• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jebakan Kemiskinan Nelayan ( Studi Kasus Nelayan di Kampung Kolam Pajak Baru Kelurahan Belawan Bahagia )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Jebakan Kemiskinan Nelayan ( Studi Kasus Nelayan di Kampung Kolam Pajak Baru Kelurahan Belawan Bahagia )"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas laut 5,8 juta Km2, Indonesia sesungguhnya memiliki sumberdaya perikanan laut yang besar dan beragam. Dahuri ( dalam Mugni, 2006 : 11 ) menyebutkan Potensi lestari sumberdaya perikanan laut di Indonesia adalah 6,7 juta ton pertahun dari berbagai jenis ikan, udang dan cumi-cumi. Apabila potensi ini diperkirakan kedalam nilai ekonomi berdasarkan harga satuan komoditi perikanan, maka akan diperoleh nilai sebesar US $ 15 Miliar. Sebagai negara kelautan, di dalamnya terkandung kekayaan lautan yang tidak hanya menjadi sumber devisa negara yang sangat penting.

Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa dan penyediaan lapangan pekerjaan. Sumber kehidupan yang dimanfaatkan masyarakat dari sumber perikanan dan kelautan ini adalah bermata pencaharian sebagai nelayan, nelayan tambak, petani garam dan sektor wisata. Tampaknya kegiatan dan aktivitas tersebut sudah merupakan ciri bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir pantai. Suharto ( dalam Husen, 2009 : 18 ) mengatakan bahwa Masyarakat nelayan adalah masyarakat yang tinggal di pesisir pantai dan menggantung hidup mereka di laut, Masalah yang terjadi pada masyarakat nelayan merupakan masalah yang bersifat multidimensi sehingga untuk menyelesaikannya diperlukan solusi yang menyeluruh, dan bukan solusi secara parsial.

(2)

pemilik boat / juragan adalah nelayan memiliki alat tangkap dan boat yang dioperasikan ke orang lain. Nelayan pemilik sampan tradisional adalah nelayan yang memiliki peralatan dan sampan tradisional dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang. Adapun nelayan pekerja adalah nelayan yang tidakn memiliki peralatan tangkap sendiri, dan bekerja dengan alat tangkap milik orang lain.

Dari ketiga jenis nelayan tersebut pada umumnya nelayan juragan tidak miskin. Kemiskinan cenderung dialami oleh nelayan perorangan dan buruh nelayan. Oleh karena kedua jenis kelompok nelayan itu jumlahnya mayoritas, maka citra tentang kemiskinan melekat pada kehidupan nelayan. Citra kemiskinan nelayan itu sesungguhnya suatu ironi, mengingat Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas, lebih luas daripada wilayah darat. Di dalam wilayah laut juga terdapat berbagai sumberdaya yang memiliki potensi ekonomi tinggi, yang semestinya dapat dimanfaatkan.

Medan sebagai salah satu kota di Sumatera Utara dalam pengembangan kotanya yang bersifat kompleks mempunyai beberapa masalah. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: rendahnya pendapatan, pendidikan, kesehatan, lokasi serta masih banyak lagi. Terdapat beberapa aspek yang menyebabkan kemiskinan nelayan atau masyarakat pesisir, diantaranya; tidak adanya perhatian pemerintah yang memihak pada masyarakat nelayan, banyak program terkait masyarakat nelayan masih bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat nelayan sebagai objek, bukan subjek.

(3)

lokasi penelitian di kelurahan Belawan Bahagia dalam hal ini. Data Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di kelurahan Belawan Bahagia berdasarkan kelurahan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tab el 1

Data Penduduk yang tidak bekerja di Kelurahan Belawan Bahagia (2016) No Jumlah Penduduk yang Tidak

Bekerja

Sumber Data: Profil Kelurahan Belawan Bahagia Tahun 2016

Tab el 2

Data Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Belawan Bahagia (2016)

No Jumlah Penduduk

(4)
(5)

32 Bidan / Perawat 20 0.1

33 Apoteker 4 0.02

34 Wiraswasta 1.668 4.6

Jumlah 6.930 100

Sumber Data: Profil Kelurahan Belawan Bahagia Tahun 2016

Rendahnya penghasilan nelayan pemilik sampan tradisional dan juga nelayan pekerja merupakan masalah yang sudah lama, namun masalah ini masih belum dapat diselesaikan hingga sekarang, karena terlalu kompleks. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan sosioekonomi, namun berkait pula dengan lingkungan dan teknologi. Menurut Smith ( dalam Agunggunanto, 2011 : 25 ) ada 3 kendala dalam usaha meningkatkan penghasilan nelayan pemilki sampan tradisional biologikal, teknikal dan sosioekonomi. Kendala biologikal berhubungan dengan stok sumber daya ikan, dan hasil tangkapan berlebih (overfishing). Kendala teknologi berhubungan dengan alat tangkap, mesin, motor atau infrastruktur pendorong lainnya seperti panjang kapal, besar dan fasilitas cold storage atau peralatan pemprosesan yang dapat meningkatkan kualitas ikan. Kendala sosioekonomi lebih kepada nelayan sendiri dan lembaga-lembaga formal dan informal, swasta dan pemerintah yang memperlancar produksi dan distribusi.

