• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUKURAN TARGET STRENGTH BEBERAPA SPESIES IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUKURAN TARGET STRENGTH BEBERAPA SPESIES IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER C"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN TARGET STRENGTH BEBERAPA SPESIES

IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM

AKUSTIK KELAUTAN MENGGUNAKAN

QUANTIFIED FISH FINDER

FAISAL AHMAD

C540524908

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

PENGUKURAN KARAKTERISTIK REFLEKSI IKAN DALAM KONDISI TERKONTROL DI LABOTARIUM AKUSTIK

KELAUTAN MENGGUNAKAN QUANTIFIED FISH FINDER

FAISAL AHMAD

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Pada

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(3)

RINGKASAN

FAISAL AHMAD C54052408. Pengukuran Karakteristik Refleksi Ikan Dalam Kondisi Terkontrol Di Labotarium Akustik Kelautan Menggunakan

Quantified Fish Finder. Dibawah Bimbingan : Dr. Ir. Henry M. Manik M.T.

Sumber daya hayati dari laut dan perairan tawar yaitu ikan. Salah satu cara untuk mengetahui bagaimana kita dapat mengeksplorasi sumber daya alam di lautan dengan tepat adalah dengan mempelajari karakteristiknya dengan menggunakan Teknologi akustik. Teknologi ini dapat mendeteksi lokasi dan jumlah dari ikan serta menduga tingkah laku ikan tersebut. Teknologi akustik yang dimaksud ini adalah echosounder.

Ditinjau dari segi akustik permasalahan akurasi dalam deteksi ini terutama disebabkan scattering suara yang terjadi pada waktu transmisi dan refleksi, untuk menganalisis hal tersebut, analisis data yang umum digunakan dalam penelitian refleksi akustik ikan adalah dengan perhitungan Target Strength

Output data yang dihasilkan dari echosounder ini bisa berupa echogram

dan sinyal Amplitudo, Pada penelitian ini pendugaan ikan dilakukan dengan pengolahan sinyal amplitudo ikan menjadi Echo Strength dan Target Strength dari echosounder menggunakan metode hidroakustik dan Continous Wavelet Transfrom.

Ikan mas (Cyprinus carpio) mempunyai rentang amplitudo 25-32 volt,

Echo Strength sebesar -21 dB sampai -14 dB, ikan lele (Clarias sp) mempunyai rentang nilai amplitudo 27-32.5 volt, Echo Strength sebesar -19.5 dB sampai -17.8 dB dan ikan nila hitam mempunyai rentang nlai amplitudo 23-28.5 volt, Echo Strength sebesar -19.75 dB sampai -19 dB. Pada ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) dengan jumlah 10 ekor dan mempunyai masing-masing ukuran tubuh (Fork Length) yang berbeda, mempunyai dugaan nilai Target Strength :

20 log 70.06 dengan nilai R2=0.808, semakin panjang tubuh ikan maka semakin besar nilai Target Strength nya. Metode Continous Wavelet Transfrom

yang digunakan untuk mengidentifikasi jenis ikan berdasarkan nilai koefisen absolute C, pada ikan mas rentang nilai Koefisien C terbesar pada semua scale adalah 1.1x10-5 sampai 2.258144. Pada ikan nila sebesar 0.3x10-5 sampai 2.191676 dan pada ikan lele sebesar 0.3x10-5 sampai 0.380933

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengukuran Karakteristik Refleksi Ikan Dalam Kondisi Terkontrol di Laboratorium Akustik Kelautan Menggunakan Quantified FISH FINDER adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik M.T. dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dib again akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2010

Faisal Ahmad NIM C54052408

(5)

Judul Skripsi : Pengukuran Karakteristik Refleksi Ikan Dalam Kondisi Terkontrol di Labotarium Akustik Kelautan Menggunakan Quantified FISH FINDER

Nama Mahasiswa : Faisal Ahmad NIM : C54052408

Program Studi ; Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Henry M. Manik M.T. NIP. 19701229 199703 1 008

Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo .MSc NIP. 19580909 198303 1 003

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Berkat ridho-Nya laporan tugas akhir ini bisa diselesaikan sesuai jadwal yang direncanakan. Tidak lupa shalawat serta salam selalu penulis haturkan kepada Rasulullah SAW, para keluarga dan sahabatnya.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayah dan Ibu yang telah bersabar dalam mendidik anakmu ini, tak henti-hentinya mengucapkan doa, dorongan, kasih sayang, semangat dan pengorbanan agar saya tetap fokus dalam menyelesaikan studi

2. Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik M.T. yang senantiasa memberi kesempatan kepada penulis serta selalu meluangkan waktunya untuk membimbing dan member arahan kepada penulis.

3. Bang M. Iqbal, S.Pi (37) dan Bang Asep Ma’mun, S.Pi (41) yang membantu saya dalam pengambilan data serta pengolahan data.

4. Mbak Reda, Mas Farid dan Aris yang senantiasa ada dan membantu penulis jika dalam kesulitan

5. Temen Seperjuangan hidupku, Ressy Dwi Mariska yang senantiasa ada menemaniku,

6. Teman-teman ITK 42 yang selalu mengingatkan penulis jika salah 7. Seluruh Warga ITK yang tidak saya bisa sebutkan satu-persatu yang ikut

membantu dalam proses penyelesaian studi ini.

Bogor, Oktober 2010

(7)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR………. i DAFTAR ISI……… ii DAFTAR TABEL……….………... v DAFTAR GAMBAR………... vi DAFTAR LAMPIRAN……… ix BAB I. PENDAHULUAN………... 1 1.1 Latar Belakang………..………..……… 1 1.2 Tujuan……….……… 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……….………... 3

2.1 Ikan………. 3

2.1.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) ……….. 3

2.1.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio)……… 4

2.1.3 Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)………... 4

2.2 Prinsip Kerja Hidroakustik………. 5

2.2.1 Single-Beam Echosounder………..……… 7

2.2.2 Near Field dan Far Field………..……….. 10

2.2.3 Kecepatan Suara……….. 11

2.2.4 Target Strength (TS)………... 11

2.2.5 Volume Backscattering Strength (Sv)……….………… 13

2.3 Wavelet……….……….. 14

2.3.1 Pengenalan Wavelet………..………. 14

2.3.2 Analisis Wavelet……….……….……... 15

2.3.3 Transformasi Wavelet……….………….……...…… 17

2.4 Continous Wavelet Transfrom (CWT)………...…. 18

2.5 Discrete Wavelet Transfrom (DWT)………...…… 18

BAB III. METODOLOGI………...…. 19

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian……….… 19

3.2 Alat………..…… 19

3.2.1 PcFF80 PC Fishfinder………. 19

3.2.2 Notebook HP 6350b………...……. 21

(8)

3.4 Matlab r2008a………. 21

3.5 Pengambilan Data Akustik……….. 22

3.5.1 Ikan kelompok……… 22

3.5.2 Ikan tunggal……… 23

3.6 Pengolahan Data Akustik……… 21

3.6.1 Ikan kelompok……… 24

3.6.2 Ikan tunggal……….... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………. 30

4.1 Hasil……… 30

4.1.1 Sebaran Target Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) kelompok (10 ekor)………... 38

4.1.2 Nilai Target Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) tunggal dengan sudut orientasi yang berbeda……….. 40

4.1.3 Hubungan antara Target Strength dengan Fork Length (FL) pada ikan Nila Hitam (Oreochromis nilaticus)……… 44

4.1.4 Grafik Polar pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan Nila Hitam (Oreochromis nilaticus) tunggal……… 46

4.1.5 Continous Wavelet Transfrom ……….……… 48

4.1.5.1 Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Mas (Cyprinus carpio) kelompok ………. 48

4.1.5.2 Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Nila Hitam (Oreochromis nilaticus)kelompok………. 49

4.1.5.3 Grafik CWT dan Garfik koefisien C Ikan Lele (Clarias sp) kelompok………. 51

4.2 Pembahasan………. 53

4.2.1 Karakteristik Ikan Kelompok………..………….. 53

4.2.2 Karakteristik Ikan Tunggal………..…………. 53

4.2.3 Continous Wavelet Transfrom (CWT)………. 54

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………...………. 55

5.1 Kesimpulan……….. 55

(9)

DAFTAR PUSTAKA……….. 57

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Spesifikasi PcFF80PC……….. 19 2 Kalibrasi dan setting alat PcFF80 PC………... 20 3 Syntak PLOTMODE yang digunakan dalam pengolahan

wavelet……….. 26 4 Hasil pengukuran normalized Target Strength (<TS>) terhadap nilai

target strength setiap sudut (TS(θ)) pada ikan nila hitam.………... 44 5 Hubungan normalized Target Strength <TS> dengan Fork Length

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Clarias sp……….……….. 3

2 Cyprinus carpio………. 4

3 Oreochromis niloticus………... 5

4 Salah satu contoh beam pattern dari BioSonics dengan frekuensi 200 Khz lebar beam 6o dan side lobes -35dB sampai -30 dB (Solid line). Beam 5.5o dengan side lobes sekitar -18 dB (dotted line)………..………. 7

5 Komponen single-beam echosounder pada kapal………. 8

6 Echogram………...….... 9

7 Prinsip kerja single-beam echosounder……….……… 9

8 Ilustrasi daerah zona Fresnel (Near Field) dan zona Fraunhofer (Far Field)……….……… 10

9 Perbedaan sinyal biasa dengan sinyal wavelet……….…………. 15

10 Pergesaran pada wavelet……….………... 15

11 Scale pada wavelet……… 16

12 Penyambungan Interface RS-232 dengan notebook HP 6350b dan tranducer ………...………. 20

13 Alur Pengambilan data akustik pada ikan kelompok……… 22

14 tiltting mechanism system……….………. 23

15 Proses pengambilan data pada tiltting mechanism system……… 24

16 Alur Komputasi data………..……… 24

17 Alur pengolahan data ikan tunggal……… 27

18 Skematik pengukuran Target Strength Referensi (TSref) pada bandul pejal berukuran (3 x 3 x 3)4π cm3………. 28

19 Grafik Amplitudo dalam satuan ping (a) dan satuan detik (b), Amplitudo Relatif (c) dan Echo Strength (d) Pada Ikan mas (Cyprinus carpio)………..………. 30

20 Grafik Amplitudo, Amplitudo Relatif, dan Echo strength Pada

Ikan Lele (Clarias Sp)……….………..

