• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. memotivasi pengikut mereka untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. memotivasi pengikut mereka untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi,"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kepemimpinan

Tidak perlu diragukan bahwa sukses suatu organisasi, atau setiap kelompok dalam suatu organisasi sangat tergantung pada kualitas kepemimpinan. Pemimpin yang sukses senantiasa mengantisipasi perubahan, memanfaatkan setiap kesempatan, memotivasi pengikut mereka untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi, mengoreksi kinerja yang buruk, dan mendorong organisasi ke arah sasaran-sasarannya.

Kepemimpinan dapat dikatakan sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi dan memotivasi orang atau kelompok ke arah tercapainya tujuan. Jadi pemimpin adalah pribadi yang memiliki keterampilan teknis, khususnya dalam satu bidang atau lebih, sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas demi pencapaian tujuan perusahaan.

Banyak definisi kepemimpinan dikemukakan para ahli, di antaranya;

Menurut Black yang dikutip Samsudin (2009: 287), kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau bekerjasama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

(2)

Hasibuan (2007:170) menyebutkan kepemimpinan merupakan cara seseorang memimpin untuk mempengaruhi bawahan agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Sedangkan Yukl (2007; 8) mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses untuk mempengaruhi orang lain untuk memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk memfasilitasi upaya individu dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama.

Berdasarkan uraian tersebut, kepemimpinan dapat dikatakan sebagai suatu proses di mana seseorang mempengaruhi orang lain atau suatu kelompok dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Davis yang dikutip Reksohadiprodjo dan Handoko (2003:290), ciri utama yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah;

1. Kecerdasan (Intelligence) - Penelitian-penelitian pada umumnya menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari pengikutnya. Dengan kecerdasan yang dimiliki diyakini akan mampu mengatasi kesulitan dengan cara yang lebih efektif daripada orang yang kurang cerdas.

2. Kedewasaan Sosial Dan Hubungan Sosial Yang Luas (Social Maturity and Breadht) - Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan dewasa atau matang, serta mempunyai kegiatan dan perhatian yang luas.

(3)

3. Motivasi Diri Dan Dorongan Berprestasi – Pemimpin secara relatif mempunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi, mereka bekerja keras lebih untuk nilai instrinsik.

4. Sikap-sikap Hubungan Manusiawi – Seorang pemimpin yang sukses akan mengakui harga diri dan martabat pengikut-pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada bawahannya.

Seorang pemimpin juga dituntut memiliki sifat atau karakteristik yang dapat digunakan untuk beradaptasi dengan lingkungan bisnis yang selalu berubah-ubah dan tidak menentu. Beberapa sifat pemimpin yang berguna dan dapat dipertimbangkan menurut Samsudin (2009: 293-294) di antaranya adalah:

a. Keinginan Untuk Menerima Tanggungjawab:

Seorang pemimpin bertanggungjawab pada pimpinannya atas segala yang dilakukan bawahannya. Pemimpin harus mampu mengatasi bawahannya, tekanan kelompok informal, bahkan serikat buruh.

b. Kemampuan Untuk “Perceptive”

Perceptive menunjukkan kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pimpinan harus mengenal tujuan organisasi sehingga dapat bekerja untuk membantu mencapai tujuan tersebut. Ia memerlukan kemampuan untuk memahami bawahan sehingga dapat mengetahui kekuatan dan kelemahannya.

(4)

c. Kemampuan Untuk Bersikap Objektif

Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa. Objektivitas membantu pemimpin untuk meminimumkan faktor-faktor emosional dan pribadi yang mungkin mengaburkan realitas.

d. Kemampuan Untuk Menentukan Prioritas

Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk memiliki dan menentukan hal yang penting dan hal yang tidak penting. Kemampuan ini sangat diperlukan karena pada kenyataannya masalah-masalah yang harus dipecahkan bukan datang satu per satu, melainkan datang bersamaan dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

e. Kemampuan Untuk Berkomunikasi

Kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain. Olah karena itu, pemberian perintah dan penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai.

