• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Tata Lingkungan Akuakultur pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Manajemen Tata Lingkungan Akuakultur pdf"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN LENGKAP PRAKTEK LAPANG MANAJEMEN TATA LINGKUNGAN AKUAKULTUR (MTLA)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Mata Kuliah Manajemen Tata Lingkungan Akuakultur

OLEH :

ARDANA KURNIAJI I1A210 097

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI

(2)

2

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepualauan yang mempunyai garis pantai kurang lebih 81.000 km dengan luas perairan pantai 5,8 juta km2 merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan budidaya laut. Kondisi seperti ini merupakan modal untuk pengembangan perekonomian, khususnya bagi sub sector perikanan. Selama ini pemanfaatan sumber daya perikanan laut sebagian besar masih terbatas psda usaha penangkapan atau pengumpulan dari alam. Usaha yang sepenuhnya mengantungkan kepada hasil penangkapan atau pengumpulan dari alam tersebut akan membawa pengaruh terhadap kontinuitas produksi. Kegiatan penangkapan atau pengumpulan hasil laut yang tidak bijaksana atau penangkapan lebih (Over Fishing) dapat berakibat menurunnya populasi dan kelestarian sumber itu sendiri.

Kegiatan budidaya udang merupakan jenis usaha perikanan yang hampir semua proses produksinya dapat ditargetkan sesuai dengan keinginan, sejauh manusia dapat memenuhi persyaratan pokok dan pendukung kehidupan serta pertumbuhan udang yang optimal. Tingginya produksi menyebabkan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pengekspor udang besar di dunia. Kegiatan ini biasa memanfaatkan lahan-lahan pesisir yang berbatasan langsung dengan pinggir pantai.

(3)

3

Desa Bororo Kabupaten Konawe Selatan. Prosedur budidaya yang dilakukan telah membuat kegiatan budidaya ini mampu menembus pasar ekspor. Oleh sebab itu untuk mengetahui lebih jauh mengenai proses dan tata lingkungan yang diterpkan dalam budidaya tambak pada pembudidaya yang dimaksud, dilakukanlah praktikum ini guna mendapatkan informasi yang lebih mendetail.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk dapat mengetahui mengenai penataan lingkungan yang baik untuk budidaya udang vanamei pada tambak intensif.

(4)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Organisme Yang Dibudidayakan

2.1.1. Kalsifikasi

Udang Vaname merupakan udang jenis introduksi yang saat ini banyak dibudidayakan di Indonesia, hal ini dikarenakan induk/benur udang vaname berkualitas mudah didapat, mudah didomestikasi, tersedia. Namun seiring perkembangan teknologi budidaya udang vaname di Indonesia dan terjadinya penurunan kualitas lingkungan, maka berbagai masalah muncul dan mengancam perkembangan udang ini (Rukyani, 2004).

Menurut Haliman dan Adijaya (2005), klasifikasi udang vaname (Litopenaeus vannamei) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Phylum : Crustacea Class : Malacostraca Order : Decapoda Family : Penaeidae Genus : Litopenaeus

Species : Litopenaeus vannamei

(5)

5

Menurut Haliman, R.W dan Adijaya, D.S (2005) udang vannamei bersifat noktural, yaitu melakukan aktifitas pada malam hari. Proses perkawinan ditandai dengan loncatan betina secara tiba-tiba. Pada saat loncatan tersebut, betina mengeluarkan sel-sel telur. Pada saat besamaan, udang jantan mengeluarkan sperma sehingga sel telur dan sperma bertemu. Proses perkawinan berlangsung sekitar 1 menit. Sepasang udang vannamei dapat menghasilkan 100.000-250.000 butir telur yang menghasilkan telur yang berukuran 0,22 mm.Siklus udang vannamei meliputi stadia naupli, stadia zoea, stadia mysis, dan stadia postlarva.

Menurut Haliman, R.W dan Adijaya, D.S (2005), udang merupakan golongan hewan omnivora atau pemakan segala. Beberapa sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon), fitoplankton, cocepoda, polyhaeta, larva kerang, dan lumut. Udang vannamei mencari dan mengidentifikasi pakan menggunakan sinyal kimiawi berupa getaran dengan bantuan organ sensor yang terdiri dari bulu-bulu halus (setae) yang terpusat pada ujung anterior antenula, bagian mulut, capit, antena, dan maxillipied. Untuk mendekati sumber pakan, udang akan berenang menggunakan kaki jalan yang memiliki capit. Pakan langsung dicapit menggunakan kaki jalan, kemudian dimasukkan ke dalam mulut. Selanjutnya, pakan yang berukuran kecil masuk ke dalam kerongkongan dan oesophagus. Bila pakan yang dikonsumsi berukuran lebih besar, akan dicerna secara kimiawi terlebih dahulu oleh maxillipied di dalam mulut.

2.1.2. Morfologi dan Anatomi

(6)

6

dilengkapi dengan 5 pasang kaki jalan (periopod) yang terdiri dari 2 pasang maxillae dan 3 pasang maxiliped. Perut udang vanamei terdiri dar 6 ruas dan juga terdapat pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Sift udang vanamei aktif pada kondisi gelap dan dapat hidup pada kisaran salinitas lebar dan suka memangsa sesama jenis (kanibal), tipe pemakan lambat tapi terus menerus (continous feeder) serta mencari makan lewat organ sensor. Spesies ini memiliki 6 stadia naupli, 3 stadia protozoa, 3 stadia mysis dan stadia post larva dalam siklus hidupnya. Stadia post larva berkembang menjadi juvenil dan akhirnya menjadi dewasa (Haliman 2005 diacu dalam Pranoto 2007). Udang vanamei juga mempunyai nama F.A.O yaitu whiteleg shrimp, crevette pattes blanches, dan camaron patiblanco.

