PENGARUH PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN DAN ADAT ISTIADAT TERHADAP PARTISIPASI SUAMI DALAM PERAWATAN
KEHAMILAN ISTRI DI KELURAHAN PINTU SONA KABUPATEN SAMOSIR
T E S I S
Oleh
FERRA YUSTISIA BR PURBA 097032133/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE, BELIEFS
AT PINTU SONA VILLAGE, SAMOSIR DISTRICT
AND CULTURE ON THE PARTICIPATION OF HUSBAND IN WIFE’S ANTENATAL CARE
T H E S I S
BY
FERRA YUSTISIA BR PURBA 097032133/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN DAN ADAT ISTIADAT TERHADAP PARTISIPASI SUAMI DALAM PERAWATAN
KEHAMILAN ISTRI DI KELURAHAN PINTU SONA KABUPATEN SAMOSIR
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
FERRA YUSTISIA BR PURBA 097032133/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN DAN ADAT ISTIADAT TERHADAP
PARTISIPASI SUAMI DALAM PERAWATAN KEHAMILAN ISTRI DI KELURAHAN PINTU SONA KABUPATEN SAMOSIR
Nama Mahasiswa : Ferra Yustisia Br Purba Nomor Induk Mahasiswa : 097032133
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M)
Ketua Anggota
(Drs. Amru Nasution, M.Kes)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) ( Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Tanggal diuji
Pada Tanggal : 14 November 2011
PANITIA PENGUJI
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH PENGETAHUAN, KEPERCAYAAN DAN ADAT ISTIADAT TERHADAP PARTISIPASI SUAMI DALAM PERAWATAN
KEHAMILAN ISTRI DI KELURAHAN PINTU SONA KABUPATEN SAMOSIR
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, November 2011
ABSTRAK
Angka Cakupan kunjungan ibu hamil keempat (K4)
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pengetahuan, kepercayaan dan adat istiadat terhadap partisipasi suami dalam perawatan kehamilan istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir. Jenis penelitian survey explanatory. Populasi dalam penelitian adalah suami-suami yang memiliki istri yang sedang hamil pada trimester ketiga. Sampel sebanyak 43 orang merupakan seluruh populasi. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik ganda dengan α = 0,05.
Kabupaten Samosir selama tiga tahun berturut-turut yaitu data tahun 2007 sebesar 52,77%, data tahun 2008 sebesar 48,69%, dan data tahun 2009 sebesar 67.05%, masih jauh dari diharapkan (90% target MDGs pada tahun 2015). Rendahnya pencapaian cakupan K4 tersebut diduga terkait dengan partisipasi suami yang masih kurang dalam perawatan kehamilan istrinya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara statistik faktor pengetahuan, kepercayaan dan adat istiadat berpengaruh terhadap partisipasi suami dalam perawatan kehamilan istri. Variabel yang paling dominan adalah oleh variabel adat istiadat.
Disarankan kepada tenaga kesehatan khususnya bidan untuk meningkatkan sosialisasi dan penyuluhan rutin tentang perawatan kehamilan kepada suami melalui pendekatan kepada tokoh masyarakat.
ABSTRACT
Coverage numbers of mother was pregnant visits the fourth (K4) Samosir District for three consecutive years of data 2007 was 52.77%, data 2008 was 48.69%, and the data 2009 was 67.05%, it is still far from the expected (90 % target of the MDGs by 2015). The low achievement of the coverage of K4 was assumed to be cause of still less
The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of knowledge,
participation of husband in wife’s antenatal care. beliefs
The result of this study showed that statistically the factors of knowledge, and culture on the participation of husband in wife’s antenatal care at Pintu Sona Village, Samosir District. The population of this study were 43 husbands, whose wives were at third trimester pregnancy. All of the 43 husbands were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview and the data obtained were analyzed through
multiple logistic regression tests with α = 0.05.
beliefs
It is recommended that the health officers, especially midwives should increase the routine socialization and counseling on the antenatal care to the husband through the approach to the public figure.
and culture had influence on the participation of husband in wife’s antenatal care. The most dominant influencing variable was culture.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat karuniaNya penulis telah
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Pengetahuan, Kepercayaan dan
Adat Istiadat terhadap Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan Istri di
Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir”.
Dalam menyusun tesis ini penulis mendapat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara;
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara;
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara;
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara;
5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. sebagai Ketua komisi pembimbing yang
telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyelesaian tesis ini;
6. Drs. Amru Nasution, M.Kes. selaku Anggota komisi pembimbing yang telah
7. Drs. Agus Suriadi, M.Si. selaku Ketua komisi pembanding yang telah
memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini;
8. Asfriyati, S.K.M, M.Kes. selaku Anggota komisi pembanding yang telah
memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini;
9. Manigor Simbolon, S.K.M. Selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir
yang telah memberikan saya kesempatan, dukungan dan saran bagi pendidikan
saya, semoga bapak senantiasa diberikan kesehatan;
10.Tak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada yang tak terhingga kepada kedua
orang tua, Bapak S. Purba/ K br. Silalahi semoga Tuhan selalu memberkati;
11.Suami tercinta Dedis K Sagala, S.T dan Anak-anakku tersayang D.F. Andalan
Sagala dan Frederick Master Sagala yang telah banyak memberikan Semangat,
motivasi dan doa yang tulus sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.
12.Seluruh rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan dukungan dan semangat
dalam penulisan tesis ini hingga selesai saya mengucapkan terima kasih;
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
tesis ini.
Medan, November 2011
RIWAYAT HIDUP
Ferra Yustisia Br Purba, lahir di Medan pada tanggal 13 September 1980 anak
kedua dari empat bersaudara dari pasangan S. Purba/ K br. Silalahi, menikah dengan
Dedis K Sagala, S.T, dan telah dikaruniai dua orang putra yaitu D.F. Andalan Sagala
dan Frederick Master Sagala.