2.1.1. Teori Kepemimpinan

Menurut Yukl (2007:13), ada lima pendekatan untuk mengetahui karakter pemimpin yakni;

1. Pendekatan Ciri

Pendekatan ciri menekankan pada sifat pemimpin seperti kepribadian, motivasi, nilai dan keterampilan. Yang mendasari pendekatan ini adalah asumsi

(5)

bahwa beberapa orang mempunyai bakat memimpin yang tidak dimiliki orang lain. Teori kepemimpinan yang paling awal menyatakan bahwa keberhasilan manajerial disebabkan oleh kemampuan luar biasa seperti memiliki energi yang tidak kenal lelah, intuisi kepengelolaan, pandangan pada masa depan, dan kekuatan membujuk yang tidak dapat ditolak.

2. Pendekatan Perilaku

Pendekatan ini diawali tahun 1950-an setelah para peneliti tidak puas dengan pendekatan ciri dan mulai memberikan perhatian yang lebih mendalam terhadap apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemimpin dalam pekerjaannya yang dibagi dalam dua kategori. Pertama meneliti bagaimana pemimpin menggunakan waktu dan pola aktivitas, tanggungjawab dan fungsi spesifik dari pekerjaannya. Kedua, meneliti bagaimana pemimpin menanggulangi permintaan, keterbatasan, dan konflik peran dalam pekerjaan mereka.

3. Pendekatan Kekuatan Pengaruh

Pendekatan ini berusaha menjelaskan efektivitas kepemimpinan berdasarkan jumlah dan jenis kekuatan yang dimiliki oleh pemimpin dan bagaimana kekuatan itu digunakan. Kekuatan ditinjau dari sebagai sesuatu yang penting bukan hanya untuk

(6)

mempengaruhi bawahan tetapi juga mempengaruhi rekan sekerja, atasan, orang yang berada di luar organisasi, seperti klien dan pemasok.

4. Pendekatan Situasional

Pendekatan situasional menekankan pentingnya faktor kontekstual yang mempengaruhi proses kepemimpinan. Variabel situasional yang penting adalah karakteristik pengikut, sifat pekerjaan yang dilakukan oleh unit pemimpin, jenis organisasi dan sifat lingkungan eksternal. Pendekatan ini berusaha mengungkap seberapa jauh proses kepemimpinan itu sama atau unik antar berbagai jenis organisasi, level manajemen, dan budaya.

5. Pendekatan Terpadu

Pendekatan ini menggunakan lebih dari satu jenis variabel kepemimpinan dalam satu studi, tetapi jarang sekali mendapatkan teori yang dapat mencakup semua hal tentang kepemimpinan yakni ciri, variabel, perilaku, proses pengaruh dan situasi. Contoh yang baik mengenai pendekatan terpadu adalah teori konsep diri pemimpin yang kharismatik, yang berusaha menjelaskan mengapa pengikut beberapa pemimpin bersedia memberikan dukungan yang luar biasa dan memberikan pengorbanan pribadi untuk mencapai tujuan atau misi kelompok.

(7)

Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan perubahan dalam organisasi. Kepemimpinan transformasional pertama kali dicetuskan oleh James McGregors Burns (1978), yang menulis sebuah buku laris mengenai kepemimpinan politis.

Burns membedakan antara kepemimpinan yang melakukan transformasi dengan kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transformasional menyerukan nilai-nilai moral dari para pengikut dalam upayanya untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang masalah etis dan untuk memobilisasi energi dan sumber daya mereka untuk mereformasi institusi. Sedangkan kepemimpinan yang melakukan transaksi memotivasi para pengikut dengan menyerukan kepentingan pribadi mereka.

Robbins (2003) menyatakan pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan rangsangan intelektual yang diindividualkan ada yang memiliki karisma.

Rivai (2004) menyebutkan pemimpin transformasional menginsipirasi pengikutnya untuk menempatkan kebaikan dan kepentingan organisasi di atas kepentingan pribadi serta mampu memberikan pengaruh luar biasa pada pengikutnya.

Menurut Bass (1997) dalam Yukl (2007 - 304), kepemimpinan transformasional dianggap efektif dalam situasi atau budaya apa pun. Dengan kepemimpinan ini para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan

(8)

penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang diharapkan.