(7)

7

diatas berat tersebut, Penaeus vannamei tumbuh dengan lambat yaitu sekitar 1 gram/ minggu. Udang betina tumbuh lebih cepat daripada udang jantan (Wyban et al., 1991).

2.1.3. Habitat dan Penyebaran

Penaeus vannamei memiliki toleransi salinitas yang lebar, yaitu dari 2 – 40 ppt, tapi akan tumbuh cepat pada salinitas yang lebih rendah, saat lingkungan dan darah isoosmotik. Rasa udang dapat dipengaruhi oleh tingkat asam amino bebas yang tinggi dalam ototnya sehingga menghasilkan rasa lebih manis. Selama proses post-panen, hanya air dengan salinitas tinggi yang dipakai untuk mempertahankan rasa manis alami udang tersebut. Temperatur juga memiliki pengaruh yang besar pada pertumbuhan udang.

Penaeus vannamei akan mati jika tepapar pada air dengan suhu dibawah 15oC atau diatas 33oC selama 24 jam atau lebih. Stres subletal dapat terjadi pada 15-22 oC dan 30-33oC. Temperatur yang cocok bagi pertumbuhan Penaeus vannamei adalah 23-30oC. Pengaruh temperatur pada pertumbuhan Penaeus vannamei adalah pada spesifitas tahap dan ukuran. Udang muda dapat tumbuh dengan baik dalam air dengan temperatur hangat, tapi semakin besar udang tersebut, maka temperatur optimum air akan menurun (Wyban et al., 1991). 2.1.4 Siklus Hidup

(8)

8

waktu 13-14 jam, telur kecil tersebut berkembang menjadi larva berukuran mikroskopik yang disebut nauplii/ nauplius (Perry, 2008). Tahap nauplii tersebut memakan kuning telur yang tersimpan dalam tubuhnya lalu mengalami metamorfosis menjadi zoea. Tahap kedua ini memakan alga dan setelah beberapa hari bermetamorfosis lagi menjadi mysis. Mysis mulai terlihat seperti udang kecil dan memakan alga dan zooplankton. Setelah 3 sampai 4 hari, mysis mengalami metamorfosis menjadi postlarva. Tahap postlarva adalah tahap saat udang sudah mulai memiliki karakteristik udang dewasa. Keseluruhan proses dari tahap nauplii sampai postlarva membutuhkan waktu sekitar 12 hari. Di habitat alaminya, postlarva akan migrasi menuju estuarin yang kaya nutrisi dan bersalinitas rendah.

Mereka tumbuh di sana dan akan kembali ke laut terbuka saat dewasa. Udang dewasa adalah hewan bentik yang hidup di dasar laut (Anonim 2, 2008).

(9)

9

2.1.5. Reproduksi Udang

Sistem reproduksi Penaeus vannamei betina terdiri dari sepasang ovarium, oviduk, lubang genital, dan thelycum. Oogonia diproduksi secara mitosis dari epitelium germinal selama kehidupan reproduktif dari udang betina. Oogonia mengalami meiosis, berdiferensiasi menjadi oosit, dan menjadi dikelilingi oleh sel-sel folikel. Oosit yang dihasilkan akan menyerap material kuning telur (yolk) dari darah induk melalui sel-sel folikel (Wyban et al., 1991). Organ reproduksi utama dari udang jantan adalah testes, vasa derefensia, petasma, dan apendiks maskulina. Sperma udang memiliki nukleus yang tidak terkondensasi dan bersifat nonmotil karena tidak memiliki flagela. Selama perjalanan melalui vas deferens, sperma yang berdiferensiasi dikumpulkan dalam cairan fluid dan melingkupinya dalam sebuah chitinous spermatophore (Wyban et

al., 1991). Leung-Trujillo (1990) menemukan bahwa jumlah spermatozoa

berhubungan langsung dengan ukuran tubuh jantan.

(10)

10

dan memakan alga dan zooplankton. Setelah 3 sampai 4 hari, mysis mengalami metamorfosis menjadi postlarva. Tahap postlarva adalah tahap saat udang sudah mulai memiliki karakteristik udang dewasa. Keseluruhan proses dari tahap nauplii sampai postlarva membutuhkan waktu sekitar 12 hari. Di habitat alaminya, postlarva akan migrasi menuju estuarin yang kaya nutrisi dan bersalinitas rendah. Mereka tumbuh di sana dan akan kembali ke laut terbuka saat dewasa. Udang dewasa adalah hewan bentik yang hidup di dasar laut (Anonim , 2008). Siklus kidup udang vaname Udang yang dijadikan sebagai induk (broodstock) sebaiknya bersifat SPF (Specific Pathogen Free). Udang tersebut dapat dibeli dari jasa penyedia udang induk yang memiliki sertifikat SPF. Keunggulan udang tersebut adalah resistensinya terhadap beberapa penyakit yang biasa menyerang udang, seperti white spot, dan lain-lain. Udang tersebut didapat dari sejumlah besar famili dengan seleksi dari tiap generasi menggunakan kombinasi seleksi famili, seleksi massa (WFS) dan seleksi yang dibantu marker. Induk udang tersebut adalah keturunan dari kelompok famili yang diseleksi dan memiliki sifat pertumbuhan yang cepat, resisten terhadap TSV dan kesintasan hidup di kolam tinggi. Karakteristik induk udang baik yang lain adalah udang jantan dan betina memiliki karakteristik reproduksi yang sangat bagus. Spermatophore jantan berkembang baik dan berwarna putih mutiara. Udang betina matang secara seksual dan menunjukkan perkembangan ovarium yang alami. Berat udang jantan dan betina sekitar 40 gram dan berumur 12 bulan.

