• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Tentang Harta Tirkah (Harta Peninggalan) Ditinjau Dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi Putusan MA RI NO. 633 K AG 2013)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Tentang Harta Tirkah (Harta Peninggalan) Ditinjau Dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi Putusan MA RI NO. 633 K AG 2013)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum berfungsi untuk mengatur pergaulan antar manusia. Hukum merupakan sesuatu yang berkenaan dengan manusia dalam hubungannya dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup, dimana tanpa pergaulan hidup maka tidak akan ada hukum (ubi societas ibi ius)1.Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan2 Menurut Uthrecht, terdapat tiga tujuan hukum dalam pergaulan manusia yaitu untuk menjamin kepastian hukum (rechszekerheid), keadilan serta kemanfaatan.3

Menurut Van Apeldoorn, adapun yang menjadi tujuan hukum yaitu :

“untuk mengatur pergaulan hidup secara damai. Kedamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan tertentu yaitu kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan lain sebagainya terhadap manusia lain yang merugikannya. Kepentingan antar individu manusia akan selalu bertentangan satu sama lain dan akan menimbulkan pertikaian, jika tidak diatur oleh hukum. Hukum mempertahankan kedamaian dengan mengadakan keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi, dimana setiap orang harus memperoleh sedapat mungkin yang menjadi haknya.”4

1Lili Rasjidi,Dasar-dasar Filsafat Hukum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1996), hal.11 2Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta : PT.Sinar Grafika, 2008), hal.6

3Ridwan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 1999), hal.22

(2)

Dari pemahaman diatas dapat diketahui bahwa hukum mengatur sendi-sendi kehidupan manusia dan apabila manusia mematuhi hukum yang berlaku, maka setiap manusia akan memperoleh apa yang menjadi haknya masing-masing secara damai dan tanpa pertikaian. Hukum mengatur berbagai kepentingan manusia seperti kehormatan, kemerdekaan, kematian dan lain sebagainya termasuk harta.

Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yaitu kematian. Kematian selanjutnya akan menimbulkan akibat hukum yang lain yaitu tentang pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban-kewajiban orang yang meninggal tersebut. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban kewarisan sebagai akibat meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris.5

Hukum waris yang ada dan berlaku di Indonesia sampai saat ini masih beranekaragam. Hal tersebut erat kaitannya dengan sistem kekeluargaan maupun sistem adat istiadat yang beranekaragam.6Mochtar Kusumaatmadja berpendapat bahwa bidang hukum waris dianggap sebagai salah satu bidang hukum yang sulit untuk dilakukan kodifikasi agar mencapai unifikasi hukum, karena terlalu banyak mengandung halangan, komplikasi-komplikasi kultural, keagamaan dan sosiologi.7

Dalam perkembangan ke depannya, sistem kekeluargaan yang diharapkan akan ditetapkan dalam kewarisan di Indonesia adalah sistem parental

(ouderrechtelijk), dimana sistem ini akan menyatukan hukum waris dari hukum adat

5Eman Suparman,Hukum Waris Indonesia,(Bandung: PT.Refika Aditama, 2005), hal.1 6Ibid.,hal.6

(3)

dan hukum Islam yang mengangkat prinsip persamaan hak antara kaum laki-laki dan kaum perempuan.8

Hukum waris yang berlaku di Indonesia dewasa ini tergantung pada pewaris. Hukum waris adat diberlakukan bagi pewaris yang termasuk golongan penduduk Indonesia, hukum waris KUHPerdata (BW) bagi pewaris yang termasuk golongan Eropa atau Timur Asing Cina, serta hukum kewarisan Islam bagi golongan penduduk Indonesia yang beragama Islam.9

Hukum kewarisan dalam Islam mendapat perhatian besar, karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak menguntungkan.10Umat Islam wajib hukumnya mematuhi hukum kewarisan. Allah memerintahkan agar setiap orang yang beriman mengikuti ketentuan-ketentuan Allah menyangkut hukum kewarisan sebagaimana yang termaktub dalam Kitab Suci al-Qur’an dan menjanjikan siksa neraka bagi orang yang melanggar peraturan ini.11

