• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Mutu Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Mutu Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Jaminan Kesehatan Nasional di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Mutu Asuhan Kesehatan

Mutu secara umum dikaitkan dengan suatu derajat keberhasilan atau penampilan yang patut mendapat pujian atau suatu derajat kesempurnaan hasil yang

jauh melampaui tingkat rata-rata. Mutu sangat subjektif, tergantung pada persepsi, sistim nilai, latar belakang sosial, pendidikan, ekonomi budaya dan banyak faktor lagi

pada masyarakat atau pribadi yang terkait dengan jasa pelayanan tersebut. Oleh karena adanya berbagai aspek dan faktor yang terkait dan berperan dalam menentukan mutu asuhan yang abstrak dan subjektif sehingga membuat orang sulit

untuk membuat definisi yang tepat tentang mutu.

Menurut Jacobalis, mutu pelayanan kesehatan dapat dilihat dari dua

pendekatan yaitu :

1. Pendekatan kesehatan masyarakat (public health)

Pendekatan ini menyangkut seluruh sistim pelayanan kesehatan dan derajat

kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah maupun negara. Derajat mutu dalam hal ini misalnya :

a.Kelangsungan hidup : angka kematian bayi, angka kematian ibu b.Angka morbiditas

(2)

2. Pendekatan institusional atau individu

Pendekatan ini menyangkut mutu pelayanan kesehatan terhadap perorangan oleh

suatu institusi atau fasilitas seperti rumah sakit. Disini mutu adalah salah satu aspek atau produk daripada sumber daya dan kegiatan fasilitas itu.

J. M Juran mengemukakan banyak arti tentang mutu namun dua diantaranya

sangat penting bagi manajer, meskipun tidak semua pelanggan menyadarinya, yaitu: 1. Mutu sebagai keistimewaan produk. Di mata pelanggan, semakin baik

keistimewaan produk semakin tinggi mutunya.

2. Mutu berarti bebas dari kekurangan (defisiensi). Di mata pelanggan semakin sedikit kekurangan semakin baik mutunya.

Sedangkan jika menilik dari definisi mutu asuhan yang dikemukakan oleh Joint Commision on Accreditasi of Healthcare Organizations, yaitu derajat dipenuhinya standar profesi yang baik dalam pelayanan pasien dan terwujudnya hasil akhir yang selayaknya diharapkan yang menyangkut asuhan pasien, diagnosa, prosedur atau tindakan, pemecahan masalah klinis.

Banyak pendapat mengenai ruang lingkup, sasaran serta tujuan dari mutu asuhan kesehatan, tetapi secara garis besar persepsi yang operasional tentang mutu

asuhan kesehatan yang baik adalah apabila asuhan itu : 1. Tersedia dan terjangkau

2. Tepat kebutuhan

(3)

5. Tepat standar profesi 6. Wajar dan aman

7. Memuaskan pasien.

2.2. Mutu Pelayanan Rumah Sakit

Menurut Direktorat Pelayanan Medik mutu pelayanan rumah sakit adalah

suatu derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi

sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara wajar, efisien, dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan

masyarakat konsumen.

Aspek- aspek mutu pelayanan rumah sakit dapat diklasifikasikan dalam

beberapa komponen, yaitu: 1. Struktur

Yaitu sarana fisik, perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen,

keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lain di rumah sakit. 2. Proses

(4)

3. Outcome (keluaran)

Yaitu hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lainnya terhadap

pasien, dalam arti perubahan derajat kesehatan dan kepuasannya baik positif maupun negatif.

Mutu pelayanan suatu rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan

ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek manajemen yang menyatu sebagai suatu sistim. Seperti layaknya suatu sistim maka komponen :

1. Input adalah sarana fisik, perlengkapan atau peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan dan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.

2. Proses adalah semua kegiatan dan keseluruhan input baik itu tindakan medis

maupun tindakan nonmedis dalam interaksinya dengan pemberian pelayanan kesehatan.

3. Keluaran adalah hasil akhir dari kegiatan proses yaitu tindakan dokter dan profesi lain terhadap pasien dalam arti derajat kesehatan dan kepuasannya.

