• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tekstual Dan Musikal Lagu Inggou Parlajang Karya Taralamsyah Saragih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tekstual Dan Musikal Lagu Inggou Parlajang Karya Taralamsyah Saragih"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

BIOGRAFI TARALAMSYAH SARAGIH

2.1 Pengertian Biografi

Dalam disiplin ilmu sejarah biografi dapat didefenisiskan sebagai sebuah riwayat hidup seseorang. Sebuah tulisan biografi dapat berbentuk beberapa baris kalimat saja, namun juga dapat berupa tulisan yang lebih dari satu buku. Perbedaannya adalah, biografi singkat hanya memaparkan tentang fakta-fakta kehidupan seseorang dan peranan pentingnya dalam masyarakat. Sedangkan biografi yang lengkap biasanya memuat dan mengkaji informasi-informasi penting, yang dipaparkan lebih detail dan tentu saja dituliskan dengan penulisan yang baik dan jelas. Sebuah biografi biasanya menganalisa dan menerangkan kejadian-kejadian pada hidup seorang tokoh yang menjadi objek pembahasannya.

(2)

memulai dengan menceritakan masa anak-anak sampai masa dewasa seseorang, namun ada juga beberapa biografi yang lebih berfokus pada suatu topik-topik pencapaian tertentu.

Biografi memerlukan bahan-bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama dapat berupa benda-benda seperti surat-surat, buku harian, atau kliping koran. Sedangkan bahan pendukung biasanya berupa biografi lain, buku-buku referensi atau sejarah yang memparkan peranan subjek biografi tersebut.

Beberapa aspek yang perlu dilakukan dalam menulis sebuah biografi antara lain: (a) Pilih seseorang yang menarik perhatian anda; (b) Temukan fakta-fakta utama mengenai kehidupan orang tersebut; (c) Mulailah dengan ensiklopedia dan catatan waktu.

(3)

membantu penulis dalam menjawab serta menulis biografi orang tersebut dan supaya tulisan si peneliti dapat dipertanggungjawabkan, lengkap dan menarik. Terjemahan Ary (2007) dari situs internet.10

Di dalam buku Antologi Biografi Pengarang Sastra Indonesia (1999:3-4) dijelaskan bahwa biografi adalah suatu teori yang dipergunakan untuk mendeskripsikan hidup pengarang, sastrawan dan seniman. Dalam buku ini juga dijelaskan bahwa dalam menyusun biografi seseorang harus memuat tiga aspek yaitu:11

a. Keluarga yaitu memuat keterangan lahir, meninggal (jika sudah meninggal), istri dan keturunan ( orang tua, saudara dan anak), 1. Latar belakang, meliputi:

b. Pendidikan yaitu pendidikan formal dan non formal dari tingkat dasar sampai perguruan tertinggi jika ada,

c. Pekerjaan, yang memberi penjelasan tentang pekerjaan, baik pekerjaan yang mendukung karya musiknya maupun pekerjaan yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan karya musiknya. d. Latar belakang seniman, yang menjelaskan apa yang

mempengaruhi seniman itu sehingga ia menjadi seniman.

2. Karya-karya seniman itu yang didaftar menurut jenisnya, contohnya lagu.

10

(4)

3. Tanggapan para kritikus yang didaftarkan berdasarkan judul dan sumbernya dengan tujuan memberi keterangan kepada para pembaca tentang tanggapan orang kepada seniman itu. Hal itu tegantung kepada ada atau tidak adanya orang yang menanggapi (Agar penulisan biografi lebih terfokus dan terarah maka tanggapan para kritikus tidak masuk dalam pembahasan)

2.2 Biografi Taralamsyah Saragih

2.2.1 Latar Belakang Keluarga Taralamsyah

Taralamsyah Saragih adalah seorang bangsawan yang lahir di lingkungan kerajaan, di Pematang Raya pada 18 Agustus 1918 serta wafat dan dimakamkan di Jambi pada 1 Maret 1993. Taralamsyah merupakan keturunan dari Raja Rondahaim atau nama aslinya Tuan Nama Bisang (1831-1889) yang memerintah Kerajaan Raya12