Dalam Q.S.An-Nisa Ayat 13 dan 14, Allah berfirman yang artinya :

“hukum-hukum tersebut adalah ketentuan-ketentuan dari Allah, barangsiapa yang taat pada (hukum-hukum) Allah dan RasulNya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka (akan) kekal di dalamnya. Dan yang demikian tersebut merupakan kemenangan besar dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya, serta melanggar ketentuan (hukum-hukum) Allah dan RasulNya, niscaya Allah akan memasukkan ke dalam api neraka, sedangkan mereka akan kekal di dalamnya dan baginya siksa yang amat menghinakan.”

8Beni Ahmad Saebani,Fiqh Mawaris,(Bandung : CV.Pustaka Setia, 2012), hal.17 9Retnowulan Sutantio,Wanita dan Hukum,(Bandung : Alumni, 1979), hal.84

10Ahmad Rofiq , Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal.355

(4)

Dalam Hadis Riwayat an-Nasa’i, Rasulullah SAW bersabda “barangsiapa yang tidak menerapkan hukum waris yang diatur Allah SWT, maka ia tidak akan mendapat warisan surga (muttafak alaih)”. Kedua ayat tersebut merupakan ayat yang mengiringi hukum-hukum Allah SWT menyangkut penentuan para ahli waris, tahapan pembagian warisan serta porsi masing-masing ahli waris. Ayat tersebut juga menekankan kewajiban melaksanakan pembagian warisan sebagaimana yang ditentukan oleh Allah SWT yang disertai ancaman bagi orang yang melanggar ketentuan tersebut.

Hukum kewarisan merupakan hukum yang mengatur peralihan pemilikan hartatirkah(harta peninggalan) pewaris, menetapkan orang yang berhak menjadi ahli waris, menentukan berapa bagian waris masing-masing ahli waris dan mengatur waktu pembagian harta kekayaan pewaris itu dilaksanakan.12

Hukum kewarisan Islam merupakan himpunan aturan-aturan hukum yang mengatur tentang siapa ahli waris yang berhak mewarisi harta peninggalan seorang yang mati meninggalkan harta peninggalan, kedudukan masing-masing ahli waris serta perolehan masing-masing ahli waris secara adil dan sempurna.13

Menurut Idris Djakfar dan Taufik Yahya, hukum kewarisan Islam merupakan seperangkat ketentuan yang mengatur cara-cara peralihan hak dari seorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut

12Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta : PT Raja Presindo, 2000), hal.108

(5)

berdasarkan pada wahyu Ilahi yang terdapat dalam al-Qur’an dan penjelasannya diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam istilah Arab disebutfaraidl.14

Kematian pewaris yang dimaksud dalam hukum waris Islam dibedakan atas dua macam, yaitu15:

1. Meninggal dunia secara hakiki, yaitu secara hakikat benar-benar disaksikan bahwa pewaris tersebut telah meninggal dunia

2. Meninggal secara hukmi, yaitu sebenarnya pewaris yang dinyatakan meninggal dunia itu tidak dapat disaksikan.Peradilan Agama yang memiliki kewenangan untuk menyatakan seseorang mati secara hukmi. Hal tersebut dapat terjadi misalnya apabila pewaris merupakan nelayan dimana suatu hari tidak pulang dalam waktu yang sangat lama, sehingga timbul kemungkinan nelayan tersebut akan pulang atau tidak.

Pasal 171 Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefenisikan hukum kewarisan Islam sebagai hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris. Ketiga defenisi hukum kewarisan Islam tersebut, memberikan pemahaman bahwa hukum kewarisan Islam bertujuan untuk mengatur pemindahan kepemilikan tirkah (harta peninggalan)orang yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup.

