• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi apoteker dalam pelayanan kefarmasian terkait antibiotika di apotek wilayah Utara dan Selatan Kabupaten Gunung Kidul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Persepsi apoteker dalam pelayanan kefarmasian terkait antibiotika di apotek wilayah Utara dan Selatan Kabupaten Gunung Kidul"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERSEPSI APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN TERKAIT ANTIBIOTIKA DI APOTEK WILAYAH UTARA DAN SELATAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi. Oleh: Magdalena Nogo Kelen NIM : 158114146. FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERSEPSI APOTEKER DALAM PELAYANAN KEFARMASIAN TERKAIT ANTIBIOTIKA DI APOTEK WILAYAH UTARA DAN SELATAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi. Oleh: Magdalena Nogo Kelen NIM : 158114146. FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019. i.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ii.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. iii.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN. “SELAMA KITA BERANI MENAKLUKKAN RASA TAKUT, KESUKSESAN JUGA SIAP MENJEMPUT KITA”. Dengan rahmat kasih dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, saya persembahkan karya ini untuk : Tuhan Yesus Kristus, Tuhan dan Juru Selamat saya. Bapak, Mama, kedua kakak perempuan saya, kakak laki-laki saya, Oma, Paman dan seluruh keluarga, temanteman saya, serta seluruh pihak yang juga turut mendoakan dan memberikan motivasi, serta semangat kepada saya. Karya ini juga saya persembahkan bagi Almamater yang saya banggakan Universitas Sanata Dharma.. iv.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. v.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. vi.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PRAKATA Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, dan rahmat kasih-Nya yang melimpah, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, saya mendapat banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga dengan rendah hati saya mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1. Ibu T. B. Titien Siwi Hartayu, M.Kes., Ph.D., Apt., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan tambahan ilmu, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk berdiskusi dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Responden (Apoteker Pengelola Apotek, maupun Apoteker Pendamping) di Apotek Wilayah Utara dan Selatan Kab. Gunungkidul dan Apotek di Kab. Sleman Yogyakarta yang bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik dan lancar. 3. Pemerintahan daerah kabupaten Gunungkidul dan Sleman, Yogyakarta yang telah memberikan ijin sehingga dapat dilaksanakannya penelitian ini dengan baik dan lancar. 4. Ibu. Yunita. Linawati,. M.Sc.,. Apt.,. dan. Bapak. Christianus Heru Setiawan, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas semua kritik, saran, dan dukungan yang membangun Saya menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan rendah hati saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Saya juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bukan dalam lingkungan akademis saja melainkan dalam lingkungan masyarakat juga. Yogyakarta, 16 Juli 2019. Penulis. vii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………..….....i PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………...………ii PENGESAHAN SKRIPSI……………………………………………………......iii HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………..………...iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………..……...v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………………...vi PRAKATA……………………………………………………………………….vii DAFTAR ISI……………………………………………………………...……..viii DAFTAR TABEL...………………………………………………………...…….ix DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………...….x ABSTRAK…...…………………………………………………………...………xi ABSTRACT………………………………………………………………….........xii PENDAHULUAN……………………………………………………………...….1 METODE PENDAHULUAN……………………………………………………..3 HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………………...….6 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………..15 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..……..16 LAMPIRAN………………………………………………………………...……18 BIOGRAFI PENULIS……………………………………………………..…….33. viii.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR TABEL Tabel I. Deskripsi Responden……………………………………………………..7 Tabel II. Pelaksanaan Permenkes No. 73 Tahun 2016…………………………….8 Tabel III. Pelayanan Kefarmasian terkait Antibiotika di Apotek (1)…………….12 Tabel IV. Pelayanan Kefarmasian terkait Antibiotika di Apotek (2)…………….14. ix.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Informed Consent…………………………………………………..19 Lampiran 2. Kuesioner Penelitian……………………………………….……….20 Lampiran 3. Surat Izin Penelitian………………………………………………...26 Lampiran 4. Surat Keterangan Kelaikan Etik…………………………………....27 Lampiran 5. Tabel Data Penelitian…………………………………………...…..28. x.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat meningkatkan kejadian resistensi antibiotika. Apoteker berperan penting dalam pelayanan kefarmasian terkait antibiotika. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelayanan kefarmasian terkait antibiotika yang dilakukan Apoteker di Apotek wilayah Utara dan Selatan Kabupaten Gunungkidul. Jenis penelitian ini termasuk observasional deskriptif dengan rancangan penelitian cross-sectional. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah Apoteker yang berpraktik di Apotek wilayah Utara dan Selatan Kabupaten Gunungkidul, dengan kriteria eksklusi berupa Apoteker yang sedang cuti dan Apoteker yang menjalankan cuti satu bulan yang lalu. Analisis data dilakukan secara analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pelayanan kefarmasian yang dilakukan Apoteker belum dilaksanakan secara menyeluruh terutama pada Pemantauan Terapi Obat (73,33%), dan Monitoring Efek Samping Obat (33,33%) serta belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai Pemenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Kesimpulan dari penelitian ini adalah konseling (80%), pelayanan resep (80%), dan pelayanan informasi obat (80%) sudah dilaksanakan dengan baik, sedangkan monitoring efektivitas obat (70%) sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Kewajiban yang belum dilakukan dengan optimal adalah mengatasi permasalahan yang timbul karena penggunaan obat (0%) dan Monitoring Efek Samping Obat (30%).. Kata kunci: Persepsi, Pelayanan Kefarmasian, Antibiotika, Apotek, Apoteker, Gunungkidul.. xi.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT Irrational use of antibiotics can increase the incidence of antibiotic resistance. Pharmacists play an important role in pharmacy services related to antibiotics. This study aims to describe pharmaceutical services related to antibiotics carried out by pharmacists at the pharmacy in the North and South regions of Gunungkidul Regency. This type of research included observational descriptive with a cross-sectional study design. The inclusion criteria in this study is pharmacists who practicing at the pharmacy in the North and South regions of Gunungkidul Regency, with exclusion criteria in the form of pharmacists on leave. Data analysis was carried out in descriptive analysis. The results showed that pharmacy services conducted by Pharmacists had not been carried out thoroughly, especially in Monitoring of Drug Therapy (73.33%), and Monitoring of Drug Side Effects (33.33%) and had not been fully implemented according to Permenkes. No. 73 in 2016, about Standards of Pharmaceutical Services at the Pharmacy. The conclusions of this study are counseling (80%), prescription services (80%), and drug information services (80%) had been good to implemented, while monitoring the effectiveness of drugs (70%) had been good enough to implemented. Obligations that had not been carried out optimally are overcoming problems that arise due to drug use (0%) and Monitoring of Drug Side Effects (30%). Keywords: Perception, Pharmaceutical Services, Antibiotics, Pharmacy, Pharmacists,Gunungkidul.. xii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PENDAHULUAN Salah satu lingkup kerja Apoteker ialah di Apotek. Setiap Apoteker yang berpraktik di Apotek wajib memahami standar pelayanan kefarmasian di Apotek, yang diatur dalam Permekes No. 73 tahun 2016. Menurut Permekes No. 73 tahun 2016, Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Setiap Apoteker yang berpraktik di Apotek memberikan pelayanan kefarmasian kepada pasien harus sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang ditetapkan dalam Permekes No. 73 tahun 2016. Pelayanan kefarmasian yang baik harus berorientasi pada pasien. Menurut penelitian Handayani (2009), sebanyak 74,5% pasien yang mengunjungi Apotek di Jakarta, Yogyakarta, dan Makassar, menilai Apotek yang dikunjungi lebih berorientasi pada obat, belum berorientasi kepada pasien, dan belum sepenuhnya menerapkan pelayanan kefarmasian. Salah satu penerapan pelayanan kefarmasian yaitu melalui pelayanan antibiotika. Pelayanan antibiotika yang baik dan benar dapat meningkatkan rasionalitas penggunaan antibiotika. Menurut WHO pada The Pharmaceutical Sector Country Profile Survey (2011) di Indonesia, antibiotika masih sering dijual bebas tanpa resep. Penjualan bebas antibiotika dapat menimbulkan penggunaan antibiotika yang tidak rasional, yang dapat berakibat pada kejadian resistensi antibiotika.. Menurut. WHO. (2014),. resistensi. antibiotika. golongan. fluoroquinolone di Indonesia sebesar 17,3%. Pelayanan kefarmasian terkait antibiotika yang belum dilakukan dengan optimal antara lain, Komunikasi Informasi Edukasi (KIE), monitoring, dan konseling antibiotika. Menurut Suyono (2006), Apoteker Pengelolah Apotek (APA) lebih berperan dalam melakukan pelayanan resep dibanding petugas lain di Apotek, diantaranya 78,9% berperan melakukan penyerahan obat dan informasi, 76,4% melakukan konseling, dan 37,9% melakukan monitoring kepada pasien. Menurut Dewi, dkk (2016), aktivitas evaluasi, dokumentasi, rekomendasi terapi, konseling, dan monitoring yang dilakukan Apoteker di Apotek sudah baik. Namun, dokumentasi dan monitoring tidak berjalan maksimal dalam praktik 1.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Apoteker sehari-hari di Apotek karena terkendala faktor berupa keterbatasan waktu, jumlah staf, dan biaya operasional. Peneliti melakukan penelitian di Kab. Gunungkidul sebab belum ada penelitian serupa yang dilakukan di lokasi tersebut dan menurut Kurniati, dkk (2018), peternak kambing maupun sapi di Gunungkidul sering menggunakan antibiotika dalam menangani infeksi mikroba patogen pada hewan ternak, salah satunya kasus mastitis sebesar 56,1%. Penggunaan antibiotika yang terus menerus ini berpotensi meningkatkan residu antibiotika dalam susu dan juga berpotensi terjadinya peningkatan resistensi bakteri terhadap antibiotika itu sendiri. Salah satu hal yang dikhawatirkan yaitu jika manusia mengonsumsi susu maupun daging hewan ternak yang mengalami resistensi antibiotika. Permasalahan penggunaan antibiotika tanpa resep, dan penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat dihindari dengan pelayanan antibiotika yang tepat, baik dalam pemberian informasi obat, monitoring, maupun konseling. Pelayanan antibiotika yang tepat didukung oleh persepsi dari Apoteker setiap melayani palayanan kefarmasian terkait antibiotika. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan persepsi Apoteker yang berpraktik di Apotek terhadap perannya dalam memberikan informasi, konseling, dan monitoring terkait antibiotika di Apotek Wilayah Utara dan Selatan Kabupaten Gunungkidul.. 2.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan racangan crosssectional pada 30 responden yang berprofesi sebagai Apoteker di Apotek wilayah Utara dan Selatan Kab. Gunungkidul. Pemilihan subjek penelitian menggunakan teknik non-random dengan jenis purposive sampling. Kriteria inklusi yaitu Apoteker yang berpraktik di Apotek wilayah Utara dan Selatan Kab. Gunungkidul, dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah Apoteker yang sedang cuti, dan Apoteker yang menjalankan cuti satu bulan yang lalu. Perizinan Penelitian Penelitian yang dilakukan telah mendapat izin dari Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Sleman dengan nomor surat 070/Kesbangpol/1144/2019. Pemerintahan Kab. Gunungkidul memberlakukan Permendagri No. 3 tahun 2018 Pasal 5 Ayat 2 yang mengatakan SKP (Surat Keterangan Penelitian) dikecualikan bagi penelitian yang dilakukan dalam rangka tugas akhir pendidikan di dalam negeri, sehingga peneliti tidak perlu mengajukan izin secara resmi ke pemerintahan Kab. Gunungkidul. Penelitian ini juga telah mendapakan persetujuan Ethical Clearance dari Komisi Etik Penelitian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana dengan nomor izin: 961/C.16/FK/2019. Pengujian Kuesioner Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner tervalidasi yang telah melalui uji pemahaman bahasa dan uji reliabilitas. Pada penelitian ini validasi dilakukan secara professional judgement oleh Apoteker. Uji pemahaman bahasa dilakukan pada 10 responden di Apotek wilayah Kab. Sleman, sebab memiliki karakteristik yang mirip dengan subjek penelitian. Uji pemahaman bahasa dilakukan untuk meninjau bahasa yang digunakan dalam kuesioner dapat dimengerti dengan mudah atau tidak. Dalam penelitian ini, 10 responden yang mengikuti uji pemahaman bahasa memahami bahasa yang digunakan pada kuesioner penelitian. Hal ini ditandai dengan pernyataan “paham” yang dituliskan oleh seluruh responden pada lembar uji pemahanan bahasa. Uji reliabilitas 3.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. dilakukan pada 30 responden di Apotek wilayah Kab. Sleman. Uji reliabilitas dilakukan untuk menentukan reliabel atau tidaknya suatu instrumen, yang dalam penelitian ini berupa kuesioner penelitian. Suatu instrumen dikatakan reliabel, jika didapatkan nilai koefisien alfa > 0,60 (Budiman dan Riyanto, 2013). Nilai koefisien alfa yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu 0,72. Penyebaran dan Pengumpulan Kuesioner Peneliti memberikan kuesioner penelitian di Apotek wilayah Utara dan Selatan Kab. Gunungkidul, secara bertahap dalam jangka waktu 1 bulan. Kuesioner diberikan pada Apoteker yang menandatangani informed consent dan bersedia mengisi serta bersedia mengembalikan kuesioner kepada peneliti setelah ditinggalkan selama 2-7 hari. Pengolahan dan Penyajian Data 1. Verifikasi Pengolahan data diawali dengan melakukan verifikasi terkait kelengkapan, kejelasan tulisan maupun penandaan pada pilihan jawaban kuesioner. 2. Penilaian Tahap ini bertujuan untuk menilai setiap jawaban dari pertanyaan yang sifatnya terukur, dan merangkum jawaban dari setiap pertanyaan lainnya. Tahap ini dilakukan dengan cara, peneliti memberikan nilai pada setiap jawaban dari pertanyaan yang sifatnya terukur. Untuk pernyataan yang sifatnya negatif diberi nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Sebaliknya, untuk pernyataan yang sifatnya positif diberi nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Kemudian, peneliti merangkum jawaban dari setiap pertanyaan lainnya. 3. Analisis Data Data yang telah melalui tahapan Penilaian akan dianalisis dengan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian dianalisis dengan bantuan Microsoft Excel 2010 serta dipersentasekan dengan total 100%. Kategori baik jika nilai ≥ 75%,. 4.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. cukup jika nilai 56-74%, dan kurang baik jika ≤ 55% (Budiman dan Riyanto, 2013). 4. Penyajian Data Data yang telah dianalisis disajikan dalam bentuk tabel.. 5.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Responden Dalam penelitian ini, karakteristik responden yang dinyatakan adalah jenis kelamin, usia, peran Apoteker, pendidikan terakhir, serta lama pengalaman bekerja di Apotek. Untuk kategori jenis kelamin responden, mayoritas 80% berjenis kelamin perempuan. Hasil ini sesuai dengan data Profil Kesehatan Kab. Gunungkidul Tahun 2013, bahwa Apoteker berjenis kelamin perempuan jumlahnya lebih tinggi dibanding Apoteker berjenis kelamin laki-laki. Untuk kategori usia responden mayoritas 56,67% responden berusia relatif muda yaitu 23-30 tahun. Hasil yang diperoleh ini mirip dengan penelitian Bahat (2018), yang menunjukkan Apotek di wilayah Yogyakarta memiliki Apoteker yang usianya relatif muda yaitu 27-35 tahun. Hal ini menunjukkan usia dari hasil penelitian memiliki kesesuaian dengan usia dari hasil penelitian dari Bahat (2018). Untuk kategori peran Apoteker di Apotek, mayoritas 60% respoden berperan sebagai Apoteker Pendamping (Aping). Mayoritas responden merupakan Aping, karena PP No. 51 Tahun 2009, pasal 54 ayat 2, yang mengatakan bahwa Aping dapat berpraktek hingga paling banyak di 3 Apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. Untuk kategori pendidikan terakhir responden, mayoritas 76,67% respoden memiliki pendidikan terakhir S1. Menurut penelitian Dharmawati dan Wirata (2016), semakin tinggi pendidikan akhir responden, semakin tinggi juga ilmu pengetahuan yang dimiliki responden. Hal ini menunjukkan mayoritas responden yang memiliki pendidikan terakhir S1, memiliki ilmu pengetahuan yang semakin tinggi juga, secara khusus dalam pelayanan kefarmasian. Untuk kategori lama bekerja di Apotek, mayoritas 56,67% responden telah bekerja di Apotek selama < 5 tahun. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Mulyagustina (2017), bahwa lama bekerjanya Apoteker di Apotek wilayah Kota Jambi mayoritas selama < 5 tahun. Menurut penelitian Kaswindiarti (2015), pengalaman bekerja dapat mempengaruhi persepsi Apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian.. 6.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Data yang ditunjukan dalam tabel berikut ini, berisi tentang hasil persentase dari setiap sub kategori yang berasal dari kategori-kategori tertentu yang berkaitan dengan deskripsi responden pada penelitian ini. Tabel I. Deskripsi Responden No.. Kategori. 1.. 2.. 3.. Sub Kategori. Jenis Kelamin. Usia. Peran Apoteker di Apotek. Jumlah. Persentase. Responden (n). (%). Laki-laki. 6. 20%. Perempuan. 24. 80%. 23-30 tahun. 17. 56,67%. 31-40 tahun. 8. 26,67%. >40 tahun. 5. 16,67%. Pengelola. 12. 40%. Pendamping. 18. 60%. S1. 23. 76,67%. S2. 7. 23,33%. S3. 0. 0%. < 5 tahun. 17. 56,67%. 5-9 tahun. 8. 26,67%. 10-14 tahun. 4. 13,33%. 15-20 tahun. 1. 3,33%. >20 tahun. 0. 0%. Apoteker Apotek (APA) Apoteker (Aping). 4.. Pendidikan. Terakhir. Responden. 5.. Lama Kerja di Apotek. Pelaksanaan Permenkes No. 73 Tahun 2016 Dalam. penelitian. ini,. peneliti. juga. mendeskripsikan. pelayanan. kefarmasian yang dilakukan di Apotek menurut Permenkes No. 73 Tahun 2016. Kategori yang dinyatakan yaitu, skrining, dispensing, Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), konseling, Pemantauan Terapi Obat (PTO), dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Untuk kategori skrining, dispensing, Komunikasi Informasi Edukasi (KIE), dan konseling memiliki nilai yang baik, karena 100% responden melakukan skrining, dispensing, KIE, dan konseling. Untuk kategori Pemantauan Terapi Obat (PTO) memiliki nilai yang cukup baik, karena terdapat 73,33% responden yang menjawab pertanyaan pasien, serta menyediakan informasi dan edukasi secara aktif kepada pasien mengenai obat. Hal ini menunjukkan belum 7.

