• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM EKSTRADISI ILEGAL YANG DILAKUKAN PENEGAK HUKUM NEGARA PENGEKSTRADISI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKIBAT HUKUM EKSTRADISI ILEGAL YANG DILAKUKAN PENEGAK HUKUM NEGARA PENGEKSTRADISI"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

119

... AKIBAT HUKUM EKSTRADISI ILEGAL YANG DILAKUKAN PENEGAK

HUKUM NEGARA PENGEKSTRADISI I Nengah Ardika, S.H.,M.H.

Kejaksaan Negeri Denpasar kadek_lombe@yahoo.co.id Abstract:

Extradition is one form of international cooperation in overcoming crime. Extradition is the official process whereby one country transfers a suspected or convicted criminal to another country. International cooperation should be based on the agreement and carried out through diplomatic channels. But in practice, some countries have taken measures illegal extradition. The forms of the illegal extradition consist of abduction and forcibly taking over a perpetrator that unbeknownst and approval of the countries in which it is located. The legal impacts of illegal extradition are invalidity extradition by the law enforcement and criminal liability under the head of law enforcement agencies.

Keywords: legal impact, illegal extradition, law enforcement and criminal liability. Abstrak

Ekstradisi merupakan salah satu bentuk kerjasama internasional dalam mengatasi kejahatan. Ekstradisi adalah proses resmi dimana suatu negara memindahkan seorang yang diduga atau dihukum pidana ke negara lain. Kerjasama internasional harus didasarkan pada kesepakatan dan dilakukan melalui hubungan diplomatik. Tapi dalam prakteknya, beberapa negara telah mengambil langkah-langkah ekstradisi ilegal. Bentuk-bentuk ekstradisi ilegal terdiri dari penculikan dan mengambil pelaku secara paksa tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari negara-negara di mana ia berada. Akibat hukum dari ekstradisi ilegal adalah ketidakabsahan ekstradisi terhadap tindakan penegak hukum dan pertanggungjawaban pidana pimpinan dalam institusi penegak hukum negara pengekstradisi.

Kata Kunci : akibat hukum, ekstradisi illegal, penegakan hukum dan tanggung jawab pidana.

PENDAHULUAN

Eskalasi kejahatan, dewasa ini, bukan hanya menjadi fenomena satu negara namun melibatkan pelbagai negara. Kejahatan dapat dilakukan secara lintas batas negara oleh suatu jaringan internasional dimana pelaku terdiri dari orang-orang yang memiliki perbedaan kewarganegaraan. Berbagai varian kejahatan mulai bermunculan dengan mengemas kejahatan tradisional menjadi

kejahatan baru yang semakin sulit untuk dilacak. Jika sebelumnya ahli hukum pada masa dahulu memandang bahwa kejahatan hanya dilakukan oleh orang-orang dari taraf ekonomi menengah ke atas, namun kini, fenomena kejahatan menunjukkan bahwa pelaku kejahatan terdiri dari orang-orang dengan kehidupan ekonomi yang baik, berpendidikan bahkan memiliki strata sosial yang tinggi di dalam kehidupan bermasyarakat.

(2)

120

...

Meningkatnya dimensi kejahatan baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas tentunya membutuhkan penanganan yang komprehensif yang melibatkan lebih dari satu negara. Salah satunya melalui kerjasama internasional. Mengenai kerjasama tersebut Romli Atmasasmita menyatakan bahwa:

Upaya penanggulangan kejahatan internasional tidak dapat dilakukan hanya dengan perangkat peraturan perundang-undangan hukum nasional tetapi seharusnya juga dilaksanakan melalui kerjasama dengan negara lain, baik kerjasama yang bersifat bilateral maupun multilateral. Pelaksanaan kerjasama tersebut sudah tentu akan memberikan dampak terhadap perkembangan hukum nasional suatu negara, karena pada akhirnya setiap negara memiliki kewajiban moral dan kewajiban hukum sebagai akibat dari keterikatannya pada perjanjian dengan negara lain untuk menangkap, menahan dan menuntut serta mengadili para pelaku kejahatan internasional tersebut atau segera menyerahkannya kepada negara lain yang berkepentingan atas kejahatan tersebut dan memiliki yurisdiksi kriminal terhadap pelakunya.1

Dalam diskursus kerjasama internasional, ekstradisi menjadi bagian yang sangat penting untuk mencari, menangkap, menahan dan menyerahkan pelaku kejahatan internasional. Dan E. Stigall, dalam tulisan ilmiahnya yang berjudul “Ungoverned Spaces,

1

Romli Atmasasmita, 1996, Sistem

Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bina Cipta, Bandung, hal. 88.

Transnational Crime, and the Prohibition on Extraterritorial Enforcement Jurisdiction in International Law”

sebagaimana dikutip oleh ensiklopedia online menyebutkan bahwa “Extradition is the official process

whereby one country transfers a suspected or convicted criminal to another country. Between countries, extradition is normally regulated by treaties.”2 Ekstradisi merupakan proses resmi dimana satu negara menyerahkan seorang tersangka atau terdakwa ke negara lain. Antara negara-negara tersebut biasanya dilandasi dengan perjanjian internasional.

Ekstradisi sangat dibutuhkan dalam penegakan hukum di Indonesia.

Trend saat ini menunjukkan banyak

koruptor yang melarikan diri ke luar negeri, dan tanpa perjanjian ekstradisi antar negara, maka penegak hukum Indonesia tidak dapat mengejar, menangkap atau bahkan menahan pelaku. Setiap tindakan ekstradisi wajib dilakukan berdasarkan perjanjian ekstradisi, namun kendalanya masih banyak negara yang belum menemukan titik temu untuk menuangkan kerjasama penanggulangan kejahatan ke dalam suatu perjanjian ekstradisi. Pelbagai kepentingan politik

2

Wikipedia, “Extradition”,

http://en.wikipedia.org/wiki/Extradition, diakses pada 7 Oktober 2013.

(3)

121

...

masing-masing negara seringkali menghambat penandatanganan perjanjian ekstradisi.

Di tengah hambatan ketiadaan perjanjian ekstradisi antara negara-negara yang berkepentingan, dalam praktik pernah terjadi ekstradisi terselubung ((disguised extradition) yang dilakukan dengan cara-cara ilegal seperti penculikan atau pengambilan paksa tanpa persetujuan negara bersangkutan. Deretan kasus yang dapat dijadikan contoh diantaranya penangkapan Saddam Husein melalui Operasi Fajar Merah oleh Militer AS di Irak, penculikan pimpinan NAZI, Adolf Eichmann, pengambilan secara paksa presiden Panama, Noriega oleh tentara AS. Tindakan tersebut tentu bertentangan dengan kaidah hukum internasional terutama asas penghormatan kedaulatan negara yang menimbulkan akibat hukum bagi negara pengekstradisi. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai bentuk-bentuk ekstradisi ilegal dan akibat hukum tindakan ekstradisi ilegal.

PEMBAHASAN

1. Bentuk-Bentuk Ekstradisi Ilegal Ekstradisi adalah pranata hukum yang umurnya sudah tua, sebab sudah mulai dikenal pada zaman Yunani, Romawi dan Mesir Kuno. Praktik-praktik pengambilan dan membawa kembali

pelaku kejahatan dari suatu negara yang melarikan diri ke negara lain, sudah berulang-ulang dilakukan dengan cara dan prosedur yang sama di seluruh atau sebagaian besar kawasan dunia ini.3 Pengaturan ekstradisi dalam kaidah hukum di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi. Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu negara kepada negara yang meminta penyerahan seseorang yang disangka atau dipidana karena melakukan suatu kejahatan di luar wilayah negara yang menyerahkan dan di dalam yurisdiksi wilayah negara yang meminta penyerahan tersebut, karena berwenang untuk mengadili dan memidananya.

Ekstradisi dapat dilakukan terhadap tindak pidana sedangkan terhadap kejahatan politik ekstradisi tidak dapat dilakukan. Secara teoritis ada beberapa istilah yang dikenal untuk menggambarkan perbuatan yang merupakan tindak pidana menurut hukum internasional yaitu:

a. Tindak pidana yang berdimensi

internasional untuk menggambarkan tindak pidana

yang sebenarnya terjadi di dalam

3 I Wayan Parthiana, 2006, Hukum

Pidana Internasional, Yrama Widya, Bandung,

hal. 136-137 (selanjutnya disebut I Wayan Parthiana I).

