PENDUGAAN PARAMETER DEMOGRAFI DAN BENTUK
SEBARAN SPASIAL POPULASI BIAWAK KOMODO
(
Varanus komodoensis
) DI PULAU RINCA
TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR
R. YOSI ZAINAL MUHAMMAD
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di P. Rinca, Taman Nasional Komodo – Nusa Tenggara Timur. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA.
Komodo merupakan salah satu satwa reptil purba yang keberadaannya masih dapat ditemukan hanya di Taman Nasional Komodo (TNK) dan bagian utara Pulau Flores. Dalam mempertahankan kelestariannya perlu dilakukan berbagai pengelolaan terhadap populasi komodo dan habitatnya serta faktor-faktor pendukung dalam kehidupannya, seperti air, pakan, cover, dan lain-lain.
Penelitian ini dilaksakan di TNK – Nusa Tenggara Timur dengan mengambil contoh jalur di P. Rinca. Alat dan bahan yang digunakan antara lain peta kawasan, binokuler, kompas, pita meteran, tambang plastik, kamera foto, Global Positioning System (GPS), phiband, dan tally sheat. Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah populasi komodo, antara lain tetasan, anak, muda, dan dewasa serta vegetasi di hutan gugur. Pengumpulan data melalui jalur transek sebanyak 20 jalur dengan pengulangan sebanyak 4 kali yaitu 5 jalur di hutan gugur dan 15 jalur di savana dengan luasan total contoh jalur 2 km2 dan analisis vegetasi seluas 0,04 km2. Pengolahan data populasi komodo dengan menggunakan Caughley (1997) dan sebaran spasial dengan menggunakan metode rasio ragam, indeks dispersi, indeks green, indeks clumping, dan chi-square.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa populasi komodo di P. Rinca diduga sebanyak 698 individu dengan kepadatan 3,15 ind/km2. Untuk kelas umur dewasa memiliki kepadatan 1,7 ind/km2, muda 0,65 ind/km2, anakan 0,8 ind/km2, dan tetasan 0,4 ind/km2. Berdasarkan tipe habitat, yaitu hutan gugur dan savana, diperoleh kepadatan komodo di hutan gugur 8,4 ind/km2 dan savana 0,64 ind/km2. Angka kelahiran komodo sebesar 11,27 %, memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada angka kematian sebesar 4,23 %. Untuk sex ratio komodo jantan terhadap komodo betina sebesar 3 : 1.
Bentuk sebaran spasial komodo dari hasil analisis data yaitu mengelompok berdasarkan perhitungan nilai rasio ragam 3,77; indeks dispersi 3,72; indeks green 0,08, indeks clumping 2,72, dan chi-square 167.059,6. Kerapatan vegetasi di hutan gugur pada tingkat semai 27,5 ind/ha, pancang 20 ind/ha, tiang 20 ind/ha, dan pohon 122,5 ind/ha. Jenis-jenis yang memiliki nilai penting yaitu Sita (Alstonia scholaris), Mbiring (Phitecelobium umbeltum), dan Pasalanga (Voacangan granditolia).
Peluang perjumpaan di savana pada pagi hari sebesar 88%, sedangkan pada sore hari hanya 12%. Pada hutan gugur, peluang perjumpaan pada pagi hari sebesar 80% dan sore hari sebesar 20%.
SUMMARY
Estimation of Demografy Parameter and Pattern of Spatial Spread Komodo Dragon (Varanus komodoensis) in Rinca Island - Komodo National Park – East Nusa Tenggara. By: R. Yosi Zainal Muhammad and Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA.
Komodo is one of the ancient reptiles that can be found only at Komodo National Park and north Flores Island. Within the Conservation of komodo, management of its population, habitat, and supporting factors such as water, food, cover, etc are needed.
This research is conducted in TNK – East Nusa Tenggara with sampling in Rinca Island. Equipments that are used during the research are site map, binocular, compass, measure tape, plastic rope, camera, Global Positioning System (GPS), phi band, and tally sheet, and the materials are populations of komodo which consist of hatched, juvenile, teenage, adult, and also the vegetation of autumn forest. The data collecting consist of 20 line transect with 4 times repetition that are 5 line in autumn forest and 15 line in savanna with total sampling area is 2 km2 and the vegetation analysis about 0,04 km2. Analysis of komodo population’s data use Caughley (1997), spatial spread with variant ratio method, dispersion index, green index, clumping index, and chi-square.
The result of this observation shows that the population of komodo in Rinca Island is 698 individual with density 3,15 ind/km2. Density of adult is 1,7 ind/km2, teenage is 0,65 ind/km2, juvenile is 0,8 ind/km2, and hatched is 0,4 ind/km2. According to the habitat type, autumn forest and savannah, density of komodo in autumn forest is 8,4 ind/km2 and in savanna is 0,64 ind/km2. Nasality of komodo is 11,27 %; having value higher compare with mortalities is 4,23 %. The sex ratio of masculine komodo to female of komodo is 3: 1.
The result of analysis about spatial spread shape of komodo is cluster, considered by variant ratio is 3,77; dispersion index 3,72; green index is 0,08; clumping index is 2,72; and chi- square 167.059,6. Density of vegetation in autumn forest is 27,5 ind/ha seedling, 20 Ind/ha boundary pole, 20 ind/ha pole, and 122,5 ind/ha trees. The important species are Sita (Alstonia scholaris), Mbiring (Phitecelobium umbeltum), and Pasalanga (Voacangan granditolia).
The meeting probability in savanna is 88% in the morning, and 12% in the afternoon. In the autumn forest, the meeting probability in the morning is 80% and 20% in the afternoon.
(
) DI PULAU RINCA
TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR
R. YOSI ZAINAL MUHAMMAD
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kehutanan
Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTANDAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul Penelitian : Pendugaan Parameter Demografi dan Bentuk Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Rinca - Taman Nasional Komodo
Nama Mahasiswa : R. Yosi Zainal Muhammad
NRP : E34104045
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
(Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA) NIP.131 760 834
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kehutanan IPB
(Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr.) NIP : 131 578 788
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Parameter Demografi dan Bentuk Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Rinca - Taman Nasional Komodo adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
R. Yosi Zainal Muhammad NRP E34104045
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juli 1985 di Ciamis sebagai putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Abdurahman dan Ibu Sumartini. Penulis memulai karir pendidikannya di TK Ade Irma Suryani Ciamis pada tahun 1990, kemudian melanjutkannya ke SDN Janggala Ciamis pada tahun 1992. Penulis melanjutkan pendidikannya ke SMPN 1 Ciamis pada tahun 1998. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikannya ke SMUN 2 Ciamis pada tahun 2001. Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai Kepala Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) dan anggota Kelompok Pemerhati Herpetofauna. Penulis juga merupakan anggota Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC) dan Anggota Bobotoh Persib “Maung” Bandung (Viking-Bandung). Penulis pernah melakukan kegiatan praktek, antara lain Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan di CA Leuweung Sancang Garut, CA Kamojang Bandung, dan Perum Perhutani KPH Cianjur pada tahun 2007. Kemudian pada tahun 2008, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi di Taman Nasional Komodo. Selain itu, penulis juga pernah melaksakan kegiatan eksplorasi keanekaragaman flora, fauna dan ekowisata di Taman Nasional Way Kambas pada tahun 2006, Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2007, dan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung pada tahun 2007.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian karya ilmiah yang berjudul “Pendugaan Parameter Demografi dan Bentuk Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Rinca – SPTN 1 Rinca - Taman Nasional Komodo” di bawah bimbingan Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA.
KATA PENGANTAR
Penelitian berjudul “Pendugaan Parameter Demografi dan Bentuk Sebaran Spasial Biawak Komodo (Varanus komodoensis) di Pulau Rinca – SPTN 1 Rinca - Taman Nasional Komodo” merupakan skripsi yang menyajikan mengenai dugaan populasi dan bentuk sebaran spasial komodo berdasarkan tipe habitat dan kelas umur di Pulau Rinca – SPTN 1 Rinca - Taman Nasional Komodo.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi pihak Taman Nasional Komodo dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata mengenai penyebaran komodo. Selain itu, menjadikan sebagai data terbaru mengenai populasi komodo serta dapat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dari segi materi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, segala kritik dan saran sangat diharapkan untuk menjadikan tulisan ini lebih baik dan bermanfaat.
Bogor, Agustus 2008
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Salawat dan Salam terhaturkan bagi Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi jalan umat-Nya.
Perhargaan tertinggi penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta (Papap dan Ibu), kedua saudara penulis (T’Gina dan Yani), dan A’Herlas yang telah memberikan segala dukungan dalam segala bentuk jiwa dan raga, juga kepada Nira yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan doanya selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku dosen pembimbing atas segala nasihat, dukungan, dan bimbingannya selama ini.
2. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M. Sc. dan Effendi Tri Bahtiar, S. Hut, M. Si. sebagai dosen penguji atas saran-sarannya.
3. Drs. Tamen Sitorus, MSc (Kepala Balai TN Komodo) yang telah memberikan ijin penelitian di TN Komodo.
4. Fransiskus Harun, S.Hut (Putri Naga Komodo) atas bantuan logistik dan transportasi selama di lapangan.
5. Hendrikus Rani Siga, S.Hut beserta keluarga atas segala bantuan dan kerjasamanya.
6. George T. Saputra (IRATA) yang telah mendanai penelitian ini.
7. Para staf, rangers, dan polhut TN Komodo atas kerjasama dan bantuan.
8. Kawan-kawan Tim PKLP TN Komodo 2008 (Edu, Tikul, Ochin, dan Putra) “Bravo Komodo”.
9. Penghuni seatap, seperjuangan, sependeritaan, “IC” (2005 – selamanya) Alex “Donat”, Andi “Manuk”, Ican “Bungsu”, Hery “Rock”, Bob “The Jak”, Koen “Oray”, Heru “Ponks”, Aaf “Tolz”. Alumni IC Tink2, Yogi “Giox”, n Rhama “Item”, beserta para the black man yang betah di IC.
10. The Big Family KSH 41. “Qta memang beda tapi kompak yaa…”.
11. Rekan seperjuangan di HIMAKOVA era Bajink cs., (Ucenk, Nisa, Salwa, Ai, Toa, Lanjar, Ina, Kirun, Febia, Sukem serta rekan-rekan KSH 42).
12. Keluarga Besar HIMAKOVA, khususnya Kelompok Pemerhati Herpetofauna “Python”.
13. Alumni IPB di TN Komodo (Mba Rini, Mas Andrinaldi), terima kasih atas bantuan dan bekalnya.
14. Keluarga Besar penghuni KPAP (Bu Vivi, Bu Evan, Bu Titin, Bu Ety, Bu Ratna, Pa Acu, dll) dan Umi-Umi Lab+Dapur KSHE.
15. Makhluk-makhluk yang berjiwa konservasi di jagad alam raya ini yang merindukan kedamaian dan kehidupan yang lestari.
16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal, kegiatan penelitian, hingga penulisan skripsi ini.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 2
C. Manfaat ... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... ... 3
A. Bio-Ekologi Komodo ... 3
1. Taksonomi dan Morfologi ... 3
2. Pupolasi ... 4
3. Penyebaran ... 5
4. Habitat ... 6
5. Perilaku dan Aktivitas ... 7
B. Parameter Demografi ... 8
1. Ukuran Populasi ... 8
2. Natalitas (Kelahiran) ... 9
3. Mortalitas (Kematian) ... 9
4. Sex Ratio (Nisbah Kelamin) ... 9
5. Struktur Umur ... 10
C. Sebaran Spasial ... 11
BAB III. METODE PENELITIAN ... 12
A. Waktu dan Tempat ... 12
B. Alat dan Bahan ... 12
1. Observasi Lapang ... 12 2. Data Primer ... 12 a. Parameter Demografi ... 12 b. Sebaran Spasial ... 13 c. Analisis Vegetasi ... 13 D. Pengelolan Data ... 14 1. Parameter Demografi ... 14 a. Populasi ... 14 b. Kelahiran (Natalitas) ... 14 c. Kematian (Mortalitas) ... 14
d. Nisbah Kelamin (Sex ratio) ... 15
2. Bentuk Sebaran Spasial ... 15
a. Metode Rasio Ragam dan Nilai Tengah ... 15
b. Indeks Disperse ... 15
c. Indeks Clumping ... 15
d. Indeks Green ... 15
e. Chi-Quare ... 16
3. Analisis Vegetasi ... 16
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 17
A. Luas dan Letak ... 17
B. Iklim ... 18 C. Fisik ... 18 1. Topografi ... 18 2. Geologi ... 18 3. Tanah ... 19 D. Kondisi Biologi ... 19 1. Fauna ... 19 2. Flora ... 19
a. Padang Rumput dan Savana ... 20
vi
c. Hutan di atas 500 mdpl ... 20
d. Hutan Bakau ... 21
e. Terumbu Karang ... 21
E. Sosial dan Ekonomi Masyarakat ... 21
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
A. Parameter Demografi ... 22
1. Sejarah Komodo ... 22
2. Ukuran dan Kepadatan Populasi ... 23
3. Struktur Umur ... 29
4. Nisbah Kelamin (Sex-Ratio) ... 31
5. Kelahiran (Natalitas) dan Kematian (Mortalitas) ... 33
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi populasi ... 34
a. Perburuan satwa mangsa komodo... 35
b. Perubahan Habitat ... 35
c. Pengumpanan (Feeding) ... 36
B. Sebaran Spasial ... 37
1. Bentuk Sebaran Spasial ... 37
2. Habitat ... 38
a. Ketersediaan Air ... 38
b. Ketersediaan Pakan ... 39
c. Sarang dan Tempat Istirahat ... 41
d. Cover ... 43
e. Kondisi Vegetasi ... 45
3. Hubungan Waktu Perjumpaan dengan Tipe Habitat ... 46
C. Pengelolaan Komodo ... 47
1. Konservasi Komodo ... 47
2. Implikasi Terhadap Pengelolaan Komodo ... 48
3. Pengembangan Ekowisata yang Melibatkan Komodo ... 48
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50
B. Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN ... 53
viii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Sejarah keberadaan komodo di TNK ... 22
2. Hasil pengamatan komodo berdasarkan kelas umur dan tipe habitat ... 23
3. Dugaan populasi dan kepadatan komodo di P. Rinca berdasarkan kelas umur 25
4. Kepadatan komodo di masing-masing pulau di TNK ... 25
5. Kepadatan populasi komodo berdasarkan kelas umur terhadap tipe habitat ... 26
6. Perkembangan populasi komodo di P. Rinca ... 28
7. Kelebihan dan kekurangan metode dalam inventarisasi komodo ... 28
8. Ciri-ciri morfologi komodo berdasarkan kelas umur ... 29
9. Populasi komodo berdasarkan kelas umur di TN Komodo tahun 2003 – 2007 ... 31
10. Perbandingan sex ratio tiap jalur dan habitat ... 32
11. Pola sebaran spasial komodo ... 37
12. Jumlah sarang komodo yang ditemukan ... 43
13. Kerapatan tingkatan vegetasi pada hutan gugur ... 45
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Penyebaran komodo, 5 jenis mamalia besar, dan 2 jenis burung di TNK 6
2. Analisis vegetasi cara jalur atau transek ... 13
3. Peta kawasan TNK ... 17
4. Tipe hutan di kawasan TNK ... 26
5. Lokasi pengamatan ... 27
6. Struktur umur komodo ... 29
7. Komodo berdasarkan kelas umur ... 29
8. Komodo jantan yang memaksa kawin kepada komodo betina di luar musim kawin ... 33
9. Tetasan (bayi) komodo pada bulan Februari 2008 ... 34
10. Tetasan komodo yang mati diawetkan di kantor Balai TNK ... 34
11. Komodo berburu dan makan ... 37
12. Bak satwa ... 39
13. Pakan komodo ... 40
14. Sarang dan Tempat Istirahat komodo ... 42
15. Cover komodo pada saat istirahat ... 43
16. Profil pohon ... 44
17. Hubungan waktu perjumpaan setiap tipe habitat ... 46
x
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Analisis vegetasi tingkat pohon ... 54
2. Analisis vegetasi tingkat tiang ... 54
3. Analisis vegetasi tingkat pancang ... 54
4. Analisis vegetasi tingkat semai ... 55
5. Tally Sheet Pengamatan Komodo ... 55
A. Latar Belakang
Taman Nasional Komodo (TNK) merupakan kawasan pelestarian alam yang dibentuk pada tahun 1980. TNK dinyatakan sebagai sebuah World Heritage Site dan Man and Biosphere Reserve oleh UNESCO pada tahun 1986. Salah satu simbol dari TNK yaitu satwa komodo (Varanus komodoensis).
Komodo merupakan salah satu fauna yang masih hidup sisa peninggalan zaman purba dan keberadaannya tersebar di Pulau Komodo, P. Rinca, P. Gili Motang, dan P. Flores. Satwa langka yang terancam punah ini dilindungi berdasarkan Undang-Undang Perburuan dan Perlindungan Binatang Liar tahun 1931 dan menjadi satwa kebanggaan Indonesia. Komodo merupakan jenis satwa reptil yang memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan jenis reptil lainnya.