(5)

Gambar-1: Gambar Taralamsyah Saragih

Gambar: Taralamsyah Saragih

(Dokumentasi Normasiah Saragih)

Sebagai komponis, karya-karyanya beranjak dari tradisi etnik Simalungun dan Melayu hal itu dapat dilihat dari karakter melodi dan penggunaan teks bahasa daerah yang khas Simalungun. Pada usia 15 tahun, Taralamsyah tidak hanya paham musik gonrang, namun beliau juga tidak menutup diri terhadap alat musik barat seperti biola dan mampu menggubah lagu pop untuk kalangan rakyat biasa, sedangkan alat musik akordion dan clarinet dipelajarinya secara otodidak. Kehebatan di segala aspek musik dan budaya membuat Taralamsyah semakin matang dan beliau menjadikan musik sebagai pilihan hidupnya.

(6)

merupakan kegemaran beliau, hal itu yang membuatnya sangat memahami tentang ritem Simalungun dan membuat beliau dengan mudah membentuk yang sumbernya dari dari alat-alat tiup Simalungun. (Dermawan Purba, dalam “Taralamsyah Saragih Jejak Sepi Seorang Komponis Legendaris”. 2014. Hal: 269)

Dengan mempelajari alat musik sebagai pembawa melodi, mengilhami beliau untuk mengenal jenis lagu-lagu Simalungun dimulai dari melodi sarunei

bolon, sulim, tulila dan sordam serta sarunei buluh. Pengalamannya dalam

menekuni permainan alat-musik tersebut membuatnya memahami berbagai melodi Simalungun. Demikian juga dengan vokal yang mantap digeluti melalui mendengarkan lagu-lagu rakyat yang ada di istana maupun yang beredar di masyarakat. (Dermawan Purba, dalam “Taralamsyah Saragih Jejak Sepi Seorang Komponis Legendaris. 2014. Hal: 269)

Pada akhir masa hidup Taralamsyah, beliau sempat menuliskan riwayat hidupnya yang berupa catatan yang diketik dengan mesin tik. Beliau mengatakan bahwa, “sebagai anak seorang raja, kami diharuskan mengusai permainan musik

tradisional Simalungun di Istana Raya. Karena itu, kami mengenyam pendidikan

di bidang seni musik.”13

Taralamsyah merupakan keturunan raja yang paling menonjol sebagai musisi di lingkungan kerajaan saat itu. Hal itu juga dipertegas oleh tanggapan anaknya sendiri, Edy Taralamsyah. Taralamsyah mendapatkan pendidikan

Latar belakang ini yang membuat Taralamsyah menjadi

seseorang yang piawai bermain musik karena bakatnya sudah diasah sejak kecil.

(7)

Hollandsch Inlandsch School (HIS) setara sekolah dasar dengan metode

pendidikan Belanda di Pematang Siantar. Kesempatan itu membuat Taralamsyah bebas dari buta huruf, satu hal yang menjadi ciri khas utama warga.14

Dalam kerajaan, ada kebiasaan untuk mengekspresikan sesuatu lewat pribahasa, ungkapan serta pantun (umpasa). Kebiasaan ber-umpasa membuat Taralamsyah memiliki perbendaharaan kata dan kemampuan improvisasi bahasa. Dari situlah berkembang pemahaman dan kemampuan Taralamsyah untuk menorehkan lirik-lirik lagu yang tergolong maju pada jamannya tetapi autentik khas Simalungun.

Dia tidak saja menjadi musisi besar tetapi juga sekaligus budayawan yang paham seni budaya Simalungun. Beliau diajarkan kebudayaan, adat istiadat serta tata krama.

15

14

Simon Saragih “Taralamsyah Saragih : Jejak Sepi Seorang Komponis Legendaris” 2014. Hal: 5

15 Simon Saragih: “Taralamsyah Saragih : Jejak Sepi Seorang Komponis Legendaris” 2014. Hal: 7-8

Taralamsyah menikah saat berusia 26 tahun dengan Siti Mayun Siregar pada hari Sabtu tepatnya tanggal 25 November 1944. Mereka memiliki 3 putra dan 9 putri.