Selain itu faktor lain yang mempengaruhi adalah faktor lingkungan. Faktor

lingkungan adalah keadaan sekitar yang mempengaruhi penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi kesehatan, keadaan sekitar yang terpenting adalah

(5)

2.3. Menilai dan Mengukur Mutu Asuhan Kesehatan

Mengukur mutu suatu jasa adalah tidak langsung. Yang diukur adalah

petunjuk yang dianggap relevan dengan aspek- aspek tertentu yang ada peranannya dalam produksi jasa itu. Petunjuk ini dibedakan dalam indikator, kriteria dan standar. 1. Indikator

Dalam hal pelayanan kesehatan, indikator- indikator adalah fenomena yang menunjuk pada kewajaran dan derajat mutu pelayanan yang diberikan. Indikator ini

mengacu pada berbagai aspek mutu yaitu : a. Klinis atau penampilan profesi b. Efisiensi dan efektifitas

c. Keamanan atau keselamatan pasien d. Kepuasan pasien

Selain itu indikator haruslah relevan terhadap aspek rumah sakit. Sebagai contoh : indikator klinis (angka infeksi nosokomial, angka sectio caesarea yang tidak wajar), indikator efisiensi dan efektifitas (pasien menunggu terlalu lama di kamar

operasi, kamar rontgen sebelum ditolong), indikator keamanan atau keselamatan pasien (angka pasien jatuh dari tempat tidur), indikator kepuasan pasien (jumlah

keluhan pasien atau keluarga). 2. Kriteria

Untuk lebih spesifik maka indikator perlu diterjemahkan dalam suatu kriteria

(6)

bedah dapat dispesifikasikan menjadi kriteria 2%. Angka ini merupakan suatu ambang.

3. Standar

Pengertian dari standar adalah tingkat ideal tercapai yang diinginkan. Lazimnya tingkat ideal ini dalam bentuk minimal dan maksimal (range). Penyimpangan yang

terjadi disebut toleransi. Untuk memandu atau tetap berpedoman pada standar yang telah ditetapkan disusunlah protokol. Protokol ini merupakan pedoman, petunjuk

pelaksana yang tersusun secara sistematis dan dipakai sebagai pedoman untuk mengambil keputusan atau melaksanakan pelayanan kesehatan.

2.4. Kepuasan Pelanggan/Pasien

Sampai hari ini kepuasan pelanggan masih merupakan konsep yang sangat relevan. Kepuasan pelanggan bukanlah konsep yang baru. Di awal abad 20, sudah

banyak praktisi bisnis di seluruh dunia, memahami bahwa kepuasan pelanggan adalah hal yang penting. Berdasarkan studi riset yang dilakukan lembaga Frontier, sekitar 90% top manajemen di Indonesia percaya bahwa kepuasan pelanggan adalah hal yang

sangat penting.

Dalam konteks teori consumer behavioral, kepuasan lebih banyak

didefinisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Salah satu definisinya seperti yang dikemukakan oleh Richard Oliver, kepuasan adalah respon pemenuhan dari

(7)

pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana tingkat pemenuhan ini bisa lebih atau kurang.

Menurut Handi Irawan (2002), kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai bahwa harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan

merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan. Dari hal ini terlihat bahwa yang penting adalah persepsi dan bukan aktual. Jadi :

1. Bisa terjadi bahwa secara aktual, suatu produk mempunyai potensi untuk memenuhi harapan pelanggan tetapi ternyata hasil dari persepsi pelanggan tidak sama dengan yang diinginkan produsen. Ini bisa terjadi karena adanya gap dalam

komunikasi.

2. Kepuasan pelanggan sangat bergantung pada harapan pelanggan. Oleh karena itu,

strategi kepuasan pelanggan haruslah didahului dengan pengetahuan yang detail dan akurat terhadap harapan pelanggan. Harapan pelanggan kadang- kadang dapat dikontrol oleh perusahaan, yang lebih sering produsen tidak mampu mengontrol

harapan mereka.

Dengan demikian kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara

penampilan yang dirasakan dan harapan. Ada tiga tingkat kepuasan, bila penampilan kurang dari harapan, pelanggan tidak dipuaskan. Bila penampilan sebanding dengan harapan, pelanggan puas. Apabila penampilan melebihi harapan, pelanggan amat

(8)

1. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan pasien terutama saat pertama kali datang.

2. Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharap.

