• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembagian kewenangan dalam pemerintahan yang bersifat desentralisasi

disadari sangat diperlukan dan tepat untuk diterapkan di negara yang memiliki

sebaran wilayah kepulauan yang luas dengan keanekaragaman budaya majemuk

serta Indonesia ini. Di samping memudahkan koordinasi dalam pemerintahan,

sistem desentralisasi lebih demokratis karena implementasi kekuasaan

diselaraskan dengan karakter budaya dan kebiasaan daerah masing-masing.

Sering terdapat kecenderungan untuk mempertentangkan antara negara

federal dengan otonomi daerah dalam negara kesatuan.Federalisme adalah suatu

wahana untuk memperhatikan perbedaan daerah (budaya, bahasa dan sebagainya)

dengan memberikan suatu otonomi politik yang luas.Pada kenyataannya

federalism dan regionalism merupakan dua realitas politik yang berbeda.Negara

federal adalah hasil dari penggabungan sejumlah negara bagian yang

masing-masing merupakan suatu perwujudan politik yang tidak harus homogeny,

contohnya negara-negara bagian Amerika Serikat.1Sedangkan otonomi daerah

dalam negara kesatuan sebagaimana yang dimaksudkan di Indonesia adalah

kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahannya sebagaimana ditentukan oleh undang-undang.

1

(2)

Salah satu wujud pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah penentuan

sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri

dengan potensinya masing-masing. Kewenangan daerah tersebut diwujudkan

dengan memungut pajak daerah dan retribusi daaerah yang diatur dengan UU No.

28 Tahun 2009 yang merupakan penyempurnaan dari UU No. 34 Tahun 2000 dan

peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan

PP 66 Tahun 2001 tentang Retibusi Daerah.2

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah salah satu sumber keuangan daerah

yang juga merupakan ujung tombak dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

otonom. Setiap kegiatan pemerintahan baik tugas pokok maupun

Wewenang mengenakan pungutan pajak atas penduduk setempat untuk

membiayai layanan masyarakat merupakan unsur yang penting dalam sistem

pemerintahan daerah. Di Indonesia, hingga sekarang pemerintahan daerah baik

provinsi maupun kabupaten/kota memiliki kewenangan mengenakan pajak,

meskipun jumlah penerimaan pajak daerah relatif kecil dibandingkan dengan

penerimaan pajak nasional. Sistem pajak daerah yang digunakan selama ini

mengandung banyak kelemahan sehingga manfaat yang diperoleh lebih kecil dari

pada besarnya beban pajak yang diemban oleh masyarakat.Oleh karena itu, dalam

tahun-tahun terakhir, pemerintah tengah melakukan perubahan besar dalam sistem

pajak nasional dan sistem pajak daerah.Idealnya dalam melaksanakan otonomi

daerah harus bertumpu pada sumber-sumber dari daerah itu sendiri, dalam

regulasi keuangan daerah lazim disebut dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2

(3)

tugaspembantuan dapat terlaksana efektif dan efisien jika diimbangi oleh adanya

pendapatan asli daerah, sebagai salah satu media penggerak program pemerintah.

Pendapatan asli daerah diperoleh dari hasil pajak daerah, hasil distribusi, hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah yakni hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan,

jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata

uang asing dan kondisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dan

penjualan dan atau pengadaan barang atau jasa oleh daerah.

Dengan adanya Pendapatan Asli Daerah maka akan meminimalisir

ketergantungan daerah terhadap bantuan pusat. Oleh karena itu daerah diberikan

kewenangan untuk menggali potensi daerahnya masing-masing untuk

meningkatkan pendapatan asli daerah masing-masing.

Seiring dengan kebijakan otonomi daerah yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan

kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

melaksanakan kewenangan atas prakarsa sendiri sesuai dengan kepentingan

masyarakat setempat dan potensi daerah masing-masing berdasarkan peraturan

perundang-undangan. Pelaksanaan otonomi daerah tersebut dititik beratkan pada

pemerintah kabupaten dan kota, yang dimaksudkan agar daerah yang

bersangkutan dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya sendiri oleh

karena itu perlu upaya serius dilakukan oleh daerah kabupaten untuk

(4)

daerah tidak mampu menyelenggarakan tugas, kewajiban serta kewenangan dalam

mengatur dan mengurus rumah tangganya, selain itu juga menjadi cirri pokok dan

mendasar dari suatu daerah otonomi hilang.

