• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 GAMBAR KERJA

Gambar kerja dipakai sebagai sarana untuk mengemukakan gagasan tentang konstruksi pekerjaan. Jadi dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa gambar kerja berfungsi sebagai “bahasa teknik” di industri permesinan (Khumaedi, 2015).

Gambar kerja harus cukup memberikan informasi untuk meneruskan maksud apa yang diinginkan oleh perencana kepada pelaksana, demikian juga pelaksana harus mampu mengimajinasikan apa yang terdapat dalam gambar kerja untuk dibuat menjadi benda kerja yang sebenarnya sesuai dengan keinginan perencana atau pemesan. Untuk itu standar-standar, sebagai tata bahasa teknik, diperlukan untuk menyediakan “ketentuan-ketentuan yang cukup”. Dengan adanya standar-standar yang telah baku ini akan lebih memudahkan suatu pekerjaan untuk dikerjakan di industri yang kemudian hasil akhirnya akan dirakit pada industri yang berbeda hanya dengan menggunakan gambar kerja.

Meskipun perkembangan teknologi komputer berkembang pesat, sehingga penggambaran kerja yang dilakukan pada saat sekarang sudah tidak menggunakan pensil, pena gambar (rapido), jangka dan sebagainya, melainkan menggunakan aplikasi program gambar seperti penggunaan Auto Cad, Solid Work, Pro Engineering, dan program-program yang lain, namun aturan yang digunakan dalam penggunaan program-program tersebut tetap harus mengacu pada aturan gambar teknik mesin. Jadi dalam penggunaan kertas gambar, garis, proyeksi dan sebagainya tetap berdasarkan aturan gambar teknik mesin (Khumaedi, 2015).

(2)

2.1.1 Ukuran Kertas Gambar

Untuk membuat gambar teknik mesin, dilakukan dengan menggunakan ukuran kertas yang sudah standar. Ada beberapa macam ukuran kertas yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan dari gambar yang akan dibuat. Ukuran-ukuran kertas tersebut adalah seperti terlihat pada Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Ukuran kertas gambar Sumber: Khumaedi, 2015

No. Standar Lebar Panjang

1 A0 841 1189 2 A1 594 841 3 A2 420 594 4 A3 297 420 5 A4 210 297 6 A5 148 210 7 A6 105 148 2.1.2 Garis Gambar

Dalam gambar teknik mesin dipergunakan beberapa macam garis yang mempunyai fungsi berbeda-beda sesuai dengan tujuannya. Masing-masing garis tersebut dibuat dengan fungsi, bentuk dan tebal yang berbeda sesuai dengan aturan yang ada. Adapun fungsi, bentuk dan tebal garis yang dipergunakan dalam gambar teknik mesin adalah seperti terlihat pada Tabel 2.2 di bawah ini:

(3)

Tabel 2.2 Jenis-jenis garis gambar Sumber: Khumaedi, 2015

No. Bentuk Garis Nama Garis Tebal Garis Penggunaan

1 Garis Kontinu (Tebal) 0,50 – 0,70 Garis benda, Garis nyata. 2 Garis Kontinu (Tipis) 0,25 – 0,35 Garis ukuran, Garis bantu, Garis ulir,

Garis arsir, dll. 3 Garis Putus-Putus (Sedang) 0,35 – 0,50 Garis bayang-bayang. 4 Garis Titik Garis (Tebal) 0,50 – 0,70 0,25 – 0,35 Garis potong.

5 Garis Titik Garis (Tipis) 0,25 – 0,35 Garis sumbu, Garis lipatan.

6 Garis Bebas (Tipis) 0,25 – 0,35 Garis potong.

7 Garis Titik Dua Garis

(Tipis) 0,25 – 0,35 Garis bagian bergerak, Garis di depan bidang potong, Garis bentuk awal, dll. 2.1.3 Gambar Proyeksi

Dalam menyajikan pandangan gambar sebuah benda, pandangan depan adalah merupakan yang pokok, sedangkan pandangan yang lain berfungsi hanya untuk memperjelas. Dengan demikian andai memungkinkan cukup pandangan depan saja, maka tidak perlu dibuat pandangan yang lain, asal gambar telah memberikan pandangan yang lengkap, yang dapat memberikan satu kesimpulan mengenai bentuk dan ukuran-ukuran bagian alat yang akan dibuat.

(4)

Agar dapat membuat pandangan gambar yang baik yaitu pandangan yang tidak berlebihan atau kurang, maka berikut ini diberikan beberapa ketentuan umum untuk memilih pandangan (Khumaedi, 2015).

1. Jangan menggambar pandangan lebih dari yang diperlukan untuk melukis benda. 2. Pilihlah pandangan yang sekiranya dapat memperlihatkan bentuk benda yang

paling baik.

3. Utamakanlah pandangan dengan garis yang tidak kelihatan yang paling sedikit. 4. Pandangan sebelah kanan lebih utama dari pandangan sebelah kiri, kecuali kalau

pandangan kiri memberi keterangan yang lebih banyak.