Kelangkaan dan keunikan status komodo dalam garis evolusi menganggap bahwa komodo merupakan fosil hidup dari reptil purba, sehingga banyak dijadikan sebagai objek wisata yang menarik bagi masyarakat. Menurut Mulyana dan Ridwan (1992), selain banyak menarik perhatian dan mengundang kekaguman masyarakat umum, komodo juga banyak menarik perhatian para ilmuan. Beberapa aspek ilmiah mengenai komodo telah diteliti. Namun, aspek parameter demografi belum seluruhnya terungkap. Padahal parameter demografi diperlukan untuk menganalisis kondisi populasi komodo yang dapat digunakan untuk menduga kelestariannya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai TNK (2007) mengenai populasi komodo di P. Rinca menyatakan bahwa jumlah populasi komodo diduga sebanyak 1329 individu. Penelitian lebih lanjut mengenai demografi komodo ini perlu dilakukan untuk mengetahui data dan informasi terbaru. Data tersebut diharapkan dapat menduga populasi komodo dalam beberapa tahun ke depan. Selain itu, pola sebaran spasial komodo juga penting sebagai pertimbangan TNK dalam upaya pengelolaan dasar kawasan.
2
B. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Menduga parameter demografi populasi komodo di Pulau Rinca yang meliputi laju kelahiran, laju kematian, sex-ratio, ukuran populasi, dan struktur umur.
2. Menentukan bentuk sebaran spasial populasi komodo di Pulau Rinca. C. Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai :
1. Dasar perencanaan kegiatan pengelolaan populasi biawak komodo dalam upaya perlindungan dan pelestarian secara in-situ dan ex-situ.
2. Bahan pertimbangan bagi pihak TNK dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata mengenai penyebaran komodo.
A. Bio-Ekologi Komodo 1. Taksonomi dan Morfologi
Klasifikasi komodo secara sistematik hewan menurut Grzimek (1975) adalah : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub-Phylum : Craniata Class : Reptilia Sub-Class : Lepidosauria Ordo : Squamata Sub-Ordo : Sauria
Infra Ordo : Varanomorpha Family : Varanidae Genus : Varanus
Spesies : Varanus komodoensis
Surahya (1989) menyatakan suatu kedudukan baru bagi komodo dalam suatu taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub-Phylum : Craniata Class : Reptilia Ordo : Squamata Family : Mosasauridae Genus : Mosasaurus
Spesies : Mosasaurus komodoensis
Menurut PPA (1979) umur komodo dapat ditentukan berdasarkan ukurannya sebagai berikut :
1. Komodo Muda : Panjang badan total (dari ujung kepala sampai ujung ekor) kurang dari 1 m. Warna kulit
4
coklat muda kegelapan dengan diselingi garis-garis merah muda dan kuning.
2. Komodo Dewasa : Panjang badan total antara 1–2 m. Warna kulit coklat agak tua dan garis-garis badan sudah mulai kabur bahkan sudah hampir hilang. 3. Komodo Tua : Panjang badan total lebih dari 2 m. Warna kulit
coklat tua-kelabu sampai hampir kehitam-hitaman.
Dalam menentukan perbedaan antara komodo jantan dan betina dapat dilihat dari ukuran kepala, ukuran tubuh, ukuran kaki, dan penampilan. Menurut Kartono (1994), komodo betina memiliki bentuk kelapa yang agak lonjong, kepala berukuran relatif kecil, penampilan muka lebih jelek dan kaki kecil. Komodo jantan memiliki ukuran kepala lebih besar, bentuk kepala agak bulat, penampilan muka gagah, kaki lebih keluar dan besar serta ukuran tubuh lebih besar.
2. Populasi
Populasi komodo diperkirakan mencapai 7213 individu (Auffenberg, 1981) di seluruh daerah penyebarannya. Sastrawan (1970) dalam PPA (1979) memperkirakan jumlah populasi komodo mencapai 5500 individu di Suaka Margasatwa Komodo dengan kepadatannya 10 ind/mil2 atau 3,9 ind/km2. Suaka Margasatwa Pulau Komodo yang terdapat 2001 individu dengan komposisi umur antara lain komodo muda 941 individu, dewasa 780 individu, dan tua 280 individu atau dengan perbandingan muda : dewasa : tua yaitu 47 : 39 : 14 (PPA, 1979).
Pada tahun 1971, komodo diketahui hidup di lima pulau bagian selatan Indonesia antara lain Komodo, Padar, Rinca, Gilimotang dan Flores. Daerah ini merupakan daerah terkering di Indonesia. Pulau Komodo memiliki curah hujan hanya sebesar 650 mm/tahun (Ciofi dalam Monk et al, 2000). Diperkirakan terdapat sekitar 7213 individu komodo di P. Komodo, dengan kepadatan maksimum 17 ind/km2 dan 6,4 ind/km2 di P. Padar (Aufenberg, 1981). PHKA (2000) memperkirakan terdapat sekitar 2045 individu komodo di dalam TNK pada tahun 1998.
3. Penyebaran
Komodo merupakan salah satu satwa endemik Indonesia yang tersebar di P. Komodo, P. Rinca, P. Gilimotang, P. Padar, dan P. Flores bagian barat. Penyebaran di P. Flores bagian barat mulai dari Labuan Bajo sampai Nangalili dan di bagian Pantai Utara mulai dari Dampek sampai sebelah barat Riung (Aufenberg, 1981). Sutedja (1983) menyatakan bahwa penyebaran komodo bukan hanya di P. Komodo, P. Rinca , P. Gilimotang, P. Padar, Labuan Bajo, Nangalili serta Dampek sampai sebelah barat Riung, tetapi lebih ke timur menyusuri pantai utara P. Flores sampai ke sekitar Tanjung Watumanuk.
Komodo dapat ditemukan di P. Komodo dan pulau-pulau sekitarnya serta tersebar pula di daratan P. Flores, yaitu di bagian barat dan pantai utara Kabupaten Ngada dan Kabupaten Ende. Sampai saat ini belum lagi ditemukan sebaran komodo di P. Flores yang lebih ke arah timur dari Tanjung Watumanuk (Mochtar, 1992). Bari (1988) menyatakan sebaran komodo ternyata lebih luas dari yang diketahui selama ini, sehingga diperlukan penyempurnaan peta penyebarannya.
Menurut Kartono (1994), berdasarkan wawancara dengan para petugas di pos jaga Loh Liang (P. Komodo), bahwa penyebaran komodo terdapat di lembah-lembah yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan, sering di puncak-puncak bukit yang terdapat pohon, dan jarang di lereng bukit. Komodo banyak ditemukan di lembah-lembah sebelah barat G. Ara dan G. Satalibo (P. Komodo), sedangkan di P. Flores komodo ditemukan dalam jumlah kecil di padang rumput sebelah utara G. Nampar (Auffenberg, 1981).
6
Gambar 1. Penyebaran komodo, 5 jenis mamalia besar, dan 2 jenis burung di TNK
(Sumber : RPTN Komodo 2000)
4. Habitat
Menurut Auffenberg (1981), biawak besar komodo (Varanus komodoensis) sangat menyukai habitat savana. Savana (padang rumput dengan penyebaran pohon-pohon yang jarang) ditemukan di daerah tropis dengan curah hujan 1000-1500 mm/tahun mempunyai kondisi musim kering yang panjang, serta api merupakan bagian penting dari lingkungannya (Alikodra, 1990). Pada umumnya habitat komodo memiliki suhu rata-rata harian yang sangat tinggi dengan musim kemarau yang panjang. Komodo yang tersebar dibeberapa pulau di Nusa Tenggara Timur hidup pada keadaan topografi yang berbukit-bukit dengan ketinggian maksimum 735 mdpl. Susunan vegetasi didominasi oleh padang savana dengan beberapa tegakan pohon tinggi (Suara Alam, 1987).
Secara umum keadaan habitat komodo pada semua tempat hampir sama, dengan suhu rata-rata 23-400C, kelembaban berkisar antara 45-75%, dan ketinggian 0-600 mdpl (Mochtar, 1992). Habitat tersebut memiliki topografi sudut kemiringan 10-400.
Jenis-jenis pohon dan rumput di daerah savana mempunyai sifat tahan kekeringan dan tahan api. Jumlah jenisnya juga sangat terbatas. Susunan vegetasi didominasi oleh padang savana (± 80%) terutama dari jenis Setarua sp., Eloris barbata, dan Heteropogon contirtus. Jenis pohon yang agak dominan adalah T. indica, Schountenia ovata, dan Bahubinia malabarica. Tegakan yang menyelingi padang savana ini adalah pohon lontar (Borassus flabellifer).
Komponen habitat adalah makanan, air, dan cover. Menurut PPA (1978), cover bagi komodo yang berupa vegetasi adalah hutan savana atau lingkungan yang terbuka dengan jenis pohon seperti kesambi (Schleichera oleosa) dan asam (Tamarindus indica). Cover sebagai tempat berlindung digunakan untuk bersarang dan biasanya dilengkapi dengan lubang-lubang atau liang yang berada di pinggir sungai atau bebatuan.