Setiap daerah memiliki kebijakan keuangan masing-masing sesuai dengan

peraturan daerah. Adapun kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk

meningkatkan pendapatan asli daerah keadaan keuangan daerah sangat

menentukan corak, bentuk, serta kemungkinan-kemungkinan kegiatan yang akan

dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Namun perlu juga diperhatikan bahwa

peningkatan pendapat asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang lebih

luas tidak hanya ditinjau dari segi daerah masing-masing tetapi dalam kaitannya

dengan kesatuan perekonomian Indonesia.

Peningkatan keuangan daerah utamanya melalui pendapat asli daerah

merupakah hal yang dikehendaki setiap daerah karena keuangan daerah adalah

hak dan kewajiban.Merupakan hak daerah untuk mencari sumber pendapatan

daerah yang berupa pungutan pajak daerah, retribusi daerah atau sumber

penerimaan lain-lain yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang

berlaku.Sedangkan kewajiban adalah kewajiban daerah untuk mengeluarkan uang

dalam rangka melaksanakan semua urusan pemerintah di daerah.

Sumber PAD berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah terdiri dari :

a. Pajak Daerah,

(5)

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (Laba Badan Usaha

Milik Daerah) dan

d. Lain-lain PAD yang sah.3

Diantara sumber PAD tersebut yang paling dominan yang memberikan kontribusi

bagi daerah adalah Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Kriteria utama yang paling mendasar agar pajak daerah dan retribusi

daerah sejalan dengan arti/hakekat sebenarnya dari pungutan tersebut adalah

diupayakan kesejahteraan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya

seluruh rakyat. Terdapat perdebatan yang cukup serius mengenai tujuan bangsa

ini, apakah kemandirian ataukah kesejahteraan rakyat yang lebih didahulukan,

walaupun dengan jelas dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan

negara adalah untuk kesejahteraan rakyat.4

Kemandirian dimaksud disini adalah sebuah bangsa mandiri yang tidak

tergantung pada bangsa-bangsa lain. Terkait dengan dialektika antara kemandirian

dan kesejahteraan di era global ini, seharusnya diartikan bahwa kemandirian

bangsa lebih diutamakan untuk mendukung dan membangun kesejahteraan

rakyat.Kemandirian bangsa bertujuan mensejahterakan rakyat adalah merupakan

suatu keharusan untuk menyelenggarakan pemerintahan dalam suatu

negara.Tanpa ada kemandirian posisi pemerintah dari sisi finansial menjadi lemah

dan akan terus bergantung pada bantuan luar negeri yaitu berupa pinjaman yang

pada akhirnya selain membebani rakyat secara politis kebijakan pemerintah

3

UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 6.

4

(6)

menjadi gamang karena selalu dipengaruhi oleh negara-negara donor dengan

berbagai kepentingannya.

Dalam rangka kemandirian itulah peran pajak dan retribusi daerah untuk

membiayai pembangunan di Indonesia ini menjadi teramat penting. Disadari

bahwa implikasi pungutan pajak dan retribusi daerah akan membawa dampak

yang contraproductive dilakukan dengan semena-mena tidak sesuai dengan rasa

keadilan, dan justru bertentangan dengan tujuan negara yang telah diikrarkan

dalam pembukaan UUD 1945, yaitu mensejehterakan rakyat. Oleh karena itu

pungutan pajak secara implisit diatur dalam UUD 1945 dasar konstitusi RI yaitu

bahwa pajak “memiliki sifat memaksa untuk keperluan negara”, menjadi penting,

hingga makna pajak tidak saja sebagai kewajiban tetapi lebih dari itu merupakan

hak warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam membiayai pembanguna negara.

Negara kita mendasarkan hukum (rechstaat) dan tidak berdasarkan atas

kekuasaan belaka (maachsstaat), hal ini ditemukan pada beberapa ketentuan

yakni: (a) Penjelasan UUD 1945 mengenai sistem pemerintahan, (b) penegasan

penolakan terhadap kekuasaan yang bersifat absolutisme, (c) negara hukum di

Indonesia, (d) sejalan dengan negara demokrasi, (e) kekuasaan kepala negara

terbatas bukan tak terbatas, (f) dan dalam batang tubuh mengatur rumusan tentang

hak-hak kemanusiaan. Dalam negara hukum yang bertujuan mensejahterakan

seluruh warga negaranya (welfarestate), pemungutan pajak negara harus

didasarkan pada undang-undang. Politik hukum nasional dibidang perpajakan

dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ketiga Bab VII Pasal 23A, yang