5. Pandangan atas lebih utama dari pandangan bawah, kecuali kalau pandangan bawah memberi keterangan yang lebih banyak.

6. Pilihlah pandangan yang sekiranya dapat mengisi ruang gambar sebaik-baiknya. Pandangan dalam gambar teknik mesin kebanyakan divisualisasikan dengan menggunakan proyeksi lurus. Ada dua cara untuk menggambar proyeksi lurus, yaitu proyeksi sistem Amerika (Third Angle Projection) dan proyeksi sistem Eropa (First Angle Projection). Secara lengkap kedua proyeksi ini mempunyai enam pandangan: pandangan depan, pandangan atas, pandangan samping kanan, pandangan samping kiri, pandangan bawah dan pandangan belakang. Untuk jelasnya lihat gambar di bawah.

Gambar 2.1 Proyeksi sistem Amerika Sumber: Khumaedi, 2015

(5)

Gambar 2.2 Proyeksi sistem Eropa Sumber: Khumaedi, 2015

Untuk menunjukkan penggunaan dari kedua proyeksi tersebut dapat dilihat dari lambang proyeksi seperti terlihat pada Gambar 2.3 di bawah.

Gambar 2.3 Lambang penunjukkan proyeksi Sumber: Khumaedi, 2015

a) Lambang Proyeksi

(6)

2.1.4 Lambang Las

Sebagai alat penyambung yang bersifat permanen pada bagian-bagian mesin atau konstruksi, pengelasan merupakan sambungan yang lebih ringan dan kuat bila dibandingkan dengan sambungan paku keling. Kemajuan teknologi menyebabkan penggunaan penyambungan dengan las semakin luas dalam industri kecil maupun besar. Bentuk sambungan las dapat digolongkan seperti terlihat pada Gambar 2.4 di bawah.

Gambar 2.4 Bentuk sambungan las Sumber: Khumaedi, 2015

Perencana maupun pemesan yang menginginkan suatu bentuk pengelasan tertentu pada tukang las harus menyampaikannya dalam bentuk gambar dan dilakukan dengan bentuk-bentuk lambang khusus untuk lebih menyederhanakan gambar. Bentuk lambang yang biasa digunakan baik untuk tunggal maupun ganda (dua sisi) adalah seperti terlihat pada Tabel 2.3 di bawah.

(7)

Tabel 2.3 Lambang-lambang las Sumber: Khumaedi, 2015

(8)

2.2 KONVERSI SAMPAH PLASTIK MENJADI BAHAN BAKAR MINYAK

Mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak termasuk daur ulang tersier. Merubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak dapat dilakukan dengan proses cracking (perekahan). Cracking adalah proses memecah rantai polimer menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih rendah. Hasil dari proses cracking plastik ini dapat digunakan sebagai bahan kimia atau bahan bakar. Ada tiga macam proses cracking yaitu hydro cracking, thermal cracking dan catalytic cracking (Panda, 2011).

2.2.1 Hydro Cracking

Hydro cracking adalah proses cracking dengan mereaksikan plastik dengan hidrogen di dalam wadah tertutup yang dilengkapi dengan pengaduk pada temperatur antara 423 – 673°K dan tekanan hidrogen 3 – 10 MPa. Dalam proses hydro cracking ini dibantu dengan katalis. Untuk membantu pencapuran dan reaksi biasanya digunakan bahan pelarut 1-methyl naphtalene, tetralin dan decalin. Beberapa katalis yang sudah diteliti antara lain alumina, amorphous silica alumina, zeolite dan sulphate zirconia (Surono, 2013).

Penelitian tentang proses hydro cracking ini antara lain telah dilakukan oleh Rodiansono (2005) yang melakukan penelitian hydro cracking sampah plastik polipropilena menjadi bensin (hidrokarbon C5-C12) menggunakan katalis NiMo/Zeolit dan NiMo/Zeolit-Nb2O5. Proses hydro cracking dilakukan dalam reaktor semi alir (semi

flow-fixed bed reactor) pada temperatur 300°C, 360°C, dan 400°C; rasio katalis/umpan 0,17; 0,25; 0,5 dengan laju alir gas hidrogen 150 mL/jam. Uji aktivitas katalis NiMo/zeolite yang menghasilkan selektivitas produk C7-C8 tertinggi dicapai pada temperatur 360°C dan rasio katalis/umpan 0,5. Kinerja katalis NiMo/zeolit menurun setelah pemakaian beberapa kali, tetapi dengan proses regenerasi kinerjanya bisa dikembalikan lagi.

Sedangkan Daryoso, Wahyuni & Saputro (2012) melakukan penelitian tentang pengolahan sampah plastik jenis polietilen dengan metode hydro cracking menggunakan katalis NiMo/zeolite. Hydro cracking dilakukan dengan variasi

(9)

perbandingan katalis/bahan plastik 1:4, 2:4, 3:4, dan temperatur prosesnya diatur 350°C, 400°C, 450°C, 500°C, 550°C selama 2 jam.

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa Katalis NiMo/Zeolit Alam yang telah dipreparasi berperan dalam proses hidrorengkah sampah polietilen menghasilkan produk hidrorengkah dengan rantai hidrokarbon yang pendek. Rasio massa katalis NiMo/Zeolit alam dengan umpan optimum yang menghasilkan konversi sampah polietilen paling besar didapat pada perbandingan 3:4 yaitu sebesar 8,032%. Temperatur optimum yang menghasilkan konversi sampah polietilen paling besar diperoleh pada temperatur 500°C yaitu sebesar 1,334% (Surono, 2013).

