• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Perilaku Ibu Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Perilaku Ibu Dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi di Desa Kota Pari Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku 2.1.1 Defenisi

Perilaku adalah respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif

(pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata

atau atau praktis) (Notoatmodjo, 2007 : hal 136)

Lawrence Green (1980) menjelaskan bahwa perilaku ditentukan atau

dibentuk dari 3 faktor :

1. Faktor Predisposisi (predisposing factors) terwujud dalam pengetahuan,

sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) terwujud dalam lingkungan fisik

(tersedia atau tidaknya fasilitas dan sarana kesehatan).

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) terwujud dalam sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari

perilaku masyarakat (Pieter, H, Lubis, N: hal 45).

2.2 Faktor - Faktor yang Memengaruhi Perilaku Ibu dengan Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap

2.2.1 Faktor – Faktor Predisposisi (Predisposing factors)

Menurut Green (1980), faktor – faktor predisposisi meliputi pengetahuan,

sikap, keyakinan, nilai – nilai dan persepsi, berhubungan dengan motivasi

individu atau kelompok untuk bertindak. Dalam pengertian umum dapat

disimpulkan faktor predisposisi sebagai pilihan pribadi yang memicu seorang

(2)

dapat mendukung atau menghambat perilaku kesehatan. Sebagai faktor demografi

seperti status sosio ekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran keluarga juga

penting sebagai faktor predisposisi meskipun mereka berada di luar pengaruh

langsung program pendidikan kesehatan.

2.2.1.1Umur

Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun. Umur adalah

usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.

Umur merupakan salah satu variabel penting dalam bidang penelitian

komunitas. Umur dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi

perkembangan penyakit secara langsung atau tidak langsung bersama dengan

variabel lain sehingga menyebabkan perbedaan di antara angka kesakitan dan

kematian pada masyarakat atau sekelompok masyarakat (Chandra, 2008).

2.2.1.2Pendidikan

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

memengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat sehingga

mereka melakukan apa yang diharapan oleh pelaku pendidikan (Notoatmodjo,

2003).

Pendidikan kesehatan yang didasarkan kepada pengetahuan dan kesadaran

melalui proses pembelajaran diharapkan akan berlangsung lama (long lasting) dan

menetap, kerena didasari oleh kesadaran. Kelemahan dari pendekatan pendidikan

kesehatan ini adalah hasilnya lama, karena perubahan perilaku melalui proses

pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo, 2005).

Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai

(3)

formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti

dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan (Notoatmodjo,

2003).

2.2.1.3Pekerjaan

Pekerjaan adalah sekumpulan kedudukan (posisi) yang memiliki

persamaan kewajiban atau tugas – tugas pokoknya.

2.2.1.4Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil „tahu‟, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Karena dari

pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan.

Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni

(Notoatmodjo, 2007) :

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap

subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

(4)

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, diaman subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan

bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap – tahap tersebut. Apabila

penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana

didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku

tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,

yakni (Notoatmodjo, 2007) :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, „tahu‟ ini

merupakan tingakat pengetahuan yang paling tendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari anatara lain :

(5)

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi ril (sebenarnya). Aplikasi disini

dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan meteri atau suatu

objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun

(6)

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).

2.2.1.5Sikap (Attitude)

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap juga

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertidak dan juga merupakan

pelaksanaan motif tertentu.

Menurut Garungan (dalam Ahmadi, 2009), sikap merupakan pendapat

maupun pandangan seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya.

Sikap tidak mungkin terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau

mengalami sendiri suatu objek.

2.2.1.6Berbagai Tingakatan Sikap

Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingakatan, yaitu

1. Menerima (receiving). Diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding). Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan

atau menyelesaikan tugas yang diberikan indikasi dari sikap.

3. Menghargai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

(7)

4. Bertanggung jawab (responsibility). Bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang

paling tinggi.

Menurut Ahmadi (2009), sikap dibedakan menjadi :

1. Sikap positis yaitu : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan,

menerima, mengakui, menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang

berlaku dimana individu itu berada.