Memulai pendidikan di SD Swasta Methodist 7 Medan dan Lulus Tahun
1993. Melanjutkan pendidikan di SMPN 25 Medan dan lulus tahun 1996.
Melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Medan dan lulus tahun 1999. Pada tahun 2002
menyelesaikan studi dari D-III Kebidanan Politekes Medan. Selanjutnya meneruskan
pendidikan di Fakultas Kedokteran Jurusan D-IV Kebidanan Universitas Sumatera
Utara dan lulus tahun 2004. Penulis memulai karir di Dinas Kesehatan Kabupaten
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Hipotesis ... 9
1.5. Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Konsep Perawatan Kehamilan ... 10
2.2. Tujuan Perawatan Kehamilan ... 10
2.3. Perawatan Kehamilan... 11
2.4. Partisipasi ... 23
2.5. Faktor Budaya Memengaruhi Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan ... 30
2.6. Landasan Teori ... 37
2.7. Kerangka Konsep ... 39
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40
3.1. Jenis Penelitian ... 40
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40
3.3. Populasi dan Sampel ... 41
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41
3.5. Variabel dan Definisi Opersional ... 43
3.6. Metode Pengukuran ... 43
3.7. Metode Analisis Data ... 45
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 47
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47
4.3. Analisis Univariat ... 52
4.4 Analisis Bivariat ... 63
4.5 Analisis Multivariat ... 66
BAB 5. PEMBAHASAN ... 69
5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan Istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir ... 69
5.2. Pengaruh Kepercayaan terhadap Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan Istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir ... 73
5.3. Pengaruh Adat istiadat terhadap Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan Istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir ... 76
5.4. Keterbatasan Penelitian ... 80
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81
6.1. Kesimpulan ... 81
6.2. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 83
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Kebutuhan makanan sehari-hari ibu tidak hamil dan ibu hamil ... 15
4.1. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir ... 48
4.2. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir ... 48
4.3. Jenis Fasilitas Kesehatan Di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir ... 49
4.4. Distribusi Karakteristik Responden di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir ... 50
4.5. Distribusi Responden berdasarkan Jawaban Pertanyaan Pengetahuan tentang Perawatan Kehamilan di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir Tahun 2011 ... 52
4.6. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Perawatan Kehamilan di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir Tahun 2011 ... 55
4.7. Distribusi Responden berdasarkan Jawaban Pertanyaan Kepercayaan dalam Perawatan Kehamilan di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir Tahun 2011 ... 56
4.8. Distribusi Frekuensi Kepercayaan Responden tentang Perawatan Kehamilan di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir Tahun 2011 ... 57
4.9. Distribusi Responden berdasarkan Jawaban Pertanyaan Adat istiadat dalam Perawatan Kehamilan di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir Tahun 2011 ... 58
4.11. Distribusi Responden berdasarkan Jawaban Pertanyaan Partisipasi terhadap Perawatan Kehamilan di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir Tahun 2011 ... 60
4.8 Distribusi Frekuensi Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan Istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir Tahun 2011 ... 63
4.9. Hubungan Pengetahuan dengan Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan Istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir Tahun 2011 .. 64
4.10 Hubungan Kepercayaan dengan Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan Istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir Tahun 2011 .. 65
4.11. Hubungan Adat Istiadat dengan Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan Istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir Tahun 2011 .. 66
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 87
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 96
3. Master Data Penelitian ... 103
4. Hasil Pengolahan Data ... 111
5. Surat izin Penelitian ... 122
ABSTRAK
Angka Cakupan kunjungan ibu hamil keempat (K4)
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh pengetahuan, kepercayaan dan adat istiadat terhadap partisipasi suami dalam perawatan kehamilan istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir. Jenis penelitian survey explanatory. Populasi dalam penelitian adalah suami-suami yang memiliki istri yang sedang hamil pada trimester ketiga. Sampel sebanyak 43 orang merupakan seluruh populasi. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik ganda dengan α = 0,05.
Kabupaten Samosir selama tiga tahun berturut-turut yaitu data tahun 2007 sebesar 52,77%, data tahun 2008 sebesar 48,69%, dan data tahun 2009 sebesar 67.05%, masih jauh dari diharapkan (90% target MDGs pada tahun 2015). Rendahnya pencapaian cakupan K4 tersebut diduga terkait dengan partisipasi suami yang masih kurang dalam perawatan kehamilan istrinya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara statistik faktor pengetahuan, kepercayaan dan adat istiadat berpengaruh terhadap partisipasi suami dalam perawatan kehamilan istri. Variabel yang paling dominan adalah oleh variabel adat istiadat.
Disarankan kepada tenaga kesehatan khususnya bidan untuk meningkatkan sosialisasi dan penyuluhan rutin tentang perawatan kehamilan kepada suami melalui pendekatan kepada tokoh masyarakat.
ABSTRACT
Coverage numbers of mother was pregnant visits the fourth (K4) Samosir District for three consecutive years of data 2007 was 52.77%, data 2008 was 48.69%, and the data 2009 was 67.05%, it is still far from the expected (90 % target of the MDGs by 2015). The low achievement of the coverage of K4 was assumed to be cause of still less
The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of knowledge,
participation of husband in wife’s antenatal care. beliefs
The result of this study showed that statistically the factors of knowledge, and culture on the participation of husband in wife’s antenatal care at Pintu Sona Village, Samosir District. The population of this study were 43 husbands, whose wives were at third trimester pregnancy. All of the 43 husbands were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview and the data obtained were analyzed through
multiple logistic regression tests with α = 0.05.
beliefs
It is recommended that the health officers, especially midwives should increase the routine socialization and counseling on the antenatal care to the husband through the approach to the public figure.
and culture had influence on the participation of husband in wife’s antenatal care. The most dominant influencing variable was culture.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Partisipasi suami menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program
kesehatan reproduksi. Sebaik apapun program yang dilakukan Pemerintah tetapi
tanpa peran aktif masyarakat, program tersebut tidak akan mencapai hasil yang
diharapkan. Peningkatan partisipasi suami dalam perawatan kehamilan salah satu isu
penting dalam kesehatan ibu dan anak.
Angka Kematian Ibu (AKI) Berdasarkan data resmi Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, terus mengalami penurunan. Pada tahun
2004 yaitu 270 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2005 yaitu 262 per 100.000
kelahiran hidup, tahun 2006 yaitu 255 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2007
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Profil Kesehatan Indonesia
(2010), walaupun sudah terjadi penurunan AKI di Indonesia, namun angka tersebut
masih menempatkan Indonesia pada peringkat 12 dari 18 negara ASEAN dan SEARO
(South East Asia Region, yaitu: Bangladesh, Bhutan, Korea Utara, India, Maladewa,
Myanmar, Nepal, Timor Leste, dan lain-lain).
Negara- negara didunia memberikan perhatian cukup besar terhadap AKI
sehingga menempatkan diantara delapan tujuan yang tertuang Millenium
Development Goals (MDGs) yang harus dicapai sebelum 2015, AKI di Indonesia
189 negara pada September 2000, pada prinsipnya bertujuan meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan manusia (Yustina, 2007).
Penyebab kematian ibu secara langsung adalah perdarahan pasca persalinan,
infeksi dan eklampsia. Penyebab tidak langsung yaitu status gizi, 4 (empat) terlalu
(terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat dan terlalu sering), latar belakang pendidikan
perempuan, pemberdayaan perempuan yang kurang baik, masalah ketidaksetaraan
gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu
hamil dan melahirkan. Hal ini melatar belakangi kematian ibu yang mengalami
komplikasi obsterik dalam tiga terlambat, terlambat mencapai tempat kesehatan,
terlambat mengambil keputusan dan terlambat mendapat penanganan yang memadai
di tempat pelayanan kesehatan (Prawirohardjo, 2009).
Angka Kematian Ibu di Provinsi Sumatera Utara dalam 4 tahun terakhir
menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 360 per 100.000 kelahiran hidup tahun
2005, menjadi 320 per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2006 menjadi 315 per
100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2007 menjadi 275 per 100.000 kelahiran hidup
dan pada tahun 2008 sebesar 260 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Propsu, 2009).
Angka Kematian Ibu di Kabupaten Samosir pada tahun 2010 yaitu 238 per
100.000 kelahiran hidup, Dari kematian ibu tersebut 2 ibu terjadi pada masa
kehamilan, masa bersalin 1 ibu dan 3 ibu terjadi pada masa nifas. Penyebab kematian
masih disebabkan oleh trias klasik (perdarahan, infeksi dan eklamsi), dan non medis
Upaya pemerintah dalam rangka menurunkan AKI di Indonesia pada tahun
2000 dengan merancangkan Making Pregnancy Safer (MPS) yang merupakan strategi
sektor kesehatan secara terfokus pada pendekatan dan perencanaan yang sistematis
dan terpadu. salah satu dari strategi MPS adalah memberdayakan dan melibatkan
peran serta perempuan, suami dan masyarakat oleh pemeritah yaitu dengan Program
Desa Siaga (Desa Siap Antar Jaga) yang dilakukan sejak tahun 2006 termasuk
didalamnya Program Suami Siaga. (Prawirohardjo, 2009).
Dalam konsep suami siaga, seorang suami dengan istri yang sedang hamil
diharapkan siap mewaspadai setiap risiko kehamilan yang muncul, menjaga agar istri
tidak melakukan hal-hal yang mengganggu kesehatan dan kehamilannya, serta segera
mengantar ke rujukan terdekat bila ada tanda-tanda komplikasi kehamilan. Jika peran
SIAGA ini dijalankan, diharapkan keterlambatan yang kerap menjadi penyebab
kematian ibu melahirkan tidak terjadi. Keterlambatan yang dimaksud mencakup
terlambat mengetahui kelainan kehamilan dan persalinan, terlambat memutuskan
untuk segera ke fasilitas pelayanan kesehatan, terlambat menerima perawatan yang
tepat (Lukman, 2009).
