• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Vonis Bebas terhadap Tindak Pidana Pembunuhan: Studi Kasus Putusan Nomor 1273Pid.B2013PN.Jkt Sel Jo. Putusan Nomor:50PID2014PT.DKI Jo. Putusan No

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Vonis Bebas terhadap Tindak Pidana Pembunuhan: Studi Kasus Putusan Nomor 1273Pid.B2013PN.Jkt Sel Jo. Putusan Nomor:50PID2014PT.DKI Jo. Putusan No"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS

A.

Kajian Teori

1.

Tindak Pidana

a.

Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana merupakan salah satu bagian dari hukum

pidana. Hukum pidana baru dapat diterapkan apabila seseorang

terbukti melakukan suatu tindak pidana. Istilah tindak pidana

berasal dari bahasa Belanda yaitu “strafbaarfeit”.

“Strafbaarfeit” memiliki arti yaitu:17 “1) Delik (delict)

2) Peristiwa pidana 3) Perbuatan pidana

4) Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum 5) Hal yang diancam dengan hukum

6) Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum

7) Tindak pidana.”

Menurut Pompe (Lamintang 2011:182) yang dimaksud

dengan tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma

(gangguan terhadap tata tertib hukum) tertib hukum yang

dengan sengaja ataupun tidak sengaja telah dilakukan oleh

seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku

(2)

tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum.18

Sedangkan menurut Moeljanto, yang dimaksud dengan tindak

pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum,

larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa

pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.19

Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh

aturan hukum, dalam hal ini yaitu hukum pidana, dimana orang

yang melanggar aturan hukum tersebut dapat dikenakan sanksi

pidana. Adanya aturan hukum mengenai tindak pidana menjadi

sangat penting karena dianutnya asas legalitas dalam sistem

hukum pidana di Indonesia. Pemberlakuan asas legalitas

ditunjukan dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Suatu

perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”, yang dalam pembelajaran ilmu hukum sering juga disebut dengan

nullum delictum nulla poena sine praevia poenali.

b.

Unsur-unsur Tindak Pidana

Seseorang yang melakukan tindak pidana tidak dapat

langsung dikenakan sanksi pidana. Hakim tidak bisa langsung

serta-merta memberikan sanksi pidana terhadap pelaku tindak

pidana. Sebelum menjatuhkan sanksi pidana, terlebih dahulu

18

P.A.F., Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Cetakan Keempat, P.T.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, Hlm 182

(3)

harus dilakukan pembuktian bahwa orang tersebut memang

benar telah melakukan suatu tindak pidana dan telah memenuhi

unsur-unsur tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana itu sendiri

terdiri dari:20

1) Suatu perbuatan manusia.

2) Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

undang-undang.

3) Perbuatan itu dilakukan oleh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Moeljanto juga menjabarkan unsur-unsur tindak pidana

yang tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, yaitu

unsur-unsurnya terdiri sebagai berikut:21

1) Perbuatan manusia

2) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang

3) Bersifat melawan hukum

Pada intinya, suatu perbuatan baru dapat dikatakan tindak

pidana apabila telah memenuhi seluruh unsur-unsur tindak

pidana, yaitu:

1) Adanya perbuatan

Terdapat dua jenis kategori perbuatan di dalam

KUHP, yaitu melakukan suatu perbuatan dan tidak

(4)

melakukan suatu perbuatan. Melakukan suatu perbuatan

berarti orang tersebut telah melakukan suatu tindakan

yang dimana tindakan tersebut dilarang oleh

undang-undang. Sedangkan yang dimaksud dengan tidak

melakukan suatu perbuatan adalah keadaan dimana

seseorang tidak melakukan perbuatan yang telah

diwajibkan oleh undang-undang kepadanya.

2) Bersifat melawan hukum

Sifat melawan hukum dalam tindak pidana dibagi

menjadi dua, yaitu sifat melawan hukum formil (formale wederrechtelijk) dan sifat melawan hukum materiil

(materiel wedderrchtelijk). Yang dimaksud dengan sifat melawan hukum formil adalah perbuatan yang dilakukan

telah memenuhi rumusan undang-undang, kecuali

diadakan pengecualian-pengecualian yang telah ditentukan

oleh undang-undang, melawan hukum berarti melawan

undang-undang, sebab hukum adalah undang-undang.