(8)

Gambar : Taralamsyah Saragih dan Siti Mayun Siregar

(Sumber Gambar: Simon Saragih “Jejak Sepi Seorang Komponis Legendaris 2014:50)

Nama putra Taralamsyah:

1.Edy Taralamsyah Saragih 2.Syahrizal Saragih

3.Surya Darma Saragih (almarhum)

Nama putrid Taralamsyah:

(9)

5.Erlianda 6.Normasyah 7.Julianthi 8.Masniari 9.Hartani Mola

Ibu Oma Saragih mengatakan bahwa Taralamsyah memang sudah memiliki bakat besar sejak kecil, “Bapak memang keturunan bangsawan, jadi

semua alat musik yang hits waktu itu dia pelajari, tidak hanya tradisi, musik

modern seperti akordion pun dia kuasai. Ini lagu-lagu ciptaan bapak, ada juga

beberapa lagu yang diambil orang lain nada-nadanya dan ngaku-ngaku

ciptaannya, padahal bapak yang buat. Mama juga sangat membaur dengan

kehidupan bapak, menyatulah dengan bapak termasuk dengan kebudayaan

Simalungun” demikian Ibu Oma.16

Dalam catatan yang dibuat oleh putra tertuanya, Eddy Taralamsyah Saragih, beliau pernah menjadi duta budaya Indonesia dalam tur misi kesenian dalam pertukaran budaya Indonesia ke RRC (Beijing) tahun 1954 di mana beliau mementaskan tarian Sitalasari dan Pamuhunan.

2.2.2 Prestasi di bidang musik

17

Gambar-3: Orkes Na Laingan

Beliau juga mendirikan sebuah orkes Simalungun bernama Na Laingan bersama Saridin Tua, Djawalim Saragih pada tahun 1959. Mereka berasal dari lingkungan Kerajaan Raya.

16

Wawancara dengan Ibu Oma Saragih (putri Taralamsyah yang berprofesi sebagai guru musik di SMKN 11 Medan) pada 17 Juni 2015

(10)

Gambar: para personil orkes Simalungun Na Laingan

(Sumber Gambar: Simon Saragih “Jejak Sepi Seorang Komponis Legendaris 2014:26)

Beberapa aktivitas berkesenian yang digeluti Taralamsyah Saragih

Diantarannya, yaitu:

1. Membentuk kumpulan seni modern dan sandiwara di Pematang Raya untuk menambah pengalaman (1934-1936).

2. Membina seni musik Simalungun di Pematang Siantar (1937-1941)

3. Membentuk seni musik keroncong dan kegiatan sandiwara Jepang bernama “Siantar Gekidan” (1942-1947)

(11)

5. Membina kesenian Simalungun di Medan (1952-1970) serta membantu M. sauti menyusun tari-tarian Melayu seperti “Kuala Deli”, “Mainang”, ”Tanjung Katung” sampai tahun 1953.

6. Misi tur kesenian dala, rangka pertukaran Budaya dan Kesenian Indonesia ke Beijing, Tiongkok (1954).

7. Merekam lagi lagu-lagu Simalungun di empat piringan hitam di studio LOKANANTA (1959).

8. Memimpin rombongan Sabang-Merauke untuk menampilkan tarian “Harian Bolon” pada pembukaan Ganefo (1963)

9. Turut membantu pendirian SMK Negeri 11 Medan yang berdiri pada 25 November 1969.

10. Membawa misi kesenian ke Johor Malaysia (Mahasiswa USU Medan) (1970)

11. Dua kali membawa rombongan kesenian Jambi ke Jakarta untuk mengikuti Festival Mahasiswa se-Indonesia (1973)

12. Membawa rombongan Jambi ke Singapura (1974)

13. Membawa kesenian Jambi ke Jakarta untuk pembukaan Taman Mini Indonesia Indah (1975)

(12)

15. Melayani korespondensi Arlen Dietrichh Jansen untuk mendapatkan gelar doctor (Phd) di State Universiti of Washington (1980) dengan tema disertasi musik gonrang Simalungun.