(6)

manusia yakni dalam hal pemanfaatan alat tangkap. Tidak bisa dipungkiri bagi nelayan alat tangkap merupakan hal yang sangat penting. Ketergantungan nelayan terhadap teknologi penangkapan itu sangat tinggi, karena selain kondisi sumberdaya perikanan yang bersifat mobile, yaitu mudah berpindah dari satu tempat ke tempat lain juga untuk menangkapnya

nelayan perlu sarana bantu untuk dapat bertahan lama hidup di atas air. Kemiskinan yang selalu identik bagi nelayan dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah, rentannya mereka terhadap perubahan-perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang melanda, dan ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal, dan penguasa yang datang.

Permasalahannya adalah selain minimnya hasil tangkapan dengan alat tangkap sederhana, sistem bagi hasil yang dilakukan oleh para nelayan toke pemilik boat juga cenderung kurang menguntungkan nelayan pekerja. Sistem bagi hasil di Kampung Kolam Pajak Baru oleh nelayan toke pemilik boat dilakukan dengan cara yakni system tangkap bagi dimana hasil yang didapatkan dari penangkapan kemudian dibagi kepada anggota dengan pembagian yang lebih banyak kepada nelayan toke pemilik boat, yaitu sesudah hasil tangkapan dijual dan dikurangi untuk biaya operasi, sisanya dibagi dua antara nelayan dengan tokenya. Sistem bagi hasil seperti itu sepintas memang kelihatan adil. Namun jika dicermati lebih jauh sistem bagi hasil yang demikian sebetulnya sangat timpang. Pasalnya pendapatan yang lebih rendah dari pada pemilik kapal kemudian harus dibagi lagi jumlah seluruh anggota dalam satu kapal.

(7)

Sesuai dengan kondisi ekonominya, peralatan yang mampu dibeli adalah peralatan yang sederhana, atau bahkan mungkin tidak mampu membeli peralatan tangkap sama sekali, sehingga menempatkan kedudukannya tetap sebagai buruh nelayan ataupun nelayan tradisional. Karena untuk mengembangkan variasi alat tangkap yang dimiliki bukan hal yang mudah dilakukan lagi-lagi terkait dengan modal. Akibatnya, kemampuan untuk meningkatkan hasil tangkapan menjadi sangat terbatas.

Beberapa pilihan ditempuh nelayan dalam menghadapi kemiskinannya salah satunya yakni untuk menutupi kekurangan modal adalah dengan mencari modal pinjaman. Namun untuk mendapatkan pinjaman bukan hal yang mudah, karena lembaga keuangan yang resmi seperti perbankan tidak cukup membuka akses pada nelayan untuk mendapatkan modal dalam pengadaan alat tangkap, karena ketiadaan agunan, karena itu jalan yang ditempuh oleh nelayan adalah mencari pemilik modal yang mau meminjamkan modalnya kepada mereka, tanpa harus menyediakan agunan. Ironisnya, mereka adalah para nelayan pemilik sampan tradisional dan nelayan pekerja yang tentu saja mengharapkan keuntungan dari peminjaman uang yang diberikan.

(8)

dari keadaan itu, tidak ada posisi tawar menawar dari nelayan terhadap apa yang telah ditentukan oleh pemilik modal, kecuali menjual hasil tangkapan yang lebih murah bahkan di bawah harga pasar. Keadaan itu pula yang menyebabkan pendapatan nelayan peminjam sulit berkembang dengan maksimal.

Melihat kondisi tersebut, jelas bahwa yang paling dirugikan dengan peminjaman modal kepada nelayan adalah nelayan pada lapisan paling bawah. Bagi mereka, praktek peminjaman uang yang dilakukan oleh juragan/rentenir telah menjadi jebakan kemiskinan, sehingga menjerat mereka dalam kesulitan ekonomi yang lebih dalam. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa strategi yang dilakukan oleh para pemilik modal dalam usaha memaksimumkan keuntungan, telah dilakukan dengan cara menarik kerugian dari para nelayan.

Kemudian jika kita melangkahkan kaki ke perkampungan nelayan pemandangan yang tak asing lagi di lihat yakni lingkungan yang kumuh. Sama hal nya dengan kampung Kolam Pajak Baru Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan, rumah-rumah yang masih sangat sederhana didirikan di atas laut seperti rumah panggung, jika pun terdapat rumah yang menunjukan kemakmuran (kondisi fisik rumah tersebut sudah permanen dan kokoh) umumnya rumah tersebut dimiliki oleh pemodal, toke, dan rentenir yang jumlahnya tidak signifikan dan sumbangannya pada kesejahteraan komunitas sangat tergantung pada invidu tersebut. Jalan yang hanya selebar satu meter tanpa ada pengamanan lain, dulunya jalan di Kampung Kolam Pajak Baru hanya terbuat dari kayu-kayu kemudian jalan tersebut diperbaiki tetapi hanya selebar 1 (meter) kemudian sanitasi tiap rumahtangga yang langsung kelaut dan tidak adanya tempat pembuangan lain sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan.

(9)

Kampung Kolam Pajak Baru Kelurahan Belawan Bahagia )” yang berkaitan dengan Perencanaan Sosial dan Pembangunan.

1.2. Rumusan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, perumusan masalah yang akan ditelaah lebih lanjut dalam penelitian ini adalah mengenai kemiskinan pada masyarakat nelayan dan strategi nelayan dalam mengatasi kemiskinan. Secara lebih rinci permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa faktor-faktor yang melatarbelakangi nelayan terjebak dalam kemiskinan di Kampung Kolam Pajak Baru Kelurahan Belawan Bahagia Kecamatan Medan Belawan ?

2. Bagaimana strategi nelayan bertahan hidup dalam menghadapi situasi jebakan kemiskinan tersebut ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini yakni :

1. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi nelayan terjebak kemiskinan.

2. Strategi bertahan hidup nelayan dalam mengahadapi situasi kemiskinan tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

(10)

1. Manfaat Teoritis, Penelitian ini diharapkan dapat memperluas cakrawala pengetahuan bagi peneliti, akademis, instansi pemerintah dan juga masyarakat sehubungan dengan jebakan kemiskinan nelayan serta strategi dalam menghadapi kemiskinan tersebut.

2. Manfaat Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah hasil penelitian dapat juga di jadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian terkait selanjutnya, serta diharapkan dapat memeberikan sumbangan pemikiran dan memperluas cakrawala pengetahuan.

1.5 Definisi Konsep

1.5.1 Perangkap Kemiskinan merupakan perangkap kemiskinan yang benar-benar berbahaya dan mematikan peluang hidup orang atau keluarga miskin. Perangkap kemiskinan terbagi menjadi 5 yakni :

I. Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

II. Kerentanan adalah ketidakmampuan keluarga miskin untuk menyediakan sesuatu guna menghadapi situasi darurat seperti datangnya bencana alam, kegagalan panen, atau penyakit yang tiba-tiba menimpa keluarga miskin itu.

(11)

IV. Kadar isolasi adalah faktor penting dalam menjerumuskan keluarga miskin dalam lingkaran kemiskinan. Kadar isolasi disini dapat diartikan sebagai isolasi keluarga miskin yang dipandang dari aspek geografis yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi masyarakat yang terisolasi.

V. Kelemahan Fisik yakni Tubuh yang lemah menjadikan orang merasa tidak berdaya, karena kekurangan tenaga dan waktu, untuk melakukan unjuk rasa, berorganisasi dan politik, orang yang kelaparan dan sakit-sakitan tidak akan berani berbuat macam-macam.

1.5.2 Nelayan

Nelayan yang dimaksud dalam penelitian ini yakni istilah bagi orang-orang yang sehari-harinya bekerja menangkap ikan atau biota lainnya yang hidup di dasar, kolom maupun permukaan perairan. Perairan yang menjadi daerah aktivitas nelayan ini dapat merupakan perairan tawar, payau maupun laut. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah Nelayan Pemilik Sampan Tradisional dan juga Nelayan Pekerja

I. Nelayan pemilki sampan tradisional

Nelayan pemilik merupakan nelayan yang kurang mampu. Nelayan ini hanya mempunyai perahu kecil untuk keperluan dirinya sendiri dan alat penangkap ikan sederhana, karena itu disebut juga nelayan perorangan atau nelayan miskin.

II. Nelayan Pekerja

(12)

Gambar

Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan penelitian ini adalah adanya hubungan antara mutu pelayanan kesehatan rawat jalan yang meliputi lima dimensi mutu ( Tangible, reliability, responsiveness,

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasi bahwa puskesmas Getasan kabupaten Semarang belum pernah dilakukan penelitian tentang tingkat kepuasan pasien

mempelajari buku teks, bahan tayang maupun sumber lain tentang p enentuan harga pokok barang terjual dan penyajiannya dalam laporan keuangan dengan metode

Dependability: Validasi yang kedua adalah dependability (kebergantungan), merupakan kriteria dalam penelitian kualitatif yang digunakan untuk memantapkan data dari waktu

Menghargai kerja individu dan kelompok serta mempunyai kepedulian yang tinggi dalam menjaga keselarasan lingkungan sosial, lingkungan kerja dan

dengan masalah yang mungkin timbul di rumah saat pasien sudah keluar dari Rumah

1) Aktivitas: Aktivitas yang cukup beralasan sangat dianjurkan untuk dilakukan. Tidur siang harus dilakukan untuk memulihkan tenaga ibu. 2) Hygiene personal: Kebersihan

Inti dari penelitian ini untuk menilai pengaruh motivasi, kompetensi, kedisiplinan kerja, terhadap kinerja dan pemahaman karyawan atas regulasi Perpajakan serta