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. semua responden melakukan PTO di Apotek. Untuk kategori Monitoring Efek Samping Obat (MESO) memiliki nilai yang kurang baik, karena terdapat 33,33% responden yang mengidentifikasi obat dan pasien yang beresiko tinggi mengalami efek samping suatu obat pada dosis normal. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Bahat (2018), mayoritas Apoteker di Apotek Kota Yogyakarta menjalankan pelayanan kefarmasian dengan cukup baik dalam hal skrining resep, dispensing, konseling, dan PIO, sedangkan MESO, dan Pemantauan Terapi Obat, belum dilakukan dengan optimal. Tabel II. Pelaksanaan Permenkes No. 73 Tahun 2016 No.. Kategori. 1.. 2.. 3.. Jumlah. Persentase. Responden (n). (%). Administratif. 30. 100%. Farmasetika. 30. 100%. Klinis. 30. 100%. Penyiapan Obat. 30. 100%. Penyerahan Obat. 30. 100%. Pemberian Informasi Obat. 30. 100%. Komunikasi. Menjawab pertanyaan pasien serta. 30. 100%. Informasi Edukasi. menyediakan informasi dan edukasi. (KIE). secara aktif kepada pasien mengenai. 30. 100%. 30. 100%. 30. 100%. 22. 73,33%. 10. 33,33%. Skrining. Dispensing. Sub Kategori. obat 4.. Konseling. Menanyakan. 3. Prime. Questions. kepada pasien yang membawa resep Menggali informasi serta memberikan penjelasan. pada. pasien. terkait. penggunaan obat Melakukan verifikasi pada pasien untuk memastikan tingkat kepahaman pasien 5.. Pemantauan Terapi. Menjawab pertanyaan pasien serta. Obat (PTO). menyediakan informasi dan edukasi secara aktif kepada pasien mengenai obat. 6.. Monitoring Efek. Mengidentifikasi obat dan pasien. Samping Obat. yang beresiko tinggi mengalami efek. (MESO). samping suatu obat pada dosis normal. 8.