30 21 Grafik Amplitudo, Amplitudo Relatif, dan Echo strength Pada

Ikan Nila………...

(12)

22 Grafik Amplitudo Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal dengan

sudut orientasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 55o(e) dari ikan

kearah vertikal………..………. 32 23 Grafik Echo Strength Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal

dengan sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 55o(e)

dari ikan kearah vertika………. 33 24 Grafik amplitudo ikan nila 1 (FL= 22 cm) Tunggal dengan sudut

orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan

kearah vertikal………...……… 34 25 Grafik amplitudo ikan nila 2 (FL= 20 cm) Tunggal dengan sudut

orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan

kearah vertikal……….………. 34 26 Grafik amplitudo ikan nila 3 (FL= 24.7 cm) Tunggal dengan

sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan

kearah vertikal……….……….. 35 27 Grafik Echo Strength ikan nila 1 (FL= 22 cm) Tunggal dengan

sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan

kearah vertikal………...………...………. 36 28 Grafik Echo Strength ikan nila 2 (FL= 20 cm) Tunggal dengan

sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan

kearah vertikal………...……… 36 29 Grafik Echo Strength ikan nila 3 (FL= 24.7 cm) Tunggal dengan

sudut orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan

kearah vertikal………..……. 37 30 Grafik Amplitudo Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal dengan sudut

orientasi 0o (a), -15o (b), -25o (c), 15o (d), 25o(e) dari ikan

kearah vertikal………...………...………. 37 31 Grafik Echo strength Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal dengan

sudut orientasi 0o (a), -15o (b), -25o (c), 15o (d), 25o(e) dari ikan

kearah vertikal………..………. 38 32 Sebaran nilai Target Strength pada ikan mas kelompok ……….. 39 33 Sebaran nilai Target Strength pada ikan nila hitam kelompok….. 39 34 Sebaran nilai Target Strength pada ikan lele kelompok………… 40

(13)

35 Grafik nilai Target Strength pada Ikan mas tunggal dengan sudut orientasi ysng berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap

arah datang sumber akustik………..….. 41 36 Grafik nilai Target Strength pada ikan lele tunggal dengan sudut

orientasi ysng berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap

arah datang sumber akustik………... 42 37 Grafik nilai Target Strength pada ikan nila tunggal dengan sudut

orientasi dan ukuran yang berbeda-beda dari posisi horizontal

ikan terhadap arah datang sumber akustik……… 43 38 Grafik hubungan normalized target strength dengan fork length

pada ikan nila hitam……….. 46 39 Grafik Polar Target Strength dari ikan mas tunggal………. 46 40 Grafik Polar Target Strength dari ikan nila dengan ukuran nila 1

(FL=22 cm), nila 2 (FL=20 cm) dan nila 3 (FL=24.7 cm)………

47 41 Grafik Polar Target Strength dari ikan lele tunggal……….. 47 42 Grafik Continous Wavelet Transfrom ikan mas kelompok

dengan scale 1:1:50 pada detik ke 10000 sampai 12000……... 48 43 Grafik Koefisien Absolut C ikan Mas kelompok pada Scale 1,

10, 20 ,30 ,40 dan 50 pada detik ke 10000 sampai 12000……… 48 44 Grafik Continous Wavelet Transfrom ikan Nila Hitam kelompok

dengan scale 1:1:50 pada detik ke 10000 sampai

12000………. 50

45 Grafik Koefisien Absolut C ikan Nila Hitam kelompok pada Scale 1, 10, 20 ,30 ,40 dan 50 pada detik ke 10000 sampai

12000……….. 50 46 Grafik Continous Wavelet Transfrom ikan Lele kelompok

dengan scle 1:1:50 pada detik ke 10000 sampai 12000…………. 51 47 Grafik Koefisien Absolut C ikan Mas kelompok pada Scale 1,

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1 Nilai akustik pada ikan mas (Cyprinus carpio) kelompok (10 ekor) 59

2 Nilai akustik pada ikan lele (Clarias sp) kelompok (10 ekor)……. 61

3 Nilai akustik pada ikan nila hitam (Oreochromis niloticus)

kelompok (10 ekor)………. 63 4 Nilai Amplitudo pada ikan mas (Cyprinus carpio) tunggal dengan

FL =19 cm……….. 65

5 Nilai Echo Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio) tunggal

FL=19 cm……… 67

6 Nilai amplitudo pada ikan nila hitam (Oreochromis niloticus)

dengan FL= 22 cm………. 69 7 Nilai Echo Strength ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) tunggal

dengan FL= 22cm……….. 71 8 Nilai amplitudo pada ikan lele (Clarias sp) tunggal dengan FL = 24

cm……….. 73 9 Nilai Echo Strength pada ikan lele (Clarias sp) tunggal dengan Fl =

24 cm………. 75

10 Tabel sebaran target strength pada kelompok semua ikan (10 ekor).. 77 11 Nilai Target Strength (dB) pada semua ikan tunggal………. 78 12 Tabel regresi antara hubungan target strength dengan fork length…. 79 13 Syntak MATLAB dalam membuat grafik polar………. 80 14 Syntak MATLAB dalam pengolahan sinyal menggunakan wavelet 85 15 Nilai Koefisien absolute C pada ikan mas………..………. 88 16 Ukuran tubuh ikan ………..……… 89 17 Foto-Foto Penelitian……… 90

(15)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Sumber daya hayati laut dan perairan tawar telah lama menjadi sumber makanan yang penting dan juga kegiatan ekonomi industri dan masyarakat tradisional. Sumber daya hayati ini bermacam-macam jenisnya, namun yang paling utama adalah ikan. Ikan merupakan makhluk hidup yang mempunyai habitat di air, memliki insang, dan bergerak aktif.

Salah satu cara untuk mengetahui bagaimana kita dapat mengeksplorasi sumber daya alam di lautan dengan tepat adalah dengan mempelajari karakteristiknya, seperti

karakteristik dari ikan laut maupun ikan air tawar dari bentuk tubuh, ukuran, dan lain-lainnya

Sebelum ditemukannya teknologi akustik pada tahun 1920-an, pemanfaatan sumber daya hayati ikan ini masih minim, hal ini dikarenakan ikan sangat sulit ditangkap. Kesulitan ini disebabkan karakteristik dari ikan itu sendiri yang bergerak cepat, hidup di kedalaman yang relatif dalam dimana para nelayan sangat sulit menduga keberadaan ikan.

Untuk meningkatkan produktivitas penangkapan ikan nelayan maka perlu dilakukan proses modernisasi pada kapal-kapal nelayan, salah satunya dengan memasang alat-alat berteknologi akustik pada alat penangkap ikannya (Pasaribu, 1982)

Teknologi akustik sudah semakin canggih dan berguna selama bertahun-tahun. Dengan menggunakan sonar, kita bisa menduga volume air dalam waktu singkat, akustik echo dari ikan, mendeteksi lokasi dan jumlah dari ikan tersebut, menduga tingkah laku ikan tersebut (MacLennan dan Simmonds,2005). Teknologi akustik yang dimaksud ini adalah

echosounder. Echosounder pertama kali digunakan pada saat eksplorasi Meteor (1927-1929) di Jerman pada saat pemetaan wilayah Atlantik Selatan. Pemetaan secara sistematis pada

deep-ocean basin dimulai pada akhir tahun 1940-an. Jadi wilayah yang luas dapat diselidiki dengan mudah (Gross, 1993).

