• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Program Family Support Terhadap Resiliensi Keluarga yang Memiliki Anak Autistik di Pondok Peduli Autis Kaya Berkah Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Program Family Support Terhadap Resiliensi Keluarga yang Memiliki Anak Autistik di Pondok Peduli Autis Kaya Berkah Medan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang mungkin saja berbeda dan terbentuk dengan cara-cara yang juga beragam. Namun sebagian besar keluarga akan memenuhi fungsi yang serupa, seperti tempat pengasuhan anak, sumber pemenuhan kebutuhan pokok, pemenuhan dukungan emosional, sebagai wadah sosialisasi anggotanya, serta tempat membangun dan mempertahankan tradisi serta hal-hal yang terkait dengan pendelegasian tugas dan tanggung jawab. Hal ini membuat keluarga memiliki peran yang sedemikian besar terhadap kondisi manusia dan masyarakat pada umumnya.

(2)

Anak berkebutuhan khusus (special needs child) atau ABK adalah anak yang mengalami keterlambatan lebih dari dua aspek gangguan perkembangan atau anak yang mengalami penyimpangan yang terdiri dari yaitu tunanetra, tunarungu, tunadaksa, tunalaras, tunagrahita, autisme, dan learning disability (Kemendiknas, 2011). Anak berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristik perilakunya, yang berbeda dengan anak normal lainnya (Poerwanti, 2007). Perilaku tersebut antara lain wicara, okupasi, intelegensi, emosi dan perilaku sosial yang tidak dapat berkembang dengan baik (Handojo, 2008).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2006, dari 222 juta penduduk Indonesia, sebanyak 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat. Sedangkan populasi anak tunagrahita/retardasi mental menempati angka paling besar (Triana dan Andriany, dalam Ahsan, 2011). Data menunjukkan anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat di Indonesia belum memiliki data yang pasti. Menurut WHO jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 juta anak pada tahun 2007 (Kemenkes RI, 2010). Sedangkan data yang diperoleh dari Bank Dunia menunjukkan bahwa populasi anak berkebutuhan khusus di seluruh dunia mencapai 10 persen. Diperkirakan 85 persen anak berkebutuhan khusus di seluruh dunia yang berusia di bawah 15 tahun terdapat di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga populasi tersebut terdapat di Asia (https://siteresourcer.worldbank.org/ Diakses tanggal 02 Maret 2016 Pukul 13.00 WIB).

(3)

maupun karena kegagalan atau kecelakaan pada masa tumbuh-kembangnya. Menurut Kauffman & HAllahan (dalam Bendi Delphie, 2006) tipe-tipe kebutuhan khusus yang selama ini menyita perhatian orangtua dan guru adalah (1) tunagrahita (mental retardation) atau anak dengan hambatan perkembangan (child with development

impairment), (2) kesulitan Belajar (learning disabilities) atau anak yang berprestasi rendah, (3) hiperaktif (Attention Deficit Disorder with Hyperactive), (4) tunalaras (Emotional and behavioral disorder), (5) tunarungu wicara (communication disorder and deafness), (6) tunanetra atau anak dengan hambatan penglihatan (Partially seing and legally blind), (7) autistik, (8) tunadaksa (physical handicapped), dan (9) anak

berbakat (giftedness and special talents).

Di antara beberapa tipe anak berkebutuhan khusus, autisme adalah salah satu tipe yang pengidapnya paling banyak di Indonesia. Misalnya pada tahun 2015 diperkirakan terdapat kurang lebih 12.800 anak penyandang autisme dan 134.000 penyandang spektrum autis. Dan diprediksi, penderita autis (individu autistik) dari tahun ke tahun

akan semakin meningkat (https://klinikautis.com/ Diakses tanggal 02 Maret 2016, pukul

13.35 WIB).

(4)

Autism Speak mengeluarkan data yang mengejutkan, yakni di setiap 100 kelahiran satu

diantaranya adalah penyandang autis sehingga jumlah total anak penyandang autisme dunia saat ini adalah 67 juta jiwa (http://www.ychicenter.org/ Diakses tanggal 02 Maret 2016 pukul 14.00 WIB). Sedangkan menurut data yang dirilis oleh Badan Penelitian Statistik (BPS) bahwa sejak tahun 2010 hingga tahun 2016, diperkirakan terdapat sekitar 140.000 anak di bawah usia tujuh belas tahun yang menyandang autism (http://lifestyle.okezone.com/ Diakses tanggal 20 Maret 2016 pukul 17.09 WIB)

