• Tidak ada hasil yang ditemukan

SK Dir Nomor 500 Tahun 2013.pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SK Dir Nomor 500 Tahun 2013.pdf"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO)

NOMOR : 500.K/DIR/2013

TENTANG

PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DI LINGKUNGAN PT PLN (PERSERO)

DIREKSI PT PLN (PERSERO)

Menimbang

:

a. bahwa penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Lain di lingkungan PT PLN (Persero), telah dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan berikut peraturan pelaksanaannya yang ditetapkan dalam berbagai Keputusan dan Edaran Direksi PT PLN (Persero);

b. bahwa dengan telah diundangkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain, maka perlu ditetapkan kembali pengaturan tentang penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Lain di lingkungan PT PLN (Persero);

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b di atas, maka perlu ditetapkan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) tentang Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Penerima Pemborongan Pekerjaan di Lingkungan PT PLN (Persero).

Mengingat

:

1. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

2. Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; 3. Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; 4. Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;

5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara menjadi perusahaan Perseroan (Persero); 6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,

Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara;

7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;

8. Peraturan Pemerintah RI Nomor 62 Tahun 2012 tentang Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik;

9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Penerima Pemborongan Pekerjaan;

10. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-252/MBU/2009 jo. Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-224/MBU/2011 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara;

11. Keputusan Menteri badan Usaha Milik Negara Nomor SK-179/MBU/2013 tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan dan Pengangkatan Anggota-anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara; 12. Anggaran Dasar PT PLN (Persero);

(2)

13. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 001.K/030/DIR/1994 tentang Pemberlakuan Peraturan Sehubungan Dengan Pengalihan Bentuk Hukum Perusahaan;

14. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 304.K/DIR/2009 tentang Batasan Kewenangan Pengambilan Keputusan di Lingkungan PT PLN (Persero sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 1387.K/DIR/2011; 15. Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 023.K/426/DIR/2011 tentang Organisasi

dan Tata Kerja PT PLN (Persero) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 273.K/DIR/2013.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan

:

KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DI LINGKUNGAN PT PLN (PERSERO)

Pasal 1 Ketentuan Umum

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

(a) PLN adalah Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara yang didirikan berdasarkan Akte Notaris Sutjipto, SH, Nomor 169 Tahun 1994 yang telah dimuat dalam Berita Negara RI;

(b) General Manager (GM) / Kepala adalah sebutan pemangku jabatan struktural yang memiliki kewenangan dan sebagai penanggung jawab Unit Induk;

(c) Kantor Pusat adalah induk organisasi PLN;

(d) Unit Induk, adalah Unit Organisasi satu tingkat di bawah kantor pusat yang melaksanakan kegiatan usaha tertentu sesuai dengan tujuan dan kegiatan usaha Perusahaan;

(e) Unit Pelaksana, adalah Unit Organisasi PLN di bawah Unit Induk, sedangkan Sub Unit Pelaksana adalah Unit Organisasi PLN di bawah Unit Pelaksana;

(f) Pemberi pekerjaan adalah Kantor Pusat / Unit Induk / Unit Pelaksana yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada Perusahaan Lain melalui Perjanjian Pemborongan Pekerjaan; (g) Perusahaan Lain adalah Perusahaan penerima pemborongan pekerjaan, yaitu perusahaan yang

berbentuk badan hukum yang memenuhi syarat untuk menerima penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dari PLN;

(h) Pekerjaan adalah semua jenis pekerjaan yang dilaksanakan secara berkesinambungan (bukan merupakan pekerjaan yang bersifat proyek/ project based), yang diserahkan oleh PLN kepada Perusahaan Lain, sesuai lingkup pemborongan pekerjaan;

(i) Perjanjian Pemborongan Pekerjaan adalah Perjanjian Pemborongan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain yang dibuat secara tertulis antara PLN dengan Perusahaan Lain, yang di dalamnya memuat hak dan kewajiban para pihak;

(j) Perjanjian Kerja adalah perjanjian hubungan kerja yang dibuat secara tertulis antara Perusahaan Lain dengan pekerjanya yang memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak.

