• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat Medis dan Non Medis serta Angka Kepadatan Lalat di RSUD Dokter Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat Medis dan Non Medis serta Angka Kepadatan Lalat di RSUD Dokter Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai Tahun 2016"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-undang no 44 tahun 2009).

Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap juga perawatan di rumah sakit. Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan kesehatan dan penelitian (Adisasmito, 2007).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan (Depkes RI, 2004).

2.2 Pengertian Limbah Padat Medis dan Non Medis

2.2.1 Pengertian Limbah Padat Medis

(2)

perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan ruang laboratorium. Limbah padat medis sering juga disebut sebagai sampah biologis. Sampah biologis terdiri dari: 1. Sampah medis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, ruang perawatan, ruang

bedah, atau ruang kebidanan seperti, misalnya perban, kasa, alat injeksi, ampul, dan botol bekas obat injeksi, kateter, swab, plester, masker, dan sebagainya.

2. Sampah patologis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, bedah, kebidanan, atau ruang otopsi, misalnya plasenta, jaringan organ, anggota badan, dan sebagainya.

3. Sampah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium diagnostik atau penelitian, misalnya sediaan atau media sampel dan bangkai binatang percobaan.

Limbah rumah sakit adalah semua limbah baik yang berbentuk padat maupun cair yang berasal dari kegiatan rumah sakit baik kegiatan medis maupun non medis yang kemungkinan besar mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun, dan radioaktif. Apabila tidak ditangani dengan baik,limbah rumah sakit dapat menimbulkan masalah baik dari aspek pelayanan maupun estetika selain dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan menjadi sumber penularan penyakit (infeksi nosokomial). Oleh karena itu, pengelolaan limbah rumah sakit perlu mendapat perhatian yang serius dan memadai agar dampak negatif yang terjadi dapat dihindari atau dikurangi (Chandra, 2005).

(3)

limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Peawadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah padat medis dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah padat non medis (Kepmenkes RI No.1204, 2004).

Limbah layanan kesehatan adalah mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instansi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium. Limbah rumah sakit adalah limbah yang mencakup semua buangan yang berasal dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, gas yang dapat mengandung mikroorganisme patogen yang bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan sebagaian bersifat radio aktif (Depkes RI, 2006).

Menurut EPA/U.S Environmental Protection Agancy, limbah medis adalah semua bahan buangan yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, bank darah, praktek dokter gigi, klinik dokter hewan, serta fasilitas penelitian medis dan laboratorium. Sedangkan menurut Depkes RI (2002), limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medik, perawatan gigi, farmasi, penelitian, pengobatan, perawatan atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan yang beracun, infeksius, berbahaya atau membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu.

(4)

1. Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganism, bahan kimia beracun dan radio aktif yang berbahaya bagi kesehatan.

2. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur, perlengkapan generator dan anastesi.

3. Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah padat medis dan limbah padat non medis.

2.2.2 Pengertian Limbah Padat Non Medis

Limbah non medis adalah limbah domestik yang dihasilkan di sarana pelayanan kesehatan. Sebagian besar limbah ini merupakan limbah organik dan bukan merupakan limbah B3, sehingga pengelolaannya dapat dilakukan bersama-sama dengan sampah kota yang ada. Jenis limbah non medis tersebut antara lain: limbah cair dari kegiatan loundry, limbah domestik cair dan sampah padat (Adisasmito, 2007)

Limbah padat non medis adalah bahan buangan yang berasal dari aktivitas kantor atau administrasi rumah sakit, unit perlengkapan, ruang inap, unit gizi atau dapur, halaman parkir, taman dan bukan berasal dari kegiatan medis rumah sakit (Anies, 2006).

(5)

administrasi/ kantor, halaman, ruang tunggu, ruang perawatan. Sampah basah (Garbage) seperti sampah dari dapur utama maupun instalasi gizi yang juga ditemui di ruang tunggu dan perawatan. Berdasarkan pengamatan limbah non medis ini dihasilkan sebanyak 706 kg /hari atau sekitar 7 m3 (Paramita, 2007).

2.3 Kebijakan Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit

Upaya pengelolaan limbah rumah sakit salah satunya dapat dilaksanakan dengan menyiapkan peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Hasil survey di Rumah Sakit Yordania Utara menunjukkan bahwa 29% dari rumah sakit memiliki kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan sampah medis, namun hanya 10% dari rumah sakit memiliki pedoman resmi untuk pengelolaan sampah medis (Adisasmito, 2007).