(7)

keperluan negara diatur dengan undang-undang”. Sebelumnya dasar pemungutan

pajak di Indonesia berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan

bahwa “segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.5

Berbeda dengan pengaturan dasar dalam UUD 1945 sebelum

Amandemen: pungutan pajak berdasarkan undang-undang mengandung makna

bahwa jenis peraturan-peraturan perundang-undangan selain terdapat dalam

hierarki perundang-undangan diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan

hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi. Berbeda halnya dengan peraturan Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, pengaturan disini bersifat umum dan mengatur Perubahan dasar pengaturan pajak tersebut, terjadi pada amandemen ketiga

pada 9 November 2001 yang sebelumnya pungutan pajak berdasarkan

Undang-Undang, kemudian diubah menjadi diatur dengan undang-undang, dimana

mengandung perubahan makna yang mendasar. Bagi penganut aliran hukum

Positivisme, berpendapat segala pungutan pajak apabila diatur selain dengan

undang-undang menjadi tidak sah/inkonstitusionil.Tetapi bagi aliran moderat yang

dianut oleh pembuat Undang-Undang kita, walaupun sahnya pungutan pajak harus

ditetapkan dengan undang-undang tetapi dapat didelegasikan kepada peraturan

perundang-undangan dibawahnya sepanjang masih dikehendaki hierarki

perundang-undangan.Akan tetapi peraturan perundang-undangan yang dibawah

tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.

5

(8)

batasan nama pemerintah daerah boleh dan dilarang memungut Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah. Untuk pemberlakuan bagi masing-masing daerah,

Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 mengamanatkan harus ditetapkan dengan Peraturan

Daerah.

Hal tersebut dapat dimaklumi, karena pajak daerah dan retribusi daerah

adalah sekedar sarana untuk penerimaan daerah. Adalah merupakan kewenangan

daerah, jenis pajak dan retribusi daerah serta besaran tarifnya yang akan

ditetapkan sebagai pemasok penerimaan APBD atas dasar potensi dan dalam

rangka pemikiran hendaknya pungutan pajak dan retribusi daerah tidak menjadi

kontra produktif karena faktor persaingan daerah dalam menarik investor bagi

daerahnya. Disisi lain, penetapan pungutan pajak daerah dengan peraturan daerah,

tidak menyalahi hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur

dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.6

Tegasnya, setelah Amandemen Ketiga UUD 1945, Peraturan Menteri

Dalam Negeri, Peraturan Menteri Keuangan, dan Peraturan Kepala Daerah tidak

boleh lagi mengatur pungutan pajak yang bersifat politik, karena kebijakan

tersebut bukan merupakan bagian dari perundang-undangan sebagaimana diatur

dalam UU No. 12 Tahun 2011.7

Keberhasilan dalam pemungutan pajak dipengaruhi oleh sistem

perpajakan, dalam Undang-Undang Perpajakan Indonesia dikenal dengan ajaran

The Four Maxims. Adam Smith dalam bukunya berjudul An Inquryinto the Nature

6

UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 7 7

(9)

and the Cause of the Weaalth of Nations yang diterbitkan 1776 menyatakan atas

The Four Maxims itu terdiri dari : equity (keadilan), certainty (kepastian),

ekonomis dan efisien (convenience of payment). Akan tetapi dalam prakteknya

sukar dipahami dan tidak sederhana dalam implementasinya yang pada akhirnya

berujung pada terusiknya rasa keadilan masyarakat pada umumnya dan wajib

pajak pada khususnya.Pada pemungutan pajak hendaknya diperhatikan mengenai

ketelitian dan kebenaran administrasi dan fiskus.Hal ini berkaitan dengan

munculnya ketidakpuasan dari wajib pajak yang tidak mau menerima tindakan

fiskus sehingga menimbulkan adanya sengketa antara wajib pajak dan

fiskus.Sengketa pajak sangat terbuka mengingat wajib pajak sering berpendapat

untuk membayar pajak itu harus sekecil mungkin bahkan kalau perlu

menghindarkan diri dari kewajiban membayar pajak, sedangkan fiskus sebagai

pemungut dibebani pemasukan negara dari pajak yang sangat besar.

