahabatan pada data kualitas persahabatan melalui media memperlihatkan baik adanya perbedaan maupun tidak adanya perbedaan.

Pada aspek pertama, pengakuan dan pengertian, tidak ditemukan perbedaan (t(91) = 0,32, p < 0,05) dan perbedaan nilai mean yang kecil, yaitu sebesar 0,1 (skor mean pada data kualitas persahabatan tatap muka = 29,74; skor mean pada data kualitas persahabatan melalui media = 29,64). Selanjutnya, aspek kedua yaitu konflik dan pengkhianatan, juga tidak ditemukan perbedaan (t(91) = 0,08, p < 0,05) dan perbedaan nilai mean yang kecil yaitu sebesar 0,04 (skor mean pada data kualitas persahabatan tatap muka = 29,13; skor mean pada data kualitas persahabatan melalui media = 29,09).

Sisa aspek kualitas persahabatan yang lain ditemukan perbedaan, yaitu berkawan dan rekreasi (t(91) =21,26, p < 0,05), pertolongan dan bimbingan (t(91) =14,42, p < 0,05), pertukaran keakraban (t(91) =8,48, p <

(31)

0,05), dan pemecahan masalah seluruhnya (t(91) = -21,70, p < 0,05). Keempat hasil ini yang memperkuat perbedaan antara kualitas persahabatan tatap muka dengan kualitas persahabatan melalui media. Temuan yang menarik dari hasil analisis tambahan ini yang memperkuat perbedaan antara kualitas yang memperkuat perbedaan antara kualitas persahabatan tatap muka dengan kualitas persahabatan melalui media. Temuan yang menarik dari hasil analisis tambahan ini adalah pada aspek pemecahan masalah. Skor mean pada data kualitas persahabatan melalui media (25,42) tampak lebih besar dari skor mean pada data kualitas persahabatan tatap muka (19,31). Hal ini menunjukkan bahwa pemecahan masalah dapat diselesaikan lebih efektif melalui media, sedangkan berkawan dan rekreasi, pertolongan dan bimbingan, dan pertukaran keakraban lebih berkesan jika dilakukan secara langsung. Pemecahan masalah dapat diselesaikan lebih efektif melalui media bisa terjadi karena isi pesan yang disampaikan melalui media dapat disusun sebaik mungkin tata bahasa dan maksudnya sehingga menimbulkan kesan yang lebih baik dibandingkan bertemu langsung kemudian dalam penyelesaian masalah diikuti dengan adu argumen dan cemooh.

5. Paula Beatrix Rusly dengan judul “Kualitas Persahabatan Pada Anak Usia Sekolah (Perbedaan Pada Kelompok Tingkat Penerimaan Tinggi Penerimaan Rendah)” Penelitian ini dilakukan di suatu sekolah dasar di Jakarta pada anak usia 10-11 tahun. Penelitian ini mecoba mencari ada tidaknya perbedaan kualitas persahabatan antara anak yang memiliki

(32)

tingkat penerimaan tinggi dan anak yang memiliki tingkat penerimaan rendah. Hal ini dilakukan dengan metode kuantitatif dengan menggunakan alat ukur sebagai berikut, Sosiometri Roster-dan Rating, Sosiometri Nominasi, dan Kuesioner Kualitas Persahabatan.

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode non probability sampling dengan teknik cluster sampling untuk pengambilan sampel siswa usia sekolah. Sampel yang diambil dipisahkan ke dalam dua kelompok yaitu, (1) Kelompok Tingkat Penerimaan Tinggi (TPT), 30 orang, dan (2) Kelompok Tingkat Penerimaan Rendah (TPR) 30 orang.

Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya .perbedaan kualitas persahabatan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut. Dari hasil analisa keenam aspek kualitas persahabatan juga tidak ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok tersebut, kecuali pada aspek yang terakhir yaitu aspek konflik dan pengkhianatan.