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Pelayanan Kefarmasian terkait Antibiotika di Apotek Dalam penelitian ini, pelayanan kefarmasian terkait antibiotika di Apotek dinyatakan dalam berbagai persepsi dari responden. Untuk kategori jenis kelamin pasien yang umumnya menerima antibiotika di Apotek, mayoritas 60% responden mengatakan laki-laki. Untuk kategori usia pasien yang mayoritas menerima antibiotika di Apotek, adalah yang berusia 18-29 tahun sebesar 43,33%. Hal ini menunjukkan mayoritas pasien yang menerima antibiotika di Apotek berada dalam rentang usia produktif. Untuk antibiotika yang paling sering dilayani yaitu, Amoxicillin sebesar 80%. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Yuspita (2019), bahwa antibiotika spektrum luas merupakan antibiotika yang paling sering dilayani di Apotek. Hal ini menunjukkan antibotika spektrum luas seperti Amoxicillin, merupakan antibiotika yang paling sering dilayani di Apotek wilayah Utara dan Selatan Kab. Gunungkidul. Untuk kategori seberapa sering responden melakukan pelayanan antibiotika, mayoritas 60% responden melakukannya setiap hari. Hasil ini berbeda dengan penelitian Bahat (2018), yang mayoritas pelayanan antibiotika dilakukan 2-3 kali dalam seminggu. Untuk kategori jumlah antibiotika yang dikeluarkan sebulan terakhir, mayoritas antibiotika dikeluarkan sebanyak 2 boks dalam sebulan terakhir sebesar. Hasil ini dapat dapat dikatakan pengeluaran antibiotika dalam jumlah yang sedikit, sebab menurut penelitian Armansyah (2013), total penggunaan antibiotika dalam sebulan yang tertinggi sebesar 105 boks pada suatu Apotek. Untuk kategori Dokter penulis resep, mayoritas Dokter Umum yang menuliskan resep. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Yuspita (2019), yang menyatakan bahwa Dokter Umum menduduki posisi yang paling dominan dalam menulis resep antibiotika, yang kemungkinan berkaitan dengan antibiotika spektrum luas yang paling sering dilayani di Apotek. Untuk kategori seberapa sering. responden. melakukan. konseling,. mayoritas. 73,33%. responden. melakukannya setiap hari. Menurut Permenkes No. 73 Tahun 2016, konseling perlu dilakukan bagi pasien dengan kriteria tertentu, yakni sebagai berikut:. 9.

