BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bangsa Indonesia seharusnya dapat menghargai dan mensyukuri suatu
anugerah yang sangat besar, yaitu hidup dalam suatu Negara Kepulauan yang
merupakan wilayah sepanjang 3.000 mil laut berupa hamparan laut luas dari
Merauke sampai Sabang. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.500 meliputi
wilayah laut yurisdiksi nasional lebih kurang 5,8 juta km2, Indonesia adalah
Negara kepulauan terbesar di dunia. Indonesia terletak pada posisi yang sangat
strategis, yaitu pada persilangan dua benua dan dua samudera, serta memiliki
wilayah laut yang memiliki kekayaan laut yang besar, sekaligus sebagai urat
nadi perdagangan dunia. Posisi Indonesia yang sangat strategis tersebut
memberikan konsekuensi bagi bangsa Indonesia yaitu untuk menjalankan aturan
sebagaimana yang termaktub dalam
United Nation Convention on the Law of
the Sea 1982.
Indonesia telah meratifikasi
UNCLOS 1982
dengan mengukuhkannya ke
dalam
UU RI No 17 tahun 1985
, sehingga telah resmi mempunyai hak dan
kewajiban mengatur, mengelola, dan memanfaatkan kekayaan laut nasional
untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Geografi Indonesia yang sangat
bersifat kelautan, seharusnya membuat Bangsa Indonesia terus mengembangkan
tradisi, budaya dan kesadaran bahari serta menjadikan laut sebagai tali
kehidupannya. Namun, Indonesia juga wajib memperhatikan kepentingan dunia
internasional terutama dalam menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran
internasional dalam wilayah kedaulatan dan wilayah berdaulatnya. Kewajiban
ini tersurat dalam pasal-pasal UNCLOS 1982, serta tidak kalah pentingnya,
merupakan salah satu tujuan nasional seperti termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang antara lain berbunyi
:…… ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, ……..
Sejarah menunjukkan bahwa pada masa lalu, Indonesia memiliki
pengaruh yang sangat dominan di wilayah Asia Tenggara, terutama melalui
kekuatan maritim besar di bawah Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Majapahit.
Wilayah laut Indonesia yang merupakan dua pertiga wilayah Nusantara
Penguasaan lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan
Kerajaan Sriwijaya, Majapahit maupun kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar,
lebih merupakan penguasaan
de facto
daripada penguasaan atas suatu konsepsi
kewilayahan dan hukum. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa
Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat bahari.
Akan tetapi, oleh penjajah kolonial, bangsa Indonesia didesak ke darat, yang
mengakibatkan menurunnya jiwa bahari.
Nenek moyang bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti
dan kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai kepentingan
antarbangsa, seperti perdagangan dan komunikasi.
Dengan latar belakang demikian, cukup jelas terlihat bahwa aspek
alamiah geografi Indonesia (bentuk dan posisinya), sejarahnya, kekayaan
alamnya dan demografinya sangat menentukan kebijakan pembangunan
nasional Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini membahas mengenai sejarah kemaritiman Indonesia, yang
mengulas tentang kemaritiman bangsa Indonesia dan dinamikanya. Adapun
rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu;
1. Bagimana Sejarah Kemaritiman pada masa kerajaan
?
2. Bagaimana Sejarah Kemaritiman pada masa colonial
?
3. Bagaimana Sejarah Kemaritman pra kemerdekaan
?
4. Bagaimana Sejarah Kemaritiman era kemerdekaan
?
C. MANFAAT TULISAN
D. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
Makalah yang berjudul “ Sejarah Kemaritiman Indonesia” yang di
dalamnya membahas tentang kemaritiman pada masa kerajaan, kolonial, pra
kemerdekaan dan era kemerdekaan, dibuat dengan maksud memenuhi tugas
mata kuliah serta sebagai salah satu referensi untuk bahan pelajaran mahasiswa
khususnya dalam mata kuliah wawasan sosial budaya maritime.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah menjelaskan/mengulas kembali
tentang fakta sejarah sehingga Indonesia disebut sebagai Negara Maritim dan
mengetahui kerajaan – kerajaan Maritim yang pernah berjaya di Indonesia
sehingga dapat menumbuhkan kesadaran betapa pentingnya wilayah maritim
untuk masyarakat Indonesia.
E.
METODE PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEMARITIMAN PADA ZAMAN KERAJAAN
Sejak abad ke-9 Masehi, bangsa Indonesia telah berlayar mengarungi lautan ke barat Samudera Hindia hingga Madagaskar dan ke timur hingga Pulau Paskah.Ini menjadi bukti bahwa masyarakat Indonesia memiliki peradaban dan budaya maritim yang maju sejak dulu kala.Seiring semakin ramainya aktivitas melalui laut, lahirlah kerajaan-kerajaan bercorak maritim dan memiliki armada laut besar.Perkembangan budaya maritim pun membentuk peradaban bangsa yang maju di zamannya.Pada era Kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, nusantara tampil sebagai kekuatan besar yang disegani negara di kawasan Asia dan dunia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan
laut.Angkatan laut Kerajaan Sriwijaya ditempatkan di berbagai pangkalan strategis dan mendapat tugas mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang yang berlabuh, memungut biaya cukai, serta mencegah terjadinya pelanggaran laut di wilayah kedaulatan dan kekuasaannya.