Sedangkan menurut sifat melawan hukum materiil ialah

belum tentu perbuatan yang memenuhi rumusan

undang-undang bersifat melawan hukum, karena yang dinamakan

hukum itu bukan hanya undang-undang saja (hukum yang

(5)

yakni kaidah-kaidah atau kenyataan yang berlaku di

masyarakat.22

3) Dapat dipertanggungjawabkan

Seseorang baru dapat dikatakan melakukan tindak

pidana apabila orang tersebut merupakan orang yang

cakap hukum sehingga dapat dimintai

pertanggungjawaban atas pelanggaran yang dilakukannya.

Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh orang yang tidak

cakap hukum, maka perbuatan tersebut tidak dapat

dikatakan sebagai tindak pidana dan terhadap pelakunya

tidak dapat dijatuhkan sanksi pidana, hal ini diatur di

dalam Pasal 44 KUHP yaitu “Barang siapa melakukan

perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana.”

2.

Tindak Pidana Pembunuhan

a.

Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan

Tindak pidana pembunuhan diatur dalam Buku Kedua Bab

XIX Pasal 338 sampai Pasal 350 KUHP yang mengatur tentang

kejahatan terhadap nyawa. Pembunuhan adalah suatu tindakan

(6)

yang dilakukan oleh seseorang yang mengakibatkan meninggal

atau hilangnya nyawa orang lain. Lamintang mengatakan bahwa

yang dimaksud dengan pembunuhan adalah kesengajaan

menghilangkan nyawa orang lain, untuk menghilangkan nyawa

orang lain itu, seorang pelaku harus melakukan sesuatu atau

suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya

orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain

tersebut.23

Terdapat beberapa jenis tindak pidana pembunuhan, yaitu:

1) Tindak pidana pembunuhan biasa ( Pasal 338

KUHP).

2) Tindak pidana pembunuhan berencana ( Pasal 340

KUHP).

3) Tindak pidana pembunuhan terhadap anak yang baru

dilahirkan oleh ibunya sendiri ( Pasal 341 sampai

pasal 342 KUHP).

4) Kejahatan menghilangkan nyawa orang lain atas

permintaan dari orang itu sendiri ( Pasal 344

KUHP).

5) Kejahatan berupa kesengajaan mendorong atau

membantu orang lain melakukan bunuh diri ( Pasal

345 KUHP).

(7)

6) Kejahatan berupa kesengajaan untuk menggugurkan

kandungan ( Pasal 346 sampai Pasal 349 KUHP).

Tindak pidana pembunuhan termasuk ke dalam kategori

delik materiil yaitu perbuatan tersebut baru dapat dikatakan

tindak pidana jika akibat dari perbuatan tersebut sudah terjadi.

Dalam delik formil yang dirumuskan adalah tindakan yang

dilarang (beserta hal/keadaan lainnya) dengan tidak

mempersoalkan akibat dari tindakan itu.24 Sedangkan delik

materiil merupakan delik yang baru dapat dianggap telah selesai

dilakukan oleh pelakunya apabila timbul akibat yang dilarang

(akibat konstitutif atau constitutief-gevolg) yang tidak dikehendaki oleh Undang-Undang.25 Dengan kata lain, dalam

delik formil suatu tindak pidana dianggap telah terjadi atau telah

selesai apabila tindakan-tindakan yang dilarang oleh

undang-undang telah terpenuhi tanpa memperhatikan ada atau tidaknya

akibat dari perbuatan tersebut. Berbeda dengan delik formil,

dalam delik materiil adanya akibat atau telah terjadinya akibat

dari perbuatan tersebut merupakan unsur yang paling penting

untuk menentukan apakah perbuatan tersebut dapat dikatakan

tindak pidana atau tidak.

24 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya . Jakarta: Alumni AHM-PTHM, 1982, Hlm 237

(8)

b.