2.2.3 Karya-karya Taralamsyah

2.2.3.1 Tarian

Berikut ini adalah daftar tari-tarian karya Taralamsyah Saragih, yaitu

Sitalasari (1946)

Pamuhunan, Simodakodak, Haroharo (1952)

Sombah (1953)

Runten Tolo (1954)

Nasiaran (1955)

Makkail dan Manduda (1957)

Haroan Bolon (1959)

Uou (1960)

Tari Tembakau (1964)

Panak Boru Napitu (1966)

Oratorium Kelahiran Nabi Isa (1966)

Sendra Tari Yasinn (1967)

Erpangir (1968)

Sendra Tari Ramayana (1970)

(13)

2.2.3.2 Karya musik berupa lagu

Eta Mangalop Boru

Parmaluan

Hiranan

Inggou Parlajang

Tarluda

Parsonduk Dua

Padan Na So Suhun

Tading Mataek

Pamuhunan

Paima Na So Saud

Sihala Sitaromtom

Sanggulung Balun-balun

Ririd Panonggor

Marsialop Ari

Mungutni Namatua

Pindah-pindah

Inggou Mariah

Uhur Marsirahutan

Poldung Sirotap Padan

Bujur Jeham

Simodak Odak (ciptaan bersama dengan Tuan Jan Kaduk Saragih)

(14)

Andeka

Doding Manduda

Parsirangan

Hira-Hira Na Simbei

Ilah Bolon

Ilah Nasiholan

Serma Dengan Dengan

Ippol Marpanayok

Mariah Sibahuei

Sitalasari

Martomu Samon

Mase

Tuan Ma Gunung Malela

Runtentolo

2.2.3.3 Karya lagu yang digubah kembali

Parsirangan

Doding Manduda (gubahan tradisional Ilah Losung)

Ilah Nasiholan

Marsigumbangi

Na Majetter (gubahan Ilah tradisonal Ilah Bolon)

(15)

Diatas merupakan karya-karya Taralamsyah Saragih yang dikutip dari buku Simon Saragih “Taralamsyah Saragih Jejak Sepi Seorang Komponis Legendaris” 2014. Hal: xviii-xxi

2.3 Nyanyian Rakyat Simalungun

Dalam masyarakat Simalungun, nyanyian rakyat Simalungun di sebut doding yang artinya nyanyian. Jika digunakan imbuhan man- di depan kata doding yaitu

mandoding berarti bernyanyi. Selain istilah doding, ada juga istilah lain yaitu ilah

dan inggou untuk menyatakan nyanyian. Penggunaanya hanya digunakan secara khusus dalam suatu nyanyian itu yang dinyanyikan bersama-sama maupun untuk menyatakan nama suatu nyanyian. (Dermawan Purba dalam “Taralamsyah Saragih Jejak Sepi Seorang Komponis Legendaris” 2014. Hal: 273)

Menurut Taralamsyah dalam buku “Gonrang Simalungun” nyanyian doding adalah nyanyian dalam Simalungun yang yang dinyanyikan secara solo, sedangkan Ilah adalah “nyanyian bersama” masyarakat Simalungun biasanya melakukannya dengan berkumpul di suatu tempat di desa pada malam hari setelah pekerjaan siang hari selesai. Secara keseluruhan lagu-lagu ini bertempo sedang hingga lambat dan berlawanan dengan doding.18

Inggou adalah nyanyian Simalungun yang memiliki nada susunan pentatonik

yang dinyanyikan dengan legato dan biasanya berirama lambat serta dinyanyikan dengan lemah lembut. Secara khusus, Inggou adalah suatu nyanyian yang ditandai oleh irama dan melodi khas Simalungun yang dinyanyikan secara glisando (meluncur) dan secara legato. Jadi, dalam lagu Inggou Parlajang, inggou adalah

(16)

untuk menyatakan nama suatu nyanyian yang artinya nyanyian perantau dan dinyanyikan dengan cengkok khas Simalungun serta dengan lemah lembut. Di dalam susunan karya-karya lagu yang diciptakan Taralamsyah di atas, Inggou

Parlajang terdapat pada point ke empat.