Sejauhmana pemimpin dikatakan sebagai pemimpin transformasional, hal tersebut dapat diukur dalam hubungan dengan pengaruh pemimpin tersebut berhadapan dengan karyawan. Tiga cara seorang pemimpin transformasional memotivasi pengikutnya yaitu; 1) membuat mereka lebih menyadari pentingnya hasil tugas; 2) membujuk mereka untuk mementingkan kepentingan tim atau organisasi dibandingkan kepentingan pribadi; 3) mengaktifkan kebutuhan mereka yang lebih tinggi.

Berkaitan dengan kepemimpinan transformasional, Bass mengemukakan ada empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yakni: 1). Pengaruh Ideal yakni perilaku yang membangkitkan emosi dan identifikasi yang kuat dari pengikut terhadap pemimpin; 2). Stimulasi Intelektual yakni perilaku yang meningkatkan kesadaran pengikut akan permasalahan dan mempengaruhi para pengikut untuk memandang masalah dari perspektif yang baru; 3). Pertimbangan individual meliputi pemberian dukungan, dorongan, dan pelatihan bagi para pengikutnya; 4). Motivasi Inspirasional yang meliputi penyampaian visi yang menarik dengan menggunakan simbol untuk memfokuskan upaya bawahan dan membuat model perilaku yang tepat

Sedangkan pedoman untuk kepemimpinan transformasional terdiri dari; 1. Menyatakan Visi Yang Jelas Dan Menarik - Para pemimpin transformasional

(9)

baru. Sebuah visi yang jelas mengenai apa yang dapat dicapai organisasi atau akan jadi apakah sebuah organisasi itu akan membantu untuk memahami tujuan, sasaran dan prioritas dari organisasi. Hal ini memberikan makna pada pekerjaan, berfungsi sebagai sebuah sumber keyakinan diri dan memupuk rasa tujuan bersama.

2. Menjelaskan Bagaimana Visi Tersebut Dapat Dicapai - Selain menyampaikan visi yang menarik, pemimpin juga harus menyakinkan para pengikutnya bahwa visi itu memungkinkan dapat dicapai. Amatlah penting untuk membuat hubungan yang jelas antara visi dengan sebuah strategi yang dapat dipercaya untuk mencapainya. Hal ini dapat dilakukan jika strateginya jelas dan relevan dengan nilai bersama dari para pengikutnya.

3. Bertindak Secara Rahasia dan Optimistis - Para pengikut tidak akan meyakini sebuah visi kecuali pemimpinnya memperlihatkan keyakinan diri dan pendirian. Keyakinan diperlihatkan baik dalam perkataan maupun tindakan. Penting untuk tetap optimistis tentang kemungkinan keberhasilan kelompok itu dalam mencapai visinya. Amatlah baik untuk menekankan pada apa yang telah dicapai sejauh ini, dan berapa banyak lagi yang harus dilakukan.

4. Memperlihatkan Keyakinan Terhadap Pengikut - Pengaruh yang memberikan motivasi dari sebuah visi bergantung pada batasan di mana bawahan yakin akan kemampuan mereka untuk mencapainya. Pemimpin harus

(10)

mengingatkan para pengikut tentang bagaimana mereka dapat mengatasi halangan untuk mencapai kemenangan.

5. Menggunakan Tindakan Dramatis dan Simbolis Untuk Menekankan Nilai-nilai Penting - Sebuah visi harus diperkuat dengan perilaku kepemimpinan yang konsisten. Tindakan simbolis untuk mencapai sebuah sasaran penting atau mempertahankan sebuah nilai penting akan lebih mungkin memberikan pengaruh jika diceritakan kembali secara terus-menerus selama bertahun-tahun kepada karyawan baru.

6. Memimpin Dengan Memberikan Contoh - Satu cara seorang pemimpin dapat memberikan pengaruh kepada bawahannya adalah dengan menerapkan contoh dari perilaku yang dapat dijadikan contoh dalam interaksi keseharian dengan bawahan. Nilai-nilai yang menyertai seorang pemimpin harus diperlihatkan dalam perilakunya sehari-hari, dan harus dilakukan secara konsisten, bukan hanya saat diperlukan.