Peran suami dalam upaya meningkatkan kesehatan ibu selama hamil seperti
mendukung istri agar mendapatkan pelayanan antenatal yang baik, menganjurkan
ataupun memilihkan tempat pelayanan serta bidan atau dokter sekaligus
mengantarkan istrinya ketika berkonsultasi. Ketika suami mengantarkan istrinya
untuk pemeriksaan dan konsultasi, suami dapat belajar untuk mengenal tanda-tanda
kesehatan, suami dapat ikut berperan. Suami merupakan pemegang keputusan utama
dalam keluarga yang memiliki peranan besar dalam penentuan perencanaan kesehatan
istrinya agar tidak mengalami keterlambatan dalam mencari pertolongan (BKKBN,
2008).
Ketidaktahuan suami dalam mengenal komplikasi, keterlambatan mengenal
bahaya di rumah, keterlambatan membawa istri ke fasilitas pelayanan kesehatan
cukup berakibat fatal. Pada umumnya suami tidak mengetahui adanya tanda bahaya
di rumah, walaupun suami atau anggota keluarga mengetahui adanya keluhan yang
dirasakan oleh ibu hamil. Selama antenatal care suaminya tidak mengetahui jadwal
antenatal care, sehingga suami terkadang mengantar istrinya periksa hamil jika
kebetulan ia berada di rumah. Disamping itu suaminya tidak pernah bertanya atau
mencari informasi kepada bidan, teman atau orangtua perihal kehamilan istrinya.
Suami juga tidak mengetahui tanda bahaya yang terjadi di rumah dan kondisi ibu
hamil serta risiko yang dapat muncul secara tiba-tiba, sebagai akibat dari faktor usia,
jarak kehamilan, jumlah anak dan beban kerja (BKKBN, 2008).
Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang ataupun
kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan sesuatu. Adanya keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka (Mikkelsen, 2003).
Partisipasi suami saat kehamilan sangat penting untuk membantu ketenangan
jiwa istrinya. Suami yang baik adalah suami yang memenuhi kebutuhan istrinya,
pada istrinya. Seorang ayah seharusnya bekerja keras, bertanggung jawab dan
meluangkan waktu untuk istri yang akan menciptakan kesenangan, kepuasan dan
kebahagiaan yang tak terukur. Selama kehamilan maupun persalinan, istri biasanya
menggantungkan semangatnya pada suami. Istri membutuhkan dukungan dari
suaminya, dan jika dia tidak mendapatkan hal itu dia akan merasa hidup sendiri
(Stoppard, 2002).
Mikkelsen (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
partisipasi masyarakat yaitu faktor sosial, faktor budaya dan faktor politik. Adapun
yang menjadi perhatian untuk menelaah tingkat partisipasi masyarakat adalah faktor
budaya (pengetahuan, kepercayaan dan adat istiadat).
Pengambilan keputusan berkaitan erat dengan faktor sosial budaya terutama
yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Swasno (1998) menyatakan bahwa respon
masyarakat terhadap perawatan kehamilan dan pasca persalinan bagi ibu dan bayinya
sesuai dengan nilai-nilai, landasan pemikiran, keyakinan dan kepercayaan serta
norma-norma yang mendasari prilaku pertolongan dan prilaku perawatan ibu dan
anak.
Menurut Bobak (2004), ibu hamil yang mendapat perhatian, dukungan suami
dan keluarga cenderung lebih mudah menerima dan mengikuti nasihat yang diberikan
petugas kesehatan dibandingkan ibu hamil yang kurang mendapat dukungan dan
perhatian dari suami dan keluarganya.
Menurut Cholil et all, (1998) bahwa tingkat pendidikan akan memengaruhi
pengetahuan suami maka akses terhadap informasi tentang kesehatan istrinya akan
berkurang sehingga suami akan kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif.
Padahal sebenarnya suami mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam
pengambilan keputusan berkenaan dengan kesehatan reproduksi pasangannya.
Hasil penelitian Ishak, dkk (2005) menemukan bahwa keterlibatan suami
dalam menjaga kehamilannya dengan melakukan tindakan-tindakan memperhatikan
gizi/makanan ibu hamil, pemeriksaan kehamilan dan mengusahakan agar persalinan
ditolong tenaga kesehatan. Dipengaruhi oleh umur suami, pendidikan dan
pekerjaannya.
Hasil penelitian Suryawati (2007) menemukan bahwa keterlibatan suami
selama kehamilan istri cukup besar baik dalam bentuk aktivitas mengantar istri
memeriksa kandungan ke bidan/dokter berusaha memenuhi keinginan istri yang
sedang ngidam maupun mengingatkan istri lebih banyak makan makanan yang
bergizi
Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (2001), peningkatan
partisipasi suami dalam perawatan kehamilan adalah perlu karena : (1). Suami
merupakan pasangan dalam proses reproduksi, sehingga beralasan bila suami istri
berbagi tanggung jawab dan peranan secara seimbang untuk mencapai kesehatan
reproduksi dan berbagi beban untuk mencegah penyakit serta komplikasi kesehatan
reproduksi dan kehamilan, (2). Suami bertanggung jawab secara sosial, moral dan
ekonomi dalam membangun keluarga, (3). Suami secara nyata terlibat dalam fertilitas
Partisipasi dan tanggung jawab suami baik secara langsung maupun tidak langsung
dalam perawatan kehamilan masih rendah.
Angka Cakupan kunjungan ibu hamil keempat (K4)
Hasil studi pendahuluan di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir data
tahun 2009 cakupan K4 sebesar 53,79% dan data 2010 cakupan K4 hanya 66,89%
(masih jauh dari data cakupan yang diharapkan oleh Departemen Kesehatan yaitu
90%). Dari kunjungan ibu hamil ke pelayanan kesehatan terdeteksi 3 ibu hamil yang
berisiko tinggi dengan keadaan 2 ibu hamil menderita anemia dan seorang ibu hamil
dengan preeklamsi. Ditemukan juga ibu hamil dengan faktor risiko tinggi antara lain;
jarak kehamilan kurang dari 2 tahun, anak lebih dari lima dan hamil diatas usia 35
tahun.
Kabupaten Samosir
selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2007 adalah 52,77%, tahun 2008 adalah
48,69%, tahun 2009 adalah 67.05% (Profil Dinkes Kab. Samosir, 2010). Angka
tersebut masih jauh dari diharapkan (90% target MDGs pada tahun 2015). Seluruh
wilayah Puskesmas di Kabupaten Samosir angka cakupan K4 nya masih ketinggalan
jauh, seperti wilayah kerja Puskesmas Buhit termasuk di Kelurahan Pintu Sona.
Di Kelurahan Pintu Sona sebagian besar suku Batak, pada budaya Batak
anggapan istri adalah seorang wanita yang tidak sederajat dengan kaum pria. Di
wilayah ini masih banyak suami yang setuju dengan hal tersebut, dimana suami akan
mendapat kualitas dan kuantitas makanan yang lebih baik dibanding istri maupun
anaknya karena dia beranggapan bahwa suamilah yang bekerja mencari nafkah dan
sangat berakibat buruk untuk kesehatan ibu jika dalam keadaan hamil. Hasil
wawancara kepada 5 (lima) orang suami, terdapat 3 orang suami tidak tahu kapan
istrinya mulai hamil dan tidak tahu tanda-tanda kehamilan sehingga dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi tidak berbeda dengan sebelum hamil. Berdasarkan hasil
wawancara tersebut penulis berasumsi ada kemungkinan partisipasi suami dalam
perawatan kehamilan rendah jika suami tidak mengetahui istri sedang hamil dan juga
tanda-tanda kehamilan.