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). 2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, epilepsi). 3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). 4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin). 5) Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat. 6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Menurut penelitian Lutfiyati (2016), konseling perlu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Konseling dari Apoteker dapat menjadi sarana untuk mengetahui kebutuhan pasien dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan pasien, serta ketrampilan apa yang harus dikembangkan dalam diri pasien (Rantucci, 2009). Selain itu, menurut penelitian Neswita (2016), konseling dapat meningkatkan pengetahuan pasien. Untuk kategori seberapa sering responden melakukan monitoring, mayoritas 33,33% responden melakukannya sekali sebulan. Monitoring terdiri dari Pemantauan Terapi Obat (PTO) dan Monioring Efek Samping Obat (MESO). Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Diana (2019), bahwa PTO maupun MESO belum sepenuhnya terlaksana, dimana terdapat 78,3% Apoteker yang tidak menjalankan PTO dan 89,9% Apoteker yang tidak menjalankan MESO.. Menurut Permenkes No. 73. Tahun 2016, MESO adalah kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Menurut Permenkes No. 73 Tahun 2016, kriteria pasien yang memutuhkan PTO, adalah sebagai berikut:. 10.

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui. 2) Menerima obat lebih dari 5 jenis. 3) Adanya multidiagnosis. 4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. 5) Menerima obat dengan indeks terapi sempit. 6) Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan.. 11.

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Tabel III. Pelayanan Kefarmasian terkait Antibiotika di Apotek (1) No.. Kategori. 1.. 2.. Jumlah. Persentase. Responden (n). (%). Laki-laki. 18. 60%. Umumnya Mendapatkan Antibiotika. Perempuan. 12. 40%. Usia. <18 tahun. 10. 33,33%. 18-29 tahun. 13. 43,33%. 30-39 tahun. 4. 13,33%. 40-49 tahun. 1. 3,33%. 50-59 tahun. 2. 6,67%. 60-69 tahun. 0. 0%. 70-79 tahun. 0. 0%. 80-89 tahun. 0. 0%. 90-99 tahun. 0. 0%. Jenis. Sub Kategori. Kelamin. Pasien. Pasien. yang. yang. Umumnya. Mendapatkan Antibiotika. 3.. 4.. 5.. >90 tahun. 0. 0%. Antibiotika. Amoxicillin. 24. 80%. yang Paling Sering Dilayani. Cefixime. 5. 16,67%. Cefadroxil. 1. 3,33%. Jumlah Penggunaan Antibiotka. Tidak Ada Penggunaan. 1. 3,33%. *1 Boks = 50 kapsul/tablet. 1 Boks. 10. 33,33%. 2 Boks. 13. 43,33%. 3 Boks. 6. 20%. 4 Boks. 0. 0%. 5 Boks. 0. 0%. >5 Boks. 0. 0%. Setiap Hari. 18. 60%. 2-3 Kali Seminggu. 8. 26,67%. Sekali Seminggu. 3. 10%. Sekali Sebulan. 1. 3,33%. Sekali Setahun. 0. 0%. Tidak Pernah. 0. 0%. Dokter Umum. 21. 70%. Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 6. 20%. Dokter Spesialis Bedah. 2. 6,67%. Lainnya. 1. 3,33%. Setiap Hari. 22. 73,33%. 2-3 Kali Seminggu. 5. 16,67%. Sekali Seminggu. 2. 6,67%. Sekali Sebulan. 1. 3,33%%. Sekali Setahun. 0. 0%. Tidak Pernah. 0. 0%. Setiap Hari. 3. 10%. 2-3 Kali Seminggu. 7. 23,33%. Sekali Seminggu. 6. 20%. Sekali Sebulan. 10. 33,33%. Sekali Setahun. 1. 3,33%. Tidak Pernah. 3. 10%. Seberapa. Sering. Responden. Melakukan Pelayanan Antibiotika. 6.. 7.. Dokter Penulis Resep. Sering. Responden. Melakukan. Konseling. 8.. Sering. Responden. Monitoring. Melakukan. 12.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Untuk kategori pelayanan farmasi klinis, terkait konseling, pelayanan resep, dam pelayanan informasi obat memiliki nilai yang baik. Pada penelitian ini, diperoleh. 80% responden melakukan konseling, 80% responden melakukan. pelayanan resep, dan 80% responden melakukan pelayanan informasi obat. Monitoring efektivitas obat yang dilakukan cukup baik yaitu sebesar 70%. Namun, pelayanan farmasi klinis terkait mengatasi permasalahan yang timbul, karena penggunaan obat dan MESO memiliki nilai yang kurang baik. Responden yang tidak melakukan pelayanan farmasi klinis, sebesar 0%. Hal ini menunjukkan seluruh responden berperan dalam pelayanan farmasi klinis di Apotek. Hasil yang diperoleh mirip dengan penelitian Mulyagustina (2017), bahwa pelayanan farmasi klinis baru berjalan pada pelayanan resep, pelayanan informasi obat dan sebagian pada konseling. Home pharmacy care, pemantauan terapi obat dan monitoring efek samping obat serta dokumentasi klinis belum dilakukan sama sekali. Tingginya permintaan suatu antibiotika tertentu dapat mempengaruhi persediaanya di Apotek, yang kemungkinan dapat habis dalam waktu singkat. Responden memiliki solusinya masing-masing dalam menghadapi masalah ini. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden yang merujuk pasien ke Apotek lain. Untuk kategori opini responden terkait fasilitas yang diperlukan dalam Pharmaceutical Care di Apotek, 6,67% menginginkan tersedianya petunjuk penggunaan antibotika yang dapat diberi checklist ketika seusai pasien menggunakan antibotika. Responden lainnya tidak membutuhkan fasilitas tambahan, kemungkinan karena sudah terpenuhinya fasilitas terkait pelayanan kefarmasian antara lain, ruang konseling, ruang tunggu obat, dan sebagainya.. 13.