7. Memberikan Kewenangan Kepada Orang-orang Untuk Mencapai Visi - Bagian penting dari kepemimpinan transformasional adalah memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi tersebut. Pemberian kewenangan berarti mendelegasikan kewenangan untuk keputusan tentang bagaimana melakukan pekerjaan kepada orang-orang atau tim. Ini berarti meminta orang untuk menentukan sendiri cara terbaik untuk menerapkan

(11)

strategi atau mencapai sasaran, bukannya memberi tahu mereka secara rinci apa yang harus dilakukan.

Penelitian-penelitian tentang kepemimpinan transformasional telah menghasilkan kesimpulan bahwa perilaku pemimpin transformasional mampu membangkitkan motivasi kerja maupun kepuasan kerja bawahannya, baik motivasi kerja maupun kepuasan kerja karyawan sangat penting artinya bagi organisasi karena bidang ini sangat menarik perhatian para akademisi dan praktisi. Pemimpin transformasional juga diyakini mampu membangun komitmen dan mentransformasi bawahannya bagi keefektifan organisasi dalam jangka panjang.

2.2. Kinerja

Dalam suasana yang kompetitif dan mengglobal, perusahaan membutuhkan karyawan yang berprestasi tinggi. Pembinaan dan pengembangan karyawan baru atau pun lama mutlak diperlukan. Karena itu perlu dilakukan penilaian atas pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh karyawan yang disebut penilaian kinerja.

Mangkunegara (2007:9) menyatakan bahwa kinerja sumberdaya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance yakni prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Kinerja karyawan adalah hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai seseorang per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

(12)

Jadi kinerja adalah suatu proses yang dilakukan organisasi/manajemen untuk mengevaluasi hasil kerja karyawan dalam suatu periode tertentu. Penilaian kerja yang dilaksanakan dengan baik dan tertib akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja dan loyalitas organisasi.

Robbins (2003: 218) mengemukakan kinerja karyawan merupakan fungsi dari interaksi antara kemampuan (ability), motivasi (motivation), dan kesempatan (opportuniy).

Hasibuan (1996:76) mengatakan ability adalah kemampuan untuk menetapkan dan atau melaksanakan suatu sistem dalam pemanfaatan sumber daya dan teknologi secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal. Opportunity adalah kesempatan yang dimiliki oleh karyawan secara individu dalam mengerjakan, memanfaatkan waktu, dan peluang untuk mencapai hasil tertentu. Motivasi adalah keinginan dan kesungguhan seorang pekerja untuk mengerjakan pekerjaan dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal.

Menurut Simamora dalam Mangkunegara (2007:14) kinerja dipengaruhi oleh tiga faktor, yakni faktor individual, psikologis, dan faktor organisasional. Faktor individual terdiri dari kemampuan dan keahlian, latar belakang serta demografi. Faktor psikologis terdiri dari persespsi, sikap terhadap pekerjaan, kepribadian, pembelajaran dan motivasi. Faktor organisasional yang berpengaruh terhadap kinerja seorang karyawan terdiri dari dukungan sumber daya yang tersedia, kepemimpinan,

(13)

faktor lingkungan kerja, struktur organisasi dan disain pekerjaan. Faktor-faktor lingkungan kerja yang berpengaruh terhadap kinerja organisasi adalah perilaku, sikap (attitude) dan tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan ataupun pimpinan dan iklim organisasi.

Menurut Robbins (2003: 93) attitude diterjemahkan sebagai sikap terhadap pekerjaan berkaitan dengan obyek, orang, atau peristiwa. Dalam organisasi, sikap merupakan hal penting karena akan berpengaruh terhadap perilaku. Berkaitan dengan sikap terhadap pekerjaan, terdapat tiga sikap yang mendapat perhatian, yakni kepuasan kerja, keterlibatan, dan komitmen organisasi.