Dari fenomena tersebut terlihat bahwa ada masalah yang memengaruhi
partisipasi suami dalam perawatan kehamilan, sehingga perlu dilakukan penelitian
pengaruh pengetahuan, kepercayaan dan adat istiadat terhadap partisipasi suami
dalam perawatan kehamilan istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir.
1.2. Permasalahan
Apakah ada pengaruh pengetahuan, kepercayaan dan adat istiadat terhadap
partisipasi suami dalam perawatan kehamilan istri di Kelurahan Pintu Sona
Kabupaten Samosir.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, kepercayaan dan adat istiadat
terhadap partisipasi suami dalam perawatan kehamilan istri di Kelurahan Pintu Sona
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh pengetahuan, kepercayaan dan adat istiadat terhadap partisipasi
suami dalam perawatan kehamilan istri di Kelurahan Pintu Sona Kabupaten Samosir.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Samosir; sebagai bahan masukan dalam
upaya meningkatkan Partisipasi masyarakat khususnya para suami dalam
perawatan kehamilan sebagai salah satu upaya menyukseskan Program
Kesehatan Ibu dan anak.
1.5.2. Bagi para suami sebagai bahan masukan untuk meningkatkan pengetahuan
tentang perawatan kehamilan dalam kaitanya untuk meningkatkan
kepercayaan dan adat istiadat yang mendukung perawatan kehamilan
sehingga partisipasi suami dalam perawatan kehamilan dilakukan secara tepat.
1.5.3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan
yang berkaitan dengan pengaruh pengetahuan, kepercayaan dan adat istiadat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perawatan Kehamilan
Perawatan kehamilan adalah perawatan selama kehamilan sebelum bayi lahir
yang lebih ditekankan pada kesehatan ibu (Manuaba, 2007).
Perawatan kehamilan harus segera dimulai sesegera mungkin setelah diduga
kuat terjadi kehamilan dengan tujuan utama untuk mengetahui status kesehatan ibu
dan janin, menentukan usia kehamilan dan memulai rencana untuk perawatan obstetri
berkelanjutan (Leveno, 2009).
2.2 Tujuan Perawatan Kehamilan
Periode prenatal adalah periode persiapan, baik secara fisik, yakni
pertumbuhan janin dan adaptasi maternal maupun secara psikologis, yakni antisipasi
menjadi orangtua. Kunjungan prenatal reguler dimulai segera setelah ibu pertama
kali terlambat menstruasi, yang bertujuan untuk mengikuti pertumbuhan dan
perkembangan janin dan untuk mengidentifikasi kelainan yang dapat menganggu
proses persalinan normal (Bobak, 2005).
Tujuan perawatan kehamilan antara lain; (1) Mempromosikan dan menjaga
kesehatan fisik dan mental ibu serta bayi dengan pendidikan, nutrisi, kebersihan diri,
dan proses kelahiran bayi, (2) Mendeteksi dan penatalaksanaan komplikasi medis,
bedah atau obstetri selama kehamilan, (3) Mengembangkan persiapan persalinan serta
dengan sukses menjalankan nifas normal dan merawat anak secara fisik, psikologi
dan sosial (Kusmiyati, 2009).
2.3 Perawatan Kehamilan
Menjaga dan meningkatkan kesehatan ibu dan janin selama kehamilan adalah
merupakan aspek yang yang penting. Untuk mewujudkan hal ini dapat dilakukan
perawatan mandiri seperti berikut (Prawirohardjo, 2009) :
1. Perawatan Payudara
Payudara perlu dipersiapkan sejak sebelum bayi lahir sehingga dapat
berfungsi dengan baik pada saat diperlukan. Payudara merupakan sumber air susu ibu
yang akan menjadi makanan utama bagi bayi, karena itu jauh sebelumnya sudah
harus dirawat. Kutang yang dipakai harus sesuai dengan pembesaran buah dada, yang
sifatnya adalah menyokong buah dada dari bawah suspension, bukan menekan dari
depan. Dua bulan terakhir dilakukan massage. Bila putting susu masuk kedalam, hal
ini diperbaiki dengan menarik-narik keluar. (Prawirohardjo, 2009).
Pengurutan payudara untuk mengeluarkan sekresi dan membuka duktus dan
sinus lateferus sebaiknya dilakukan secara hati-hati dan benar karena pengurutan
yang salah dapat menimbulkan kontraksi pada rahim sehingga terjadi kondisi seperti
pada uji kesejahteraan janin menggunakan uterotonika. Basuhan lembut setiap hari
pada areola dan puting susu akan dapat mengurangi retak dan lecet pada area
tersebut. Untuk sekresi yang mengering pada puting susu, lakukan pembersihan
sensitif dan menjadi lebih berat maka sebaiknya gunakan penopang payudara yang
sesuai (brassiere) (Stephenson, 1986).
2. Perawatan Gigi
Perawatan gigi selama masa hamil merupakan hal yang sangat penting. Rasa
mual dapat mengakibatkan perburukan higiene mulut dan karies gigi dapat timbul.
Tidak ada perubahan fisiologis selama masa hamil yang dapat menimbulkan karies
gigi karena kalsium dan fosfor di dalam gigi menetap di email. Karena itu pepatah
kuno yang mengatakan “setiap anak mendapat satu gigi” adalah tidak benar (Bobak,
2004).
Pemeriksaan gigi selama kehamilan minimal dua kali yang dilakukan pada
trimester pertama karena terkait dengan hiperemesis dan ptialisme (reproduksi liur
yang berlebihan) sehingga kebersihan rongga mulut harus terjaga. Sementara itu pada
trimester ketiga terkait adanya kebutuhan kalsium untuk pertumbuhan janin sehingga
perlu diketahui apakah terdapat pengaruh merugikan pada gigi ibu hamil. Dianjurkan
untuk selalu menyikat gigi setelah makan karena ibu hamil rentan terhadap terjadinya
carries dan gingivitis (Prawirohardjo, 2009) 3. Istirahat dan Tidur
Wanita hamil dianjurkan untuk merencanakan istirahat yang teratur khusus
seiring kemajuan kehamilan. Tidur pada malam hari selama lebih kurang 8 jam dan
istirahat dalam keadaan rilaks pada siang hari selama 1 jam. Disamping latihan,
istirahat juga diperlukan oleh ibu hamil khususnya selama trimester kedua dari
tenang. Kaki sebaiknya dinaikkan sejajar dengan tubuh dan semua pakaian yang
terlalu ketat dilonggarkan. Memasuki akhir bulan kehamilan, periode istirahat akan
menjadi lebih banyak (Prawirohardjo, 2009).
Tidur siang menguntungkan dan baik bagi kesehatan ibu. Tempat hiburan
yang terlalu ramai, sesak dan panas lebih baik dihindari karena dapat menyebabkan
ibu jatuh pingsan (Mochtar, 1998).
4. Nutrisi
Wanita hamil harus betul-betul mendapat perhatian susunan dietnya, terutama
mengenai jumlah kalori, protein yang berguna bagi pertumbuhan janin dan kesehatan
ibu. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan anemia, abortus, partus prematurus,
inertia uteri, perdarahan pasca persalinan, sepsis puerperalis, dan lain-lain.
Sedangkan makan berlebihan, karena dianggap untuk ibu dan janin, dapat
mengakibatkan komplikasi seperti gemuk, pre-eklamsi, janin besar, dan sebagainya.
Zat-zat yang diperlukan: protein, karbohidrat, zat lemak, mineral atau
bermacam-macam garam terutama kalsium, Fosfor, Asam folat dan zat besi (Fe); vitamin dan
air. semua zat tersebut kita peroleh dari makanan yang kita makan sehari-hari dan
pengobatan tambahan yang diberikan jika terjadi kekurangan (Mochtar, 1998).