2. Sikap negatif yaitu : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan

penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku

dimana individu itu berada.

Sedangkan fungsi sikap dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

1. Sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah sesuatu yang

bersifat comminicable, artinya bahwa sesuatu yang mudah menjalar,

sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai

penghubung antara orang dengan kelompok atau dengan kelompok

lainnya.

2. Sebagai alat pengukur tingkah laku. Pertimbangan dan reaksi pada anak,

dewasa dan yang sudah lanjut usia tidak ada. Perangsang itu pada

umumnya tidak diberi perangsang spontan, akan tetapi terdapat adanya

proses secara sadar untuk menilai perangsangan-perangsangan itu.

3. Sebagai alat ukur pengalaman. Manusia didalam menerima

pengalaman-pengalaman secara aktif. Artinya semua yang berasal dari dunia luar tidak

(8)

mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi penilaian

lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian. Sikap sering mencerminkan pribadi

seseorang ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi

yang mendukung. Oleh karena itu dengan melihat sikap pada objek

tertentu, sedikit banyaknya orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut.

Jadi sikap merupakan pernyataan pribadi (Ahmadi, 2009).

Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan atau sikap perasaan tertentu,

tetapi sikap terbentuk sepanjang perkembangan. Peranan sikap dalam kehidupan

manusia sangat besar. Bila sudah terbentuk pada diri manusia, maka sikap itu

akan turut menentukan cara tingkah lakunya terhadap objek-objek sikapnya.

Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap

objeknya (Notoatmodjo, 2005).

Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu :

1. Selalu ada objeknya

2. Biasanya bersifat bersifat evaluatif.

3. Relatif mantap

4. Dapat dirubah

Menurut Travers, Gagne, dan Cronbach (1977, dalam Ahmadi, 2009),

(9)

1. Komponen cognitive : berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang

didasarkan pada informasi, yang behubungan dengan objek.

2. Komponen affective : menunjukkan pada dimensi emosional dari sikap,

yaitu emosi yang berhubungan dengan objek. Objek disini dirasakan

sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

3. Komponen behavior tau conative : melibatkan salah satu predisposisi

untuk bertidak terhadap objek.

Ketiga komponen ini akan membentuk sikap yang utuh (Total Attitude),

dalam penentuan berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.

Sikap adalah kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif

terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan

kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku.

Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang (Ahamdi, 2009).

Pengukuarn sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langusng,

melalui pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek secara tidak

langsung dilakukan dengan pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat

responden (Ahmadi, 2009).

2.2.1.7Perubahan Sikap

Theory of Reasoned Action (TRA) atau Teori Aksi Beralasan pertama kali

diperkenalkan pada tahun 1975 untuk melihat hubungan keyakinan, sikap, niat

dan perilaku. Fishbein (1975), mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha

untuk melihat perubahan hubungan sikap dan perilaku. Teori ini secara tidak

(10)

akan pernah terjadi tanpa niat. Niat-niat seseorang juga dipengaruhi oleh

sikap-sikap terhadap suatu perilaku, seperti apakah ia merasa suatu perilaku itu penting.

Teori ini juga menegaskan sifat normatif yang mungkin dimiliki orang-orang;

mereka berpikir tentang apa yang akan dilakukan orang lain (terutama

orang-orang yang berpengaruh didalam kelompok) pada suatu situasi yang sama (Graeff,

1996).

Teori tindakan beralasan menurut Fisbein (1975) mengatakan bahwa sikap

mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan

beralasan dan dampaknya terbatas hanya pada 3 hal yaitu :

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum tetapi oleh sikap yang

spesifik terhadap sesuatu.

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tatapi juga oleh norma-norma

subjektif (subjective norms) yaitu keyakinan kita mengenai apa yang orang

lain inginkan agar kita perbuat.

3. Sikap tehadap suatu perilaku bersama norma-norma subjektif membentuk

suatu intense atau niat untuk berperilaku tertentu.