Ketangguhan maritim juga ditunjukkan era Kerajaan Singosari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Kekuatan armada laut yang tidak ada tandingan, pada 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Pada 1284, mereka menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478).Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing, seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Kejatuhan Majapahit diikuti munculnya Kerajaan Demak. Kebesaran Kerajaan Demak jarang diberitakan, tetapi bukti kekuatan maritim Kerajaan Demak mampu mengirim armada laut yang dipimpin Pati Unus yang bergelar Pangeran Sabrang Lor membawa 100 buah kapal dengan 10.000 prajurit menyerang Portugis di Malaka.
niaga, keandalan manajemen transportasi laut, dan armada militer yang mumpuni. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, bahwaSriwijaya dan Majapahit pernah menjadi center of excellence di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia
Tenggara.Kejayaan para pendahulu negeri ini terbangun karena kemampuan mereka
membaca potensi yang dimilikihingga membentuk budaya negara maju. Ketajaman visi dan kesadaran terhadap posisi strategis nusantara telah membawa bangsa ini besar dan disegani negara lain.
Sayang, masa keemasan itu tinggal sejarah. Negeri ini tidak belajar dari apa yang dilakukan para leluhur. Kejayaan bangsa tertutup potret kemiskinan yang melanda rakyat negeri ini.Kecintaan kepada laut juga semakin dangkal.Rasa keberpihakan negara terhadap dunia maritim pun lemah.Padahal, budaya maritim adalah roh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan jutaan penduduk tersebar di ribuan pulau.
Meski kini sudah hadir Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), namun orientasi pembangunan negara masih terfokus di sektor darat.Bahkan, sejumlah kalangan masih menganggap sektor kelautan merupakan sebuah beban dibandingkan aset berharga.
Masalah utamanya adalah paradigma.Darat atau agraris masih melekat pada kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama pemerintahnya.Bangsa Indonesia masih mengidap kerancuan identitas.Di satu pihak mempunyai persepsi kewilayahan tanah air, tetapi memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani miskin yang tidak sanggup disejahterakan. Sementara kegiatan industri modern sulit berkompetisi dengan bangsa lain, antara lain karena budaya kerja yang berkultur agraris konservatif, disamping berbagai inefisiensi birokrasi dan korupsi. Industri yang dibangun juga tidak berdasar pada keunggulan kompetitif, namun komparatif tanpa kedalaman struktur serta keilmuan dan teknologi yang kuat.
Akibat hal tersebut pembangunan perekonomian maritim dan pembangunan sumber daya manusia Indonesia tidak pernah dijadikan arus utama pembangunan nasional, yang didominasi persepsi dan kepentingan daratan semata.
Bukti Budaya Maritim
Pada sekitar awal abad pertama Masehi diduga telah ada jaringan peradaban antara nusantara dan India.Bukti-bukti tersebut berupa barang-barang tembikar dari India (Arikamedu,
Karaikadu dan Anuradha-pura) yang ditemukan di Jawa Barat (Patenggeng) dan Bali (Sembiran).Keberadaan barang-barang tersebut diangkut menggunakan perahu atau kapal yang mampu mengarungi samudera.
Bukti tertulis paling tua mengenai pemakaian perahu sebagai sarana transportasi laut tercetak dalam Prasasti Kedukan Bukit (16 Juni 682 Masehi).Pada prasasti tersebut diberitakan; ”Dapunta Hiya? bertolak dari Minana sambil membawa pasukan sebanyak dua laksa dengan perbekalan sebanyak 200 peti naik perahu…”.
Pada masa yang sama, dalam relief Candi Borobudur (abad ke-7-8 Masehi) dipahatkan beberapa macam bentuk kapal dan perahu. Dari relief ini dapat direkonstruksi dugaan bentuk-bentuk perahu atau kapal yang sisanya banyak ditemukan di beberapa tempat nusantara, misalnya Sumatera.
Selain itu, bukti-bukti arkeologis transportasi laut banyak ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, seperti papan-papan kayu yang merupakan bagian dari sebuah perahu dan daun kemudi, yang ukurannya cukup besar. Pertama, Situs Samirejo secara administratif terletak di Desa Samirejo, Kecamatan Mariana, Kabupaten Musi Banyuasin (Sumatra Selatan).Situs ini berada di suatu tempat lahan gambut.Sebagian besar arealnya merupakan
rawa-rawa.Beberapa batang sungai yang berasal dari daerah rawa bermuara di Sungai Musi.
Dari lahan rawa basah ini pada Agustus 1987 ditemukan sisa-sisa perahu kayu.Sisa perahu yang ditemukan terdiri dari sembilan bilah papan dan sebuah kemudi. Dari sembilan bilah papan tersebut, dua bilah di antaranya berasal dari sebuah perahu, dan tujuh bilah lainnya berasal dari perahu lain.
menjadi dinding lambung.Sebagai penguat ikatan, pada jarak tertentu (sekitar 18 cm) dari tepian papan dibuat pasak-pasak dari kayu atau bambu.
Dari hasil rekonstruksi dapat diketahui bahwa perahu yang ditemukan di desa Sambirejo berukuran panjang 20-22 meter.Berdasarkan analisis laboratorium terhadap Karbon (C-14) dari sisa perahu Samirejo adalah 1350 ± 50 BP, atau sekitar tahun 610-775 Masehi.
Adapun, kemudi perahu yang ditemukan mempunyai ukuran panjang 6 meter. Bagian bilah kemudinya berukuran lebar 50 cm. Kemudi ini dibuat dari sepotong kayu, kecuali bagian bilahnya ditambah kayu lain untuk memperlebar. Di bagian atas dari sumbu tangkai kemudi terdapat lubang segi empat untuk memasukkan palang.