2.2.1. Tujuan dan Manfaat Kinerja

Menurut Rivai (2005:311), tujuan dari penilaian kinerja didasari oleh dua alasan pokok yaitu;

a. Sebagai alat evaluasi yang obyektif terhadap kinerja karyawan pada masa yang lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di masa yang akan datang.

b. Sebagai alat untuk membantu karyawan dalam memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk pengembangan karier dan memperkuat kualitas hubungan.

(14)

Penilaian kinerja karyawan memiliki manfaat ditinjau dari beragam perspektif pengembangan perusahaan, khususnya manajemen sumber daya manusia, yaitu sebagai berikut.

1. Perbaikan Kinerja - Umpan balik kinerja bermanfaat bagi karyawan, manajer dan spesialis personal dalam bentuk kegiatan yang tepat untuk memperbaiki kinerja.

2. Penyesuaian Kompensasi - Penilaian kinerja membantu pengambil keputusan menentukan siapa yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran dalam bentuk upah dan bonus yang didasarkan pada sistem merit.

3. Keputusan Penempatan - Promosi, transfer dan penurunan jabatan biasanya didasarkan pada kinerja masa lalu dan antisipatif, misalnya dalam bentuk penghargaan.

4. Kebutuhan Pelatihan dan Pengembangan - Kinerja buruk mengindikasikan sebuah kebutuhan untuk melakukan pelatihan kembali. Setiap karyawan hendaknya selalu mampu mengembangkan diri.

5. Perencanaan dan Pengembangan Karir - Umpan balik kinerja membantu proses pengambilan keputusan tentang karir spesifik karyawan.

6. Defisiensi Proses Penempatan Staf - Baik buruknya kinerja berimplikasi dalam hal kekuatan dan kelemahan dalam prosedur penempatan staf di departemen SDM.

(15)

7. Umpan Balik pada SDM - Kinerja yang baik dan buruk di seluruh organisasi mengindikasikan bagaimana baiknya fungsi departemen SDM diterapkan.

2.2.2. Dasar Penilaian dan Unsur Yang Dinilai

Menurut Hasibuan (2007; 93), dasar penilaian adalah uraian pekerjaan dari setiap individu karyawan, karena dalam uraian pekerjaan inilah ditetapkan tugas dan tanggungjawab yang akan dilakukan setiap karyawan. Penilai menilai pelaksanaan uraian pekerjaan itu apa baik atau buruk, apa selesai/tidak, dan apa yang dikerjakan efektif/tidak. Sementara unsur yang dinilai di antaranya; kesetiaan, prestasi kerja, kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kekompakan atau kerja sama, kepemimpinan, kepribadian, kecakapan, dan tanggungjawab.

Dessler (2006:6) mengemukakan salah satu contoh penilaian kinerja berdasarkan pada enam indikator yakni; kualitas pekerjaan, produktivitas, pengetahuan pekerjaan, bisa diandalkan, kehadiran, dan kemandirian.

Wilkovich and Boudreau (1999: 100-101) mengemukakan 6 dimensi pengukuran kinerja karyawan sebagai berikut :

1. Quality of work (kualitas pekerjaan), yakni akurasi, ketelitian dan

kesempurnaan dalam melaksanakan tugas.

(16)

3. Personal qualities (kualitas personal), yakni meliputi kepribadian, penampilan, kemampuan sosialisasi, kepemimpinan dan integritas.

4. Cooperation (kerjasama), yakni kemampuan dan kemauan untuk bekerja

sama dengan rekan kerja, dengan atasan, dan dengan anak buah dalam mewujudkan tujuan-tujuan bersama.

5. Dependability (kemandirian), yakni sejauh mana karyawan mampu

melakukan pekerjaannya tanpa pengawasan, termasuk dalam kehadiran, memanfaatkan waktu makan siang dan lain-lain.

6. Initiative (inisiatif), yakni kebersediaan untuk memikul tanggungjawab yang lebih besar, tidak takut untuk memulai suatu pekerjaan untuk mencapai keberhasilan.