(11)

11

reproduksi utama dari udang jantan adalah testes, vasa derefensia, petasma, dan apendiks maskulina. Sperma udang memiliki nukleus yang tidak terkondensasi dan bersifat nonmotil karena tidak memiliki flagela. Selama perjalanan melalui vas deferens, sperma yang berdiferensiasi dikumpulkan dalam cairan fluid dan melingkupinya dalam sebuah chitinous spermatophore (Wyban et al., 1991).

Proses kawin alami pada kebanyakan udang biasanya terjadi pada waktu malam hari.Tetapi, udang Penaeus vannamei paling aktif kawin pada saat matahari tenggelam. Spesies Penaeus vannamei memiliki tipe thelycum tertutup sehingga udang tersebut kawin saat udang betina pada tahap intermolt atau setelah maturasi ovarium selesai, dan udang akan bertelur dalam satu atau dua jam setelah kawin (Wyban et al., 2005). Peneluran terjadi saat udang betina mengeluarkan telurnya yang sudah matang. Proses tersebut berlangsung kurang lebih selama dua menit. Penaeus vannamei biasa bertelur di malam hari atau beberapa jam setelah kawin. Udang betina tersebut harus dikondisikan sendirian agar perilaku kawin alami muncul (Wyban et al., 1991).

2.2. Tata Letak dan Fasilitas Budidaya 2.2.1. Pengertian Tambak

Tambak adalah kolam buatan, biasanya di daerah pantai, yang diisi air dan dimanfaatkan sebagai sarana budidaya perairan (akuakultur).Hewan yang dibudidayakan adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang. Penyebutan “tambak” ini biasanya dihubungkan dengaair payau atau air laut. Kolam yang

(12)

12

biasanya dikaitkan langsung dengan pemeliharaan udang windu,walaupun sebenamya masih banyak spesies yang dapat dibudidayakan di tambak,misalnya ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya (Ahmad, 2011).

Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya air payau yang berlokasi di daerah pesisir. Secara umum tambak biasanya dikaitkan langsung dengan pemeliharaan udang windu, walaupun sebenamya masih banyak spesies yand dapat dibudidayakan di tambak misalnya ikan bandeng, ikan nila, ikan kerapu, kakap putih dan sebagainya. Tetapi tambak lebih dominan digunakan untuk kegiatan budidaya udang windu. Udang windu (Penaeus monodon) merupakan produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi berorientasi eksport. Tingginya harga udang windu cukup menarik perhatian para pengusaha untuk terjun dalam usaha budidaya tambak udang. Para pengusaha di bidang lain yang sebelumnya tidak pernah terjun dalam usaha budidaya tambak udang windu secara beramai-ramai membuka lahan baru tanpa memperhitungkan aturan-aturan yang berkenaan dengan kelestadan lingkungan sehingga meninbulkan masalah (Khuri, 2009).

2.2.2. Fasilitas Budidaya 2.2.2.1. Pematang

Pematang utama/tanggul utama merupakan bangunan keliling tambak yang gunanya untuk menahan air serta melindungi unit tambak dari bahaya banjir, erosi dan air pasang. Oleh karena itu dalam konstruksinya pematang/tanggul harus dibangun benar-benar kuat, bebas dari bocoran dan aman dari kemungkinan longsor.

(13)

13

2.2.2.2. Pintu air

Dalam petakan tambak pintu air merupakan pengendali dan oengatur air dalam operasional budidaya. Oleh karena itu dalam budidaya di tambak jumlah pintu air tergantung tingkat teknologi yang diterapkan. Di petakan tambak biasanya pintu air terdiri atas dua macam yaitu pintu air pemasukan dan pembuangan.

2.2.2.3. Saluran air

Di dalam petakan tambak terdapat saluran air yang berfungsi untuk memasukan air setiap saat secara mudah, baik untuk mengalirkan air dari laut ataupun air tawar dari sungai/irigasi.

2.2.2.4. Konstruksi tambak

(14)

14

Agar tambak mudah dikeringkan dan sisa pakan selama pemeliharaan dapat dibersihkan, maka dasar tambak dibuat miring ke tengah dengan tingkat kemiringan 1-2%. Selanjutnya di tengah dasar tambak dilengkapi dengan konstruksi pengeluaran air (central drainage). Central drainage terdiri dari bangunan tower, saringan air dan pipa pembuangan bawah tanah terbuat dari pipa PVC 12″.

(15)

15

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Alat yang digunakan pada praktikum Manajemen Tata Lingkungan Akuakultur beserta kegunaannya

- Udang Vanamei Bahan yang diamati

3.3.Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini dibagi dalam dua tahapan, yakni tahapan observasi dan tahapan wawancara (interview), adapun prosedur kerjanya sebagai berikut:

3.3.1. Observasi

a. Melakukan persiapan peninjauan berupa alat tulis b. Mensruvei seluruh kawasan tambak yang diamati

c. Mencatat hasil pengmatan berupa penggunaan fasilitas dan layout tambak 3.3.2. Wawancara

(16)

16

b. Melist beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan tata lingkungan tambak

c. Melakukan wawancara secara langsung dengan pembudidaya/teknisi tambak

(17)

17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Pengamatan

Gambar 3. Lokasi Budidaya 4.2.Pembahasan

Tambak merupakan media atau wadah budidaya payau yang digunakan dalam budidaya udang vaname. Proses budidaya ini memerlukan perhatian lebih terutama pada tata lingkungan tambak, hal ini selain karena taknologi yang digunakan adalah teknologi budidaya intensif, luasan petakan tambak juga menyebabkan perlu dilakukan panataan lingkungan yang sesuai untuk kebutuhan budidaya.