Di bagian tengah kemudi terdapat dua buah lubang yang ukurannya lebih kecil untuk memasukkan tali pengikat kemudi pada kedudukannya.Bentuk kemudi semacam ini banyak ditemukan pada perahu-perahu besar yang berlayar di perairan Nusantara, misalnya perahu pinisi.
Kedua, situs Kolam Pinisi. Situs ini terletak di kaki sebelah barat Bukit Siguntang, sekitar 5 km ke arah barat dari kota Palembang. Ekskavasi yang dilakukan pada 1989 ditemukan lebih dari 60 bilah papan sisa sebuah perahu kuno. Meskipun ditemukan dalam jumlah banyak, namun keadaannya sudah rusak akibat aktivitas penduduk di masa lampau untuk mencari harta karun. Papan-papan kayu tersebut pada ujungnya dilancipkan kemudian ditancapkan ke dalam tanah untuk memperkuat lubang galian.
Papan-papan kayu yang ditemukan berukuran tebal sekitar 5 cm dan lebar antara 20-30 cm. Seluruh papan ini mempunyai kesamaan dengan papan yang ditemukan di Situs Samirejo, yaitu tembuko yang terdapat di salah satu permukaannya, dan lubang-lubang yang ditatah pada tembuko-tembuko tersebut seperti halnya pada tepian papan untuk memasukkan tali ijuk yang menyatukan papan perahu dengan gading-gading, serta menyatukan papan satu dengan lain. Pada bagian tepi terdapat lubang-lubang yang digunakan untuk menempatkan pasak kayu atau bambu untuk memperkuat badan perahu.Pertanggalan karbon C-14 menghasilkan pertanggalan kalibrasi antara 434 dan 631 Masehi.
Berdasarkan tinjauan sejarah di atas, bahwa bangsa Indonesia sebenarnya memiliki darah, watak dan budaya maritim yang kuat.Namunsemua itumemudar seiring peralihan
zaman.Agar kembalipada hakikatnyasebagai bangsa yang besar, masyarakatIndonesia harus kembali memilikiwawasan maritim.
sesuatu hal mudah.Selain dibutuhkan kemauan tinggi untuk merombak sistem yang ada, masalah penyediaan infrastruktur menjadi permasalahan.
Diperlukan analisis dengan pendekatan konstruksi skenario guna mengetahui apa saja kemungkinan yang bisa ditempuh untuk mewujudkan visi negara maritim. Bagaimana pula strategi yang bisa ditempuh di tengah derasnya globalisasi yang membuat arus perdagangan laut kian tinggi.
Bercermin dari kearifan lokal masyarakat pesisir, bangsa bahari memiliki budaya demokrasi yang teramat tinggi di mana kebijakan yang dikeluarkan adalah keputusan dari masyarakat bawah yang dipoles kearifan seorang pemimpin.Sudah saatnya masyarakat pesisir sebagai wajah dari bangsa bahari diberdayakan melalui program-program pemerintah yang disusun melalui pendekatan sosial budaya kebaharian, yaitu pendekatan hubungan manusia dengan lingkungan dan sumberdaya laut.
Ini dapat dilihat, dari aspek kehidupan sosial dan budaya, sejarah menunjukkan bangsa Indonesia pada masa lalu memiliki pengaruh besar di wilayah Asia Tenggara.Terutama melalui kekuatan maritim di bawah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.Tak heran, wilayah laut Indonesia dengan luas dua pertiga nusantara diwarnai banyak pergumulan kehidupan di perairan.
Jauh sebelum era kerajaan, banyak bukti pra sejarah beradaban maritim Indonesia, antara lain di Pulau Muna, Seram dan Arguni,terdapat situs yang diperkirakan budaya manusia sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu layar.Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang didirikan perantau dari nusantara di wilayah Madagaskar.Pengaruh dan kekuasaan tersebut diperoleh bangsa Indonesia karena kemampuannya membangun kapal dan armada yang berlayar lebih dari 4.000 mil.
Dalam strategi besar Majapahit mempersatukan wilayah Indonesia melalui Sumpah Amukti Palapa dari Mahapatih Gajah Mada.Kerajaan Majapahit telah banyak mengilhami pengembangan dan perkembangan nilai-nilai luhur kebudayaan bangsa Indonesia sebagai manifestasi sebuah bangsa bahari yang besar.Sayang, setelah mencapai kejayaan, Indonesia terus mengalami kemunduran.Terutama setelah masuknya VOC dan kekuasaan kolonial Belanda ke Indonesia. Perjanjian Giyanti pada 1755 antara Belanda dengan Raja Surakarta dan Yogyakarta mengakibatkan kedua raja tersebut harus menyerahkan perdagangan hasil wilayahnya kepada Belanda.Sejak itu, terjadi penurunan semangat jiwa bahari bangsa
Catatan penting sejarah maritim ini menunjukkan, dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, Indonesia memiliki keunggulan budaya bahari secara
alamiah.Berkurangnya budaya bahari lebih disebabkan kurang perhatian pemerintah terhadap pembangunan maritim.Padahal, kebudayaan maritimmerupakan kunci dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Politik kebijakan penataan ruang di Indonesia belum mempertimbangkan aspek kebudayaan bahari atau maritim.Hal tersebut berdampak pada meluasnya banjir, kerusakan lingkungan, dan kemiskinan di kota-kota pantai Indonesia.Salah satunya adalah DKI Jakarta.
Ketua Yayasan Suluh Nuswantara Bakti, Iman Sunario menilai DKI yang memiliki 13 sungai bermuara diTeluk Jakarta, seharusnya menjadi potensi yang dapat menjadi solusi
perkembangan transportasi air dan pariwisata. “Minimnya wawasan kelautan telah
menjadikan potensi itu berbalik menjadi ancaman berupa banjir, kemacetan, dan kemiskinan yang urung teratasi,” kata Iman.
Berdasarkan data pemantauan 13 sungai oleh BPLHD DKI Jakarta pada September 2012, diketahui ada 82,6 persen dari 67 titik pemantauan berstatus tercemar berat, 10,1 persen tercemar sedang, 7,2 persen tercemar ringan, dan 0 persen kondisi baik.
Pada kondisi demikian, pesisir Teluk Jakarta ditandai pula dengan kemiskinan dan kerusakan lingkungan yang parah. Sebagai kota pantai, Jakarta barometer pembangunan Indonesia. “Jika kondisi sosial dan lingkungan di Teluk Jakarta, yang jaraknya hanya beberapa kilometer dari Istana Negara, sudah rusak parah, bagaimana kita dapat berharap banyak dengan
pembangunan kota-kota pantai di timur Indonesia? Atau bahkan di pulau-pulau terdepan,” ujar Iman.
“Dalam budaya luhur kebaharian Indonesia, sungai dan sumber daya alam adalah milik komunal, bukan individual. Karena itu, membiarkan sungai kotor, hutan gundul, dan laut dikavling-kavling bukanlah adab pembangunan yang mencerminkan kebudayaan Indonesia,” jelas Iman, yang juga ahli tata kota.
Daud Aris Tanudirjo, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) mencatat budaya bahari paling tua di dunia muncul di kepulauan Nusantara. Hal ini dapat dibuktikan setelah tim arkeologi berhasil menemukan jejak-jejak kehidupan manusia Tertua Homo Erectus di Flores pada sekitar 800.000 tahun lalu.
“Sebagian penduduk Nusantara yang telah menguasai teknologi canggih lalu berlayar ke berbagai penjuru dunia.Para pelaut itulah yang kemudian membantu komunitas di berbagai tempat untuk mengembangkan budaya mereka menjadi peradaban besar, seperti
Sementara itu, sejarahwan Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal mengatakan, peradaban maritim Indonesia sudah dibangun para pendiri bangsa.”Lagu tanah air menunjukkan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara daratan karena mendahulukan tanah daripada air, harusnya di balik,” ujarnya saat memaparkan di diskusi bulanan Indonesia Maritim Institute (IMI), beberapa waktu lalu.
Menurut Rizal, saat ini yang terjadipemerintah Indonesia cenderung melupakan air (laut). Pada masa dulu saat semua orang konsen di laut, muncul istilah kata “lupa daratan”.Saat ini harus dibalik “lupa lautan” karena bangsa Indonesia terlalu mencintai daratan.”Melupakan unsur air (laut) bukan hanya mengkhianati realitas bangsa, tapi melukai semangat para leluhur kita,” katanya.
Irawan D Nugraha, pengarang buku Majapahit: Peradaban Maritimberpendapat, bahwa kejayaan maritim Indonesia diawaliera kerajaan-kerajaan, sepertiMajapahit dan Sriwijaya. Bahkan sejarah mencatat bahwa kemampuan teknologi perkapalan Majapahit jauh lebih dahsyat dari bangsa lain. Bahkan ukuran kapal Majapahit saat itu bisa memuat 600 penumpang, sementara kapal bangsa lain hanya 50 orang.
“Namun, kami melihat bahwa dari penyebutan pulau-pulau saja selalu disebutkan pulau terluar, kenapa tidak dijadikan pulau-pulau terdepan.Yang bisa diartikan sebagai halaman muka dari bangsa ini,” katanya.
Hal senada diungkapkan Indra J Piliang,pengurus Balitbang Partai Golkar.Dia menilai peradaban maritim di Indonesia telah luntur.Sebagai contoh orang-orang Pariaman di Padang, Sumbar yang notabene adalah orang laut atau pulau, tapi ketika naik kapal muntah.Bahkan yang lebih menyedihkan, saat hendak melihat laut harus ke gunung lalu memandang laut dari ketinggian.
“Lihat laut masa lari ke gunung dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.Sementara jika ke pantai hanya memakan waktu 30 menit.Jarang sekali orang Pariaman melihat laut langsung ke pantai.Inilah pudarnya budaya maritim kita,” tuturnya.
Berbicara budaya, tidak lepas dari pembentukan watak dan peningkatan kualitas generasi muda.Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mendorong para lulusan perguruan tinggi lebih mengenal jati diri dan budaya bangsa.Sebagai bangsa maritim yang hidup di kepulauan sudah seharusnya generasi muda Indonesia menjadi bangsa yang mandiri.
Dia mencontohkan budaya lokal yang berbaur adalah budaya yang tumbuh dan berkembang di sektor maritim dan agraris.”Pada awalnya budaya maritim mendorong orang untuk menjadi pengusaha karena orang yang tinggal di kawasan maritim cenderung agresif dan berani mengambil risiko saat menjalankan usaha,” ungkapnya.
Sebaliknya masyarakat yang tumbuh dan berkembang di lingkungan agraris, seperti petani cenderung tidak berani menanggung risiko. Karena itu, menurut JK, dalam perkembangannya kedua masyarakat ini harus hidup dalam budaya saling berbaur karena memiliki tujuan sama, yakni meningkatkan kemajuan bangsa.
Di sini budaya maritim menjadi sarana dalam membangun kembali perdaban bangsa Indonesia yang maju.Etos kerja masyarakat maritim yang dibangun nenek moyang dulu diharapkan bisa memperkuat NKRI, dengan menjadikan tanah dan air sebagai satu kekuatan,yaitu negara maritim.
Bukti-bukti kebesaran budaya maritim Indonesia:
Arkeologi maritim menemukan banyak bangkai kapal di bawah laut negeri ini, dengan tahun pembuatan mulai dari abad 7 SM, memiliki teknologi pembuatan yang belum ada duanya di dunia.Catatan-catatan dari para penjelajah, geographer, atau sejarawan berbagai belahan dunia (Mesir, Yunani, China), menggambarkan tentang penjelajahan pelaut-pelaut Nusantara, dengan kapal, hasil bumi, dan hasil budaya tinggi, ke berbagai sudut dunia.
Penemuan artefak-artefak di berbagai belahan dunia, termasuk beberapa tempat di negeri ini (misalnya di gua Pasemah, Sumatera Selatan, gua Made di Jombang, Jawa Timur, lembah Mada di Sulawesi Selatan, Batujaya di Bekasi, atau banyak lokasi lain seperti Timor, Kutai, Maluku, Halmahera) mengindikasikan bukan hanya terjadi perlintasan antar bangsa, tapi juga kebudayaan advance yang telah dicapai.Penyebaran bahasa yang mencakup setengah dunia, dan mengikutsertakan lebih dari 400 juta penutur membuktikan keberadaan bangsa-bangsa di Nusantara di atas bumi ini.
Persenjataan, alat musik, hingga ilmu perbintangan dari berbagai kawasan, sejak dari Afrika, Timur Tengah, India, hingga Polynesia, memperlihatkan bagaimana pengaruh kultural sudah jauh lebih dulu sebelum bangsa asing datang ke negeri ini.
B. MARITIM PADA MASA KOLONIAL
organisasi-organisasi dagang besar dari Eropa seperti Estado da India dan East India
Company EIC) dari Inggris serta VOC dari Belanda. Banyak bangsa-bangsa yang memasuki Indonesia seperti Portugis, Inggris dan Belanda motivasi bangsa Eropa ke wilayah Nusantara disebabkan oleh faktor seperti Jatuhnya Konstatinopel ke tangan Turki Ottoman yang
merupakan pusat rempa-rempah dengan itu mereka mencari sumber rempah-rempah terbaru, lali semangat 3G (Gold, Glory, Gospel), dan perkembangan teknologi dan sistem angin seiring berjalannya waktu Belanda berhasil berkuasa tunggal di Indonesia dengan itu VOC pun berkuasa di nusantara[1].
Seiring berjalannya waktu karena terus merugi VOC tidak sanggup membayar dividen dari saham yang dibeli rakyat.Oleh sebab itu, dari tahun ke tahun perusahaan itu harus berutang kepada negara untuk membayar kewajibannya.Namun tahun 1795 negara
mengambil alih seluruh kekayaan VOC sebagai pelunasan utang-utang tersebut.Tahun 1799 VOC dinyatakan failite dan bubar.Harta kekayaan VOC yang tidak bergerak seperti benteng-benteng atau daerah-daerah produksi rempah di Nusantaar, diambil alih oleh negara. Itulah asset kerajaan Belanda yang menjadi cikal bakal dari negara lolonial Hindia Belanda yang berdiri sejak tahun 1817 [2]. Wilayah yang dimiliki oleh Belanda kurang strategis karena wilayah daratannya kecil dan wilayahnya daratnnya lebih rendah daripada laut maka merekapun bekerja keras dan menjadi cikal bakal semangat kerja dan tuntunan hidup bagi bangsa Belanda khususnya para Pelaut Belanda itu sendiri untuk mengembangkan jiwa bahari karena lewat laut mereka dapat mengembangkan perekonomian negeri mereka sebagai contoh dari semangat kerja mereka yaitu Bangsa Belanda pandai membuat Kapal-kapal Laut yang kokoh dan kuat dalam menjelajahi perairan laut maupun samudera tidak ketinggalan para pelautnya yang sangat tangguh di lautan.
Membahas kegiatan kemaritiman pada masa Kolonial Hindia Belanda menjadi sangat menarik, dikarenakan pada masa ini Belanda melakukan berbagai kebijakan agar keutungan pihak Kolonial Hindia Belanda pada masa itu tetap, bahkan bertambah.
Kegiatan Pelayaran
Perkembangan armada dagang di Hindia Belanda jelas akan mempengaruhi peningkatan aktivitas pelayaran antarpulau. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah colonial yang protektif terhadap pelayaran domestic. Hal ini mengakibatkan armada Belanda mendominasi kegiatan pelayaran domestik, tahun 1879 kapal-kapal
Nederland dan Hindia Belanda merupakan 95% dari seluruh armada pelayaran antarpulau di Hindia Belanda, dan hanya 28,5% untuk pelayaran internasional. Dalam hal ini KPM
Internasioanl hal imi menunjukkan bahwa pentingnya pelayaran antarpulau Bagi Hindia Belanda, bukan hanya kepentingan Ekonomi juga mengamankan koloni dari merembesnya kekuatan asing serta dari perlawanan masyarakat setempat, disamping itu juga untuk menggapai integrasi negara colonial dibawah bendera Pax Neerlandica.
Pemerintah Kolonial lebih berhasil melakukan proteksi terhadap pelayaran antarpulau daripada pelayaran internasional di Hindia Belanda hal ini berhubungan dengan tuntutan Inggris kepada Belanda untuk melakukan liberalisasi pelayaran di koloninya, namun yang dilakukan Belanda liberalisasi lebih mengacu kepada pelayaran internasional seperti
pembukaan pelabuhan internasional dan pelabuhan bebas serta penghapusan tarif differensial hal ini telah memungkinkan berkembangnya pelayaran Internasional di perairan nusantara. Belanda pun menguasai daerah Pantai Barat Sumatera, akan tetapi wilayah kekuasaan yang seharusnya dari kawasan Singkel hingga Indrapura, namun realitanya Belanda hanya menguasai wilayah kota Padang dan wilayah yang berada di selatannya. Disamping itu Sibolga, Natal, Air Bangis masih menjadi kekuasaan Belanda. Bajak laut hamper ditemukan diseluruh perairan Indonesia. Namun kawasan laut yang paling terkenal daerah operasi bajak laut adalah Selat Malaka, Laut Cina Selatan dan kawasan laut Sulawesi. Kawasan ini
(terutama Selat Malaka) memang merupakan rute perdagangan dan pelayaran yang tersibuk di Asia Tenggara, kegiatan bajak laut di Pantai barat Sumatera tidak begitu banyak yang beroperasi didaerah ini, untuk menanggulangi aktivitas bajak laut, Pemerintah Hindia Belanda mendirikan berbagai pos pengamanan di beberapa kota pantai serta berkali-kali mengirim ekspedisi militer ke kawasan utara, pada 1860-an tidak ditemukan lagi laporan mengenai bajak laut [5].
Wilayah pantai Barat Sumatera menjadi penting bagi Kolonial Hindia Belanda, dikarena di wilayah ini lah Kolonial Hindia Belanda memfokuskan kegiatan maritimnya dikawasan ini, sebab dikawasan pantai timur Sumatera atau wilayah dekat Selat Malaka terdapat pusat perdagangan dunia yang berada diwilayah Tumasik (Singapura) dan itu merupakan wilayah bagian dari Inggris yang menjadi penguasa didaerah tersebut, dan wilayah pantai barat juga merupakan tempat komoditi utama pada masa itu dan pemerintah Belanda pun berfokus kepada aktivitas perkebunan di wilayah Sumatera tersebut.
Aktivitas Pelayaran di wilayah Makassar dipengaruhi karena Angin Muson baratlaut yang biasa digunakan untuk pelayaran perdagangan, dimanfaatkan oleh para pedagang wilayah barat seperti Malaka, Riau, Johor, dan Batavia, untuk berlayar kearah timur ke Kota Makassar dan kepulauan Maluku. Pelayaran ke kepulauan Maluku dari kota Makassar dapat dibagi menjadi dua jalur, yaitu : pertama dengan menyusur ke Selatan kemudian belok kiri melayari pesisir hingga Buton dan selanjutnya berlayar ke Maluku. Kedua menyusuri Selat Makassar berlayar kea rah timur memasuki pelabuhan Manado dan terus ke pulau Ternate; bila perlu berlayar ke selatan hingga mencapai pulau Seram atau Papua. Angin Muson Utara dan Tenggara memungkinkan terciptanya jalur pelayaran Utara-Selatan (Amoy dan Kanton-Makassar-Kepulauan Indonesia bagian Timur) [6].
perdagangan). Kedua munculnya intervensi bangsa Eropa sehingga sehingga pedagang di pusat niaga mengalihkan kegiatan mereka ke tempat lain, salah satunya ke Makassar. Ketiga pedagang dan pelaut setempat melakukan pelayaran niaga ke daerah-daerah penghasil dan Bandar niaga lain[7] .
Kegiatan Perdagangan Maritim
Kegiatan perdagangan Maritim pada masa ini terjadi monopoli cengkeh di Ambon. Cengkeh dan Pala di Indonesia Timur sama kedudukannya dengan Lada di Indonesia Barat yang tumbuh di Sumatera, Malaka, dan Jawa Barat dan terjadilah monopoli Lada yang Suamatera bagian Utara dikuasai Aceh, dan Sumatera bagian Selatan dikuasai Banten. Perdagangan daerah Makassar ditandai dengan melemahnya monopoli dan berkembangnya perdagangan bebas dan menjadikan Makassar sebagai Bandar niaga Internasional dan
pelabuhan transit terpenting di kepulauan Hindia Belanda dibagian timur dipertengahan abad 19. Belanda dan Inggris bersaing ketat dalam penjualan komoditi Teh dan berniat menguasai perdagangan Cina, akan tetapi Belanda lebih menguntungkan karena wilayah koloninya banyak menghasilkan yang diperlukan Cina mereka pun melakukan perjanjian tetapi Belanda ingkar janji dan Inggris mencari pelabuhan yang aman untuk pelayaran ke Cina dan tahun 1819 Inggris pun mendapatkan Singapura. Di wilayah Pantai Barat Sumatera pada sekitar abad ke-19 NHM membuat tiga kegiatan utama yaitu Perbankan, Perdagangan, dan
Perkebunan hanyalah Perkebunan yang berhasil dikarena kegiatan Perbankan memghasilkan kredit macet dan kegiatan Perdagangan yang tidak memberikan untung, hanyalah Perkebunan dalam hal ini perkebunan Kopi yang menguntungkan lalu kopi-kopi itu akhirnya di ekspor ke Belanda dan termasuk sebagai perdagangan maritim
Perkembangan Kerajaan-Kerajaan
Tipe raja laut mewakili kekuatan Bahari yang sah yakni yang diakui dalam dalam pergaulan antarbangsa. Dalam realitas abad XIX dan sebelumnya keabsahan demikian lebih banyak ditentukan oleh kekuatan fisik, jadi dalam hal kekuatan laut berarti pemilikan armada tempur dan pertahanan yang memadai.Di wilayah laut Sulawesi diantara kekuatan laut yang muncul hanya kerajaan Sulu dan Maguidanao yang berhasil menjadi kekuatan maritime terbesar.Tetapi sejak pertengahan abad XIX Maguidanao terpecah belah dan mulai dikuasai Spanyol sehingga akhirnya hanya Sulu yang dapat bertahan sebagai Raja laut pribumi dikawasan ini.Raja-raja di pantai timur Kalimantan dan dibagian utara Sulawesi tidak
Perkembangan Sosial
Pengawasan laut yang teliti sekali untuk melindungi monopoli kompeni tak mungkin dapat masyarakat lakukan karena adanya tempat berjaga Hindia Belanda yang berjumlah beribu-ribu didaerah yang amat luas ini perdagangan gelap tetap berlangsung terutama di bagian Indonesia Barat. Monopoli kompeni memang terasa pengaruhnya diseluruh Indonesia, tetapi terutama menekan daerah Maluku, dirugikannya perdagangan laut Indonesia
menyebabkan timbulnya kembali para perompak perlu diketahui bahwa zaman dahulu perompak tidak termasuk kejahatan, pada masa itu dibeberapa bagian dunia perompakan termasuk institusi sosial yang diakui pusat perompak yang paling terkenal ialah Tibelo (Pantai Utara Halmahera). Dalam perjalanannya mereka banyak membunuh dan menawan orang untuk dijadikan budak. Biasanya raja dan kaum bangsawan turut serta dalam pelajaran perompakan ini, malahan merekalah yang seringkali memegang pucuk pimpinan .
C. MARITIM PADA PRA KEMERDEKAAN
Dalam catatan sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara, pada masa jauh sebelum Indonesia merdeka, semangat maritim sudah menggelora di bumi Nusantara. Bahkan beberapa kerajaan pada zaman itu seperti Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit telah mampu menguasai lautan dengan armada perang, perdagangan yang besar serta pengaruhnya hingga negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Sejarah mencatat bangsa Indonesia sudah dikenal dunia sebagai bangsa maritim yang
memiliki peradaban maju. Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan sejak awal abad masehi.Menggunakan kapal bercadik, mereka berlayar mengelilingi dunia dan menjadi bangsa yang disegani.
Berbakal alat navigasi seadanya, bangsa Indonesia mampu berlayar ke utara, memotong lautan Hindia-Madagaskar, dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah.Seiring perjalanan waktu, ramainya alur pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang memiliki armada laut besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara kuat yang disegani di kawasan Asia.Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara,
Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan, serta menguasai wilayah wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan laut.
Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China. Kilasan sejarah itu memberi gambaran, betapa besarnya kerajaan-kerajaan di Nusantara. Mereka mampu menyatukan wilayah Nusantara dan disegani bangsa lain. Paradigma masyarakatnya mampu menciptakan visi maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia. Namun di masa kekuasaan Kolonial Belanda dan pengaruh ilmu pengetahuan dari dataran Eropa yang berkuasa di Indonesia kurang lebih selama 3,5 abad., sangat memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap semangat maritim nusantara. Pengikisan semangat bermaritim akhirnya menggiring bangsa ini hanya berkutat di sektor agraris demi kepentingan kaum kolonialis.Kesuraman budaya maritim Indonesia semakin parah dan berlanjut pada masa orde baru sampai sekarang.keberpihakan Pemerintah semakin jelas condong ke wilayah pertanian.
Minimnya keberpihakan pemerintah pada sektor maritim (maritime policy) menyebabkan masih semrawutnya penataan Selat Malaka yang sejatinya menjadi sumber devisa. Hal lainnya adalah pelabuhan negeri ini belum menjadi international hub port, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yang telantar, penamaan dan pengembangan pulau-pulau kecil, terutama di wilayah perbatasan negara tidak kunjung tuntas.Ditambah, semakin maraknya praktik illegal fishing, illegal drug traficking, illegal people, dan penyelundupan di perairan Indonesia. Padahal, sejatinya posisi strategis Indonesia banyak memberikan manfaat, setidaknya dalam tiga aspek, yaitu alur laut kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit passage, dan archipelagic sea lane passage) berdasarkan ketentuan IMO; luas laut territorial yang dilaksanakan sejak Deklarasi Djuanda 1957 sampai dengan Unclos 1982 yang
mempunyai sumberdaya kelautan demikian melimpah; dan sumber devisa yang luar biasa jika dikelola dengan baik. Terkait dengan visi pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia secara menyeluruh dan merata, dibutuhkan kemampuan pertahanan dan keamanan yang harus senantiasa ditingkatkan agar dapat melindungi dan mengamankan hasil pembangunan yang telah dicapai.Pesatnya
perkembangan teknologi dan tuntutan penyediaan kebutuhan sumber daya yang semakin besar mengakibatkan sektor laut dan pesisir menjadi sangat penting bagi pembangunan kepentingan bangsa bangsa ini.nasional.Karena itu, perubahan orientasi pembangunan
nasional Indonesia ke arah pendekatan maritim merupakan suatu hal yang sangat penting dan mendesak.
D. MARITIM PADA ERA KEMERDEKAAN
tumbuh.Salah satunya yakni Jakarta Lloyd yang didirikan oleh beberapa orang TNI dari angkatanlautpada1950.
"Jadi sebenarnya konsep poros maritim itu sudah berusaha dibuat sejak zaman Presiden Soekarno," kata purnawirawan Mayor Jenderal TNI TB Hassanudin saat berbincang denganmetrotvnews.com.
Pemerintah juga berusaha menutup "lubang" di laut antar pulau dengan memperjuangkan konsep negara kepulauan dengan mengeluarkan deklarasi Juanda. Berdasarkan hukum laut yang berlaku saat itu, batas teritorial diukur dari garis pantai dan menyebabkan ada laut bebas di antara pulau-pulau Indonesia. Indonesia terus mengupayakan konsep negara kepulauan diterima negara lain dan menggunakan patokan pantai terluar sebagai titik ukur batas
teritorial. Konsep ini pun disetujui dalam PBB lewat UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB) 1982 yang diratifikasi dalam UU 17 tahun 1985. Akhirnya luas laut Indonesia bertambah hingga 2,5 kali. Industri maritim Indonesia pun semakin menggeliat.Beberapa perusahaan pelayaran niaga bermunculan dan semakin makmur. Selain menguasai perniagaan di laut Indonesia yang memiliki luas 5,8 juta km2, industri maritim Indonesia juga berhasil menembus pasar dunia. "Para era saya masih berlayar tahun 80an, Indonesia bisa dibilang menguasai ASEAN," kata Bobby. Kapal berbendera Indonesia pun bisa ditemui hampir di seluruh pelabuhan negara Asia Tenggara.
Kemunduran industri maritim Indonesia
Pemerintah Soeharto membuat sebuah 'blunder' dengan mengeluarkan kebijakan
membesituakan (scrapping) kapal berusia di atas 25 tahun. Kebijakan ini membuat kapal Indonesia terpaksa dipensiunkan. Kebijakan yang menampar keras perusahaan pelayaran ini pun akhirnya membuat industri maritim Indonesia semakin mundur.Cita-cita membuat poros maritim ini pun jadi semakin jauh dari kenyataan. "Scrapping kapal membuat kita
kekurangan kapal," tutur Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association (INSA) Carmelita Hartoto saat berdiskusi denganmetrotvnews.com, Selasa, 13 Oktober 2015. Hal ini juga diakui oleh Bobby yang sempat merasakan langsung dampak kebijakan ini kepada industri maritim Indonesia."Itu tidak bias dipungkiri," ungkap dia. Karena kekurangan kapal, perusahaan pelayaran asing pun menyasar kekosongan ini.Akibatnya pelayaran asing
mendominasi industri maritim Indonesia.Pada tahun 1995 misalnya, jumlah kapal asing mencapai 6.397 unit sedangkan kapal nasional hanya 5.050 unit. Bahkan sebelum asas cabotage dikeluarkan pada 2005, 46 perse angkutan domestik dan 96 persen ekspor-impor dikuasai asing. "Sejak diterapkan, asas sabotage memberi dampak positif kepada pelayaran nasional," tutur CarmelitaNamun kebijakan yang tidak konsisten antar rezim membuat pengusaha pemilik kapal dan industri maritim masih sulit berkembang. Komunikasi antar kementerian terkait pun tidak lancar dan menyebabkan industri maritim tak dapat berlari. Namun dengan naiknya Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang
mengusung semangat menjadikan Indonesia poros maritim dunia, membawa angin segar bagi industri ini.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi, tidak bisa dibantahkan lagi bahwa sesungguhnya Indonesia terlahir sebagai Negara maritim. Hal ini terbukti dari berbagai fakta sejarah yang ada, serta bukti kejayaan nenek moyang kita pada masa kerajaan – kerajaan, ditambah dengan peninggalan – peninggalan sejarah yang makin menguatkan fakta tersebut. Namun keadaan maritim Indonesia saat ini justru mengalami kemunduran yang signifikan, dikarenakan visi maritim tida lagi jelas dan tidak mampunya masyarakat Indonesia melihat potensi dari posisi strategis nusantara.
B. KRITIK DAN SARAN
Sebaiknya pemerintah bersama pemimpin – pemimpinya menciptakan persepsi kelautan yang tepat bagi bangsa Indonesia, yakni laut sebagai tali kehidupan dan masa depan bangsa. Dengan persepsi demikian tersebut dapat memacu kesadaran akan arti penting maritim dalam pembangunan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
A. M Djuliati Suroyo, dkk, Sejarah Maritim Indonesia 1 (Semarang : Jeda, 2007) hlm. 206.
https://wahyuwidodok.blogspot.co.id/
Bakrie, C. R. (2010, Juli 09). Indonesia Maritime Institute. Dipetik Desember 23, 2013, dari Negara Visi Maritim : http://indomaritimeinstitute.org /2010/07/negara-visi-maritim.
Setiawan, E. (t.thn.). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dipetik Desember 23, 2013, dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) web site: http://kbbi.web.id/maritim.
UU. No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.
Inpres V Tahun 2005 Tentang Pengembangan Industri Pelayaran Niaga Nasional.
Perpres No. 19 Tahun 1960 Tentang Pembentukan Dewan Maritim.
http://dl-lintar.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-maritim-indonesia-masa-kolonial.html
http://blogzulkiflirahman.blogspot.co.id/2012/09/makalah-wsbm.html
https://www.academia.edu/8734640/SEJARAH_KEMARITIMAN_INDONESIA
http://maritimemagz.com/budaya-maritim-keluhuran-nusantara/
https://saripedia.wordpress.com/tag/era-pra-kolonial/
http://dl-lintar.blogspot.co.id/2015/06/sejarah-maritim-indonesia-masa-kolonial.html
http://maritimemagz.com/masa-suram-peradaban-maritim-indonesia
http://telusur.metrotvnews.com/read/2015/10/15/441238/riwayat-maritim-indonesia