2.2.2 Thermal Cracking

Thermal cracking adalah termasuk proses pirolisis, yaitu dengan cara memanaskan bahan polimer tanpa oksigen. Proses ini biasanya dilakukan pada temperatur antara 350°C sampai 900°C. Dari proses ini akan dihasilkan arang, minyak dari kondensasi gas seperti parafin, isoparafin, olefin, naphthene dan aromatik, serta gas yang memang tidak bisa terkondensasi (Surono, 2013).

Bajus & Hájeková, 2010, melakukan penelitian tentang pengolahan campuran tujuh jenis plastik menjadi minyak dengan metode thermal cracking. Tujuh jenis plastik yang digunakan dalam penelitian ini dan komposisinya dalam persen berat adalah HDPE (34,6%) , LDPE (17,3%), LLPE (17,3%), PP (9,6%), PS (9,6%), PET (10,6%), dan PVC (1,1%). Penelitian ini menggunakan batch reactor dengan temperatur dari 350°C sampai 500°C. Dari penelitian ini diketahui bahwa thermal cracking pada campuran tujuh jenis plastik akan menghasilkan produk yang berupa gas, minyak dan sisa yang berupa padatan. Adanya plastik jenis PS, PVC dan PET dalam campuran plastik yang diproses akan meningkatkan terbentuknya karbon monoksida dan karbon dioksida didalam produk gasnya dan menambah kadar benzene, toluene, xylenes, styrene didalam produk minyaknya.

Minyak yang dihasilkan selanjutnya dianalisa dengan gas chromatography/ mass spectrometry untuk mengetahui distribusi jumlah atom karbonnya. Dari hasil

(10)

analisa tersebut diketahui bahwa komposisi minyak dari campuran plastik PE dan PP tersebut mempunyai jumlah atom karbon yang setara dengan solar, yaitu C12 – C17.

2.2.3 Catalytic Cracking

Cracking cara ini menggunakan katalis untuk melakukan reaksi perekahan. Dengan adanya katalis, dapat mengurangi temperatur dan waktu reaksi (Surono, 2013).

Borsodi et al. (2011) melakukan penelitian tentang pirolisis terhadap plastik yang terkontaminasi untuk memperoleh senyawa hidrokarbon. Pirolisis dilakukan didalam reaktor tabung, dengan pemasukkan material plastik secara kontinyu. Plastik yang diproses ada dua macam, yaitu HDPE dalam kondisi bersih dan HDPE yang terkontaminasi minyak pelumas. Dalam penelitian ini temperatur pirolisis 500°C. Pirolisis dilakukan dengan katalis (thermo-catalytic pyrolysis) dan tanpa katalis (thermal pyrolysis). Katalis yang digunakan adalah Yzeolite. Dari penelitian ini diketahui bahwa HDPE yang terkontaminasi produk volatilenya lebih tinggi dan densitasnya juga lebih tinggi. Pemakaian katalis mempengaruhi proses cracking pada HDPE yang tidak terkontaminasi, tetapi pada HDPE yang terkontaminasi pengaruh pemakaian katalis tidak signifikan. Pemakaian katalis menurunkan densitas dari minyak yang dihasilkan dari proses pirolisis.

Di Indonesia standar dan mutu bahan bakar minyak yang akan dipasarkan diatur oleh KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, DIREKTORAT JENDERAL MINYAK DAN GAS BUMI. Berdasarkan keputusan direktorat jendral minyak dan gas bumi nomor: 28.K/10/DJM.T/2016, tanggal 24 Februari 2016, tentang standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak jenis solar 48 yang dipasarkan di dalam negeri ditunjukan pada Tabel 2.4 di bawah.

(11)

Tabel 2.4 Standar dan mutu (spesifikasi) bahan bakar minyak jenis solar 48 Sumber: Wiratmaja, 2016

No. Karakteristik Satuan

Batasan SNI Minyak Solar 48

Min. Maks.

1 Angka Setana atau Indeks Setana 48 45 2 Berat Jenis (pada Suhu 15°C) kg/m3 870

3 Viskositas (pada suhu 40°C) mm3/s 2,0 4,5

4 Kandungan Sulfur % - 0,005

5 Distilasi : 90% vol. Penguapan °C - 370

6 Titik Nyala °C 52 - 7 Titik Kabut °C - 18 atau 8 Titik Tuang °C 18 9 Residu Karbon % - 0,1 10 Kandungan Air mm/kg - 500 11 Kandungan FAME % - 20

12 Korosi Bilah Tembaga - Kelas 1

13 Kandungan Abu % - 0,01

14 Kandungan Sedimen % - 0,01

15 Bilangan Asam Kuat mg.KOH/g - 0

16 Bilangan Asam Total mg.KOH/g - 0,6

17 Penampilan Visual Jernih dan Terang -

18 Warna No. ASTM - 3,0

19 Lubricity (HFRR wear scar dia. @60°C) micron - 460 20 Kestabilan Oksidasi Metode Rancimat Jam 35 -

(12)