(6)

2.4 Sumber dan Klasifikasi Limbah Rumah Sakit

2.4.1 Jenis Limbah Rumah Sakit Menurut Sumbernya

Tabel 2.1 Jenis Limbah Menurut Sumbernya

No SUMBER/AREA JENIS SAMPAH /penggosok), placenta,ampul,termasuk kapsul perak nitrat, jarum syringe (alat semprot),masker disposable (masker yang dapat dibuang),disposable drapes (tirai/kain yang dapat dibuang),sanitary napkin(serbet),blood lancer disposable (pisau bedah),disposable chateter (alat bedah),disposable diaper (popok) dan underpad (alas/bantalan),sarung tangan disposable jaringan tubuh,termasuk amputasi ampul bekas,masker disposable (masker yang dibuang ), jarum syringe (alat semprot),drapes (tirai/kain), disposable blood lancet (pisau bedah),disposable kantong emnesis, levin tubes (pembuluh),chateter (alat bedah),drainase set (alat pengaliran),kantong colosiomy,underpads (alas/bantalan),sarung bedah.. 4. Unit laboratorium,

ruang mayat,patho-logi dan otopsi

Gelas terkontaminasi,termasuk pipet petri dish,wadah specimen (contoh),slide specimen (kaca/alat sorong),jaringan tubuh,organ,tulang.

5. Unit isolasi Bahan-bahan kertas yang mengandung buangan nasal (hidung) dan sputum (dahak/air liur),dressing (pembalut/pakaian) dan bandage (perban),masker disposable (masker yang dapat dibuang),sisa makanan,perlengkapan makanan.

6. Unit perawatan Ampul, jarum disposable dan syringe (alat semprot) kertas dan lain-lain

7. Unit pelayanan Karton, kertas bungkus,kaleng,botol, sampah dari ruang umum dan pasien ,sisa makanan buangan.

8. Unit gizi/dapur Sisa pembungkus,sisa makanan / bahan makanan sayuran dan lain-lain

(7)

2.4.2 Klasifikasi Limbah Padat Rumah Sakit

Tabel 2.2 Klasifikasi Limbah Padat Medis Yang Berasal dari Rumah Sakit

No Kategori Limbah

Definisi Contoh limbah yang

dihasilkan

1. Infeksius Limbah yang terkontaminasi organismepatogen(bakteri,virus,p arasit,atau jamur) yang tidak secara rutin ada lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk

2. Patologis Limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan yang sangat infeksius,otopsi,organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi,terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.

3. Sitotoksis Terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius. Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang

Merupakan materi yang dapat menyebabkan luka iris atau luka tusuk. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang

5. Farmasi Limbah farmasi mencakup produksi farmasi.kategori ini juga mencakup barang yang akan dibuang setelah digunakan untuk

(8)

menangani produk farmasi, mislanya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan,masker,selang penghubung darah atau cairan dan ampul obat.

tidak diperlukan lagi.

6. Kimia Mengandung zat kimia yang berbentuk padat,cair,maupun gas yang berasal dari aktivitas diagnostik dan eksperimen serta dari pemeliharaan kebersihan

7. Radioaktif Bahan yang terkontaminasi dengan radioisotope yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari : tindakan kedokteran nuklir,radio immunoassay dan bakteriologis,dapat berbentuk padat,cair,atau gas.

Cairan yang tidak terpakai dari radio aktif

atau riset di

Limbah yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi termasuk dalam subkategori limbah kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik. Contohnya adalah limbah merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak

Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas yang digunakan di rumah sakit.

Tabung gas,kaleng aerosol yang berisi residu,gas cartridge (Sumber : Kepmenkes RI No.1204, 2004)

2.5 Jumlah Limbah Rumah Sakit

(9)

Jumlah produksi sampah domestik diperkirakan 2 Kg per-orang /hari.Untuk mendapatkan angka yang lebih tepat sebaiknya dilakukan survei sampah di rumah sakit yang bersangkutan. Jumlah sampah dengan 500 tempat tidur adalah 3,25 Kg per pasien/hari (Depkes RI, 2002).

2. Jumlah disposibel

Meningkatkan jumlah sampah berkaitan erat dengan meningkatkan penggunaan barang disposibel. Daftar barang disposibel merupakan indikator jumlah dan kualitas sampah rumah sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan sifat kimiawi barang-barang disposibel mungkin perlu dipelajari sehingga dapat diperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengelolaan sampah (Depkes RI, 2002).

3. Jumlah menurut volume

Volume juga harus diketahui untuk menentukan ukuran bak dan sarana pengangkutan. Konversi dari berat ke volume dapat dilakukan dengan membagi berat total dengan kepadatan (Depkes RI, 2002).

2.6 Sarana dan Prasarana Pengelolaan Limbah

Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan, maka

(10)

Pengelola limbah disediakan alat pelindung diri seperti apron, sarung tangan dan sepatu boots.