(4)

122

...

wilayah suatu negara dan demikian juga akibat yang ditimbulkannya juga masih terbatas di dalam wilayah negara yang bersangkutan, tetapi melibatkan negara lain, atau pelakunya adalah warga negara dari negara lain, sehingga dalam kasus-kasus tersebut negara yang bersangkutan juga akan terkait. b. Tindak pidana transnasional yang

merupakan tindak pidana yang terjadi di dalam wilayah suatu negara tetapi akibat yang ditimbulkannya terjadi di negara atau negara-negara lain, ataupun tindak pidana yang pelaku-pelakunya berada terpencar pada wilayah dua negara atau lebih dan melakukan satu atau lebih tindak pidana dan baik pelaku maupun tindak pidananya itu sendiri saling berhubungan yang menimbulkan akibat pada satu atau lebih negara.

c. Tindak pidana internasional yaitu tindak pidana yang menimbulkan akibat yang sangat luas tanpa mengenal batas-batas wilayah negara, tegasnya akibat-akibatnya, baik langsung maupun tidak langsung, dirasakan sangat membahayakan oleh seluruh atau sebagian besar umat manusia di dunia ini. Tindak pidana semacam ini bisa saja dilakukan dalam wilayah satu negara dan demikian juga akibatnya hanya terbatas pada wilayah negara yang bersangkutan, namun karena masalahnya berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal, tentu saja hal ini tidak bisa dipandang sebagai masalah lokal atau nasional semata-mata.4

Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1979 Tentang Ekstradisi, yang dapat diekstradisikan ialah orang yang oleh pejabat yang berwenang dari negara asing diminta karena disangka melakukan kejahatan atau untuk menjalani pidana atau perintah penahanan. Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan bahwa ekstradisi dapat juga dilakukan terhadap orang yang disangka melakukan atau telah dipidana karena melakukan pembantuan, percobaan dan permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan tersebut dalam ayat (1), sepanjang pembantuan, percobaan, dan permufakatan jahat itu dapat dipidana menurut hukum Negara Republik Indonesia dan menurut hukum negara yang meminta ekstradisi.

Dalam praktik penanggulangan kejahatan, negara-negara pernah melakukan ekstradisi terselebung yang dilakukan dengan cara-cara ilegal. Ekstradisi tersebut biasanya dilakukan

4 I Wayan Parthiana, 1997,”Efektivitas

dari Kaidah-kaidah Hukum Pidana Internasional dan Nasional Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana internasional”, Makalah disampaikan pada diskusi panel Perkembangan Tindak Pidana Internasional dan Kerjasama Internasional Dalam Pencegahan dan Pemberantasannya, Bandung, 24 Juli 1997, hal. 2. (selanjutnya disebut I Wayan Parthiana II).

(5)

123

...

oleh negara-negara maju. Adapun bentuk-bentuk ekstradisi ilegal tersebut adalah:5 a. Penculikan (abduction)

Penculikan merupakan tindakan yang ilegal, disebabkan karena orang yang bersangkutan diambil dan dibawa keluar secara paksa oleh negara yang menculiknya, tanpa sepengetahuan ataupun persetujuan dari negara tempatnya berada. Sifat ilegalnya ini, tampak mulai dari penyelidikan tentang identitas orangnya maupun tempat di negara mana dia berada, setelah ditemukan di negara tersebut (tanpa sepengetahuannya sendiri) adalah rencana persiapan untuk penculikan, selanjutnya pada hari yang sudah ditentukannya, tindakan penculikan itu sendiri di wilayah negara tempatnya berada, kemudian tindakan membawanya ke luar dari wilayah negara tersebut, dan pada akhirnya orang yang bersangkutan dibawa masuk ke negara yang menculik untuk pada akhirnya diadili berdasarkan hukum nasionalnya. b. Pengambilan Secara Paksa Atas

Seorang Pelaku Kejahatan Tanpa Sepengetahuan dan Persetujuan Dari Negara Tempatnya Berada.

5 I Wayan Parthiana I, op.cit., hal.

151-152.

Dalam hal ini pengambilannya dilakukan oleh suatu negara terhadap orang yang sedang berada di negara lain, tanpa persetujuan dari negara yang bersangkutan. Berbeda dengan penculikan yang dilakukan secara tersembunyi, tanpa diketahui oleh negara tempat orang yang diculik itu berada, dalam hal pengambilan secara paksa ini, pengambilan itu dilakukan secara terang-terangan tanpa negara tempat orang itu berada dapat berbuat apapun. Tindakan seperti ini jelas-jelas bertentangan dengan prinsip hukum internasional yang paling fundamental, yakni, prinsip penghormatan atas kedaulatan dan kemerdekaan sesama negara. Akan tetapi, ada negara yang ternyata mempraktekkannya. Tentu saja negara ini adalah negara yang besar dan kuat yang ditujukan terhadap negara yang lebih kecil dan lemah. Arogansi suatu negara, lemahnya fungsi saluran diplomatik dan kebrutalan penegak hukum dapat menjadi faktor penyebab dari tindakan ekstradisi ilegal. Bahkan dari kasus-kasus ekstradisi ilegal yang terjadi dalam praktik menunjukkan bahwa negara pengekstradisi sengaja melakukan tindakan ekstradisi ilegal untuk menunjukkan keadidayaan negaranya di mata dunia. Ekstradisi ilegal

(6)

124

...

ini justru dilakukan oleh negara adiadaya sebagai tindakan dalam fungsinya sebagai polisi dunia. Dalam kondisi tersebut, tindakan ekstradisi ilegal justru dipandang sebagai tindakan yang sah, hal ini memang tidak lepas dari kondisi politik dunia yang dikendalikan oleh satu poros. Namun terlepas dari hal tersebut, maka kajian hukum internasional tetap perlu dilakukan.

2. Akibat Hukum Tindakan Ekstradisi Ilegal

Berbicara mengenai ekstradisi adalah berbicara mengenai yurisdiksi yang dimiliki suatu negara untuk memberlakukan hukumnya. Huala Adolf menyebutkan bahwa ”Yurisdiksi adalah kekuatan atau kewenangan hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa (hukum).”6 Sehubungan dengan ekstradisi terhadap tindak pidana maka yurisdiksi pidana adalah kewenangan (hukum) pengadilan suatu negara terhadap perkara-perkara yang menyangkut kepidanaan, baik yang tersangkut di dalamnya unsur asing maupun nasional.7 Penentuan

6

Huala Adolf, 2002, Aspek-aspek Negara

Dalam Hukum Internasional edisi revisi, PT

RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 183 (selanjutnya disebut Huala Adolf I).

7 Huala Adolf, 1996, Aspek-aspek Hukum

Pidana Internasional, RajaGrafindo Persada,

yurisdiksi atas tindak pidana yang bertautan dengan unsur transnasional harus memperhatikan asas penghormatan kedaulatan.

Kedaulatan atau sovereignity adalah “kekuasaan tertinggi” dari suatu negara. Asas penghormatan kedaulatan ini merupakan asas penting dalam hukum internasional. Kedaulatan dimiliki oleh setiap negara merdeka sehingga masing-masing negara yang merdeka akan berdaulat. Dengan adanya kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dari suatu negara, maka kekuasaan suatu negara sifatnya terbatas dan dibatasi oleh kedaulatan negara lain. Mengenai hal ini seorang kriminolog, Frank Hagan menyatakan “since much political criminality is

international in scope, it theoretically falls under the jurisdiction of international law, the power of which is limited.8

Berdasarkan asas penghormatan kedaulatan maka penegak hukum di suatu negara yang akan melakukan pengejaran, penangkapan atau penahanan seorang tersangka, terdakwa atau terpidana di negara wajib berkoordinasi dengan penegak hukum negara lain dan melalui Jakarta, hal. 145 (selanjutnya disebut Huala Adolf II).

8

Frank E. Hagan, 1989, Introduction to

Criminology Theories, Method, and Criminal Behavior, Nelson-Hall, Chicago, hal. 284.

(7)

125

...

saluran-saluran diplomatik. Tanpa menempuh jalur tersebut maka negara dapat dikatakan menginjak-injak kedaulatan negara lain yang artinya dapat dipersamakan dengan penjajahan kepada negara lain. Pada asasnya tidak ada kedaulatan suatu negara yang berada di atas kedaulatan negara lain.

Ekstradisi ilegal baik dalam bentuk penculikan atau pengambilan secara paksa atas seorang pelaku kejahatan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari negara tempatnya berada adalah bentuk pelanggaran terhadap asas penghormatan kedaulatan. Tindakan penegak hukum dari negara pengekstradisi juga dapat dikatakan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Oleh sebab itu ekstradisi ilegal yang dilakukan oleh penegak hukum negara pengekstradisi memiliki akibat hukum pada tidak sahnya ekstradisi. Terhadap tindakan penegak hukum dari suatu negara pengekstradisi, maka penegak hukum negara

pengesktradisi dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan

ketentuan hukum internasional dengan penerapan asas pertanggungjawaban komando.