2.3 PIROLISIS

Pirolisis adalah proses degradasi termal bahan-bahan polimer seperti plastik maupun material organik seperti biomassa dengan pemanasan tanpa melibatkan oksigen didalamnya. Proses ini umumnya berlangsung pada temperatur antara 500°C – 800°C (Aguado et al., 2007). Produk dari pirolisis ini terdiri dari fraksi gas, cair, dan residu padatan (Buekens & Huang, 1998). Pada suhu tersebut, plastik akan meleleh dan kemudian berubah menjadi gas. Pada saat proses tersebut, rantai panjang hidrokarbon akan terpotong menjadi rantai pendek. Selanjutnya proses pendinginan dilakukan pada gas tersebut sehingga akan mengalami kondensasi dan pembentukan cairan. Cairan inilah yang nantinya menjadi bahan bakar, baik berupa bensin maupun bahan bakar diesel (Syamsiro, 2015).

Pirolisis adalah proses dekomposisi suatu bahan pada suhu tinggi tanpa adanya udara atau dengan udara terbatas. Proses dekomposisi pada pirolisis ini juga sering disebut dengan devolatilisasi. Produk utama dari pirolisis yang dapat dihasilkan adalah arang (char), minyak, dan gas. Arang yang terbentuk dapat digunakan untuk bahan bakar ataupun digunakan sebagai karbon aktif. Sedangkan minyak yang dihasilkan dapat digunakan sebagai zat additif atau campuran dalam bahan bakar. Sedangkan gas yang terbentuk dapat dibakar secara langsung (Chaurasia & Babu, 2005).

Pirolisis atau devolatilisasi adalah proses fraksinasi material oleh suhu. Proses pirolisis dimulai pada temperatur sekitar 230°C, ketika komponen yang tidak stabil secara termal, dan volatil matters pada sampah akan pecah dan menguap bersamaan dengan komponen lainnya. Produk cair yang menguap mengandung tar dan polyaromatic hydrocarbon (Ramadhan & Ali, 2003).

Menurut kondisi operasinya, pirolisis dapat diklasifikasikan ke dalam tiga jenis kategori yaitu slow, fast dan flash pyrolisis (Jahirul et al., 2012).

(13)

Tabel 2.5 Parameter operasi proses pirolisis Sumber: Jahirul et al., 2012

Proses pirolisis Waktu tinggal (s) Ukuran partikel (mm) Suhu (K)

Slow 450-500 5-50 550-950

Fast 0,5-10 < 1 850-1250

Flash < 0,5 < 0,2 1050-1300

Faktor-faktor yang mempengaruhi produk dalam proses pirolisis (Elykurniati, 2009) adalah:

1. Waktu: Waktu berpengaruh pada minyak yang akan dihasilkan karena, semakin lama waktu proses pirolisis berlangsung, minyak yang dihasilkan makin naik. 2. Suhu: Suhu sangat mempengaruhi minyak yang dihasilkan, karena semakin tinggi

suhu maka semakin banyak minyak yang dihasilkan.

3. Berat Partikel: Semakin banyak bahan yang dimasukkan menyebabkan hasil bahan bakar cair (tar) dan arang meningkat.

4. Ukuran Partikel: Ukuran partikel berpengaruh terhadap hasil. Makin besar ukuran partikel luas permukaan persatuan berat makin kecil sehingga proses karbonisasi berlangsung lambat.

Surono, 2013 telah melakukan penelitian tentang minyak sampah plastik dan melakukan perbandigan sifat minyak dari sampah plastik hasil pirolisis yang telah dilakukan dengan solar dapat dilihat pada Tabel 2.6 di bawah.

(14)

Tabel 2.6 Perbandingan sifat minyak sampah plastik dan solar Sumber: Surono, 2013

No. Sifat Satuan Minyak Sampah Plastik Solar 1 Densitas pada 30°C g/cc 0,793 0,83 – 0,88 2 Nilai Kalor kJ/kg 41858 46500 3 Viskositas Kinematis cst 2,149 5 4 Angka Setana 51 55 5 Flash Point °C 40 50 6 Fire Point °C 45 56 7 Kandungan Sulfur % < 0,002 < 0,035 2.4 PLASTIK

Plastik adalah salah satu jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses polimerisasi. Polimerisasi adalah proses penggabungan beberapa molekul sederhana (monomer) melalui proses kimia menjadi molekul besar (makromolekul atau polimer). Plastik merupakan senyawa polimer yang unsur penyusun utamanya adalah Karbon dan Hidrogen. Untuk membuat plastik, salah satu bahan baku yang sering digunakan adalah Naphta, yaitu bahan yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas alam. Sebagai gambaran, untuk membuat 1 kg plastik memerlukan 1,75 kg minyak bumi, untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya maupun kebutuhan energi prosesnya (Kumar, Panda & Singh, 2011).

Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu thermoplastic dan termosetting. Thermoplastic adalah bahan plastik yang jika dipanaskan sampai temperatur tertentu, akan mencair dan dapat dibentuk kembali menjadi bentuk yang diinginkan. Sedangkan thermosetting adalah plastik yang jika telah dibuat dalam bentuk padat, tidak dapat dicairkan kembali dengan cara dipanaskan (Surono, 2013).