Harta tirkah menurut istilah jumhur fuqaha merupakan segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris baik berupa harta benda dan hak kebendaan atau bukan hak-hak kebendaan. Hartatirkahjuga meliputi utang piutang aeniyah (utang piutang yang ada hubungannya dengan benda seperti segala sesuatu yang berhubungan

14Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam,(Jakarta : PT.Dunia Pustaka Jaya, 1995), hal.3

(6)

dengan barang yang digadaikan) dan syahshiyah (utang piutang yang berkaitan dengan kreditur sepertiqiradh, mahardan lainnya).

Menurut Jawad Mughniyah, harta tirkah adalah harta peninggalan mayat yakni segala sesuatu yang dimilikinya sebelum meninggal baik berupa benda maupun utang atau berupa hak atas harta seperti hak usaha, hak jual beli, hak menerima ganti rugi dan hak atas harta yang timbul karena menjadi wali seseorang yang terbunuh.16 Kedua defenisi harta tirkah (peninggalan) tersebut memiliki persamaan. Kedua defenisi tersebut sama-sama menunjukkan bahwa hartatirkahtidak hanya berupa hak atas harta, tetapi juga utang.

Pada awalnya, harta tirkah tidak sama dengan harta warisan. Harta tirkah

mencakup keseluruhan harta yang ditinggalkan orang yang meninggal.Harta warisan hanya mencakup harta yang dibagikan kepada oleh pewaris setelah harta peninggalan pewaris dikurangi dengan hutang atau hal lainnya. Harta tirkah belum tentu merupakan harta waris, tetapi harta waris sudah tentu merupakan hartatirkah.17

Dalam perkembangannya, pemahaman mengenai harta tirkah dan harta warisan mengalami pergeseran. Harta warisan merupakan harta peninggalan(tirkah)

yang dapat dibagi kepada ahli waris setelah harta keseluruhan pewaris dipisahkan dari harta suami-isteri dan harta pusaka, harta bawaan yang tidak boleh dimiliki, dikurangi hutang-hutang dan wasiat.18 Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa semua harta

16Muhammad Jawad Mughniyah,Fiqih Lima Mazhab,(Jakarta : Basrie Press, 1994), hal.73 17http://s-hukum.blogspot.com/2014/02/jenis-jenis-harta-dalam-hukum-waris.html, diakses tanggal 14 September 2015

(7)

yang ditinggalkan orang yang meninggal disebut dengan harta keseluruhan, bukan harta tirkah (harta peninggalan) sebagaimana dapat dilihat dari dua defenisi harta

tirkah (harta peninggalan) pada masa sebelumnya.

Dalam bukunya, HR.Otje Salman juga telah mendefenisikan hartatirkahyaitu harta warisan dan akan diberikan terhadap para ahli waris dari orang yang meninggal dunia tersebut. Harta tirkah merupakan harta peninggalan sesudah dikurangi biaya penguburan, utang dan wasiat.19Harta peninggalan merupakan harta yang ditinggalkan oleh pewaris, baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun haknya.20

Kewajiban dan tanggung jawab ahli waris diatur dalam Pasal 175 KHI. Pasal 175 KHI mengatur :

1. Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah :

a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai

b. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih hutang

c. Menyelesaikan wasiat pewaris

d. Membagi harta warisan di antara ahli waris yang berhak

2. Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya

Berdasarkan Pasal 175 KHI tersebut, ahli waris memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap pewaris. Di samping itu, dapat pula diketahui bahwa harta

tirkah merupakan harta peninggalan pewaris setelah para ahli waris menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam pasal tersebut.

19Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung : PT.Refika Aditama, 2002), hal.19

(8)

Pengaturan kewarisan tidak terlepas dari pandangan Islam terhadap hakikat dan fungsi harta dalam kehidupan umat Islam. Pada hakikatnya, Allah merupakan pemilik mutlak harta yang kemudian menganugerahkannya kepada umat manusia sebagaimana firman Allah dalam QS Al Baqarah: 29, yaitu : “Dialah (Allah) yang telah menciptakan apa saja yang ada di muka bumi buat kalian semuanya”

Harta merupakan ujian dan cobaan dari Allah. Hal tersebut dapat dilihat pada QS Al Anfal : 28 “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar”. Demikian pula pada QS Al Baqarah : 155, yang isinya : “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa serta buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar”.