Menurut Pak Harris Hemdy Purba19

19

Hasil wawancara dangan Harris Hemdy Purba, murid Taralamsyah Saragih. Seorang pengajar tari.

, sebelum Taralamsyah pergi merantau, Beliau menciptakan lagu Inggou Parlajang. Lagu ini terinspirasi dan diciptakan beliau berdasarkan curahan hati tulang-nya (paman) yaitu Janer Sinaga dan keponakannya, Bill Saragih. Pada saat itu Janer Sinaga sedang merantau ke Amerika dan bercerita serta mencurahkan kerinduannya terhadap kampung halamannya kepada Taralamsyah. Janer merasa bahwa meskipun berada di negeri orang, namun hati dan pikirannya tertuju pada tanah kelahirannya.

Bill Saragih yang pada saat itu juga pergi merantau dan merasa rindu akan kampung halamannya bercerita dan mencurahkan isi hatinya kepada Taralamsyah bahwa Bill Saragih merasakan rindu akan kampungnya. Kemudian Taralamsyah dengan kemampuannya mengkomposisikan lagu dan menulis syair yang indah menuangkannya kedalam sebuah lagu yang berjudul Inggou Parlajang.

Inggou Parlajang adalah lagu yang liriknya bercerita tentang isak tangis

(17)

Bagi Taralamsyah, tidak sulit menciptakan lagu dan merangkai kata-kata untuk lagu ciptaannya dikarenakan latar belakangnya. Hal itu juga berlaku untuk lagu Inggou Parlajang, beliau menciptakan lagu Inggou Parlajang berdasarkan kisah hidup orang lain. Namun, dengan kemampuan yang beliau miliki maka mampu menciptakan lirik yang mendayu yang liriknya sangat padu dengan melodi. Itulah keunikan seorang Taralamsyah20

Dalam situs MusicianWages.com, J. Hahn yang adalah seorang penulis lagu dan mantan konduktor di Broadway New York menulis tentang isu-isu musik yang kalimatnya bertujuan menjawab keluhan banyak musisi sekarang yang merasa tidak memperoleh respek. J. Hahn juga menyimpulkan hal itu juga terjadi di masa lalu. Namun, jika mampu menghasilkan musik yang bagus, kenyamanan Menurut Pak Harris, lagu Inggou Parlajang sudah tidak begitu dikenal oleh para pemuda/pemudi sekarang dikarenakan banyaknya musik modern yang begitu berkembang sangat cepat. Namun, menurut informan lagu ini masih dikenali oleh kalangan yang sudah tua. Pak Harris berkata “dulu pas tahun 1950,

lagu Inggou Parlajang dinyanyikan Pasiman Saragih sama orkes musik

Simalungun yang dibentuk Taralamsyah dan kawan-kawan, Na laingan di

bioskop Ria, Siantar. Dulu juga, masyarakat senang kali mendengar lagu itu

karena sendu kali lagunya tapi ya hanya sebatas itu saja, mereka cuek. Dilihat

dari gerak tarian orang Simalungun kan keliatan orang Simalungun ini cuek.

Tidak seperti orang Toba yang sangat menjaga sekali musik tradisinya” demikian

Pak Harris menjelaskan. 2.4 Masa Perantauan

(18)

hidup bisa diraih seperti yang pernah didapat para pemusik Eropa zaman dulu21

“Kelanggengan seni musik itu juga harus datang dari dua sisi, sisi musisi

itu sendiri dan dari pendengar, termasuk pemerintahannya sendiri” Damma

Silalahi, salah satu penyanyi popular Simalungun saat itu juga berkata demikian. Beliau juga merasa ingin dihargai sebagai seniman Simalungun, karena pada saat itu hiburan dari etnis lain sudah merambah ke tanah Simalungun

, contohnya komposer Bethoven.