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Tabel IV. Pelayanan Kefarmasian terkait Antibiotika di Apotek (2) No.. Kategori. 1.. Sub Kategori. Pelayanan. Farmasi. Klinis. Jumlah. Persentase. Responden (n). (%). Konseling. 24. 80%. Pelayanan Resep. 24. 80%. Pelayanan Informasi Obat. 24. 80%. 0. 0%. Monitoring efektivitas obat. 21. 70%. Monitoring Efek Samping Obat. 9. 30%. Tidak Melakukan. 0. 0%. Lainnya. 0. 0%. Merujuk pasien ke Apotek lain. 18. 60%. Langsung memberikan antibiotika. 7. 23,33%. 2. 6,67%. 1. 3,33%. Lainnya. 2. 6,67%. Tersedianya petunjuk penggunaan. 2. 6,67%. Mengatasi. permasalahan. yang. timbul karena penggunaan obat. (MESO). 2.. Solusi. Ketika. Responden. Tidak. Memiliki. sesuai persediaan. Antibiotika Tertentu. Meminta Dokter mengganti antibiotika sesuai persediaan di Apotek responden Meminta pasien menunggu sementara responden membelikan ke Apotek lain. 3.. Opini. Responden. terkait Fasilitas yang. antibotika yang dapat diberi. Diperlukan. checklist ketika seusai pasien. dalam. Pharmaceutical. menggunakan antibotika. Care. 14.

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek berdasarkan Permenkes No. 73 Tahun 2016, terkait KIE (100%) dan konseling (100%) sudah dilaksanakan dengan baik. Pemantauan Terapi Obat (73,33%) sudah dilaksanakan dengan cukup baik, namun MESO (33,33%) yang dilaksanakan belum optimal. Pelayanan kefarmasian terkait antibiotika yang termasuk dalam kategori baik adalah konseling (80%), pelayanan resep (80%), dan pelayanan informasi obat (80%). Pelayanan kefarmasian terkait antibiotika yang termasuk dalam kategori cukup baik adalah monitoring efektivitas obat (70%). Pelayanan kefarmasian terkait antibiotika yang termasuk dalam kategori kurang baik adalah mengatasi permasalahan yang timbul karena penggunaan obat (0%) dan MESO (30%). Dalam melakukan pelayanan kefarmasian terkait antibiotika terhadap pasien, setiap Apoteker perlu memahami dan menjalankan aturan pengelolaan dan pelayanan antibiotika di Apotek sesuai Permenkes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Peneliti memiliki beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yang serupa, yaitu sebagai berikut : 1. Peneliti meyarankan untuk dilakukannya penelitian serupa pada unit kesehatan lainnya, seperti Puskesmas maupun Rumah Sakit. 2. Peneliti menyarankan untuk dilakukannya penelitian berupa evaluasi terkait pemahaman pasien dalam menjalani pelayanan antibiotika di Apotek.. 15.

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008. Uji Coba Instrumen Penelitian dengan Menggunakan MS Excel dan SPSS. BAPM. 6-9. Bahat, R, Y, A., 2018. Pelyanan Kefarmasian bagi Pasien dengan Antibiotika di Apotek Wilayah Kota Yogyakarta Tahun 2018. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 5-13. Bogadenta, A., 2012.Manajemen Pengelolaan Apotek. Yogyakarta: D-Medika. 17-20. Budiman, Riyanto. A., 2013. Kapita Selekta Kuesioner: Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Hal. 1122. Dewi, L. N. K., dkk., 2016. Persepsi Apoteker terhadap Peran Apoteker dalam Tata Laksana Hipertensi di Apotek. Surabaya: Rakernas & PIT. Dharmawati, I. G. A., dan Wirata, N., 2016. Hubungan Tingkat Pendidikan, Umur, dan Masa Kerja dengan Tingkat Pengetahuan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Guru Penjaskes SD di Kecamatan Tampak Siring Gianyar. Denpasar: Jurnal Kesehatan Gigi. Diana, K., dkk., 2019. Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Palu. Palu: Jurnal Farmasi. Handayani, R.S., Raharni dan Gitawati, R., 2009. Persepsi Konsumen Apotek Terhadap Pelayanan Apotek di Tiga Kota di Indonesia, Makara Kesehatan, 12-21. Jogiyanto HM., Pedoman Survei Kuesioner: Mengembangkan Kuesioner, Mengatasi Bias, dan Meningkatkan Respon, Edisi 2. Yogyakarta:BPFEYogyakarta. 37-52; 181-188. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), 2018. Persepsi. https://kbbi.web.id/persepsi. Diakses pada 19 November 2018. Kaswindiarti, N., dkk. 2015. Analisis Persepsi Apoteker dan Faktor yang Mempengaruhinya terhadap Penerapan Sistem Pembayaran di Era Jaminan Keehatan Nasional pada Apotek di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Jurnal Farmasi Sains dan Praktis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011.Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik. Jakarta. Hal. 11-18, 21, 27-28. Kurniati, M., dkk., 2018. Alga Hijau Potensial Jadi Obat Mastitis Sapi Perah. Yogyakarta. 1-2. Kurniawan, D. W., Chabib, L., 2010. Pelayanan Informasi Obat Teori dan Praktik.Yogyakarta: Graha Ilmu. 10-16. Lapau, B., 2012. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesi. 139-149. Lutfiyati, H., dkk., 2016. Pelaksanaan Konseling Oleh Apoteker di Apotek Kecamatan Temanggung. Temanggung: Jurnal Farmasi Sains dan Praktis. Mulyagustina, dkk., 2017. Implementasi Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Jambi. Yogyakarta: Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. Neswita, E., dkk., 2016. Pengaruh Konseling Obat Terhadap Pengetahuan dan. 16.

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Kepatuhan Pasien Congestive Heart Failure (Influence of Drug Counseling on Knowledge and Compliance of Patients With Congestive Heart Failure). Sumatera Barat: JFSK. Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.35-38, 86-88, 103-105, 124-125, 158-162. 182-183. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. 3-21. Pemerintah Republik Indonesia, 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Putra, S. R., 2012. Buku Pintar Apoteker. Yogyakarta: Diva-Press. 50, 70-72, 82. Rantucci, M. J., 2009, Komunikasi Apoteker-Pasien, Panduan Konseling Pasien, Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. CV Sagung Seto. Jakarta. Hal. 93. Suyono, 2006. Persepsi Apoteker Pengelola Apotek di Kota Apoteker Yogyakarta terhadap Perannya dalam Pelayanan Resep Selama di Apotek. Yogyakarta:Perpustakaan Universitas Sanata Dharma. Wibowo, A., 2014. Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers. 73, 231-234. Wijoyo, Y., 2017. Buku Ajar: Pelayanan Kefarmasian di Komunitas. Yogyakarta: PT Kanisius. 15-18.23. 40-41.44-45. World Health Organization, 2014. Antimicrobial Resistance Global Report on Surveilance. France: WHOLibrary Cataloguing. 95. World Health Organization, 2011. The Pharmaceutical Sector Country Profile Survey: Indonesia. Yogyakarta: Centre for Clinical Pharmacology and Medicine Policy Studies. 74. Yuspita, M. S., 2019. Pelyanan Kefarmasian untuk Pasien dengan Antibiotika di Apotek Wilayah Kabupaten Kulon Progo Tahun 2018. Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 5-9.. 17.