Asas pertanggungjawaban komando menentukan bahwa pertanggungjawaban pidana dilakukan oleh seorang pimpinan, tidak terbatas pada pimpinan militer saja,

namun juga pimpinan sipil. Seorang komandan atau superior tidak hanya bisa dipertanggungjawabkan secara hukum pidana karena “ordering,

instigating,planning, aiding, or abetting”

tetapi juga karena kegagalannya mengambil tindakan untuk mencegah atau menghentikan atau berusaha menghukum bawahan yang melakukan tindak pidaan (failure to act).9 Selanjutnya Nico Keyzer

mengatakan ada tiga kondisi bagi pertanggungjawaban pidana komandan atas perbuatan bawahannya, yaitu:10

1. Seseorang mempunyai kontrol atas orang lain.

2. Seseorang hanya bertanggungjawab karena tidak

melakukan pencegahan kejahatan yang diketahuinya; dan

3. Seseorang tidak hanya harus tahu, tetapi juga harus mampu mencegah.

Dalam kondisi terjadinya tindakan ekstradisi ilegal oleh penegak hukum suatu negara maka pertanggungjawaban pidana dilakukan oleh pimpinan dalam institusi penegak hukum. Pimpinan tersebut memiliki legal capacity untuk bertanggung jawab sebab ia merupakan subjek hukum internasional individu. Dalam praktik hukum internasional,

9 Shinta Agustina, 2006, Hukum Pidana

International Dalam Teori & Praktek, Andalas

University Press, Padang, hal. 172-173.

(8)

126

...

berdasarkan peradilan Nurenberg dan Tokyo (1946), individu dapat dianggap langsung bertanggung jawab sebagai bagi kejahatan perang dan kejahatan perikemanusiaan. Ia tidak dapat berlindung lagi di belakang negaranya. Asas hukum ini kemudian dituangkan dalam “UN Draft Code of Offences

Against the Peace and Security of Mankind” yang disusun oleh International Law Commision.11 Berdasarkan sumber hukum tersebut maka pimpinan penegak hukum yang melakukan tindakan

ekstradisi ilegal dapat dipertanggungjawabkan sebagai individu.

Dalam diskursus hukum pidana internasional, maka pertanggungjawaban pidana dilakukan melalui dua badan peradilan yang sifatnya substitusi yakni pengadilan nasional dan pengadilan internasional. Ketika terjadi pelanggaran dalam tindakan ekstradisi maka pengadilan yang pertama berwenang untuk mengadili perbuatan tersebut adalah pengadilan nasional. Jika pengadilan nasional tidak memiliki komitmen untuk mengadili perkara tersebut maka kasus tersebut dibawa ke pengadilan internasional yaitu International Criminal

of Court atau pengadilan pidana

internasional. Subjek hukum yang dapat

11

T May. Rudy, 2010, Hukum

International 1, Refika Aditama, Bandung, hal

3-4.

dipertanggungjawabkan berdasarkan pengadilan ini adalah individu yakni dengan dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) yaitu Imprisonment or other severe

deprivation of physical liberty in violation of fundamental rules of international law

(Pemenjaraan atau perampasan kebebasan fisik lainnya yang melanggar aturan dasar hukum internasional) dan enforced

disappearance of persons (penghilangan

orang secara paksa) sebagaimana yang diatur dalam Statuta Roma 1997.

PENUTUP

Bentuk-bentuk ekstradisi ilegal yaitu penculikan atau pengambilan secara paksa atas seorang pelaku kejahatan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari negara tempatnya berada. Akibat hukum tindakan ekstradisi ilegal adalah tidak sahnya ekstradisi yang dilakukan oleh penegak hukum dan pertanggungjawaban pidana pimpinan dalam institusi penegak hukum negara pengekstradisi.

Komitmen pengadilan sangat diperlukan untuk menindak pelaku tindakan ekstradisi ilegal sebab tindakan ekstradisi ilegal merupakan pelanggaran asas hukum internasional. Pemberlakuan sanksi terhadap tindakan ekstradisi ilegal hendaknya diberlakukan sama tanpa memandang asal negara pelaku karena

(9)

127

...

pada asasnya equality before the law (persamaan di depan hukum).

DAFTAR PUSTAKA

Adolf, Huala, 1996, Aspek-aspek Hukum

Pidana Internasional, RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

, 2002, Aspek-aspek

Negara Dalam Hukum Internasional

edisi revisi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Agustina, Shinta, 2006, Hukum Pidana

International Dalam Teori & Praktek, Andalas University Press,

Padang.

Atmasasmita, Romli, 1996, Sistem

Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme,

Bina Cipta, Bandung.

Hagan, Frank E., 1989, Introduction to

Criminology Theories, Method, and

Criminal Behavior, Nelson-Hall,

Chicago.

May Rudy, T, 2010, Hukum International

1, Refika Aditama, Bandung.

Parthiana, I Wayan, 2006, Hukum Pidana

Internasional, Yrama Widya, Bandung,

Parthiana, I Wayan 1997,”Efektivitas dari Kaidah-kaidah Hukum Pidana Internasional dan Nasional Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Internasional”, Makalah disampaikan pada diskusi panel Perkembangan Tindak Pidana Internasional dan Kerjasama Internasional Dalam Pencegahan dan Pemberantasannya, Bandung, 24 Juli 1997.

Wikipedia, “Extradition”, http://en.wikipedia.org/wiki/Extradit

(10)

120

...

AKTUALISASI HAK ASASI MANUSIA (HAM) DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN

Oleh: A.A. Putu Wiwik Sugiantari, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar

Abstract

Healthy environment is the right of every human being without exception, so that destruction of the environment is in violation of law.

Ilegal in field of the living environment must keep through legal settlement law procedures. Most effective law enforcement is actually administration law, when the process as an administration decision (AMDAL) permits issued by an agency that state authorities should be transparent and AMDAL must be publish. When published people can participate actively and critical. But, if there had been irregularities civil law to permit efforts can be done and a last resort is legal remedy criminal penalty therefore effective law enforcement depends heavily on environmental and public active role.

Key Words : Human Rights, law enforcement of environment, participation Abstrak

Lingkungan yang sehat adalah hak setiap orang tanpa terkecuali, sehingga kerusakan lingkungan bertentangan dengan hukum.

Pelanggaran dalam ranah lingkungan hidup harus dijaga berdasarkan prosedur penyelesaian hukum yang tepat. Penegakan hukum yang paling efektif adalah hukum administrasi negara, ketika keputusan administrasi (AMDAL) tersebut dibuat dan dikeluarkan oleh badan negara yang berwenang haruslah secara transparan dan AMDAL haruslah dipublikasikan. Ketika dipublikasikan, masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dan kritis. Namun, ketika ada penyimpangan dalam hukum publik, maka dapat diselesaikan langsung . Agar penegakan hukum itu berjalan dengan efektif, maka pengenaan hukum pidana merupakan upaya hukum terakhir teragantung dari beratnya kesalahan pelanggaran lingkungan hidup dan peran aktif masyarakat. Kata kunci : Hak asasi, Penegakan Hukum Lingkungan, Peran serta.

PENDAHULUAN

Perkembangan globalisasi yang semakin maju dan teknologi yang telah memberikan banyak kemudahan bagi umat manusia tidak diiringi dengan perbaikan sikap manusia terhadap lingkungan hidup. Pemanfaatan terhadap lingkungan hidup seringkali merusak dan mencemari lingkungan hidup itu sendiri. Perambahan hutan yang berakibat

terjadinya pembakaran hutan maupun upaya-upaya pemanfaatan lingkungan hidup lainnya yang diutamakan untuk kepentingan perekonomian semata tanpa pernah memperhatikan pelestarian dan perbaikan terhadap pengembangan yang dilakukan terhadap lingkungan hidup tersebut. Dalam pelaksanaan pengembangan tersebut tidak sedikit manusia lain yang tercederai dengan

(11)

120

...

tindakan-tindakan pengembangan terhadap lingkungan hidup tersebut, sebut

saja peristiwa lumpur lapindo, penambangan emas maupun usaha-usaha pengelolaan lingkungan hidup lainnya.