3. Prosedur perjanjian.

4. Waktu tunggu.

5. Fasilitas umum yang tersedia.

6. Fasilitas perhotelan untuk pasien seperti mutu makanan, privacy dan pengatur kunjungan.

7. Outcome terapi dan perawatan yang diterima.

Banyak perusahaan memfokuskan pada kepuasan tinggi karena para pelanggan yang kepuasannya hanya pas- pasan mudah untuk berubah pikiran bila

mendapat tawaran yang lebih baik. Mereka yang amat puas lebih sukar untuk mengubah pilihannya. Kepuasan tinggi atau kesenangan yang tinggi menciptakan kelekatan emosional terhadap merk tertentu, hasilnya adalah kesetiaan pelanggan

yang tinggi.

Kunci untuk menghasilkan kesetiaan pelanggan adalah memberikan nilai

pelanggan yang tinggi. Menurut Michael Lanning, sebuah perusahaan harus mengembangkan satu proporsi nilai (value proposition) yang superior secara bersaing, dan sistim penyerahan nilai (value delivery system) yang superior. Proporsi

(9)

diperoleh para pelanggan dari tawaran dan dari hubungan mereka dengan pemasok. Sistim penyerahan nilai mencakup semua komunikasi dan pengalaman saluran yang

akan didapatkan pelanggan dalam usahanya untuk mendapatkan tawaran.

Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk dan jasa. Oleh karena itu,

setiap transaksi atau pengalaman baru akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Dengan demikian kepuasan pelanggan mempunyai dimensi waktu karena

hasil akumulasi.Karena itu siapapun yang terlibat dalam urusan kepuasan pelanggan, ia telah melibatkan diri dalam urusan jangka panjang. Upaya memuaskan pelanggan adalah pengalaman panjang yang tidak mengenal batas akhir.

2.5. Proses dan Alur Pelayanan

Suatu pelayanan akan terbentuk karena adanya proses pemberian layanan

tertentu dari pihak penyedia layanan kepada pihak yang dilayani, dimana di beberapa bagian akan terjadi kontak individu antar pasien dengan provider di rumah sakit. Layanan dapat terjadi antar seseorang dengan seseorang, seorang dengan kelompok,

kelompok dengan seorang, atau orang – orang dalam organisasi , yang dimulai sejak pasien masuk rumah sakit sampai pasien pulang. Dengan adanya hubungan antar

pasien dengan petugas akan memberikan penilaian terhadap jasa yang telah diterimanya selama perawatan di rumah sakit.

Menurut Norton dan Kaplan (1995) perusahaan yang sukses tidak hanya

(10)

pelanggan, pengembangan sumber daya manusia dan proses yang bermutu. Proses pelayanan dokter dimulai dari pasien masuk ruang rawat inap sampai pasien pulang

meliputi anamnese, pemeriksaan, penegakan diagnosa, pemberian terapi, pencatatan dan penyuluhan. Proses perawatan yaitu sejak pasien masuk ruang rawat inap sampai dengan pasien pulang yang meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan

evaluasi. Proses pelayanan penunjang medik meliputi mempersiapkan kegiatan laboratorium kesehatan, melaksanakan pemeriksaan laboratorium kesehatan,

melaksanakan penanganan peralatan dan bahan penunjang laboratorium, melaksanakan pemantapan kualitas pemeriksan dan melaksanakan pembinaan teknis kelaboratoriuman. Proses pelayanan administrasi meliputi merencanakan kebutuhan

pelayanan keperawatan, mengatur pelaksanaan pelayanan keperawatan, mengevaluasi pelayanan keperawatan dan membina serta membimbing staf.

2.6. Lingkungan Fisik dan Kualitas Pelayanan

Menurut Kasim (2002), kepuasan pasien dipengaruhi oleh lingkungan fisik ruang rawat inap dimana ketidakpuasan tertinggi terdapat pada ketenangan ruangan.

Secara umum lingkungan fisik ruang rawat inap meliputi kebersihan ruangan, kerapian tempat tidur, ketenangan, kenyamanan kebersihan kamar mandi,

ketersediaan air dan penerangan ruangan. Untuk mengetahui kualitas suatu pelayanan diperlukan standar, bila pelanggan sudah mengenal dan mempercayai kualitas yang diberikan oleh organisasi biasanya semuanya menjadi lancar, karena sudah ada

(11)

2.7. Kepuasan Pelanggan

Menurut Irawan (2003), kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa

yang telah memenuhi harapannya. Karena itu pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan tersebut mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Ada beberapa unsur yang dapat menentukan kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah

sakit diantaranya dokter, perawat, kondisi lingkungan fisik, sarana penunjang medis dan non medis, dan lain-lain (Soejadi, 1996).