Dalam pendugaan/estimasi kelompok ikan, masih dijumpai kendala-kendala yang harus diatasi sehingga estimasi yang dimaksud dapat diperoleh dengan akurasi tinggi. Menurut Pasaribu (1985), beberapa faktor yang mempengaruhi keraguan akan akurasi estimasi kelompok ikan antara lain:

(16)

(2) Timbulnya Refleksi akustik ganda dari kelompok ikan sewaktu dideteksi (3) Variasi ukuran individu ikan dalam kelompok

(4) Struktur kelompok ikan pada saat berenang dan dideteksi

Ditinjau dari segi akustik, permasalahan akurasi dalam deteksi ini terutama disebabkan scattering suara yang terjadi pada waktu transmisi dan refleksi, untuk menganalisis hal tersebut. Menurut Pasaribu (1985) analisis data yang umum digunakan dalam penelitian refleksi akustik ikan adalah dengan perhitungan Target Strength.

Sudah banyak metode-metode yang dilakukan untuk mendeteksi ikan dengan

teknologi akustik, baik dengan echogram maupun dengan pengolahan sinyal amplitudo dari pantulan ikan tersebut. Salah satu metode adalah dengan metode hidroakustik yang cukup efisien untuk mendapatkan informasi dari karakteristik ikan. Metode ini memiliki beberapa keunggulan yaitu dapat meliputi perairan yang cukup luas, ketelitian cukup tinggi, tidak merusak kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, dapat mengukur scattering dasar laut dan biota laut seperti ikan, plankton dan nekton secara simultan (Manik, 2006).

Output data yang dihasilkan dari echosounder hidroakustik ini bisa berupa echogram

dan sinyal Amplitudo. Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan metode hidroakustik bisa digabungkan dengan metode-metode pengolahan sinyal data seperti Fast Fourier Transfrom (FFT), Continous Wavelet Transfrom (CWT), Discrete Wavelet Transfrom

(DWT) dan lain-lainnya.

Pada penelitian ini pendugaan ikan dilakukan dengan pengolahan sinyal amplitudo ikan dari echosounder menggunakan metode hidroakustik dan Continous Wavelet

Transfrom. 1.2Tujuan

(1) Mengukur Target StrengthIkan Mas (Cyprinus carpio), Ikan Nila Hitam

(Oreochromis niloticus), Ikan Lele (Clarias sp) dalam kondisi terkontrol dengan

Tiltting Mechanism dan Cage Method.

(2) Menganalisa karakteristik Target Strength menurut spesies dan ukuran ikan serta karakteristik Echo Strength pada kelompok ikan dengan menggunakan metode CWT

(17)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan

2.1.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)

Ikan lele Dumbo merupakan hibrida dari jenis Clarias fuscus untuk induk betina yang merupakan lele asal Taiwan dengan induk jantan yang berasal dari Afrika yaitu jenis Clarias mosambicus (Suyanto, 1992) sehingga lele dumbo bukanlah merupakan lele yang berasal dari indonesia.

Ikan lele merupakan ikan yang hidup di air tawar. Secara alami ikan ini bersifat nocturnal, yang artinya aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap (Blaxer, 1969). Ikan ini bersifat karnivor, mempunyai bentuk tubuh yang memanjang dan berkulit licin (Chen, 1976). Bentuk kepala pipih (depress) dan disekitar mulutnya terdapat empat pasang sungut. Pada sirip dadanya terdapat patil atau duri keras yang digunakan untuk mempertahankan diri dan kadang-kadang dipakai untuk berjalan di permukaan tanah (Huet, 1972). Ikan lele mempunyai organ arboresent yang merupakan alat pernapasan tambahan dan memungkinkan ikan ini untuk mengambil oksigen dari udara di luar air ( Viveen et al., 1987).

Klasifikasi Ikan lele dumbo menurut Saanin (1984) dan Suyanto (1992) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroide Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias sp.

Untuk lebih jelas bagaimana bentuk ikan lele, perhatikan Gambar 1 dibawah ini

(18)

Tubuh ikan lele dumbo cenderung lebih panjang dan lebih besar dari pada lele lokal pada usia yang sama Pada tubuhnya ada titik-titik putih membentuk garis memotong. Indra penglihatan lele dumbo kurang baik karena ukuran mata yang kecil namun terdapat alat peraba berupa empat pasang sungut yaitu satu pasang sungut hidung, satu pasang sungut maksilar dan dua pasang sungut mandibula (Najiyati, 1992).

2.1.2 Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Ikan mas memiliki tubuh memanjang dan sedikit pipih kesamping. Mulut terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Ikan ini mempunyai dua pasang sungut. Sungut inilah yang merupakan salah satu pembeda antara ikan mas dengan mas koki. Ikan mas termasuk omnivore. Suhu dan pH air untuk pertumbuhan optimal adalah 20-25 oC dan 7-8 (Susanto, 2007)

Klasifikasi ikan mas menurut Saanin (1968) dan Tim Lentera (2002) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Superkelas : Pisces Kelas : Osteichthyes Subkelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Subordo : Cyprinoidea Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio

Bentuk ikan mas diberikan pada Gambar 2 dibawah ini

(19)

2.1.3 Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus)

Ikan nila hitam merupakan jenis ikan air tawar yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, tahan terhadap serangan penyakit serta ikan ini termasuk hewan pemakan segala (omnivore) (Margolang 2009).

Ikan nila mempunyai sirip punggung, sirip dubur dan sirip perut yang masing-masing mempunyai jari-jari keras dan jari-jari lunak yang tajam seperti duri (Suyanto 1994). Ikan nila hidup di sungai, rawa, danau, waduk dan sawah. Pada daerah tropis ikan nila hidup dan tumbuh dengan baik sepanjang tahun pada lokasi sampai ketinggian 500 m diatas permukaan laut (Direktorat Jendral Perikanan 1991).

Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) dalam Suyanto (1994) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum :Vertebrata Kelas : Osteichytes Subkelas : Acanthopterigii Ordo : Percomorphi Famili : Cichlidae Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Gambar 3 di bawah ini merupakan bentuk dari ikan nila hitam.

Gambar 3. Oreochromis niloticus (www.wikipedia.com)

2.2 Prinsip Kerja Hidroakustik

Deteksi dengan pengukuran gema ikan secara akustik memungkinkan untuk menganalisis tingkah laku penyebaran, dan struktur ikan. Semua penelitian ikan secara akustik, didasari oleh evaluasi kepadatan relative (Petit and Cotel, 1996). Metode yang

(20)

semakin maju, membawa kita pada penerapan teknologi yang menggunakan echosounder dan echointegrator. Teknologi ini telah membawa revolusi dalam dunia eksplorasi sumber daya alam perairan. Sistem konvensional dalam penentuan daerah penangkapan oleh nelayan, kini lebih terbantu lagi dengan metode akustik yang dapat menjadi referensi tepat dalam

penentuan daerah penyebaran ikan. Peralatan echo integrator digunakan untuk mendapatkan integrasi sinyal echo dari echosounder beam tunggal, beam ganda, maupun beam terbagi atau sonar konvensional. Tingkat ketepatan teknik ini sangat tinggi dan menguntungkan, sehingga dapat digunakan sebagai penduga kelimpahan ikan di suatu perairan (Kailola dan Trap, 1984 dalam Natsir et.al., 2005).

Beberapa keunggulan dan keuntungan yang di dapat dengan menggunakan peralatan metode akustik dalam pendugaan kelimpahan dan distribusi kelompok ikan (MacLennan and Simmonds, 2005):

(1) Menghasilkan informasi tentang distribusi dan kelimpahan ikan secara tepat dan mencakup kawasan luas.

(2) Pendugaan stok ikan dilakukan secara langsung tanpa harus bergantung kepada data statistic perikanan

(3) Memiliki ketelitian dan ketepatan tinggi serta dapat digunakan saat metode lain tidak bisa dgunakan

(4) Tidak berbahaya atau merusak karena frekuensi suara yang digunakan tidak membahayakan bagi pemakai alat maupun target survey.

Prinsip dari pengoperasian metode akustik adalah dimulai dari timer yang berfungsi sebagai penanda pulsa listrik untuk mengaktifkan pemancaran pulsa yang akan dipancarkan oleh transmitter melalui transducer. Selanjutnya, transducer mengubah energi listrik menjadi energi suara ketika suara akan dipancarkan ke medium. Gelombang akustik yang merambat di kolom perairan akan mengenai target seperti ikan atau dasar perairan dimana gelombang akustik ini akan dipantulkan kembali dalam bentuk echo dan akan diterima oleh transducer dan mengubahnya menjadi energi listrik dan diteruskan ke receiver amplifier ini, sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo diterima harus diperkuat beberapa ribu kali sebelum diteruskan ke unit peraga untuk ditampilkan dalam bentuk echogram (MacLennan and Simmonds, 2005)

(21)

FAO (1985) menjelaskan gangguan yang biasa terjadi dalam menjalankan metode akustik disebut noise. Noise merupakan sinyal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi karena beberapa faktor seperti:

(1) Faktor fisik : angin, pecahan ombak, turbulensi

(2) Faktor biologi : suara dan pergerakan binatang dibawah air

(3) Faktor artificial : deruman mesin kapal, baling-baling kapal, dan aliran air di sekitar kapal.