Unsur-unsur Tindak Pidana Pembunuhan

Terdapat dua jenis unsur dalam tindak pidana

pembunuhan, yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur

subjektif ialah unsur yang berasal dari dalam diri si pelaku (niat

dari pelaku untuk melakukan perbuatan tersebut) dan unsur

objekti ialah unsur yang berasal dari luar diri si pelaku. Tindak

pidana pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP yang

berbunyi “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa

orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Dalam pasal tersebut,

terdapat beberapa unsur yang harus terpenuhi agar suatu

perbuatan dapat dikatakan tindak pidana pembunuhan, yaitu:

1) Barang siapa dengan sengaja (unsur subjektif)

Unsur subjektif merupakan unsur yang timbul dari

dalam diri pelaku sendiri. Barang siapa dengan sengaja

menunjukan bahwa telah muncul niat dari dalam diri

pelaku untuk melakukan perbuatan tersebut dan pelaku

mengetahui akibat yang akan timbul dari perbuatannya

tersebut. Terdapat tiga jenis kesengajaan dalam hukum

(9)

a) Sengaja sebagai maksud

Sengaja sebagai maksud adalah apabila pelaku

menghendaki akibat perbuatannya. Ia tidak pernah

melakukan perbuatannya apabila pelaku tersebut

tidak mengetahui bahwa akibat dari perbuatannya

tidak akan terjadi.26

b) Sengaja dengan kesadaran tentang kepastian

Kesengajaan semacam ini ada apabila si

pelaku, dengan perbuatannya itu bertujuan untuk

mencapai akibat yang akan menjadi dasar dari tindak

pidana, kecuali ia tahu benar, bahwa akibat itu

mengikuti perbuatan itu.27

c) Sengaja dengan kesadaran kemungkinan

Sengaja dengan kesadaran kemungkinan

adalah keadaan dimana pelaku yang bersangkutan

pada waktu melakukan perbuatan itu untuk

menimbulkan suatu akibat, yang dilarang oleh

undang-undang telah menyadari kemungkinan akan

26 Andi Hamzah. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta, Rineka Cipta, 2008, Hlm. 116

(10)

timbul suatu akibat lain dari pada akibat yang

memang ia kehendaki.28

Dalam Pasal 338 KUHP dikatakan “Barang

siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain....” unsur kesengajaan disini ialah unsur sengaja

sebagai maksud, yaitu pelaku telah mengetahui

akibat dari perbuatannya dan pelaku menghendaki

akibat tersebut sehingga kemudian pelaku

melakukan tindak pidana pembunuhan.

2) Merampas nyawa orang lain (unsur objektif)

Merampas nyawa orang lain atau menghilangkan

nyawa orang lain menunjukan bahwa untuk dapat

dikatakan tindak pidana pembunuhan, perbuatan yang

dilakukan oleh pelaku tersebut harus telah menunjukkan

akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang. Apabila

perbuatan tersebut belum mengakibatkan hilangnya nyawa

seseorang, perbuatan si pelaku itu masih tergolong dalam

kategori percobaan pembunuhan dan terhadap pelaku tidak

dapat dijatuhkan sanksi pidana pembunuhan meskipun

pada saat melakukan perbuatannya pelaku telah memiliki

niat untuk membunuh korbannya.

(11)

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa (orang lain)

terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu:29

a) Adanya wujud perbuatan

b) Adanya suatu kematian (orang lain)

c) Adanya hubungan sebab dan akibat (causal Verband) antara perbuatan dan akibat kematian (orang lain).

3.

Pembuktian

Pembuktian dalam persidangan mempunyai peranan yang sangat

penting, karena segala alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan

akan menjadi tolok ukur bagi hakim dalam membangun

pertimbangannya. Pembuktian jugalah yang nantinya akan

memberikan petunjuk bagi hakim untuk menentukan apakah

seseorang memang benar telah melakukan tindak pidana atau tidak.

“Pembuktian merupakan ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara – cara yang dibenarkan undang undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan kesatuan yang mengatur alat alat bukti yang dibenarkan undang – undang dan yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan30”.