Secara sederhana, teori ini merupakan bahwa seseorang akan melakukan

suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya

bahwa orang lain agar ia melakukannya. Dalam teori ini perilaku terencana

keyakinan-keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu, pada

norma-norma subjektif dan pada kontrol perilaku yang dia hayati. Ketiga

komponen ini berinteraksi dan menjadi determinan bagi intense yang pada

gilirannya akan menentukan apakah perilaku yang bersangkutan akan dilakukan

(11)

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap terdiri dari 2

faktor yaitu :

1. Faktor intern : yaitu yang terdapat dalam diri pribadi manusaia itu

sendiri. Faktor ini berupa selective atau daya pilih seseorang untuk

menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.

Pilihan terhadap pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan

motif dan sikap di dalam diri manusia terutama yang menjadi minat

perhatiannya.

2. Faktor ekstern : yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia.

Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok (Ahamdi, 2009).

2.2.2 Faktor – Faktor Pendukung (Enabling factors)

Green (1980) mengatakan bahwa faktor-faktor pendukung adalah

kemampuan/keahlian dan semua sumber-sumber yang diperlukan untuk

menciptakan atau memunculkan perilaku kesehatan. Sumber-sumber yang

dimaksud anatara lain ketersediaan sarana pelayanan kesehatan dan prasarana atau

fasilitas-fasilitas, personalia, sekolah-sekolah, klinik kesehatan maupun

sumber-sumber sejenis. Faktor-faktor pendukung juga berkaitan dengan aksesibilitas

berbagai sumber daya. Biaya, jarak, sarana transportasi yang ada dan waktu

pemakaian sarana kesehatan juga merupakan bagian dari faktor-faktor pendukung.

2.2.2.1Ketersediaan Sarana Pelayanan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2007), sarana pelayanan kesehatan bagi

masyarakat tediri dari rumah sakit, puskesmas, pustu, poliklinik, posyandu,

polindes, praktek dokter/bidan swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat,

(12)

pemberian imunisasi pada bayi. Ibu yang mau memberikan imunisasi pada bayi

tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat pemberian imunisasi ibu tersebut

dengan mudah dapat memperoleh tempat pemberian imunisasi pada bayinya.

2.2.2.2Jarak ke Sarana Pelayanan Kesehatan

Jarak adalah seberapa jauh lintasan yang ditempuh responden menuju

tempat pelayanan kesehatan yang meliputi rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan

lainnya. Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya ditempat

pelayanan kesehatan tidak hanya disebabkan karena orang tersebut tidak tahu atau

belum tahu manfaat imunisasi bagi anak, tetapi barang kali karena rumahnya

terlalu jauh dengan pelayanan kesehatan tempat mengimunisasikan anakanya

(Notoatmodjo, 2003).

2.2.3 Faktor – Faktor Pendorong (Reinforcing factors)

Menurut Green (1980) faktor pendorong atau penguat adalah mereka yang

mendukung untuk menentukan tidakan kesehatan. Faktor pendorong tentu saja

bervariasi tergantung pada tujuan dan jenis program. Dalam program pendidikan

kesehatan, sebagai contoh, penguatan dapat diberikan oleh rekan kerja, supervisor,

pimpinan serikat buruh dan keluarga. Faktor-faktor pendorong meliputi sikap dan

perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas

termasuk petugas kesehatan.

2.2.3.1Dukungan Petugas Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di

bidang ksehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk

(13)

Dukungan petugas kesehatan (petugas imunisasi) merupakan dukungan

sosial dalam bentuk dukungan informatif, dimana perasaan subjek bahwa

lingkungan (petugas imunisasi) memberikan keterangan yang cukup jelas

mengenai hal-hal yang kesehatan (mengimunisasikan anaknya) melalui

keterampilan komunikasi dan ada kecenderungan bahwa upaya-upaya petugas

kesehatan memprkuat ibu dengan memberikan pujian, dorongan, dan diskusi atau

dengan menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya (Graeff, 1996).