2.2.1 Single-Beam Echosounder

Single-beam echosounder merupakan instrumen akustik yang paling sederhana dengan memancarakan beam tunggal sehingga kita dapat informasi tentang kedalaman dan target yang dilaluinya. Dengan menggunakan berbagai frekuensi yang berbeda pada echosounder dan beam-width yang berbeda akan didapatkan hasil yang berbeda pula. Frekuensi yang digunakan pada umumnya untuk aplikasi deteksi ikan adalah 38 kHz, 120 kHz, 200 kHz atau 420 kHz sedangkan beam –width yang digunakan berkisar antara 5o -15o(MacLennan and Simmonds, 2005). Pada penelitian ini digunakan frekuensi 200 kHz dan beam-width 6o.

Gambar 4. Salah satu contoh beam pattern dari BioSonics dengan frekuensi 200 Khz lebar beam 6o dan side lobes -35dB sampai -30 dB (Solid line). Beam 5.5o dengan side lobes sekitar -18 dB (dotted line). Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005)

(22)

Gambar 5. Komponen single-beam echosounder pada kapal Sumber: Ozcoast (2009)

Hasil dari deteksi yang dilakukan echosounder ini selanjutnya akan ditampilkan dalam bentuk echogram. Tampilan pada echogram berupa warna-warna yang memiliki karakteristik sendiri, biasanya sinyal yang kuat ditandai dengan warna merah/hitam lalu berurut secara mundur biru/abu-abu menunjukan sinyal lemah (MacLennan and Simmonds, 2005)

(23)

Gambar 6. Echogram

Sumber : MacLennan and Simmonds (2005)

Konsep pada single-beam echosounder dari mendeteksi target sampai menampilkannya pada echogram dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 7. Prinsip kerja single-beam echosounder Sumber : McLennan and Simmonds (2005)

(24)

2.2.2 Near Field dan Far Field

Menurut Lurton (2002) pada saat transducermemancarkan suara maka akan terjadi perpindahan energi pada lingkungan. Energi yang dipancarkan oleh transducer ke suatu medium dapat menghilang seiring perambatan suara pada medium tersebut. Proses hilangnya energi tersebut bergantung pada jarak antara titik observasi terhadap transducer. Terdapat dua zona dimana terjadi perpindahan energi saat suara dipancarkan, zona tersebut adalah Near field dan Far field.

Near Field (zona Fresnel) merupakan zona adanya pengaruh dari titik-titik yang berbeda fase satu dengan lainnya pada saat transducer mentransmisikan suara (Lurton, 2002). Sedangkan menurut MacLennan and Simmonds (2005), Near Field merupakan jarak dari permukaan transducer sampai kejarak dimana terjadi fluktuasi yang tinggi dari intensitas atau tekanan. Far field (zona Fraunhofer) adalah zona terjadinya perbedaan sinyal karena

pengaruh interferensi yang hilang pada wilayah tersebut. Intensitas berkurang seiring

bertambahnya kedalaman. Menurut MacLennan and Simmonds (2005), Far field merupakan jarak dimana terjadinya fluktuasi intensitas suara ketika ditransmisikan transducer.

Menurut Larson, Brain F. (2001) jarak Near Field dapat diformulasikan sebagai berikut :

……….. (1)

Gambar 8. Ilustrasi daerah zona Fresnel (Near Field) dan zona Fraunhofer (Far Field) Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005)

(25)

dengan a sebagai diameter transducer dan adalah panjang gelombang pulsa dari transducer

2.2.3 Kecepatan Suara

Nilai kecepatan suara di laut tidak lah konstan melainkan bervariasi antara 1450 m/s hingga 1550 m/s. variasi ini dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan kedalaman. Selain terhadap suhu dan salinitas, kecepatan juga berubah dengan adanya perubahan frekuensi atau panjang gelombang suara yang dipancarkan menurut persamaan dimana c adalah

kecepatan suara, adalah panjang gelombang dan f adalah frekuensi. Menurut MacKaenzie (1981) dan Munk et al. (1995) in Stewart (2007), hubungan kecepatan suara dengan suhu, salinitas dan tekanan dapat digambarkan melalui persamaan berikut

1448.96 4.591 0.05304 0.0002374 0.01630 1.340 0.01025 35 1.675 10 7.139 10 …….(2) Keterangan : C = kecepatan suara (m/s) T = suhu (oC) S = Salinitas (permil) Z = Kedalaman (m)

Pengukuran kecepatan suara di perairan dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan dan memastikan ada atau tidaknya perubahan sifat fisik tersebut di media, dimana gelombang bunyi dipancarkan sehingga ada kemungkinan terjadi perubahan kecepatan gelombang bunyi selama penjalarannya (MacLennan and Simmonds, 2005).

2.2.4 Target Strength (TS)

Target Strength (TS) merupakan faktor terpenting dalam pendeteksian dan pendugaan stok ikan dengan menggunakan metode hidroakustik. TS merupakan suatu ukuran yang dapat menggambarkan kemampuan suatu target untuk memantulkan gelombang suara yang datang mengenainya.

Nilai TS suatu ikan tergantung kepada ukuran dan bentuk tubuh, sudut datang pulsa, tingkah laku atau orientasi ikan terhadap tranducer, keberadaan gelembung renang, frekuensi atau panjang gelombang, acoustic impedance dan elemen ikan (daging, tulang, kekenyalan

(26)

kulitnserta distribusi dari sirip dan ekor) walaupun pengaruh elemen terakhir ini sangat kecil karena nilai kerapatannya tidak terlalu jauh dengan air (MacLennan and Simmonds, 2005)

Menurut Coates (1990) Menyatakan TS adalah ukuran decibel intensitas suara yang dikembalikan oleh target, diukur pada jarak standar satu meter dari pusat target relatif

terhadap intensitas suara yang mengenai target. Johannesson dan Mitson (1983) membagi dua definisi TS berdasarkan domain yang digunakan, yaitu intensitas target strength (TSi) dan energi target strength (TSe). Berdasarkan intensitas target strength dapat diformulasikan sebagai berikut :

10 log ,

1

……….(3)

dimana :

TSi = Intensitas target strength

Ir = Intensitas suara yang dipantulkan diukur pada jarak 1 meter dari target

Ii = Intensitas suara yang mengenai target

Sedangkan energi target strength diformulasikan sebagai

10 log ,

1

……….………(4)

dimana :

TSe = Energi target strength

Er = Energi suara yang dipantulkan diukur pada jarak 1 meter dari target

Ei = Energi suara yang mengenai target

Menurut Maclennan dan Simmond (2005), TS merupakan backscattering cross section dari target yang mengembalikan sinyal dan dinyatakan dalam bentuk persamaan :

10 log

…..………(5)

Sedangkan menurut Burczynski dan Johnson (1986) kesetaraan backscattering cross section ( ) dengan TS dinyatakan dalam persamaan :

(27)

10 log

….………(6) TS ikan tunggal sebagai scalling factor bagi volume back scattering strength kelompok ikan agar diperoleh pendugaan kelimpahan ikan. Dawson dan Karlp (1990), pendugaan baik ukuran maupun densitas ikan selalu tergantung pada distribusi target strength.

2.2.5 Volume Backscattering Strength (Sv)

Volume backscattering strength (Sv) merupakan rasio antara intensitas yang direfleksikan oleh suatu group single target, dimana target berada pada suatu volume air (Lurton, 2002). MacLennan and Simmonds (2005) menyatakan bahwa Sv dari kelompok ikan dapat ditentukan dari volume reverberasi. Teori volume reverberasi menggunakan pendekatan liniear untuk directional transducer dengan asumsi :

(1) Ikan bersifat homogen atau terdistribusi merata dalam volume perairan.

(2) Perambatan gelombang suara pada garis lurus dimana tidak ada refleksi oleh medium hanya spreading loss saja.

(3) Densitas yang cukup dalam satuan volume. (4) Tidak ada Multiple Scattering.

(5) Panjang pulsa yang pendek untuk propagasi diabaikan

Total intensitas suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah jumlah dari intensitas suara yang dipantulkan oleh masing-masing target tunggal

… . ……..………(7) dimana n = jumlah target

Suatu grup terdiri dari n target dengan sifat-sifat akustik serupa maka diperoleh persamaan sebagai berikut:

. ………..(8)

dimana = intensitas rata-rata yang direfleksikan oleh target tunggal Equivalent cross section rata-rata tiap target

(28)

∑ ………(9) Menurut definisi 4 akan menjadi

4 ………..………(10)

Dengan mengganti . maka akan diperoleh

. ……….………...(11)

Jadi total intensitas dari gelombang suara yang dipantulkan oleh multiple target adalah proposional terhadap jumlah individu target (n), scattering cross section rata-rata tiap target

dan intensitas suara yang mengenai target (Ii).

Persamaan ini merupakan dasar untuk pendugaan secara kuantitatif dari biomassa atau stok ikan dengan metode akustik. Metode echo integration yang digunakan untuk mengukur Sv yaitu berdasarkan pada pengukuran total power backscattered pada transduser.

2.3 Wavelet

2.3.1 Pengenalan Wavelet

Analisis Transformasi Fourier adalah sebuah perangkat matematik untuk menstransformasikan sudut pandang kita terhadap sinyal dari domain waktu ke domain frekuensi, tetapi transformasi Fourier mempunyai kekurangan, yaitu apabila kita melakukan transformasi ke domain frekuensi maka informasi waktu akan hilang. Keuntungannya adalah dapat melihat transformasi Fourier dari suatu sinyal maka adalah tidak mungkin untuk mengetahui kapan fenomena itu terjadi.