4.2.1. Tata Letak dan Fasilitas Budidaya (secara Makro)

(18)

18

tidak menimbulkan kegagalan budidaya, adapun fasilitas makro dan sitem penataan yang digunakan adalah sebagai berikut:

4.2.1.1. Petakan Tambak

Petakan adalah bagian-bagian tambak yang merupakan kesatuan unit sistem budidaya, didalam petak terdapat fasilitas penunjang yang digunakan dalam budidaya. Petakan tambak yang ada dalam kawasan tambak mencapai 32 petakan dengan setiap petak memiliki jumlah fasilitas penunjang berbeda-beda tergantung dari luasan petakan. Dari 32 petakan tersebut dibagi dalam 1 kawasan tambak seluas 17 hektar yang berada tepat ditepi pantai dengan kawasan hutan mangrove disekeliling lokasi.

Masing-masing petak memiliki ketinggian yang berbeda-beda yakni antara 2-3 meter namun memiliki kedalam air yang sama yakni mencapai 120-150 cm setiap petak. Jenis petakan berbeda-beda, beberapa petak tambak menggunakan beton dan ada pula yang masih menggunakan jenis substrat lempung berpasir, sehingga masih berbeda dalam skala produksinya. Saat dilakukan wawancara, pada petakan tambak yang menggunakan beton, tambak lebih mudah dibersihkan dan terhindar dari penumpukan senyawa berbahaya sehingga produksinya dapat lebih tinggi dibadingkan dengan petakan yang menggunakan substrat lempung berpasir.

Hanya saja dalam pembagian petakan ini tidak ditemukan penerapan differentiation function pada masing-masing petak tambak. Padahal hal ini sangat

(19)

19

aklimatisasi dan petakan pasca panen serta patak karantina saat udang terserang penyakit.

(20)

20

mudah dijaring dan dipindahkan ke petakan yang lain dengan cara mengunakan jaring untuk pemindahan gelondongan. Hal ini dipermudah dengan sifat ikan bandeng yang senang menentang arus.

4.2.1.2. Saluran Air

Saluran air tambak merupakan hal terpenting dalam pengaturan sirkulasi air pada suatu kawasan tambak. Saluran air yang sesuai akan menghasilkan sistem sirkulasi air yang baik dan menghindarkan kontaminasi limbah hasil pembuangan. Selain itu pula, saluran air juga menentukan secara spasial proses pemanenan udang pada tambak, sehingga fungsi saluran air sangat urgen untuk sebuat sistem budidaya intensif.

Berdasarkan hasil pengamatan pada kawasan tambak yang ada, saluran air yang digunakan terbagi dalm dua siklus air, yakni pengairan inlet dan pengairan outlet. Jenis saluran air yang digunakan juga dibagi dua, yakni dengan menggunakan pipa paralon dan saluran air biasa. Sehingga dalam sistem saluran air ini ditemukan saluran air utama yang biasa dengan ukuran yang lebih besar untuk membawa air dari sumber air (laut) menuju kawasan tambak. Sedangkan untuk cabang saluran menggunakan pipa paralon yang ukurannya berbeda-beda sebagai saluran pemasukan air dari saluran utama ke dalam tambak.

(21)

21

beberapa bagian, yaitu pintu utama, yaitu pintu yang terletak pada saluran utama,

dimana fungsi dari pintu ini adalah untuk mengendalikan air didalam saluran. Pintu

tambak adalah berfungi untuk mengendalikan air dalam tambak. Pintu tambak dapat

terbuat dari PVC, Kayu, concrete, bahkan bambu

4.2.1.3. Kincir

Kincir merupakan salah satu fasilitas penunjang yang digunakan dalam sistem budidaya tambak. Jika diamati, kincir yang terdapat dalam setiap petak berkisar antara 8-12 kincir, dimana kincir tersebut diletakan disetiap sudut tambak. Lain halnya dengan kincir air elektrik yang dioperasikan pada malam hari, ini dimaksudkan untuk mensuplai lebih banyak oksigen pada malam hair dimana kondisi kadar DO berangsur menurun. Sehingga operasional kincir pada siang hari berbeda dengan operasional kincir pada malam hari. jumlah kincir yang digunakan pada malam hari juga lebih banyak.

Pemahaman dasar terkait dengan peran dan fungsi kincir air dalam operasional tambak udang sangat diperlukan, agar kincir air tersebut dapat berperan secara optimal. Pemahaman yang kurang memadai tentang kincir air hanya akan memfungsikan kincir air tersebut sebagai aksesoris suatu petakan tambak. Dalam pelaksanaan di lapangan, banyak sekali dijumpai model-model kincir air yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya (pada pembahasan ini tidak akan diuraikan pengetahuan terkait model dan spesifikasi teknis dari kincir air). Secara mendasar fungsi dari kincir air di dalam operasional tambak udang antara lain sebagai berikut:

(22)

22

ekosistem perairan tambak kebutuhan oksigen telah disuplay oleh phytoplankton, tapi kebutuhan oksigen tersebut tidak akan mencukupi bagi biota dan proses-proses yang terjadi di dalamnya. Oksigen di dalam perairan tambak diperlukan tidak hanya dalam proses respirasi (pernapasan) tapi juga dibutuhkan dalam proses-proses fisika, kimia dan biologi yang terjadi di dalam perairan tersebut. Keberadaan kincir air didalam tambak diharapkan dapat membantu dan mengantisipasi terjadinya kekurangan oksigen yang dapat terjadi pada saat tertentu di dalam perairan tersebut.

2. Membantu dalam proses pencampuran karakteristik antara perairan tambak lapisan atas, dan bawah. Sebagai suatu perairan yang statis dan memiliki ketinggian tertentu, maka suatu perairan tambak jika dalam kondisi diam akan memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara lapisan atas dan lapisan bawah. Perbedaan karakteristik perairan tersebut, jika tidak segera diantisipasi dapat membahayakan kehidupan udang yang ada didalamnya. Pengoperasian kincir diharapkan dapat membantu mengantisipasi terjadinya perbedaan yang cukup menyolok antar lapisan air tambak, sehingga kualitas air yang dihasilkan relative sama antar lapisan air tambak.

