ϭ BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Pada rentang kehidupan manusia, ada tahapan perkembangan yang akan dilalui manusia. Tahapan yang akan dilalui manusia dalam rentang kehidupan adalah masa dewasa. Setiap melewati masa perkembangannya, manusia akan memperoleh pengalaman-pengalaman tertentu untuk kemudian secara tidak langsung membentuk kepribadian manusia tersebut.
Sebagai seorang individu yang mulai memasuki masa dewasa atau bahkan sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar. Individu dewasa awal tak lagi harus bergantung secara ekonomis, sosiologis ataupun psikologis pada orang tuanya. Individu dewasa awal justru merasa tertantang untuk membuktikan dirinya sebagai seorang pribadi dewasa yang mandiri. Segala urusan ataupun masalah yang dialami dalam hidupnya sedapat mungkin akan ditangani sendiri tanpa bantuan orang lain, termasuk orang tua. Berbagai pengalaman yang telah dilewati pada masa perkembangan sebelumnya akan dijadikan pelajaran.
Semakin dewasa seseorang, tentunya dituntut untuk mampu menyelesaikan masalah, khususnya masalahnya sendiri. Dalam menyelesaikan masalah tersebut tidak hanya diperlukan kemampuan intelektual yang baik, melainkan kemampuan mengelola emosi atau kecerdasan emosi. Telah cukup lama terjadi ketidakseimbangan dalam pemahaman manusia mengenai kecerdasan emosi (Stein dan Book, 2004).
Ϯ
berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka, sedangkan orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami petarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada karir atau pekerjaan ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih (Steen & Book,2004).
Bagi dewasa awal sikap dan perilaku asertif sangatlah penting karena beberapa alasan, sikap dan perilaku asertif akan memudahkan bersosialisasi dan menjalin hubungan dengan lingkungan seusianya maupun di luar lingkungannya secara efektif. Dengan kemampuan untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan diinginkannya secara langsung, terus terang maka para dewasa awal bisa menghindari munculnya ketegangan dan perasaan tidak nyaman akibat menahan dan menyimpan sesuatu yang ingin diutarakannya.Memiliki sikap asertif, maka para siswa dapat dengan mudah mencari solusi dan penyelesaian dari berbagai kesulitan atu permasalahan yang dihadapinya secara efektif, sehingga permasalahan itu tidak akan menjadi beban pikiran yang berlarut-larut. Tingkah laku asertif sebagai bentuk ketrampilan sosial yang tepat untuk berbagai situasi sosial. Orang menilai tingkah laku asertif sebagai pilihan respon yang tepat dalam berbagai situasi sosial. Sebaliknya, ada pula orang-orang yang menganggap perilaku asertif adalah perilaku agresif. Perbedaanya ialah perilaku asertif tidak melanggar hak-hak orang lain, sementara perilaku agresif seringkali melanggar hak-hak orang lain. Untuk menjalin hubungan interpersonal yang baik, seseorang membutuhkan kemampuan berperilaku asertif, (Albert dan Emmons dalam Setiono, 2005).
ϯ
dengan perilaku asertif siswa kelas XI SMA N 1 Semarang. Penelitian ini memiliki sampel 70 siswa kelas XI SMA N 1 Semarang dari populasi 280 siswa. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang negatif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan perilaku asertif, dibuktikan rxy -0,536 dengan probalitas 0,004 (p>0.01). Pada era sekarang sudah banyak perubahan dan ada perkembangan di masyarakat, sehingga penelitian yang mengemukakan bahwa perilaku asertif berhubungan dengan kecerdasan emosi dapat diuji kembali dalam setting dan sampel yang berbeda.
Berdasarkan hasil observasi Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling Angkatan 2014 sebagian masih ada yang belum mampu untuk mengungkapkan apa yang dirasakan dan diinginkannya secara langsung, tentang cara mengelola emosi itu saya lihat dari tingkah laku dan nada bicaranya. Saya juga masih melihat ketika mahasiswa tidak suka dengan yang dibicarakan temannya masih suka dengan nada yang brgitu tinggi, sebaliknya dengan perilaku asertif, saya menanyakan langsung dengan salah satu mahasiswa tentang mengungkapkan perasaan yang positif, tetapi mahasiswa itu masih belum bisa mengungkapkan suatu perasaan yang positif dan menurutnya juga susah. Ada beberapa mahasiswa yang baik dalam kecerdasan emosi dan perilaku asertif, mahasiswa tau cara mengelola emosi dan cara mengungkapkan keadaan perasaan.
Penulis sangat tertarik dengan penelitian hubungan kecerdasan emosi dan perilaku asertif, karena kedua variabel bisa diuji kembali dengan sampel, instrumen yang berbeda. Untuk peneliti selanjutnya bahwa kecerdasan emosi dan perilaku asertif, masih bisa untuk dikembangkan lebih lanjut, melalui konseling individu.
1.2 Rumusan Masalah
ϰ 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui signifikansi hubungan antara kecerdasan emosi dengan perilaku asertif pada Mahasiswa Program Studi Bimbingan Konseling Angkatan 2014 Universitas Kristen Satya Wacana.
1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kecerdasan emosi dan perilaku asertif.
b. Manfaat praktis
Hasil penilitian ini diharapkan dijadikan informasi yang bermanfaat bagi mahasiswa dalam penerapan kecerdasan emosi guna berperilaku asertif.
1.5 Sistematika Penulisan
Bab I berisi Pendahuluan, berisi tentang Latar belakang masalah, Rumusan
masalah, Tujuan penelitian. Bab II berisi Landasan teori, berisi tentang teori yang
melandasi yaitu pengertian kecerdasan emosi dan perilaku asertif. Bab III berisi
Metode penelitian, berisi tentang jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan
sampel, definisi operasional, teknik pengumpulan data, uji coba instrument dan
teknik analisis. Bab IV berisi Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang persiapan
penelitian, gambaran subjek penelitian, analisis data, uji hipotesis dan