Banyak wanita berpendapat bahwa selagi hamil makan dikurangi, karena
mereka takut janin menjadi besar sehingga sulit melahirkan. Pendapat ini tidak
mempunyai dasar; sebenarnya ibu hamil memerlukan tambahan zat-zat untuk
pertumbuhan janinnya agar sehat dan ini hanya bisa diperoleh dari makanan. Sebagai
berdasarkan kenaikan berat badannya. Kenaikan berat badan rata-rata antara 10 – 12
Kg. Kenaikan berat badan yang berlebihan atau bila berat badan turun setelah
kehamilan trimester kedua, haruslah menjadi perhatian (Prawirohardjo, 2009)
Jumlah kalori yang diperlukan bagi ibu hamil untuk setiap harinya adalah
2500 kalori. Pengetahuan tentang berbagai jenis makanan yang dapat memberikan
kecukupan kalori tersebut sebaiknya dapat dijelaskan secara rinci dan bahasa yang
dimengerti oleh para ibu hamil dan keluarganya. Jumlah kalori yang berlebih dapat
menyebabkan obesitas dan hal ini merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
preeklampsia. Jumlah pertambahan berat badan sebaiknya tidak melebihi 10-12 kg
selama hamil. Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram per
hari. Sumber protein tersebut dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan
(kacang-kacangan) atau hewani (ikan, ayam, keju, susu, telur). Defisiensi protein dapat
menyebabkan kelahiran prematur, anemia dan edema. Kebutuhan kalsium ibu hamil
adalah 1,5 gram per hari. Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama
bagi pengembangan otot dan rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh adalah
susu, keju, yogurt, dan kalsium karbonat. Defisiensi kalsium dapat menyebabkan
riketsia pada bayi atau osteomalasia pada ibu. Metabolisme yang tinggi pada ibu
hamil memerlukan kecukupan oksigenasi jaringan yang diperoleh dari pengikatan dan
pengantaran melalui hemoglobin di dalam sel-sel darah merah. Untuk menjaga
konsentrasi hemoglobin yang normal, diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil
dengan jumlah 30 mg/hari. Zat besi yang diberikan dapat berupa ferfous gluconate,
menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Selain zat besi, sel-sel darah merah juga
memerlukan asam folat bagi pematangan sel. Jumlah asam folat yang dibutuhkan
oleh ibu hamil adalah 400 mikrogram per hari. Kekurangan asam folat dapat
[image:34.612.114.522.254.428.2]menyebabkan anemia megaloblastik pada ibu hamil (Stephenson, 1986).
Table 2.1. Kebutuhan makanan sehari-hari ibu tidak hamil dan ibu hamil
Kalori dan zat makanan Tidak hamil Hamil
Kalori 2000 2500
Protein 55 g 85 g
Kalsium (Ca) 0,5 g 1,5 g
Zat besi (Fe) 12 mg 30 mg
Vitamin A 5000 IU 6000 IU
Vitamin D 400 IU 600 IU
Tiamin 0,8 mg 1 mg
Riboflavin 1,2 mg 1,3 mg
Niasin 13 mg 15 mg
Vitamin C 60 mg 90 mg
Sumber: Mochtar, Sinopsis Obstetri, Ed ke-2, Jakarta, ECG, 1998
5. Aktivitas Fisik dan Latihan
Ibu hamil boleh melakukan kegiatan/aktifitas fisik biasa selama tidak terlalu
melelahkan. Ibu hamil dapat melakukan pekerjaan seperti menyapu, mengepel,
memasak dan mengajar. Semua pekerjaan tersebut harus sesuai dengan kemampuan
wanita tersebut dan mempunyai cukup waktu istirahat. Sikap tubuh yang perlu
diperhatikan ibu hamil: sikap duduk, berdiri, berjalan, tidur, bangun dari berbaring
Lakukan gerak tubuh ringan, misalnya berjalan kaki, terutama pada pagi hari.
Jangan melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat dan hindarkan kerja fisik yang
dapat menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Stephenson, 1986).
Gerak badan berguna untuk sirkulasi darah menjadi baik, nafsu makan
bertambah, pencernaan lebih baik, dan tidur lebih nyenyak. Gerak badan yang
melelahkan dilarang. Dianjurkan jalan-jalan di pagi hari dalam udara yang masih
segar. Gerak badan ditempat; berdiri lalu jongkok, terlentang dengan kaki diangkat,
terlentang perut dengan diangkat dan melatih pernafasan (Prawirohardjo, 2009)
6. Aktivitas Seksual
Jika ada ancaman abortus atau persalinan premature maka koitus dihindari.
Diluar itu, umumnya diterima bahwa wanita hamil yang sehat dapat dengan aman
melakukan hubungan kelamin sebelum sekitar 4 minggu terakhir kehamilan (Leveno,
2009)
Selama kehamilan berjalan normal, koitus diperbolehkan sampai akhir
kehamilan, koitus tidak dibenarkan bila; terdapat perdarahan pervaginam, terdapat
riwayat abortus berulang, riwayat prematur, ketuban pecah, servik telah membuka.
Orgasme pada kehamilan trimester tiga dapat menyebabkan kontraksi uterus yang
meningkatkan kejadian partus prematurus, pada minggu terakhir kehamilan, koitus
harus hati-hati (Mochtar, 1998)
dilanjutkan sepanjang masa hamil. Tujuannya ialah mencegah penularan penyakit
menular seksual (Kusmiyati, 2009).
7. Kebersihan dan Pakaian
Kebersihan tubuh harus terjaga selama kehamilan. Perubahan anatomi pada
perut, area genitalia/lipat paha dan payudara menyebabkan lipatan-lipatan kulit
menjadi lebih lembab dan mudah terinvestasi oleh mikroorganisme. Sebaiknya
gunakan pancuran atau gayung pada saat mandi, tidak dianjurkan berendam dalam
bathtub dan melakukan vaginal douche. Gunakan pakaian yang longgar, bersih dan
nyaman dan hindarkan sepatu bertongkat tinggi (high heels) dan alas kaki yang keras
(tidak elastis) serta korset penahan perut (Stephenson,1989).
Pada dasarnya pakaian apa saja bisa dipakai, dari bahan yang mudah
menyerap keringat. Ada dua hal yang harus diperhatikan dan dihindari yaitu; (1)
stoking yang terlalu ketat, karena dapat menggangu aliran darah; (2) sepatu dengan
hak tinggi, akan menambah lordosis sehingga sakit pinggang akan bertambah
(Prawirohardjo, 2009).
8. Pekerjaan
Bagi wanita pekerja, boleh tetap masuk kantor sampai menjelang partus.
Pekerjaan jangan dipaksa sehingga istirahat cukup selama lebih kurang 8 jam sehari.
Pada keadaan tertentu seperti partus prematur imminens, ketuban pecah dini,
menderita kelainan jantung, aktivitas sehari-hari harus dibatasi (kusmaiyati, 2009)
Pembatasan jumlah kerja selama kehamilan dianjurkan untuk menghindari
harus dihindari. Wanita yang benar-benar bekerja, dianjurkan untuk beristirahat untuk
mengurangi kemungkinan rasa lelah. Pekerjaan penuh selama kehamilan akan disertai
dengan resiko yang lebih besar terhadap kelahiran kurang bulan dan pertumbuhan
janin buruk (Stoppard, 2002).
9. Bepergian dan Perjalanan
Perjalanan yang dilakukan oleh wanita sehat tidak berefek buruk pada
kehamilan. Bepergian dengan menggunakan pesawat udara (yang tekanan udaranya
dapat dikendalikan). Juga tidak menimbulkan resiko khusus. Tanpa adanya penyulit
obstetri atau medis, wanita hamil dapat bepergian dengan pesawat terbang yang
aman hingga gestasi 36 minggu (Mochtar, 1998).
Wanita hamil harus berhati-hati dalam membuat rencana perjalanan yang
cenderung lama atau melelahkan. Duduk diam untuk waktu yang lama dapat
menimbulkan ketidaknyamanan dan mengakibatkan gangguan sirkulasi serta edema
tungkai. Bepergian juga dapat menimbulkan masalah lain. Biasanya perjalanan jauh
akan meletihkan, dan asupan makanan serta minuman cenderung berbeda dengan
yang biasa dialami. Konstipasi atau diare sering terjadi dalam perjalanan, dan juga
dengan berada di tempat lain terdapat ketidakpastian dalam memperoleh pelayanan
medis yang memuaskan. Sabuk pengaman pada kendaraan harus dikenakan tanpa
menekan bagian perut yang menonjol (Lenovo, 2009).
10.Konsumsi Alkohol dan Rokok
Alkohol yang dikomsumsi ibu hamil dapat membahayakan jantung ibu hamil
kelahiran premature. Wanita hamil seharusnya tidak mengkonsumsi atau mengurangi
pemakaian alkohol sebelum atau selama hamil. Efek pemakaian alkohol dalam
kehamilan adalah pertumbuhan janin terhambat, retardasi mental, kecacatan dan
kelainan jantung dan kelainan neonatal (Kusmiyati, 2009).
Zat-zat kimia yang diserap dari asap rokok langsung membatasi pertumbuhan
janin karena mereduksi jumlah sel yang dihasilkan didalam tubuh dan otak janin.
Khusus selama kehamilan karena alasan apapun tidak boleh merokok sebab dengan
merokok berarti dia menambah satu faktor kesulitan yang memperbesar kemungkinan
terjadinya kematian bayi dalam kandungan (Stoppard 2002).
Ibu tidak dianjurkan untuk melakukan kebiasaan untuk merokok selama hamil
karena dapat menimbulkan vasospasme yang berakibat pada anoksia bayi, berat
badan lahir rendah (BBLR), prematuritas, kelainan kongenital dan solusio plasenta
(Stephenson,1989).
11. Obat-obatan
Wanita hamil sebaiknya tidak mengkonsumsi obat-obatan selama hamil
kecuali bila dengan resep dokter. Hal ini penting untuk menjaga embrio atau fetus
terhadap bahaya atau efek dari obat-obatan tersebut (Kusmiyati, 2009).
Prinsipnya jika mungkin dihindari pemakaian obat-obatan selama kehamilan
terutama triwulan pertama. Perlu dipertanyakan mana yang lebih besar manfaatnya
dibandingkan bahayanya terhadap janin, oleh karena itu dipertimbangkan pemakaian
12.Imunisasi dan Vaksinasi
Kehamilan bukan saat untuk memulai program imunisasi terhadap berbagai
penyakit yang dapat dicegah. Setiap bahan (atau setiap kontak dengan
mikroorganisme) yang dapat menaikkan suhu tubuh dengan tajam harus dihindari.
Vaksinasi rubella, tifoid dan influenza tidak diberikan selama kehamilan karena
kemungkinan adanya akibat yang membahayakan janin. Perlindungan terhadap polio
dapat diberikan jika wanita tersebut belum pernah divaksin. Vaksin tetanus harus
diberikan pada wanita hamil untuk mencegah kemungkinan tetanus neonatorum
(Lenovo, 2009). Untuk memilih imunisasi apa yang aman selama kehamilan
sebaiknya ibu berkonsultasi dengan petugas pelayanan kesehatan. Wanita hamil
sebaiknya memberitahukan kepada petugas pelayanan kesehatan bahwa dia sedang
hamil sebelum imunisasi ditetapkan (Stoppard 2002).
13.Kesehatan Jiwa
Ketenangan jiwa penting dalam menghadapi persalinan, karena itu dianjurkan
bukan saja melakukan latihan-latihan fisik namun juga latihan kejiwaan untuk
menghadapi persalinan. Walaupun peristiwa kehamilan dan persalinan adalah suatu
hal yang fisiologis namun banyak ibu-ibu yang tidak tenang dan merasa khawatir.
Untuk menghilangkan cemas harus ditanamkan kerjasama antara pasien dengan yang
menolong persalinan (Prawirohardjo, 2009).
Agar proses psikologis dalam kehamilan berjalan normal dan baik maka ibu
Dukungan bisa berasal dari berbagai pihak baik itu dari suami, orang tua, anak, teman
dan orang-orang sekeliling (Kusmiyati 2009).
14.Tanda Bahaya
Pada umumnya, 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan hanya
10-12% kehamilan yang disertai dengan penyulit atau berkembang menjadi kehamilan
patologis. Kehamilan patologis sendiri tidak terjadi secara mendadak karena
kehamilan dan efeknya terhadap organ tubuh berlangsung secara bertahap dan
berangsur-angsur. Deteksi dini dari gejala dan tanda bahaya selama kehamilan
merupakan upaya terbaik untuk mencegah terjadinya gangguan yang serius terhadap
kehamilan maupun keselamatan ibu hamil. Faktor predisposisi dan adanya penyakit
penyerta sebaiknya juga dikenali sejak awal sehingga dapat dilaklukan berbagai
upaya maksimal untuk mencegah gangguan yang berat terhadap kehamilan dan
keselamatan ibu maupun bayi yang dikandungnya (Lenovo,2009).
Tanda bahaya yang perlu diperhatikan dan diantisipasi dalam kehamilan
adalah; perdarahan pervaginam, sakit kepala yang hebat, penglihatan kabur, bengkak
diwajah dan jari-jari tangan, keluar cairan dari vagina dan gerakan janin tidak terasa
(Prawirohardjo, 2009).
Beberapa gejala dan tanda lain yang terkait dengan gangguan serius selama
kehamilan adalah: Muntah berlebihan yang berlangsung selama kehamilan, disuria,
menggigil atau demam, ketuban Pecah Dini atau Sebelum Waktunya, Uterus lebih
15.Pemeriksaan kehamilan
Pemeriksaan kehamilan merupakan bagian terpenting dari seluruh rangkaian
perawatan ibu hamil. Melalui pengawasan tersebut dapat ditetapkan kesehatan ibu
hamil kesehatan janin dan hubungan keduanya sehingga dapat direncanakan
pertolongan persalinan yang tepat (Manuaba, 2007).
Kunjungan prenatal dijadwalkan sekali sebulan selama tujuh bulan, sekali dua
minggu pada bulan kedelapan, dan sekali seminggu pada bulan terakhir pada
kehamilan yang normal. Pada kehamilan tanpa penyulit, kunjungan dapat lebih jarang
dilakukan. Sebaliknya, wanita dengan kehamilan berpenyulit sering memerlukan
kunjungan ulang dengan interval 1-2 minggu (Leveno, 2009).
Pemeriksaan dan pematauan antental setiap wanita hamil memerlukan
minimal empat (4) kali kunjungan selama priode antenatal; satu kali kunjungan
selama trimester pertma (sebelum 12 minggu), satu kali kunjungan selama trimester
kedua (antara minggu 14-28) dan dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara
28-36 dan sesudah minggu ke 36) (Meilani, 2009).
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan secara berkala dan teratur. Hal ini
dapat memberikan peluang yang lebih besar bagi petugas kesehatan untuk mengenali
secara dini berbagai penyulit atau gangguan kesehatan yang terjadi pada ibu hamil.
Beberapa penyakit atau penyulit tidak segera timbul bersamaan dengan terjadinya
kehamilan (misalnya, hipertensi dalam kehamilan) atau baru akan menampakkan
gejala pada usia kehamilan tertentu (misalnya, perdarahan antepartum yang
keluarganya tentang proses kehamilan dan masalahnya melalui penyuluhan atau
konseling dapat berjalan efektif apabila tersedia cukup waktu untuk melaksanakan
pendidikan kesehatan yang diperlukan. Dari satu kunjungan ke kunjungan berikutnya
sebaiknya dilakukan pencatatan (Lenovo, 2009)
2.4. Partisipasi
Partisipasi masyarakat merupakan suatu bentuk peran serta atau keterlibatan
masyarakat dalam program pembangunnan. Partisipasi masyarakat ini menunjukkan
bahwa masyarakat merasa terlibat dan merasa bagian dari pembangunan. Hal ini akan
sangat berdampak positif terhadap keberhasilan pelaksanaan suatu program
pembangunan (Soetomo, 2006).