(23)

23

di dalam perairan tambak sekaligus menstimulasi pertumbuhan plankton melalui oksigen yang dihasilkannya.

4. Membantu dalam mengarahkan kotoran dasar tambak ke arah sentral pembuangan, sehingga memudahkan dalam proses pembersihan dasar tambak. Fungsi kincir air terkait hal ini sangat erat hubungannya dengan tata letak kincir di dalam tambak.

5. Pada saat pengoperasian kincir air, putaran-putaran air yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator tingkat kestabilan kualitas air di dalam tambak (telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya)

4.2.1.4. Instalasi Pengelolaan Limbah

Instalasi Pengelolaan Limbah yang diterapkembangkan dalam sistem budidaya intensif pada tambak ini adalah sistem drainase yang menggunakan sentral tepat ditengah tambak. Sehingga seluruh limbah akan terbuang keluar melalui sistem ini. Tambak yang baik umumnya memiliki sistem pengelolaan limbah yanb baik guna mengurangi efek lingkungan yang berbahaya, sehingga untuk memenuhi persyaratan tersebut maka bentuk tambak yang mudah mengeluarkan limbahnya adalah tambak lingkaran atau bujur sangkar dengan sudut

melengkung. Namun pada prinsipnya, proses pengendapan limbah pada salah satu

wilayah kecil di tambak harus dapat dilakukan dengan manipulasi saluran tengah,

kolam tengah di dalam tambak dan yang paling berperan adalah peletakan kincir air

tunggal atau berangkai. Instalasi pengelolaan limbah yang ada pada kawasan tambak

ini memberikan dampak yang baik dalam pencegahan kontaminasi penyakit, yakni

(24)

24

tambak intensif ini pada khususnya tidak menggunakan sistem pengelolaan yang

intens dilakukan dibeberapa sistem budidaya.

Secara garis besar sistem pengolahan air limbah terdiri dari beberapa tahap, yaitu pengolahan pendahuluan (pre treatment), pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan sekunder (secondary treatment), pengolahan tersier (tersiary treatment), pembunuhan kuman dan pengolahan lanjutan.

4.2.1.4.1. Pengolahan Pendahuluan (pretreatment)

Sebelum mengalami proses pengolahan perlu dilakukan pembersihan-pembersihan untuk memperlancar proses berikutnya. Kegiatan berupa pengambilan benda terapung dan pengambilan benda yang mengendap seperti pasir. Pengolahan pendahuluan dIgunakan untuk memisahkan padatan kasar, mengurangi ukuran padatan, memisahkan minyak atau lemak, dan proses menyetarakan fluktuasi air limbah pada bak penampung. Unit yang terdapat dalam pengolahan pendahuluan adalah:

4.2.1.4.2. Pengolahan Pertama (primary treatment)

(25)

25

4.2.1.4.3. Pengolahan Kedua (secondary treatment)

Pada umunya mencakup proses biologis, denagn tujuan untuk mengurangi bahan organik melaluio mikroorganisme yang ada didalamnya. Dalam pengolahan kedua banyak digunakan beberapa metoda seperti lumpur aktif (activated sludge), lempeng biologi berputar, trickling filter, parit oksidasi, kolam oksidasi dan laguna aerasi. Tapi metoda yang paling sering digunakan adalah lumpur aktif (activated sludge) karena metoda pengolahan ini mempunayai beberapa kelebihan yaitu tidak memerlukan lahan yang luas, effluen hasil perlakuan mempunyai kualitas lebih tinggi dengan penurunan BOD sekitar 90-95 %, tidak timbul bau yang mengganggu.

4.2.1.4.4. Pengolahan Ketiga (tersiary treatment)

Menurut Haryoto Kusnoputranto (1984, hlm.37) dalam Soeparman dan Suparmin (2001), terdapat tiga jenis kolam yang digunakan, yaitu:

a. Kolam pengolahan pendahuluan secara anaerobik (Anaerobic pretretment ponds) Kolam anaerobik beroperasi pada beban organik yang tinngi sebagai

(26)

26

Kolam fakultatif dapat digunakan sebagai unit pertama atau kedua dari suatu rangkaian kolam. Kolam ini memerlukan oksigen untuk oksidasi biologis dari bahan-bahan organik, terutama di dapat dari hasil fotosintesis ganggang hijau. Periode tinggalnya (retention time) berkisar antara 5-30 hari, dengan kedalaman 1-1,5 meter. Desain beban kolam umumnya 100-400 kg BOD/ha/hari, tergantung pada suhu kolam. Kolam pematangan yang dibuat kolam fakultatif adalah kolam yang mengolah limbah cair, terutama secara aerobik karena sebagian zat organik telah terambil pada unit-unit anaerobik dan fakultatif, sehingga beban organik pada kolam pematangan menjadi rendah. kolam pematangan menerima effluen yang berasal dari kolam fakultatif dan bertanggung jawab terhadap kualitas dari effluen akhir. Periode tinggal berkisar antara 5-10 hari dengan kedalam kurang lebih 1,5 meter. Umumnya, kolam ini didesain untuk pengurangan koliform yang berasal dari tinja daripada untuk pengurangan BOD. Sejumlah besar koliform akan dapat dihilangkan dalam waktu penahanan sekitar 5 hari.

4.2.1.4.5. Pembunuhan kuman (disinfektion)

Pengolahan ini bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme patogen yang ada dalam air limbah. Mekanisme pembunuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu sendiri.

4.2.1.5. Pengawasan

(27)

27

4.2.2. Tata Letak dan Fasilitas Budidaya (Secara Mikro)

Adapun sistem penataan letak dan fasilitas budidaya yang dikembangkan dalam skala mikro yakni berupa teknisi pelaksanaan budidaya. Pelaksanaan budidaya ini memiliki tahapan yang berbeda-beda disetiap waktu, namun dilakukan secara terus menerus selama masa prouksi.