Berdasarkan sifat kedua kelompok plastik di atas, thermoplastic adalah jenis yang memungkinkan untuk didaur ulang. Jenis plastik yang dapat didaur ulang diberi

(15)

kode berupa nomor untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan penggunaannya (lihat Gambar 2.5 dan Tabel 2.7).

Gambar 2.5 Nomor kode plastik Sumber: Surono, 2013

Tabel 2.7 Jenis plastik, kode dan penggunaannya Sumber: Surono, 2013

No.

Kode Jenis Plastik Penggunaan

1 PET (polyethylene Terephthalate)

Botol kemasan air mineral, botol minyak goreng, botol sambal, botol obat, dan botol kosmetik. 2 HDPE (High Density

Polyethylene)

Botol obat, botol susu cair, jerigen pelumas, dan botol kosmetik.

3 PVC (Polyvinyl Chloride)

Pipa selang air, pipa bangunan, mainan, taplak meja dari plastik, botol shampo, dan botol sambal.

4 LDPE (Low Density Polyethylene)

Kantong kresek, tutup plastik, plastik pembungkus daging beku, dan berbagai macam plastik tipis lainnya.

5 PP (Polypropylene atau Polypropene)

Tutup plastik, tutup botol plastik, mainan anak, dan tutup margarin.

6 PS (Polystyrene)

Kotak CD, sendok dan garpu plastik, gelas plastik, tempat makan dari styrofoam, dan tempat makan plastik transparan.

7 Other (O)

Botol susu bayi, plastik kemasan, galon air mineral, suku cadang mobil, alat-alat rumah tangga,

komputer, alat-alat elektronik, sikat gigi, dan mainan lego.

(16)

2.5 SIFAT THERMAL BAHAN PLASTIK

Pengetahuan sifat thermal dari berbagai jenis plastik sangat penting dalam proses pembuatan dan daur ulang plastik. Sifat-sifat thermal yang penting adalah titik lebur (Tm), temperatur transisi (Tg) dan temperatur dekomposisi. Temperatur transisi adalah temperatur dimana plastik mengalami perengganan struktur sehingga terjadi perubahan dari kondisi kaku menjadi lebih fleksibel. Diatas titik lebur, plastik mengalami pembesaran volume sehingga molekul bergerak lebih bebas yang ditandai dengan peningkatan kelenturannya. Temperatur lebur adalah temperatur di mana plastik mulai melunak dan berubah menjadi cair. Temperatur dekomposisi merupakan batasan dari proses pencairan. Jika suhu dinaikkan diatas temperatur lebur, plastik akan mudah mengalir dan struktur akan mengalami dekomposisi. Dekomposisi terjadi karena energi thermal melampaui energi yang mengikat rantai molekul. Secara umum polimer akan mengalami dekomposisi pada suhu diatas 1,5 kali dari temperatur transisinya (Budiyantoro, 2010).

Data sifat termal yang penting pada proses daur ulang plastik bisa dilihat pada Tabel 2.8 di bawah.

Tabel 2.8 Data temperatur transisi dan temperatur lebur plastik Sumber: Surono, 2013

No. Bahan Jenis (Tm

C) Tg (C) Temperatur kerja maks. (C) 1 PP 168 5 80 2 HDPE 134 -110 82 3 LDPE 330 -115 260 4 PA 260 50 100 5 PET 250 70 100 6 ABS 110 85 7 PS 90 70 8 PMMA 100 85 9 PC 150 246 10 PVC 90 71

(17)

2.6 HDPE (HIGH DENSITY POLYETHYLENE)

HDPE (High Density Polyethylene) dibuat melalui polimerisasi ethylene dengan penambahan berbagai metal, dan dihasilkan polimer polyethylene yang tersusun hampir sebagaian besar polimer-polimer linier. Bentuknya yang linier menghasilkan sifat bahan yang bersifat kuat, rapat dan strukturnya mudah diatur. Plastik HDPE ini keras dan memiliki titik lebur tinggi, selain itu tenggelam dalam larutan campuran air dengan alkohol. HDPE merupakan yang paling aman digunakan. Kelebihan utamanya adalah sifat tahan terhadap suhu tinggi. Oleh karena itu, jenis plastik ini banyak dipilih untuk bahan produksi rumah tangga seperti tempat makan, kantong kresek, botol detergen, dan botol susu. Meskipun aman, plastik jenis ini direkomendasi hanya untuk sekali pakai.

Gambar 2.6 Nomor kode plastik HDPE Sumber: Surono, 2013

HDPE (High Density Polyethylene) terbentuk dari atom karbon dan hydrogen yang bergabung membentuk molekul dengan berat molekul yang tinggi. Methane gas dirubah menjadi ethylene kemudian diberi panas dan tekanan sehingga menjadi poliethylene. Rumus monomer HDPE: (-CH2-CH2-)n.

Gambar 2.7 Rumus monomer plastik HDPE Sumber: Sugiarto, 2016

(18)

Sifat fisika dan kimia dari plastik HDPE ditunjukan pada Tabel 2.9 dan Tabel 2.10 di bawah.

