• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Tepung Ikan sebagai Bahan Pakan Penyusun Ransum Ternak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Tepung Ikan sebagai Bahan Pakan Penyusun Ransum Ternak"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Ikan sebagai Bahan Pakan Penyusun Ransum Ternak

Ransum merupakan campuran berbagai bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrien ternak. Penggunaan masing-masing bahan tergantung kepada komposisi nutrien dan harga bahan tersebut serta kebutuhan nutrien ternak yang mengkonsumsinya. Proses optimasi penggunaan berbagai bahan tersebut dikenal dengan istilah formulasi ransum. Metode formulasi ransum yang selama ini diterapkan adalah linier programming (Scott et al., 1982; Leeson and Summers, 2001). Pada saat ini telah dikembangkan metode formulasi ransum yang lebih fleksibel yakni fuzzy linier programming (Adrizal dan Marimin, 2004; Cadenas et al., 2004). Dalam rangka menjamin konsistensi kandungan nutrien ransum, maka pada saat memformulasikan ransum perlu diperhatikan akurasi data komposisi nutrien bahan pakan. Data komposisi nutrien yang diperhatikan untuk memformulasikan ransum ternak unggas adalah protein, lemak, serat kasar, kalsium, phospor, asam-asam amino esensial dan energi metabolisme (Scott et al., 1982; Leeson dan Summers, 2001).

Tepung ikan adalah salah satu sumber protein hewani yang kaya dengan asam-asam amino. Komposisi nutrien tepung ikan tersebut bervariasi sesuai dengan jenis ikan, sumber pengadaannya dan teknik pengolahannya (Ravindran dan Blair, 1993; Bragadottir et al, 2004). Berdasarkan hal itu, bila menggunakan tepung ikan di dalam ransum unggas, kandungan nutriennya harus dievaluasi dalam interval waktu tertentu. Frekuensi evaluasi nutrien tepung ikan tergantung kepada track record hasil analisis dan variabilitas bahan baku sesuai dengan pergantian musim dalam setahun. Kandungan nutrien tepung ikan harusnya lebih sering dievaluasi dibandingkan dengan bahan pakan lainnya, karena variabilitasnya yang tinggi. Kandungan air, protein kasar, lemak, kalsium dan phosphor tepung ikan harus dievaluasi pada setiap kedatangan bahan. Kandungan asam aminonya dievaluasi setiap bulan, dengan demikian pengembangan metode evaluasi yang cepat, murah dan akurat akan sangat membantu dalam pengendalian kualitas pada industri pakan ternak.

(2)

Komposisi Nutrien Bahan Pakan dan Metode Analisisnya

Kandungan Air

Kandungan air bahan pakan berhubungan erat dengan stabilitas pada saat penyimpanan. Jika bahan pakan yang diterima di pabrik mengandung air yang tinggi, maka pabrik pakan akan mengalami kerugian akibat penyusutan. Lagi pula kandungan air yang tinggi menyebabkan tumbuhnya bakteri dan jamur yang dapat menurunkan kualitas ransum dan membahayakan ternak yang mengkonsumsinya. Hal tersebut berakibat menurunkan reputasi pabrik pakan ternak yang memproduksinya (Bates, 1993). Menurut Dewan Standisasi Nasional (DSN, 1996) kandungan air tepung ikan untuk standar mutu I maksimal 10%, sedangkan untuk mutu II dan III maksimal 12%.

Metode untuk penentuan kadar air menurut Association of Official Analytical Chemists (AOAC, 1999) dilakukan dengan mengeringkan sampel. Pengeringan menggunakan oven pada suhu 950 C - 1000 C selama 5 jam. Kandungan air (basis basah) dihitung dengan rumus :

% 100 1 2 1 x W W W KA= − ...1

dimana KA adalah kadar air (%), W1 dan W2 berat sampel sebelum dan sesudah

dikeringkan.