Dessler (2006:2) menyatakan penilaian kinerja karyawan dilaksanakan oleh penyelia, dengan menggunakan metode formal yang telah ditentukan oleh manajemen. Penilaian kinerja bisa dilakukan dengan cara:

a. Metode Peringkat Grafis - adalah teknik yang paling sederhana dan paling banyak digunakan untuk menilai prestasi. Skala peringkat grafis menyebutkan sifat, (seperti kualitas dan bisa diandalkan) dan kisaran nilai prestasi (dari tidak memuaskan hingga luar biasa) untuk setiap sifat. Atasan memberikan peringkat setiap bawahan dengan memberi nilai yang

(17)

paling sesuai dengan kinerja seseorang untuk setiap sifatnya, kemudian keseluruhan nilai tersebut dijumlahkan.

b. Metode Peringkat Alternasi - yakni membuat peringkat terhadap karyawan dari paling baik hingga paling buruk, karena biasanya lebih mudah untuk membedakan antara karyawan terburuk dan terbaik. Langkah pertama, sebutkan semua bawahan untuk diberikan peringkat, kemudian keluarkan nama orang yang diketahui tidak cukup baik kinerjanya untuk diberikan peringkat paling rendah. Karyawan dengan peringkat kinerja paling tinggi ditetapkan, demikian seterusnya sehingga diperoleh peringkat untuk semua karyawan dari yang paling tinggi ke yang paling rendah.

c. Metode Perbandingan Berpasangan - dilakukan untuk membantu membuat metode peringkat menjadi lebih tepat. Setiap sifat yang dinilai (kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, dan seterusnya) dipasangkan dengan membandingkan setiap bawahan dengan bawahan lainnya. Metode ini menempatkan presentasi yang telah ditentukan sebelumnya atas orang-orang yang akan diberikan peringkat ke dalam beberapa kategori prestasi kinerja. Misalnya saja 15% berprestasi tinggi, 20% berprestasi tinggi rata-rata, 30% berprestasi rata-rata, 20% berprestasi rendah rata-rata, dan 15% berprestasi rendah.

(18)

d. Metode Kejadian Kritis - dilakukan dengan cara di mana penyelia membuat sebuah catatan tentang kejadian positif dan negatif (kejadian kritis) dari perilaku bawahan yang berhubungan dengan pekerjaan. Setiap periode tertentu, misalnya 6 bulan, penyelia dan bawahan bertemu untuk membahas prestasi bawahan, dengan menggunakan catatan kejadian sebagai contoh. Metode ini memiliki beberapa keuntungan karena memberikan penilaian sepanjang tahun, bukan hanya meliputi prestasi kinerja karyawan mutakhir. Selain itu metode kejadian kritis memberikan contoh tentang apa yang bisa dilakukan bawahan secara spesifik untuk menghilangkan kekurangan. Kekurangan metode kejadian kritis adalah tidak adanya peringkat numerik sehingga tidak bisa digunakan untuk membandingkan antar karyawan atau membuat keputusan berkait dengan penggajian.

e. Bentuk Naratif - adalah penilaian tertulis final yang menyajikan tentang kemajuan dan perkembangan karyawan dalam melaksanakan sebuah rencana peningkatan kinerja. Para penyelia diminta untuk memberikan peringkat atas prestasi karyawan, kemudian menuliskan contoh-contoh dan membuat rencana peningkatan. Hal ini membantu karyawan dalam memahami prestasinya yang bagus atau buruk, dan bagaimana meningkatkan prestasi tersebut.

(19)

f. Behaviorally Rating Scales (BARS) - merupakan penilaian kinerja dengan standar perilaku yang mengkombinasikan keuntungan dari naratif, kejadian kritis, dan skala terukur dengan membuat standar berupa skala peringkat dengan contoh perilaku khusus dari prestasi yang baik atau buruk. Metode ini dinilai lebih baik dibanding alat lainnya, walaupun lebih menyita waktu. Namun BARS memiliki beberapa keuntungan antara lain, ukuran yang lebih akurat, standar penilaian yang lebih jelas, memberikan umpan balik, menggunakan dimensi yang independen, dan memberikan suatu konsistensi dalam penilaian.