5. Perilaku dan Aktivitas
Aktivitas komodo tergantung terhadap keadaan lingkungan terutama kenaikan suhu lingkungan. Pada malam hari komodo lebih senang tinggal di dalam liang/lubang atau goa yang relatif suhunya lebih hangat dibandingkan di padang rumput terbuka (Auffenberg, 1981). Komodo mulai aktif keluar dari tempat persembunyian pukul 06.45 dan kembali sekitar pukul 18.15.
Pada waktu kecil komodo merupakan satwa yang mempunyai kemampuan memanjat pohon. Hal ini berkaitan dengan usaha beradaptasi untuk mempertahankan hidupnya yang digunakan untuk memangsa jenis-jenis binatang seperti belalang, tokek, dan cecak. Menurut Mohtar (1992), memanjat pohon merupakan usaha untuk melindungi diri, karena sifat komodo yang kanibal. Komodo mampu berpindah tempat dari satu pohon ke pohon lainnya dengan merayap. Perilaku arboreal itu terutama untuk beristirahat dan mencari mangsa seperti tokek, cecak, telur burung, serangga, tikus atau untuk menghindari sergapan kanibalisme dan pemangsaan komodo lain serta predator lain, antara lain musang dan burung (Mulyana dan Ridwan, 1992).
Komodo yang sudah besar mulai turun dari pohon ke tanah dan meninggalkan cara hidup di atas pohon. Tetapi, komodo juga tidak kehilangan kemampuannya untuk memanjat pohon dan mampu mengejar mangsanya yang naik ke pohon.
8
Pohon dan semak-semak dijadikan sebagai tempat untuk beristirahat bagi komodo karena mampu memberikan keteduhan. Posisi berbaring dengan kepala dan perutnya diletakkan di atas tanah. Terkadang kepalanya selalu diangkat-angkat ke atas. Komodo mulai merendamkan dirinya dalam air pada saat siang hari bahkan mampu berenang-renang sambil menjulur-julurkan lidahnya.
Komodo memiliki kemampuan indera penciuman yang tajam sehingga mampu mencium mangsanya dengan jarak yang jauh. Lidahnya yang selalu dijulur-julurkan dapat mengetahui keberadaaan mangsanya, manusia dan air dalam jarak yang cukup jauh. Menurut Mulyana dan Ridwan (1992), komodo akan melumpuhkan mangsanya dengan terkaman mulut dan cengkraman jari-jarinya serta cabikan dari rahangnya yang kuat.
Perilaku menyisik merupakan ciri dari aktivitas kawin komodo. Perilaku ini untuk menarik pasangan kawin yang dilakukan oleh jantan terhadap betina dengan menjilat-jilat dan mencium anggota tubuh bagian belakang, menggaruk/meraba sampai menaiki pasangannya. Mulyana dan Ridwan (1992), komodo jantan lebih agresif dari betina, namun terkadang betina juga mengambil inisiatif lebih dulu. Komodo jantan dapat melakukan kawin lebih banyak dari betina.
B. Parameter Demografi 1. Ukuran Populasi
Ukuran populasi adalah suatu ukuran yang memberikan informasi mengenai jumlah total individu satwaliar dalam suatu kawasan tertentu. Kepadatan populasi merupakan besaran populasi dalam suatu unit ruang, pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu di dalam satu unit luas atau volume. Menurut Alikodra (2002), nilai kepadatan diperlukan karena dapat menunjukan kondisi daya dukung habitat. Data dan informasi mengenai ukuran populasi dapat digunakan untuk mengetahui status ekologis suatu populasi jenis satwaliar tertentu (Kartono, 1994).
Populasi merupakan individu-individu satu jenis yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya. Menurut van Lavieren dalam Alikodra (2002), populasi dari suatu jenis satwa dapat stabil, berkembang ataupun
menurun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan lingkungan hidup satwa, keadaan sifat hidup (natalitas, mortalitas, daya tahan hidup dan kemampuan reproduksi) dan pergerakan satwa itu sendiri. Untuk menyatakan ukuran populasi satwa di suatu ruang atau kawasan tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk nilai rata-rata, nilai maksimal, dan nilai minimal dari jumlah individu dalam suatu populasi.
2. Natalitas (Kelahiran)
Natalitas adalah kemampuan yang sudah merupakan sifat populasi untuk bertambah (Odum, 1971). Menurut Santosa (1993), tingkat kelahiran adalah suatu perbandingan antara jumlah total kelahiran dan jumlah total induk (potensial induk bereproduksi) yang terlihat pada akhir periode kelahiran. Nilai natalitas ditentukan oleh sex ratio dan perilaku kawin, maximum breeding age, minimum breeding age, jumlah anak per sarang, jumlah sarang per tahun dan kepadatan populasi (Alikodra, 2002). Natalitas atau angka kelahiran didefinisikan sebagai jumlah individu baru (anak) yang lahir dalam suatu populasi (Krebs, 1993).
3. Mortalitas (Kematian)
Mortalitas didefinisikan sebagai jumlah individu yang mati dalam suatu populasi. Menurut Alikodra (2002), mortalitas dapat dinyatakan dalam angka kelahiran kasar, yaitu perbandingan jumlah antara jumlah kematian dari semua faktor dengan jumlah total populasi selama satu periode waktu, ataupun dalam angka kematian spesifik yang merupakan perbandingan antara jumlah individu yang mati dari kelas umur tertentu dengan jumlah individu kelas umur tertentu selama periode waktu.
4. Sex-Ratio (Nisbah Kelamin)
Sex ratio adalah perbandingan antara jumlah individu jantan dengan jumlah individu betina dari suatu populasi, biasanya dinyatakan sebagai jumlah jantan dalam 100 individu betina (Alikodra, 1990; Caughley, 1977). Menurut Santosa (1993), sex ratio adalah suatu perbandingan antara jumlah jantan potensial reproduksi terhadap banyaknya betina yang potensial reproduksi.
5. Struktur Umur
Struktur umur adalah perbandingan jumlah individu di dalam setiap kelas umur dari suatu populasi (Alikodra, 2002). Struktur umur merupakan karakteristik
10
penting untuk menganalisis dinamika populasi, juga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan satwaliar sehingga dapat menduga prospek pelestarian satwaliar tersebut. Santosa (1993) mendefinisikan struktur umur sebagai komposisi jumlah individu dalam populasi menurut sebaran umur. Struktur umur dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perkembangan populasi satwaliar, sehingga dapat menilai suatu prospek kelestarian satwaliar.
Tarumingkeng (1994) menyatakan secara garis besar struktur umur populasi dapat digolongkan menjadi tiga pola :
1. Struktur umur menurun, yaitu struktur umur yang memiliki kerapatan populasi kecil pada kelas-kelas umur sangat muda dan muda, paling besar pada kelas umur sedang dan kecil pada kelas umur tua.
2. Struktur umur stabil, berbentuk piramida sama sisi, dengan sisi yang kemiringannya mengikuti garis lurus.
3. Struktur umur meningkat dengan populasi yang terus meningkat, merupakan piramida dengan sisi-sisi yang cekung dan dasar yang lebar.
Ditinjau dari kondisi natalitas dan mortalitas, populasi dapat dibedakan menjadi empat keadaan struktur umur, yaitu :
1. Struktur umur dalam keadaan populasi seimbang (stationary population), yaitu natalitas dan mortalitas relatif seimbang.
2. Struktur umur dalam keadaan populasi mundur (regressive population), yaitu natalitas mengalami penurunan.
3. Struktur umur dalam keadaan populasi berkembang (progressive population), yaitu natalitas mengalami peningkatan.
4. Struktur umur dalam keadaan populasi mengalami gangguan sehingga terjadi kematian yang tinggi pada kelas umur tertentu (van Lavieren, 1982).
Alikodra (2002) menjelaskan bahwa dalam melakukan identifikasi umur satwaliar di lapangan akan banyak mengalami kesulitan, terutama karena sulitnya menangkap sejumlah satwaliar untuk diperiksa, sehingga diperlukan pendekatan-pendekatan tertentu yang lebih sederhana. Pengelompokkan paling sederhana adalah pengelompokkan ke dalam kelas umur anak (juvenil), muda (sub adult), dan dewasa (adult).
C. Sebaran Spasial
Penyebaran satwaliar pada suatu kawasan dapat dipengaruhi oleh kemampuan pergerakannya atau kondisi lingkungan, seperti adanya pengaruh luas kawasan, ketinggian tempat dan letak geografis (Alikodra, 2002). Bentuk penyebaran satwaliar berdasarkan geografisnya mempunyai kecenderungan untuk dibatasi oleh penghalang fisik (sungai, lautan, dan gunung) dan penghalang ekologis (batas tipe hutan dan adanya jenis saingan yang telah menyesuaikan secara optimum dengan habitatnya). Pola penyebaran satwaliar di alam bebas dapat berbentuk acak, kelompok, dan sistematis. Pola penyebaran tersebut merupakan bentuk strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Alikodra, 2002). Menurut Kartono (1994), pola penyebaran suatu jenis satwaliar disebabkan adanya kekerabatan, kesamaan kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya (pakan dan ruang) dan anti predator.
Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa bentuk sebaran spasial suatu komunitas ekologi dapat ditentukan dengan berbagai macam indeks penyebaran (dispersion index), yaitu indeks dispersi (ID), indeks agregatif (IC), dan indeks green (IG). Bentuk sebaran satwa dapat berbentuk merata, kelompok, dan acak. Satwa menggunakan habitatnya untuk melakukan beberapa aktivitas. Penggunaannya dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal. Komodo biasanya memanfaatkan bentang alam secara horizontal untuk melakukan aktivitas makan, minum, istirahat, dan bereproduksi. Sedangkan secara vertikal dijadikannya sebagai tempat untuk beristirahat, khususnya bagi anakan komodo.
Bentuk penyebaran satwaliar di alam bebas dapat berbentuk acak, kelompok, dan seragam. Bentuk penyebaran ini merupakan strategi individu maupun kelompok organisme untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kondisi habitat yang meliputi kualitas dan kuantitas sangat menentukan penyebaran populasi satwaliar.
Bentuk sebaran spasial dapat dimanfaat dalam penentuan teknik inventarisasi (metode, waktu dan tempat), penyebaran berdasarkan tipe habitat, dan pengembangan ekowisata.
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian pendugaan parameter demografi dan bentuk sebaran spasial populasi biawak komodo (Varanus komodoensis) ini dilaksanakan pada bulan Februari–Juni 2008 di Pulau Rinca, SPTN 1 Rinca, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah peta kawasan, binokuler, kompas, pita meteran, tambang plastik, kamera foto, Global Positioning System (GPS), phiband, dan tally sheat. Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah populasi komodo, antara lain tetasan, anak, muda, dan dewasa.
C. Pengumpulan Data 1. Observasi Lapang
Pengenalan lapang dilakukan selama ±2 minggu sebelum pengumpulan data. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian, mencocokan peta kerja dengan kondisi lapangan, menentukan jalur dan titik pengamatan serta mengetahui karakteristik habitat komodo.
2. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lapangan yaitu data parameter demografi, bentuk sebaran spasial, dan analisis vegetasi.
a). Parameter Demografi
Pengumpulan data parameter populasi dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi antara transek jalur (strip transect) dan titik pengamatan (point of abundance). Pengamatan dilakukan pada 2 tipe habitat yaitu savana dan hutan gugur, untuk savana sebanyak 15 jalur dan hutan gugur sebanyak 5 jalur dengan pengulangan 4 kali setiap jalurnya. Panjang masing-masing jalur ±1 km dengan lebar jalur kanan kiri ±50 m dan berhenti pada setiap titik pengamatan selama ±10 menit, waktu berjalan antar titik pengamatan ±100 m. Titik-titik pengamatan yang ditentukan mempunyai wilayah pengamatan yang bersifat tidak tumpang tindih. Jarak antar jalur pengamatan ±1 km untuk menghindari perhitungan ganda. Luas
total P. Rinca-TNK adalah 196,25 km2, sedangkan luas area penelitian 2 km2, maka intensitas sampling sebesar 0,99 %.
b). Sebaran Spasial
Pengumpulan data bentuk sebaran spasial menggunakan metode kombinasi antara transek jalur (strip transek) dan titik pengamatan (point of abundance). Lokasi yang dijadikan areal pengamatan mencakup penggunaan habitat secara horizontal (savana, gua) dan vertikal (pohon, gua). Pengamatan dilakukan pada 2 tipe habitat yaitu savana dan hutan gugur, untuk savana sebanyak 15 jalur dan hutan gugur sebanyak 5 jalur dengan pengulangan 4 kali setiap jalurnya. Panjang masing-masing jalur ±1 km dengan lebar jalur kanan kiri ±50 m dan berhenti pada setiap titik pengamatan selama ±10 menit, waktu berjalan antar titik pengamatan ±100 m. Jarak antar jalur pengamatan ±1 km untuk menghindari perhitungan ganda.
c). Analisis Vegetasi
Analisis vegetasi dimaksudkan untuk mengetahui susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi dilakukan pada tipe habitat hutan gugur. Metode yang digunakan yaitu cara jalur atau transek yang dilakukan untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garis-garis topografi, misalnya dari tepi laut pedalaman, memotong sungai, dan naik atau turun lereng pegunungan.
14
Keterangan : Petak A = Petak ukur untuk semai dengan luas 2 m x 2 m Petak B = Petak ukur untuk pancang dengan luas 5 m x 5 m Petak C = Petak ukur untuk tiang dengan luas 10 m x 10 m Petak D = Petak ukur untuk pohon dengan luas 20 m x 20 m
3. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data maupun suatu informasi yang diperoleh sebagai data pendukung penelitian. Dilakukan dengan mencari studi literatur dan wawancara dengan pihak terkait. Data yang dikumpulkan adalah bio-ekologi dan kondisi umum lokasi penelitian (populasi komodo tahun-tahun sebelumnya, sejarah pengelolaan kawasan, kondisi fisik, dan biologis kawasan).
D. Pengolahan Data 1. Parameter Demografi
Pengolahan data parameter demografi menggunakan rumus-rumus berdasarkan aspek demografi, antara lain :
a). Populasi (Caughley, 1977) Populasi Dugaan A a P P i i × =
∑
∑
^Besarnya Kisaran Populasi
SE P≈ ^ N n N n SE=
S
P × − −2(
)
2 2 1 − − =∑
− n P Pi PS
b). Kelahiran (Natalitas) N B d =B = jumlah individu yang dilahirkan. N = jumlah seluruh anggota populasi.
c). Kematian (Mortalitas)
N D d =
D = jumlah yang mati dari semua sebab dalam waktu satu tahun. N = jumlah seluruh anggota populasi.
d). Nisbah Kelamin (Sex Ratio)
BP JP SR=
JP = jumlah jantan potensial reproduksi. BP = jumlah betina potensial reproduksi.
2. Bentuk Sebaran Spasial
Penentuan bentuk sebaran spasial suatu komunitas dapat digunakan dengan pendekatan beberapa indeks yaitu rasio nilai tengah (µ) dan ragam (, Indeks Dispersion (ID), Indeks of Clumping (IC), Chi-Square (X ), dan Indeks Green (IG). Indeks tersebut dinotasikan sebagai berikut :
a). Metode rasio ragam dan nilai tengah • Pola sebaran acak, µ
• Pola sebaran mengelompok, µ • Pola sebaran merata, µ
b). Indeks Disperse X S ID 2 =
Keterangan : S2= keragaman contoh X = rata-rata contoh Jika : ID = 1, maka satwa menyebar acak ID < 1, maka satwa menyebar homogen
ID > 1, maka satwa menyebar kelompok/agregat
c). Indeks of Clumping 1
−
=ID
IC
Keterangan : ID = indeks disperse IC = indeks of clumping Jika : IC = 0, maka satwa menyebar acak
IC = -1, maka satwa menyebar homogen IC = n-1, maka satwa menyebar kelompok
d). Indeks Green 1 − = n IC IG
Keterangan : IG = indeks green IC = indeks of clumping Jika : IG = 0, maka satwa menyebar acak
16
e). Chi-Square
(
−1)
=ID N
X
Keterangan : N = jumlah kontak dengan satwa
Kriteria uji yang digunakan untuk N<30, sebagai berikut : a. Jika X2 ≤X02.975 maka pola sebaran seragam (uniform)
b. Jika 02.025 2 2 975 . 0 X X
X < < maka pola sebaran acak (random) c. Jika 02.025
2
X
X ≥ maka pola sebaran kelompok (clumped)
3. Analisis Vegetasi
Dari hasil pengukuran dapat dihitung besaran-besaran sebagai berikut :
Kerapatan = contoh Luas individu Jumlah Kerapatan Relatif (KR) = 100% tan tan × jenis seluruh Kerapa jenis suatu dari Kerapa Dominansi = contoh petak Luas dasar bidang Jumlah Dominansi Relatif (DR) = 100% min min × jenis seluruh ansi Do jenis suatu dari ansi Do Frekuensi = plot seluruh Luas jenis suatu ditemukan plot Jumlah Frekuensi Relatif (FR) = ×100% jenis seluruh Frekuensi jenis suatu dari Frekuensi
A. Luas dan Letak
Balai Taman Nasional Komodo (TNK) terletak diantara P. Sumbawa dan P. Flores (119°20’95” - 119°49’20” BT dan 8°24’35” - 8°50’25”LS) dengan luas 219.000 ha meliputi P. Komodo (33.937 ha), P. Rinca (19.625 ha), P. Padar (2.017 ha) serta daerah perairan 12.000 ha (Monk et al., 2000). Secara astronomis, TNK terletak antara 119020’56’’ - 119049’08’’ BT dan 8024’00’’ – 8050’34’’ LS.