Kehadiran anak penyandang spektrum autisme (individu autistik) di tengah-tengah keluarga, kerap menimbulkan berbagai reaksi. Terdapat beberapa reaksi emosional yang biasanya dimunculkan oleh orang tua. Beberapa reaksi emosional tersebut antara lain shock, merasa tidak percaya, penyangkalan, sedih, merasa bersalah, serta cemas dalam menghadapi keadaan (Mangunsong, 2011). Orang tua yang merasa malu karena anak mereka cacat dan perasaan malu tersebut mungkin mengakibatkan anak itu ditolak secara terang-terangan, sehingga banyak keluarga menarik diri dari kegiatan-kegiatan masyarakat (Mawardah, 2012). Reaksi emosional ini merupakan hal yang wajar dirasakan oleh orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus, yang kemudian orang tua akan tetap berjuang untuk mengasuh dan membesarkan anak dengan segala keterbatasannya (Putri, 2013).

(5)

saling menyalahkan atas kondisi anak yang autistik, menyalahkan masa lalu, suami menyalahkan istri atas ketidakmampuan dalam mengasuh anak dan lain sebagainya.

Berdasarkan hasil penelitian dan literature secara klinis selama 35 tahun dari divisi TEACCH (Treatment and Education of Autistik and Related Communication Handicapped Children) di Department of Psychiatry di University of North Carolina School of Medicine, mendeskripsikan pola-pola tekanan unik yang dihadapi oleh

keluarga (orang tua). Secara substansial, hasil penelitian menunjukkan indikasi bahwa orang tua yang memiliki anak autistik, khususnya ibu, melaporkan beberapa stress dan depresi daripada ibu yang memiliki gangguan perkembangan lainnya (Volkmar et al., 2005).

Seorang anak autistik juga dapat mempengaruhi (manajemen) waktu orang tuanya. Anak-anak autistik membutuhkan waktu yang lebih intens dari orang tua untuk membimbing mereka dibandingkan orang tua yang tidak memiliki anak autistik (Green et, al. 2005). Selain itu, dalam merawat anak autistik dapat mempengaruhi kedekatan hubungan antara ayah dan ibu yang mengakibatkan perpisahan atau perceraian. Anak autistik dalam keluarga dapat menjadi pencetus terjadinya perpisahan antara orang tua (Kravdal et al, 2009; Francesconi et al, 2010; Björklund et al, 2007).

Kondisi yang sedemikian kompleks ini memaksa para anggota keluarga untuk bersikap ―adaptif‖ terhadap masalah, demi bisa melanjutkan kehidupan dan

(6)

dan teman serta komunitas dan sumber daya sistem keluarga yang meliputi kemampuan ketahanan keluarga, atau dikenal pula dengan istilah resiliensi keluarga (Apostelina, 2012).

Pengertian ketahanan (resiliensi) dari sudut perilaku adalah pola-pola perilaku positif dan kemampuan berfungsi perorangan dan keluarga yang ditunjukkan dalam keadaan menghadapi tekanan dan kesulitan. (McCubbin, 1998). Sejalan dengan pengertian tersebut ahli lainnya menyatakan, ketahanan sosial adalah suatu proses dinamis yang mencakup sekelompok gejala yang menuntut penyesuaian diri yang berhasil terhadap sejumlah ancaman yang signifikan dalam perkembangan kehidupan dan hasil-hasil lainnya yang dicapai dalam perjalanan kehidupan (Fraser, Richmon, & Galinsky, 2004). Ketahanan, dimulai dari ketiadaan patologi (penyakit) sampai ke kemampuan mengatasi, menemukan makna dan berlanjut terus walaupun menghadapi kesulitan (Green & Conrad, 2002).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eunike Apostelina, S.Psi (2012), secara kualitatif hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga yang memiliki anak autistik merasakan stresssor dan strain yang tinggi dalam kehidupan keluarga, sehingga mempengaruhi pola fungsi keluarga. Selain itu, keluarga juga memiliki kecenderungan distresss keluarga yang akan mengindikasikan keluarga mengalami maladaptasi.