(k) Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh Perusahaan Lain yang memuat syarat syarat kerja dan tata tertib perusahaan.

(l) Perjanjian Kerja Bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak.

(m) Pekerja adalah setiap orang yang mempunyai hubungan kerja secara tertulis dengan Perusahaan Lain yang melaksanakan pekerjaan yang diserahkan oleh PLN;

(3)

(n) Uang Pengakhiran adalah uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, yang diterima oleh pekerja atau ahli warisnya pada saat terjadi pengakhiran hubungan kerja antara Pekerja dengan Perusahaan Lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku; (o) Direksi Pekerjaan adalah pejabat atau pegawai PLN yang ditunjuk oleh Pemberi Pekerjaan sebagai

wakil Pemberi Pekerjaan untuk mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan pekerjaan;

(p) Fungsi Pendukung adalah pekerjaan yang mendukung pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik dan usaha pendukung penyediaan tenaga listrik, mengacu pada Alur Kegiatan Proses Pelaksanaan Pekerjaan di Lingkungan PT PLN (Persero).

Pasal 2 Maksud dan Tujuan

(1) Maksud ditetapkannya Keputusan ini adalah sebagai pedoman penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Lain agar terlaksana secara tertib dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Tujuan ditetapkannya Keputusan ini adalah :

(a) Sebagai acuan dalam penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Lain; (b) Sebagai dasar pengendalian dan pengawasan dalam pelaksanaan penyerahan sebagian

pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Lain;

(c) Sebagai pedoman untuk mendapatkan Perusahaan Lain yang berkualitas dan mampu melaksanakan pekerjaan sesuai Service Level Agreement (SLA) dan Performance Guarantee Agreement (PGA) serta menjamin tingkat kesejahteraan pekerjanya.

(3) Kebijakan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Lain di lingkungan PLN bukan merupakan kebijakan untuk pengisian formasi tenaga kerja di PLN.

Pasal 3

Ketentuan Pelaksanaan Pemborongan Pekerjaan

(1) PLN dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Lain dalam bentuk Pemborongan Pekerjaan.

(2) Pekerjaan yang diserahkan kepada Perusahaan Lain dalam bentuk Pemborongan Pekerjaan harus memenuhi syarat sebagai berikut :

(a) Dilakukan dengan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan secara tertulis dari PLN kepada Perusahaan Lain;

(b) Merupakan kegiatan penunjang di PLN; (c) Obyek utamanya adalah pekerjaan; (d) Mempunyai SLA dan / atau PGA;

(e) Dalam pelaksanaannya membutuhkan adanya pekerja, peralatan, bahan / material dan manajemen / pengawasan.

(3) Jenis-jenis kegiatan penunjang yang dapat diserahkan kepada Perusahaan Lain penerima pemborongan adalah mengacu pada Alur Kegiatan Proses Pelaksanaan Pekerjaan di Lingkungan PT PLN (Persero) yang ditetapkan dengan Keputusan Direksi.

Pasal 4

Pemaketan (Packaging) dan Pengelompokan (Grouping)

(1) Pelaksanaan Pemborongan Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada pasal 3 harus dilaksanakan dengan cara Pemaketan (Packaging) atau Pengelompokan (Grouping).

(4)

(2) Pemaketan (Packaging) adalah suatu Pemborongan Pekerjaan yang terdiri dari beberapa kegiatan penunjang sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (3), yang dipaket menjadi satu paket Pemborongan Pekerjaan.

(3) Pemaketan Pemborongan Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, harus memenuhi minimal salah satu kriteria sebagai berikut :

(a) sifat kegiatan yang sejenis;

(b) memiliki spesifikasi kegiatan yang mirip;

(c) memiliki karakteristik kegiatan yang saling mendukung/ terkait;

(d) dianggap merupakan satu bagian dari suatu pekerjaan yang lebih besar.