Kepemilikan seseorang terhadap harta bukan merupakan masalah, akan tetapi kepemilikan tersebut harus diperoleh bukan dengan melakukan dosa. Hal tersebut dapat diketahui dari QS Al Baqarah : 188 yang isinya : “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahui”.

(9)

menghormati dan saling menyayangi sehingga harta menjadi alat untuk mewujudkan atau mengukuhkan silaturahmi antara sesama anggota masyarakat.21

Harta memiliki nilai sebagaimana dapat diketahui dari defenisi harta, yaitu merupakan barang-barang baik berupa barang bergerak maupun tetap atau uang dan sejenisnya yang menjadi kekayaan barang-barang milik orang lain, kekayaan baik berwujud maupun tidak berwujud yang mempunyai nilai.22 Dalam kenyataannya, nilai yang terkandung dalam harta, secara khusus harta tirkah (peninggalan) sering menjadi objek sengketa dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut tentunya sangat bertolak belakang dengan ketentuan ayat Alquran sebagaimana yang telah diuraikan di atas. Harta yang seharusnya berfungsi untuk kebaikan, memupuk persaudaraan dan rasa kemanusiaan, dapat menimbulkan retak atau putusnya hubungan persaudaraan tersebut.23

Dalam hal terjadi sengketa waris, Islam menganjurkan agar pihak-pihak yang bersengketa mampu mengendalikan emosinya dan berdamai. Anjuran Islam tersebut dimaksudkan agar sengketa harta tidak berujung pada jauhnya jarak hubungan persaudaraan, dimana para pihak masing-masing perlu untuk menunjukkan kesediaannya untuk mengalah.24

Sengketa waris yang terjadi akan diselesaikan secara damai dan kekeluargaan, namun tidak jarang pula sengketa tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut dan 21Satria Effendi,Problematika Hukum Keluarga Kontemporer, Analisis Yurisprudensi dengan

Pendekatan Ushuliyah, (Jakarta : Diterbitkan atas Kerjasama Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta dengan Balitbang DEPAG RI 2010), hal.233

22Sudarsono,Kamus Hukum, (Jakarta : PT.Sinar Grafika, 2009), hal.160 23Satria Effendi,Op.Cit.,hal.234

(10)

penyelesaiannya harus ditempuh melalui proses pengadilan. Salah satu sengketa waris yang pada akhirnya harus diselesaikan melalui proses pengadilan terdapat dalam perkara yang telah diputus oleh hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No.633 K/Ag/2013.

Penggugat memohon kepada Majelis Hakim menetapkan tanah Alm sebagai harta waris/barang sengketa dalam perkara ini. Penggugat dalam dalilnya, menganggap hibah yang dilakukan Alm mengakibatkan Penggugat dirugikan sebagai ahli waris dan terpaksa menguasai harta yang dihibahkan ke Turut Tergugat II, karena Penggugat diusir oleh Tergugat saat menempati harta waris (barang sengketa).

Dalam petitum, Penggugat pada pokoknya memohon agar Majelis Hakim menetapkan tanah sebagaimana diuraikan di atas sebagai harta tirkah (harta peninggalan) Alm dan menyatakan akta hibah tidak berkekuatan hukum, penetapan Penggugat sebagai ahli waris tunggal, pembagian harta tirkah (harta peninggalan) tersebut secara hukum kewarisan Islam, serta memohon agar pengadilan memberi bagian waris kepada Tergugat dan Turut Tergugat I dan II sebagaiwasiatun wajibah. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka dinilai perlu untuk dilakukan penelitian secara lebih mendalam tentang harta tirkah(peninggalan) menurut hukum kewarisan Islam, dengan judul penelitian “Analisis Yuridis Tentang Harta Tirkah

(11)

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pemisahan harta warisan dari harta tirkah (harta peninggalan) pewaris?