Dalam proses pembuktian, Indonesia juga menggunakan empat

prinsip pembuktian dalam persidangan pidana, yaitu:

29 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Nyawa dan Tubuh, Jakarta, P.T.Raja Grafindo, 2010, Hlm. 57

(12)

a. Dibutuhkannya 2 alat bukti (Pasal 183 KUHAP)

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang

kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

b. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan (Pasal 184 ayat (2) KUHAP)

Prinsip ini diatur dalam Pasal 184 ayat (2) KUHAP yang

berbunyi “Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu

dibuktikan” atau biasa disebut dengan istilah notoire feiten

notorius (generally known). Lilik Mulyadi kemudian membagi

notoire feiten ke dalam 2 golongan, yaitu:31

“1) Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa tersebut memang sudah demikian hal yang benarnya atau semestinya demikian.

2) Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian.

c. Satu saksi bukan saksi (Pasal 185 ayat (2) KUHAP)

“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk

membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan

(13)

yang didakwakan kepadanya”, prinsip ini sering dikenal dengan

istilah unus testis nullum testis

d. Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut umum membuktikan kesalahan terdakwa (Pasal 189 ayat (4) KUHAP)

“Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk

membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.”

Secara umum, terdapat beberapa teori pembuktian, yaitu:32

1) Teori pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara positif (Positief Wetelijke Bewijs Theorie)

Yaitu teori pembuktian yang mendasarkan pada

alat-alat bukti yang terdapat dalam Undang-Undang.

2) Teori berdasarkan keyakinan hakim melulu (Conviction Intime)

Yaitu teori ini didasarkan pada pendapat bahwa

pengakuan terdakwa tidak selalu dapat membuktikan

kebenaran, oleh karena itu bagaimanapun diperlukan juga

keyakinan hakim.

(14)

3) Teori pembuktian berdasarkan keyakinan Hakim atas alasan yang logis (Ia Conviction Rais Onnee)

Yaitu Hakim memutuskan seseorang bersalah harus

berdasarkan keyakinannya, keyakinan tersebut harus

didasarkan pada dasar-dasar pembuktian disertai dengan

suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada

peraturan-peraturan pembuktian tertentu.

Beberapa teori lain mengenai pembuktian juga dijelaskan

oleh Waluyadi dalam bukunya yang berjudul Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana untuk Mahasiswa dan Praktisi, yaitu:33

a. Conviction-in Time

Sistem pembuktian conviction-in time menentukan salah tidaknya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakim yang menentukan keterbuktian kesalahan terdakwa, yakni dari mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam sidang pengadilan. Bisa juga hasil pemeriksaan alat-alat bukti itu diabaikan hakim, dan langsung menarik keyakinan dari keterangan atau pengakuan terdakwa.”

b. Conviction-Raisonee

Sistem conviction-raisonee pun, keyakinan hakim tetap memegang peranan penting dalam

(15)

menentukan salah tidaknya terdakwa. Akan tetapi, pada sistem ini, faktor keyakinan hakim dibatasi. Jika dalam sistem pembuktian conviction-in time peran keyakinan hakim leluasa tanpa batas maka pada sistem conviction-raisonee, keyakinan hakim harus didukung dengan “alasan-alasan yang jelas. Hakim harus mendasarkan putusan-putusannya terhadap seorang terdakwa berdasarkan alasan (reasoning). Oleh karena itu putusan juga bedasarkan alasan yang dapat diterima oleh akal (reasonable). Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa yang mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa. Sistem atau teori pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrijs bewijstheorie).

c. Pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijke stelsel)

“Sistem ini berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang, yakni untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa semata-mata digantungkan kepada alat-alat bukti yang sah. Terpenuhinya syarat dan ketentuan pembuktian menurut undang-undang, sudah cukup menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan keyakinan hakim, yakni apakah hakim yakin atau tidak tentang kesalahan terdakwa, bukan menjadi masalah.”

d. Pembuktian menurut undang-undang secara negatif (negatief wettelijke stelsel)

(16)

Sistem pembuktian yang dianut oleh di Indonesia adalah sistem

pembuktian Undang-Undang secara negatif (Negatiefe Wettelijke Bewijs Theorie), yaitu dalam pembuktian perkara pidana berpangkal tolak dari aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitatif

dalam Undang-Undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan

Hakim34. Sistem pembuktian ini diatur dalam Pasal 183 KUHAP.