Perugas kesehatan yang berperan memberikan dukungan informatif

kepada ibu tentang imunisasi dianjurkan mengikuti tata cara pemberian sebagai

berikut.

a. Memberitahu secara rinci risiko imunisasi dan risiko apabila tidak

diimunisasi.

b. Memeriksa kembali persiapan pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi

ikutan yang tidak diharapkan.

c. Membaca dengan teliti informasi produk vaksin yang akan diberikan

dan mendapatkan persetujuan orang tua.

d. Meninjau kembali apakah ada kontra indikasi.

e. Memeriksa identitas klien dan berikan antipiretik bila perlu.

f. Memeriksa jenis dan kedaan vaksin serta yakinkan penyimpanannya

(14)

g. Meyakinkan vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan bila perlu

tawarkan juga vaksin lain untuk mengejar imunisasi yang tertinggal.

h. Memberikan vaksin dengan teknik yang benar.

i. Setelah pemberian vaksin, menjelaskan apa yang harus dilakukan

apabila ada reaksi ikutan, membuat laporan imunisasi kepada instansi

terkait, memeriksa status imunisasi keluarga dan bila perlu

menawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan (Muslihatun,

2010).

2.2.3.2Dukungan Keluarga

Menurut Sarwono (2003) dukungan keluarga adalah bantuan yang

bermanfaat secara emosional dan memberikan pengaruh positif yang berupa

informasi, bantuan instrumental, emosi, maupun penilaian yang diberikan oleh

anggota keluarga yang terdiri dari suami, orang tua, mertua, maupun saudara

lainnya.

Duval (1972, dalam Ali 2006) menyatakan bahwa keluarga adalah

sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adaptasi dan

kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum,

meningkatkan pekembangan fisik, mental, dan emosional serta sosial individu

yang ada didalamnya, dilihat dari interaksi yang reguler dan ditandai dengan

adanya ketergantungan dan hubungan untuk mencapai tujuan umum.

Secara tradisonal keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari

ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau

(15)

b. Keluarga Besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah

anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah

(kakek-nenek, paman-bibi) (Suprayitno, 2004)

2.3 Tidakan (Practice)

Setelah sesorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses

selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang

diketahui atau disikapinya. Inilah yang disebut tindakan (practice) (Notoatmodjo,

2003).

Suatu rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti

rangsangan itu bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi ini disebut

perilaku, bentuk perilaku dapat bersifat sederhana dan kompleks. Dalam peraturan

teoritis, tingkah laku dapat dibedakan atas sikap, didalam sikap diartikan sebagai

suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah laku). Suatu sikap

agar menjadi tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi

fasilitas yang memungkinkan (Ahmadi, 2009).

Menurut Notoatmodjo (2005), empat tingkatan tindakan yaitu :

1. Persepsi (Perception), mengenal dan memiliki berbagai objek sehubungan

dengan tindakan yang diambil.

2. Respon terpimpin (Guided Response), dapat melakukan sesuatu dengan

(16)

3. Mekanisme (Mechanism), apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu merupakan

kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation), adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah

bekembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang

merupakan penyebab perilaku menurut Green dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu

faktor predisposisi (predisposing factors) seperti pengetahuan, sikap, keyakinan,

dan nilai, berkenaan dengan motivasi seseorang untuk bertindak. Faktor

pemungking atau faktor pendukung (enabling factors) perilaku adalah fasilitas,

sarana, atau prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku

seseorang atau masyarakat. Terakhir faktor penguat atau faktor pendorong

(reinforcing factors) seperti keluarga, petugas kesehatan dan lain-lain.

Jadi, dapat disimpulakn bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan

sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu,

ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan serta dukungan

keluarga terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya

(17)

2.4 Imunisasi

2.4.1 Defenisi

Imunisasi adalah pemberian imunitas (kekebalan) tubuh terhadap suatu

penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tahan terhadap

penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi manusia (Muryunani A,

2010:hal 208)

2.4.2 Tujuan Imunisasi

Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain :

1. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan

penyakit tertentu di dunia.

2. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya

bagi bayi dan anak.

3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi

kecacatan akibat penyakit tertentu.

4. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapat

eradikasi sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri.

5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan

kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa

penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio,

difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain

sebagainya.