Pada analisa lebih lanjut, yaitu dengan memisahkan kelompok TPR dan TPT berdasarkan jenis kelaminnya, ternyata ditemukan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok TPT dan TPR pada anak perempuan. Perbedaan ini muncul pada aspek pertolongan dan bimbingan, dan aspek konflik dan pengkhianatan.

E. Kerangka Konseptual

Berdasarkan hasil studi pendahuluan sebagaimana yang diuraikan pada latar belakang masalah dan rumusan masalah tersebut, dimana masa remaja adalah masa pencarian jati diri. Pada masa remaja mereka lebih banyak

(33)

menghabiskan waktu dengan sahabat mereka dari pada orang tuanya, seperti bermain bersama, berbagi cerita dengan teman, dan saling tolong menolong.

Sahabat adalah hubungan dimana dua orang individu menghabiskan lebih banyak waktu bersama, berinteraksi satu sama lain. Sahabat juga merupakan tempat saling berbagi cerita, pertolongan dan saling menghargai.

Kualitas persahabatan itu sendiri ialah hubungan persahabatan yang memiliki aspek kualitatif pertemanan, dukungan dan konflik. Kualitas persahabatan juga merupakan bagaimana suatu hubungan persahabatan berfungsi secara baik dan bagaimana pula seseorang dapat menyelesaikan dengan baik-baik apapun konflik yang dihadapi satu sama lain.

Perbedaan kualitas persahabatan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan menurut Duck dan Laursen memiliki arti yang berbeda-beda, yang mana remaja putri lebih mengartikan ke arah percakapan yang akrab dan kepercayaan dari pada remaja laki-laki dan remaja perempuan lebih intim dibandingkan remaja laki-laki, dengan lebih berbagi rahasia.

Penjelasan mengenai kualitas persahabatan di atas, dapat dipahami bahwa kualitas persahabatan merupakan aspek penting yang dapat membedakan tingginya kualitas persahabatan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diungkapkan kerangka konseptual penelitian yang menggambarkan perbedaan kualitas persahabatan remaja laki-laki dan perempuan sebagai berikut:

(34)

Bagan I: Kerangka Konseptual

F. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan tingkat kualitas persahabatan pada remaja laki-laki dan remaja perempuan di Pondok Pesantren Iqra’ Kecamatan Koto XI Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan. Kualitas Persahabatan: 1. Keakraban 2. Memberikan bantuan 3. Kepercayaan 4. Kesetiakawanan 5. Dukungan emosional 6. empati

Remaja Laki-laki Remaja Perempuan

Referensi

Dokumen terkait

Resistensi penggunaan insektisida pinjal tikus (Xenopsylla cheopis) dalam penanggulangan penyakit pes dibahas oleh Dyah mahendra Sukendra dan artikel terakhir adalah

Tujuan dari penelitian ini adalah menggunakan metode terstruktur untuk menganalisis kebijakan terkait prioritas pilot project pada implementasi SI sebagai

b) Pengawasan terhadap perilaku anak dalam kehidupan sehari hari di rumah anak tersebut dilakukan oleh jaksa; sedangkan pemberian bimbingan dilakukan oleh

disertai dengan kesimpulan dan usulan-usulan penyelesaian sengketanya. Usulan ini sifatnya tidak mengikat. Oleh karena itu, diterima tidaknya usulan tersebut bergantung

Dalam pembuatan lipstik, penambahan agen tabir surya seperti titanium dioksida, dapat menyebabkan efek keputihan pada lipstik, sehingga perlu dilakukan optimasi

Terpaksa membeli spare part 1 modul power suplay LCD tersebut , dan pesan di dealer LG hampir kurang lebih 2 minggu barang baru datang .Setelah modul power suplay terpasang

Kadar flavonoid totalnya adalah 1,27%, sedangkan uji keamanan I ditemukan bahwa ekstrak etanol 70% daun Afrika memiliki LD50 yang lebih besar dari 16 g/kg BB termasuk

Biaya yang di berikan setiap pemanen dengan ketentuan sebagai berikut :  Para pemanen yang telah melakukan kegiatan panen pada suatu blok sesuai teknis panen