Gambar 3. Peta kawasan TNK
P. Rinca yang terletak di Propinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis berbatasan dengan P. Flores (bagian timur) dan secara administrasi termasuk Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur (TNK, 1994).
B. Iklim
TNK mempunyai iklim yang kering dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 800-1.000 mm per tahun dan suhu udara 17-43°C. Menurut Schimidt dan Ferguson termasuk ke dalam tipe F dengan nilai Q = 1,97. Musim kunjungan
18
terbaik yaitu antara bulan Maret-Juni dan Oktober-Desember. Angin kering bertiup kencang dari arah tenggara pada bulan April-November yang menimbulkan musim kering dan angin yang bertiup dari arah barat laut pada musim Oktober-Maret menimbulkan musin hujan.
C. Fisik 1. Topografi
Pulau-pulau yang terdapat di dalam kawasan TNK merupakan daerah yang terbentuk dari batuan konglomerat, debu vulkanis, dan karang terungkit. Hampir semua daerah ini merupakan daerah perbukitan dan gunung dengan pantai yang terbentuk dari batuan karang.
Beberapa tempat di kawasan TNK terdapat lereng yang terjal dan curam dengan kemiringan 0-800. Gunung yang tertinggi adalah Gunung Satalibo (735 mdpl) di P. Komodo dan Gunung Doro Ora (667 mdpl) di P. Rinca. Dataran rendah hanya terdapat di beberapa tempat terutama dekat pantai dan luasnya relatif kecil.
2. Geologi
Kawasan TNK terletak pada pertemuan dua lempengan kontinen Sahul dan Sunda. Gesekan antara kedua lempengan ini telah menimbulkan letusan vulkanis besar, tekanannya juga menyebabkan pengangkatan terumbu karang dan gejala-gejala vulkanis yang menjadikan pulau-pulau di kawasan TNK. Kawasan Komodo Barat oleh para ahli diperkirakan terbentuk pada era Jurasic atau sekitar 130 juta tahun lalu, sedangkan Komodo Timur, Rinca dan Padar diperkirakan terbentuk sekitar 49 juta tahun lalu dalam era Eosin. Pulau-pulau ini berubah terus menerus melalui proses erosi dan penumpukan. Berdasarkan peta geologis berskala 1:250.000 oleh van Bemmelen (1949), formasi batu yang tersebar di TNK adalah formasi andesit, deposit vulkanis dan formasi efusif.
3. Tanah
P. Komodo Barat terdiri dari batuan konglomerat kapur, pasir, tanah liat, batu vulkanis dan batu pasir. Batu kapur agaknya mendominasi struktur tanah di P. Komodo Timur, P. Rinca dan P. Padar. Berdasarkan peta tanah tahun 1970
(skala 1:250.000) dari Lembaga Penelitian Tanah, TNK memiliki jenis-jenis tanah sebagai berikut :
• Tanah mediteranea merah kuning, ditemukan di P. Rinca dan beberapa pulau kecil di sekitarnya. Tanah ini termasuk jenis tanah yang mudah tererosi.
• Tanah komplek, ditemukan di P. Komodo, P. Padar, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Jenis tanah ini berwarna coklat keabu-abuan dan merupakan komposit dari beberapa jenis tanah, termasuk latosol dan grumusol yang peka terhadap erosi.
D. Kondisi Biologi 1. Fauna
Selain menjadi habitat alami bagi komodo (Varanus komodoensis), kawasan TNK juga mendukung kehidupan berbagai jenis satwa langka seperti Tikus rinca (Rattus rintjanus), Rusa timor (Cervus timorensis), Babi hutan (Sus scrofa), Kerbau air (Bubalus bubalis), dan Kakatua-kecil Jambul-kuning (Cacatua sulphurea parvula).
TNK mempunyai kawasan laut yang kaya akan keanekaragaman potensi laut antara lain terumbu karang, mangrove, rumput laut, gunung laut, dan teluk yang semi tertutup dengan total luasan 1214 km2. Habitat-habitat tersebut mempunyai lebih dari 1000 jenis ikan, sekitar 260 jenis karang, dan 70 jenis bunga karang. Perairan dalam kawasan ini juga menjadi lintasan dan habiat dugong (Dugong dugon), lumba-lumba (10 jenis), paus (6 jenis), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas) serta berbagai jenis ikan lain yang biasa dikonsumsi dan dimanfaatkan bagi masyarakat sekitar. Ancaman terhadap kelestarian kawasan dan flora-fauna di dalamnya perlu mendapat perhatian intenstif, baik dari segi pemantauan (monitoring) maupun dari segi pengelolaan.
2. Flora
Vegetasi di kawasan TNK didominasi hampir 70% oleh padang savana dengan jenis rumput penyusunnya seperti Setaria adhaerens, Chloris barbata dan Heteropogon concortus (TNK, 2001). Lontar (Borassus flabellifer) dan Bidara (Zyziphus jujuba) merupakan yang umum terdapat pada daerah perbukitan.
20
Daerah datarannya merupakan hutan kering dan sering gugur dengan jenis vegetasi seperti Asam (Tamarindus indica), Kesambi (Schleichera oleosa). Vegetasi di atas ketinggian 500 mdpl bermodifikasi menjadi berupa hutan pamah monsun yang lebih basah, lembab dan rapat (Monk, et al. 2000). Bagian puncak gunung merupakan hutan hujan tropis dengan vegetasi penyusunnya seperti Bambu, Beringin (Ficus sp.) dan Rotan. Tempat tertinggi di kawasan ini adalah 735 mdpl pada puncak Gunung Satalibo.
Berikut adalah tipe-tipe vegetasi yang terdapat di TNK : a). Padang Rumput dan Savana
Padang rumput dan hutan savana (70% dari luas kawasan) mendominasi kawasan TNK dengan dominasi pohon lontar (Borassus flabellifer) yang merupakan tumbuhan khas. Terdapat berbagai jenis rumput diantaranya Setaria adhaerens, Chloris barbata, Heteropogon contortus, Themeda gigantea dan Themeda gradiosa.
b). Hutan Tropis Musim (di bawah 500 mdpl)
Sekitar 25% dari luas kawasan TNK merupakan vegetasi hutan tropis musim dengan jenis tumbuhan antara lain Albizia lebbekoides, Cassia javanica, Oroxylumindicum, Piliostigma malabarica, Schleichera oleosa, Sterculia foetida, Tamarindus indica, dan Zyzyhus horsfieldi.
Pohon yang sering dijumpai pada vegetasi sekunder antara lain Annona squamasa, Cladogynos orientalis, Eupatorium multifolium, Glycosmis penthaphylla, Hypoestes, Jatropha curcas, Ocium sanctum, Tabenaemontana floribunda dan Vernaninia capituliflora. Jenis belukar khas yang biasanya terbentuk setelah kebakaran antara lain Azyma sarmentosa, Callicarpa sappan, Microcus paniculata dan Salamun paniculata. Di P. Rinca terdapat jenis pohon Acacia tomentosa dan Opuntia migrican yang tidak ditemukan di P. Komodo dan P. Padar.
c). Hutan di atas 500 mdpl
Jenis vegetasi yang terdapat pada ketinggian di atas 500 mdpl yang terdapat di puncak-puncak bukit antara lain Callophyllum spectobile, Colona kostermansiana, Glycosmis pentaphylla, Ficus orupacea, Mischcarpus sundaicus,
Podocarpus nerifolia, Terminalia zollingeri, Uvaria ruva, Callamussp., Bambusa sp., dan lumut yang hidup menempel di bebatuan.
d). Hutan Bakau
Hutan bakau terdapat di teluk yang terlindungi dengan jenis vegetasi antara lain Rhizophora sp., Rhizophora mucronata, dan Lumnitzera racemosa yang merupakan jenis dominan. Namun secara umum terdapat pula Avicennia marina, Bruguiera sp., Capparis seplaria, Cerips tagal, dan Sonneratia alba. Komunitas pohon bakau TNK merupakan penghalang/benteng fisik alami terhadap erosi tanah. Akarnya menjadi tempat pembiakan, berpijah, dan daerah perlindungan bagi ikan, kepiting, udang, dan moluska.
e). Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan komunitas yang terdiri dari sejumlah tumbuhan dan satwa perairan, baik yang hidup maupun yang telah mati. Terumbu karang yang ada di TNK merupakan habitat penting bagi sekitar 1000 jenis ikan, lebih dari 250 jenis koral pembentuk karang, sedikitnya 105 jenis crustacea dan 70 jenis bunga karang.
E. Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Di dalam kawasan TNK memiliki empat perkampungan yaitu Komodo, Rinca, Kerora, dan Papagaran. Sebelum kawasan tersebut dinyatakan sebagai taman tasional, semua pemukiman tersebut telah ada sebelum tahun 1980 (Pagarang masuk ke dalam taman nasional dengan adanya batas baru tahun 1998 yang sebelumnya terletak pada zonapenyanggaTNK).
Pada tahun 1928 hanya ada 30 orang yang tinggal di Kampung Komodo dan sekitar 250 orang di P. Rinca pada tahun 1930. Populasi penduduk meningkat cepat dan pada tahun 1999 terdapat 281 keluarga yang terdiri atas 1.169 orang di Kampung Komodo. Hal ini menyatakan bahwa populasi lokal telah meningkat secara eksponensial. Desa Papagaran besarnya hampir sama memiliki 258 keluarga yang terdiri atas 1078 orang. Pada tahun 1999, populasi di Kampung Rinca sebesar 835, dan Kampung Kerora mempunyai 185 orang. Total populasi yang saat ini tinggal di dalam kawasan sekitar 3.267 orang. Sekitar 16.816 orang tinggal di kawasan yang berbatasan langsung dengan TNK.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Parameter Demografi
Ciri penting dalam populasi yang diperlukan dalam kegiatan pengelolaan satwaliar adalah aspek demografi, yaitu mengenai ukuran populasi dan struktur umur. Hal ini dapat menjadi panduan dalam melihat kelestarian populasi komodo. Perkembangan sejarah komodo perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan dan penemuan serta upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pengelolaan komodo di TNK.
1. Sejarah Komodo
Komodo merupakan kadal terbesar di dunia yang keberadaannya masih dapat dilihat di habitat alaminya, yaitu di kawasan TNK dan bagian utara P. Flores. Berbagai peraturan dan penelitian dari tahun ke tahun telah dilakukan untuk mengungkap secara keseluruhan mengenai komodo (Tabel 1).
Tabel 1. Sejarah keberadaan komodo di TNK
Tahun Peristiwa Keterangan
1911
Komodo pertama kali dikenal dunia oleh JKH van Steyn van Hensbroek pada tahun pada era Kesultanan Bima (1911-1926).
JKH van Steyn van Hensbroek adalah perwira pemerintah Hindia Belanda, penguasa di Reo-Flores.
1912
Publikasi ilmiah pertama tentang komodo dan pemberian nama ilmiah Varanus komodoensis oleh PA Ouwens.
Ouwens adalah preparatur Museum Zoologi Kebun Raya Indonesia.
1926 Surat Penguasa Daerah Manggarai tentang Perlindungan Komodo.
1927
SK Residen Timor Tahun 1927 tentang pengesahan Surat Penguasa Daerah Manggarai mengenai Perlindungan Komodo Th 1926.
1950-1979
Pada era peralihan ini, Auffenberg melakukan peneliti pertama mengenai komodo secara keseluruhan.
1974 Departemen Kehutanan melakukan penelitian juga mengenai komodo.
1975 Komodo masuk ke dalam daftar CITES Appendix I pada tanggal 1 Juli 1975.
1992
Pada era pengembangan TNK, komodo ditetapkan oleh Presiden RI sebagai satwa nasional.
Komodo adalah kadal tertua di dunia yang masih hidup. Nenek moyang langsung dari komodo (Famili Varanidae) hidup pada 50 juta tahun yang lalu. Komodo merupakan keturunan dari kadal yang lebih besar (Megalania presca) dari Jawa atau Australia yang hidup 30.000 tahun yang lalu.
Kemungkinan komodo berasal dari Asia atau Australia. Sebuah teori mengatakan bahwa komodo berpindah dari P. Jawa ke P. Komodo. Teori lain mengatakan bahwa komodo berenang dari Australia ke P. Timor, selanjutnya berpindah dari pulau ke pulau hingga mencapai P. Flores. Kira-kira 18.000 tahun yang lalu tingkat permukaan air diperkirakan lebih rendah 85 m dibandingkan dengan sekarang. Hal ini dikarenakan bagian landai yang lebih dangkal dari pulau sering terpapar dan kering, maka komodo dapat dengan mudah berpindah dari P. Flores ke P. Rinca dan P. Komodo.
2. Ukuran dan Kepadatan Populasi
Populasi komodo di areal penelitian ditentukan berdasarkan jumlah individu untuk mengetahui dugaan populasi komodo dengan cara pengambilan beberapa contoh jalur. Hasil pengamatan ditemukan sebanyak 142 individu antara lain 16 individu tetasan, 32 individu anakan, 26 individu muda, dan 68 individu dawasa. Untuk individu tetasan hanya ditemukan pada satu sarang komodo di Loh Buaya, yaitu pada jalur 10 sebagai jalur wisata. Data lebih lengkap tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengamatan komodo berdasarkan kelas umur dan tipe habitat Jalur Tipe Hutan Lokasi Tetasan Anakan Muda Dewasa Total
1 Hutan 1 L.Bar 0 1 1 4 6 2 Hutan 2 L.Bar 0 2 3 3 8 3 Savana 1 L.Bar 0 0 0 0 0 4 Hutan 3 L.Bar 0 4 1 1 6 5 Savana 2 L.Bar 0 1 1 5 7 6 Hutan 4 L.Bar 0 4 1 0 5 7 Savana 3 L.Bya 0 3 1 6 10 8 Savana 4 L.Kim 0 1 2 3 6 9 Savana 5 L.Kim 0 0 2 1 3 10 Hutan 5 L.Bya * 16 12 9 22 59 11 Savana 6 WW* 0 0 0 9 9 12 Savana 7 WW 0 0 0 2 2 13 Savana 8 WW-LG 0 2 0 2 4 14 Savana 9 WW-LG 0 1 2 1 4
24 Lanjutan Tabel 2. 15 Savana 10 LG 0 0 0 0 0 16 Savana 11 LG 0 0 1 3 4 17 Savana 12 L.Bya 0 1 1 4 6 18 Savana 13 L.Kim 0 0 1 2 3 19 Savana 14 L.Kim 0 0 0 0 0 20 Savana 15 L.Kim 0 0 0 0 0 Keterangan : *) : Jalur wisata L.Bar : Loh Baru L.Bya : Loh Buaya L.Kim : Loh Kima WW : Wae Waso LG : Lengkong Gurung
Jalur pengamatan yang paling banyak ditemukan komodo yaitu pada jalur 10 (L.Bya – Hutan) sebanyak 59 individu. Jalur ini merupakan jalur yang biasa dilalui oleh para wisatawan untuk melakukan tracking. Peluang untuk melihat komodo sangat besar pada jalur ini, karena potensi pakan komodo, pakan mangsa komodo, maupun potensi air bagi mangsa komodo di jalur ini dan di sekitarnya cukup banyak. Dibuktikan selama pengamatan banyak ditemukan satwa mangsa komodo seperti rusa timor, kerbau air, kuda liar, dan monyet ekor panjang.
Sebanyak 5 jalur pengamatan tidak ditemukan individu komodo yaitu pada jalur L.Bar – Savana 1, LG – Savana 10, L.Kim – Savana 13, L.Kim – Savana 14, dan L.Kim – Savana 15. Jalur tersebut memiliki tipe habitat savana yang memiliki kondisi alam yang terbuka dengan sedikit pepohonannya. Kondisi ini menyulitkan komodo untuk berteduh atau beristirahat yang biasa dilakukan pada batang-batang pohon yang telah roboh atau pada naungan-naungan pohon yang tidak langsung terkena sinar matahari pada saat siang. Hal ini juga menyulitkan komodo untuk mendapatkan mangsanya sehingga memudahkan satwa mangsa untuk menghindari serangan komodo.
Komodo di P. Rinca memiliki dugaan populasi sebesar 698 individu dengan kepadatan 3,15 ind/km2. Pada Tabel 3 menunjukan hasil perhitungan dengan menggunakan Caughley (1977) mengenai dugaan dan kepadatan populasi komodo.
Tabel 3. Dugaan populasi dan kepadatan komodo di P. Rinca berdasarkan kelas umur Kelas Umur Dugaan Populasi (ind) Kepadatan (ind/km2) SE Kisaran Populasi (ind) Tetasan 79 0,4 0,82 78,18 – 79,82 Anakan 157 0,8 0,62 156,38 – 157.62 Muda 128 0,65 0,45 127,55 – 128,45 Dewasa 334 1,7 1,18 332,82 – 335,18
Keterangan : SE (Sampling Error)
Hasil penelitian menunjukan dugaan populasi dan kepadatan terbesar pada kelas umur dewasa sebanyak 334 individu dengan kepadatan 1,7 ind/km2. Sedangkan yang terkecil yaitu pada kelas umur tetasan sebanyak 79 individu dengan kepadatan 0,4 ind/km2. Kondisi daya dukung habitat di kawasan TNK dan penyebaran komodo pada masing-masing tipe habitat menjadi salah satu faktor perbedaan kepadatan setiap kelas umur komodo.