Sebagai usaha untuk mengurangi kekurangan pada transformasi Fourier yang gagal memberikan informasi waktu dan frekuensi secara bersamaan, Gabor memperkenalkan teknik STFT (Short Time Fourier Transfrom) yang melakukan pemetaan sebuah sinyal ke dalam fungsi berdimensi dua, yaitu dalam waktu dan frekuensi. STFT memberikan informasi mengenai kapan dan pada frekuensi berapa suatu sinyal event terjadi. Tetapi, STFT memiliki keterbatasan bahwa informasi serentak dalam waktu dan frekuensi dapat dicapai dengan presisi yang terbatas, dibatasi oleh ukuran jendela (window) yang dipilih. Sekali dipilih ukuran tertentu dari jendela maka jendela tersebut akan sama untuk semua frekuensi.

(29)

Wavelet adalah gelombang kecil yang mempunyai energy terkonsentrasi dalam waktu yang dapat dipakai sebagai alat analisis fenomena transien, nonstastioner, atau time varying. Transformasi wavelet menguraikan sinyal dilatasi dan translasi wavelet (Habibie, 2007). 2.3.2 Analisis wavelet

Sebuah gelombang (wave) biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsi osilasi dari waktu, misalnya sebuah gelombang sinusoidal. Sebuah wavelet merupakan gelombang singkat (small wave) yang energinya terkonsentrasi pada suatu selang waktu untuk memberikan analisis transien, ketidakstasioneran, atau fenomena berubah terhadap waktu (time-varying) (Polikar, 1996). Karakteristik dari wavelet antara lain adalah berosilasi singkat, translasi (pergeseran) dan dilatasi (skala). Berikut ini akan diperlihatkan gambar dari sebuah sinyal biasa dan sinyal wavelet.

Gambar 9. Perbedaan sinyal biasa dengan sinyal wavelet (Mathworks, 2002) Secara sederhana, translasi (pergeseran) pada wavelet bermaksud untuk menggeser permulaan dari sebuah wavelet. Secara matematis, pergeseran sebuah fungsi f(t) dengan k direpresentasikan dengan f(t-k)(The Math Works Inc, 2000)

Gambar 10. Pergesaran pada wavelet (Mathworks, 2002)

Skala (dilatasi) dalam sebuah wavelet berarti pelebaran atau penyempitan wavelet. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:

(30)

Gambar 11. Scale pada wavelet (Mathworks, 2010)

Sebuah faktor skala dapat dinyatakan sebagai α. Apabila α diperkecil maka wavelet akan menyempit dan terlihat gambaran mendetail namun tidak menyeluruh, kebalikannya apabila α diperbesar maka wavelet akan melebar dan terlihat gambaran kasar, global namun menyeluruh. Dengan menggunakan wavelet pada skala resolusi yang berbeda, akan diperoleh gambaran keduanya, yaitu gambaran mendetail dan menyeluruh. Selain itu, terdapat

keterkaitan antara skala pada wavelet dengan frekuensi yang dianalisa oleh wavelet. Nilai sekala yang kecil berkaitan dengan frekuensi tinggi sedangkan nilai skala yang besar berkaitan dengan frekuensi rendah.

Tahap pertama analisis wavelet adalah menentukan tipe wavelet, yang disebut dengan mother wavelet atau analyzing wavelet, yang akan digunakan. Hal ini perlu dilakukan karena fungsi wavelet sangat bervariasi dan dikelompokan berdasarkan fungsi dasar masing-masing. 2.3.3 Transformasi wavelet

Transformasi wavelet memiliki kemampuan untuk menganalisa suatu data dalam domain waktu dan domain frekuensi secara simultan. Analisa data pada transformasi wavelet dilakukan dengan membagi suatu sinyal ke dalam komponen-konponen frekuensi yang berbeda-beda dan selanjutnya masing-masing komponen frekuensi tersebut dapat dianalisa sesuai dengan skala resolusinya. Hal ini seperti proses filtering, dimana sinyal dalam domain

(31)

waktu dilewatkan ke dalam filter highpass dan lowpass dan memisahkan komponen frekuensi tinggi dan fekuensi rendah.

Wavelet merupakan sebuah fungsi variable realt, diberi notasi dalam dalam ruang fungsi . Fungsi ini dihasilkan oleh parameter dilatasi dan translasi, yang dinyatakan dalam persamaan (Wang dan Nicholas, 1998):

Ψ, t a Ψ ; a 0, ………...………(12) Ψ, 2 ⁄ Ψ 2 t k ; j, k ε Z …………..………(13) Dimana :

a = parameter dilatasi b = parameter translasi

R= mengkondisikan nilai a dan b dalam nilai integer 2j = parameter dilatasi (parameter frekuensi atau skala) k = parameter waktu atau lokasi ruang

Z = mengkondisikan nilai j dan k dalam nilai integer

Fungsi wavelet pada persamaan (7) dikenalkan pertama kali oleh Grossman dan Morlet, sedangkan persamaan (8) oleh Daubechies (Polikar, 1996). Pada fungsi Grossman-Morlet, a adalah parameter dilatasi dan b adalah parameter translasi, sedangkan pada fungsi

Daubechies, para meter dilatasi diberikan oleh 2j dan parameter translasi oleh k. Kedua fungsi dapat dipandang sebagai mother wavelet, dan harus memenuhi kondisi (Wang dan

Nicholas, 1998):

Ψ 0……….(14)

yang menjamin terpenuhinya sifat ortogonalitas vektor

Pada dasarnya, transformasi wavelet dapat dibedakan menjadi dua tipe berdasarkan nilai parameter translasi dan dilatasinya, yaitu transformasi wavelet kontinu (continue wavelet transform) dan diskrit (discrete wavelet transform).

(32)

2.4 Continous Wavelet Transfrom (CWT)

CWT menganalisa sinyal dengan perubahan skala pada window yang dianalisis, pergeseran window dalam waktu dan perkalian sinyal serta mengintegralkan semuanya sepanjang waktu (Polikar, 1996). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

, Ψ , . ………..(15)

dimana Ψ , seperti pada persamaan (8), sedangkan transformasi wavelet diskrit menganalisa suatu sinyal dengan skala yang berbeda dan mempresentasikannya kedalam skala waktu dengan menggunakan teknik filtering, yakni menggunakan filter yang berbeda frekuensi cut off-nya

2.5 Discrete Wavelet Transfrom (DWT)

Berdasarkan fungsi mother waveletnya, bahwa fungsi wavelet penganalisa untuk transformasi wavelet diskrit dapat didefinisikan dalam persamaan (9). Berdasarkan persamaan tersebut, representasi fungsi sinyal dalam domain wavelet diskrit didefinisikan sebagai (Gonzales et al., 1993);

∑ , , Ψ, ……….(16) , ini merupakan DWT dari fungsi f(t) yang dibentuk oleh inner product antara fungsi wavelet induk dengan f(t):

, Ψ, , ……….(17)

sehingga f(t) disebut sebagai inverse discrete wavelet transform dapat dinyatakan dengan : ∑ , Ψ, Ψ, ………..(18)

(33)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dimulai pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2010 dan bulan Juli sampai bulan Agustus 2010 bertempat di Water Tank Labotarium Akustik Kelautan,

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

3.2 Alat

Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah 1set alat PcFF80 PC Fishfinder dan Notebook HP 6350b dilengkapi perangkat lunak seperti Microsoft office, dan MATLAB r2008a

3.2.1 PcFF80 PC Fishfinder

Satu set PcFF80 PC Fishfinder dengan keterangan spesifikasi pada Tabel 1 di bawah ini Tabel 1. Spesifikasi PcFF80 PC

Operating Voltage 9.5 to 16.0 VDC, 0.05 amps nominal, 4.7 amps peak at max power Indicator Front panel LED for Power ON/Off and communications indicator Output Power 2560 watts peak-to-peak (320W RMS). 24KW DSP processed

power (3200 WRMS)

Depth Capability 1000 feet or more at 200kHz, 1500 Feet or more at 50kHz Operating temperature 0 to 50 deg Celsius ( 32 to 122 deg Fahrenheit).