Hal yang sama tidak dirasakan sang maestro Taralamsyah, meskipun mempunyai latar belakang yang sama yaitu sama-sama berasal dari keluarga kerajaan, namun Taralamsyah tidak memiliki hidup yang layak untuk didapatkan oleh seseorang memiliki pengaruh yang besar pada saat itu. Tidak hanya materi, apresiasi pun tidak beliau dapatkan. Beliau juga merupakan seseorang yang memiliki status pegawai negeri, namun gaji pensiun pun tidak didapatkan oleh Taralamsyah.

22

Pada tahun 1971 beliau berangkat untuk berkarya dan menetap di Jambi. Banyak hal yang menjadi alasan Taralamsyah pergi ke Jambi. Salah satunya adalah segala upayanya untuk terus menyalurkan bakat dengan tujuan musik Simalungun dapat bergema, tidaklah mudah, dikarenakan keadaan pada saat itu membuatnya merasa tidak dihargai sebagai orang yang memberikan konstribusi kepada Simalungun berupa tindakan untuk membangun kesenian Simalungun. Alasan lain adalah adanya permintaan dari Pemerintah Daerah Jambi untuk

(19)

membangun kebudayaan Jambi. Saat itu Gubernur Jambi R. M. Noor Atmadibrata (1968-1974) ingin memajukan seni budaya Provinsi Jambi.23

Erosi terhadap seni budaya yang ada di Simalungun menyebabkan jumlah pakar seni berkurang drastis. Taralamsyah yang seharusnya merupakan salah satu andalan Simalungun sudah hijrah ke Jambi. Hal ini membuat seniman Simalungun tanpa sadar kehilangan aset paling berharga, yaitu yang tersimpan dikepala Taralamsyah24

Pada usia tujuh puluh tiga tahun, beliau pensiun dari kegiatan mendalami seni budaya Jambi. Lalu menyusun ensiklopedia Simalungun yang tidak kunjung Banyaknya prestasi Taralamsyah seperti yang sudah dijabarkan diatas, membuat Jambi semakin maju. Namun, Taralamsyah tetap merindukan Simalungun. Seperti lagu Inggou Parlajang yang beliau ciptakan berdasarkan “curahan hati” paman dan keponakannya, namun akhirnya dia merasakan kerinduan layaknya seorang perantau yang merindukan tanah kelahirannya. Hal itu bisa dilihat dari isi surat yang ditulis oleh Taralamsyah sendiri kepada Jansen Saragih (keponakannya, putra raja Raya Jan Kaduk) yang dikutip dari buku “Taralamsyah Saragih Jejak Sepi Seorang Komponis Legendaris”, 2014 hal:142

“seandainya saya punya kemampuan untuk pergi ke Sumatera Utara, saya rela

berangkat dari Jambi yang berjarak 1.500 KM. alangkah senangnya saya

melakukan itu, ini sekaligus bertujuan menyerahkan kaset-kaset rekaman musik

Simalungun zaman dulu sembari mengunjungi anak-anak saya yang masih

bersekolah di Medan” demikian isi surat Taralamsyah kepada Jansen.

(20)

dicetak meskipun sudah lengkap. Beliau meninggal di usia tujuh puluh lima tahun pada tanggal 1 Maret 1993 di Jambi25

Gambar

Gambar : Taralamsyah Saragih dan Siti Mayun Siregar

Referensi

Dokumen terkait

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat seluruh. staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah

Ngumban

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan. pemikiran dan wawasan

teks serta menggunakan teori weighted scale dalam menganalisa melodi

Sebaliknya wawancara tak berencana tak mempunyai suatu persiapan sebelumnya dari suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata dan dengan tata urut tetap yang harus

Saat sebelum revolusi sosoial tahun1946, Taralamsyah Saragih pernah menjelaskan bahwa masih banyak jenis atau ciri khas lagu/musik Simalungun yang dahulu mereka

Kemudian marga-marga (nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di Simalungun. Simalungun dalam bahasa Simalungun memiliki kata dasar "lungun" yang memiliki

Hal-hal inilah yang kemudian memunculkan banyak pertanyaan misalnya apa yang menjadi rasio decidendi atau alas pemikiran hakim (pertimbangan hukum hakim) berkenaan dengan