Tabel 2.9 Sifat kimia plastik HDPE Sumber: Nazusyifa, 2011

No. KUANTITAS HARGA SATUAN

1 Modulus Young 600 – 1400 MPa

2 Modulus Shear 700 – 800 MPa

3 Kekuatan Tarik 20 – 32 Mpa

4 Kemuluran 180 – 1000 %

5 Sifat Leleh Material 18 – 20 MPa

6 Kelenturan 20 – 45 MPa

7 Uji Kekuatan 0,27 – 10,9 J/cm

Tabel 2.10 Sifat fisika plastik HDPE Sumber: Nazusyifa, 2011

No. QUANTITY HARGA SATUAN

1 Ekspansi Termal 110 – 130 e-6/K

2 Konduktifias Termal 0,46 – 0,52 W/m.K

3 Kapasitas Panas 1800 – 2700 J/kg.K

4 Titik Leleh 108 – 134 °C

5 Suhu Normal -30 – 85 °C

6 Kerapatan 940 – 965 kg/m3

7 Daya Hambat 5e+17 – 1e+21 Ohm.mm2/m

8 Potensial Kerusakan 17,7 – 19,7 kV/mm

9 Koefisien Gesekan 0,25 – 0,3

10 Index Bias 1,52 – 1,53

11 Penyusutan 2 – 4 %

(19)

Karakteristik dari HDPE (High Density Polyethylene) ini yaitu bahannya lebih kuat, warnanya lebih buram, serta dapat menahan suhu lebih tinggi, sekitar 134°C untuk periode singkat dan 110°C untuk pemakaian terus menerus. Selain itu, HDPE juga memiliki tingkat ketahanan berbeda berdasarkan isinya, diantaranya:

1. Ketahanan sangat baik terhadap asam, alkohol, dan basis yang cair dan ter-kontaminasi.

2. Ketahanan yang baik terhadap aldehida, ester alifatik dan hidrokarbon aromatik, keton, mineral dan minyak nabati.

3. Ketahanan terbatas terhadap halogenasi hidrokarbon dan zat pengoksidasi. 2.7 ZEOLIT BATU ALAM

Zeolit adalah mineral dengan struktur kristal alumina silikat yang berbentuk framework (struktur tiga dimensi) dan mempunyai rongga serta saluran yang diisi oleh kation logam alkali atau alkali tanah serta molekul air. Ion logam dan molekul air dapat digantikan oleh ion atau molekul lain secara reversible tanpa merusak struktur zeolit, sehingga zeolit dapat berfungsi sebagai adsorben, ion exchange dan katalis (Las, et al., 2012). Fungsi zeolit sebagai katalis disebabkan karena zeolit mempunyai pori. Semakin besar ukuran pori zeolit maka proses katalisasi akan semakin cepat.

Indonesia memiliki cadangan deposit zeolit alam yang melimpah dengan kandungan utama mordenit dan klinoptilolit dengan kadar bervariasi. Salah satu daerah penghasil zeolit adalah Lampung dan Wonosari. Zeolit yang terdapat di Lampung merupakan jenis klinoptilolit dengan rumus Na6[Al6Si30O72]24 H2O dan berwarna putih.

Densitas 1,9942 - 2,1781 g/mL, volume pori total 86,26 x 10-3 dengan luas permukaan 38,93 m2 (Las, 1989). Zeolit alam Wonosari memiliki komposisi modernit 48% (Kartika, 2008), 70% (Trisunaryanti et al., 2000). Zeolit alam ini masih banyak bercampur dengan pengotor (impurities). Zeolit alam pada umumnya memiliki stabilitas termal yang tidak terlalu tinggi, ukuran pori tidak seragam dan aktivitas katalitik rendah sehingga perlu dilakukan modifikasi atau aktivasi. Aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan perlakuan asam, yaitu mereaksikan zeolit dengan larutan asam seperti HCl, HNO3, H2SO4, dan H3PO4 (Heraldy, et al., 2003), HCl, HF, dan NH4Cl (Khairinal

(20)

& Trisunaryanti, 2000). Zeolit alam teraktivasi dimungkinkan dapat digunakan sebagai katalis asam dalam reaksi esterifikasi pada pembuatan biodiesel.

Aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut. Zeolit alam sebanyak 25 gr dimasukan kedalam beaker glass yang berisi HCl 6N sebanyak 125 mL, diamkan selama 30 menit pada temperatur 50°C sambil diaduk dengan pengaduk magnet, kemudian disaring dengan ukuran 70 mesh dan dicuci berulang kali sampai tidak ada ion Cl yang terdeteksi oleh larutan AgNO3, dikeringkan pada suhu 130°C

selama 3 jam dalam oven (Trisunaryanti, W. et al., 2005). 2.8 HUKUM GAY LUSSAC

Gay Lussac mengamati perubahan tekanan gas jika suhunya diubah-ubah dengan mempertahankan volume gas agar tetap. Gay Lussac mendapatkan kesimpulan bahwa. “Pada volume tetap, tekanan gas berbanding lurus dengan suhunya”.