Interface Box 100 x 80 x 50 mm (4 x 3.2 x 2 inch). Powder Coated Aluminum Extrusion

Interface RS-232, 115 KBaud, serial data and USB

Transducer Dual Frequency 50/200kHz, Depth/Temperature (single-beam

echosounder

Echosounder tersebut terhubung ke notebook HP 6350b melalui port pararel yang disambungkan terlebih dahulu ke interface RS-232 menggunakan kabel sepanjang 10 m

(34)

Gambar 12. Penyambungan Interface RS-232 dengan notebook HP 6350b dan tranducer Parameter setting dan kalibrasi pada waktu pengambilan data yang dilakukan pada

water tank adalah sebagai berikut

Tabel 2. Kalibrasi dan setting alat PcFF80 PC (Manik, H.M, 2009)

Frekuensi 200 kHz C 1505,06 m/s Ping rate 0.334 s Beam width 11o Clutter Filter 3 Display Threshold 4 Chart Speed 8

Transmitter Power 15,7 watt A Scope Threshold 5

Signal processing Analog Time-Varying Gain Time-Varying Gain 110 1. Surface Gain 2. Changer Rate 10 Depth range 5 m Depth Ofset 0 m A Scope ON Pulse width 1 Vinput 12 v

(35)

3.2.2 Notebook HP 6350b

Spesifikasi Notebook HP 6350b adalah sebagai berikut

1. Sistem Operasi : Windows Xp Professional 2002 service pack 2 2. Processor : Intel(R) Core(TM)2 Duo CPU

3. RAM : 3 Gb

4. SVGA : 1 Gb Share with RAM

5. HDD : 300 Gb 3.3 CruzPro PC Fishfinder

Perangkat lunak yang digunakan untuk mengambil data primer ikan pada water tank

yang dihubungkan dengan single-beam echosounder dual frekuensi.

Sistem-sistem minimal yang dibutuhkan untuk menginstall software ini adalah

sebagai berikut:

WIN98 SE, 2000, XP and Vista

500 Mhz Pentium PC (Serial Port (16550 compatible UART) atau USB port 128MB RAM

50MB Hard Drive space

SVGA Graphics (1024 x 768 resolution) Mouse / Keyboard

Output data ini berupa nilai-nilai amplitudo yang direkam oleh echosounder dalam eksistensi file *.I

Perangkat Microsoft Office yang digunakan adalah M.S Excel 2007 untuk membuka file yang bereksistensi *.I yang selanjutnya digunakan untuk merapihkan dan merata-rata kan data amplitude.

3.4 Matlab r2008a

Perangkat ini digunakan untuk mengolah data dengan metode wavelet baik menggunakan toolbox maupun syntax sendiri serta menghasilkan tampilan visual grafik

(36)

serta menghitung nilai-nilai yang dibuthkan dalam pengolahan data akustik, seperti Sv, TS dan sebagainya

3.5 Pengambilan Data Akustik 3.5.1 Ikan Kelompok

Gambar 13. Alur pengambilan data akustik pada ikan kelompok

Ikan Kelompok dengan jumlah 10 ekor (mas, lele dan nila) diletakan pada jaring

(cage) dengan kerangka tabung berukuran tinggi 1 m dan diameter alas 1 m serta volume

sebesar 0.785 m3 didalam water tank. Selanjutnya diatas kerangka tabung tersebut diletakan

tranducer, Tranduser akan mendeteksi ikan tersebut masing-masing selama 4 jam.

Pengambilan data yang pertama dilakukan adalah data ikan mas, ikan lele dan yang terakhir ikan nila secara terpisah. Output data ini adalah nilai voltase amplitude yang berkesistensi *.I

CruzPro PC Fishfinder 

Data bereksistensi *.I  t =1 m

(37)

3.5.2 Ikan tunggal

Berikut ini adalah alur pengambilan data ikan tunggal menggunakan tilting mechanism

Gambar 14. Tiltting mechanism

Ikan diletakan di bawah jembatan tangga tepatnya dibawah tiltting mechanism dan

tranducer. Ikan di ikat pada dua buah besi pemberat dengan panjang 1,4 m yang pertama diletakan diantara tranducer dan tiltting mechanism, disambungkan. dan yang kedua diletakan

di bawah ikan sebagai pemberat. Selanjutnya tranducer ini dihubungkan ke interface box

yang terhubung dengan laptop HP 6530b

Tiltting mechanism system ini merupakan sistem alat yang membuat kita bisa

memperoleh data ikan dari sudut yang berbeda. Perlakuan pada ikan mas (Cyprinus carpio)

adalah dari sudut -40o sampai dengan 40o, ikan lele (Clarias sp) adalah dari sudut -25o sampai

dengan 25o dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) adalah dari sudut -40o sampai dengan

JEMBATAN Interface Box Laptop Hp 6530b Kabel Konektor Tiltting Mechanism Besi/Pemberat Echosounder Ikan

(38)

40o bisa dilihat pada gambar 15. Data output yang diperoleh berupa nilai voltase amplitudo yang disimpan dalam file bereksistensi *.I

Gambar 15. Proses pengambilan data pada tiltting mechanism.

3.6 Pengolahan Data

3.6.1 Ikan Kelompok

Data yang bereksistensi (*.I) selanjutnya di export ke Microsoft Excel 2007 untuk

dirapihkan dan di ambil nilai amplitudonya saja, setelah itu dilakukan pengolahan data kembali dengan matlab untuk diambil nilai Amplitudo, Amplitudo Relatif dan Echo Strength

Gambar 16. Alur Komputasi data Transducer

-40o -25o 0o 25o 40o

Data (*.I)  Excel Matlab r2008a 

Amplitudo

Amplitudo Relatif 

Echo Strength 

(39)

Nilai Amplitudo di dapat dari rata-rata pantulan pada data (*.I) pada setiap pingnya (Manik, 2010)

,

………..(19) dimana:

A(i) = Amplitudo pada ping ke-i

X(i,j) = Nilai pantulan ke-j sampai k pada ping ke-i k = Total pantulan

Selanjutnya untuk nilai amplitudo relatif adalah perbandingan antara nilai amplitudo dengan nilai pantulan yang maximum, secara matematis di tuliskan sebagai berikut

………(20) dimana:

= Amplitudo relatif pada ping ke-i

A(i) = Amplitudo pada ping ke-i

255 = Voltase Amplitudo Dasar Water Tank

Untuk nilai Echo Strength (Es) diperoleh dengan menggunakan rumus

10 log ………(21)

dimana :

Es(i) = Nilai Echo Strength pada ping ke-i

= Amplitudo relatif pada ping ke-i

(40)

Nilai Echo Strength ini selanjutnya menjadi nilai input untuk metode Continous Wavelet Transfrom (CWT). Pada Matlab, syntak yang diberikan adalah sebagai berikut:

W = cwt(Ss(i),SCALES,'wname',PLOTMODE)    ……….……..(22) Sumber : Mathworks (2000)

dimana :

W = nilai koefisien dari CWT cwt = Continous Wavelet Transfrom Es(i) = Echo Strength pada ping ke-i

SCALES = Parameter dilatasi yang kita inginkan ‘Wname’ = Mother Wavelet

Untuk PLOTMODE deskripsinya ada pada Tabel 3 di bawah ini (Mathworks, 2000) Tabel 3. Syntak PLOTMODE yang digunakan dalam pengolahan wavelet

PLOT MODE Deskripsi

‘lvl’ Pewarnaan berdasarkan scale by scale ‘glb’ Pewarnaan bedasarkan semua scale

‘abslvl’ Pewarnaan berdasarkan scale by scale dengan menggunakan nilai absolute dari koefisien CWT

‘absglb’ Pewarnaan bedasarkan semua scale dengan menggunakan nilai absolute dari koefisien CWT

Grafik yang dibentuk dari nilai koefisen CWT selanjutnya digunakan untuk identifikasi target seperti ukuran-ukuran dari target

3.6.2 Ikan Tunggal

Pengolahan data akustik untuk ikan tunggal berbeda dengan ikan kelompok karena adanya perbedaan perlakuan dalam menentukan posisi sudut ikan yang dilakukan secara manual. Untuk lebih jelasnya perhatikan alur pengolahan data pada Gambar 17.

(41)

Gambar 17. Alur pengolahan data ikan tunggal (Manik, 2010) Mulai  , , 20 log   10 ⁄     10 log 4   log 20 log

Pers. Hubungan target 

strength dengan panjang ikan 

Selesai ,   1 √2   0 STOP

(42)

Data yang di dapat dalam pengukuran adalah voltase amplitudo setiap perlakuan sudut pada ikan ( ), Voltase pada alat dan nilai pantulan balik bandul pejal sebagai acuan , dimana:

20 log ………. (23)

dimana merupakan nilai voltase amplitudo dari bandul pejal (gambar 18)

t = tinggi, d = diameter

Gambar 18. Skematik pengukuran Target Strength Referensi (TSref) pada bandul pejal

berukuran (3 x 3 x 3)4π cm3

Selanjutnya, dari input data yang di dapat, maka nilai dari Target Strength ikan pada

setiap sudut yang berbeda ( dan backscattering section dapat dicari.

Untuk mengetahui hubungan antara target strength dengan panjang ikan maka normalized target strength (TS) dan normalized backscattering section dari ikan perlu

Transducer

d=6 m 6 cm

1.5 m

(43)

dicari. Target strength dan backscattering strength merupakan nilai pantulan keseluruhan

dari ikan melalui pendekatan peluang secara statistik dengan menggunakan rumus dari

Probability Density Function (PDF) dalam hal ini dilambangkan .

