• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinea Kruris

Tinea kruris adalah dermatofitosis yang dijumpai pada kulit daerah sela paha, genitalia, daerah pubis, perineal, dan perianal.3,27

2.1.1 Epidemiologi

Prevalensi infeksi jamur superfisial diseluruh dunia diperkirakan menyerang 20-25% populasi dunia, dan merupakan salah satu bentuk infeksi kulit tersering.Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan dapat menyerang semua ras dan kelompok umur, dan infeksi jamur superfisial ini relatif sering pada negara tropis (iklim panas dan kelembaban yang tinggi) dan sering terjadi eksaserbasi.28

Diantara infeksi jamur superfisial, tinea kruris merupakan dermatofitosis paling sering kedua di seluruh dunia dan merupakan dermatofitosis terbanyak di Indonesia termasuk di Medan.3,5-12 Pada pria 3 kali lebih sering dijumpai dari pada wanita dan lebih sering dijumpai pada dewasa dibandingkan dengan anak-anak.3,5,6,8,10,27

2.1.2 Etiologi

Penyebab dermatofitosis dibagi atas 3 genus yaitu Trichophyton,

(2)

menginfeksi manusia.3,4,29Jamur dermatofita mempunyai kemampuan untuk mendegradasi dan menggunakan keratin.3,4,6,29

Tinea kruris secara umum disebabkan olehT. rubrum dan Epidermophyton

floccosum (E. floccosum),namun dapat juga disebabkan oleh T. mentagrophytes

dan Trichophyton verrucosum (T. verrucosum).3,6 Pada negara yang berbeda maka spesies penyebab tinea kruris pun akan berbeda, seperti di New Zealand, T.

rubrum dan E. floccosum merupakan penyebab tersering, sedangkan di Amerika

Serikat adalah T. rubrum danT. interdigitale.5,6Penelitian oleh Hajar (1999), penyebab tinea kruris terbanyak di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan adalah T. rubrum dan T. mentagrophytes.10

Berdasarkan tempat hidupnya jamur superfisial dibagi atas antropofilik, zoofilik dan geofilik.2-4,7,30Spesies geofilik merupakan organisme yang terdapat pada tanah dan secara sporadik menginfeksi manusia biasa dengan cara kontak langsung dengan tanah. Infeksi oleh organisme ini dapat menyebabkan inflamasi. Strain Microsporum gypseum (M.gypseum)yang lebih virulen dibanding strain lain yang terdapat pada tanah, merupakan jenis patogen geofilik yang paling sering dijumpai menginfeksi manusia.3

(3)

bersifat lebih meradang namun pada hewan dapat tidak kelihatan karena telah teradaptasi.3

Spesies antrofofilik terdapat pada manusia. Penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung atau benda-benda yang telah digunakan oleh orang yang terinfeksi. Infeksi dengan spesies ini dapat asimtomatik atau inflamasi.3

2.1.3 Patogenesis

Dermatofita dapat bertahan hidup pada stratum korneum manusia yang mengandung keratin dan ini merupakan nutrisi yang dibutuhkan oleh dermatofita tersebut untuk pertumbuhan miselia jamur.3

Elemen terkecil dari jamur disebut hifa, berupa benang-benang filamen yang terdiri dari sel-sel yang mempunyai dinding.Dinding sel jamur merupakan karateristik utama yang membedakan jamur dengan bakteri karena banyak mengandung substrat nitrogen yang disebut dengan chitin. Struktur bagian dalam (organela) terdiri dari nukleus berisi materi genetik, mitokondria, ribosom, retikulum endoplasmik, lisosom, golgi aparatus dan sentriol dengan fungsi dan peranannya masing-masing. Benang-benang hifa bila bercabang dan membentuk anyaman disebut miselium.28

(4)

(gabungan dari dua hifa) dan spora aseksual (dibentuk oleh hifa tanpa penggabungan).2

Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah yaitu perlekatan jamur ke keratinosit, penetrasi diantara sel, dan perkembangan respon imun pejamu.Langkah pertama infeksi dermatofita adalah inokulasi jamur atau beberapa elemen jamur di kulit. Jamur superfisial harus melewati beberapa rintangan agar artrokonidia (struktur yang dihasilkan dari fragmentasi sebuah hifa menjadi sel-sel tersendiri) yang merupakan elemen infeksius, dapat melekat ke jaringan keratinosit. Jamur harus bertahan terhadap efek sinar ultraviolet, variasi temperatur dan kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan spingosin (suatu amino alkohol yang merupakan bahan utama spingolipid pada mamalia) yang dihasilkan oleh keratinosit. Selain itu, asam lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebaseus juga bersifat fungistatik.3,30

(5)

mencakup kompetisi terhadap zat besi oleh transferin yang tidak tersaturasi dan kemungkinan inhibisi pertumbuhan jamur oleh hormon progesteron.3,30

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.3

Keratinosit berperan langsung dalam respon terhadap infeksi dermatofita. Keratinosit mengekspresikan toll-like receptor (TLR) terutama TLR-2 yang dapat mengenali patogen (pattern recognation receptor) dan ligand-ligandnya pada permukaan jamur (seperti pathogen-associated mollecular pattern (PAMPS)). Interaksi keratinosit dengan dermatofita selanjutnya menghasilkan proliferasi keratinosit, terjadi gangguan pembentukan keratinosit yang normal dan perubahan

cornified envelope yang menyebabkan perubahan fungsi barier epidermal seperti

meningkatkan transepidermal water loss (TEWL). Selain itu keratinosit (dan infiltrat mononuklear) melepaskan sejumlah sitokin inflamasi seperti tumor

necrosing factors (TNF)-α, interleukin (IL)-1β, IL-8 dan IL-16 sebagai reaksi jaringan terhadap inflamasi.30

Pertahanan nonspesifik juga berperan pada infeksi dermatofita. Permukaan kulit tidak pernah steril, terdapat dermatofita dan bakteri. Interaksi antara bakteri dan dermatofita belum sepenuhnya diketahui. Beberapa bakteri seperti

Pseudomonas aeruginosa dapat menginhibisi pertumbuhan T. rubrum dan T.

mentagrophytes, mencegah perkembangan tinea dan kemudian berperan dalam

(6)

menarik komplemen ke tempat infeksi sebagai lowmollecular weight

chemotacticfactors.30-32

Setelah jamur masuk ke kulit, hal ini akan merangsang pembentukan sistem imun dan sel-sel inflamasi dengan sejumlah mekanisme. Ikatan antara komponen dermatofita dengan sel dendritik ini dapat merangsang respon imun spesifik.Respon imun ini tergantung pada spesies dermatofita dan imunitas pejamu. Spesies dermatofita zoofilik dan geofilik menimbulkan reaksi peradangan yang lebih kuat dibandingkan dengan spesies antropofilik. Sementara respon imun pada pejamu tergantung usia, jenis kelamin, status imun dan faktor genetik. Respon imun seluler dimulai dari sel dendritik epidermal mengenali antigen jamur kemudian terjadi maturasi sel dendritik, dan dihasilkan IL-12. IL-12 akan menginduksi sel T dan sel natural killer (NK) untuk memproduksi interferon (IFN)-γ.Selanjutnya IFN-γ dapat merangsang migrasi, proses fagositosis dan

oxidative killing oleh sel neutrofil dan makrofag. Respon imun humoral juga dapat

ditemukan pada penderita infeksi dermatofita, namun respon imun humoral ini tidak memiliki efek protektif. Bagaimana peranan imunitas humoral pada infeksi dermatofita belum diketahui dengan jelas sampai sekarang karenaterbentuknya antibodi tampaknya tidak melindungi terhadap infeksi dermatofita.3,30-32

2.1.4 Gambaran klinis

(7)

tenang.Lesi bisa melebar dan menyatu dan akhirnya memberi gambaran yang polisiklis, arsinar atau sirsiner.2-4,6,27,33