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. LAMPIRAN. 18.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Lampiran 1. Informed Consent PERNYATAAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama. :. Jenis Kelamin. :. Usia. :. Tempat tanggal lahir : Alamat. :. Apotek. :. Menyatakan bahwa : 1. Saya telah mendapat penjelasan mengenai kegiatan penelitian tugas akhir dengan judul Persepsi Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian terkait Antibiotika. di. Apotek. Wilayah. Utara. dan. Selatan. Kabupaten. Gunungkidul. 2. Saya bebas menentukan untuk keluar dan tidak berpartisipasi lagi dalam penelitian tugas akhir yang diselenggarakan bila terdapat hal yang tidak sesuai dengan kesepakatan. 3.. Data yang diperoleh hanya akan digunakan peneliti untuk kepentingan penelitian tugas akhir serta akan dijaga kerahasiannya.. Setelah saya memahami penjelasan yang diberikan, dengan kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun, saya memutuskan untuk bersedia ambil bagian dalam penelitian ini. Demikian pernyataan ini saya buat untuk digunakan sebagaiamana mestinya. Yogyakarta, …….………… Peneliti,. Yang membuat pernyataan,. (Magdalena Nogo Kelen). (……………………………). 19.

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Lampiran 2. Kuesioner Penelitian I.. Pengelompokkan Pertanyaan Kuesioner dengan Pelayanan Kefarmasian Menurut Permenkes No. 73 Tahun 2016. No. 1.. Skrining. 2.. Dispensing. 3.. Komunikasi Informasi Edukasi (KIE). 4.. Konseling. 5.. Pemantauan Terapi Obat. 6.. Monitoring Efek Samping Obat (MESO). Pilihan Administratif Farmasetika Klinis Penyiapan obat Penyerahan obat Pemberian informasi obat Menjawab pertanyaan pasien serta menyediakan informasi dan edukasi secara aktif kepada pasien mengenai obat Menanyakan 3 Prime Questions kepada pasien yang membawa resep Menggali informasi serta memberikan penjelasan pada pasien terkait penggunaan obat Melakukan verifikasi pada pasien untuk memastikan tingkat kepahaman pasien Melakuan identifikasi terkait keberhasilan terapi Mengidentifikasi obat dan pasien yang beresiko tinggi mengalami efek samping suatu obat pada dosis normal. A. Profil Apoteker Mohon isi data-data berikut: 1. Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan 2. Umur: …… 3. Lulus Tahun: …. 4. Peran Apoteker di Apotek ? a. Apoteker Pengelola Apotek b. Apoteker Pendamping. 20. Ya. Tidak.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 5. Pendidikan terakhir ? a. S1 b. S2 c. S3 6. Pengalaman kerja sebagai Apoteker? a. < 5 tahun b. 5-9 tahun c. 10-14 tahun d. 15-20 tahun e. > 20 tahun B. Pengkajian dan Pelayanan Resep 1. Berapa sering Anda melayani pasien dengan antibiotika ? a. Setiap hari b. 2-3 kali seminggu c. sekali seminggu d. sekali sebulan e. sekali setahun f. tidak pernah 2. Apakah jenis kelamin pasien yang terbanyak mendapatkan antibiotika ? a. perempuan b. laki-laki 3. Berapa range (kisaran) umur pasien pada umumnya yang mendapatkan antibiotika ? a. < 18 tahun f. 60-69 tahun b. 18-29 tahun g. 70-79 tahun c. 30-39 tahun h. 80-89 tahun d. 40-49 tahun i. 90-99 tahun e. 50-59 tahun j. > 99 tahun 4. Tuliskan nama antibiotika yang paling banyak dilayani di Apotek Anda. No. Nama Antibiotik Jumlah 1 2 3 4 5. 21.

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 5. Berapa banyak antibiotika yang digunakan / dikeluarkan dalam 1 bulam terakhir ? *1 boks= ……. Kapsul / Tablet a. tidak ada penggunaan b. 1 boks c. 2 boks d. 3 boks 6. Peresepan Antibiotika biasanya oleh ; a. Dokter Umum b. Dokter Spesialis Penyakit Dalam c. Dokter Spesialis Bedah d. Yang lain: ……………. e. 4 boks f. 5 boks g. > 5 boks. C. Dispensing 1. Jika Anda tidak melakukan dispensing / pelayanan resep antibiotika, nyatakan alasan Anda dengan memberi tanda checklist pada kolom pilihan sesuai pernyataan pada kolom pertama. A B C D F G H I. Pernyataan Sebab penyakit menular mempunyai gejala yang tidak dapat dipresdiksi dan saya enggan untuk melayaninya Saya takut dan membuat saya enggan melayaninya Takut menghadapi kemungkinan timbulnya masalah adanya interaksi antibiotika dengan obat lain Banyak issue penggunaan obat secara tidak rasional Ketatnya aturan pengelolahan resep / dokumen penggunaan antibiotika yang harus ditaati sesuai guideline Tidak memahami penyakit menular Permintaan hanya sedikit Pelayanan dilakukan oleh Perawat. Ket : S = Setuju SS = Sangat Setuju T = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju Alasan lain (tuliskan) :. 22. Pilihan.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. D. Pelayanan Kefarmasian (KIE, PIO, Konseling, dan Monitoring) 1. Seberapa sering anda memberikan konseling kepada pasien yang mendapat antibiotika? a. setiap hari d. sekali sebulan b. 2-3 kali seminggu e. sekali dalam 3-6 bulan c. sekali seminggu f. tidak pernah 2. Seberapa sering anda melakukan monitoring kepada pasien yang mendapat antibiotika? a. setiap hari d. sekali sebulan b. 2-3 kali seminggu e. sekali dalam 3-6 bulan c. sekali seminggu f. tidak pernah 3. Pelayanan Pharaceutical Care apa saja yang anda berikan bagi pasien yang menggunakan antibiotika? Beri tanda checklist sesuai yang anda lakukan. { ) konseling { } pelayanan obat berdasarkan resep { } pelayanan informasi obat { } mengatasi permasalahan yang timbul karena penggunaan obat { } monitoring efektivitas obat { } monitoring efek samping obat { } monitoring ketaatan pasien dalam menggunakan obat { } tidak melakukan { } lainnya, tuliskan ………………… 4. Jika ada resep antibiotika yang anda tidak punya, apa yang anda lakukan? a. merujuk pasien ke apotek lain b. langsung memberikan antibiotika sesuai persediaan c. meinta dokter mengganti antibiotika sesuai persediaan yang anda punya d. minta pasien menunggu sementara anda membelikan ke apotek lain e. lainnya, tuliskan…………………………. 23.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 5. Apa saja hambatan dalam memberikan layanan Pharmaceutical Care (misalnya riwayat pengobatan, identifikasi permasalahan farmakoterapi, monitoring efektifitas obat dan efek samping, penyediaan konseling obat) terhadap pasien yang menggunakan antibiotika? A B C D E F G H I J K L M. Pernyataan Kurangnya pengetahuan tentang penggunaan antibiotika Pasien tidak mengerti kepentingan pharmaceutical care Kurangnya jumlah staff Kurang terampil dalam komunikasi Kurangnya permintaan/ kebutuhan pasien akan pelayanan pharmaceutical care Lack of private space/counceling area Kurang dukungan dari manajer Kurang inisiatif Tidak ada aturan yang jelas Kuatir terhadap penularan penyakit Hanya terpaku pada keluhan pasien seperti: demam, batuk, sakit waktu buang air kecil, lamanya pasien kesakitan dsb. Keterbatasan waktu Kurangnya informasi tentang pasien, indikasi obat, target terapi dsb.. Pilihan. Ket : S = Setuju SS = Sangat Setuju T = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju Lainnya, tuliskan..……………………………………………………….. 6. Tuliskan opini anda terkait fasilitas yang diperlukan untuk memberikan pelayanan Pharmaceutical Care kepada pasien yang menggunakan antibiotika:………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………. 24.