4.2.2.1. Sistem Pengeringan Tambak

Pengeringan tambak merupakan tahapan yang dilakukan pada saat akan memulai siklus produksi atau biasanya pada pasca panen. Pengeringan tambak ini bertujuan untuk mempersiapkan tambak yang akan digunakan terutama untuk mencegah tersisanya senyawa berbahaya didasar tambak dan mikroorganisme yang akan menganggu pertumbuhan udang nantinya. Pengeringan tambak dilakukan hingga dasar tambak tambak kering dan tanahnya retak. Selanjutnya akan dilakukan beberapa perlakuan berupa pemberian dolomit sebanyak 1 ton/hektar, pupuk Za sebanyak 2% dari dolomit. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan plankton yang akan dimanfaatkan oleh bibit udang sebagai pakan alami.

Setelah itu pemberian kapur sebanyak 1 ton 200 kg/hektar yang disinyalir akan memperbaiki kualitas air nantinya. Kemudian pemberian atraktran yang berfungsi untuk menumbuhkan kakaban dan menyuburkan lingkungan. Setelah pengeringan dilakukan, maka dilakukan pula pengecekan fasilitas yang nantinya akan digunakan. Hal ini dimasksudkan untuk mengantisipasi kerusakan pada beberapa fasilitas yang ada.

(28)

28

persiapan satu kali siklus dibiarkan dalam kondisi terjemur matahari. Dalam pengeringan ini, bertujuan untuk membunuh sisa-sisa bakteri pembusuk, sisa kotoran dan pakan pada siklus sebelumnya, menghilangkan air-air yang tergenang yang mengandung gas-gas beracun dan sisa plankton. Pengeringan dasar tambak dilakukan selama ± 1 bulan sesuai dengan terik matahari hingga tanah menjadi kering. Diharapkan, setelah dilakukan pengeringan tanah tambak, sinar UV yang ada pada sinar matahari dapat membunuh bakteri pembusuk, menaikkan pH tanah, serta memudahkan dalam renovasi kolam agar tidak licin dan berlumpur.

Pengapuran dilakukan setelah dilakukan pengeringan tanah dasar dan penyesetan. Pemberian kapur ini bertujuan untuk menaikkan pH tanah dan mempertahankannya dalam kondisi yang stabil. Selain itu, diharapkan, setelah pemberian kapur tanah dasar menjadi subur, reaksi kimia yang terjadi didasar tanah menjadi baik, gas-gas beracun dapat terikat secara kimiawi. Pada umumnya, kapur yang digunakan dalam pengapuran untuk persiapan tambak adalah kapur kaptan dan dolomite yang mengandung unsur magnesium dengan dosis 20 ppm. 4.2.2.2. Sistem Pemasukan Air

(29)

29

organisme yang ikut masuk bersama dalam tambak utamnya organisme yang memiliki hemoglobin seperti ikan-ikanan.

Setelah pemberian saponin, maka didiamkan beberapa waktu hingga seluruh hama mati, dan kemudian dilakukan planktonisasi atau upaya untuk menumbuhkan plnakton melalui pemberian pupuk TSP, setelah itu langkah terakhir adalah pemberian probiotik yakni Pro 1, atau dapat pula tiger bac triobactilus. Setelah semua perlakukan dilakukan, maka air yang dimasukan dalam tambak siap untuk digunakan dalam satu siklus budidaya.

4.2.2.3. Penebaran Bibit

Benur merupakan bibit udang yang siap ditebar untuk usaha pembesaran. Jenis benur sangat menentukan kualitas dari benur seperti ketahanan terhadap penyakit dan virus. Menurut Soeseno (1993), benur yang baik selalu masih cerah warnanya dan langsing, padat berisi, tidak bengkok kusam. Diciduk dengan gayung bersama airnya dan dituang ketempat lain, selalu berusaha menempel didasar gayung, tidak mau hanyut begitu saja. Sungutnya jelas kembang kempis. Kalau sungut ini sudah tidak rapat lagi, tapi membentuk huruf V, itu tanda benur sudah payah. Sebaiknya tidak dibeli.

(30)

30

Benur yang telah didatangkan dari sumber pembibitan akan langsung ditebar di tambak yang telah siap digunakan. Penebaran melalui proses aklimatisasi yaitu proses adaptasi terhadap parameter kualitas air (suhu, salinitas, pH, dan parameter kualitas lainnya) secara perlahan-lahan. Aklimatisasi benur dimaksudkan untuk mencegah tingginya tingkat kematian (mortalitas) benur pada saat dan setelah penebaran. Aklimatisasi benur dilakukan dengan cara menempatkan kantong yang berisi benur pada permukaan selama ±15-30 menit. Setelah itu tali pengikat kantong satu per satu kemudian dibuka dan memasukkan air tambak sedikit demi sedikit ke dalam kantong benur tersebut sampai parameter kualitas air tambak relatif sama atau mendekati parameter kualitas air pada kantong. Hal ini ditandai dengan keluarnya benur dengan sendirinya saat kantong dimiringkan. Penebaran dilakukan dengan kepadatan 100-150 ekor/meter2.

4.2.2.4. Sistem Pergantian Air

Sistem pergantian air ini dilakukan secara kontinyu setiap hari, pergantian air dimakudkan untuk mengeluarkan senyawa-senyawa yang mengendap diperairan ataupun bahan-bahan organik yang berpotensi menganggu parameter air terutama DO dan pH.