Pada sistem pembuktian secara negatif diperlukan minimal 2 alat

bukti yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dan kemudian

berdasarkan hasil pemeriksaan dari 2 alat bukti itulah hakim akan

menentukan pertimbangannya. Alat bukti yang sah menurut

Undang-Undang yaitu Pasal 184 ayat (1) KUHAP adalah:

a) Keterangan saksi

b) Keterangan ahli

c) Surat

d) Petunjuk

e) Keterangan terdakwa

a.

Pe mb u kt i a n Me n u r u t Ah l i d a l a m P u t u s a n

Mahkamah Konstitusi Nomor: 65/PUU-VIII/2010

Menurut Prof. Dr. Edy O.S. Hiariej35 Pembuktian dalam

hukum pidana dimulai sejak tahap penyelidikan dan/atau

penyidikan sampai pada tahap pemeriksaan di sidang

pengadilan. Oleh karena itu penyidik maupun penuntut dapat

meminta keterangan saksi yang memberatkan mulai dari tahap

34

M.Haryanto, Hukum Acara Pidana, Salatiga, Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana, 2007, Hlm. 86

(17)

penyelidikan dan atau penyidikan sampai tahap persidangan.

Begitu pula sebaliknya, sebagai penyeimbang, tersangka dapat

meminta keterangan saksi yang meringankan mulai dari tahap

penyelidikan dan atau penyidikan sampai tahap persidangan.

Teori tersebut kemudian didukung oleh pendapat dari Dr.

Mudzakkir, S.H., M.H.36 yang menjelaskan bahwa kekuatan

pembuktian saksi yang diajukan oleh tersangka/penasehat

hukumnya memiliki nilai kekuatan pembuktian yang kuat dan

sama dengan saksi-saksi lainnya asalkan memenuhi kualitas

keterangan saksi yaitu bersifat netral dan objektif, keterangan

yang diberikan berdasarkan apa yang ia alami dan/atau ia lihat

dan/atau ia dengar sendiri yang diberikan di bawah/di atas

sumpah. Perbedaannya terletak kepada sifat pembuktiannya,

yaitu pembuktian yang bersifat negatif. Maksudnya, keterangan

kesaksian atau alat bukti yang diajukan tersebut membuktikan

sebaliknya, yakni membuktikan bahwa tidak dipenuhinya

unsur-unsur tindak pidana yang disangkakan kepadanya.

Tujuan dipanggil serta diperiksanya saksi baik saksi

memberatkan maupun meringankan dari sejak dari tahap

penyelidikan ialah untuk memastikan bahwa benar telah terjadi

suatu tindak pidana. Dalam hukum pidana di Indonesia dikenal

asas praduga tak bersalah yang dimana asas ini juga

diberlakukan pada saat tahap pembuktian. Menurut Dr. Chairul

(18)

Huda37, pelaksanaan asas praduga tak bersalah dalam

pembuktian perkara pidana mengharuskan pembuktian telah

terjadi tindak pidana dan seorang telah bersalah melakukan

tindak pidana tersebut, berdasarkan bukti-bukti yang tidak

menimbulkan keraguan sedikitpun (beyond the reasonable doubt), yang diperoleh secara sah.

b.

Macam-Macam Alat Bukti

1) Keterangan Saksi

Keterangan saksi adalah berupa keterangan dari

saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar

sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan

menyebut alasan dari pengetahuannya itu (Pasal 1 angka

27 KUHAP). Sedangkan yang dimaksud dengan saksi

menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah “Orang yang

dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, ia alami sendiri”.

Akan tetapi pengertian keterangan saksi sebagai salah satu

alat bukti dalam persidangan tidak berhenti sampai disini

saja. Keterangan saksi dalam persidangan baru dapat

dikatakan sebagai alat bukti yang sah apabila keterangan

saksi tersebut telah memenuhi syarat formil dan syarat

(19)

materiil. Syarat formil yaitu keterangan saksi dianggap sah

apabila diberikan di bawah sumpah yang terdapat dalam

Pasal 160 ayat ( 3 ) KUHAP dan syarat materiil yaitu

kesaksian dari seorang saksi itu harus mengenai hal – hal

yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri,

dengan menyebutkan alasan dari pengetahuannya itu.