(4) Pengelompokan (Grouping) adalah suatu Pemborongan Pekerjaan yang terdiri dari satu atau beberapa paket Pemborongan Pekerjaan dari beberapa Unit Pelaksana atau Sub Unit Pelaksana. (5) Tujuan Pemaketan (Packaging) dan Pengelompokan (Grouping) adalah untuk :

(a) menyederhanakan jumlah Perjanjian Pemborongan Pekerjaan; (b) mempermudah fungsi pengendalian dan pengawasan;

(c) mendapatkan Perusahaan Lain yang berkualitas.

Pasal 5 Perusahaan Lain

(1) Perusahaan Lain minimal harus memenuhi persyaratan :

(a) Berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas, kecuali untuk pengelolaan kelistrikan sebagai kewajiban pelayanan sosial (Public Service Obligation) dapat berbentuk koperasi;

(b) Memiliki tanda daftar perusahaan; (c) Memiliki izin usaha;

(d) Memiliki ijin operasi yang sesuai;

(e) Memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan;

(f) Memiliki Peraturan Perusahaan atau Peraturan Kerja Bersama; (g) Memiliki pengalaman kerja sejenis yang dipersyaratkan;

(h) Mempunyai kantor dan alamat tetap (milik sendiri atau sewa), dibuktikan dengan Surat Ijin Tempat Usaha (SITU) atau Surat Keterangan Domisili yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yang berwenang;

(i) Memiliki kualifikasi, kompetensi dan pengalaman di bidangnya yang dipersyaratkan;

(j) Memiliki pekerja yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan sesuai lingkup pekerjaan;

(k) Memiliki modal yang cukup sesuai dengan yang dipersyaratkan;

(l) Memiliki logo dan identitas perusahaan, serta model dan warna pakaian seragam pekerja yang berbeda dengan logo, identitas dan seragam kerja yang digunakan PLN.

(2) Untuk pemborongan pekerjaan yang merupakan fungsi pendukung diprioritaskan Perusahaan Lain yang sedang melakukan pekerjaan sejenis di luar PLN, sehingga dapat melakukan rotasi pekerjanya secara lintas perusahaan (tidak hanya di lingkungan PLN).

(3) Perusahaan Lain berkewajiban :

(a) Mendaftarkan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang telah ditandatangani kepada instansi ketenagakerjaan di kabupaten/ kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum pekerjaan dilaksanakan.

(b) Menyampaikan foto copy bukti pendaftaran Perjanjian Pemborongan Pekerjaan dari instansi ketenagakerjaan di kabupaten/ kota tempat pekerjaan dilaksanakan kepada Direksi Pekerjaan paling lambat satu minggu sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai.

(c) Menjamin kesejahteraan pekerjanya, dengan :

(i) memiliki hubungan kerja dengan pekerjanya yang dibuat secara tertulis dalam bentuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT);

(5)

(ii) memberikan perlindungan kerja, upah dan hak normatif selama bekerja dan setelah terjadi pengakhiran hubungan kerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(iii) membayar angsuran uang pengakhiran pekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku ke rekening pekerja pada Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) / Bank yang dijamin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS);

(iv) melaporkan dan mendaftarkan / melanjutkan pembayaran iuran Jamsostek pekerja. (4) Perusahaan Lain dilarang :

(a) mempergunakan tempat, prasarana, sarana dan peralatan kerja milik PLN, kecuali diatur secara tertulis dalam perjanjian pemborongan pekerjaan.

(b) menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Lainnya (mensub-kontrakkan), kecuali mendapat persetujuan secara tertulis dari PLN.

(c) mengalihkan tanggung jawab pekerjaan kepada pihak lain, meskipun telah mensub-kontrakkan sebagaimana ketentuan pada butir b di atas.

Pasal 6 Pemberi Pekerjaan (1) Pemberi Pekerjaan memiliki kewajiban pelaporan yaitu :

(a) Melaporkan jenis kegiatan penunjang yang akan diserahkan kepada Perusahaan Lain kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten / kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan, sebelum pelaksanaan proses pengadaan, dan meminta bukti tanda terima pelaporan.