Pasien yang dirawat di ruangan rawat inap tetaplah seorang individu yang memiliki kebutuhan, ketakutan dan masalah- masalah yang sangat nyata seperti individu lain, serta menghadapi peristiwa- peristiwa besar yang sering terjadi dalam

kehidupannya. Kebutuhan pasien dan tindakan keperawatan dapat diklasifikasikan yaitu kebutuhan, keamanan, mempertahankan jalan nafas, kontrol nyeri,

mempertahankan keseimbangan cairan dan mengurangi ansietas. Seorang yang akan memberikan layanan kepada pasien harus cepat tanggap dan sebaiknya selalu memberi perhatian (Sugiarto, 2002).

2.7.1. Standar Kepuasan

Dalam menentukan standar kepuasan rumah sakit hanya bisa memprediksi

dan meramal sesuai pengalaman konsumen di masa lalu dari hasil riset atau penelitian. Upaya peningkatan mutu kinerja pelayanan yang berorientasi kepada kepuasan pasien tidak dapat dipisahkan dengan standar, karena penetapan masalah,

(12)

pada lini terdepan, dan standar harus dapat diukur dan dilaksanakan (Kusumapradja, 2000).

2.7.2. Faktor-faktor Pendorong Kepuasan Pasien

Dalam menentukan tingkat kepuasan terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan/rumah sakit, Lupiyoadi (2001) terdapat lima komponen

yang mendorong kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Kualitas Produk. Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka

menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

2. Kualitas pelayanan. Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang

diharapkan.

3. Emosional pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa

orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari produk tetapi nilai sosial yang

membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu.

4. Harga. Produk yang mempunyai kualitas sama tetapi menetapkan harga yang

relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 5. Kemudahan. Komponen ini berhubungan dengan biaya untuk memperoleh

produk atau jasa. Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman

(13)

2.7.3. Metode dan Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan/Pasien

Pemantauan dan pengukuran terhadap kepuasan pelanggan menjadi hal yang

sangat esensial bagi setiap organisasi. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan. Pada prinsipnya kepuasan

pelanggan itu dapat diukur dengan berbagai macam metode dan tehnik. Beberapa macam metode menurut Kotler (2000) adalah sebagai berikut :

1. Sistim keluhan dan saran

Sebuah perusahaan yang berfokus pada pelanggan mempermudah pelanggannya untuk memberikan saran dan keluhan. Rumah sakit dapat

meletakkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk diisi oleh pasien yang akan keluar, dan mempekerjakan staf khusus untuk menangani

keluhan pasien. Dapat juga menyediakan hot-lines bagi pelanggan dengan gratis, juga dapat menambahnkan web pages dan e-mail untuk melaksanakan komunikasi dua arah. Bagi perusahaan tersebut, informasi tersebut merupakan

sumber gagasan yang baik yang meyakinkan perusahaan bertindak cepat untuk menyelesaikan masalah.

2. Survey kepuasan pelanggan

Penelitian menunjukkan bahwa walaupun para pelanggan tidak puas terhadap satu dari setiap empat pembelian, kurang dari 5% pelanggan yang tidak puas akan

(14)

tidak dapat menggunakan banyaknya keluhan sebagai ukuran kepuasan pelanggan. Perusahaan yang responsif mengukur kepuasan pelanggan secara

langsung dengan melakukan survey berkala. Mereka mengirimkan daftar pertanyaan atau menelepon pelanggan – pelanggan terakhir mereka sebagai sampel acak dan menanyakan apakah mereka amat puas terhadap berbagai aspek

kinerja perusahaan. Mereka juga meminta pendapat pembeli tentang kinerja para pesaing mereka.

Selain mengumpulkan informasi tentang kepuasan pelanggan, juga berguna untuk mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur keinginan pelanggan untuk membeli ulang, pembelian ulang biasanya tinggi jika kepuasan pelanggan

tinggi, juga bermanfaat untuk mengukur kemungkinan atau kesediaan pelanggan untuk merekomendasikan perusahaan dan merek ke orang lain. Informasi dari

mulut ke mulut yang nilainya positif tinggi menunjukkan bahwa perusahaan menghasilkan kepuasan pelanggan yang tinggi.