2. Bagaimana penyelesaian pembagian harta tirkah (harta peninggalan) menurut hukum kewarisan Islam ?

3. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No.633 K/Ag/2013 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pemisahan harta warisan dari hartatirkah(harta peninggalan) pewaris.

2. Untuk mengetahui penyelesaian pembagian harta tirkah (harta peninggalan) menurut hukum kewarisan Islam.

3. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Mahkamah Agung RI No.633 K/Ag/2013.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara : 1. Teoritis

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum, secara khusus ilmu hukum yang mempelajari tentang kewarisan Islam. 2. Praktis

(12)

sehingga dengan pemahaman dan pengetahuan tersebut masyarakat dapat pula mencegah atau menyelesaikan permasalahan waris yang terjadi.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Analisis Yuridis tentang Harta

Tirkah (Harta Peninggalan) Ditinjau Dari Sistem Hukum Kewarisan Islam (Studi Kasus Putusan MA RI No. 633 K/Ag/2013) “ memiliki kemiripan dengan beberapa judul penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sahriani (NIM : 077011084) dengan judul penelitian “Pembagian Harta Warisan Orang Yang Berbeda Agama dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.51K/Ag/1999” dengan perumusan masalah :

a. Hak apakah yang didapat oleh ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris?

b. Dapatkah diberlakukan wasiatWajibahbagi orang yang berbeda agama ? c. Berapakah bagian harta pewaris yang dapat diterima melalui wasiat Wajibah

untuk orang yang berbeda agama ?

(13)

a. Bagaimanakah penerapan Pasal 916a KUHPerdata yang dilakukan dalam penyelesaian warisan dalam kasus harta peninggalan Tan Tjoe Kiah ?

b. Mengapa Balai Harta Peninggalan Medan melakukan penuntutan untuk kepentingan harta anak dibawah umur dalam kasus harta peninggalan Tan Tjoe Kiah ?

c. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Balai Harta Peninggalan Medan sebagai Wali Pengawas dalam melaksanakan tugasnya dalam kasus harta peninggalan Tan Tjoe Kiah ?

3. Penelitian yang dilakukan oleh Syafruddin Adi Wijaya (NIM : 057011088) dengan judul penelitian “Akta Perdamaian Sebagai Jalan Penyelesaian Sengketa Tanah di Luar Pengadilan (Studi Kasus Penyelesaian Perkara Antara Pemilik Tanah Adat Ahli Waris PA Nampati Purba dengan PT.Bank Sumatera Utara di Kabanjahe)” dengan perumusan masalah :

a. Bagaimanakah bentuk dan isi Akta Perdamaian dalam menyelesaikan sengketa tanah antara pemilik tanah adat yaitu ahli waris dari Pa Nampati Purba dan PT.Bank Sumatera Utara di luar Pengadilan ?

b. Apakah faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam membuat akta perdamaian ?

c. Apakah hambatan dan upaya mengatasi hambatan yang dihadapi dalam pembuatan Akta Perdamaian ?

(14)

akan diteliti, sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dinyatakan belum pernah dilakukan dan dapat dibuktikan keasliannya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori25. Teori didefenisikan sebagai asas-asas umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada. Teori bertujuan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa terjadi gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.26Teori bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus dianggap sebagai petunjuk untuk analisis dari hasil penelitian yang dilakukan.27

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya menundukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.28 Teori merupakan suatu penjelasan yang berupaya menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.29

25Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press,1982), hal.6

26M.Hisyam,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial,(Jakarta: FE UI, 1996), hal.203

27Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 1997), hal.21

28Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Andi, 2006), hal.6

(15)

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis peneliti mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujuinya yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.30 Sehingga fungsi teori dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan arahan/ petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.