Kandungan Protein

Protein merupakan komponen utama pembentuk jaringan hewan, dengan demikian kandungan protein ransum akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi ternak. Tepung ikan merupakan bahan pakan sumber protein di dalam formula ransum unggas, oleh sebab itu kandungan proteinnya merupakan kriteria utama dalam menentukan kualitas (Perry et al, 2003; Cheeke, 1999). Menurut DSN (1996) persyaratan kandungan protein minimal untuk tepung ikan dengan standar mutu I, II dan III berturut-turut 65%, 55% dan 45%..

Semua protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan kadang-kadang mengandung ferum, pospor dan sulfur. Protein pakan rata-rata mengandung 16% nitrogen. Protein-protein tersebut dibentuk oleh berbagai

(3)

kombinasi asam amino yang terdiri dari 25 atau lebih asam amino. Struktur dasar molekul asam amino diilustrasikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur umum molekul asam amino

R adalah rantai karbon C-H2 yang bervariasi panjang dan strukturnya, tergantung kepada jenis asam aminonya. Molekul asam amino selalu mempunyai satu atau dua gugus karboksil (COOH) dan biasanya membawa satu atau dua gugus amino (NH2). Rantai karboksil dari satu asam amino akan berikatan dengan gugus amino dari asam amino lainnya dengan ikatan peptida. Ikatan-ikatan peptida ini dengan berbagai jumlah asam amino menghasilkan formasi protein seperti pada Gambar 2 (Perry et al., 2003).

Gambar 2 Struktur umum molekul protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldhal (AOAC,1999). Sampel sebanyak 15 gram dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal 30 ml. Tambahkan 1.9 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO, 2.0 ± 0.1 ml H2 SO4 dan masukkan beberapa butir batu didih. Didihkan selama 1-1.5 jam sampai cairan menjadi jernih, kemudian dinginkan. Pindahkan isi labu ke dalam alat destilasi, kemudian bilas labu 5-6 kali dengan 1-2 ml air (air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi). Letakkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H2BO3 dan 2-4 tetes indikator (campuran dua bagian metil merah 0.2 % dalam alkohol dan satu bagian metil biru 0.2% dalam alkohol) di bawah kondensor. Ujung

C H R COOH NH C NH2 O H R C H R COOH NH2

(4)

tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H2 BO3. Tambahkan 8-10 ml larutan NaOH dan Na2S2O3, kemudian lakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Bilas tabung kondensor dengan air, tampung bilasannya dalam erlenmeyer yang sama. Encerkan isi erlenmeyer sampai kira-kira 50 ml, kemudian titrasi dengan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Lakukan juga penetapan blanko. Persentase N dihitung dengan rumus :

sampel mg 100% x 14.007 x normalitas x blanko) ml -HCl (ml (%)= N ... 2

Berdasarkan persentase N dapat ditentukan kandungan protein dengan Persamaan 3 berikut

Protein (%) = % N x 6.25 ... 3

Kandungan Lemak

Lemak termasuk kelompok senyawa yang tidak larut di dalam air, tetapi larut di dalam eter, aseton, benzen dan chloroform. Kelompok senyawa ini relatif beragam yang meliputi mulai dari produk-produk asam lemak yang berantai pendek sampai molekul yang sangat panjang dan kompleks. Namun demikian, secara kimia lemak merupakan ester dari asam lemak-asam lemak.

Sebagian besar lemak terdiri dari asam lemak. Umumnya asam lemak merupakan rantai lurus asam monokarboksilat yang panjang rantainya bervariasi mulai dari dua karbon (asetic) sampai 24 karbon (lignoceric). Struktur umum dari asam lemak dipresentasikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Struktur umum asam lemak H

H

R – C – C – OH O

(5)

Faktor kritis yang perlu diperhatikan mengenai lemak yang terkandung di dalam pakan adalah potensi terjadinya oksidasi selama penyimpanan. Hal ini disebabkan rasio antara hidrogen dan oksigen pada lemak sangat besar, sehingga potensi terjadinya pengikatan oksigen menjadi besar. Pengikatan oksigen di titik dimana adanya ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh menyebabkan terbentuknya aldehid dan keton. Aldehid dan keton ini menyebabkan bau tengik pada bahan pakan (Perry et al., 2003).