3. Belanja siluman (Gost Shopping)

Perusahaan dapat membayar orang-orang untuk bertindak sebagai pembeli potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kukuatan dan kelemahan

yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk menguji apakah staf penjualan penjualan perusahaan menangani situasi tersebut

(15)

mengalami sendiri secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai pelanggan. Variasi dari cara itu adalah manajer menelepon perusahaan mereka

sendiri dengan berbagai pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana panggilan telepon itu ditangani.

4. Analisis pelanggan yang hilang

Perusahaan harus menghubungi pelanggan yang berhenti membeli atau berganti pemasok untuk mempelajari sebabnya. Bukan hanya exit interview saja

yang perlu, tetapi pemantauan tingkat kehilangan pelanggan juga penting. Peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.

Menurut Mc. Neal dan Lamb dalam Peterson dan Wilson (1992), umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan dengan penelitian survey, baik

melalui pos, telepon maupun wawancara langsung. Karena melalui survey, perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda (signal) positif bahwa perusahaan menaruh

perhatian terhadap pelanggannya. Metode survey kepuasan pelanggan dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai cara yaitu :

a. Pengukuran secara langsung (directly reported satisfaction).

(16)

b. Delivered satisfaction.

Responden diberi pertanyaan seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut

tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan. c. Problem analysis.

Metode ini adalah meminta responden untuk menuliskan masalah yang mereka

hadapi dan perbaikan yang mereka sarankan. d. Importance/ performance ratings.

Responden diminta untuk membuat rangking dari berbagai elemen pelayanan. Ukuran pembuatan rangking ini didasari oleh kepentingan elemen di mata pelanggan serta seberapa jauh perusahaan memenuh elemen tersebut.

Banyak diskusi dilakukan untuk membahas hubungan antara mutu dan kepuasan pelanggan. Sebahagian ahli menganggap kepuasan mengarahkan kita pada

mutu, sebahagian lagi mengatakan bahwa mutu adalah hasil dari kepuasan. Hasilnya adalah keduanya saling mempengaruhi. Zeitham,VA ; Parasuraman, A; Berry,LL. memperkenalkan 10 dimensi SERQUAL (Service Quality) yang umum dipergunakan

dalam mengukur mutu. Kesepuluh faktor tersebut meliputi : 1. Reliability atau keandalan.

2. Responsiveness atau daya tanggap. 3. Competence atau kemampuan.

4. Access atau kemudahan untuk dihubungi. 5. Courtesy atau keramahan.

(17)

7. Communication atau informasi.

8. Security atau rasa aman, bebas dari bahaya, resiko dan kesangsian. 9. Understanding atau penuh pengertian.

10.Tangibles atau jelas dapat dilihat dan dapat dibuktikan.

Dari kesepuluh dimensi mutu di atas dapat dirangkum dalam 5 (lima) dimensi

kualitas pelayanan, yakni : 1. Tangible (bukti langsung)

Suatu pelayanan tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba, maka aspek tangible menjadi penting sebagai ukuran terhadap pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan

atribut dari dimensi tangible meliputi gedung, peralatan, seragam, dan penampilan fisik para karyawan yang melayani pelanggannya. Selain itu materi promosi

berupa brosur dan leaflet juga akan mempengaruhi pelanggan dalam penilaian kualitas pelayanan.

Tangible yang baik akan mempengaruhi persepsi pelanggan. Pada saat yang bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah satu sumber yang mempengaruhi harapan pelanggan. Karena tangible yang baik, maka harapan

pelanggan menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui seberapa jauh aspek tangible yang paling tepat yaitu masih memberikan impresi yang positif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan

(18)

2. Reliability (keandalan)

Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh dimensi reliability

yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dimensi ini sering dipersepsi paling penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa.

Ada 2 aspek dari dimensi ini yaitu:

1. Kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang

dijanjikan.

2. Seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak ada eror.

Menurut Handi Irawan (2002), sekitar 60% dari keluhan konsumen berasal dari ketidakpuasan terhadap perusahaan yang berhubungan dengan dimensi ini.