Dari gambaran permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk menulis

skripsi ini dengan judul “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas serta sesuai dengan judul

skripsi ini, yaitu : “Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

(10)

1. Bagaimana jenis atau objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai UU No.

28 Tahun 2009.

2. Bagaimana dasar pengaturan hukum dan tata cara pemungutan pajak daerah

dan retribusi daerah.

3. Bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah

ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui jenis atau objek pajak daerah dan retribusi daerah.

2. Untuk mengetahui dasar hukum pengaturan dan cara pemungutan pajak

daerah dan retribusi daerah.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah

ditinjau dari perspektif hukum administratif Negara.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat

praktis sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan

teknologi baik di dalam ilmu hukum ataupun beberapa ilmu terkait lainnya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman

instansi-instansi negara yang berkaitan dalam sistem pemungutan pajak daerah dan

(11)

D. Keasilian Penulisan

Skripsi ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dan penelitian yang

dilakukan oleh penelitian sendiri. Adapun pembuatan skripsi ini tidak merupakan

duplikasi atau bentuk plagiat dari hasil penelitian lain. Serta proses pembuatan

skripsi ini saya selaku penulisnya mengacu dan memasukkan beberapa

kutipan-kutipan dari buku-buku referensi dimana untuk melengkapi skripsi ini. Saya

selaku peneliti dan penulis bertanggung jawab terhadap hal-hal pembuatan skripsi

ini kepada pihak manapun.

E. Tinjauan Pustaka

1. Hukum Administrasi Negara

Hukum administrasi meliputi peraturan-peraturan yang berkenan dengan

administrasi. Administrasi berarti sama dengan pemerintahan. Sehingga Hukum

Administrasi Negara disebut juga hukum tata pemerintahan.Perkataan pemerintah

dapat disamakan dengan kekuasaan eksekutif, artinya pemerintahan merupakan

bagian dari organ dan fungsi pemerintahan, yang tugas utamanya bukanlah organ

dan fungsi pembuat undang-undang dan peradilan.

Hukum administrasi tata negara atau hukum tata pemerintahan berisi

peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan umum. Akan tetapi,

tidak semua peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pemerintahan umum

termasuk dalam cakupan Hukum Administrasi Negara sebaga ada peraturan yang

menyangkut pemerintahan umum, tetapi tidak termasuk dalam Hukum

(12)

Hukum administrasi negara adalah seperangkat peraturan yang

memungkinkan administrasi negara menjalankan fungsinya, yang sekaligus juga

melindungi warga terhadap sikap tidak administrasi negara, dan melindungi

administrasi negara itu sendiri. Hukum administrasi negara sebagai hubungan

istimewa yang diadakan memungkinkan para pejabat administrasi negara

melakukan tugas mereka yang khusus. Sehingga dalam hal ini hukum administrasi

negara memiliki 2 aspek, yaitu pertama, aturan-aturan hukum yang mengatur

dengan cara bagaimana alat-alat perlengkapan negara itu melakukan tugasnya

kedua, aturan-aturan hukum yang mengatur hukum antara alat perlengkapan

administrasi negara atau pemerintaha dengan para warga negaranya.8

2. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Salah satu faktor penting untuk melaksanakan urusan rumah tangga daerah

adalah kemampuan keuangan daerah. Dengan kata lain faktor keuangan

merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan daerah dalam

melaksanakan otonomi. Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan daerah

itu Pamudji menegaskan :

‘Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan

efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan,

dan keuangan inilah merupakan dalam satu dasar criteria untuk mengetahui secara

nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri”.

Dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa daerah

Indonesia terbagi dalam daerah yang bersifat otonom atau bersifat daerah

8

(13)

administrasi.Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan

kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara

proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan

sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pemerintah

pusat dan daerah.Sumber pembiayaan pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan

atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.9

a. Pendapatan Asli Daerah

Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari :

Pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali

dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah,

hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

b. Dana Perimbangan

Dana perimbangan yakni dana yang berasal dari pusat yang bertujuan

menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah antara

pemerintah daerah. Dana perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana

Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).DBH bersumber dari

pajak dan sumber daya alam.Sedangkan DAU dialokasikan untuk provinsi dan

kabupaten/kota.Untuk besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN.10

Dana alokasi umum dialokasi dengan tujuan pemerataan dengan

memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk,

dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan antara daerah

9

Op.Cit, UUD 1945, Pasal 18 10

(14)

yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil.Dana alokasi

khusus bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus

daerah. Disamping itu untuk menanggulangi keadaan mendesak seperti bencana

aalam, kepada daerah dapat dialokasikan dana darurat.11

c. Pinjaman Daerah

Dana alokasi khusus dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai

kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas

nasional.