Penelitian dilakukan dengan berdasarkan pada Teori Keadilan dalam hukum kewarisan Islam.Konsep tentang keadilan dan konsep tentang hukum sama-sama merupakan konsep yang abstrak dan bersifat subjektif, sesuai nilai-nilai yang dianut masing-masing individu dalam masyarakat. Muatan keadilan itu mencakup keadilan hidup di dunia maupun kemaslahatan hidup di akhirat.31Keadilan dinilai bukan hanya sebagai pertimbangan akal dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu itu baik atau buruk, tetapi lebih jauh dari itu adalah sesuatu yang yang baik secara rasional juga harus sesuai dengan tujuan syara’.

Keadilan artinya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Teori Keadilan (disebut juga Teori Keadilan Berimbang) juga mempunyai makna bahwa seseorang akan menerima hak dalam harta warisan seimbang dengan kepercayaannya.32Titik

30M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Cet-I, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal.80

31Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial

Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang (Legisprudence),(Jakarta : Prenada Media Group, 2009), hal.223

32M.Hasballah Thaib dan Syahril Sofyan, Teknik Pembuatan Akta Penyelesaian Waris

(16)

tolak kewarisan Islam adalah menyerahkan harta peninggalan kepada ahli warisnya yang berhak sesuai dengan ketetapan Allah dan Rasul-nya. Makna keadilan bukan sama rata, melainkan adanya keseimbangan atau al-mizan yang disesuaikan dengan hak dan kewajiban secara proporsional.33

Teori Keadilandalam hukum kewarisan Islam mengandung pengertian bahwa harus ada keseimbangan antara hak yang diperoleh dan harta warisan dengan kewajiban atau beban kehidupan yang harus ditanggungnya/ ditunaikannya di antara para ahli waris.34Arti keadilandalam hukum kewarisan Islam bukan diukur dari kesamaan tingkatan antara ahli waris tetapi ditentukan berdasarkan besar-kecilnya beban atau tanggungjawab yang dibebankan ditinjau dari keumuman keadaan/ kehidupan manusia.

Keadilan juga dimaknai sebagai al-qisth.Keadilan sebagai al-qisth adalah persesuaian-persesuaian seperti35:

1. Persesuaian antara ucapan dengan perbuatan 2. Persesuaian antara iman, ilmu dengan amal

3. Persesuaian antara keharusan dengan kenyataan atau antaradas sollendandas sein.

4. Persesuaian antara kehidupan manusia dengan pemenuhan hak dan kewajibannya.

Dalam hukum Islam, persyaratan adil sangat menentukan benar atau tidaknya dan sah atau batalnya suatu pelaksanaan hukum dalam beberapa hal. Hasanain Muhammad Makhluf, ahli FiqihKontemporer asal Mesir, berpendapat bahwa dalam

33Beni Ahmad Saebani,Op.Cit., hal.33

34Ahmad Zahari,Tiga Versi Hukum Kewarisan Islam : Syafi’i, Hazairin dan KHI(Pontianak : Romeo Grafika, 2003), hal.25

(17)

kewarisan, Islam mensyaria’atkan aturan hukum yang adilkarena menyangkut penetapan hak milik seseorang, yakni hak yang harus dimilikiseseorang sebagai ahli waris yang disebabkan meninggalnya seseorang yang lain.36

Teori Keadilandalam kewarisan Islam diharapkan dapat menjadi petunjuk, pedoman atau arahan, sehingga penelitian yang dilakukan dapat menganalisis dan menguraikan secara jelas sengketa kewarisan Islam yang terjadi dalam PutusanMA RI No.633 K/Ag/2013) dan penerapan hukum kewarisan Islam sebagai bentuk penyelesaian sengketa melalui pengadilan.