Setiap manusia memiliki hak yang sama terhadap lingkungan hidup yaitu hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang sehat, hak itu merupakan hak asasi setiap umat manusia di dunia ini. Manusia dan lingkungan hidup dapat hidup berdampingan dengan sangat baik, lingkungan hidup bukanlah obyek dari manusia yang dapat dimanfaatkan tanpa memperhatikan kelestariannya akan tetapi manusia dan lingkungan hidup harus hidup berdampingan dan saling mendukung karena posisi keduanya adalah subyek, artinya lingkungan hidup adalah bagian dari pembangunan yang holistik (menyeluruh). Pembangunan dapat dilakukan asalkan tidak merusak lingkungan hidup. Lingkungan hidup yang sehat merupakan hak setiap manusia pula. Hak itu merupakan hak yang fundamental dari setiap umat manusia. Seperti dituangkan dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia Perubahan Kedua UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) disebutkan

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menikmati lingkungan hidup yang sehat, bersih dan nyaman. Pengelolaan terhadap lingkungan hidup saat ini makin memprihatinkan dengan usaha untuk meningkatkan perekonomian dilakukan pembangunan dan pengembangan yang tidak berorientasi pada pelestarian lingkungan hidup. Investor yang melakukan pengembangan tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungannya sehingga peristiwa alam seperti lumpur Lapindo dan abrasi lautan

mengakibatkan terjadinya ketidaknyamanan dan kesehatan

masyarakat sekitarnya terancam. Lingkungan yang sehat merupakan hak yang asasi dari umat manusia. Seorang manusia tidak boleh menyebabkan manusia lainnya tidak mendapatkan haknya terhadap lingkungan hidup yang sehat. Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap pelanggaran hak asasi manusia terhadap lingkungan hidup sangat perlu diperhatikan sehingga orang-orang kecil tidak selalu menjadi korban orang-orang yang ingin memanfaatkan lingkungan hidup untuk kepentingan pribadi mereka.

Berdasarkan paparan diatas maka permasalahan yang timbul adalah :

(12)

121

...

1. Bagaimanakah hak asasi manusia terhadap lingkungan hidup?

2. Bagaimanakah penegakan hukum lingkungan dalam melindungi hak asasi manusia?

PEMBAHASAN

a. Hak Asasi Manusia Terhadap Lingkungan Hidup

Ketika berbicara tentang hak asasi manusia, maka ada beberapa istilah yang sering digunakan yaitu :

a. Human rights yaitu hak-hak itu berlaku universal tanpa batas ruang dan waktu, namun dapat dialeinasi dengan undang-undang Negara yang bersangkutan. b. Fundamental rights yaitu hak-hak

itu tidak dapat dialeinasi dalam keadaan apapun.

c. Citizen’s right, dimana hak-hak itu hanya berlaku bagi manusia yang menjadi warga dari Negara yang bersangkutan saja.

d. Constitusional rights hanya sepanjang hak-hak itu dimuat di dalam konstitusi yang bersangkutan.

e. Legal rights sepanjang hak-hak itu dimuat di dalam peraturan perundang-undangan dari Negara yang bersangkutan saja.12

Hak asasi manusia tidak dapat terlepas dari sifat dasar yang terkandung dalam hak tersebut. Termasuk dalam hak terhadap lingkungan hidup yang sehat,

12 Max Boli Sabon, 2008, Hak Asasi

Manusia Bahan Untuk Perguruan Tinggi,

Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Jakarta, hal. 14

hak tersebut dapat disebut sebagai

fundamental rights karena sifatnya itu

hakiki dan melekat dalam diri manusia. Hak terhadap lingkungan hidup yang sehat itu secara jelas diatur dalam Bab III Hak Asasi Manusia Dan Kebebasan Dasar Manusia Bagian Kesatu Hak untuk Hidup, Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyebutkan :

(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.

(2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.

(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat

Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang No 39 Tahun 1999 secara tegas menyebutkan bahwa hak atas lingkungan hidup yang sehat itu merupakan hak dasar yang melekat secara hakiki bagi semua umat manusia dan memiliki sifat yang sama dengan hak hidup seseorang.

Setiap manusia di dunia ini berhak atas lingkungan hidup yang bersih serta sehat untuk menjamin kesehatan mereka. Pada prinsipnya, hak asasi manusia menganut empat prinsip dasar yang harus selalu diperhatikan dalam pelaksanaan dan penghormatan terhadap martabat manusia lainnya, yaitu :

(13)

122

...

1. Prinsip dasar kebebasan, maksudnya kebebasan sebagai penghormatan kepada martabat manusia selaku ciptaan yang diciptakan seturut citra Sang Pencipta, dan diberi kebebasan oleh Sang Pencipta untuk berkuasa atas semua ciptaan lainnya.

2. Prinsip dasar kemerdekaan, maksudnya bahwa manusia telah diberi kebebasan oleh Sang Pencipta sejak saat penciptaan, karena itu harus dibiarkan merdeka, dalam arti tidak boleh dijajah, atau dibelenggu, atau dipasung dalam bentuk apapun. 3. Prinsip dasar persamaan,

maksudnya bahwa setiap manusia berasal dari produk yang satu dan sama yaitu ciptaan Tuhan, maka manusia sebagai sesama ciptaan tidak berhak membedakan manusia yang satu terhadap yang lainnya. Atas dasar itu maka dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan bahwa setiap manusia sama di hadapan hukum dan pemerintahan.

4. Prinsip dasar keadilan, bahwa prinsip persamaan di hadapan hukum dan pemerintahan merupakan ciri utama negara hukum dan negara demokrasi. Tujuan utama dari negara hukum dan negara demokrasi adalah menjamin adanya dan tegaknya keadilan.13

Setiap hak asasi manusia menganut 4 prinsip dasar tersebut, sehingga manusia lain harus dapat menghargai hak asasi manusia lainnya, sehingga selain memeliki hak asasi,

13 Ibid, hal. 15-16

manusia juga memiliki kewajiban asasi yaitu berkewajiban tidak melanggar hak asasi manusia lainnya. Dalam hal lingkungan hidup, setiap manusia memiliki hak yang sama untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih. Pemerintah sebagai penguasa pun harus mampu menghargai hak asasi manusia lainnya atas lingkungan hidup yang sehat tersebut sehingga setiap tindakan pemerintahan yang dilakukan jangan sampai mencederai keasrian lingkungan hidup.

Manusia yang sehat adalah manusia yang menghargai lingkungannya. Lingkungan yang bersih dan sehat akan mengakibatkan manusia terhindar dari pencemaran dan dapat merasakan lingkungan hidup yang sehat sehingga secara otomatis jiwa dan fisik manusia itu akan sehat dan bersih pula. Seperti diungkapkan oleh Majda El Muhtaj sebagai berikut

“Kesehatan masyarakat adalah pilar pembangunan sebuah bangsa. Derajat dan martabat sebuah bangsa akan terukur dari sejauh mana peran sosial yang dimainkan. Jelas bahwa rendahnya kualitas kesehatan akan berdampak buruk bagi

terselenggaranya roda pemerintahan. Kesadaran ini

merupakan wujud komitmen semua Negara bangsa. Kesehatan yang baik dengan terjaminnya perangkat supra dan infrastruktur kesehatan adalah bagian terpenting dalam

(14)

123

...

mewujudkan perlindungan dan pelayanan publik “ 14

Lingkungan hidup yang sehat dan bersih merupakan bagian jaminan konstitusi negara. Pelaku tindakan pencemaran lingkungan hidup merupakan tindakan yang melanggar konstitusi negara dan termasuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia lainnya.

Pemerintah sebagai penguasa yang melaksanakan tugas dan fungsi pemerintahan dengan melindungi hak asasi manusia lainnya sesuai dengan amanat Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Tindakan pemerintah dalam hal penegakan hukum yang berlaku termasuk berpedoman pada konsep good

governance terutama dalam penerbitan

perizinan terhadap lingkungan hidup. Seperti diketahui bahwa, salah langkah dalam penerbitan izin yang berkaitan dengan lingkungan hidup akan berdampak sangat buruk bagi perkembangan lingkungan hidup ke depannya. Setiap rencana kegiatan, penanggungjawaban kegiatan dan atau usaha akan selalu dibebani oleh suatu instrument perlindungan yang disebut izin.15

14Majda El Muhtaj, 2008,

Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Rajawali Pers, Jakarta, hal. 157

15

Taufik Iman Santoso, 2008, Amdal dan

Jaminan Perlindungan Hukum, Setara Press,

Malang, hal. 34-35

Izin merupakan sarana yuridis untuk mengatur tingkah laku masyarakat. Dengan memberikan izin, penguasa memperkenankan orang yang mengajukan permohonan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang.16 Izin dikeluarkan sebagai pembolehan terhadap seseorang atau suatu perusahaan badan hukum untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilarang. Pembolehan ini jika tidak dilakukan dengan cermat dan hati-hati akan sangat merugikan banyak pihak dan jika berkaitan dengan lingkungan hidup, maka tindakan yang melanggar dalam pemberian izin tersebut akan menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup. Kadar pencemaran yang merupakan kategori perusakan lingkungan hidup, jika energi atau zat-zat tertentu yang dimasukan dalam lingkungan hidup melebihi baku mutu lingkungan hidup tersebut. Dalam pasal 1 Angka 13 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa

”Baku Mutu Lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam

(15)

124

...

suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup”.