(31)

31

4.2.2.5. Manajemen Pemberian Pakan

Pemberian pakan dilakukan secara terus menerus selama 24 jam, biasanya dapat mencapai 4-5 kali pemberian tergantung dari hasil kontrol di anco. Menurut Soeseno (1993), untuk benur dipakai pakan berbentuk crumble halus yang butirannya rata-rata 0,5 mm. Sesudah umur 2 bulan, makanan diganti dengan yang berbentuk crumble kasar yang butirannya rata-rata sebesar 2 mm. seudah 3 bulan, pakan diganti lagi dengan yang berbentuk pellet seperti potongan obat nyamuk bergaris tengah 3 mm sependek 2 cm itu. Sesudah berumur 3,5 bulan pelletnya lebih kasar, bergaris tengah 1 cm dengan panjang potongan 5 cm.

Penerapan feeding ragim hendaknya disesuikan dengan tingkah laku kultivan, serta siklus alat pencernaan guna memaksimalkan penggunaan pakan. Selain itu juga memperhatikan hal-hal berikut ini:

1. ukuran pakan yang kita berikan 2. jumlah pakan yang diberikan 3. cara pemberian pakan

4. kontrol pakan ( di ancho ) 5. sampling

Hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemberian pakan ini adalah, ukuran butiran pakan, dimana kuran pakan yang diberikan harus sesuai dengan capit dan mulut udang karena sangat penting menyangkut efisiensi kestabilan lingkungan.pakan yang terlalu kecil dan terlalu besar,akan berakibat rendahnya efisiensi, dan akan cepat menurunkan kualitas air.

(32)

32

tetapi untuk udang yang berumur 1 – 30 hari masih memakai feeding program. sedangkan kelanjutannya kita menggunakan kontrol ancho, dan cek saat sampling.

Adapun cara pemberian pakan pada saat pakan no. D 0 S pemberian pakan harus dicampur dengan air agar pemberian pakan rata, cepat tenggelam, dan tidak berhaburan karena angin.setelah pakan no D0 pakan dibasahi secukupnya.pakan bisa ditebar keliling tanggul juga bisa dengan memakai rakit tergantung luas petak dan ketrampilan anak feeder.yang penting pakan jangan sampai tercecer di tanggul,dan harus tertebar merata di feeding area. Hindari penebaran pakan di dead zone. Pemberian pakan diancho diberikan setelah pakan selesai ditebar keseluruhan di petak atau kolam . Frekuensi pemberian pakan, awal kita berikan 3 kali sehari , kemudian 4 kali sehari dan 5 kali sehari. Jam pemberian pakan.sebaiknya diberikan pkl 07.00, 11.00, 15.00, 19.00, 23.00. diatas jam 23.00 jangan dilakukan pemberian pakan apapun alasannya karena saat itu kondisi kualitas air menurun, suhu turun, DO turun, H2S meningkat daya racun karena pH turun dan karyawan mengantuk.

Ancho adalah alat komunikasi harian antara teknisi dengan udang dalam hal jumlah pakan, nafsu makan, ukuran udang,jumlah udang,kesehatan udang, sehingga ancho harus bagus dan tempatnya yang datar, dan arusnya jangan terlalu kencang.

Ancho berukuran 80 x 80 x10 cm. -umur 10 hari ancho sudah diturunkan

(33)

33

Apabila sampai umur 30 hari belum mau makan di ancho,makan pakan harus dipotong sampai 40 %nya.biasanya 2 hari kemudian udang sudah mau makan di ancho dan bisa dikontrol. Usahakan selang 3 – 4 hari setelah bisa dikontrol pakan bertahap dinaikkan dan dikembalikan ke porsi pada saat udang umur 30 hari.kemudian jumlah pakan disesuaikan dengan kemampuan makan udang.

Bila umur 25 hari pakan sudah bisa di kontrol 2,5 jam penambahan pakan jangan mengikuti program tetapi bisa ditambah max 10 %sehingga pada umur 30 hari kemampuan pakan udang sudah bisa seperti pada daftar.selanjunya pakan diikuti sesuai kemampuan makan udang dengan lama kontrol dan persen ancho.Setelah ancho bisa dikontrol selanjutnya mencari titik balance.pakan belum balan dalam arti masih kurang apabila ke 5 kali pemberian pakan habis semua pada jam kontrol.dan pakan sudah menunjukan balan bila pakan pada jam 23.00 sudah tidak habis.apabila kondisi sudah begini penambahan bisa dilakukan per 2 hari sekali.tetapi kontrol ancho tetap 5 kali sehari.

4.2.2.6. Sistem Monitoring

(34)

34

pada lokasi praktek kerja lapang ini hanya mengandalkan air payau dengan salinitas dalam pemebesaran udang vannamei berkisar antara 20 – 25 ppt.

Oksigen pada air, yang sering disebut dissolved oksigen adalah oksigen terlarut dalam air yang sangat dibutuhkan biota perairan. Kuantitas DO dijaga dengan pemberian kincir dengan jumlah mengikuti jumlah tebaran benur yang ditebar. Hal ini dilakukan karena, akan menentukan seberapa besar jumlah kebutuhan oksigen terlarut. Parameter ini dijaga hingga diatas 4 ppm, karena pada kondisi dibawah angka itu, udang sudah tidah dapat lagi bertoleransi yang bisa mengakibatkan kematian.

Menurut Tebbut (1992) dalam Effendi (2006) menjelaskan bahwa, kadar oksigen terlarut yang tinggi tidak menimbulkan pengaruh fisiologis bagi manusia. Ikan dan organisme akuatik lain membutuhkan oksigen terlarut dalam jumlah cukup. Kebutuhan oksigen sangat dipengaruhi oleh suhu, dan bervariasi antar organisme.

· pH air

(35)

35

atau sore hari, agar udang tidak mengalami tingkat stress yang tinggi, penentuan titik sampling disesuaikan dengan luasan tambak, jumlah titik sampling 2 – 4 titik, titik lokasi sampling berada di sekitar kincir dan di wilayah antara kincir. Sampling dilakukan untuk mengetahui size udang yang akan di panen. Proses sampling dilakukan dengan cara menjaring udang dengan menggunakan jala sampling, setelah itu udang di timbang untuk mengetahui jumlah berat udang yang terjala, kemudian dilakukan proses sampling untuk menghitung berapa banyak udang yang terjala.