Karena melalui pendekatan statistik maka ada syarat yang perlu di penuhi yaitu nilai dari hasil pengurangan sudut ikan dengan rata-ratanya harus kurang atau sama dengan dari nilai simpangan bakunya, jika syarat ini tidak dipenuhi maka nilai 0

(44)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Jarak NearField (Rnf) yang diperoleh pada penelitian ini dengan menggunakan

formula (1) adalah 0.2691 m dengan lebar transducer 4.5 cm, kecepatan suara 1505.06 m/s, dan frekueansi 200 kHz. Arti dari Rnf ini adalah jarak minimum dari target terhadap

transducer. Pada penelitian ini target ikan diletakan sejauh 1 m dan bandul sejauh 1.5 m dari transducer, sehingga tidak terpengaruh oleh fluktuasi pada zona Fresnel (Near Field)

Grafik amplitudo, amplitudo relatif, dan Echo Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias Sp) dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) kelompok (10

ekor) diberikan pada Gambar 19, 20 dan 21

Gambar 19. Grafik Amplitudo dalam satuan ping (a) dan satuan detik (b), Amplitudo Relatif (c) dan Echo Strength (d) Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio)

Nilai amplitudo ikan mas (a,b) berkisar antara 25-32. Pada nilai 50 menunjukan adanya aktifitas noise yang disebabkan oleh gerakan air pada water tank yang terjadi pada detik ke 1200, 4500 dan 5500. Nilai amplitude relatif berada pada selang 0.09 sampai 0.12

(45)

sedangkan untuk nilai Echo Strength (d) bekisar antara -21 dB sampai -14 dB. Dugaan target

pada grafik menunjukan pola yang berbeda pada umunya yaitu berupa adanya gundukan, dalam hal ini terjadi pada detik ke 12500 atau ping ke 35000 dengan nilai Echo Strength -18

dB ( Lampiran 1). Nilai amplitudo pada ikan lele (Gambar 19 a,b) berkisar antara 27-32.5. Nilai amplitudo relatifnya (c) berkisar antara 0.1055-0.1255,sedangkan untuk nilai Echo Strength berkisar antara -19.5 dB sampai -17.8 dB. Dugaan target terdeteksi pada detik 7000

dan 12000 dengan nilai kisaran Echo Strength dari -18.5 dB sampai -18 dB serta -18.5 dB

sampai -18.2 dB ( Lampiran 2).

Gambar 20. Grafik Amplitudo, Amplitudo Relatif, dan Echo Strength Pada Ikan Lele

(Clarias Sp)

Nilai amplitudo pada ikan Nila berkisar antara 23-28.5 (Gambar 20 b), sedangkan nilai amplitudo relatifnya (c) berkisar 0.09-0.113. Nilai Echo Strength dari ikan Nila tersebut

adalah antara -21 dB sampai -19 dB (Gambar d). Pola gundukan pada detik 8000 sampai 10000 detik dengan kisaran nilai Echo Strength -19.75 dB sampai -19 dB. ( Lampiran 3)

(46)

Gambar 21. Grafik Amplitudo, Amplitudo Relatif, dan Echo Strength Pada Ikan Nila

Sedangkan untuk grafik amplitudo, dan Echo Strength pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan lele (Clarias sp) dan ikan nila hitam (Oreochromis niloticus) tunggal diberikan

pada Gambar 22 sampai Gambar 31. Pada ikan mas (Gambar 22) posisi semula (0o)

amplitudo berkisar antara 31-34 (a), posisi 25o amplitudo berkisar antara 29.5-31.5 (d), posisi -25o berkisar antara 29-31.5 (b), posisi 40o berkisar antara 29-31 (e) dan pada posisi -40o berkisar antara 30-32.5 (c) ( Lampiran 4)

Gambar 22. Grafik Amplitudo Ikan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal dengan sudut orientasi 0o

(47)

Begitu halnya untuk Echo Strength ( Gambar 23) pada posisi semula (0o)

berkisar antara -18.2 dB sampai -17.5 dB (a), posisi 25o berkisar antara -18.5 dB sampai -18 dB (d), posisi -25o berkisar antara -18.5 dB sampai -18 dB (b), posisi 40o berkisar antara -18.7 dB sampai -18.2 dB (e) dan pada posisi -40o berkisar antara -18.5 dB sampai -18 dB (c)

Setiap perbedaan posisi ikan terhadap posisi transducer akan mempengaruhi

nilai voltase amplitudo, dilihat dari gambar maka pada posisi 0o mempunya nilai Echo Strength yang terbesar. Dan juga menjelaskan bahwa posisi swimbladder berada pada

badan ikan, bukan di kepala maupun di ekor ikan. ( Lampiran 5)

Gambar 23. Grafik Echo StrengthIkan Mas (Cyprinus carpio) Tunggal dengan sudut

orieantasi 0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 55o(e) dari ikan kearah vertikal. . Pada ikan nila hitam, gambar yang ditampilkan di bawah ini merupakan nilai

amplitudo untuk ikan nila 1 (FL= 22 cm), ikan nila 2 (FL= 20 cm) dan ikan nila 3 ( FL= 24.7 cm).

(48)

Gambar 24. Grafik amplitudo ikan nila 1 (FL= 22 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi

0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal.

Pada ikan nila 1 ( Gambar 24) posisi semula (0o) amplitudo berkisar antara 23.5-25.6 (a), posisi 25o amplitudo berkisar antara 23-24.2 (d), posisi -25o berkisar antara 23-26 (b), posisi 40o berkisar antara 25-26 (e) dan pada posisi -40o berkisar antara 22-25 (c) ( Lampiran 6)

Gambar 25. Grafik amplitudo ikan nila 2 (FL= 20 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi

(49)

Pada ikan nila 2 ( Gambar 25) posisi horizontal (0o) amplitudo berkisar antara 27-28 (a), posisi 25o amplitudo berkisar antara 25-26 (d), posisi -25o berkisar antara 25-26 (b), posisi 40o berkisar antara 24-28 (e) dan pada posisi -40o berkisar antara 25-37.5 (c)

Pada ikan nila 3 ( Gambar 26) posisi semula (0o) amplitudo berkisar antara 25-27 (a), posisi 25o amplitudo berkisar antara 25-26 (d), posisi -25o berkisar antara 23-24 (b), posisi 40o berkisar antara 25-26 (e) dan pada posisi -40o berkisar antara 24-25 (c).

Gambar 26. Grafik amplitudo ikan nila 3 (FL= 24.7 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi 0o

(a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal.

Sedangkan untuk gambar 27 sampai 29 yang di tampilkan di bawah ini merupakan nilai Echo Strength untuk ikan nila 1 (FL= 22 cm), ikan nila 2 (FL= 20 cm) dan ikan nila 3 (

FL= 24.7 cm).

Pada Gambar 27 Echo Strength pada posisi semula (0o) berkisar antara -21.8 dB

sampai -20 dB (a), posisi 25o berkisar antara -21.8 dB sampai -21.5 dB (d), posisi -25o berkisar antara -21.5 dB sampai -20 dB (b), posisi 40o berkisar antara -21 dB sampai -17 dB (e) dan pada posisi -40o berkisar antara -21.7 dB sampai -21.2 dB (c) ( Lampiran 7)

(50)

Gambar 27. Grafik Echo Strengthikan nila 1 (FL= 22 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi

0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal.

Echo Strength ( Gambar 28) pada posisi semula (0o) berkisar antara -19.8 dB sampai

-19.1 dB (a), posisi 25o berkisar antara -20.1 dB sampai -19.8 dB (d), posisi -25o berkisar antara -20.2 dB sampai -19.9 dB (b), posisi 40o berkisar antara -20.9 dB sampai -19.8 dB (e) dan pada posisi -40o berkisar antara -20.4 dB sampai -16.5 dB (c)

Gambar 28. Grafik Echo Strengthikan nila 2 (FL= 20 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi

(51)

Echo Strength ( Gambar 29) pada posisi semula (0o) berkisar antara -20.9 dB sampai

-19.8 dB (a), posisi 25o berkisar antara -20.1 dB sampai -19.8 dB (d), posisi -25o berkisar antara -20.9 dB sampai -20.1 dB (b), posisi 40o berkisar antara -20.2 dB sampai -19.8 dB (e) dan pada posisi -40o berkisar antara -20.8 dB sampai -20.2 dB (c)

Gambar 29. Grafik Echo Strengthikan nila 3 (FL= 24.7 cm) Tunggal dengan sudut orieantasi

0o (a), -25o (b), -40o (c), 25o (d), 40o(e) dari ikan kearah vertikal. Untuk Gambar 30 dan 31 merupakan hasil pengukuran nilai akustik berupa amplitudo dan Echo Strength pada ikan lele (Clarias sp)

Gambar 30. Grafik Amplitudo Ikan Lele (Clarias sp) Tunggal dengan sudut orientasi 0o (a),

(52)

Ikan Lele pada posisi semula (0o) amplitudo berkisar antara 26-28 (a), posisi 15o amplitudo berkisar antara 26-27.5 (b), posisi -15o berkisar antara 26-27 (c), posisi 25o berkisar antara 26-28 (d) dan pada posisi -25o berkisar antara 26-27 (e). (Lampiran 8)

Gambar 31. Grafik Echo StrengthIkan Lele (Clarias sp) Tunggal dengan sudut orientasi 0o

(a), -15o (b), -25o (c), 15o (d), 25o(e) dari ikan kearah vertikal.