Komodo di kawasan TNK terdapat di P. Rinca, P. Komodo, P. Gili Motang, dan P. Nusa Kode. Kegiatan inventarisasi populasi komodo hampir setiap tahun dilakukan oleh pihak Balai TNK. Namun untuk P. Nusa Kode belum dilakukan penelitian terhadap kondisi populasi komodo. Tabel 4 menunjukan nilai kepadatan komodo di setiap pulau di kawasan TNK.
Tabel 4. Kepadatan komodo di masing-masing pulau di TNK Tahun P. Rinca (ind/km2) P. Komodo (ind/km2) P. Gili Motang (ind/km2) 2003 6,45 3,97 - 2004 6,85 - - 2005 6,61 3,63 - 2006 - - - 2007 6,77 4,03 4,5
(Sumber: Statistik TN Komodo Tahun 2007)
Jika dibandingkan dengan pulau-pulau lain di kawasan TNK, kepadatan komodo di P. Rinca pada tahun 2003 - 2007 memiliki kisaran kepadatan 6,45 – 6,77 ind/km2, P. Komodo 3,63 – 4,03 ind/km2, dan di P. Gili Motang 4,5 ind/km2. Perbedaan nilai kepadatan populasi komodo pada beberapa tahun ke belakang mengalami kenaikan dan penurunan. Proses-proses ini disebabkan oleh faktor – faktor alam atau potensi pakan, dan habitat, serta faktor manusia (perburuan pakan komodo), tingkat kematian, dan tingkat kelahiran.
26
Gambar 4. Tipe habitat di kawasan TNK
Sumber : Panduan Sejarah Ekologi TNK (2004)
P. Komodo memiliki luasan yang lebih besar dibandingkan dengan P. Rinca, tetapi memiliki kepadatan yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh kondisi habitat yang relatif berbukit-bukit bahkan terdapat beberapa gunung – gunung kecil, sehingga berpengaruh terhadap metode inventarisasi yang dilakukan.
P. Gili Motang memiliki ukuran komodo lebih kecil dari pulau – pulau lain. Hal ini akan menyebabkan sedikitnya populasi yang ada di P. Gili Motang. Komodo yang terdapat di P. Gili Motang memiliki tingkat agresivitas yang lebih tinggi dari komodo di pulau-pulau lainnya, karena sedikitnya orang-orang yang berkunjung ke pulau ini. Tidak adanya pos penjagaan dan terletak cukup jauh dari Labuan Bajo menjadi salah satu hambatan untuk menuju ke pulau ini.
Kepadatan komodo pada berbagai kelas umur di tiap tipe habitat memiliki nilai yang berbeda (Tabel 5). Pada hutan gugur memiliki kepadatan lebih tinggi dari pada di savana.
Tabel 5. Kepadatan populasi komodo berdasarkan kelas umur terhadap tipe habitat Kelas Umur Kepadatan (ind/km
2
)
Hutan Gugur Savana
Tetasan 1,6 0
Anakan 2,3 0,1
Muda 1,5 0,12
Dewasa 3 0,42
Kepadatan komodo tertinggi di hutan gugur yaitu pada kelas umur dewasa (3 ind/km2) dan terendah pada kelas umur muda (1,5 ind/km2), sedangkan di savana kepadatan komodo tertinggi yaitu pada kelas umur dewasa (0,42 ind/km2) dan pada kelas umur tetasan tidak ditemukan sama sekali. Keadaan ini menunjukan tingkat kemampuan hidup dan pergerakan komodo dewasa lebih tinggi dibandingkan dengan komodo lainnya yang lebih muda.
Menurut Fakhruddin (1998), tanpa memperhatikan tipe vegetasi bahwa kepadatan populasi komodo di P. Komodo sebesar 27,5 ind/km2 dengan asumsi komodo tersebar hanya di hutan gugur dengan luasan 76,07 km2. Maka diperoleh populasi komodo di hutan gugur sebanyak 2091 individu. Perbedaan jumlah yang cukup jauh dibandingkan dengan populasi di Rinca sebesar 698 individu dengan kepadatan sebesar 8,4 ind/km2. Komodo mempunyai berbagai pola perilaku yang bervariasi dalam merespon lingkungannya, sehingga dapat berfluktuasi dari waktu ke waktu mengikuti fluktuasi lingkungannya. Perbedaan topografi antara P. Komodo dengan P. Rinca menjadi salah satu penyebab perbedaan populasi komodo dikedua pulau tersebut, sehingga memiliki peluang bertemu komodo berbeda. P. Rinca yang memiliki topografi yang relatif datar sedangkan P. Komodo lebih berbukit-bukit.
(a) (b)
Gambar 5. Lokasi pengamatan. (a) Savana. (b) Hutan Gugur.
Inventarisasi komodo setiap tahun dilakukan untuk menduga kelestarian populasi komodo dan pendukung dalam kegiatan ekowisata di TNK. Kegiatan ini dilakukan oleh pihak Balai TNK, LSM, maupun peneliti-peneliti lainnya. Beberapa peneliti melakukannya dengan metode-metode yang berbeda, seperti feeding (pengumpanan), jalur, atau consentrationcount (Tabel 6).
28
Tabel 6. Perkembangan populasi komodo di P. Rinca
Tahun Populasi (ind) Metode Pelaksana/Peneliti Keterangan 2001 1110 Feeding Balai TN Komodo -
2002 - - - Tidak dilakukan penelitian 2003 1265 Feeding Balai TN Komodo - 2004 1346 Feeding Balai TN Komodo - 2005 1298 Feeding Balai TN Komodo -
2006 - - - Tidak dilakukan penelitian 2007 1329 Feeding Balai TN Komodo -
Inventarisasi yang dilakukan dengan menggunakan pengumpanan (feeding) oleh pihak BTNK menggunakan daging kambing yang dipasang di beberapa plot yang sama selama bertahun-tahun. Hasil analisis dari metode feeding selama 6 tahun ke belakang bahwa populasi komodo mengalami peningkatan sebesar 13,96% dari 1100 individu pada tahun 2001 menjadi 1265 individu pada tahun 2003. Pada tahun 2004 mengalami peningkatan sebesar 6,4% dibandingkan tahun 2003 menjadi 1346 individu. Untuk tahun 2005 mengalami penurunan populasi sebesar 3,57% dari 1346 individu pada tahun 2004 menjadi 1298 individu pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 2,33%.
Kegiatan inventarisasi komodo yang telah dilakukan selama ini oleh pihak Balai TNK adalah metode feeding. Jika dibandingkan dengan metode yang dilakukan selama pengamatan terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan (Tabel 7). Hal ini disesuaikan dengan tujuan dan sumber dana serta tenaga yang ada. Tabel 7. Kelebihan dan kekurangan metode dalam inventarisasi komodo
Metode Kelebihan Kekurangan
Pengumpanan (Feeding)
• Peluang menemukan satwa lebih besar
• Mudah dalam
identifikasi jumlah, jenis kelamin, dan kelas umur.
• Membutuhkan biaya yang besar dalam penyediaan umpan.
• Dalam jangka panjang, dapat merubah perilaku satwa
• Diperlukan lokasi yang sering dilalui satwa.
Kombinasi transek jalur dan
Consentration count
• Perhitungan jumlah jalur dapat disesuaikan dengan luasan total untuk memperoleh
Intesitas Sampling yang besar.
• Membutuhkan tenaga yang lebih besar.
Lanjutan Tabel 7.
• Tidak membutuhkan biaya yang besar
• Kemungkinan terjadi strees pada satwa yaitu kecil, karena sedikitnya gangguan oleh manusia terhadap satwa. • Terkadang kondisi lapangan (jalur pengamatan) tidak memungkinkan untuk terlihatnya objek pengamatan (satwa) secara keseluruhan karena kondisi alam (cuaca, kerapatan vegetasi, dan topografi).
3. Struktur Umur
Struktur umur dapat digunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan satwaliar sehingga dapat menduga prospek kelestariannya. Pengklasifikasian struktur umur komodo, yaitu berdasarkan kelas umur tetasan, anakan, muda, dan dewasa. Ciri-ciri yang membedakan komodo berdasarkan kelas umur selama di lapangan dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 6.
Tabel 8. Ciri-ciri morfologi komodo berdasarkan kelas umur
No. Kelas Umur
Ciri-ciri Morfologi
Warna Tubuh Bentuk Kepala Ukuran Tubuh (SVL) 1 Anakan Kuning
kemerahan Kecil lancip > 0.60 m
2 Remaja Kuning
kehitaman Sedang, agak lancip 0.60 - 1.25 m
3 Dewasa Hitam
keabu-abuan Besar, lebar >1.25 m