Pernyataan di atas dapat ditulis P T, dengan T adalah suhu. Hubungan ini dapat ditulis, 𝑃 𝑇= ′𝐶 atau 𝑃1 𝑇1 = 𝑃2 𝑇2 (2.1)

dengan ‘C adalah konstanta. Persamaan di atas dikenal dengan Hukum Gay Lussac (Abdullah, 2016). dimana: 𝑃 = Tekanan (𝑁/𝑚𝑚2) 𝑃1 = Tekanan awal (𝑁/𝑚𝑚2) 𝑃2 = Tekanan akhir (𝑁/𝑚𝑚2) 𝑇 = Suhu (°C) 𝑇1 = Suhu awal (°C) 𝑇2 = Suhu akhir (°C)

(21)

Gambar 2.8 Skema percobaan Gay Lussac Sumber: Abdullah, 2016

Gambar 2.9 Diagram hubungan antara suhu dan tekanan gas pada volum konsntan Sumber: Abdullah, 2016

Jika digambarkan pada diagram P dan T (T adalah sumbu datar dan P adalah sumbu vertical) maka jika suhu atau tekanan gas diubah-ubah pada volum tetap, maka nilai tekanan dan suhu pada berbagai keadaaan berada pada garis lurus seperti pada Gambar 2.9 (Abdullah, 2016).

2.9 KALOR

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang berpindah dari benda bersuhu tinggi ke benda bersuhu lebih rendah. Karena kalor sangat identik dengan panas, dalam kehidupan sehari-hari kalor sering digunakan untuk mengganti kata panas. Satuan kalor setara dengan satuan energi, yaitu Joule yang dinotasikan J. Satuan ini ditetapkan oleh James Presscott Joule setelah ia melakukan penelitian menggunakan alat yang kini

(22)

disebut kalorimeter. Selain dinyatakan dalam Joule, kalor juga dapat dinyatakan dalam satuan lain yang disebut kalori, dengan nilai perbandingan 1 Joule = 0,24 kalori. Dari hasil percobaan yang sering dilakukan besar kecilnya kalor yang dibutuhkan suatu benda (zat) bergantung pada 3 faktor:

1. Massa zat

2. Jenis zat (kalor jenis) 3. Perubahan suhu.

Temperatur atau suhu merupakan suatu istilah untuk menyatakan derajat panas dinginnya suatu benda, dengan alat pengukur yang digunakan adalah thermometer. Sedangkan kalor atau panas merupakan salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan karena perbedaan suhu. Bila suatu benda dikenai atau diberi kalor atau panas maka benda akan mengalami beberapa hal, diantaranya: kenaikan suhu, perubahan panjang, dan perubahan wujud (Putra, Munaji & Mulyadi, 2015).

Rumus kalor yang diterima oleh zat:

𝑄 = 𝑚 × 𝑐 × ∆𝑇 (2.2)

Kapasitas kalor dapat dihitung dengan rumus di bawah: 𝐻 =𝑚 × 𝑐 × ∆𝑇

∆𝑇 (2.3)

𝐻 = 𝑄 ∆𝑇

atau 𝐻 = 𝑚 × 𝑐 (2.3)

Sehingga kalor lebur suatu zat dapat dicari dengan rumus di bawah:

𝑄 = 𝑚 × 𝐿 atau 𝐿 = 𝑄

𝑚 (2.4)

dimana:

Q = Kalor yang diterima suatu zat (Joule) m = Massa zat (kg) 𝑐 = Kalor jenis ( 𝐽/𝑘𝑔°𝐶) ∆𝑇 = Perubahan suhu (°C) ≈ (𝑇2− 𝑇1) 𝑇1 = Suhu awal (°C) 𝑇2 = Suhu akhir (°C) 𝐻 = Kapasitas kalor ( 𝐽/°𝐶) 𝐿 = Kalor lebur zat ( 𝐽/𝑘𝑔)

(23)

Tabel 2.11 Kalor jenis leleh sampah plastik Sumber: Putra, Munaji & Mulyadi, 2015

No. Jenis Sampah Plastik Kalor Jenis Leleh (kkal/kg°C) Kalor Jenis Leleh (J/kg°C)

1 PP 1,08 4500

2 PET 0,83 3458,3

3 OTHER 1,47 6125

4 HDPE 1,31 5458,3

2.10 PERHITUNGAN SAMBUNGAN BAUT DAN MUR

Baut dan Mur merupakan alat pengikat yang sangat penting untuk mencegah kecelekaan atau kerusakan pada mesin. Pemilihan baut dan mur sebagai alat pengikat harus dilakukan dengan seksama untuk mendapatkan ukuran dan jenis yang sesuai. Dari sisi fungsi, pemilihan jenis dapat berupa ulir tunggal atau majemuk, ulir metris atau withworth, halus atau kasar, ulir segitiga, segi empat bulat atau trapesium. Untuk pemilihan bahan dan ukuran, mengacu pada kebutuhan akan kekuatannya. Macam-macam kerusakan yang dapat terjadi pada baut digambarkan pada gambar di bawah.

Gambar 2.10 (a) Putus karena tarik. (b) Putus karena puntir. (c) Akibat geser. (d) Ulir lumur (dol).