(b) Melaporkan secara tertulis setiap perubahan jenis kegiatan penunjang yang akan diserahkan melalui pemborongan pekerjaan, kepada instansi ketenagakerjaan di kabupaten / kota tempat pemborongan pekerjaan dilaksanakan sesuai prosedur kewajiban pelaporan tersebut diatas. (2) Pemberi Pekerjaan wajib untuk meningkatkan pemahaman kepada Direksi Pekerjaan / pejabat /

pegawai PLN yang mengelola Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain mengenai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan peraturan perusahaan yang terkait.

(3) Pemberi Pekerjaan bertanggungjawab untuk :

(a) menetapkan kualifikasi Perusahaan Lain dan kompetensi pekerja yang dibutuhkan serta SLA dan/atauPGA yang diperjanjikan dengan Perusahaan Lain.

(b) memastikan bahwa Perusahaan Lain melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

(c) memastikan bahwa Perusahaan Lain menyelesaikan setiap permasalahan / pengaduan / gugatan / laporan tentang ketenagakerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

(4) Pemberi Pekerjaan dilarang :

(a) memberikan perintah kerja tertulis secara langsung kepada pekerja Perusahaan Lain dalam bentuk apapun. Perintah kerja tertulis harus ditujukan kepada manajemen Perusahaan Lain. (b) melakukan pembayaran secara langsung kepada pekerja Perusahaan Lain.

(c) melakukan proses rekrutmen pekerja untuk Perusahaan Lain.

(d) mempunyai keterkaitan dengan Perusahaan Lain yang dapat menimbulkan conflict of interest terkait tugas dan tanggungjawab pekerjaannya di PLN.

(5) Pemberi Pekerjaan dapat memfasilitasi Perusahaan Lain untuk menggunakan tempat, prasarana, sarana dan peralatan kerja milik PLN, sepanjang dikelola secara terpisah dan diperhitungkan dalam skema bisnis yang diatur secara tertulis dalam perjanjian pemborongan pekerjaan atau perjanjian tersendiri.

Pasal 7

Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

(1) Perjanjian Pemborongan Pekerjaan dibuat secara tertulis antara PLN dengan Perusahaan Lain, yang ditandatangani oleh Pihak PLN dan Pihak Perusahaan Lain sesuai kewenangannya.

(6)

(2) Perjanjian Pemborongan Pekerjaan minimal harus menguraikan secara jelas tentang: (a) pihak yang membuat perjanjian;

(b) lingkup pekerjaan; (c) jangka waktu;

(d) wilayah kerja pelayanan; (e) pelaksanaan pekerjaan;

(f) harga;

(g) jaminan pelaksanaan; (h) pajak dan pungutan lainnya;

(i) tata cara pembayaran; (j) SLA dan / atau PGA; (k) sanksi;

(l) laporan hasil pekerjaan;

(m) direksi pekerjaan dan pengawas pekerjaan;

(n) keselamatan, kesehatan dan keamanan kerja (K3) dan / atau keselamatan ketenagalistrikan (K2);

(o) komitmen integritas layanan publik; (p) ketenagakerjaan / perlindungan pekerja; (q) perizinan;

(r) kelestarian lingkungan dan fasilitas;

(s) larangan pengalihan / penyerahan perjanjian; (t) tanggung jawab dan ganti rugi;

(u) kerahasiaan data;

(v) penggunaan barang dan jasa hasil produksi dalam negeri; (w) force majeure;

(x) perubahan;

(y) pemutusan / pengakhiran perjanjian; dan (z) penyelesaian perselisihan.