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka teori dan kerangka konsepsi merupakan dua unsur yang sama-sama penting dalam penelitian hukum.37Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori.Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsepsi merupakan suatu pengertian mengenai suatu fakta atau dapat berbentuk batasan (defenisi) tentang sesuatu yang akan dikerjakan.38Konsepsi diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.39

Konsepsi atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahdan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, biasanya sudah diketahui pula

36Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih Dan Ushul Fiqih, (Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2013), hal.99

37Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji,Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), hal.7

(18)

fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi secara singkat dari sekelompok fakta atau gejala itu. Maka konsep merupakan definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabelyang ingin menetukan adanya gejala empiris.40

Adapun yang menjadi konsepsi dalam penelitian ini, diuraikan sebagai berikut:

1. Analisis Yuridis artinya mengumpulkan hukum dan dasar lainnya yang relevan untuk kemudian mengambil kesimpulan sebagai jalan keluar atau jawaban atas permasalahan hukum.41 Analisis yuridis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan mengumpulkan peraturan perundang-undangan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan pembagian waris dalam hukum Islam, secara khusus pembagian waris sebagaimana terdapat dalam putusan pengadilan yang menjadi objek penelitian ini.

2. Hartatirkah merupakan harta peninggalan sesudah dikurangi biaya penguburan, utang dan wasiat.42Hartatirkah (harta peninggalan) merupakan harta yang ditinggalkan oleh pewaris, baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun haknya43seperti hak usaha, hak jual beli, serta hak menerima ganti rugi.44

40Koentjaraningrat.Metode-metode Penelitian Masyarakat,(Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama,1997), hal.21

41Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum,(Bandung : Mandar Maju, 2008), hal.83

42Otje Salman dan Mustofa Haffas , 2002,Op.Cit.,hal.19 43Mukhlis Lubis,Op.Cit.,hal.2

(19)

3. Hukum Kewarisan Islam didefenisikan sebagai hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris.45 Beberapa acuan sumber Hukum kewarisan islam dalam penelitian ini berupa Kompilasi Hukum Indonesia, Alquran, Ijtihad, Sunnah Rasul, dan yurisprudensi putusan pengadilan.

4. Hibah merupakan pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.46Hibah yang dimaksudkan dalam penelitian merupakan hibah yang diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya semasa hidupya.

5. Ahli waris (al waarits)merupakan orang yang berhak mewaris karena hubungan kekerabatan (nasab) atau hubungan perkawinan (nikah) dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.47 6. Wasiat merupakan pemberian suatu benda dari pewaris kepada oranglain atau

lembaga, dimana pemberian tersebuthanya berlaku setelah pewaris meninggal dunia.48

7. Wasiat Wajibah suatu tindakan yang dilakukan oleh penguasa atau hakim sebagai aparat negara untuk memaksa atau memberikan putusan wajib wasiat bagi orang-orang yang telah meninggal, yang diberikan kepada orang-orang tertentu, dalam keadaan tertentu.49

45Pasal 171 KHI 46Pasal 171 ayat (g)KHI

47Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris Di Indonesia,(Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal.46

48Pasal 171 huruf (f) KHI

(20)

8. Hijab adalah terhalangnya seseorang ahli waris untuk menerima warisan, disebabkan adanya ahli waris (kelompok ahli waris) yang lebih utama dari padanya.50

9. Ahli waris tunggal adalah ahli waris tanpa ada ahli waris lainnya.

G. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian pada dasarnya ada menggunakan metode penelitian dan metode penelitian tersebut ditentukan berdasarkan pada tujuan penelitian.51 Uraian metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, akan akan didahului dengan uraian tentang arti metodologi penelitian. Metode penelitian adalah metodologi yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian.52Metodologi penelitian merupakan penelitian yang menyajikan cara atau prosedur, maupun langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan logis sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.53

1. Sifat dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Deskriptif maksudnya untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh dan sistematis mengenai peraturan yang dipergunakan yang berkaitan dengan masalah yang dikaji. Analitis artinya mengungkapkan karakteristik objek dengan cara menguraikan dan menafsirkan

fakta-50Suhrawardi K.Lubis dan Komis Simanjuntak,Hukum Waris Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 1995), hal .59

51Jujun S.Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, (Jakarta : Sinar Harapan), hal.328