Mikkelsen (2003), mengatakan bahwa pembangunan pada dasarnya
merupakan proses perubahan sikap dan prilaku. Partisipasi masyarakat yang semakin
meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu perwujudan
dari perubahan sikap dan prilaku tersebut. Ada enam tafsiran dan makna berbeda
tentang partisipasi yaitu:
1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek
pembangunan, tetapi mereka tidak ikut terlibat dalam pengambilan keputusan.
2. Partisipasi adalah proses untuk membuat masyarakat menjadi lebih peka untuk
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek
3. Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang ataupun
kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan sesuatu.
4. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara komunitas lokal dan pihak
penyelenggara, pengimplementasian, pemantauan, dan pengevaluasian staf agar
dapat memperoleh informasi tentang konteks sosial ataupun dampak sosial.
5. Partsisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang
ditentukan oleh dirinya sendiri.
6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan mereka.
Partisipasi adalah keadaan dimana individu, keluarga, maupun masyarakat
umum ikut serta bertanggungjawab terhadap kesehatan diri, keluarga ataupun
kesehatan lingkungannya. Dalam suatu masyarakat bagaimanapun sederhananya,
selalu ada suatu stimulus. Mekanisme ini disebut pemecahan masalah atau proses
pemecahan masalah (Depkes, 2006).
Partisipasi adalah peran serta aktif anggota masyarakat dalam berbagai
jenjang kegiatan. Dilihat dari konteks pembangunan kesehatan, partisipasi adalah
keterlibatan masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk menjalin kemitraan diantara
berbagai aktivitas program kesehatan, mulai dari pendidikan kesehatan, kemandirian
dalam kesehatan, sampai dengan mengontrol perilaku masyarakat dalam menanggapi
2.4.1. Nilai-nilai Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah suatu pendekatan atau jalan yang terbaik untuk
pemecahan masalah-masalah kesehatan dinegara-negara yang sedang berkembang,
karena hal-hal berikut (Notoatmodjo, 2007):
1. Partisipasi masyarakat adalah cara paling murah, dengan ikut berpartisipasi
masyarakat dalam program-program kesehatan, itu berarti diperoleh sumber daya
dan dana dengan mudah untuk melengkapi fasilitas kesehatan mereka sendiri.
2. Bila partisipasi itu berhasil, bukan hanya salah satu bidang saja yang dapat
dipecahkan, tetapi dapat menghimpun dana dan daya.
3. Partisipasi masyarakat membuat semua orang bertanggung jawab untuk
kesehatannya sendiri.
4. Partisipasi masyarakat didalam pelayanan kesehatan adalah rangsangan dan
bimbingan dari atas, bukan sesuatu yang dipaksakan dari atas. Ini adalah suatu
pertumbuhan yang alamiah, bukan yang semu.
5. Partisipasi masyarakat akan menjamin suatu perkembangan yang langsung,
karena dasarnya adalah kebutuhan dan kesadaran masyarakat.
6. Melalui partisipasi, setiap anggota masyarakat dirangsang untuk belajar
berorganisasi, mengambil peran yang sesuai dengan kemampuan masing-masing
2.4.2. Faktor –faktor Menumbuhkan Partisipasi Masyarakat
Menurut Cary dalam Notoatmodjo (2005), mengatakan bahwa partisipasi
a. Merdeka untuk berpartisipasi, berarti ada kondisi yang memungkinkan anggota
masyarakat untuk berpartisipasi.
b. Mampu untuk berpatisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota
masyarakat sehingga mampu untuk memerikan sumbangan saran yang kontruksif
untuk program.
c. Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk
berpatisipasi dalam program
Ketiga kondisi ini harus hadir secara bersama-sama. Apabila orang mau dan
mampu tetapi tidak merdeka untuk partisipasi, maka orang tidak akan berpatisipasi.
Menurut Ross dalam Notoatmodjo(2005), terdapat tiga prakondisi tumbuhnya
partisipasi, yaitu;
a. Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga
dapat mengidentifikasi masalah, prioritas masalah dan melihat permasalahan
secara komprehensif.
b. Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan, dan belajar
mengambil keputusan,
c. Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif
Batasan diatas sebenarnya menuntut persyaratan bahwa orang-orang yang
akan berpartisipasi akan harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu kognisi tertentu.
Menurut Notoatmodjo (2005), yang mengutip pendapat Chapin, partipasi
dapat diukur dari tinggi rendah sampai yang tertinggi, yaitu:
2. Memberikan bantuan dan sumbangan keuangan
3. Keanggotaan dalam kepanitiaan
4. Posisi kepemimpinan.
Menurut Mikkelsen (2003), rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu:
1. Adanya penolakan secara internal dikalangan anggota masyarakat dan penolakan
eksternal terhadap pemerintah
2. Kurang dana
3. Terbatasnya informasi, pengetahuan atau pendidikan masyarakat; dan
4. Kurang sesuai dengan kebutuhan
2.4.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisipasi Masyarakat
Mikkelsen (2003) mengemukanan bahwa faktor-faktor yang memegaruhi
patisipasi masyarakat itu yaitu:
1. Faktor sosial yaitu dilihat adanya ketimpangan sosial masyarakat untuk
berpartisipasi
2. Faktor budaya yaitu adanya kebiasaan atau adat istiadat yang bersifat tradisional
statis dan tertutup terhadap pembaharuan
3. Faktor politik yaitu apabila proses pembangunan yang dilaksanakan kurang
melibatkan masyarakat pada awal dan akhir proses pembangunan sehingga
Menurut Cholil et all, (1998), ada beberapa faktor yang memengaruhi
partisipasi suami dalam perlindungan kesehatan reproduksi istrinya, antara lain :
a. Budaya
Di berbagai wilayah di Indonesia terutama pada masyarakat yang masih
tradisional menganggap istri adalah seorang wanita yang tidak sederajat dengan kaum
pria dan hanya bertugas untuk melayani kebutuhan dan keinginan suami saja.
Anggapan seperti ini memengaruhi perlakuan suami terhadap kesehatan reproduksi
istri, misalnya suami akan mendapat kualitas dan kuantitas makanan yang lebih baik
dibanding istri maupun anaknya karena dia beranggapan bahwa suamilah yang
bekerja mencari nafkah dan sebagai kepala rumah tangga sehingga asupan asupan
gizi untuk istri kurang.
b. Pendapatan
Pada masyarakat kebanyakan, 75-100% dari penghasilannya digunakan untuk
membiayai keperluan rumah tangga sehari-hari, bahkan banyak keluarga yang setiap
bulan mempunyai penghasilan yang rendah sehingga pada akhirnya ibu hamil tidak
diperiksakan ke pelayanan kesehatan karena tidak mampu untuk membayar.
Pemberdayaan suami perlu dikaitkan dengan pemberdayaan ekonomi keluarga
sehingga suami tidak mempunyai alasan untuk tidak memperhatikan kesehatan
istrinya karena permasalahan keuangan.
c. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan akan memengaruhi wawasan dan pengetahuan suami
terhadap informasi tentang kesehatan istrinya akan berkurang sehingga suami akan
kesulitan untuk mengambil keputusan secara efektif. Padahal sebenarnya suami
mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam pengambilan keputusan
berkenaan dengan kesehatan reproduksi pasangannya.