(3) Dalam hal aspek ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf (p), Perjanjian Pemborongan Pekerjaan harus mensyaratkan Perlindungan Pekerja yang minimal memuat hal-hal sebagai berikut :

(a) menjamin terpenuhinya perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(b) memiliki Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama yang telah mendapat pengesahan dari Instansi Ketenagakerjaan dan masih berlaku, yang sekurang-kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :

(i) Hubungan kerja antara perusahaan dengan pekerja;

(ii) Waktu kerja, waktu istirahat, cuti dan ijin tidak masuk kerja bagi pekerja;

(iii) Sistem pengupahan, termasuk didalamnya upah kerja lembur dan Tunjangan Hari Raya (THR);

(iv) Jaminan sosial tenaga kerja bagi pekerja dan keluarganya;

(v) Sanksi bagi pekerja, termasuk di dalamnya prosedur pemberian teguran dan surat peringatan bagi pekerja yang mangkir dan melakukan pelanggaran;

(vi) Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dan kompensasinya.

(c) memiliki hubungan kerja dengan pekerjanya yang dibuat secara tertulis dalam bentuk PKWTT; (d) menyediakan seragam kerja bagi pekerjanya minimal 2 set per tahun, sesuai spesifikasi yang

ditetapkan.

(e) memenuhi kewajiban pengupahan yaitu upah tetap yang terdiri dari :

(i) upah pokok pekerja untuk pekerjaan yang hanya memerlukan pelatihan yang bersifat umum dan kompetensi sederhana, sekurang-kurangnya sebesar 110% dari UMK setempat yang berlaku. Sedangkan untuk pekerjaan lainnya yang memiliki spesifikasi lebih tinggi, upah pokok harus lebih tinggi, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Perusahaan Lain.

(ii) tunjangan masa kerja, besarnya dihitung secara proporsional sesuai dengan masa kerja yang telah dilalui oleh pekerja dan pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Perusahaan Lain.

(7)

(f) adanya perlindungan hak normatif pekerja di Perusahaan Lain berupa THR, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Uang Lembur, Cuti dan lain-lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(g) membayar angsuran uang pengakhiran pekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku ke rekening pekerja pada Bank / Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).

Pasal 8

Service Level Agreement/ Performance Guarantee Agreement

(1) Perjanjian Pemborongan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain harus mengatur secara detail mengenai SLA dan/atau PGA.

(2) SLA dirancang dan disusun oleh pejabat struktural pengguna jasa terkait dengan memperhatikan tuntutan dan tantangan kinerja PLN, persyaratan teknis pekerjaan yang diatur oleh Direktorat/ Divisi teknis terkait, serta mempertimbangkan adanya reward (bonus) / punishment (penalti) atas pencapaian SLA dan/atau PGA.

(3) SLA dan/atau PGA dipakai sebagai dasar :

(a) Menetapkan tingkat kinerja dan mutu pelayanan yang diharapkan dari Perusahaan Lain; (b) Perhitungan reward (bonus) apabila kinerja dan mutu pelayanan melampaui SLA dan / atau

PGA, dan punishment (penalti) apabila kinerja dan mutu pelayanan dibawah SLA dan/atau PGA

(c) Melakukan penyusunan HPS yang dibuat secara cermat dengan menggunakan data/referensi dasar pertimbangan sebagaimana diatur dalam Pedoman Pengadaan Barang / Jasa PT PLN (Persero).

(4) Pemberian reward (bonus)/ punishment (penalti) kepada Perusahaan Lain atas pencapaian SLA dan/atau PGA diatur sebagai berikut:

(a) Nilai reward (bonus)/ punishment (penalti) atas pencapaian SLA dan/atau PGA dinyatakan dan diatur dalam Dokumen Pengadaan Barang/Jasa dan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan, yang nilainya secara total pada setiap periode penagihan adalah maksimal sebesar 10% dari nilai tagihan.

(b) Upah Tetap pekerja Perusahaan Lain tidak boleh dipotong dalam hal Perusahaan Lain mendapat punishment (penalti) atas tidak tercapainya SLA dan/atau PGA.

(c) Perusahaan Lain memberikan sebagian reward (bonus) kepada pekerjanya yang terkait dalam hal tercapainya SLA/ PGA, yang diatur oleh Perusahaan Lain.