Apabila E. floccosum dijumpai sebagai penyebab maka sering terlihat bersih pada daerah tengah dan terbatas pada lipatan genitokrural dan bagian medial atas paha. Namun sebaliknya apabila spesies yang dijumpai adalah T.

rubrum maka infeksi sering bergabung meluas ke daerah pubis, perianal, bokong

dan perut bagian bawah dan daerah genital biasanya tidak terlibat.3

2.1.5 Diagnosis banding

Tinea kruris dapat didiagnosis banding dengan eritrasma,dermatitis seboroik, prosiasis inversa dan kandidiasis kutis intertriginosa.3,27

2.1.6 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menegakkan diagnosis tinea kruris adalah pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan KOH 10%, kultur jamur, histopatologi danpemeriksaanyang terbaru adalah dengan menggunakan Polymerase Chain Reaction.2,3,6

Sampel kulit diambil dari kerokan dengan menggunakan skalpel pada tepi lesi aktif ke arah luar.3 Pada pemeriksaan mikroskopis kerokan kulit dengan KOH 10%, keratin akan segera dicerna oleh KOH.34 Dermatofita akan tampak bersepta dan memiliki hifa yang bercabang, namun dengan pemeriksaan mikroskopis ini, spesiesnya tidak dapat diidentifikasi.3,17,18

(8)

bercabang.6,14,28 Diagnosis spesifik dengan menemukan adanya neutrofil pada stratum korneum dan tanda sandwich yaitu terdapatnya elemen jamur yang tersusun berselang-seling di dalam lapisan stratum korneum.6 Pemeriksaan histopatologi ini, lebih bermanfaat untuk onikomikosis dan deep mycosis.34

2.2 Pemeriksaan Kultur Jamur

Kultur jamur merupakan baku emas untuk diagnosis infeksi jamur.14,15Pemeriksaan dengan kultur jamur spesifikasinya dilihat dari makroskopis, mikroskopis dan karakteristik metaboliknya. Sabouraud’s dextrose

agar (SDA) merupakan media isolasi yang paling sering digunakan untuk kultur

(9)
(10)

Lanjutan gambar 2.1*

(11)

2.3 Pemeriksaan PCR

PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi doexyribonucleic acid (DNA) secara in vitro. Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985.19,20

Beberapa tahun yang lalu metode molekular ini telah dilakukan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi dermatofita.17,24 Metode ini berkembang dikarenakan metode konvensional dikatakan lambat dan kurang spesifik. Penelitian sebelumnya telah dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan PCR pada infeksi jamur dan didapatkan spesifikasi yang cepat dan langsung. Penggunaan PCR ini tidak bergantung kepada karakteristik morfologi dan biokemikal dermatofitosis, dikarenakan teknik ini adalah untuk melihat hasil amplifikasi DNA daridermatofita.24

Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. PCR merupakan suatu teknik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA double stranded.19

Komponen-komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah cetakan DNA; sepasang primer yaitu suatu oligonukleotida pendek (potongan pendek) yang mempunyai urutan nukleotida yang sesuai dengan urutan nukleotida DNA cetakan; deoxynucleotide triphosphates (dNTPs); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim DNA polymerase.19,20

(12)

(annealing) dan (3) pemanjangan primer (extention). Tahap ini merupakan tahap berulang (siklus), dimana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA.19,20

Pada tahap denaturasi, reaksi PCR terjadi pada suhu tinggi (+ 94 0C) selama 30-60 detik sehingga DNA double stranded terdenaturasi atau terpisah menjadi dua single stranded kemudian didinginkan hingga mencapai suhu tertentu untuk memberikan waktu pada primer menempel (anneal primers) pada daerah tertentu dari target DNA.19,20