Rumah sakit menyediakan troli untuk pengangkutan sampah padat dari ruangan ruangan penghasil sampah ke tempat penampungan sementara, tetapi sampah tidak di tempatkan di wadah yang tertutup, langsung di tempatkan ke bak penampung, dapat terjadi kemungkinan tumpahan pada saat pengangkutan. Menggunakan insenerator untuk pembuangan akhir. Pengelola sampah disediakan alat pelindung diri seperti apron, sarung tangan dan sepatu boots (Abor & Bouwer, 2007).

Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD) menyediakan kantong plastik berwarna hitam yang diletakkan dalam wadah limbah non medis dan menyediakan kantong plastik berwarna kuning dalam wadah limbah medis di setiap ruangan. Menggunakan troli untuk mengangkut limbah medis dan non medis. Menggunakan insenerator untuk pembuangan akhir. Pengelola limbah disediakan alat pelindung diri seperti apron, sarung tangan dan sepatu boots (Paramita, 2007).

2.7 Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit

2.7.1 Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit

(11)

pembuangan limbah. Proses pengelolaan ini harus menggunakan cara yang benar serta memperhatikan aspek kesehatan, ekonomis, dan pelestarian lingkungan.

Pengelolaan limbah rumah sakit harus dilakukan dengan benar, efektif dan memenuhi persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak dimanfaatkan lagi, tidak disenangi, dan yang harus dibuang maka limbah harus dikelola dengan baik. Syarat yang harus dipenuhi dalam pengelolaan limbah adalah tidak mengkontaminasi udara, air/tanah, tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan kebakaran, dan sebagainya. Suatu kebijakan dari manajemen dan prosedur-prosedur tertentu yang berhubungan dengan segala aspek dalam pengelolaan sampah rumah sakit sangat diperlukan dalam pengelolaan limbah rumah sakit ( Chandra, 2012).

1. Minimisasi Limbah

Minimisasi limbah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya yang berasal dari kegiatan pelayanan kesehatan dengan cara reduksi pada sumbernya dan pemanfaatan limbah berupa reuse, recycle,dan recovery ( Kepmenkes RI No.1204, 2004). Konsep minimisasi limbah

(12)

Pemanfaatan limbah medis yaitu upaya mengurangi volume, konsentrasi toksisitas dan tingkat bahaya yang menyebar di lingkungan. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan setelah melakukan upaya reduksi pada sumber.

a. Penggunaan kembali (reuse)

Merupakan upaya penggunaan barang atau limbah untuk digunakan kembali untuk kepentingan yang sama tanpa mengalami proses pengolahan atau perubahan bentuk. Walaupun dapat digunakan kembali, rumah sakit harus mengeluarkan biaya untuk membersihkan dan mensterilkan peralaan tersebut. b. Daur ulang (recycle)

Merupakan upaya pemanfaatan limbah dengan cara proses daur ulang melalui perubahan fisik atau kimia, baik untuk menghasilkan produk yang sama maupun produk yang berlainan dengan maksud kegunaan yang lebih. Limbah lampu neon, kontainer bertekanan, pelarut, formalin dan alkohol adalah limbah berbahaya yang dapat didaur ulang agar dapat menjadi produk yang dapat digunakan kembali (A.Pruss, 2005).

c. Perolehan kembali (recovery)

(13)

2. Pemilahan Limbah

Pemilahan limbah berdasarkan warna atau kontainer plastik yang digunakan merupakan cara yang paling tepat dalam pengelolaan limbah medis. Proses pemilahan dan pengurangan jumlah limbah merupakan persyaratan keamanan yang penting untuk petugas yang mengelola limbah. Menyediakan minimal tiga wadah terpisah pada sumbernya yang diberi label yang tepat dan ditempatkan pada tempat yang mudah terlihat dan terjangkau sehingga limbah dapat dengan mudah dipisahkan. Untuk limbah berbahaya dan sangat berbahaya, sebaiknya menggunakan kemasan ganda yaitu kantong plastik di dalam kontainer untuk memudahkan pembersihan (Pruss, 2005).

3. Pengumpulan Limbah Medis

Menurut Depkes RI (2006), pada tahap pengumpulan limbah, maksimal 2/3 bak sampah terisi sudah harus diambil, sedangkan menurut Pruss (2005), kontainer harus diangkat jika sudah 3/4 penuh. Rumah sakit harus mempunyai program rutin untuk pengumpulan limbah karena limbah jangan sampai menumpuk di satu titik pengumpulan. Limbah harus dikumpulkan setiap hari dan diangkat ke tempat penampungan yang telah ditentukan.