2.2.3. Sumber Penilaian Kinerja

Dharma (2009: 199) menyatakan penilaian kinerja karyawan bisa bersumber dari atasan, karyawan sendiri, rekan sekerja, anak buah, pendekatan campuran, dan dari pihak independen seperti konsultan.

Penilaian dari atasan merupakan pendekatan tradisional terhadap kinerja yang didasarkan asumsi bahwa penilaian dari atas ke bawah melibatkan hubungan empat mata antara atasan dengan bawahan. Atasan memanggil bawahan dan memberitahukan bagaimana kinerjanya. Atasan lebih banyak berbicara, sedangkan bawahan hanya mendengarkan, menyimak dan mencerna apa yang disampaikan

(20)

kinerja. Sekarang telah menjadi prinsip yang diterima secara umum bahwa evaluasi kinerja harus dilaksanakan sebagai sebuah dialog. Kedua belah pihak memberikan kontribusi dalam pembicaraan dan para individu diberi ruang lingkup yang luas untuk memberikan tanggapannya.

Penilaian atas diri sendiri adalah proses di mana para individu mengevaluasi kinerja mereka sendiri, menggunakan pendekatan yang terstruktur, sebagai dasar bagi pembicaraan dengan para manajer mereka dalam pertemuan-pertemuan evaluasi. Penilaian terhadap diri sendiri ternyata cukup realistis menilai kinerja mereka sendiri, asalkan tidak berpengaruh langsung terhadap keputusan tentang upah yang ditentukan oleh kinerja mereka. Keuntungan penilaian atas diri sendiri, antara lain bisa mengurangi sikap defensif dengan memberdayakan individu untuk mengevaluasi kinerja mereka sendiri ketimbang menyodorkan begitu saja hasil penilaian manajer terhadap bawahannya. Penilaian terhadap diri sendiri mendorong orang untuk lebih memikirkan kebutuhan mereka akan pengembangan diri dan bagaimana meningkatkan kinerjanya sendiri, dan memberikan penilaian yang lebih seimbang karena didasarkan pada pandangan manajer maupun individu yang dinilai.

Penilaian oleh bawahan menyediakan kemungkinan bagi bawahan untuk menilai tentang aspek tertentu dari kinerja manajernya. Tujuannya adalah untuk membuat manajer lebih menyadari tentang persoalan yang berkenaan dengan kinerja dari sudut pandang bawahan. Penilaian ke atas dapat dibuat baik melalui penilaian formal oleh bawahan ataupun sebagai bagian dari prosedur evaluasi yang formal.

(21)

Penilaian kepada atasan secara formal dapat dilakukan dengan meminta para bawahan untuk memberikan penilaian kinerja kepada manajer mereka, misalnya dalam menetapkan sasaran, memberikan pengarahan, memberikan dukungan, memotivasi, serta penilaian yang berkaitan dengan kebutuhan pengembangan. Penilaian biasanya dilakukan secara anonim oleh para bawahan, di mana sebanyak empat sampai lima orang anak buah melakukan penilaian terhadap atasan di mana mereka bertanggungjawab secara langsung. Laporannya kemudian dirangkum oleh pihak ketiga, bisa oleh konsultan independen ataupun departemen sumberdaya manusia.

Penilaian oleh rekan sejawat adalah evaluasi yang dibuat sesama anggota tim atau kolega yang berada pada jaringan kerja yang sama. Praktik yang biasa terjadi adalah meminta individu untuk memberikan penilaian kepada kolega atau jaringan kerja yang lainnya. Ini lebih cenderung bersifat keperilakuan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan suatu kuisoner yang biasanya dikeluarkan oleh departemen sumberdaya manusia dan diisi secara anonim oleh para anggota tim. Mereka mengembalikannya kepada departemen sumberdaya manusia yang kemudian merangkum hasilnya dan menyampaikannya kepada para individu dan manajer mereka sebagai umpan balik. Kelebihan dari penilaian oleh rekan sejawat ini adalah bahwa mereka memperkenalkan suatu perspektif yang berbeda dari yang dimiliki oleh para manajer lini, dan memungkinkan untuk mendapatkan beberapa penilaian

(22)

dihargai karena lebih mengenal individu yang dinilai secara langsung dibandingkan atasan. Evaluasi oleh rekan sejawat lebih mungkin berjalan baik pada suatu organisasi yang memiliki struktur non hirarkis dan berbasiskan tim serta suatu budaya organisasi yang partisipatif di mana kerja sama tim yang efektif diterima sebagai nilai dasarnya.