4.2.2.7. Proses Pemanenan

(36)

36

V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan perhitungan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Penerapan teknologi yang dikembangkan dalam sistem budidaya pada kawasan tambak tersebut adalah sistem budidaya intensif yang menerapkan penataan lingkungan secara spasial dan intensif.

2. Secara Makro, Penataan dan penggunaan fasilitas tambak meliputi pengadaan dan pengontrolan petakan tambak, saluran air, kincir dan pengadaan sistem instalasi limbah serta pengawasan secara berkala.

3. Secara Mikro, penataan dan penggunaan fasilitas tambak meliputi sistem pengeringan air secara periodic, pemasukan air harian, penebaran bibit, pergantian air, manajemen pemberian pakan dan monitoring pertumbuhan serta pemanenan.

5.2. Saran

(37)

37

DAFTAR PUSTAKA

Adiyodi, k.g. And r.g. Adiyodi, 1970. Endocrine control of reproduction in decapod crustacea. Biol. Rev. 45: 121-165

Adiwidjaya D, dan Erik S. 2007. Aplikasi Pemberian Pakan Buatan Secara Optimal pada Budidaya Udang Windu Intensif Berkelanjutan. http://www.udang-bbbap.com. Diakses Pada Tanggal 17 Juni 2013.

Alex w. 2009. Penaeus vannamei. http://www.sellingurchins.info. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

Amri dan Iskandar. 2008. Budidaya Udang Vannamei. PT. Garamedia Pustaka Utama. Jakarta

Aquacop, 1975. Maturation and spawning in captivity of penaeid shrimp: penaeus Aquaculture Department Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC). 2005. Regional Technical Consultation on the Aquaculture of Penaeus vannamei and Other Exotic Shrimps in Southeast Asia. www.seafdec.org.ph/pdf/P_vannamei.pdf

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. 2009. Budidaya Udang Windu. www.udang-bbbap.com. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. 2008. Budidaya Tambak

Berwawasan Lingkungan. http://jurnal.pdii.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

Baliao D, dan Siri T. 2002. Manajemen Budidaya Ramah Lingkungan di Daerah Mangrove. www.asianfisheriessociety.org. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

Boone. 1931. Penaeus vannamei. http://www.fao.org. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

Buwono, Ibnu Dwi. 1993. Tambak Udang Windu Sistem Pengelolaan Berpola Intensif. Kanisius. Yogyakarta.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2010. Budidaya Udang Vanname. http://202.51.119.162/index.php. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013. DKP Provinsi Sulteng. 2009. Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei)

Teknologi Ekstensif Plus. DKP Provinsi Sulteng. Sulawesi Tengah. Duronslet, m., a.i. Yudin, r.s. Wheller and w.h. Clark, jr. 1975. Light and fine

structural studies of natural and artificially induced egg growth of penaeid shrimp. Proc. World marine culture. Soc. 6: 105-122

(38)

38

Ghufran, M. 2010. Pakan Udang: Nutrisi, Formulasi, Pembuatan, dan Pemberian. Akademia. Jakarta.

Haliman, R.W. dan D. Adijaya S. 2005. Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta.

Harriet Perry. 2011. Litopenaeus vannamei . 2011. Litopenaeus vannamei. USGS Nonindigenous Aquatic Species Database, Gainesville, FL. USGS non pribumi Spesies Akuatik Database, Gainesville, FL.

Hameed, a.k. And s.n. Dwivedi, 1977. Acceleration of prawn growth by cauterization of eye stalks and using actes indicus as supplementary feed. J. India fish. Assoc. Bombay, 3-4 (1-2): 136-138

Kongkeo H. 1997. Perbandingan Sistem Budidaya Udang Intensif di Indoneisa, Filipina,Taiwan dan Thailand. www.asianfisheriessociety.org. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

Kordi, Ghufron dan Tancung, Andi Baso. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta

Merguiensis (de man), p. Japonicus (bate), p. Aztecus (ives), metapenaeusensis (de haan) and p. Semisulcatus (dehaan). Proc. World marine culture. Soc. 6: 123- 132

Mustafa A. 2008. Disain, Tata Letak, dan Konstruksi Tambak. http://jurnal.pdii.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia

Prihatman K. 2001. Saponin untuk Pembasmi Hama Udang. http://isjd.pdii.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 17 Juni 2013.

Gambar

Gambar 1. Udang Vannaemei (Litopenaeus vanname )
Gambar 2. Siklus hidup Udang Panaeid (Stewart, 2005)
Gambar 3. Lokasi Budidaya

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah modul thermoelektrik tersusun dari beberapa material yang berasal dari unsur keramik Bismuth Teluride yang bertipe P dan bertipe N yang disambungkan secara

Untuk dapat mengetahi jumlah persediaan barang dengan tepat maka perlu dibangun sebuah perancangan prediksi persediaan barang atau produk, dimana perancangan ini dapat

hal ini pendidikan Islam tidak mengesampingkan pemberian tuntunan kepada para siswa untuk mempelajari subjek atau latihan-latihan kejuruan mengenai beberapa bidang

Ahli gizi operasional katering menggunakan busa lembut untuk membersihkan bagian dalam gelas ukur kemudian membilas peralatan susu dengan air bersih yang

Pada saat yang bersamaan, buku kecil ini adalah juga ajakan bagi para warga Negara pengguna ganja untuk berani memperjuangkan haknya sebagai warga Negara yang sah

pada reaksi syngas menjadi metanol. Berdasarkan ulasan latar belakang diatas, maka akan dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mensintesis karbon aktif dari cangkang