(14)

Setelah diangkut, limbah medis dikumpulkan dalam ruang khusus, penyimpanan limbah medis harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan maksimal 48 jam dan musim kemarau maksimal 24 jam. Kemudian dibakar di incenerator (Depkes RI, 2002).

4. Pengangkutan Limbah Medis

Setelah proses pengumpulan, tahap selanjutnya adalah pengangkutan limbah. Pengangkutan limbah dilakukan oleh petugas kebersihan dari sumber penghasil limbah. Pengangkutan limbah medis harus menggunakan alat angkut berupa kereta, gerobak atau troli. Limbah harus diangkut dengan alat angkut yang sesuai untuk mengurangi resiko yang dihadapi pekerja yang terpajan limbah. Pengangkutan limbah dari ruang/ unit yang ada di rumah sakit ke tempat penampungan limbah sementara melalui rute yang paling cepat yang harus direncanakan sebelum perjalanan dimulai atau yang sudah ditetapkan (Pruss, 2005).

Menurut Chandra (2005), proses dimulai dari pengangkutan limbah dari wadah penampungan yang diletakkan pada lokasi tertentu sampai ke tempat pembuangan. Secara mekanis, limbah dapat diangkut dengan sejenis sistem conveyor yang akan membawa limbah tersebut ke lokasi pembuangan akhir. Pada

(15)

sarana pemadam kebakaran. Pengangkutan limbah klinis memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan disiplin dari pihak petugasnya. Apabila diangkut dengan kontainer khusus, kontainer yang digunakan harus kuat dan tidak bocor, serta mudah dibersihkan. Kendaraan yang dipakai harus memenuhi syarat dalam hal kemudaha pemakaian dan pembersihannya, selain dilengkapi juga dengan alat pengumpul kebocoran. Dalam kendaraan pengangkut limbah, ruang supir secar fisik harus terpisah dari ruang limbah, selain dilengkapi dengan kode atau tanda peringatan.

5. Penampungan Sementara Limbah Medis

Tempat penampungan sementara harus memilki lantai yang kokoh dengan dilengkapi drainase yang baik dan mudah dibersihkan serta didesinfeksi. Selain itu tidak boleh berada dekat dengan dapur. Harus ada pencahayaan yang baik serta kemudahan akses untuk kendaraan pengumpul limbah. Menurut Kepmenkes RI No.1204 Tahun 2004, penyimpanan limbah padat medis harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan maksimal 48 jam dan musim kemarau maksimal 24 jam.

(16)

6. Pemusnahan Limbah Medis

Menurut Chandra (2005), Kegiatan pemusnahan merupakan tahap akhir dari proses pengolahan limbah rumah sakit. Limbah dari lokasi penampungan akhir rumah sakit diangkut ke luar rumah sakit dengan menggunakan sarana angkutan dinas kebersihan kota atau pun swasta, khususnya untuk limbah non medis. Untuk limbah medis yang mudah terbakar dimusnahkan dengan menggunakan insenerator. Dalam hal ini diperhatikan lokasi penempatan insenerator yang berkaitan dengan jalur pengangkutan limbah, jalur pembuangan abu, dan sarana gedung untuk melindungi insenerator dari bahaya kebakaran. Untuk limbah medis yang tidak mudah terbakar, limbah tersebut disterilkan dahulu dengan autoclave baru kemudian dibuang.

Tahap akhir pengelolaan limbah medis di RSPAD adalah dengan menggunakan incenerator. Limbah medis yang telah terkumpul dalam ruang penyimpanan kemudian dibakar dan pembakaran dilakukan dua hari sekali dengan kapasitas maksimal incenerator. Limbah medis yang telah terkumpul dalam ruang penyimpanan kemudian dibakar dan pembakaran dilakukan dua hari sekali dengan kapasitas maksimal incenerator 5m3(Paramita, 2007).

7. Pembuangan Akhir Limbah Medis

(17)

dan lingkungan dalam jangka panjang. Tempat atau lokasi yang diperuntukkan khusus sebagai tempat penimbunan (secure landfill) limbah medis didesain sesuai dengan persyaratan penimbunan limbah B3.

2.7.2 Pengelolaan Limbah Padat Non Medis Rumah Sakit

Menurut Atik (2011), Banyak limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit. Tidak semua limbah berbahaya yang dihasilkan, tetapi prosedur penanganan yang paling berbahaya dan membutuhkan spesifik yang tidak menimbulkan ancaman saat menangani. Secara umum, tahap mengelola limbah padat baik medis maupun non medis, terdiri dai pemilahan, penyimpanan, pengangkutan, dan pembuangan atau pembakaran.

1. Pemilahan dan Penyimpanan

Sampah biasanya ditampung di tempat produksi sampah untuk beberapa lama. Untuk itu, setiap unit hendaknya disediakan tempat penampungan dengan bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampahserta kondis setempat. Hendaknya sampah tidak dibiarkan di tempat penampungan terlalu lama atau dapat pula langsung diangkut ke tempat penapungan blok atau pemusnahan. Adapun persyaratan penampungan sampah antara lain (Depkes, 2002).

a. Bahan tidak mudah berkarat.

b. Kedap air terutama untuk menampung sampah basah. c. Bertutup rapat.

d. Mudah dibersihkan.

e. Mudah dikosongkan atau diangkut. f. Tidak menimbulkan bising.

(18)

Untuk memudahkan pengosongan dan pengangkutan, penggunaan kantong plastik pelapis dalam bak sampah sangat disarankan. Kantong plastik tersebut membantu membungkus sampah saat mengangkut sehingga mengurangi kontak langsung mikroba dengan manusia, mengurangi bau dan tidak terlihat sehingga lebih elastis dan memudahkan pencucian bak sampah. Dimana pencucian bak dilakukan untuk menjaga peralatan dan kondisi setempat yang dilakukan setelah pengosongan dan kemudian disarankan untuk dilakukan desinfeksi.

Pengelolaan limbah rumah sakit sebelum dibuang ke Tempat Pembuangan Sementara pemisahan limbah padat yang dihasilkan di setiap kamar (limbah medis dengan kantong plastik kuning dan non medis dengan kantong plastik hitam) yang dilakukan oleh petugs kebersihan, kemudian diangkut dengan limbah medis yang telah dipisahkan.

2. Pengangkutan

Pengangkutan sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap unit dan diangkut ke pengumpulan lokal atau ke tempat pemusnahan. Pengangkutan biasanya dengan kereta, sedang untuk bangunan bertingkat dapat dibantu dengan menyediakan cerobong sampah. Untuk merencanakan pengangkutan sampah rumah sakit perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Penyebaran tempat penampungan sampah b. Jalur jalan dalam rumah sakit

c. Jenis dan kapasitas sampah

(19)

Alat pengangkut sampah di rumah sakit dapat gerobak atau troli dan kereta yang harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI sebagai berikut:

a. Memiliki wadah yang mudah dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi dengan penutup.

b. Harus kedap air dan mudah untuk diisi untuk dikosongkan. c. Setiap keluar dari pembuangan akhir selalu dalam kondisi bersih.

Peralatan-peralatan tersebut harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara teratur dan hanya digunakan untuk mengangkut limbah padat dalam tas medis dan non medis secara bersamaan. Troli dilengkapi dengan drum. Semua kegiatan transportasi yang dilakukan oleh petugas di layanan pembersihan kamar, sebanyak 1 orang setiap waktu transportasi.

3. Pembuangan

Pembuangan sampah berdasarkan Departemen Kesehatan RI tahun 2002 dapat ditempuh melalui dua alternatif :

1. Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis secara terpisah. Pemisahan ini dimungkinkan bila dinas kesehatan dapat diandalkan sehingga beban rumah sakit tinggal memusnahkan sampah medis.

(20)

umum yaitu kedap air, mudah dibersihkan, dan bertutupkan rapat. Ukuran hendaknya tidak terlalu besar sehingga mudah di kosongkan. Apabila jumlah sampah yang ditampungan cukup banyak, maka perlu, maka perlu penambahan jumlah kontainer. Kontainer terbuat dari bahan besi ataupun plastik.

Untuk limbah non medis pembuangan limbah dalam lingkup rumah sakit dilakukan di tempat penampungan sementara dalam bentuk sebuah wadah terbuka dengan kapasitas 6m3. Kemudian sampah dalam wadah untuk selanjutnya ditangani oleh Dinas Kebersihan. Pengiriman limbah dilakukan setiap dua atau tiga hari, namun berdasarkan keputusan menteri seyogyanya dibuang setap hari.

2.8 Persyaratan Pengelolaan Limbah Padat di Rumah Sakit Sesuai

KEPMENKES No.1204/Menkes/SK/X/2004

1. Persyaratan Pengelolaan Limbah Padat Medis

a. Minimisasi Limbah:

1. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber. 2. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan

kimia yang berbahaya dan beracun.

3. Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi.

(21)

b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang

1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan limbah.

2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.

3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.

4. Jarum dan syringe harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali. 5. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses

sterilisasi, untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus harus dilakukan tes Bascillus stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes

Bacillus subtilis.

6. Limbah jarum hipodermik tidak diianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi.

7. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan penggunaan wadah dan label (lihat tabel 2.2).

(22)

9. Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi

label bertuliskan “Limbah Sitotoksik”.

Tabel 2.3 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori

No Kategori

2. Sangat infeksius Kuning Kantong plastik

kuat,anti bocor,

Kuning Plastik kuat dan

(23)

c. Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Medis Padat di Lingkungan Rumah Sakit

1) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah menggunakan troli khusus yang tertutup.

2) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.

d. Pengumpulan, Pengemasan, dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit

1) Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat. 2) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus

e. Pengolahan dan Pemusnahan

1) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.

2) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan insenerator.

2. Persyaratan Pengelolaan Limbah Padat Non Medis

a. Pemilahan dan Pewadahan

1) Pewadahan limbah padat non medis harus dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam.

2) Tempat pewadahan

a) Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan lambang

(24)

b) Bila kepadatan lalat di sekitar tempat limbah padat melebihi 2 (dua) ekor per-block gril , perlu dilakukan pengendalian lalat.

b. Pengumpulan, Penyimpanan,dan Pengangkutan

1) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari 20 ekor per-block grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan pengendalian.

2) Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan binatang pengganggu yang lain minimal satu bulan sekali.

c. Pengolahan dan Pemusnahan

Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non medis harus dilakukan sesuai persyaratan kesehatan. Untuk limbah non medis pembuangan limbah dalam lingkup rumah sakit dilakukan di tempat penampungan sementara dalam bentuk sebuah wadah terbuka dengan kapasitas 6m3. Kemudian sampah dalam wadah untuk selanjutnya ditangani oleh Dinas Kebersihan. Pengiriman limbah dilakukan setiap dua atau tiga hari, namun berdasarkan keputusan menteri seyogyanya dibuang setap hari.

2.9 Pengaruh Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Terhadap Masyarakat dan

Lingkungan

Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti :

(25)

2. Kerusakan harta benda dapat disebabkan oleh garam – garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan disekitar rumah sakit.

3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang

Ini dapat dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa –

senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.

4. Gangguan genetik dan reproduksi Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif (Wicaksono, 2010). Membahas dampak limbah secara khusus berdasarkan limbah yang dihasilkan:

a. Bahaya Limbah Infeksius dan Benda Tajam

Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen. Patogen tersbut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur :

1) Akibat tusukan, lecet, atau luka di kulit 2) Melalui membran mukosa

3) Melalui pernapasan 4) Melalui ingesti

(26)

b. Bahaya Limbah Kimia dan farmasi

Banyak zat kimia dan bahan farmasi berbahaya digunakan dalam layanan kesehatan (misalnya zat yang bersifat toksik, genotoksik, korosif, mudah terbakar, reaktif, mudah meledak, atau yang sensitif terhadap guncangan). Kuantitas zat tersebut umumnya rendah di dalam limbah layanan kesehatan, kuantitas yang lebih besar dalam limbah umumnya ditemukan jika instansi membuang zat kimia atau bahan farmasi yang sudah tidak terpakai lagi atau sudah kadaluarsa. Kandungan zat itu di dalam limbah dapat menyebabkan intoksikasi atau keracunan, baik akibat pajanan secara akut maupun kronis dan cedera, termasuk luka bakar.

c. Bahaya Limbah Genotoksik

Pajanan terhadap zat genotoksik di lingkungan layanan kesehatan juga dapat terjadi selama masa persiapan atau selama terapi yang menggunakan obat atau zat tertentu. Jalur pajanan utama adalah dengan menghirup debu atau aerosol, absorbsi melalui kulit, tanpa sengaja menelan makanan yang terkontaminasi obat

– obatan sitotoksik, zat kimia, atau limbah, dan kebiasaan buruk saat makan, misalnya menyedot makanan. Pajanan juga dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan sekret tubuh pasien yang menjalani kemoterapi.

d. Bahaya Limbah Radioaktif

(27)

dapat mengenai materi genetik. Penanganan sumber yang sangat aktif, misalnya terhadap sumber tertutup dalam instrumen diagnostik, dapat menyebabkan cedera yang jauh lebih parah (misalnya kerusakan jaringan, keharusan untuk mengamputasi bagian tubuh) dan karenannya harus dilakukan dengan sangat hati

–hati.

e. Sensivitas publik. Selain rasa takut akan dampak kesehatan yang mungkin muncul, masyarakat juga sangat sensitif terhadap dampak visual limbah anatomi, bagian-bagian tubuh yang dapat dikenali, termasuk janin (A.Pruss, 2005).

2.10 Pengertian Lalat

Lalat termasuk filum arthropoda, kelas insekta, ordo diptera, dan famili muscidae. Lalat memiliki panjang bervariasi antara beberapa milimeter (drosophile) sampai 1,5 cm (lalat rumah) atau 2 cm. Lalat termasuk salah satu binatang yang paling banyak tersebar di seluruh dunia. Lalat hanya mempunyai sepasang sayap. Mulutnya berbentuk “belalai” yang dapat memanjang dan digunakan untuk menyedot cairan manis yang menjadi makanannya. Pada beberapa spesies seperti lalat hitam atau lalat tse-tse, belalai tersebut cukup kuat untuk menembus kulit binatang dan menghisap darah. Cara itu mirip dengan apa yang dilakukan lalat betina . Lalat terbang dan suka menempel pada kotoran .oleh karena itu, lalat dapat menyebarkan mikroba yang mengakibatkan penyakit berbahaya (Becker, 2007).

(28)

spesies lalat, tetapi tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001).

Lalat sering hidup di antara manusia dan sebagian jenis dapat menyebarkan penyakit yang serius. Lalat disebut sebagai penyebar penyakit yang serius. Lalat disebut sebagai penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman jatuh ke tempat tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan. Beberapa lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).

Menurut Depkes RI (2001), penularan penyakit oleh lalat terjadi secara mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat berasal dari sampah, kotoran manusia dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan dimakan oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh lalat antara lain disentri, kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang berkaitan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk.

2.10.1 Siklus Hidup Lalat

(29)

Gambar 2.1 Siklus Hidup Lalat

Berdasarkan Depkes RI (2001), siklus hidup lalat dibagi menjadi 4 stadium : 1) Stadium pertama (stadium telur)

Bentuk telur lonjong, bulat dan berwarna putih dengan panjang kurang lebih 1 mm. Setiap bertelur, lalat akan menghasilkan 120-130 butir telur dan akan menetas dalam waktu 8-16 jam. Pada suhu rendah dibawah 12-13°C telur tidak akan menetas.

Gambar 2.2 Telur Lalat

2) Stadium kedua ( stadium larva)

(30)

setempat. Larva ini selalu bergerak dan makan dari bahan-bahan organik. Temperatur yang disukai larva lalat adalah 30-35°C.

Gambar 2.3 Larva Lalat

3) Stadium ketiga ( stadium pupa )

Akhir dari fase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makanan ke tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, setelah itu berubah menjadi kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak bergerak. Fase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur ± 35°C.

(31)

4) Stadium keempat (stadium dewasa)

Stadium ini dimulai dari keluarnya lalat muda yang sudah dapat terbang antara 400-900 m. Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa adalah 6-20 hari. Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci dan mempunyai 4 garis yang agak gelap dipunggungnya. Pada kondisi normal, lalat betina dewasa dapat bertelur sampai lima kali dan umumnya umur lalat sekitar 2-3 minggu tetapi pada kondisi yang lebih sejuk bisa sampai 3 bulan. Lalat tidak kuat terbang menantang arah angin.

Gambar 2.5 Lalat Dewasa

2.11 Kepadatan Lalat

Upaya untuk menurunkan populasi lalat adalah sangat penting, mengingat dampak yang ditimbulkan oleh lalat itu sendiri. Untuk itu sebagai salah satu cara penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya. Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa lebih tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat. Tujuan dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang (Suska, 2001) :

(32)

- Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat - Jenis-jenis lalat

Pengukuran tingkat kepadatan lalat dapat dilakukan sediktnya tiga bulan sekali dengan tujuan untuk memberikan petunjuk dalam masalah, artinya melakukan evaluasi efektifitas pemberantasan.

Dalam melaksanakan survai tingkat kepadatan lalat dewasa ada beberapa cara namun yang biasa dilakukan mengggunakan alat Fly Grill. Cara ini yang sering digunakan dan merupakan cara penilaian paling modern, memberikan hasil yang cepat dan bernilai baik, tetapi dalam pelaksanaannya diperlukan skill yang baik.

(33)

Kepadatan lalat ini dibagi atas beberapa tingkatan yaitu : 0-2 :Rendah (Tidak menjadi masalah)

3-5 :Sedang (Perlu dilakukan pengamatan terhadap tempat-tempat berkembangbiaknya lalat)

6-20 :Tinggi/Padat (Populasinya cukup padat dan perlu pengamatan di tempat-tempat berbiaknya lalat, dan bila mungkin direncanakan upaya pengendalian )

>21 : Sangat Tinggi/Padat (Populasinya padat dan perlu adanya pengendalian)

Gambar 2.9 Fly gril

2.12 Dampak Kesehatan Akibat Tingginya Kepadatan Lalat

(34)

Secara lebih detail, Sucipto (2011) menjelaskan beberapa penyakit yang disebabkan oleh lalat antara lain:

1) Disentri, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas karena terhambat peredaran darah dan pada kotoran terdapat mucus dan push.