Ikan laut banyak mengandung asam lemak tidak jenuh, sehingga bila proses pengepresan pada saat produksi tepung ikan tidak sempurna, maka lemak masih banyak tersisa pada produk. Hal ini merupakan potensi turunnya kualitas tepung ikan selama penyimpanan, dengan demikian kandungan lemak tepung ikan merupakan kriteria penting yang harus diperhatikan di dalam penerimaan bahan baku. Menurut DSN (1996) kandungan lemak maksimal untuk tepung ikan dengan standar mutu I, II dan III berturut-turut 8%, 10% dan 12%.

Menurut prosedur AOAC 954.02 (AOAC,1999), penentuan lemak kasar dilakukan dengan ekstraksi menggunakan soxhlet. Sampel sebanyak 5 gram dalam bentuk tepung dibungkus dalam kertas saring dan diletakkan di dalam soxhlet. Alat kondenser dipasang di atasnya dan labu lemak di bawah (berat labu lemak sudah diketahui sebelumnya). Tuangkan pelarut dietil eter atau petroleum eter dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan. Lakukan refluks selama minimum 5 jam, sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak, tampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0 C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, timbang labu beserta lemaknya. Persentase lemak dihitung dengan rumus :

% 100 ) ( ) ( (%) x gram l beratsampe gram beratlemak Lemak = ... 4

Kandungan Asam Amino Lisin dan Metionin

Asam amino merupakan komponen utama penyusun protein. Kualitas protein sangat ditentukan oleh ketersediaan dan keseimbangan berbagai asam

(6)

amino di dalamnya. Berdasarkan perlu tidaknya disediakan di dalam ransum ternak, asam amino dikategorikan menjadi asam amino non-esensial dan asam amino esensial. Asam amino non esensial dapat disintesis di dalam tubuh hewan, sedangkan asam amino esensial tidak dapat disintesis sehingga harus disediakan di dalam ransum (Cheeke, 1999; Perry et al, 2003).

Ada 10 asam amino esensial untuk unggas yakni arginin, lisin, histidin, leusin, isoleusin, valin, metionin, treonin, triptopan dan penil alanin (Leeson dan Summers, 2001). Ketersediaan dan keseimbangan asam-asam amino tersebut akan mempengaruhi nilai nutrien ransum. Protein yang berasal dari biji-bijian tidak mampu memenuhi semua kebutuhan asam amino tersebut, karena keterbatasan jumlah lisin dan metionin (Miles dan Jakob, 2003). Sebahagian besar bahan penyusun ransum unggas berasal dari biji-bijian, sehingga kritis terhadap kedua macam asam amino tersebut. Berdasarkan hal itu, untuk menutupi kekurangan diperlukan bahan pakan lain. Salah satu bahan pakan sebagai sumber asam amino yang sudah umum digunakan adalah tepung ikan (Onwudike, 1981).

Asam amino mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Asam amino lisin mempunyai dua gugus amino (Gambar 4). Asam amino metionin merupakan asam amino yang mengandung unsur sulfur di dalam strukturnya (Gambar 5).

Gambar 4 Struktur kimia lisin COO -C N H H H CH2 CH2 CH2 N H H H

(7)

Gambar 5 Struktur kimia metionin

Penentuan asam amino menurut methode AOAC 994.12 (AOAC, 1999) dilakukan dengan hidrolisis asam. Sebelum dihidrolisis, terlebih dahulu sampel dioksidasi dengan asam performat. Sodium metasulfid ditambahkan untuk mendekomposisi asam performat. Asam-asam amino dibebaskan dari protein dengan menghidrolisisnya menggunkan 6 N HCl. Sampel yang telah dihidrolisis dilarutkan dengan buffer sodium sitrat atau dinetralkan, pH diatur mencapai 2.2, dan komponen-komponen asam amino secara individual dipisahkan dengan ion-exchange chromatograph.

Near Infrared untuk Analisis Komposisi Nutrien Bahan Pakan

Bila suatu radiasi berinteraksi dengan sampel, ia akan diabsorbsi, diteruskan atau dipantulkan. Hukum konservasi energi memungkinkan kejadian tersebut dapat diperhitungkan. Total energi radiasi pada sampel sama dengan jumlah energi yang diabsorbsi, diteruskan dan dipantulkan (Williams dan Norris, 1990; Osborne et al., 1993), dengan demikian bila energi yang dipantulkan dapat diukur dan energi yang diteruskan diatur supaya mempunyai nilai nol maka energi yang diabsorbsi dapat dihitung.

Suatu molekul mempunyai energi dalam berbagai bentuk misalnya energi vibrasi yang disebabkan perubahan periodik pada atomnya dari posisi kesetimbangannya. Di samping itu molekul juga mempunyai energi rotasi berdasarkan atas perputaran terhadap pusat gravitasinya. Besarnya perbedaan energi vibrasi dan rotasi pada molekul yang diradiasi akan mempengaruhi absorbsi near infrared.

COO -C N H H H CH2 CH2 S CH2

(8)

Data absorbsi near infrared sangat potensial digunakan untuk analisis bahan pakan. Keuntungan penggunaan near infrared adalah cepat, murah, persiapan sampel sederhana, tanpa penggunaan bahan kimia (Leeson dan Summers, 1997, 2001; Fontaine et al., 2001; Farrel, 1999; Wrigley,1999). Prediksi dengan metode ini hanya membutuhkan beberapa gram sampel dalam bentuk tepung, kemudian disinari menggunakan near infrared. Data reflektan dari penyinaran tersebut dikonversi menjadi nilai absorbsi, kemudian digunakan untuk memprediksi komposisi nutrien. Hal yang paling penting dalam analisis ini adalah kalibrasi hubungan antara data absorbsi dengan masing-masing kandungan nutrien. Proses kalibrasi membutuhkan sampel yang banyak dan algoritma yang sesuai, tetapi bila proses kalibrasi telah selesai maka proses analisis untuk setiap sampel membutuhkan waktu beberapa menit saja (Williams dan Norris, 1990; Osborne, et al., 1993).

Basis near infrared spectroscopy adalah chemometric yang mengaplikasikan matematika ke analisis kimia. Teknik ini merupakan integrasi spectroscopy, statistik dan ilmu komputer. Model matematik dibangun atas dasar hubungan antara komposisi kimia dengan absorbsi radiasi near infrared pada panjang gelombang antara 900 sampai 2500 nm. Pada spektrum tersebut kita mengukur terutama vibrasi hidrogen pada ikatan kimia dimana hidrogen terikat dengan atom lain seperti nitrogen, oksigen dan karbon. Pada umumnya bahan pakan tidak tembus cahaya, oleh sebab itu analisis near infrared cenderung menggunakan reflektan dari pada transmitan. Cahaya yang dipantulkan oleh sampel digunakan secara tidak langsung untuk mengukur jumlah energi yang diabsorbsi oleh sampel. Analisis near infrared mengukur absorbsi radiasi oleh komponen-komponen di dalam sampel misalnya ikatan peptida pada panjang gelombang tertentu. Komponen lain juga mengabsorbsi energi, namun bersifat mengganggu . Untuk mengurangi efek tersebut dilakukan perlakuan matematik dan regresi linier atau prosedur statistik lainnya pada data tersebut (Williams dan Norris,1990; Osborne et al., 1993).

Penelitian menggunakan near infrared untuk mengevaluasi kualitas pakan sudah banyak dilakukan. Fontaine et al. (2001) telah menggunakan near infrared untuk memprediksi kandungan asam amino esensial beberapa bahan pakan yakni

(9)

kedelai, rapeseed meal, tepung biji bunga matahari, kacang polong, tepung ikan, tepung daging dan tepung produk samping pemotongan ayam (poultry meal). Kalibrasi dilakukan dengan modified partial least-squares regression (MPLS). Hasil kalibrasi dan validasi untuk tepung ikan disajikan pada Tabel 1. Pada tabel terlihat hasil kalibrasi dan validasi protein menunjukkan SEC sebesar 1.55% dan 1.99% dari rata-rata kandungan protein sampel sebesar 64.30%. SEC dan SEP metionin berturut-turut 0.07 % dan 0.08% dari rata-rata 1.73%, sedangkan lisin 0.16% dan 0.20% dari rata-rata 4.67%.

Tabel 1 Hasil kalibrasi dan validasi near infrared (%) pada tepung ikan (Fontaine et al, 2001)

Kandungan Performa near infrared

Variabel rata-rata standar min mak Kalibrasi Validasi

deviasi SEC SEP

Bhn kering 92.20 1.97 87.70 97.00 0.56 0.63 Protein 64.30 5.68 45.50 78.00 1.55 1.99 Metionin 1.73 0.26 1.08 2.25 0.07 0.08 Sistin 0.58 0.08 0.33 0.81 0.05 0.05 Met+Sis 2.32 0.32 1.46 3.06 0.08 0.09 Lisin 4.67 0.76 2.71 6.17 0.16 0.20 Threonin 2.58 0.36 1.54 3.35 0.09 0.10 Triptophan 0.70 0.13 0.44 0.97 0.03 0.03 Arginin 3.66 0.48 2.31 4.81 0.13 0.15 Isoleusin 2.59 0.37 1.65 3.47 0.08 0.10 Leucin 4.52 0.61 2.81 5.89 0.14 0.17 Valin 3.09 0.39 2.04 3.98 0.11 0.13

Prediksi energi metabolis ransum unggas menggunakan near infrared telah dilakukan oleh Valdes dan Leesons (1992) yang menunjukkan bahwa metode kalibrasi dengan MLR lebih baik dibandingkan dengan principal components regression (PCR). Spektra near infrared yang digunakan adalah pada panjang gelombang 1500 nm, 1720 nm, 2216 nm dan 2192nm. Prediksi tersebut menghasilkan SEP 58 kcal/kg ransum dari sampel yang mempunyai kandungan energi metabolis rata-rata 2996 kcal/kg dan standar deviasi (SD) sebesar 211 kcal/kg. Cozzolino dan Morron (2004) telah memprediksi kandungan trace mineral dari berbagai macam bahan pakan leguminosa menggunakan near infrared di Uruguay. Pada penelitian tersebut digunakan metode kalibrasi MPLS. Hasil yang didapatkan menunjukkan akurasi yang masih rendah dimana rasio

(10)

SD/SEP berkisar antara 1.61 sampai 3.70. Prediksi komposisi nutrien ransum kelinci telah dilakukan oleh Xiccato et al.(1999). Pada penelitian tersebut didapatkan SEC dan SEP protein sebesar 0.75 % dan 0.77 %.

Jaringan Syaraf Tiruan untuk Kalibrasi Near Infrared

Patterson (1996) menyatakan bahwa JST merupakan simplikasi struktur dan operasi syaraf biologik. JST untuk memproses informasi sangat berbeda dengan perhitungan konvensional atau sistem statistik. Struktur masalah hampir sama dengan analisis regresi yakni input dan output diketahui. Namun demikian proses manipulasi data jauh berbeda. JST tersusun dari banyak satuan proses yang dihubungkan secara interkoneksi (Gambar 6). Syaraf-syaraf tersebut biasanya diorganisasi ke dalam kelompok yang disebut dengan layer (lapisan) . Lapisan input dihubungkan dengan lapisan output melalui hidden layer (lapisan tersembunyi). Keluaran dari lapisan input merupakan masukan untuk lapisan tersembunyi yang didapat dengan Persamaan 5 berikut :

) ( i ji

j I V

H =

× ... 5 dimana Hj adalah nilai simpul ke j pada lapisan tersembunyi dan Vji adalah pembobot antara simpul ke i pada lapisan input dengan simpul ke j pada lapisan tersembunyi. Keluaran dari lapisan tersembunyi merupakan masukan dari lapisan output yang dihitung dengan Persamaan 6 berikut:

) ( j kj

k H W

O =

× ... 6 dimana Okadalah nilai output ke k dan Wkjadalah pembobot antara simpul ke j pada lapisan tersembunyi dengan simpul ke k pada lapisan output. Nilai output tersebut selanjutnya diaktivasi dengan fungsi sigmoid pada persamaan 7 berikut :

k O k k e O f Y β + = = 1 1 ) ( ... 7 dimana β konstanta.

(11)

Gambar 6 Arsitektur JST (Patterson, 1996).

JST mempelajari hubungan input dan output melalui proses modifikasi pembobot melalui pelatihan. Salah satu metode pelatihan yang umum dipakai adalah back propagation. Algoritma backpropagation menggunakan error dari output untuk mengubah nilai pembobot dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat perambatan maju simpul-simpul harus diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi (Patterson, 1996 dan Kusumadewi, 2004). Algoritma pelatihan menggunakan back propagation menurut Patterson (1996) adalah sebagai berikut :

1. Tentukan semua pembobot awal V dan W dengan menggunakan bilangan random.

2. Secara acak pilih pasangan sampel pelatihan (Ip, Tp) dimana Ip adalah nilai input sampel ke p dan Tp adalah nilai target sampel ke p, selanjutnya hitung nilai output setiap unit j pada setiap lapisan ke q, jadi

(

q

)

ji i q i q j f O w O =

−1 ... 8 input-input pada lapisan pertama diindeks dengan superskrip 0, maka

j j I O0 = ... 9 W1m W13 W12 W11 V3n V1n vmn Vm3 V13 Vm2 V32 V22 V12 Vm1 V31 V21 V11 H1 H2 H3 . . . Hm I1 I2 I3 In O1 Lapisan input Lapisan tersembunyi Lapisan output

(12)

3. Gunakan nilai OQj hasil perhitungan pada lapisan terakhir dan nilai target Tp pada sampel tersebut untuk menghitung delta pada semua unit j sebagai berikut

(

) ( )

Q j p j Q j Q j O T f H ' − = δ ... 10 dimana i i ij Q j v I H =

4. Hitung delta untuk masing-lapisan lapisan sebelumnya (backpropagation)

( )

q ji i q i q j q j f H

w − − = δ δ 1 1 ... 11

untuk semua j pada lapisan q = Q, Q-1, ..., 2.

5. Perbaharui semua nilai pembobot wji menggunakan persamaan q ji old ji new ji w w w = +Δ ... 12 pada masing-masing lapisan q dimana

1 − = Δ q j q i q ji O w ηδ ...13 dimana ηadalah konstanta learning rate.

6. Kembali ke langkah 2 dan ulangi untuk setiap sampel sampai jumlah iterasi yang diinginkan terpenuhi.

JST telah banyak diimplementasikan dalam berbagai bidang diantaranya dalam bidang pakan ternak. Suroso et al. (1999) telah menggunakan JST untuk mengoptimisasikan pemberian pakan sapi berdasarkan data spektra near infrared pada susu yang dihasilkan. Hasil penelitian tersebut menunjukan tingkat prediksi 100 % bila menggunakan data pelatihan. Pada saat validasi diperoleh tingkat prediksi 93.3 %. Cravener dan Roush (2001) menggunakan JST untuk memprediksi profil asam amino dalam bahan pakan. Penelitian tersebut menggunakan hasil analisis proksimat (protein, kadar air, lemak, serat kasar dan abu) sebagai input dan asam amino ( metionin, lisin, total asam amino yang mengandung sulfur, triptopan, tirosin, treonin dan arginin) sebagai output. Hasil penelitian menunjukkan r2 asam amino tepung ikan antara 0.95 sampai 0.99. Gordon et al. (1998) menggunakan JST untuk pengenalan pola hasil photoacoustic fourier transform infrared spectroscopy (FTIR) untuk mendeteksi jamur mycotoxigenic di dalam biji-bijian. Hasil penelitian menunjukkan prediksi 100 % dan 94 % benar pada saat pelatihan dan saat validasi. Ruan et al. (2002)

(13)

mengembangkan JST untuk menentukan level deoxynivalenol (toksin hasil metabolik sekunder dari jamur Fusarium) pada barley. Pada penelitian tersebut digunakan spektra near infrared sebagai input dan level deoxynivalenol sebagai output. Hasil penelitian menunjukan r2 sebesar 0.93.

Aplikasi JST sebagai metode kalibrasi terbukti mempunyai akurasi yang lebih baik dibandingkan dengan PLS dan PCR. Wang et al. (2002) telah membuktikan bahwa kalibrasi menggunakan JST menghasilkan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan PLS pada klasifikasi kerusakan biji kacang kedelai menggunakan spektra near infrared. Rata-rata klasifikasi yang benar 94.00 % pada saat kalibrasi dan 89.80 % saat validasi, sedangkan dengan PLS rata-rata klasifikasi yang benar hanya 70.33 % pada saat kalibrasi, dan 71.00 % saat validasi. Horimoto et al. (1997) juga telah membuktikan bahwa JST memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan PLS dan PCR. Tabel 2 memperlihatkan perbandingan kemampuan JST, PLS dan PCR dalam memprediksi kerusakan susu oleh mikroba P fragi dan P. flourescene menggunakan dynamic headspace gas chromatograph. Pada tabel terlihat bahwa rata-rata SEP lebih rendah pada JST (21.7 %) dibandingkan PLS (29.5 %) dan PCR (33.3 %). JST mencapai r2 yang tertinggi yakni 0.80, dibandingkan dengan PLS (0.69) dan PCR (0.59).

Tabel 2 Perbandingan kemampuan JST, PCR dan PLS untuk memprediksi kerusakan susu oleh mikroba P. fragi dan P. flourescene (Horimoto et al.,1997) trial SEP (%) r2 JST PLS PCR JST PLS PCR 1 21.2 20.3 26.0 0.75 0.78 0.70 2 8.5 28.9 35.7 0.96 0.89 0.81 3 23.1 43.7 45.3 0.93 0.61 0.52 4 9.0 20.2 21.8 0.95 0.85 0.79 5 36.8 13.5 37.5 0.41 0.30 0.13 Rata-rata 21.7 29.5 33.3 0.80 0.69 0.59

Gambar

Gambar 5  Struktur kimia metionin
Tabel 1  Hasil kalibrasi dan validasi near infrared (%) pada tepung ikan (Fontaine  et al, 2001)
Gambar 6  Arsitektur JST (Patterson, 1996).

Referensi

Dokumen terkait

Maka para ahli menentukan syarat minimal usia perkawinan sebagaimana tercantum dalam undang-undang perkawinan pasal 7 ayat (1)yaitu, batas minimal bagi laki-laki umur19

Revolusi Islam membawa pengaruh besar terhadap kondisi sosial masyarakat Arab yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial yang dijiwai oleh ajaran Islam dan

Karakter diagnostik  : yang ditunjukkan pada cangkang fosil adalah cangkang yang sangat cembung; Umumnya profil shell adalah bentuk kipas; Ekuivalen; yg sisinya tdk

menggunakan perangkat pembelajaran pada konsep daur ulang sampah terhadap hasil belajar dan keterampilan berpikir tingkat tinggi biologi di SMA. 2) Bagi siswa,

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan dan beberapa kajian teoritis yang telah dibahas, hipotesis dalam penelitian ini adalah Current Ratio dan Debt to Equity Ratio

Metode yang dilakukan adalah analisa mikrobiologi (jumlah total bakteri dan kapang ; identifikasi bakteri dan kapang.), kekerasan dan sensoris Hasil penelitian

Untuk membantu proses penelitian ini dilakukan dan dibutuhkan beberapa sumber yang dapat menjadi acuan dalam pembahasan serta menjadi refrensi, meneliti proses

Korelasi empiris yang diperoleh sangat bermanfaat untuk meramalkan kondisi proses di dalam pembuatan microsphere berdiameter sesuai yang diinginkan, misalnya sebagai