Pasal 9

Jangka Waktu Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan

(1) Perjanjian Pemborongan Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain dilaksanakan selama 5 (lima) tahun yang dievaluasi secara periodik dan dapat diperpanjang kembali. (2) Jangka Waktu Perjanjian Pemborongan dan Perpanjangannya sebagaimana ayat (1) di atas, dapat

diteruskan apabila hasil evaluasi periodik menyatakan bahwa :

(a) Perusahaan Lain menunjukan kinerja yang baik atau memenuhi standar SLA dan/atau PGA yang ditetapkan; dan

(b) Perusahaan Lain tidak memiliki masalah ketenagakerjaan yang berdampak negatif terhadap citra dan/atau kinerja PLN.

(3) Apabila Perusahaan Lain tidak dapat memenuhi persyaratan sebagaimana butir (a) dan (b) pada ayat (2) di atas, maka PLN dapat mengakhiri / memutus Perjanjian Pemborongan secara sepihak yang ketentuannya ditetapkan dalam klausul pemutusan / pengakhiran Perjanjian Pemborongan di Dokumen Pengadaan dan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan.

(8)

Pasal 10

Pengendalian dan Pengawasan

(1) Pengendalian Pengadaan

(a) Prosedur pengadaan kontrak Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain mengikuti ketentuan yang diatur dalam pedoman pengadaan barang / jasa di PLN dan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku.

(b) Untuk pekerjaan yang merupakan fungsi pendukung, maka dalam proses pengadaannya dipersyaratkan untuk menggunakan metode evaluasi sistem nilai yang memprioritaskan Perusahaan Lain yang sedang melakukan pekerjaan sejenis di luar PLN.

(c) Panitia/ Pejabat Pengadaan harus memastikan bahwa Perusahaan Lain yang mengikuti proses pengadaan pemborongan pekerjaan adalah perusahaan yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan sebagaimana disebutkan pada pasal 5 dan pasal 7 di atas.

(d) Komponen biaya dihitung secara cermat oleh pengguna jasa/panitia pengadaan berdasarkan data pendukung yang valid dengan mempertimbangkan proyeksi target kinerja, proyeksi perubahan teknologi dan proses bisnis, serta proyeksi kenaikan biaya bahan, material, dan tenaga kerja.

(2) Pengendalian Biaya dan Jumlah Pekerja

Kepala Divisi terkait di Kantor Pusat, General Manager / Kepala Unit Pelaksana Induk, Manajer Unit Pelaksana bertanggung jawab mengendalikan biaya dan jumlah pekerja pada Unit / Divisi masing-masing sesuai anggaran yang tersedia dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). (3) Pengawasan Pekerjaan

(a) Pengawasan atas pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan, dilakukan oleh masing-masing Direksi Pekerjaan dan Pengawas Pekerjaan.

(b) Direksi Pekerjaan dan Pengawas Pekerjaan antara lain bertugas :

(i) Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan Perjanjian Pekerjaan Pemborongan tentang Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain di lingkungan unitnya.

(ii) Melakukan evaluasi secara periodik atas kinerja Perusahaan Lain dan melaporkan kepada pejabat berwenang secara berjenjang.

(iii) Memastikan perjanjian kerja antara Perusahaan Lain dengan pekerja sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan ini dan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku. (iv) Memastikan bahwa di dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan terdapat klausul yang mengatur tentang persyaratan pengajuan pembayaran rutin, yang harus dilampiri dokumen terkait.

(4) Pengawasan Ketenagakerjaan

(a) Pengawasan atas pelaksanaan aspek ketenagakerjaan pada semua Perjanjian Pemborongan Pekerjaan, dilakukan oleh Pejabat Pengawas Ketenagakerjaan, yaitu :

(i) Kepala Divisi yang membawahi pengendalian dan pengawasan pekerja alih daya pada Kantor Pusat;

(ii) Manajer Bidang yang membawahi pengendalian dan pengawasan pekerja alih daya pada Unit Induk;

(iii) Pegawai fungsional di bawah Manajer yang ditunjuk oleh Manajer pada Unit Pelaksana. (b) Pejabat Pengawas Ketenagakerjaan antara lain bertugas :

(i) Memastikan perjanjian pemborongan pekerjaan antara Perusahaan Lain dengan PLN sesuai dengan ketentuan ini dan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.