(21)

fakta tentang pokok persoalan yang diteliti. Jadi penelitian ini mengungkapkan peraturan perundang-undangan yangberkaitan dengan objek penelitian.54

Pendekatan penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif

(normative legal research) ataupun disebut juga penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, asas-asas hukum, kaedah hukum dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan perundang-undangan, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.55Penelitian normatif merupakan penelitian ilmiah yang bertujuan untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.56

Pokok permasalahan dalam penelitian ini merupakan tinjauan terhadap harta

tirkah(harta peninggalan) pewaris menurut hukum kewarisan Islam. Oleh karena itu, penelitian terhadap buku, asas-asas maupun peraturan perundang-undangan yang terkait dengan hukum kewarisan Islam, harus bertujuan untuk memperoleh jawaban atas pokok permasalahan yang diteliti.

2. Sumber Data

Pengumpulan data adalah bagian penting dalam suatu penelitian, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan.57 Penelitian dilakukan dengan

54Zainuddin Ali,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hal.105

55Ibrahim Johni, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayu Media Publishing, 2005), hal.336

56Ibid.,hal.57

(22)

menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengancara menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau datasekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahanhukum tertier.58Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian, diuraikan sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang berhubungan dan mengikat berupa peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, sepertiPutusan Mahkamah Agung RI No.633 K/Ag/2013, Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No.85/Pdt.G/2013/PTA-Sby, Putusan Peradilan Agama Jombang No.257/Pdt.G/2012/PA.Jbg, Kompilasi Hukum Islam, UU No.50 Tahun 2009 Perubahan Kedua Atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, KUHPerdata.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan hukum dari buku teks yang berisimengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang memiliki klasifikasi tinggi.59 Bahan hukum sekunder terdiridari semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmiyang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder ini bisa berasal dari buku-buku,hasil-hasil penelitian dan hasil karya ilmiah dari kalangan hukum.

58Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji,Op.Cit.,1995, hal.38

(23)

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder60. Bahan hukum tertier yang digunakan dalam penelitian berupa Alquran, kamus hukum serta majalah terkait penelitian.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah dengan metode penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder melalui pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, teori-teori literatur-literatur, tulisan-tulisan para pakar hukum, dan bahan kuliah yang berkaitan dengan penelitian.61

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi dokumen. Studi dokumendigunakan untuk memperoleh data sekunder dengan membaca, mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisis data sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian.62 Data sekunder tersebut diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum kewarisan Islam.

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.63Analisis data penelitian dilakukan secara kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan memberi 60Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006), hal.31

61Riduan,Metode & Teknik Menyusun Tesis, (Bandung : Bina Cipta, 2004), hal.97 62Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal.52

(24)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini di- lakukan dengan menggabungkan antara model matematik heuristik permintaan dinamis Pujawan dan Silver [5] dan model matematik sistem rantai

Penelitian ini menyimpulkan bahwa UIN Sunan Gunung Djati Bandung melalui Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M)

Perpustakaan Daerah Kabupaten Jepara, menggunakan sarana sistem simpan dan temu kembali informasi atau yang biasa disebut dengan OPAC, sejak tahun 2009 dan mulai aktif

Berdasarkan gambar 4.11 diatas dapat diketahui bahwa denyut nadi nelayan yang tidur malam tidak tepat waktu turun saat bekerja, namun. beberapa saat kemudian

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan peserta didik yang tuntas pembelajaran, dari prasiklus sebanyak 6 orang (25%) mejadi 15 siswa tuntas pada siklus I (62,5%) dan pada

Berdasarkan perbincangan di atas, dapatlah disimpulkan bahawa Zakat sepertimana dalam kerangka Maqasid al-Syari’ah dan berdasarkan Teori Ekonomi Islam adalah

Peraturan perundangan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai acuan dalam penyusunan Dokumen Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) yang terkait dengan

Berdasakan hasil penelitian diketahui dari 139 remaja dengan status gizi normal, sebanyak 11 (7,9%) remaja dengan usia menarche tidak baik, hal ini