2.5. Faktor Budaya yang Memengaruhi Partisipasi Suami dalam Perawatan Kehamilan
Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta budhaya, bentuk jamak dari
bhudi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan diartikan sebagai
hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Budaya sebagai segala daya dan aktivitas
manusia untuk mengolah dan mengubah alam (Setiadi, 2002)
Menurut Taylor dalam Notoatmodjo (2005) kebudayaan sebagai keseluruhan
yang kompleks yang didalamnya terkandung nilai ilmu pengetahuan, kepercayaan,
dan kemampuan seni, moral hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain serta
kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Linton dalam Setiadi (2002) kebudayaan dapat dipandang sebagai
konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari,
dimana unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat
lainnya.
Soemardjan dan Soemardi dalam Setiadi (2009) merumuskan kebudayaan
sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
(material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya
agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan untuk keperluan masyarakat.
Menurut Koentjaranigrat (1997) kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan
hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkan dalam
belajar dan yang semua tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Koentjaranigrat (1997) wujud dari suatu budaya dapat
dikelompokkan dalam 3 (tiga) hal yaitu: (1) wujud dari suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan, (2) wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat dan (3)
wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Menurut Setiadi, (2002), subtansi/isi utama kebudayaan merupakan wujud
abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang muncul di masyarakat
dalam bentuk pengetahuan, nilai pandangan hidup, kepercayaan, persepsi dan etos
kebudayaan.
Faktor-faktor sosial budaya mempunyai peranan penting dalam memahami
sikap dan prilaku menanggapi kehamilan, kelahiran serta perawatan bayi dan ibunya.
Sebagian pandangan budaya tentang hal-hal tersebut telah diwariskan turun-temurun
dalam budaya masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, meskipun petugas
kesehatan mungkin menemukan suatu bentuk prilaku atau sikap yang terbukti kurang
menguntungkan bagi kesehatan, seringkali tidak mudah bagi mereka untuk
mengadakan perubahan terhadapnya, akibat telah tertanamnya keyaninan yang
Terbentuknya janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar
dalam kelangsungan hidup manusia, namun berbagai kelompok masyarakat dengan
kebudayaannya diseluruh dunia memiliki aneka persepsi, interpretasi dan respon
prilaku dalam menghadapinya, dengan berbagai implikasinya terhadap kesehatan.
Menurut pendekatan biososiokultural dalam kanjian antropologi ini, kehamilan dan
kelahiran bukan semata-mata dilihat dari aspek biologis dan fisiologisnya saja. Lebih
dari itu, fenomena ini juga harus dilihat sebagai suatu proses yang mencakup
pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti pandangan budaya mengenai kahamilan
dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dan pertolongan persalinan, wilayah
tempat kelahiran berlangsung, car-cara pencegahan bahaya, penggunaaan
ramu-ramuan dan obat-obatan dalam proses kelahiran, cara-cara menolong persalinan dan
pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta bayi dan
ibunya ( Jordan, 1993 dikutip dalam Swasno, 1998).
2.5.1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti
bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
Pengetahuan menurut Mustopadidjaj (2008), pengetahuan adalah informasi
yang dimiliki oleh seorang dalam suatu bidang tertentu dan keterampilan adalah
kemapuan untuk melaksanakan tugas tertentu baik secara mental maupun fisik.
Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2007),
pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tantang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
b. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
c. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi-materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
d. Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Merujuk pada beberapa teori dan pendapat yang mendefinisikan tentang
pengetahuan yang dijabarkan diatas maka pengetahuan suami adalah kemampuan
dapat mengevaluasi materi-materi yang telah ditetapkan sebagai pengetahuan tentang
perawatan kehamilan.
2.5.1.1. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
2.5.1.2. Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain :
1. Pendidikan
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuannya (Wied Hary A, 1996
dalam Hendra AW, 2008).
2. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan
bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat
digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
3. Usia
Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan
mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun (Singgih, 1998 dalam
Hendra AW, 2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam Hendra AW, 2008 juga
mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh
umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang
dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada
umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat
suatu pengetahuan akan berkurang.
4. Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun
seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang
baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat
meningkatkan pengetahuan seseorang (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008).
2.5.2. Kepercayaan
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia (2005) kepercayaan adalah
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu (Notoatmodjo 2007).
anggapan
Menurut Fishbein dan Azjen dalam Dahniar (2009) kepercayaan atau
keyakinan dengan kata”Belief” memiliki pengertian inti dari setiap tingkah laku
manusia. Aspek kepercayaan tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk
menentukan persepsi terhadap suatu objek.
Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman
atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis
pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan
sendirinya atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut
(Notoatmodjo, 2003).
Hasil penelitian Swasno (1998), terdapat kepercayaan yang menyebabkan
prilaku keliru berupa pantangan makan yang bergizi (misalnya konsumsi dari protein
hewani), pantangan perbuatan (makan dari piring besar), tata cara makan menurut
adat setempat yang membedakan urutan dan alokasi makanan yang menempatkan ibu
pada urutan belakang sekalipun dalam keadaan sedang hamil, yang keseluruhannya
memberikan konsekuensi pada kurang kecukupan gizi wanita hamil.
Hasil penelitian Priantina dalam Swasno (1998), bahwa wanita hamil dilarang
makan jenis tertentu seperti belut karena akan melahirkan anak dengan sifat ”licik”
dan makan daging dan buah nenas muda yang dapat mengakibatkan kematian janin.
Hasil penelitian Anggorodi dalam Swasno (1998), kebiasaan memantangkan
makan bagi wanita hamil merupakan hal yang umum di berbagai kebudayaan di
nusantara. Pantangan makan dilakukan untuk bermacam-macam tujuan yang
dianggap berkualitas panas, sementara wanita hamil juga dianggap memiliki kualitas
panas maka perpaduan dua unsur panas ini dianggap bisa menimbulkan bahaya
berupa keguguran.
Demikian juga hasil penelitian Sudriana dalam Swasno (1998), pantangan
yang harus dipatuhi suami yang menyiratkan pula pandangan keselamatan anak
bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab istri, melainkan juga suaminya, di
Bali kesulitan seorang wanita saat melahirkan dikaitkan dengan perbuatan suaminya
semasa wanita itu hamil seperti sering memukul binatang dan mencukur rambut.
2.5.3. Adat istiadat
Tata kelakuan yang berintegrasi secara kuat dengan pola-pola prilaku
masyarakat dapat mengikat menjadi adat istiadat (custom). Anggota masyarakat yang
melanggar adat istiadat akan mendapat sanksi keras (Syafrudin, 2009)
Menurut Koenjaranigrat (1997), adat istiadat adalah pedoman yang bernilai
dan memberikan arah atau norma yang terdiri dari aturan-aturan untuk bertindak yang
apabila dilanggar menjadi tertawaan, ejekan dan celaan sesaat oleh masyarakat di
sekitarnya.
Adat istiadat adalah suatu kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan
kebutuhannya pada suatu saat lazimnya. Adat istiadat disuatu tempat berbeda dengan
adat istiadat ditempat lain, demikian pula adat istiadat disuatu tempat berbeda
menurut kurun waktunya (Soekanto, 2008).
Bentuk kepedulian dan keterlibatan suami dalam kehamilan istrinya itu
hamil, memeriksakan kehamilan sejak dini, menjaga kesehatan fisik dan mental ibu,
berdoa kepada Tuhan, mengusahakan agar persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
dan mengikuti trasidi (Beni, 2000).
Hasil penelitian Keumalahayati (2008), dukungan suami kepada ibu hamil
dapat berupa dukungan fisik, emosional dan finansial, tetapi proses pengambilan
keputusan dalam perawatan kehamilan dan persalinan disesuaikan dengan adat
budaya Aceh, dan pengaruh budaya masyarakat Aceh menjadi hambatan dalam
mengambil keputusan untuk memberi dukungan terhadap ibu hamil.
Hasil penelitian Priantina dalam Swasno (1998), pada masyarakat jawa barat,
upacara-upacara yang