(ii) Memastikan perjanjian kerja antara Perusahaan Lain dengan pekerjanya sesuai perjanjian pemborongan pekerjaan dan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang berlaku.

(iii) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban Perusahaan Lain yang berkaitan dengan ketentuan ketenagakerjaan sesuai perjanjian kerja antara Perusahaan Lain dengan pekerja dan peraturan perundangan yang berlaku.

(iv) Membuat database seluruh pekerjaan yang dilaksanakan melalui penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada Perusahaan Lain, meliputi data nama perusahaan, jenis kegiatan / pekerjaan, jumlah tenaga kerja, besar kontrak, permasalahan yang ada, dan melaporkan secara periodik dan berjenjang ke PLN Kantor Pusat.

(9)

Pasal 11 Ketentuan Peralihan

(1) Perjanjian pelaksanaan Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain yang ditanda-tangani sebelum diterbitkannya Keputusan ini dan belum berakhir pada tanggal 14 November 2013, serta bertentangan dengan Keputusan ini dan ketentuan perundangan yang berlaku harus segera disesuaikan melalui kesepakatan para pihak.

(2) Perjanjian pelaksanaan Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain yang masih berbentuk Perjanjian Jasa Tenaga Kerja (PJTK) dan bertentangan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 19 tahun 2012 wajib disesuaikan dengan Keputusan ini melalui kesepakatan para pihak.

(3) Bilamana Perusahaan Lain tidak bersedia atau tidak sepakat melakukan penyesuaian sebagaimana ketentuan pada ayat (2) di atas, maka Perusahaan Lain dapat diusulkan untuk masuk dalam black

list karena dianggap tidak patuh terhadap ketentuan perundangan yang berlaku.

Pasal 12 Ketentuan Penutup

(1) Pada saat keputusan ini mulai berlaku, maka ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

(a) Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 118.K/DIR/2004 tanggal 22 Juni 2004 tentang Penataan Outsourcing;

(b) Edaran Direksi PT PLN (Persero) Nomor 001.E/DIR/2007 tanggal 29 Januari 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyerahan Sebagian Pekerjaan ke Perusahaan Lain (Outsourcing); (c) Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 1040.K/DIR/2011 tanggal 6 Juli 2011 tentang

Standardisasi Komponen Penghasilan Tenaga Outsourcing di Lingkungan PT PLN (Persero) sebagaimana diubaha dengan Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor 1507.K/DIR/2011 tanggal 30 Desember 2011; dan

(d) Ketentuan-ketentuan lain yang bertentangan dengan Keputusan ini, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

(2) Keputusan ini mulai berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Pasal 162 UU No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaaan maka jenis hak yang diterima oleh pekerja/buruh yang mengundurkan diri bukanlah berupa uang pesangon

(1) Pengalihan Hak Cipta atas seluruh Ciptaan kepada pihak lain tidak mengurangi hak Pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat setiap Orang yang dengan

Ini sudah jelas bahwa menurut kami bahwasannya pekerja buruh kalau dalam undang-undang ini yang terbukti melakukan kesalahan ringan saja itu masih diberikan hak berupa uang

Uang Penggantian Hak adalah uang yang diberikan Pengusaha kepada Pekerja/Buruh atas berakhirnya hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang

Upah adalah hak Pekerja/Buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada Pekerja/Buruh yang ditetapkan dan

PHK Karyawan karena meninggal dunia, maka ahli waris yang sah dari karyawan yang bersangkutan akan mendapat santunan berupa 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia, Nomor : Kep – 150/Men/2000 Tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan... 80 Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa