• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Hoeve Ltd., 1965), h. 93,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Hoeve Ltd., 1965), h. 93,"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Di negara Indonesia, tradisi filsafat Islam memang belum berkembang secara pesat. Padahal, negara ini dikenal sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Dahulu, tradisi filosofis memang pernah berkembang secara pesat di Nusantara. Sejak periode sebelum zaman Kolonialisme (abad ke-16-18 M), kawasan Aceh, sebagai pusat penyebaran Islam Asia Tenggara,1 menjadi pusat kegiatan ilmiah terkemuka dunia Islam Melayu.2 Para pemikir Aceh berhasil membangun sebuah tradisi filosofis khas Aceh. Tokoh-tokoh seperti Hamzah Fanshuri, Syams al-Din Sumatrani, dan ‘Abd al-Rauf al-Sinkeli beserta sejumlah karya besar mereka menjadi bukti kuat betapa tradisi filosofis pernah berkembang di Aceh.3 Karena itulah, Aceh berhasil membangun sebuah peradaban emas kala itu. Tetapi, kegagalan kerajaan Islam Aceh Raya Darussalam memperbaiki kondisi kerajaan, kebebasan akademis kurang dihargai, dan semakin kuatnya penetrasi para penjajah seperti Belanda dan Jepang, membuat tradisi filosofis Aceh terus mengalami kemunduran

1Bernard H. M. Vlekke, Nusantara: A History of Indonesia (The Hague: W. Van Hoeve Ltd., 1965), h. 93, 121-122.

2Smith bahkan menyebutkan bahwa kerajaan Islam Aceh Raya Darussalam menjadi salah satu dari lima kerajaan Islam terbesar pada zaman Modern, selain Kerajaan Islam Turki Utsmani di Turki, Kerajaan Islam Mughal di India, kerajaan Islam Safawi di Isfahan, Persia, dan kerajaan Islam Maroko di Rubat, Afrika Utara. Wilfred Cantwell Smith, Islam in Modern History (Princeton: Princeton University Press, 1957), h. 38.

3Lihat Syed Muhammad Naquib al-Attas, A Commentary on the Hujjat

al-Shiddiq of Nur al-Din al-Raniri (Kuala Lumpur: Ministry of Culture Malaysia, 1986), h. 6-7; Idem, Raniri and the Wujudiyah of 17th Century Acheh (Singapore: MBRAS, 1966), h.

14-42; Idem, The Mysticism of Hamzah Fanshuri (Kuala Lumpur: Universitas Malaya, 1970); Idem, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu (Bandung: Mizan, 1990), h. 68-69; Abdul Hadi W. M, Tasawuf Yang Tertindas: Kajian Hermeneutik Terhadap Karya-Karya Hamzah Fanshuri (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 158-159.

(3)

signifikan.4 Sejak itulah, peradaban emas Aceh berubah menjadi peradaban kerikil. Kini, sejumlah pemikir Indonesia mulai menyadari arti penting tradisi filosofis bagi kebangkitan sebuah peradaban emas masa depan, sehingga mereka terus berupaya menghidupkan kembali tradisi filosofis di tanah air.

Akan tetapi, upaya tersebut banyak menghadapi berbagai kendala. Upaya tersebut setidaknya terhadang oleh sejumlah faktor. Pertama. Ada anggapan bahwa filsafat itu ilmu paling sukar dipelajari, sehingga belajar filsafat bisa memusingkan pikiran seseorang. Filsafat dipandang sebagai pelajaran tingkat tinggi, sehingga pengkajinya juga harus memiliki IQ yang tinggi.

Kedua. Ada pula pandangan bahwa filsafat itu haram dipelajari,

karena filsafat akan dapat mendangkalkan akidah seseorang. Akibatnya, pelajaran filsafat dianggap sangat berbahaya dan menakutkan, sehingga filsafat harus dijauhkan dari kehidupan seseorang. Faktanya memang demikian. Filsafat menjadi momok bagi banyak orang. Karenanya, kuantitas penekun filsafat sangat minim sekali. Setidaknya, dua faktor ini telah turut menjadi pengganjal besar bagi upaya menghidupkan kembali ilmu-ilmu filosofis (ihya’ ‘ulum al-falasifah) di tanah air.

Sebenarnya, kedua anggapan tersebut sangat keliru. Filsafat bukanlah ilmu sulit, tetapi ilmu mudah. Filsafat menjadi sulit dipelajari sedikitnya karena tiga alasan berikut ini. (1).

Seseorang tidak memiliki positif thinking sebelum mempelajari filsafat. Biasanya, sebelum mulai mempelajari filsafat, seseorang sudah memiliki negatif thinking bahwa filsafat itu sangat susah dipelajari. Anggapan tersebut pun tertanam sangat kuat di dalam jiwanya, dan pada akhirnya, orang tersebut akan yakin bahwa ia tidak akan mampu memahami pelajaran filsafat. Jadi, sikap pesimis ini membuat pelajaran filsafat menjadi sulit. Karena itu, seseorang seharusnya memiliki sifat optimis dan

4Lihat Ja’far, Warisan Filsafat Nusantara: Sejarah Filsafat Islam Aceh Abad

(4)

yakin akan mampu memahami pelajaran filsafat, meskipun ia belum mempelajarinya. (2) Seseorang tidak mempelajari filsafat secara langsung kepada filosof atau ahli filsafat. Padahal agama mengajarkan bahwa seseorang harus menanyakan sebuah persoalan langsung kepada ahlinya, bukan kepada yang bukan ahlinya.5 Logis sekali bahwa tidak akan mungkin filsafat akan dimengerti secara baik, jika seseorang tidak berguru langsung kepada filosof atau ahli filsafat. Selama ini, seseorang sulit memahami pelajaran filsafat karena orang tersebut tidak berguru langsung kepada ahlinya. Banyak kasus bahwa sekelompok mahasiswa mempelajari filsafat dari seorang dosen non-filosof. Artinya, dosen tersebut tidak menguasai materi filsafat secara baik, atau filsafat bukan menjadi spesialisasi keilmuannya. Terang saja, para mahasiswa akan sulit memahami filsafat. (2) Filsafat tidak diajarkan kepada seseorang sejak dini. Kurikulum pendidikan telah mengkhususkan pelajaran filsafat hanya kepada pelajar tingkat tinggi, yaitu mahasiswa. Jadi, filsafat sama sekali tidak pernah dikenalkan kepada pelajar tingkat dasar dan menengah. Akibatnya, setelah mereka menjadi seorang mahasiswa, mereka tidak memiliki kesiapan mental dan intelektual ketika mereka mulai mempelajari filsafat. Karena itu, revisi kurikulum tampaknya mutlak diperlukan, agar pelajaran filsafat bisa dan mulai diberikan kepada pelajar tingkat dasar dan menengah, meskipun sebatas pengenalan umum belaka. Sekali lagi, filsafat itu mudah dipelajari dan tidak sulit jika dipelajari secara baik dan benar.

Filsafat dianggap berbahaya karena ada pendapat bahwa hukum mempelajari filsafat adalah haram. Barangkali, secara historis, pendapat bahwa filsafat itu haram, muncul sebagai penafsiran dari sikap al-Ghazali (w. 1111 M) yang mengkritisi filsafat. Dalam dua karya besarnya, Tahafut al-Falasifah dan kitab

al-Munqidz min al-Dhalal, al-Ghazali telah mengkritik bahkan

(5)

mengkafirkan sejumlah pendapat para filosof Muslim.6 Akibat kritikan tersebut, pelajaran filsafat kurang digemari oleh para intelektual Muslim Sunni Abad Pertengahan. Kendati Ibn Rusyd membalas balik kritikan al-Ghazali tersebut,7 namun filsafat terus berada di ujung tanduk. Kritik al-Ghazali ini memberikan pengaruh besar terhadap alam pikiran umat Islam. Dunia Sunni mulai meyakini bahwa pemikiran filsafat bukan saja tidak berguna, tetapi juga anti Islam. Mereka pun membatasi bahkan menjauhi kajian-kajian filsafat.8 Filsafat memang terus dilestarikan oleh sejumlah kecil komunitas Muslim, misalnya oleh para pemikir Syi’ah Iran, sedangkan para pemikir Sunni sudah ratusan tahun tidak ikut mengembangkan tradisi filosofis. Dengan demikian, pandangan bahwa filsafat haram dipelajari oleh umat Islam telah muncul sejak abad ke 12 M, dan pendapat ini terus eksis sampai periode Modern.

Pendapat ini terus didukung oleh sejumlah umat Islam periode Modern. Apalagi sejak filsafat Barat Modern memasuki dunia Islam, dukungan ini semakin kuat, karena beberapa dari mereka menilai bahwa filsafat Barat dapat mendangkalkan akidah umat. Kesimpulan ini muncul setelah mereka melihat sejumlah filosof Barat mengkritisi eksistensi agama, bahkan sebagian filosof Barat anti terhadap agama. Pada akhirnya, fenomena ini semakin mengukuhkan pendapat bahwa filsafat haram dipelajari oleh umat Islam.

6Lihat al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1966), h. 307-308; Al-Ghazali. Al-Munqid min al-Dhalal, Arabic Text and translation to French by Farid Jabre (Beirut: al-Lajnah al-Lubnaniyah li al-Tarjamah al-Rawa’i‘, 1969).

7Lihat Ibn Rusyd, Tahafut al-Tahafut (Kairo: Dar al-Ma’arif bi al-Mishr, 1968); Oliver Leaman, Pengantar Filsafat Islam, terj. Amin Abdullah (Jakarta: Rajawali Press, 1989), h. 1-30; Idem, A Brief Introduction to Islamic Philosophy (Cambridge: Polity Press, 1999), h. 6-8.

8C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), h. 104; Isma’il R. al-Faruqi dan Lois Lamya’ al-Faruqi, The Cultural Atlas of Islam (New York: Macmillan Publishing Company, 1986), h. 300-301.

(6)

Pada dasarnya, filsafat sebagai ilmu rasional tentang segala keberadaan, tidak haram dipelajari oleh umat beragama, jika filsafat dipelajari secara baik dan benar, karena filsafat mampu memperkokoh keberagamaan seseorang. Literatur primer Islam, al-Qur’an dan hadis, bahkan memerintahkan umat Islam mempelajari filsafat. Pernyataan ini didasari oleh beberapa argumen. (1) Allah SWT. memerintahkan umat Islam agar mendayagunakan potensi akalnya. (2) Allah SWT. memurkai orang-orang yang enggan menggunakan potensi rasionya,9 dan merendahkan derajat mereka bahkan lebih rendah dari derajat hewan ternak sekalipun.10 (3) Allah SWT. menyeru umat Islam memperoleh filsafat, karena filsafat merupakan karunia terbesar dari Allah SWT, dan berfilsafat menjadi karakter dari sosok ulu

al-albab.11 (4) Allah SWT. memerintahkan kepada umat Islam

mendakwahkan agama Islam secara rasional (bi al-hikmah).12 Karena itu, tidak ada alasan menjauhi filsafat, dan pandangan bahwa filsafat itu haram dipelajari, jelas tidak bisa diterima kevalidannya.

Secara historis, kendati al-Ghazali mengkritisi filsafat, namun ia tidak menyatakan ilmu-ilmu filosofis dihukumi tercela secara keseluruhan. Di satu segi, ia mengkritik metode rasional kaum filosofis dan menganggapnya sebagai metode yang lemah untuk meraih kebenaran. Karena itu, ia membid’ahkan bahkan mengkafirkan sejumlah kesimpulan para filosof. Di segi lain, ia menyatakan bahwa beberapa cabang filsafat boleh dipelajari umat Islam seperti matematika, fisika, dan logika.13 Tampaknya jelas bahwa sebenarnya al-Ghazali tidak pernah mengharamkan

9Q.S. Yunus/10: 100. 10Q.S. al-A‘raf/7: 179. 11Q.S. al-Baqarah/2: 269. 12Q.S. al-Nahl/16: 125.

13Osman Bakar, Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu Menurut

al-Farabi, al-Ghazali, dan Quthb al-Din al-Syirazi, terj. Purwanto (Bandung: Mizan, 1999), h. 212-215, 240-244.

(7)

filsafat sebagai sebuah disiplin ilmu, tetapi benar bahwa ia mengkafirkan sejumlah konsep metafisika kaum Peripatetik. Barangkali, sejumlah ahli hanya keliru memahami kritikan al-Ghazali terhadap filsafat sebagai pengharaman terhadap filsafat. Tegasnya, filsafat itu tidak sulit dipelajari. Belajar filsafat tidak membuat pusing pikiran seseorang, apalagi sampai stres. Pembahasan filsafat juga tidak memputar-putar pikiran seseorang, sehingga pikirannya menjadi bingung. Tetapi, tidak mempelajari filsafat memang bisa membuat hidup orang menjadi sukar dan pikirannya akan menjadi pusing dalam menjalani kehidupan ini. Sebab, orang tersebut tidak akan terbiasa mengaktualkan potensi akalnya, sehingga akalnya menjadi beku. Orang tersebut pasti akan bimbang menghadapi masalah hidupnya. Pikiran orang tersebut juga bisa diputar-putar oleh segala permasalahan hidup, sehingga orang tersebut menjadi bimbang. Belajar filsafat secara baik dan benar bahkan bisa membuat IQ seseorang menjadi superior, kendati awalnya IQ orang tersebut tergolong rata-rata. Sekali lagi, belajar filsafat sangat penting.

Buku kecil ini sengaja ditulis atas dasar keinginan kuat mengembangkan tradisi filosofis di Nusantara. Kendati kurang memiliki bobot, setidaknya buku ini bisa menjadi inspirasi bagi para pemula filsafat betapa tradisi filsafat sangat penting bagi pengembangan peradaban umat Islam. Apalagi dunia Islam telah memiliki khazanah intelektual Islam yang kaya, tetapi kini telah menjadi “mutiara” terpendam. Demikian pula, setidaknya buku kecil ini bisa menambah kuantitas literatur filsafat versi bahasa Indonesia. Karena banyak kelemahan, buku ini jelas tidak akan secara otomatis bisa menghidupkan dan melestarikan kembali khazanah filsafat Islam tanah air, akan tetapi, bukankah sebuah bongkahan batu besar akan hancur karena tetesan-tetesan air secara kontinyu?

Setidaknya, buku ini juga menjadi penawar bagi bangsa Indonesia yang terlalu banyak menelan pil tidur. Seperti klaim

(8)

Mulyadhi Kartanegara, umat Islam Indonesia ibarat raksasa yang sedang tidur (the sleeping giant), meski dikenal sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, bangsa lain tidak sedikit pun merasa gentar dengan kebesaran kuantitas tersebut. Sekalipun besar, tetapi tidak pernah memberikan pengaruh apa pun kepada bangsa lain. Semua ini dikarenakan umat Islam kurang mengapresiasi ilmu pengetahuan, sehingga mereka jauh dari kemajuan.14 Semua ini karena bangsa ini tidak cinta filsafat.

Sebagai sebuah pengantar, buku ini hanya membahas hakikat filsafat Islam secara umum. Secara khusus, buku ini menguraikan definisi filsafat, metode meraih kebijaksanaan, ciri berpikir filosofis, lingkup kajian filsafat, manfaat filsafat, dan aliran-aliran intelektual Islam. Buku ini tentu tidak berpretensi membahas filsafat secara rinci dan tuntas, karena uraian tentang hakikat filsafat ini hanya sebatas pengenalan umum belaka.

Dalam analisisnya, buku ini akan menggunakan tiga pendekatan yaitu pendekatan normatif, filosofis, dan historis. Pendekatan normatif digunakan sebagai metode memotret pandangan wahyu, baik al-Qur’an dan hadis, tentang filsafat. Pendekatan kedua dijadikan sebagai sarana melihat pandangan para ahli (filosof) tentang tema-tema filsafat. Sedangkan dengan pendekatan historis, tema-tema filsafat akan dilihat dari sudut pandang sejarah. Ketiga pendekatan ini dipilih karena dianggap dapat memperkaya analisis buku ini.[]

14Lihat Mulyadhi Kartanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam (Jakarta: Baitul Ihsan, 2006), h. 1-2.

Referensi

Dokumen terkait

Dewan Penyantun Tim Penggerak PKK adalah unsur pendukung pelaksanaan program PKK yang terdiri atas pimpinan instansi/lembaga yang membidangi tugas pemberdayaan dan

Dalam program kewirausahaan, diciptakan produk kosmetik tradisional yang diberi nama “Masker Ketan Hitam Sebagai Penghilang Jerawat” dengan alasan untuk memberikan rasa kesukaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel motivasi kerja terhadap kinerja pegawai di kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bone

VRS dipilih dengan pertimbangan bahwa dalam usahatani jagung ini, penambahan penggunaan faktor produksi sebesar satu satuan tidak selalu menghasilkan penambahan

Manager Stasiun Lothar Stöckmann (kiri) menyimpulkan detil teknis untuk Stasiun Bumi Usingen kepada Luo Shigang (kanan), editor teknis dari majalah khusus China “TV Satelit

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan melalui beberapa tindakan dari siklus I, II, III maka dapat ditarik kesimpulan, dengan penerapan pembelajaran

Dengan m em anfaakan perkem bangan teknologi khususnya sm artphone maka diharapkan dapat menjadi solusi dalam keterbatasan jumlah kom puter yang ada di STTA, sehingga

Pada Juni 2017, terjadi peningkatan NTN sebesar 0,67 persen dibandingkan Mei 2017 yaitu dari 101,12 menjadi 101,80 Peningkatan NTN ini disebabkan karena laju indeks harga yang