(7)

autistik yang memiliki faktor protektif yang tergolong medium, sedangkan satu keluarga yang lainnya memiliki faktor protektif yang tergolong rendah.

Sadar akan pentingnya family support dalam menumbuhkan optimisme di dalam diri para orang tua/keluarga yang memiliki anak autistik, Pondok Peduli Autis ‗Kaya Berkah‘ sebagai salah satu lembaga pendidikan berkebutuhan khusus di kota Medan,

memiliki sebuah program khusus yang diperuntukan bagi keluarga (khususnya orang tua) dari anak-anak autistik yang menjadi siswa/klien dari lembaga ini. Program tersebut berisi layanan-layanan yang sangat membantu orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang putra/putrinya yang menyandang autisme. Mulai dari layanan edukasi untuk para orang tua siswa/klien tentang cara melakukan terapi mandiri di rumah, konsultasi, hingga memberikan subsidi bagi orang tua siswa/klien yang mengalami kendala ekonomi. Program ini mungkin tidak memiliki nama khusus, namun substansinya adalah family support, dimana lembaga memastikan setiap keluarga anak-anak autistik disana memiliki akses yang luas dalam memperoleh dukungan yang keluarga butuhkan. Program family support ini juga berfungsi sebagai wadah informasi dan sosialisasi bagi sesama orang tua atau keluarga yang memiliki siswa/klien di PPA ‗Kaya Berkah‘ Medan.

(8)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diurai sebelumnya, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan yakni ―Bagaimana pengaruh program Family Support

terhadap resiliensi keluarga yang memiliki anak autistik di Pondok Peduli Autis ‗Kaya Berkah‘ Medan?‖

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh program Family Support terhadap resiliensi keluarga yang memiliki anak autistik di kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari adanya penelitian ini adalah:

(9)

b. Manfaat teoritis: penelitian ini berguna dalam menambah kekayaan konsep dan teori keilmuan terkait praktik pekerjaan sosial dengan keluarga melalui pendekatan resiliensi keluarga, khususnya bagi keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus (autistik).

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam mengetahui serta memahami isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka dibutuhkan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, serta tujuan dan manfaat penelitian.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian dan kerangka pemikiran.

BAB III: METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian dari metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yang terdiri atas tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

(10)

Bab ini memuat tentang sejarah geografis dan gambaran umum tentang lokasi dimana penelitian ini berlangsung.

BAB V: ANALISIS DATA

Bab ini mengulas tentang data-data yang diperoleh dalam penelitian beserta analisisnya.

BAB VI: PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

Untuk kotak pada Category Axis diisi dengan variabel pada sumbu datar, caranya dengan mengklik mouse satu kali pada variabel tsb di kotak sebelah kiri, lalu klik tombol anak panah ►

Laju pertumbuhan relatif untuk fase pertumbuhan, tinggi tanaman dan jumlah daun dapat terlihat bahwa perbandingan pertumbuhan tanaman pada fase 70 hst menunjukkan hasil yang

Penelitian yang akan dilakukan Annisa Kesuma Larasati dengan judul Analisis Potensi Sebaran Harga Lahan di Kecamatan Gondokusuman, Kota Yogyakarta dengan

Jumlah saham yang ditawarkan 151.854.000 Saham Biasa Atas Nama dengan nilai nominal Rp 100,- (seratus rupiah) setiap saham.. Penjamin Pelaksana

menggunakan metode pembelajaran ini siswa diberikan suatu permasalahan yang harus siswa pecahkan bersama-sama hal ini menuntut siswa untuk berfikir tingkat tinggi

This research is aimed to recognize the effect of environmental performance and environmental disclosure to Economic Value Added as economic performance measurement by using

Penelitian ini sejalan dengan penelitian terkait yang dilakukan oleh Sangadji & Nurhayati (2014) menunjukkan bahwa proporsi kejadian hipertensi lebih tinggi pada responden

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap media pembelajaran yang dikembangkan dapat disimpulkan bahwa Media pembelajaran interaktif Adobe Flash Professional CS6