6. Mencegah terjadinya penyakit tetentu pada seseorang, dan menghilangkan

(18)

penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Muryani A, 2010:

hal 209 - 210).

2.4.3 Manfaat imunisasi

Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit cacat dan

kematian, sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan

kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Bayi dan

anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindungi dari beberapa

penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik dan kakak dan

teman-teman disekitarnya. Dan manfaat untuk Negara adalah untuk memperbaiki tingkat

kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan

pembangunan Negara (Marimbi, H: hal 112).

2.5 Imunisasi Dasar

Imunisasi dasar adalah Jadwal imunisasi yang diwajibkan sesuai Program

Pengembangan Imunisasi (PPI), adalah BCG, Polio, Hepatitis B, DPT, dan

Campak (Muslihatun, 2011:hal 219)

Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada

semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari

(19)

2.5.1 Imunisasi BCG (Bacillus Celmette Guerin) 2.5.1.1 Pengertian

Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru

yang sangat menular.

2.5.1.2 Pemberian Imunisasi

Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu

diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang

dihasilkannya tinggi. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga

memerlukan pengulangan.

Imunisasi BCG diberikan Sedini mungkin atau secepatnya kepada bayi,

tetapi pada umumnya di bawah 2 bulan. Jika diberikan setelah usia 2 bulan,

disarankan dilakukan tes Mantoux (tuberkulin) terlebih dahulu.

2.5.1.3 Efek samping Imunisasi

Umumnya tidak ada. Namun, pada beberapa anak timbul pembengkakan

kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (diselangkangan bila

penyuntikan dilakukan di paha). Dan biasanya akan sembuh sendiri.

2.5.1.4 Kontra Indikasi

Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TBC

atau menunjukan uji Mantoux positif atau pada anak yang mempunyai penyakit

(20)

2.5.2 Imunisasi DPT (Diphtheria, Pertusis, Tetanus) 2.5.2.1 Pengertian

Imunuisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit berikut ini:

o Penyakit difteri, yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena

menimbulkan tenggorokan tersumbat dan kerusakan jantung yang

menyebabkan kematian dalam beberapa hari saja.

o Penyakit pertusis, yaitu radang paru (pernapasan), disebut juga batuk rejan

(batuk 100 hari). Karena sakitnya bisa mencapai 100 hari atau 3 bulan lebih.

Gejalanya sangat khas, yaitu batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai

bunyi “whoop”/ berbunyi dan diakhiri dengan muntah, mata dapat bengkak

atau penderita dapat meninggal karena kesulitan bernapas.

o Penyakit tetanus, yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut

terkunci / terkancing sehingga mulut tidak bisa membuka atau dibuka.

2.5.2.2 Pemberian Imunisasi

Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan).

2.5.2.3 Efek Samping Imunisasi

Biasanya, hanya gejala-gejala ringan, seperti sedikit demam dan rewel

selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri pada tempat suntikan,

yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih demam dapat

diberikan obat penurun panas bayi. Atau dapat juga dengan memberikan minum

(21)

2.5.2.4 Kontra Indikasi

Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai

penyakit atau kelainan saraf, baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsi,

menderita kelainan saraf yang berat atau selesai dirawat karena infeksi otak,

anak-anak yang sedang demam / sakit keras dan yang mudah kejang dan mempunyai

sifat alergi, seperti eksim atau asma.

2.5.3 Imunisasi Polio 2.5.3.1 Pengertian

Imunisasi Polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang

saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki.

2.5.3.2 Pemberian Imunisasi

Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi

polio massal atau Pekan Imunisasi Nasional. Tetapi jumlah dosis yang berlebihan

tidak akan berdampak buruk, karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi.

Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir (0

bulan).

2.5.3.3 Efek Samping Imunuisasi

Hampir tidak ada efek samping. Hanya sebagian kecil saja yang

mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Dan kasusnya biasanya jarang

(22)

2.5.3.4 Kontra Indikasi

Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah,

seperti demam tinggi (diatas 380C) ditangguhkan. Pada anak yang menderita

penyakit gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio. Demikian juga

anak dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, sedang

menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak

diberikan imunisasi polio.