Penilaian secara multi assesment dilakukan untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda dalam evaluasi kinerja. Penilaian ini dapat mencakup penggunaan penilaian kepada atasan, dari rekan sekerja di samping penilaian dari para atasan. Secara teoritis banyak keuntungan yang diperoleh dengan penggunaan penilaian ini, namun dalam praktiknya bisa terjadi kesulitan dan karena cenderung untuk menjadi berlebihan. Hal ini menyebabkan bahwa pendekatan ini jarang dilakukan.

Dharma (2009:215) menyarankan bahwa pendekatan proses manajemen kinerja jauh lebih penting dibandingkan kandungan sistem manajemen kinerja. Proses manajemen kinerja berkaitan dengan menentukan dan menyepakati sasaran, mempersiapkan rencana kinerja, memantau, dan mengevaluasi kinerja, serta memberikan imbalan atas kinerja.

2.3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan:

Seperti diketahui, bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu pola tingkah laku yang dilakukan pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi karyawan atau pengikutnya.

(23)

Kemampuan seorang pemimpin untuk mengerti dan mendalami kemampuan dan kedewasaan bawahannya sangat berpengaruh pada gaya kepemimpinan yang dilakukannya, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tercapainya tujuan yang dikehendaki. Jadi pada dasarnya kepemimpinan itu bukanlah pangkat, hak istimewa, gelar atau uang. Kepemimpinan itu adalah tanggungjawab. Sukses pelaksanaan kepemimpinan sebagian besar di antaranya dipengaruhi oleh kemahiran dalam menjalin komunikasi yang tepat dengan semua pihak, baik secara horisontal maupun vertikal.

Keberhasilan perusahaan pada dasarnya ditopang oleh kepemimpinan yang efektif, di mana dengan kepemimpinannya itu ia dapat mempengaruhi bawahannya untuk membangkitkan motivasi kerja mereka agar berpartisipasi terhadap tujuan bersama.

Dengan mengerti dan mengetahui hal-hal yang dapat membangkitkan motivasi dalam diri seseorang merupakan kunci untuk mengatur orang lain. Tugas pemimpin adalah mengidentifikasi dan memotivasi karyawan agar berprestasi dengan baik, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan. Sehingga keadaan itu merupakan suatu tantangan bagi seorang pemimpin untuk dapat menciptakan iklim organisasi yang dapat meningkatkan kinerja karyawan.

Referensi

Dokumen terkait

Soerianegara (1993) menyatakan hutan mangrove adalah yang tumbuh pada tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air

Hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa pemberian glukosa secara intraperitoneal dengan dosis yang diprediksi dapat menyebabkan hiperglikemia pada hewan

Misalnya apabila volume kegiatan dan volume penjualan diperbesar dua kali lipat maka biaya terhadap bahan baku rotan yang dibutuhkan akan menjadi dua kali lipat

Dalam pengolahan data penjualan Food and Beverages pada Café Dawiels Bandar Lampung masih menggunakan sistem manual, yang berarti dalam pencatatan data transaksi

Ada beberapa faktor pendukung pengembangan dan keberlanjutan kemitraan PKBM Terampil, pertama pengelola PKBM Terampil aktif dalam menjalin kemitraan, hal ini

Pelayanan yang diberikan oleh pihak kantor depan harus sesuai dengan prosedur kerja yang telah ditetapkan, dalam prosedur tetap yang harus dipatuhi oleh karyawan

Pada Lampiran J, ditunjukkan bahwa hasil picking waktu tiba gelombang P dan S untuk kasus mikroseismik lubang-bor dapat memberikan pengaruh yang unik pada hasil lokasi

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa bahan ajar berbentuk handbook menggunakan pendekatan nilai-nilai islam pada materi aritmatika