Setiap langkah yang salah dalam penerbitan izin yang berkaitan dengan lingkungan hidup akan berakibat fatal terhadap perkembangan lingkungan hidup selanjutnya dan hal tersebut telah menimbulkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia lainnya untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat, bersih dan nyaman.

Dalam perkembangan zaman, manusia telah kembali pada upaya untuk mengembalikan kelestarian lingkungan hidup karena perkembangan lingkungan hidup telah jauh dari kata tidak tercemar. Kerusakan-kerusakan lingkungan hidup telah menyebabkan terganggunya keseimbangan alam. Iklim mengalami perubahan yang terjadi akibat polusi dan penggunaan zat-zat kimia yang berlebih. Manusia telah merasakan sulitnya mendapat lingkungan hidup yang sehat, termasuk di Indonesia. Hak asasi manusia terhadap lingkungan hidup telah banyak dilanggar. Seperti diungkapkan Majda El Muhtaj bahwa :

“ HAM atas lingkungan yang sehat dan bersih merupakan bagian tak terpisahkan dari eksistensi kemartabatan manusia. Harus dipahami bahwa munculnya pengakuan universal tentang hak atas lingkungan hidup menyiratkan pandangan pemajuan dan

pemenuhan HAM yang holistik dan integral “.17

Dalam perkembangan HAM, keberadaan pengakuan HAM di bidang lingkungan hidup terjadi pada generasi ketiga. Perkembangan HAM dapat dilihat perkembangannya dari generasi I sampai generasi III yaitu :

Generasi I :

a. Hak-hak sipil meliputi :

1) hak untuk menentukan nasib sendiri

2) hak untuk hidup

3) hak untuk tidak dihukum mati 4) hak untuk tidak disiksa

5) hak untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang

6) hak atas peradilan yang adil, independen, dan tidak berpihak

b. hak-hak politik meliputi ;

1) hak untuk berekspresi atau menyampaikan pendapat

2) hak untuk berkumpul dan berserikat

3) hak untuk mendapatkan persamaan perlakuan di depan hukum

4) hak untuk memilih dan dipilih 5) hak untuk duduk dalam

pemerintahan

Generasi II:

a. hak-hak ekonomi meliputi : 1) hak untuk bekerja

2) hak untuk mendapatkan upah yang sama atas pekerjaan yang sama

17Majda, El Muhtaj, 2008, Op.Cit,hal.

(16)

125

...

3) hak untuk tidak dipaksa bekerja

4) hak untuk cuti

5) hak atas makanan, pakaian, perumahan

6) hak atas kesehatan b. hak-hak sosial meliputi :

1) hak atas jaminan sosial 2) hak atas tunjangan keluarga 3) hak atas pelayanan sosial 4) hak atas jaminan pada saat

menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda, mencapai usia lanjut

5) hak ibu dan anak mendapat perawatan dan bantuan istimewa

6) hak perlindungan sosial bagi anak-anak di luar perkawinan

c. hak-hak kebudayaan meliputi : 1) hak atas pendidikan

2) hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan kebudayaan 3) hak untuk menikmati

kemajuan ilmu pengetahuan 4) hak untuk memperoleh

perlindungan atas hasil karya cipta (hak cipta)

Generasi III : meliputi enam macam hak, yaitu :

a. hak atas penentuan nasib sendiri di bidang ekonomi, sosial, politik, dan kebudayaan

b. hak atas pembangunan ekonomi dan sosial

c. hak untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari warisan bersama umat manusia serta informasi-informasi dan kemajuan lain;

d. hak atas perdamaian

e. hak atas lingkungan yang sehat; dan

f. hak atas bantuan

kemanusiaan18

Perkembangan hak asasi manusia dari zaman ke zaman mengikuti perkembangan situasi dan kondisi umat manusia. Ketika masalah penindasan terhadap bidang kehidupan dan penindasan manusia terhadap manusia lainnya dalam hal ini perbudakan atau penindasan atas hak sipil dan politik maka akan timbul kesadaran untuk melindungi hak-hak sipil manusia-manusia yang tertindas tersebut. Termasuk ketika muncul generasi ketiga dari perkembangan hak asasi manusia, yang telah masuk pada zaman globalisasi dimana permasalahan-permasalahan global mulai bermunculan termasuk permasalahan terhadap lingkungan hidup. Pada awal perkembangan hak asasi manusia, manusia tidak mengalami permasalahan terhadap lingkungan hidupnya sehingga keadaan alam masih sangat terjaga, namun dalam perkembangan kehidupan manusia, terjadilah pemanfaatan yang berlebihan terhadap lingkungan hidup, manusia memanfaatkan lingkungan hidup tanpa memperhatikan kembali kelestarian dan perlindungan terhadap lingkungan hidup tersebut. Lingkungan hidup diperankan

18 Max Boli Sabon, 2008, Op.Cit,hal.

(17)

126

...

sebagai obyek sasaran manusia dalam mencapai kebutuhan perekonomian mereka, bukan ditempatkan sama dengan manusia sebagai subyek dalam pengertiannya yaitu lingkungan hidup tidak boleh hanya dimanfaatkan saja tapi kelangsungannya sama dengan manusia yaitu untuk tetap dijaga keberadaannya dan dilindungi fungsinya sehingga tidak menyebabkan terjadinya pelanggaran terhadap hak asasi manusia lainnya. Manusia memang memiliki hak asasi di bidang ekonomi untuk mendapatkan perekonomian yang lebih baik tapi jika pemanfaatan lingkungan hidup yang berlebihan untuk pemenuhan perekonomian mereka maka akan melanggar hak asasi manusia lainnya yang berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat, bersih dan nyaman.

b. Penegakan Hukum Lingkungan dalam Aktualisasi Hak Asasi Manusia

Lingkungan hidup bukanlah obyek sasaran pemanfaatan perkembangan zaman. Lingkungan hidup yang terus menerus digunakan sebagai bagian pembangunan yang tanpa berkesinambungan dan seimbang sehingga terjadi kerusakan terhadap lingkungan hidup tersebut akan sangat

merugikan umat manusia sendiri. Permasalahan lingkungan hidup telah menjadi masalah global yang terjadi di semua negara di dunia. Oleh karena itu, setiap negara sangat menghargai lingkungan hidup yang sehat, sehingga pelanggaran terhadap lingkungan hidup oleh seseorang harus mendapat tindakan yang serius melalui penegakan hukum lingkungannya. Penegakan hukum seperti diungkapkan oleh Santjipto Rahardjo:

“Penegakan hukum selalu melibatkan manusia di dalamnya dan melibatkan juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat tegak dengan sendirinya, artinya hukum tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak yang tercantum dalam (peraturan-peraturan) hukum.”19 Oleh karena itu, dalam penegakan hukum termasuk penegakan hukum lingkungan diperlukan kerjasama yang baik antara masyarakat, pemerintah dan penegak hukum sendiri.

Keberadaan hukum lingkungan dalam perkembangan hukum, secara global akibat timbulnya permasalahan yang serius di bidang lingkungan hidup. Dengan kesadaran terhadap pentingnya lingkungan hidup yang sehat, maka keberadaan hukum lingkungan sebagai

19

Santjipto Rahardjo, 2009, Penegakan

Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Genta

(18)

127

...

sarana hukum yang penting dalam perlindungan terhadap lingkungan hidup. Manusia selalu berusaha untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri sehingga seringkali tanpa memperhatikan akibat yang mereka timbulkan, apakah akan berdampak positif atau mengarah negatif. Seperti diungkapkan oleh Sonny Keraf yang dikutip oleh Supriadi menyatakan bahwa kasus-kasus lingkungan hidup yang terjadi baik pada lingkup global maupun lingkup nasional, sebagian besar bersumber dari perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri.20 Sehingga penegakan hukum lingkungan harus dilakukan untuk melindungi lingkungan hidup itu sendiri dan manusia lainnya dari kelakuan yang tidak bertanggungjawab manusia lainnya.

Penegakan hukum lingkungan dapat melingkupi seluruh penegakan hukum, baik itu melalui hukum administrasi, hukum perdata maupun hukum pidana. Penegakan hukum administrasi negara merupakan instrumen pencegahan terjadinya pencemaran lingkungan hidup. Upaya preventif (pencegahan) tersebut didasarkan pada instrumen-instrumen di bidang lingkungan hidup yang melekat dalam

20

Supriadi, 2008, Hukum Lingkungan Di

Indonesia Sebuah Pengantar, Sinar Grafika,

Jakarta, hal. 22

hukum administrasi negara sebagai prasyarat awal dari efektifitas penegakannya yaitu :

1. izin, yang didayagunakan sebagai perangkat pengawasan dan pengendalian;

2. persyaratan dalam izin dengan merujuk AMDAL, standar baku mutu lingkungan, peraturan perundang-undangan;

3. mekanisme pengawasan penataan; 4. keberadaan pejabat pengawas

dengan kuantitas dan kualitas yang memadai;

5. sanksi administrasi.21

Sanksi administrasi bersifat pencegahan, sehingga sebenarnya sanksi ini merupakan sanksi yang paling efektif digunakan untuk melakukan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan hidup. Sebelum izin keluar, seharusnya dilakukan kajian ilmiah yang biasa disebut AMDAL dan dilakukan pula pengkajian terhadap baku mutu lingkungan hidup sebagai rambu-rambu dalam menetapkan fungsi lingkungan hidup tersebut. Baku mutu lingkungan hidup merupakan ukuran batas atau kadar zat atau komponen lain yang masih dapat ditenggang keberadaannya dalam suatu lingkungan hidup.

Sedangkan penegakan hukum perdata dapat diselesaikan baik melalui

21Syahrul Machmud, 2007, Penegakan

Hukum Lingkungan Indonesia Asas Subsidaritas dan Asas Precautionary dalam Penegakan Hukum Pidana Lingkungan, Mandar Maju,Bandung, hal.

(19)

128

...

alternatif penyelesaian sengketa (di luar peradilan) maupun melalui peradilan. Alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui mediasi, negosiasi, konsiliasi, dan arbitrase. Sedangkan melalui peradilan dapat digunakan prosedur strict liability yaitu pembuktian kesalahan dibebankan kepada pihak tergugat bukan kepada pihak penggugat, system ini disebut juga beban pembuktian terbalik. Dapat juga dilakukan melalui

class action (gugatan kelompok) maupun legal standing yang dilakukan oleh

kelompok masyarakat yang peduli terhadap permasalahan lingkungan hidup.

Sedangkan sanksi pidana merupakan sanksi terakhir yang dapat digunakan untuk menghukum seseorang yang melakukan tindakan pelanggaran hukum termasuk dalam hal tindakan yang merusak lingkungan hidup yang menyebabkan banyak orang dirugikan akibat dari tindakannya itu. Pada intinya tujuan hukum pidana seperti dijelaskan oleh Wiryono yang dikutip oleh Syahrul Machmud selain untuk memenuhi rasa keadilan ada 2 tujuan lainnya, yaitu :

1. Untuk menakuti-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik secara menakuti-nakuti orang banyak, maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi, atau

2. Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan, agar menjadi orang yang baik tabiatnya, sehingga bermanfaat bagi masyarakat.22

Oleh karena itu, karena sifatnya yang merupakan hukuman fisik, maka untuk penegakan hukum lingkungan penegakan hukum pidana didayagunakan ketika hukum lainnya yaitu hukum administrasi dan hukum perdata serta penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif.

Ketika terjadi pelanggaran terhadap keberadaan lingkungan hidup yang dilakukan seseorang atau suatu badan usaha, maka kesehatan dan kebersihan lingkungan harus mendapat perhatian yang paling utama untuk mencegah pencemaran lingkungan hidup sedangkan masyarakat baik yang terkena langsung terhadap dampak tersebut maupun masyarakat umum lainnya harus mampu berperan serta untuk menjamin tidak terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Suatu proses yang melibatkan masyarakat dikenal sebagai peran serta masyarakat. Seperti diungkapkan oleh Carter yang dikutip oleh Taufik Imam Santoso mengungkapkan definisi peran serta masyarakat yaitu :

“Peran serta masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang

(20)

129

...

terus menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas

suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisis oleh badan yang bertanggung jawab”.23

Masyarakat berperan untuk mengontrol setiap perizinan di bidang lingkungan hidup yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang, masyarakat juga harus mampu mengawal setiap tindakan yang berkenaan dengan pemanfaatan lingkungan hidup. Jika terjadi pelanggaran maka untuk melindungi hak asasi manusia atas lingkungan yang sehat, Masyarakat diwajibkan untuk melaporkan tindakan tersebut. Sehingga, langkah-langkah penegakan hukum lingkungan dapat terwujud baik secara administrasi, perdata maupun pidana. Pengawalan masyarakat dapat dilakukan dari terbentuknya AMDAL yang seharusnya dipublikasikan ke masyarakat sampai proses suatu izin itu keluar. Masyarakat dalam usaha menegakan lingkungan hidup yang sehat, jika terjadi pelanggaran terhadap setiap pemanfaatan lingkungan hidup tersebut, maka masyarakat dapat menggunakan prosedur penegakan hukum, melalui proses hukum

23 Taufik Imam Santoso, 2009, Politik

Hukum Amdal, Amdal dalam Perspektif Hukum Lingkungan dan Administrasi, Cetakan Pertama,

Setara Press, Malang, hal. 55

administrasi dengan menggugat izin yang keluar, melalui proses hukum perdata atau penyelesaian sengketa lainnya dan hal terakhir jika semua prosedur hukum telah dilakukan dan efektifitasnya tidak berjalan sesuai dengan kehendak masyarakat maka dapat dilakukan pelaporan secara pidana.

Oleh karena itu, peran aktif masyarakat dalam penegakan hukum lingkungan merupakan salah satu langkah yang efektif dalam mewujudkan perlindungan terhadap hak asasi manusia dalam memperoleh lingkungan hidup yang sehat. Jika masyarakat tidak peduli akan hal-hal yang terjadi terhadap lingkungannya, maka akan sulit menindak pelaku-pelaku perusakan lingkungan hidup itu sendiri. Masyarakat harus mampu mewujudkan kerjasama dengan aparat pemerintahan, penegak hukum dan pelaku usaha untuk mewujudkan lingkungan hidup yang sehat. Masyarakat harus kritis terhadap setiap izin yang keluar, apalagi izin yang akan bersinggungan dengan lingkungan hidup. Masyarakat sebagai pengawal dan merespon setiap izin yang dikeluarkan dan berani untuk bertindak jika terjadi penyimpangan baik ketika prosedur izin itu diajukan maupun ketika izin itu disalahgunakan.

(21)

130

... PENUTUP

Hak dasar dari setiap manusia memberikan penghormatan akan keberadaan umat manusia. Antara manusia yang satu dengan yang lain akan saling menghargai hak asasi manusia lainnya. Termasuk dalam bidang lingkungan hidup. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat merupakan hak asasi manusia sehingga setiap manusia tidak boleh merusak lingkungan hidup untuk kepentingan pribadi tanpa memperhatikan hak asasi manusia lainnya. Perusakan terhadap lingkungan hidup merupakan pelanggaran hukum, maka perlu dilakukan penegakan hukum lingkungan baik di bidang hukum administrasi, perdata dan terakhir jika penegakan hukum lainnya tidak efektif maka dapat dilakukan penegakan hukum pidana. Dalam penegakan hukum itu, maka peran serta masyarakat merupakan cara yang paling efektif untuk mengawal setiap tindakan pemerintah maupun pelaku usaha dalam hal prosedur perizinan, termasuk melakukan upaya hukum jika terjadi pelanggaran terhadap izin yang keluar apalagi tindakan itu sampai menyebabkan terjadinya kerugian dan korban jiwa.