2.5.4 Imunisasi Campak 2.5.4.1 Pengertian

Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan

kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin

campak ini adalah virus yang dilemahkan.

2.5.4.2 Pemberian Imunisasi

Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali. Imunisasi campak

diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal.

Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit

campak umumnya menyerang anak usia balita

2.5.4.3 Efek Samping Imunisasi

Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin terjadi demam

ringan dan terdapat efek kemerahan atau bercak merah pada pipi di bawah telinga

pada hari ke 7 – 8 setelah penyuntikan. Kemungkinan juga terdapat

(23)

2.5.4.4 Kontra Indikasi

Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah bayi :

a. Dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam.

b. Dengan penyakit gangguan kekebalan.

c. Dengan penyakit TBC tanpa pengobatan.

d. Dengan kekurangan gizi berat.

e. Dengan penyakit keganasan.

f. Dengan kerentanan tinggi terhadap protein telur, kanamisin dan eritromisin

(antibiotik).

2.5.5 Imunisasi Hepatitis B 2.5.5.1 Pengertian

Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk

menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi

yang dapat merusak hati. kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair.

2.5.5.2 Pemberian Imunisasi

Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali. Sebaiknya

diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi dalam keadaan stabil,

tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung.

2.5.5.3 Efek Samping Imunisasi

Umumnya tidak terjadi. Jikapun terjadi (sangat jarang), berupa keluhan

nyeri pada tempat suntikan, yang diikuti demam ringan dan pembengkakan.

(24)

2.5.5.4 Kontra Indikasi

Tidak dapat diberikan pada anak yang mendrita sakit berat. (Muryunani A,

2010: hal 215 - 222)

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi

2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kelanjutan dari kerangka teori atau landasan teori

yang disesuaikan dengan tujuan khusus penelitian yang akan dicapai, yakni

sesuai dengan apa yang telah ditulis dalam rumusan masalah. Kerangka konsep

(25)

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Untuk mengungkap hubungan perilaku ibu dengan kelengkapan imunisasi

dasar pada bayi, maka kerangka konsep yang digunakan adalah menurut teori

Lawrence Green (1980), akan dilihat bagaimana gambaran predisposing factors

yaitu umur, pendidikan dan pekerjaan ibu, pengetahuan dan sikap, akan dilihat Predisposing Factors:

 Umur

 Pendidikan

 Pekerjaan

 Pengetahuan

 Sikap

Kelengkapan Imunisasi Dasar Pada Bayi

Enabling Factors:

 Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan

 Jarak ke sarana pelayanan kesehatan

Reinforcing Factors:

 Dukungan petugas kesehatan

(26)

juga gambaran dari enabling factors meliputi ketersediaan sarana pelayanan

kesehatan dan jarak ke sarana pelayanan kesehatan dan reinforcing factors

Gambar

Tabel 2.1 Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar Pada Bayi
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Demi pengernbangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) kepada Pusat Perpustakaan IAIN Tulungagung

Suatu fenomena yang terjadi dengan berputarnya poros pada kecepatan-kecepatan tertentu adalah getaran yang sangat tinggi, meskipun poros dapat berputar

Arifin, Khoirul, Pengaruh Model Pembelajaran Pembelajaran berbasis masalah Terhadap Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Materi Lingkaran Siswa Kelas VIII di SMP Negeri

Sebagai masukan bagi sekolah yang bersangkutan dalam usahanya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan kualitas peserta didiknya sehubungan dengan faktor yang mempengaruhi

Ploting data distribusi frekwensi dalam kertas probabilitas bertujuan untuk mencocokan rangkaian data dengan jenis sebaran yang dipilih, dimana kecocokan dapat dilihat

Perkembangbiakan perkici pelangi secara ex-situ dapat dilakukan di dalam laboratorium penangkaran melalui cara mengawinkan satu jantan dengan satu betina, ataupun

Hasil dari penelitian menunjukkan sebagian besar responden mengalami mengalami retardasi mental ringan 16 (55,2 %), dan hampir setengah responden mengalami