Pinjaman daerah adalah transaksi yang mengakibatkan pemerintah daerah

menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga

pemerintah daerah tersebut dibebani kewajiban untuk melakukan pembayaran

kembali (PP No. 54 Tahun 2005).

Hal tersebut sejalan dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan

keuangan pemerintah pusat dan daerah, yang menyatakan bahwa daerah dapat

melakukan pembiayaan daerah melalui berbagai alternatif sumber pembiayaan

baru, misalnya pinjaman kepada pihak dalam negeri, luar negeri, pihak swasta

maupun kepada masyarakat melalui obligasi.

d. Lain-Lain Penerimaan yang Sah

Penerimaan lain yang sah terdiri dari hibah dan dana darurat. Hibah adalah

penerimaan daerah berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing,

badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau

perorangan. Dana darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan

11

(15)

kepada daerah yang terkena bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan atau krisis

solvabilitas.

Beberapa daerah mengalami kesulitan dalam membiayai kebutuhan

pembangunan daerahnya. Mengatasi kekurangan dana tersebut beberapa daerah

telah mengeluarkan berbagai Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar untuk

mengenakan pungutan berupa pajak dan retribusi dalam meningkatkan

pendapatan asli daerah. Kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi

ditentukan oleh berbagai variabel, yaitu variabel pokok yang terdiri dari

kemampuan keuangan, organisasi dan masyarakat, variabel penunjang yang terdiri

dari faktor geografi dan sosial budaya serta variabel khusus yang terdiri atas aspek

politik dan hukum.

Dalam peraturan pemerintah No. 105 Tahun 2000, menyebutkan bahwa

keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam angka

penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di

dalamnya segala bentuk kekayaan lain yang berhubungan dengan hak dan

kewajiban daerah tersebut dalam kerangka APBD.

Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan tersebut, keuangan

daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahu kemampuan daerah dalam

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan dikeluarkannya

undang-undang tentang otonomi daerah, membawa konsekuensi bagi daerah yang

akan menimbulkan perbedaan antar daerah yang satu dengan yang lainnya,

(16)

1. Daerah yang mampu melaksanakan otonomi daerah

2. Daerah yang mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah

3. Daerah yang sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah dan

4. Daerah yang kurang mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.12

Selain itu ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu

melaksanakan otonomi daerah adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki kewenangan

dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan

menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahannya.

2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar

Pendapat Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan

terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan

daerah, sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.

Berkaitan dengan hakekat otonomi daerah yaitu pelimpahan wewenang

pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan

kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat, maka

peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi

sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan

agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.13

Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan

anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa

12

Rochmat Soemitro, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan 1944, cet.8 (Bandung:Eresco, 1977), hal 1

13

(17)

terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat

kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk melihat

kemampuan/kemandirian daerah.14

Pemerintah daerah supaya dapat mengurus rumah tangganya sendiri

dengan sebaik-baiknya, maka perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan yang

cukup.Tetapi mengingat bahwa tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan

kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumber-sumber dana untuk

membiayai pengeluaran rutin. Jadi dapat dikatakan bahwa pendapatan asli daerah

sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam

memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya sehingga dapat

mendukung pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah.

Menurut Warsito :

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang bersumber dan dipungut

sendiri oleh pemerintah daerah.Sumber PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi

daerah, laba dari badan usaha milik daerah (BUMD), dan pendapatan asli daerah

lainnya yang sah”.

Adapun menurut Herlina Rahman :

“Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari

hasil pajak daerah, hasil distribusi hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dalam menggali

pendanaan dalam pelaksanaan otoda sebagai perwujudan asas desentralisasi”.

14

(18)

kepada daerah maka daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber-sumber

keuangannya sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber

Pendapatan Asli Daerah meliputi :

a. Pajak Daerah

b. Retribusi Daerah

c. Bagian Laba Badan Usaha Milik Daerah

d. Penerimaan dari Dinas-Dinas Daerah

e. Penerimaan Lain-lain15

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam pembahasan masalah, penulis sangat memerlukan data dan

keterangan yang akan dijadikan bahan analisis. Metode penelitian yang

dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah metode yuridis normatif.