DAFTAR PUSTAKA

Machmud, Syahrul, 2007, Penegakan

Hukum Lingkungan Indonesia Asas Subsidaritas dan Asas Precautionary dalam Penegakan Hukum Pidana Lingkungan,

Mandar Maju,Bandung

Muhtaj, Majda El, 2008,

Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya,

Rajawali Pers, Jakarta

Rahardjo, Santjipto, 2009, Penegakan

Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis,

Genta Publishing, Yogyakarta Sabon, Max Boli, 2008, Hak Asasi

Manusia Bahan Untuk Perguruan Tinggi, Universitas Katolik Indonesia Atmajaya, Jakarta,

Santoso, Taufik Iman, 2008, Amdal dan

Jaminan Perlindungan Hukum,

Setara Press, Malang

Santoso, Taufik Imam, 2009, Politik

Hukum Amdal, Amdal dalam Perspektif Hukum Lingkungan dan Administrasi, Cetakan Pertama,

Setara Press, Malang

Supriadi, 2008, Hukum Lingkungan Di

Indonesia Sebuah Pengantar,

Sinar Grafika, Jakarta

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi manusia

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(22)

120

... PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI

OLEH BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

DESA PENINJOAN KECAMATAN TEMBUKU KABUPATEN BANGLI

Oleh: Dr. I Wayan Gde Wiryawan, S.H.,M.H., I Ketut Surata, S.H., dan Putu Novarisna Wiyatna, S.H.,M.H.

Tim Pengajar Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar

ABSTRACT

Law Number 32 Year 2004 on Regional Government determines that the village has become a privileged area and independent within the district. Therefore, the village has the authority to regulate and manage the interests of its people, the village has the authority to make and establish laws and regulations for the scope of the village, or referred by village ordinance. Determination of village regulations made by the Badan Permusyawaratan Desa (BPD) along with the village head. BPD in exercising their legislation has a very important role in the strategic and governance processes in the village because of BPD can directly affect the dynamics of village life, particularly in the Peninjoan Village, Bangli Regency.

Based on this research, the role of BPD in the preparation of village regulations at Peninjoan Village not running optimally because village regulation making process at PeninjoanVillagethrough aspiration, the discussion and determination, BPD only positioned as a supporting institution for meeting the requirements of normative requirement in the establishment of village regulations. BPD in carrying out its legislative function in practice influenced by supporting factors such as government supporting a democratic country and the values that live in the community that support the implementation of the legislative function of BPD, as well as inhibiting factors influenced that includes Source of Funds, External Organizations and human resources of BPD Peninjoan Village, Bangli Regency

Keywords: BPD, BPD legislative function, preparation of village regulations

Abstrak

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menentukan bahwa desa telah menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah kabupaten. Oleh karena desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, maka desa memiliki kewenangan untuk membuat dan menetapkan peraturan perundang-undangan untuk lingkup desa, atau disebut dengan peraturan desa. Penetapan peraturan desa dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) bersama dengan Kepala Desa. BPD dalam menjalankan fungsi legislasinya memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam proses pemerintahan di desa karena BPD secara langsung dapat mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat desa, khususnya di Desa Peninjoan, Kabupaten Bangli.

Berdasarkan hasil penelitian, peranan BPD di Desa Peninjoan dalam penyusunan Peraturan Desa belum berjalan secara optimal karena pembuatan peraturan desa di Desa Peninjoan yang dilakukan melalui proses penyerapan aspirasi, pembahasan dan penetapan, BPD hanya diposisikan sebagai lembaga penunjang dalam rangka pemenuhan syarat normatif dalam pembentukan peraturan desa. BPD dalam melaksanakan fungsi legislasi dalam praktiknya dipengaruhi faktor

(23)

121

...

pendukung seperti pemerintah desa yang demokratis dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat yang mendukung pelaksanaan fungsi legislasi BPD, serta dipengaruhi faktor penghambat yang meliputi Sumber Dana, Organisasi Eksternal dan SDM dari anggota BPD di Desa Peninjoan, Kabupaten Bangli.

Kata Kunci: BPD, fungsi legislasi BPD, pembentukan Peraturan Desa PENDAHULUAN

Demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia termasuk di Indonesia. Secara konstitusional prinsip demokrasi telah secara tegas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang pada masa orde baru dan orde sebelumnya belum dapat terwujud dengan optimal akibat dari sentralisasi kekuasaan. Runtuhnya era Orde Baru yang digantikan dengan Orde reformasi yang menekankan pada pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan salah satunya diwujudkan dengan penyelenggaraan otonomi daerah karena pada dasarnya sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem pemerintahan yang memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pada masa pemerintahan sebelum

reformasi, masalah otonomi daerah memang belum ada operasionalisasi yang nyata; masalah otonomi daerah hanya sekedar konsep saja, meskipun telah ada perundang-undangan yang mengaturnya.

Penetapan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan memiliki titik awal dari proses reformasi di bidang pemerintahan; khususnya mengenai pemerintahan di daerah. Undang-undang ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi, yaitu asas penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Saat ini, pengaturan mengenai pemerintahan daerah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Implikasi pemberlakukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ini adalah desa tidak lagi merupakan wilayah administratif, bahkan tidak lagi menjadi bawahan atau unsur pelaksanaan daerah, tetapi desa telah

(24)

120

...

menjadi daerah yang istimewa dan bersifat mandiri yang berada dalam wilayah kabupaten, sehingga setiap warga desa berhak berbicara atas kepentingan sendiri sesuai kondisi sosial budaya di lingkungan masyarakatnya.24

Hal ini tersirat dalam pengertian desa sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu:

Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Oleh karena desa

24

HAW. Widjaya, 2003, Otonomi

Desa: Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 37.

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, maka desa memiliki kewenangan untuk membuat dan menetapkan peraturan perundang-undangan untuk lingkup desa, atau disebut dengan peraturan desa. Penetapan peraturan desa dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama dengan Kepala Desa. Jadi, Kepala Desa sebagai lembaga eksekutif di tingkat desa, sedangkan Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga legislatif di ditingkat desa.

BPD sebagai Badan Permusyawaratan merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Desa. BPD mempunyai fungsi, yaitu: (1) mengayomi yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan berkembang di Desa yang bersangkutan sepanjang menunjang kelangsungan pembangunan; (2) legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa bersama-sama Pemerintah Desa; (3) pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta Keputusan Kepala Desa; dan (4) menampung aspirasi masyarakat yaitu menangani dan

(25)

121

...

menyalurkan aspirasi yang diterima dari masyarakat kepada Pejabat atau Instansi yang berwenang.

Mencermati fungsi BPD khususnya dalam hal legislasi di desa, maka dapat dikatakan bahwa BPD memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam proses pemerintahan di desa. BPD secara langsung dapat mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat desa. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan, khususnya diwilayah Kabupaten Bangli, produk-produk legislasi yang berupa peraturan desa belum memberikan hasil sebagaimana diharapkan; bahkan cenderung tidak tampak.

Analisis terhadap fungsi organisasi pemerintahan desa dan badan permusyawaratan rakyat desa dapat beragam dari satu desa dengan desa lain, ataupun daerah satu dengan daerah yang lain. Bahkan materi hukum adat yang dapat ditetapkan berlakunya dapat pula beragam dari satu daerah ke daerah lain. Keragaman sistem organisasi dan sistem perundangan setempat itu dapat ditampung dengan mengukuhkan peran Peraturan Desa yang ditentukan dan ditetapkan oleh Kepala Desa dengan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa. Oleh karena itu, penting bagi setiap daerah untuk mengatur mekanisme

pembuatan Peraturan Desa tersebut sebagai pedoman kerja legislatif di desa-desa.25 Oleh karena itu, sudah saatnya, Peraturan Desa ini dikembangkan sebagaimana telah diperkenalkan dalam Pasal 209 ayat (3) Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, yang menyatakan: “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama dengan Kepala Desa”.

Hal inilah yang memotivasi penulis untuk melakukan penelitian empiris mengenai peran BPD dalam penyusunan peraturan desa khususnya di Desa Peninjouan Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli sebagai pelaksanaan fungsi legislasi. Adapun masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah

mengenai peranan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Peninjoan dalam penyusunan Peraturan Desa serta Faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Peninjouan dalam penyusunan Peraturan Desa.

Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Peninjoan Dalam Penyusunan Peraturan Desa

25 Jimly Asshiddiqie, 2006, Konstitusi

& Konstitusionalisme Indonesia, Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, hal. 298.

(26)

122

... 1. Mekanisme Pembentukan Badan

Permusyawaratan Desa Peninjoan

Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005 tentang Desa secara substansial telah menegaskan tentang adanya kewajiban untuk ditetapkannya peraturan desa bahkan secara tegas diatur bahwa ada beberapa peraturan desa yang wajib dibentuk atau dibuat oleh pemerintah desa di Indonesia.