(24)

Untuk menentukan ukuran baut dan mur, berbagai faktor harus diperhatikan seperti sifat gaya yang bekerja pada baut, syarat kerja, kekuatan bahan, kelas ketelitian dan lain-lain. Adapun gaya-gaya yang bekerja pada baut dapat berupa:

1. Beban statis aksial murni

2. Beban aksial, bersama dengan puntir 3. Beban geser

4. Beban tumbukan aksial

Gambar 2.11 Gaya tarik sambungan baut dan mur pada katrol Sumber: Firdausi, 2013

Apabila pada sebuah baut bekerja gaya tarik F, maka dalam baut akan timbul tegangan tarik, yang dapat menyebabkan patah. Karena diameter 𝑑3 < 𝑑, kemungkinan

putus lebih besar pada penampang kaki ulir, lihat Gambar 2.11. Dalam hal ini persamaan yang berlaku adalah:

𝜎𝑡= 𝐹

𝐴 atau 𝜎𝑡 =

𝐹

𝜋. 𝑑32 (2.5)

dimana:

F = Gaya tarik aksial pada baut (N) A = Luas penampang baut (mm2)

𝜎𝑡 = Tegangan tarik yang terjadi di bagian berulir pada diameter inti d3 (𝑁/mm2)

(25)

2.10.1 Kemungkinan Baut dan Mur Mendapat Pembebanan Kombinasi

Perhitungan ini biasanya terjadi pada baut pengikat pada tutup silinder. Pada baut pengikat kepala silinder, gaya yang bekerja terdiri dari kombinasi antara gaya dalam dan gaya luar.

Secara teoritas dapat tertulis:

𝐹 = 𝐹1+ 𝐹2 (2.6)

dimana:

F = Gaya total yang bekerja pada baut (N)

F1 = Gaya dalam (gaya pengencang yang diberikan untuk mengunci baut) (N) F2 = Gaya luar (gaya yang diakibatkan oleh gaya setelah baut digunakan) (N)

Untuk menentukan besar gaya yang diakibatkan oleh gaya luar (F2), misalnya untuk penutup kepala silinder:

𝐹2 = 𝜋. 𝐷2. 𝑃

4 (2.7)

Bila diperhitungkan gaya F2 untuk setiap n baut: 𝐹2 =

𝜋. 𝐷2. 𝑃

4 .

1

𝑛 (2.8)

Besar gaya yang diakibatkan gaya F1, menurut angka pengalaman:

𝐹1 = 𝐾. 𝑑 (2.9)

dimana:

P = Tekanan dalam silinder (𝑁/mm2) D = Diameter dalam silinder (mm) 𝑛 = Jumlah baut

𝐾 = Angka pengalaman (2840) (Firdausi, 2013) 𝑑 = Diameter luar atau diameter poros baut (mm) 2.10.2 Tegangan Geser pada Kaki Ulir Baut dan Mur

Gaya aksial F menimbulkan tegangan geser pada bidang silinder kaki ulir baut dan mur. Kekuatan tegangan geser ulir:

(26)

Tegangan geser yang terjadi pada ulir: 𝜏̅𝑔 =

𝐹

𝜋. 𝑑. ℎ. 𝑘 (2.11)

Gambar 2.12 Tegangan geser yang terjadi pada kaki ulir baut dan mur Sumber: Firdausi, 2013

Tinggi mur ( h ) dapat dihitung dengan rumus:

ℎ = 𝑧. 𝑝 menurut standar ℎ = 𝑘. 𝑑 (2.12)

dimana:

𝜏

𝑔 = Kekuatan tegangan geser ulir (N/mm2)

𝜏̅

𝑔 = Tegangan geser yang terjadi pada ulir (N/mm2) F = Gaya (N)

p = Jarak kisar ulir (mm)

𝑘 = Nilai standar ulir metris (0,8) 𝑧 = Jumlah lilitan ulir

Gambar

Tabel 2.1 Ukuran kertas gambar  Sumber: Khumaedi, 2015
Tabel 2.2 Jenis-jenis garis gambar  Sumber: Khumaedi, 2015
Gambar 2.1 Proyeksi sistem Amerika  Sumber: Khumaedi, 2015
Gambar 2.2 Proyeksi sistem Eropa  Sumber: Khumaedi, 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Efektivitas Intensifikasi Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) serta Kontribusinya

Pompa adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan cairan dari. suatu tempat ketempat yang lain melalui media perpipaan dengan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan mendapatkan informasi tentang upaya meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Penjaskes

Tekanan statis yang dibutuhkan untuk pengeringan jagung dengan tumpukan setinggi 2.50 m (7500 kg) dalam ISD adalah 0.98 kPa atau 982.2 Pa. Sehingga tekanan kipas axial sebesar 90

Pemilik kos di satu sisi membutuhkan makelar untuk memasarkan tempat kosnya, namun di sisi lain pemilik kos juga harus memberikan imbalan yang telah di sepakati

[r]

Manajemen keuangan ( financial management ) adalah segala aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana memperoleh dana, menggunkan dana, dan mengelola aset

Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian kuantitatif asiosiatif kasual adalah penelitian yang mencari hubungan sebab akibat antara dua variabel atau lebih dari