Konsumen mengeluh karena perusahaan tidak menepati janjinya atau melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan. Dalam industri jasa, perusahaan bergantung pada manusia yang memang susah konsisten. Yang lebih sulit lagi

karena jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu tidak ada kesempatan bagi perusahaan jasa untuk memisahkan pelayanan yang

benar dan pelayanan yang salah. 3. Responsiveness (daya tanggap)

(19)

responsiveness adalah berdasarkan persepsi dan bukan aktualnya. Karena persepsi mengandung aspek psikologis, maka faktor komunikasi dan situasi fisik

di sekeliling pelanggan yang menerima pelayanan merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi penilaian pelanggan. Mengkomunikasikan kepada pelanggan mengenai proses pelayanan yang diberikan akan membentuk persepsi

yang lebih positif. Pelayanan yang responsif atau yang tanggap, juga sangat dipengaruhi oleh sikap front-line staf. Salah satunya adalah kesigapan dan

ketulusan dalam menjawab pertanyaan atau permintaan pelanggan. 4. Assurance (jaminan)

Assurance yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-line staf dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Ada 4 aspek dari dimensi ini yaitu

keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.

Keramahan adalah salah satu aspek yang mudah diukur. Ramah berarti banyak senyum dan bersikap sopan. Memang menciptakan budaya senyum bukanlah hal

yang mudah dan program yang murah. Perlu upaya sistematis dan komitmen implementasi jangka panjang. Disamping itu adalah kompetensi. Pelanggan sulit

percaya bahwa kualitas pelayanan akan dapat tercipta dari front line staf yang tidak kompeten atau terlihat bodoh. Oleh karena itu sangatlah penting untuk terus memberikan training kepada karyawan gugus depan mengenai pengetahuan

(20)

melakukan transaksi bila perusahaan jujur dalam bertransaksi. Mereka akan mencatat dan melakukan penagihan sesuai dengan yang diminta dan dijanjikan.

5. Empathy (perhatian pribadi)

Pelanggan dari kelompok menengah atas mempunyai harapan yang tinggi agar perusahaan penyedia jasa mengenal mereka secara pribadi. Perusahaan harus

tahu nama mereka, kebutuhan mereka secara spesifik dan bila perlu mengetahui apa yang menjadi hobi dan karakter personal lainnya. Apabila tidak, perusahaan

akan kehilangan kesempatan untuk dapat memuaskan mereka dari aspek ini. Dimensi empathy adalah dimensi kelima dari kualitas pelayanan. Secara umum, dimensi ini memang dipersepsi kurang penting dibandingkan dimensi reliability

dan responsiveness di mata kebanyakan pelanggan. Hasil studi Frontier selama beberapa tahun terakhir mengkonfirmasikan hal ini. Akan tetapi untuk kelompok

pelanggan the haves dimensi ini bisa menjadi dimensi yang paling penting. Ini sesuai dengan teori perkembangan kebutuhan manusia dari Maslow. Pada tingkat semakin tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi dengan hal- hal yang primer.

Setelah kebutuhan fisik, keamanan dan sosial terpenuhi, maka dua kebutuhan lagi akan mengejar yaitu kebutuhan akan ego dan aktualisasi. Dua kebutuhan dari

teori Maslow inilah yang banyak berhubungan dengan dimensi empathy. Pelayanan yang empahatic memang memerlukan sentuhan pribadi. Tetapi sentuhan pribadi ini hanya menjadi maksimal kalau perusahaan/rumah sakit

(21)

2.8. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2.8.1. Pengertian JKN

Beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan asuransi adalah: 1. Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib

dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial

ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).

2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

3. Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

Dengan demikian, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan

Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua

penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

2.8.2. Manfaat JKN

(22)

ambulans . Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis. Manfaat pelayanan promotif dan preventif

meliputi pemberian pelayanan:

a. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai

pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.

b. Imunisasi dasar,meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.

c. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.

Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi

risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif, masih ada

manfaat yang tidak dijaminmeliputi: a. Tidak sesuai prosedur;

b. Pelayanan di luar Fasilitas Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS;

c. Pelayanan bertujuan kosmetik;

(23)

e. Pengobatan untuk mendapatkan keturunan, pengobatan impotensi f. Pelayanan kesehatan pada saat bencana ; dan

g. Pasien Bunuh Diri/ Penyakit yang timbul akibat kesengajaan untuk menyiksa diri sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba.

2.8.3. Kepesertaan

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar Iuran.

Peserta tersebut meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

1. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan

orang tidak mampu.