Seperti halnya Desa lainya yang berada di Indonesia, Desa Peninjoan sebagai salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tembuku Kabupaten Bangli yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, yaitu 10.139 orang dengan jumlah kepala keluarga (KK) 2.752 orang yang tersebar di 15 (limabelas) banjar yang terdiri dari banjar Bengang, Payuk, Peninjoan, Manikaji, Karang Suung Kaja, Karang Suung Kelod, Tampuagan, Puraja, Penarukan, Pulesari Kawan, Pulesari Kangin, Kebon Kangin, Kebon Kelod, Kebon Kaja dan Dadem.

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang secara normatif diatur dalam peraturan perundang-undangan dilakukan oleh Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD). BPD yang secara prinsipill keberadaannya merupakan salah satu lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa yang menjadi tuntutan orde

reformasi. BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia pada implementasinya memiliki fungsi sebagai parlemen di desa bersangkutan sehingga BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Secara yuridis pengaturan keanggotaan BPD telah diatur baik secara implisit maupun eksplisit tentang komposisi keanggotaannya yang secara umum yaitu kenggotaan BPD dipilih dari dan oleh penduduk desa yang berjumlah ganjil dan sekurang-kurangnya 5 (lima) orang.26 Pengaturan tentang keanggotaan tersebut dijadikan dasar dalam pembentukan BPD di Desa Peninjoan yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan jumlah anggota 11 (sebelas) orang yang berasal dari masing-masing banjar di Desa Peninjoan.27 Pemilihan masing-masing anggota BPD tersebut dilakukan dengan cara musyawarah mufakat di masing-masing banjar pakraman yang ada di Desa Peninjoan.

26

"Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2001 Tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa,”

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2001 Nomor 142, Pasal 30-32.

27 Wawancara dengan I Nengah

(27)

123

...

Keanggotaan BPD yang merupakan wakil dari penduduk desa Peninjoan yang dipilih berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya dengan masa jabatan anggotanya adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD Desa Peninjoan tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.28

Sebagai bagian dari sistem pemerintahan desa, pengukuhan dan pengesahan terhadap anggota BPD di Desa Peninjoan dilakukan dengan Keputusan Bupati/Walikota, dimana dengan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Walikota.

BPD merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Desa. Dalam pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa, serta

28 Wawancara dengan I Nengah

Sampun (ketua BPD), tanggal 1 Juni 2013

Dalam pasal 209 UU No 32 tahun 2004 Junto pasal 209 UU No 12 Tahun 2008 Juncto Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 disebutkan bahwa fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ialah menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai Badan Permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan fungsi utamanya, yakni fungsi representasi.

Masyarakat di Desa Peninjoan belum sepenuhnya menyadari bahwa pentingnya peran BPD dalam penyelenggaraan pemerintah Desa karena dan masih beranggapan bahwa BPD sebagai badan pelengkap yang keberadaannya berada dibawah tanggung jawab Kepala Desa.29 Tetapi sebagai salah satu Desa yang keberadaannya tidak terlepas dari sistem budaya Bali walaupun belum disadari sepenuhnya tentang fungsi BPD tersebut tetapi dalam pemilihan setiap utusan dari Banjar yang akan ditugaskan ke Desa pasti dilakukan dengan sistem musyawarah mufakat di masing Banjar dan di

29 Wawancara dengan I Wayan Narayen

(28)

124

...

masing banjar tersebut akan di pilih para tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap mampu untuk ikut membangun kepentingan Desa tanpa didasarkan pertimbangan posisi tokoh tersebut di dalam sistem pemerintahan desa tersebut.30

Salah satu fungsi utama BPD sebagai lembaga parlemen di tingkat desa adalah mengajukan rancangan peraturan desa. Peraturan Desa ialah produk hukum tingkat desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa31 Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta harus memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

30

Wawancara dengan I Wayan Susila (warga masyarakat) pada tanggal 1 Juni 2013

31 pasal 55 PP No 72 tahun 2005

2. Proses Pembentukan Peraturan Desa Peninjoan

Peraturan tentang Pemerintahan Desa terbentuk seiring dengan peraturan yang mengatur tentang Pemerintahan Negara Indonesia. Peraturan mengenai Pemerintahan Desa tertuang di dalam undang-undang yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah atau Otonomi Daerah yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan pada masa Orde Baru diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979.32

Keberadaan BPD di Desa Peninjoan dalam pemerintahan desa adalah bukti keterlibatan masyarakat dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan desa.33 Dalam rangka untuk mewujudkan otonomi dan demokrasi pada pemerintahan desa tersebut, maka perlu ada pengaturan yang jelas dan khusus terhadap keberadaan BPD ini pada setiap kabupaten di Indonesia. Agar peraturan ini dapat dilaksanakan dengan baik di setiap Daerah, Maka disetiap Daerah Kabupaten diperlukan Peraturan lebih lanjut yang disebut dengan Peraturan

32 HW.Widjaja 2003, Op.cit 33

Wawancara dengan I Nengah Sampun (ketua BPD) dan I Dewa Nyoman Tagel (Perbekel Desa Peninjoan) , tanggal 1 Juni 2013

(29)

125

...

Daerah Kabupaten atau yang disebut dengan PERDA khususnya mengenai BPD.

Peran BPD dengan fungsi dan wewenangnya dalam membahas rancangan serta menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa merupakan sebagai kerangka kebijakan dan hukum bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Desa. Penyusunan peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa, tentu berdasarkan kepada kebutuhan dan kondisi Desa setempat, serta mengacu pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Sebagai sebuah produk hukum, peraturan desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum. Sebagai sebuah produk politik, peraturan Desa disusun secara demokratis dan partisifatif, yakni proses penyusunannya melibatkan partisipasi masyarakat. Masyarakat mempunyai hak untuk mengusulkan atau memberi masukan kepada BPD maupun Kepala Desa dalam proses penyusunan peraturan Desa.

Dengan adanya BPD di Desa Peninjoan tersebut maka harapan masyarakat pada peraturan desa yang akan membawa harapan akan

terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan desa yang teratur dan

demokratis diharapkan dapat terwujud.34 Teratur di sini dimaksudkan yaitu suatu pemerintahan desa yang dalam bertindak atau dalam menyelenggarakan pemerintahannya telah mempunyai dasar hukum untuk mengambil kebijakan terhadap aspek-aspek penting bagi masa depan masyarakat tersebut.

Tetapi harapan akan adanya peraturan Desa yang menunjang

terlaksananya penyelenggaraan pemerintah desa yang demokratis tidak

akan dapat berjalan optimal mengingat sampai saaat ini tidak ada satupun rancangan peraturan desa yang diajukan oleh BPD.35

Untuk dapat terpenuhinya tujuan ditetapkannya peraturan desa tersebut tanpa peran BPD yang optimal maka pemerintah Desa Peninjoan dalam menetapkan Peraturan desa yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dibuat dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat Desa Peninjoan.36 Penetapan peraturan desa

34 Wawancara dengan I Wayan Susila

(Tokoh Masyarakat) pada tanggal 1 Juni 2013

35 Wawancara dengan I Nengah

Sampun (ketua BPD) dan I Wayan Sutrisna (Sekretaris Desa Peninjoan) pada tanggal 01 Juni 2013.

36 Wawancara I Dewa Made Tagel,

Gambar

Tabel Legalisasi Bhisama dan Ajaran  Agama Hindu dalam Perda

Referensi

Dokumen terkait

Pemberian konsentrat dalam pakan ternak kambing menyebabkan energi yang tersedia menjadi lebih banyak untuk pembentukan asam amino yang berasal dari protein mikroba di

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sinaga, Hiswani dan Jemadi, (2011) yang menjelaskan bahwa proporsi penderita DM dengan komplikasi tertinggi pada jenis

Kesimpulan hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang faktor risiko persalinan dengan tingkat kecemasan menghadapi persalinan pada

Tindakan nyatanya adalah pemuatan artikel-artikel serta pengakuan prestasi yang berhubungan dengan dokter yang bersangkutan di tempat-tempat strategis terutama pada bagian rawat

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui Prosedur serta Pengendalian internal dalam sistem akuntansi penerimaan kas pasien rawat inap di

Kesimpulan dari analisa olah gerak ini adalah untuk berpindah wilayah operasional dari laut Natuna ke Samudra Hindia, KMN.Rukun Arta Santosa 7 masih dapat

Alih-alih melihat masyarakat hukum adat dalam identitas tunggalnya sebagai warga negara yang mutlak harus tunduk pada hukum positif sehingga jikalaupun harus