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 7. Beri tanda checklist pada kolom yang tersedia untuk pilihan anda sesuai pernyataan pada kolom sebelah kiri. A B C D E F. G H I J K L M N O P Q R. S T U V. Pernyataan Saya dapat melakukan pendekatan kepada pasien yang mendapatkan antibiotika dengan mudah Saya dapat mengatasi pasien yang tidak taat dengan menggunakan antibiotika dengan mudah Saya tertarik memberikan layanan pharmaceutical care kepada pasien yang mendapat antibiotika Menangani pasien yang mendapatkan antibiotika lebih mudah dibandingkan dengan pasien yang mendapat obat lain Saya punya pengetahuan yang cukup tentang farmakoterapi untuk antibiotika Menurut saya hanya Apoteker dengan pengetahuan dan training tentang penggunaan antibiotika secara rasioanal yang dapat memberikan layanan pharmaceutical care untuk para pasien Menurut saya diperlukan peran serta Apoteker Rumah Sakit dalam penanganan penyakit menular Menurut saya pharmaceutical care terhadap pasien yang mendapat antibiotika menjadi tanggung jawab saya sebagai Apoteker Penyakit menular perlu mendapat perhatian khusus dari para Apoteker Saya percaya diri dan berani memberikan layanan pharmaceutical care kepada pasien yang mendapat antibiotika Saya merasa cukup nyaman memberikan layanan pharmaceutical care kepada pasien dengan penyakit menular Saya punya motivasi yang cukup untuk memberikan layanan pharmaceutical care kepada pasien dengan penyakit menular/ yang mendapat antibiotika Pasien dengan penyakit menular tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup minum antibiotika dan kontrol ke Dokter Semua pasien dengan penyakit menular potensial terhadap resiko terjadinya resistensi bakteri Saya tidak takut melayani pasien dengan penyakit menular Saya merasa nyaman bertanya kepada pasien mengapa mereka menggunakan antibiotika tidak sesuai anjuran Saya merasa nyaman diskusi dengan pasien dengan penyakit menular tentang permasalahan yang mereka hadapi Saya merasa pasien yang mendapatkan antibiotika akan bersedia menerima semua informasi obat yang diperlukan seperti efektifitas, keamanan, efek samping obat dari Apoteker Pasien dengan penyakit menular tidak bersedia membicarakan keluhan tentang penyakitnya ke Apoteker Saya mendapat cukup edukasi / training tentang penyakit menular dan pengobatannya waktu di Fakultas Farmasi Beberapa faktor seperti budaya, agama, dan suku akan mempengaruhi pasien dalam mengelola penyakitnya Anak-anak, pasien dengan penyakit dan pasien dengan permasalahan akibat penggunaan obat, dan penggunaan alkohol membutuhkan perlakuan khusus dalam penanganan. Ket : S = Setuju SS = Sangat Setuju T = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju. 25. Pilihan.

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Lampiran 3. Surat Izin Penelitian. 26.

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Lampiran 4. Surat Keterangan Kelaikan Etik. 27.

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Lampiran 5. Tabel Data Penelitian Tabel 1. Alasan Apoteker Jika Tidak Melakukan Pelayanan Kefarmasian terkait Antibiotika No.. Pernyataan. 1. Sebab penyakit menular mempunyai gejala yang tidak dapat diprediksi dan saya enggan untuk melayaninya Saya takut dan membuat saya enggan melayaninya Takut menghadapi kemungkinan timbulnya masalah adanya interaksi antibiotika dengan obat lain Banyak issue penggunaan obat secara tidak rasional Ketatnya aturan pengelolahan resep / dokumen penggunaan antibiotika yang harus ditaati sesuai guideline Tidak memahami penyakit menular Permintaan hanya sedikit Pelayanan dilakukan oleh Perawat. 2. 3. 4. 5. 6 7 8. SS (%). S (%). T (%). 3,33% (1). 30% (9). 60% (18). STS (%) 6,67% (2). 0% (0). 0% (0). 83,33% (25). 16,67% (5). Tidak Setuju. 3,33% (1). 10% (3). 80% (24). 6,67% (2). Tidak Setuju. 13,33% (4). 56,67% 23,33% (17) (7). 6,67% (2). Setuju. 23,33% (7). 50% (15). 0% (0). Setuju. 0% (0). 0% (0). 6,67% (2) 10% (3). Tidak Setuju Tidak Setuju Tidak Setuju. 26,67% (8). 93,33% (28) 13,33% 76,67% (4) (23) 16,67% 70% (5) (21). 0% (0) 0% (0). 28. 13,33% (4). Hasil Tidak Setuju.

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Tabel 2. Hambatan Apoteker dalam Memberikan Pharmaceutcal Care No.. Pernyataan. SS (%). 1. Kurangnya pengetahuan tentang penggunaan antibiotika Pasien tidak mengerti kepentingan pharmaceutical care Kurangnya jumlah staf. 16,67% 20% (5) (6). 2. 3 4 5. 6 7 8 9 10 11. 12 13. Kurang terampil dalam komunikasi Kurangnya permintaan/ kebutuhan pasien akan pelayanan pharmaceutical care Lack of private space/counceling area. S (%). T (%) 40% (12). STS Hasil (%) 23,33% Tidak (7) Setuju. 26,67% 73,33% 0% (0) (8) (22). 0% (0). Setuju. 6,67% (2) 0% (0). 10% (3) 16,67% (5) 0% (0). Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju. 0% (0). 26,67% (8) 13,33% (4) 63,33% (19). 56,67% (17) 70% (21) 36,67% (11). 0% (0). 33,33% 66,67% 0% (0) (10) (20). Kurang dukungan dari manajer Kurang inisiatif. 0% (0). 0% (0). Tidak ada aturan yang jelas Kuatir terhadap penularan penyakit Hanya terpaku pada keluhan pasien seperti: demam, batuk, sakit waktu buang air kecil, lamanya pasien kesakitan dsb. Keterbatasan waktu. 0% (0). Kurangnya informasi tentang pasien, indikasi obat, target terapi dsb.. 3,33% (1) 3,33% (1). 100% (30) 13,33% 70% (4) (21) 13,33% 76,67% (4) (23) 6,67% 70% (2) (21) 16,67% 60% (5) (18). 13,33% (4) 6,67% (2). 50% (15) 50% (15). 0% (0). 29. Tidak Setuju. 0% (0). Tidak Setuju 16,67% Tidak (5) Setuju 10% Tidak (3) Setuju 20% Tidak (6) Setuju 20% Tidak (6) Setuju. 36,67% 0% (0) (11) 43,33% 0% (0) (13). Setuju Setuju.