2. Peserta bukan PBI adalah Peserta yang tidak tergolong fakir miskin dan orang

tidak mampu yang terdiri atas:

a. Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pegawai Negeri Sipil;

b) Anggota TNI; c) Anggota Polri;

d) Pejabat Negara;

e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f) Pegawai Swasta; dan

(24)

b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

c. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a) Investor;

b) Pemberi Kerja; c) Penerima Pensiun; d) Veteran;

e) Perintis Kemerdekaan; dan

f) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e

yang mampu membayar Iuran. d. Penerima pensiun terdiri atas:

a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimanadimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang

(25)

Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi: a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

b. Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria: tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau

belum berusia 25 (duapuluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal. Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga

mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

2.9. Penelitian Terdahulu

1. Mastiur Napitupulu (2012). Pengaruh Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan

terhadap Kepuasan Pasien Kepuasan Pasien Rawat Inap di RSUD Doloksanggul. Jenis penelitian adalah observasional dengan pendekatan cross sectional pada 44

pasien. Data diperoleh melalui wawancara dan menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan dengan uji regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mutu pelayanan asuhan keperawatan dari 5 variabel (bukti langsung,

kehandalan, daya tanggap, jaminan, empati) hanya variabel jaminan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pasien rawat inap RSUD Doloksanggul. Variabel

(26)

melakukan penyempurnaan sistem manajemen pelayanan keperawatan di mulai dari pasien masuk sampai pasien pulang.

2. Siti Mardiah (2007).Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Spesialistik Empat Dasar terhadap Kepuasan Pasien Rawat inap Di Badan Pelayanan Kesehatan RSU. Sigli Tahun 2007. Penelitian explanatory survey dengan sampel

sebesar 94 orang pasien rawat inap. Hasil uji univariat menunjukkan sebanyak 72,3% responden mempunyai persepsi yang baik tentang reliability, sebanyak

79,8% responden mempunyai persepsi yang baik tentang responsiveness dan 62,8% responden memiliki persepsi yang baik terhadap tangible. Dalam hal ini kepuasan sebanyak 53,2% menyatakan cukup puas. Distribusi mutu pelayanan

yang paling banyak adalah baik dengan nilai 20 (21,3%) sedangkan kepuasan pasien rawat inap yang paling banyak menyatakan cukup puas pada ruang

penyakit dalam adalah 21 (22,3%). Hasil uji multivariat, koefisien regresi (reliability) bernilai positif (1,134). Hal ini menunjukkan pengaruh variabel reliability adalah searah dengan kepuasan pasien. Koefisien regresi (tangible) bernilai positif (1,157). Hal ini menunjukkan pengaruh variabel tangible adalah searah dengan kepuasan pasien. Untuk meningkatkan mutu pelayanan spesialistik

empat dasar terhadap kepuasan pasien, perlu adanya training ilmu pengetahuan dan teknologi melalui seminar dan pelatihan secara kontinu. Bagi pihak rumah sakit akan memprioritaskan perencanaan dan pengembangan yang utama

(27)

3. Azura Ikhlashiah (2013). Gambaran Tingkat Kepuasan Pasien dalam Mutu Pelayanan Keperawatan di Ruang Rawat Jalan Rumah Sakit Adenin Adenan

Medan. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah quota sampling dengan jumlah sampel 94 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pasien pada mutu pelayanan keperawatan di ruang rawat jalan Rumah Sakit Adenin Adenan sangat memuaskan (78,88%), dimana

nilai rata-rata tingkat kepuasan pasien pada tiap dimensi mutu pelayanan keperawatan sangat memuaskan, yaitu reliability (76,35%), responsiveness (79,5%), assurance (80,28%), empathy (79,33%) dan tangible (79,73%).

Diharapkan pihak manajemen berupaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dalam hal memberikan informasi yang dibutuhkan pasien dengan

cepat dan mudah dimengerti, serta memberikan penyuluhan dengan sabar, jelas dan mudah dimengerti sesuai dengan keluhan dan kebutuhan pasien.

4. Fatma Deri (2012). Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Mutu Pelayanan

Konsultasi Gizi di Piliklinik Gizi Rumah Sakit Umum Dr. Zaineol Abidin Banda Aceh. Penelitian ini bersifat deskriptif untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien

terhadap mutu pelayanan konsultasi gizi di Poliklinik Gizi RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang dilakukan secara crossectional dengan menggunakan daftar pertanyaaan kepada pasien yang berkonsultasi ke Poliklinik Gizi. Dari

(28)

penampilan sebesar 102,5%,prosedur pelayanan sebesar 99,7% dan sikap pelayanan petugas sebesar 96,7%.