Echo Strength pada posisi semula (0o) berkisar antara -19.7 dB sampai -19.2

dB (a), posisi 15o berkisar antara -19.8 dB sampai -19.5 dB (d), posisi -15o berkisar antara -20 dB sampai -19.5 dB (b), posisi 25o berkisar antara -20 dB sampai -19.5 dB (e) dan pada posisi -25o berkisar antara -19.7 dB sampai -19.3 dB (c) (Lampiran 9)

Rata-rata nilai Echo Strength pada tiap perlakuan sudut ikan seragam yaitu

pada rentang -20 dB-19.5 dB lebih kecil dari ikan mas dan nila.

4.1.1 Sebaran Target Strength pada Ikan Mas (Cyprinus carpio), Ikan Lele (Clarias Sp) dan Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus) kelompok (10 ekor)

Berikut ini merupakan grafik diagram batang dari sebaran nilai Target Strength pada ikan mas, nila dan lele yang disajikan pada Gambar 32, 33 dan 34.

Sebaran nilai dari TS ikan mas berkisar antara -39.1 dB sampai dengan -32.2 dB, dengan jumlah frekuensi yang paling dominan pada selang -34.6 dB sampai dengan

(53)

-34 frek G 32.2 den den Gam Fre kuen si k 4.2 dB adalah kuensi seban Gambar 32. Sebar 2 dB, denga ngan -33.4 dB ngan frekuen mbar 33. Seb 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 ‐39.1 ‐38.7

Seba

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 ‐3 ‐ Fre kuens i

Seb

h 5632 buah nyak 7135 bu Sebaran nila an nilai dari an jumlah fre B adalah 736 nsi sebanyak baran nilai ‐38.6 ‐38.2 ‐38.1 ‐37.7 ‐37 ‐37

ran

 

Frek

34.1 ‐34 ‐33.9 ‐33.8

baran

 

Fre

dan pada se uah ( Lampi ai Target Str TS ikan nila ekuensi yang 66 buah dan k 6013 buah. 7.6 7.2 ‐37.1 ‐36.7 ‐36.6 ‐36.2 ‐ ‐ Targe

kuensi

 

Ta

‐33.7 ‐33.6 ‐33.5 ‐33.4 Ta

ekuensi

 

elang -34.1 d ran 10) rength pada I a hitam berk g paling dom n pada selang ( Lampiran pada ‐36.1 ‐35.7 ‐35.6 ‐35.2 ‐35 ‐34 et Strength (dB

arget

 

Str

‐33.3 ‐33.2 ‐33.1 ‐33 arget Strength 

Target

 

S

Hitam

dB sampai de Ikan Mas ke kisar antara -minan pada se g -33.5 dB sa 10) 5.1 4.7 ‐34.6 ‐34.2 ‐34.1 ‐33.7 ‐ ‐ B)

rength

 

Ik

1 ‐32.9 ‐32.8 ‐32 ‐32 (dB)

Strength

engan -33.7 elompok (10 -34.1 dB sam elang -33.7 d ampai denga ‐33.6 ‐33.2 ‐33.1 ‐32.7 ‐32 ‐32

kan

 

Mas

2.7 2.6 ‐32.5 ‐32.4 ‐3 ‐3

h

 

Ikan

 

Ni

dB dengan ekor) mpai dengan dB sampai an -33.4 dB 2.6 2.2

s

Ts 32.3 32.2

ila

 

Ts

(54)

33. 118 seb ( La G 4.1.2 Ni ika be sud sud peru baw k Sebar 7 dB, denga 80 buah, -34 banyak 4407 ampiran 10) Gambar 34. ilai Target S an Nila Hita erbeda Nilai dut posisi hor dut positif ini ubahan sudu wah, hasil da 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Fr e kuen si

Seb

an nilai dari an jumlah fre 4.6 dB seban buah, -34.3 Sebaran nila Strength pad am (Oreoch Target Stren rizontal ikan i berupa peru ut negatif me ari perlakuan

baran

 

Fre

TS ikan nila ekuensi yang nyak 1342 bu 3 sebanyak 3 ai Target Str da ikan mas hromis niloti ngth pada ika n dari 0o ke 4 ubahan posi erupakan per n tersebut dib Ta

ekuensi

 

a hitam berk g paling dom uah, -34.5 dB 3428 buah da rength pada I s (Cyprinus icus) tungga an mas tungg 40o (positif) si kepala ika rubahan pos berikan pada arget Strength 

Target

 

S

kisar antara -minan pada n B sebanyak 2 an -34.2 dB Ikan Lele ke carpio), ika al dengan su gal dengan p serta 0o ke 4 an sampai m isi kepala ik a Gambar 32 (dB)

Strength

-35.2 dB sam nilai -34.7 dB 2026 buah, -sebanyak 97 elompok (10 an lele (Clar udut orienta perlakuan pe 40o (negatif) menghadap ke kan sampai m 2 sampai 34

h

 

Ikan

 

Le

mpai dengan B sebanyak -34.4 dB 75 buah ekor) rias Sp) dan asi yang erubahan . Perubahan e atas dan menghadap k

ele

Ts ke

(55)

Gambar 35. Grafik nilai Target Strength pada Ikan Mas tunggal dengan sudut orientasi ysng

berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik .

Nilai Target Strength pada posisi vertikal ikan (Gambar 35), yaitu pada sudut

-40o dimana posisi kepala ikan menghadap bawah sebesar -34,83 dB dan pada sudut 40o dimana posisi kepala ikan menghadap ke atas sebesar -34.53 dB, sedangkan pada posisi horizontal (0o) memiliki nilai TS sebesar -35.21 dB. Nilai TS maksimum dan minimum dicapai pada perubahan sudut -25o dan 0o masing-masing sebesar -34.5 dB dan -35.21 dB. ( Lampiran 11) ‐35,4 ‐35,2 ‐35 ‐34,8 ‐34,6 ‐34,4 ‐34,2 ‐34 ‐40 ‐35 ‐30 ‐25 ‐20 ‐15 ‐10 ‐5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 Target   St re ng th   (dB )

Sudut Orientasi Ikan (◦)

Mas

Head Down Head Up

Head Down Head Up

Head Down Head Up

(56)

Gambar 36. Grafik nilai Target Strength pada Ikan Lele tunggal dengan sudut orientasi yang

berbeda-beda dari posisi horizontal ikan terhadap arah datang sumber akustik Nilai Target Strength pada ikan lele tunggal (Gambar 36) dengan perlakuan

perubahan sudut posisi horizontal ikan dari 0o ke 25o (positif) serta 0o ke 25o (negatif). Nilai TS pada posisi vertikal ikan, yaitu pada sudut -25o dimana posisi kepala ikan menghadap bawah sebesar -33,45 dB dan pada sudut 25o dimana posisi kepala ikan menghadap ke atas sebesar -33.42 dB, sedangkan pada posisi horizontal (0o) memiliki nilai TS sebesar -33.62 dB. Nilai TS maksimum dan minimum dicapai pada perubahan sudut -15o dan 5o masing-masing sebesar -33,4 dB dan -33.89 dB. ( Lampiran 11)

‐34 ‐33,9 ‐33,8 ‐33,7 ‐33,6 ‐33,5 ‐33,4 ‐33,3 ‐33,2 ‐33,1 ‐25 ‐20 ‐15 ‐10 ‐5 0 5 10 15 20 25 Targ et   Stre ngth   (dB) Sudut Orientasi Ikan (◦) Lele Head Down Head Up

Gambar

Gambar 4. Salah satu contoh beam pattern dari BioSonics dengan frekuensi 200 Khz lebar  beam 6 o  dan side lobes -35dB sampai -30 dB (Solid line)
Gambar 7. Prinsip kerja single-beam echosounder   Sumber : McLennan and Simmonds (2005)
Gambar 8. Ilustrasi daerah zona Fresnel (Near Field) dan zona Fraunhofer (Far Field)  Sumber : (MacLennan and Simmonds, 2005)
Gambar 11. Scale pada wavelet (Mathworks, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menggunakan alat peraga dalam pembelajaran matematika untuk menanamkan konsep agar mudah dimengerti oleh para siswa.. Alat

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sesudah pemberian aromaterapi mawar responden yang mengalami kualitas tidur kurang berjumlah 2 responden (9,09%) dan

Latar belakang dalam penelitian ini adalah terjadinya proses komunikasi yang tidak sehat antara atasan dan bawahan sales &amp; marketing department di Nusa Dua Beach Hotel

Untuk hal ini disampaikan oleh Sekretariat Terpercaya bahwa salah satu langkah yang direncanakan oleh Bappenas adalah memastikan kelancaran arus data dari K/L terkait

Form terima file merupakan link ke form terima file yang berfungsi untuk menampilkan proses pengiriman data pada penerapan metode pengamanan data enskripsi dan deskripsi

(Widya:2005). 4) Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa secara parsial variabel product, price dan place mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

Sehubungan dengan selesainya Panitia Pengadaan Barang/Jasa dan Belanja Modal yang dikelola Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun Tahun Anggaran 2012 melaksanakan Pemilihan

Bentuk pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di desa Cikidang pada tahun ini adalah penyuluhan pembentukan kelembagaan PAUD yaitu yayasan yang menaungi