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. Tabel 3. Persepsi Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pernyataan Saya dapat melakukan pendekatan kepada pasien yang mendapatkan antibiotika dengan mudah Saya dapat mengatasi pasien yang tidak taat dengan menggunakan antibiotika dengan mudah Saya tertarik memberikan layanan pharmaceutical care kepada pasien yang mendapat antibiotika Menangani pasien yang mendapatkan antibiotika lebih mudah dibandingkan dengan pasien yang mendapat obat lain Saya punya pengetahuan yang cukup tentang farmakoterapi untuk antibiotika Menurut saya hanya Apoteker dengan pengetahuan dan training tentang penggunaan antibiotika secara rasioanal yang dapat memberikan layanan pharmaceutical care untuk para pasien Menurut saya diperlukan peran serta Apoteker Rumah Sakit dalam penanganan penyakit menular Menurut saya pharmaceutical care terhadap pasien yang mendapat antibiotika menjadi tanggung jawab saya sebagai Apoteker Penyakit menular perlu mendapat perhatian khusus. SS (%). S (%). 16,67% 70% (5) (21). T (%). STS Hasil (%) 13,33% 0% (0) Setuju (4). 6,67% (2). 63,33% 30% (19) (9). 0% (0) Setuju. 6,67% (2). 93,33% 0% (0) (28). 0% (0) Setuju. 0% (0). 23,33% 73,33% 3,33% (7) (22) (1). 6,67% (2). 93,33% 0% (0) (28). 13,33% 70% (4) (21). Tidak Setuju. 0% (0) Setuju. 16,67% 0% (0) Setuju (5). 13,33% 86,67% 0% (0) (4) (26). 0% (0) Setuju. 20% (6). 80% (24). 0% (0). 0% (0) Setuju. 20% (6). 80% (24). 0% (0). 0% (0) Setuju. 30.

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. No.. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Pernyataan dari para Apoteker Saya percaya diri dan berani memberikan layanan pharmaceutical care kepada pasien yang mendapat antibiotika Saya merasa cukup nyaman memberikan layanan pharmaceutical care kepada pasien dengan penyakit menular Saya punya motivasi yang cukup untuk memberikan layanan pharmaceutical care kepada pasien dengan penyakit menular/ yang mendapat antibiotika Pasien dengan penyakit menular tidak memerlukan pengobatan khusus, cukup minum antibiotika dan kontrol ke Dokter Semua pasien dengan penyakit menular potensial terhadap resiko terjadinya resistensi bakteri Saya tidak takut melayani pasien dengan penyakit menular Saya merasa nyaman bertanya kepada pasien mengapa mereka menggunakan antibiotika tidak sesuai anjuran Saya merasa nyaman diskusi dengan pasien dengan penyakit menular tentang permasalahan yang mereka hadapi Saya merasa pasien yang mendapatkan antibiotika akan bersedia menerima semua informasi obat yang. SS (%). S (%). T (%). STS (%). Hasil. 6,67% (2). 93,33% 0% (0) (28). 10% (3). 73,33% 16,67% 0% (0) Setuju (22) (5). 6,67% (2). 83,33% 10% (25) (3). 0% (0). 26,67% 66,67% 6,67% (8) (20) (2). Tidak Setuju. 20% (6). 70% (21). Setuju. 6,67% (2). 76,67% 16,67% 0% (0) Setuju (23) (5). 10% (3). 0% (0) Setuju. 0% (0) Setuju. 16,67 % (5). 13,33% 86,67% 0% (0) (4) (26). 0% (0) Setuju. 13,33% 80% (4) (24). 0% (0) Setuju. 6,67% (2). 13,33% 76,67% 10% (4) (23) (3). 31. 0% (0) Setuju.

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. No.. 19. 20. 21. 22. Pernyataan diperlukan seperti efektifitas, keamanan, efek samping obat dari apoteker Pasien dengan penyakit menular tidak bersedia membicarakan keluhan tentang penyakitnya ke Apoteker Saya mendapat cukup edukasi / training tentang penyakit menular dan oengobtannya waktu di Fakultas Farmasi Beberapa faktor seperti budaya, agama, dan suku akan mempengaruhi pasien dalam mengelola penyakitnya Anak-anak, pasien dengan penyakit dan pasien dengan permasalahan akibat penggunaan obat, dan penggunaan alkohol membutuhkan perlakuan khusus dalam penanganan. SS (%). 6,67% (2). S (%). T (%). STS (%). Hasil. 36,67% 53,33% 3,33% (11) (16) (1). Tidak Setuju. 13,33% 76,67% 10% (4) (23) (3). 0% (0) Setuju. 13,33% 73,33% 13,33% 0% (0) Setuju (4) (22) (4). 10% (3). 32. 90% (27). 0% (0). 0% (0) Setuju.

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BIOGRAFI PENULIS Penulis bernama lengkap Magdalena Nogo Kelen, dilahirkan pada tanggal 8 Januari 1998 di Timika, Papua. Anak bungsu dari Bapak Martinus Kelen dan Ibu Philomena Lebuan. Pada tahun 2009, lulus dari SD YPPK Waonaripi Timika, tahun 2012, lulus dari SMP YPPK Santo Bernardus Timika, dan di tahun 2015, lulus dari SMA YPPK Tiga Raja Timika. Pada tahun 2015, penulis menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma. Selama kuliah, penulis aktif terlibat dalam kegiatan organisasi dan kepanitiaan tingkat universitas maupun fakultas, serta kegiatan non akademik lainnya. Penulis juga memiliki pengalaman kerja sebagai asisten dosen pada mata kuliah Praktikum Pharmaceutical Care 2 dan Praktikum Pharmaceutical Care 3.. 33.

(47)

Gambar

Tabel I. Deskripsi Responden
Tabel II. Pelaksanaan Permenkes No. 73 Tahun 2016
Tabel III. Pelayanan Kefarmasian terkait Antibiotika di Apotek (1)
Tabel IV. Pelayanan Kefarmasian terkait Antibiotika di Apotek (2)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kandungan ammonia terendah terdapat pada perlakuan C yaitu pupuk sapi sebagai media kultur sedangkan yang terbesar terdapat pada perlakuan B yang merupakan pupuk

OS Ijarah Sona Topas Tourism Industry Tahun 2004.. PT Sona Topas Tourism Industry

Sesuai dengan peraturan Rektor UNNES nomor 22 tahun 2008, Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan intra kurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa

merupakan Sistem Informasi yang dapat membantu petugas Rekam Medik dalam meningkatkan pelayanan rawat jalan dalam proses pelayanan rumah sakit, dalam hal ini

Sistem perangkat lunak yang dikembang- kan terdiri dari modul form pengisian data, modul peta penelusuran data, dan modul pelaporan data yang dikelompokkan ke dalam 5 jenis

Melihat permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran mata pelajaran IPA yang berkenaan dengan terbatasnya media pembelajaran, peneliti akan mengembangkan

Dari data hasil penelitian, dapat dilihat bahwa model Problem Based Learning berpengaruh positif dan signifikan terhadap penguasaan konsep siswa, hal ini sesuai

Iklan rokok tidak boleh : merangsang dan menyarankan orang untuk merokok, menggambarkan bahwa merokok memberikan manfaat kesehatan, memperagakan dan menggambarkan dalam bentuk