5. Mawaddah Sari Nasution (2011). Pengaruh Persepsi Tentang Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Poliklinik Gigi di Puskesmas Mutiara Kabupaten Asahan Tahun 2011. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain

cross sectional. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh persepsi tentang mutu pelayanan terhadap kepuasan pasien poliklinik gigi di Puskesmas Mutiara

Kabupaten Asahan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara persepsi tentang mutu pelayanan dokter gigi, mutu pelayanan perawat gigi, mutu pelayanan administrasi, mutu pelayanan obat, dan kondisi

fisik fasilitas terhadap kepuasan pasien poliklinik gigi di Puskesmas Mutiara Kabupaten Asahan tahun 2011.

6. Ardiana Hamsar (2005). Analisis Mutu Pelayanan Rawat Inap dan Hubungannya dengan Kepuasan Pasien Peserta Askes Plus di Rumah Sakit Umum Permata Bunda Medan. Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan tipe analitik

menggunakan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 46 orang. Hasil menunjukkan mutu pelayanan yang diterima dan kepuasan yang

(29)

2.10. Landasan Teori

Kepuasan pasien/ pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang

yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/ kesannya terhadap kinerja suatu produk dan harapan- harapannya (Kotler, 2000).

Tingkat kualitas pelayanan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang

perusahaan/ rumah sakit tetapi harus dipandang dari sudut pandang penilaian pasien. Karena itu dalam merumuskan strategi dan program pelayanan, rumah sakit harus

berorientasi pada kepentingan pasien dengan memperhatikan komponen kualitas pelayanan (Freddy Rangkuti,2002).

Menurut Schnaars (1991), pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis (rumah

sakit) adalah untuk menciptkan para pelanggan (pasien) yang puas. Terciptanya kepuasan pasien dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya hubungan antara

rumah sakit dan pasiennya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan tercapainya loyalitas pasien dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi rumah sakit

(Tjiptono, 2002).

Donebedian, A memperkenalkan tiga jenis unsur mutu yaitu unsur masukan

(input) berupa tenaga, sarana, prasarana, peralatan dan metode. Unsur proses berupa proses pelayanan medik, keperawatan, tehnis dan administrasi. Serta unsur hasil (outcome) berkisar pada kesembuhan pasien, angka kematian dan kepuasan pasien

(30)

Tingkat kepuasan sangat tergantung pada mutu suatu produk. Suatu produk dikatakan bermutu bagi seseorang bila produk tersebut dapat memenuhi

kebutuhannya (Montgomry, 1985 dalam Supranto, 2001). Kepuasan pasien akan tercapai apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien/ keluarganya, ada perhatian terhadap

keluhan, kondisi lingkungan fisik dan tanggap/ memprioritaskan kebutuhan pasien, sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik- baiknya antara tingkat rasa puas atau

hasil dan serta jerih payah yang telah dialami guna memperoleh hasil tersebut (Soejadi, 1996).

(31)

2.11. Kerangka Konsep

Kerangka konsep diturunkan dari konsep teori, yang tujuannya untuk

mengetahui kepuasan pasien rawat inap.

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Mutu pelayanan :

Tangibles Responsiveness Reliability Assurance Empathy

Kepuasan Pasien: - Ekspektasi - Persepsi

Karakteristik pasien :

1. Usia

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga untuk memudahkan proses kelengkapan perjanjian kredit tersebut maka notaris sebagai pejabat umum membuat covernote sebagai surat keterangan yang menjelaskan kondisi

Penyerapan Air pada Hibrid Ionomer dengan Lama Penyinaran yang Berbeda.. xi +

[r]

Test Mandrel adalah berbentuk poros silinder yang digunakan dalam pengujian untuk menguji kesegarisan atau kesumbuan sumbu spindelts.. Mandrel yang digunakan terdiri

Karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah karakteristik tempat perkembangbiakan larva nyamuk yang meliputi keberadaan TPA, jenis TPA, pH air, tumbuhan air, hewan

“Kami selaku pimpinan, telah bermusyawarah dan selalu merapatkan strategi apa saja yang akan diadakan dalam program keagamaan, agar setiap tahunnya pembiasaan yang

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Diet Rendah Purin Terhadap Kepatuhan Penderita Asam Urat Adapun skripsi ini bukan milik

“A da beberapa kendala yang masih dikeluhkan dalam menjalankan usaha koperasi yakni masalah permodalan, masih lemahnya sistem manajemen yang digunakan, penurunan