Metode yuridis normatif yaitu dalam menjawab permasalahan digunakan sudut

pandang hukum berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, untuk selanjutnya

dihubungan dengan kenyataan di lapangan yang berkaitan dengan permasalahan

yang akan dibahas. Serta mencari bahan dan informasi yang berhubungan dengan

materi penelitian ini melalui berbagai peraturan perundang-undangan karya tulis

ilmiah yang berupa makalah, skripsi, buku-buku, Koran, majalah, situs internet

15

(19)

yang menyajikan informasi yang berhubungan dengan masalah yang

diteliti.16Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk

menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi

normatifnya.17

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif.Deskriptif berarti bahwa penelitian ini

menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terkait

implementasi terhadap pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang

pajak daerah dan retribusi daerah.

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan undang-undang (statue approach) dilakukan dengan menelaah

semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan implementasi

pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai Undang-Undang No. 28

Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.18

4. Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terbagi atas :

a. Bahan hukum primer yaitu berbagai badan hukum yang bersifat mengikat

yang terdiri dari : Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak

daerah dan retribusi daerah.

16

Zaimul Bahri, Struktur dalam Metode Penelitian Hukum. (Bandung : Angkasa, 1996), hal. 68

17

Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya, Bayu Media Publishing, 2005, hlm. 46

18

(20)

b. Bahan hukum sekunder yaitu berbagai bahan kepustakaan berupa buku,

jurnal, bahan kuliah, hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier yaitu berbagah bahan yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti Kamus Hukum,

Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Inggris, serta pencarian pada

website-website yang relevan.

5. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data dalam penelitian ini meliputi data sekunder. Teknik

pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan

cara studi kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data

melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, literature,

tulisan-tulisan para pakar hukum, bahan kuliah, putusan-putusan hakim yang berkaitan

dengan penelitian ini.

6. Analisa Data

Analisa data yang dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori,

asas-asas, norma-norma, doktrin dan pasal-pasal di dalam perundang-undangan

terpenting yang relevan dengan permasalahan. Membuat sistematika dari

data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara

kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematiks pula,

selanjutnya semua data diseleksi, diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif

(21)

G. Sistematika Penulisan

Dalam melakukan pembahasan skripsi ini, penulis membagi dalam lima

bab. Tata urutan sistematikanya sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, dimana penulis

melihat bahwa proses pelaksanaan pemungutan pajak daerah dan

retribusi daerah sangatlah penting, diikuti dengan perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan,

tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian data yang terakhir

sistematika pembahasan.

Bab II : Tinjauan umum tentang pajak dan retribusi, dan sebagai sub

pembahasannya antara lain; sejarah singkat pemungutan pajak,

jenis-jenis dan fungsi pajak, pengertian dan objek pajak daerah

dan retribusi daerah.

Bab III : Dasar hukum dan tata cara pemungutan pajak daerah dan retribusi

daerah sebagai sub bahasannya terdiri dari: dasar hukum

pengaturan pajak daerah dan retribusi daerah, perubahan pajak

daerah dengan retribusi daerah serta tata cara pemungutan pajak

daerah dan retribusi daerah.

Bab IV : Pelaksanaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 ditinjau dari

hukum administrasi negara. Sub bahasannya antara lain:

pengertian dan tujuan hukum administrasi negara, asas-asas dan

(22)

administrasi negara terhadap pelaksanaan pemungutan pajak

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian perancangan sistem informasi pembelajaran jarak jauh materi komputer berbasis web ini dapat diambil kesimpulan yaitu : pembelajaran jarak jauh (praktek)

Untuk melihat hubungan antara kadar trombosit, hematokrit dan leukosit dengan kejadian syok pada pasien DBD yang dirawat di beberapa Rumah Sakit di Makassar pada

dapat merupakan sumber nitrogen tanah dalam waktu yang relatif lama untuk.. tanaman, bila tidak terdapat gangguan lain yang mempercepat

Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa efisiensi dan efektifitas posisi Tower Crane berdasarkan pada kondisi titik suplay dalam penentuan jarak yang telah

Guides Genome Stability: DNA Repair And Recombination By James Haber to check out will many beginning with clinical publications to the fiction e-books. It implies that you could

Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa biaya produksi adalah biaya yang dipakai dalam proses produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan

Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dalam pengembangan modul matematika berbantu flipbook maker dan prezi dengan menggunakan model kooperatif teknik