2) Diare, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu. Disentri dan diare termasuk penyakit karena Shigella spp atau diare bisa juga karena Eschericia coli.

3) Thypoid, gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu, penyebabnya adalah Salmonella spp.

4) Kolera, gejala muntah-muntah, demam, dehidrasi, penyebabnya adalah Vibrio cholera.

5) Pada beberapa kasus, sebagai vektor penyakit lepra dan yaws (Frambusia atau Patek).

6) Kasus kecacingan pada manusia dan hewan juga banyak ditularkan oleh lalat rumah, lalat hijau dan Sarcophaga spp. Misalnya seperti cacing jarum atau cacing kremi (Enterobius vermin cularis), cacing giling (Ascaris lumbricoides), cacing kait (Anclyostoma sp., Necator), cacing pita (Taenia,

Dypilidium caninum), cacing cambuk (Trichuris trichiura).

(35)

2.13 Upaya Pengendalian Vektor Lalat

Tujuan dari upaya pengendalian lalat adalah untuk mencegah penyebaran penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat, dengan cara menekan atau menurunkan angka kepadatan lalat. Menurut Ditjen PPM & PLP (2001), cara yang dapat ditempuh dalam pengendalian lalat adalah ditujukan terhadap larva lalat dan lalat dewasa, yaitu dengan cara:

1. Perbaikan lingkungan atau sanitasi untuk mengurangi tempat-tempat yang potensial sebagai tempat perindukan lalat:

a. Sampah-sampah terutama sampah dapur ditampung pada tempat sampah yang baik dan tertutup rapat dan dalam waktu maksimum 3 hari harus sudah dibuang.

b. Pengangkutan dan pembuangan sampah dilakukan setiap hari dengan cara yang baik, alat angkut menggunakan troli yang tertutup dan mudah untuk dibersihkan.

c. Tempat pembuangan sampah diberi alas yang kedapa air, misalnya besi plat, seng, dan lainlain. Pada TPS harus dilengkapi dengan saluran pembuangan lendir/cairan yang berasal dari pembusukan sampah. d. Untuk tempat pembuangan kotoran digunakan w.c. yang selalu dalam

keadaan bersih, serta dilengkapi septictank yang tertutup. 2. Tindakan perlindungan (screening)

(36)

semua jendela dan pintu serta pintu-pintu harus selalu dalam keadaan tertutup. Ditempat-tempat dimana pintu sering dibuka dan ditutup, maka dapat perlu dipasang tabir angin (wind screen).

3. Tindakan mekanis

Ini hanya merupakan tindakan pelengkap, tidak dapat memberikan hasil yang besar. Misalnya dengan memasang kertas perekat atau jebakan berperekat di lokasi-lokasi yang terdapat lalat.

4. Penyemprotan residu insektisida

(37)

2.14 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Profil RSUD Dokter Tengku

Mansyur.

2. Kebijakan pengelolaan limbah padat medis dan non medis RSUD Dokter Tengku Mansyur

Gambar

Tabel 2.2 Klasifikasi Limbah Padat Medis Yang Berasal dari Rumah Sakit
Tabel 2.3 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori
Gambar 2.1 Siklus Hidup Lalat
Gambar 2.3 Larva Lalat
+3

Referensi

Dokumen terkait

Rumah Sakit Umum Pertamina Rantau Aceh Tamiang dalam hal pemusnahan limbah padat non medis dilakukan dengan cara pengangkutan dari ruangan menggunakan troli untuk

Dalam penelitian ini dibatasi pada peningkatan kompetensi belajar dengan menggunakan metode pembelajaran SQ4R pada mata pelajaran menggambar busana dengan materi bagian-bagian

Ruang Kepala dan Pelaksana Seksi Verifikasi dan Akuntansi berada pada lantai 1 gedung KPPN, dilengkapi dengan meja/kursi kerja kepala seksi dan pelaksana, 2 unit PC

Sebelum mengakses setiap informasi yang berkaitan dengan penelitian, petugas harus menandatangani formulir pernyataan persetujuan untuk melindungi keamanan

Dari hasil pengklasifikasi menggunakan algoritma MOA, didapatkan bahwa terdapat 2 tipe aerosol utama dan 1 tipe aerosol campuran untuk wilayah kajian, yakni

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengelolaaan limbah padat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantauprapat meliputi proses pewadahan, pemilahan,

Judul Kegiatan: Pengenalan Outbound bagi Siswa dan Guru Sekolah Luar Biasa di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Rangka Sosialisasi Taman Olahraga Masyarakat (TOM)

 Untuk mengetahui apakah system pengelolaan limbah padat medis dan non medis kegiatan rumah sakit telah berjalan dengan baik sehingga tidak terjadi penumpukan/ceceran limbah