Tahap awal sintesis sekuen spesifik DNA secara in vitro dimulai pada tahap annealing, dimana primer akan menempel pada sekuen komplementer

single stranded DNA cetakan. Hal ini dilakukan pada suhu 45-60 oC selama 60-120 detik. Sintesis DNA ini berlangsung dari arah 5’ ke 3’.20 Agar sintesis DNA dapat berlangsung dengan baik maka reaksi tersebut memerlukan adanya enzim DNA polymerase, misalnya thermus aquaticus(tag)polymerase dan MgCl2,

sementara kebutuhan energi dan nukleotida terpenuhi dari dNTPs (terdiri dari:

deoxythymin triphosphates (dTTP), deoxyguanin triphosphates (dGTP),

deoxyadenin triphosphates (dATP) dan deoxycystein triphosphates (dCTP)).19,20

Aksi sintesis DNA pada tahap ini tergantung pada suhu annealing dari primer yang digunakan. Suhu annealing primer tersebut ditentukan diantaranya dari ukuran panjang primer dan kandungan basa (G+C) dari primer yang digunakan.20

(13)

Sintesis DNA tersebut akan terus berlanjut melalui tiga tahapan tersebut di atas secara berulang. Pada akhirnya maka akan diperoleh produk PCR, berupa sekuen DNA yang diinginkan dalam jumlah yang berlipat ganda. Selanjutnya produk PCR yang diperoleh dapat disimpan pada suhu 4 0C, sampai saatnya tiba untuk dianalisis lebih lanjut.20

Untuk melihat hasil amplifikasi DNA tersebut, maka produk PCR yang diperoleh, dimigrasikan pada gel agarose (elektroforesis). Umumnya hasil amplifikasi DNA dengan PCR ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kualitas dan kuantitas DNA, temperatur annealing primer, kualitas dan konsentrasi

primer, konsentrasi MgCl2, dNTP, enzim DNA polymerase, dan jumlah siklus

PCR yang dilakukan.20

Terdapat beberapa metode yang sering dibutuhkan sebagai tindakan tambahan pada PCR salah satunya adalah restriction endonuclease digestion.13 Metode restriction endonuclease digestion atau restriction fragment length

polymorphism (RFLP) merupakan metode PCR dengan penambahan enzim

(14)

2.4 Kerangka Teori

Gambar 2.2Diagram kerangka teori

Gejala klinis tinea kruris

- Lesi bulat/lonjong, eritema, disertai rasa gatal

- Bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif ditandai

dengan adanya papul atau vesikel, bagian tengah lesi relatif lebih tenang

- Membentuk gambaran polisiklis, arsinar atau

sirsiner

- Lokasi: pada daerah sela paha, genitalia, daerah

pubis, perineal, dan perianal.

Elemen jamur patogen (artrokonidia)

PCR-RFLP Kultur jamur

Perlekatan ke keratinosit, penetrasi diantara sel-sel dan tergantung perkembangan respon imun pejamu

(15)

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 2.3Diagram kerangka konsep Kultur jamur

Dugaan tinea kruris

Spesies jamur

Gambar

Gambar 2.1 Karakteristik dermatofita pada media kultur Dikutip dari kepustakaan 3 sesuai aslinya
Gambar 2.2Diagram kerangka teori
Gambar 2.3Diagram kerangka konsep

Referensi

Dokumen terkait

• Berperan pd tranpor intrasel dari organel lain • Berperan sebagai struktur dasar dari sentriol. silia

Availability, Family Influence, Time Availability, Sales Promotion, Store Environment, Friendly Employees, Mood of Consumer, dan POS Terminal/ATM Facility

Penentuan kaki lereng secara spasial sepanjang jalur sapuan MBES dan data batimetri SRTM dilakukan melalui proses digitasi menggunakan perangkat lunak Matlab 10

Berdasarkan hal- hal yang telah diuraikan di atas maka perlu dilakukan penelitian mengenai DNA barcoding tanaman daluga dari Kepulauan Sangihe berdasarkan urutan

Setelah gambar dan data sistem dimasukkan maka simulasi dengan power word akan memberi tampilan besaran parameter yang dibutuhkan untuk perhitungan aliran daya,

[r]

[r]

Pemrosesan data yang masih menggunakan system secara manual sering menimbulkan masalah-masalah yang berkaitan dengan ketidak teraturan system seperti lambatnya pencarian