Terdapat 3 jenis saksi dalam persidangan pidana,

yaitu saksi A Charge atau saksi dalam perkara pidana yang dipilih dan diajukan oleh penuntut umum, dikarenakan

kesaksiannya yang memberatkan terdakwa, saksi A De Charge atau saksi yang dipilih atau diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa atau penasihat hukum, yang sifatnya

meringankan terdakwa, serta yang terakhir ialah saksi

mahkota yang diatur dalam Putusan Mahkamah Agung

No. 2437 K/Pid.Sus/2011, definisi saksi mahkota ialah

sebagai Saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang

tersangka atau Terdakwa lainnya yang bersama-sama

melakukan perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada

Saksi tersebut diberikan mahkota.

Dalam Putusan MK 65/PUU-VIII/2010, Majelis

Hakim Konstitusi menambahkan 1 jenis keterangan saksi

yaitu keterangan saksi yang tidak mendengar, melihat,

atau mengalami secara langsung suatu peristiwa atau

(20)

testimonium deauditu dalam Putusan MK a quo lebih ditekankan kepada saksi A De Charge atau saksi yang meringankan, hal ini bertujuan untuk tidak membatasi atau

bahkan menghilangkan kesempatan bagi terdakwa untuk

mengajukan saksi yang meringankan. Namun, tidak

seluruh keterangan saksi testimonium deauditu dapat dijadikan sebagai alat bukti. Keterangan saksi testimonium deauditu baru dapat dijadikan alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK 65/PUU-VIII/2010 ialah

apabila keterangan saksi tersebut memiliki keterkaitan

dengan terdakwa pada saat terjadinya tindak pidana atau

keterangan tersebut dapat membuktikan dan kemudian

menjadi alibi bahwa terdakwa tidak melakukan tindak

pidana.

Hakim memiliki kebebasan untuk menilai kekuatan

pembuktian dari keterangan saksi. Akan tetapi, kebebasan

penilaian hakim disini ialah kebebasan yang harus dapat

dipertanggungjawabkan dan bukan merupakan tindakan

kesewenang-wenangan hakim.

2) Keterangan Ahli

Dalam Pasal 1 angka 28 KUHAP dijelaskan bahwa

“Keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan oleh

(21)

diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”. Dari pengertian itu maka

dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ahli

adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam

suatu bidang tertentu, yang dalam hal ini, berkaitan

dengan perkara pidana yang sedang diperiksa oleh

pengadilan. Seorang ahli dalam memberikan keterangan

sesuai dengan bidangnya di suatu persidangan haruslah

berada di bawah sumpah sesuai dengan syarat sahnya alat

bukti keterangan ahli. Keterangan ahli sebagai alat bukti

adalah keterangan yang diberikan oleh seorang ahli secara

lisan di depan persidangan. Apabila seorang ahli di bawah

sumpah telah memberikan keterangan tertulis di luar

persidangan dan keterangan tersebut dibacakan di depan

sidang pengadilan, keterangan ahli tersebut merupakan

alat bukti surat.38

3) Surat

Surat adalah kertas yang bertuliskan buah pikiran

atau perasaan seseorang. Karakteristik surat yang dapat

dijadikan sebagai alat bukti yang sah diatur dalam Pasal

187 KUHAP yaitu surat yang dibuat atas sumpah jabatan,

atau surat yang dikuatkan dengan sumpah. Dengan kata

lain, surat yang dapat digunakan sebagai alat bukti adalah

(22)

surat yang isi maupun keterangan di dalamnya dibuat atas

sumpah jabatan dan dikeluarkan oleh pejabat yang

berwenang secara resmi. Adapun berdasarkan Pasal 187

KUHAP, surat yang dapat digunakan sebagai alat bukti,

adalah:

a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang

dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau

yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan

tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat

atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan

yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.

b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh

pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata

laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang

diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau

sesuatu keadaan.

c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat

pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu

hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi

daripadanya.

d) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada

hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang

(23)

4) Petunjuk

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian, atau keadaan,

yang diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan

keterangan terdakwa, yang karena persesuaiannya, baik

antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak

pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu

tindak pidana dan siapa pelakunya.39 Menurut Pasal 188

ayat (3) KUHAP, penilaian atas kekuatan pembuktian dari

suatu petunjuk dilakukan oleh hakim dengan arif lagi

bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan

penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati

nuraninya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh hakim disini

ialah pemeriksaan yang dilakukan selama persidangan,

maka dengan kata lain penilaian hakim terhadap petunjuk

yang dilakukan diluar persidangan tidak dapat dijadikan

sebagai dasar pembuktian dalam pertimbangan hakim.

5) Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa

nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau

yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri ( Pasal 189 ayat

(1) KUHAP). Keterangan terdakwa tidak harus selalu

berbentuk pengakuan terdakwa atas perbuatan yang

(24)

dilakukannya, keterangan terdakwa juga dapat berupa

penyangkalan dari terdakwa terhadap perbuatan yang

didakwakan atas dirinya. Keterangan terdakwa baru dapat

dikatakan alat bukti apabila keterangan yang ia berikan

dalam persidangan tersebut merupakan keterangan atas

perbuatan yang ia lakukan sendiri, apa yang ia ketahui

sendiri, dan apa yang ia alami sendiri. Sesuai dengan

prinsip pembuktian yang dijelaskan dalam Kedudukan

keterangan terdakwa sebagai alat bukti tidak dapat berdiri

sendiri meskipun keterangan terdakwa yang diberikan

dalam persidangan merupakan pengakuan terdakwa bahwa

ia memang melakukan perbuatan yang didakwakan

kepadanya. Keterangan tersebut, meskipun berupa

pengakuan dari terdakwa, tetap harus didukung oleh alat

bukti lainnya yang menunjukkan bahwa memang terdakwa

telah bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan

kepadanya. Hal ini sesuai dengan prinsip pembuktian yang

diatur dalam Pasal 183 KUHAP.

4.

Teori Pertimbangan Hakim

Hakim adalah pejabat Peradilan Negara yang diberi wewenang

oleh undang-undang untuk mengadili (Pasal 1 angka 8 KUHAP).

Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima,

(25)

jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan (Pasal 1 angka 9 KUHAP). Dalam melaksanakan proses mengadili, seorang hakim

tetap harus memperhatikan tiga asas peradilan yaitu sederhana, cepat,

dan biaya ringan. Pengertian hakim di Indonesia kemudian diatur

lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman. Pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang

Kekuasaan Kehakiman dikatakan bahwa

“Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut”.

Tugas hakim secara normatif diatur dalam

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 yaitu:

a. Mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan

orang.

b. Membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala

hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang

sederhana, cepat dan biaya ringan.

c. Menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup dalam masyarakat.

d. Tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan

(26)

hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk

memeriksa dan mengadilinya.

e. Memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum

kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan apabila

diminta.

Sebagai bentuk akhir dari proses mengadili, hakim kemudian

mengeluarkan produk hukum yaitu putusan. Putusan hakim, dalam

perkara pidana, adalah putusan yang diucapkan oleh hakim karena

jabatannya dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk

umum setelah melakukan proses dan prosedural hukum acara pidana

pada umumnya berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan

dari segala tuntutan hukum dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan

penyelesaian perkaranya.40

Putusan hakim berisi pertimbangan-pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan sanksi pidana berdasarkan proses pemeriksaan fakta dan

bukti yang dihadirkan dalam persidangan. Seorang hakim apabila

ingin menjatuhkan putusan yang baik dalam memberikan

pertimbangannya harus berdasarkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang

terungkap dalam persidangan dan juga harus sesuai dengan ketentuan

undang-undang yang berlaku tanpa terkena pengaruh atau intervensi

dari pihak-pihak luar.

(27)

Tujuan dari dijatuhkannya sanksi pidana dalam suatu putusan

hakim adalah untuk mencegah masyarakat melakukan hal yang sama

seperti apa yang telah dilakukan oleh pelaku tindak pidana, dengan

adanya penjatuhan sanksi pidana tersebut diharapkan masyarakat akan

merasa takut untuk melakukan tindak pidana. Adapun tujuan lain dari

penjatuhan sanksi pidana dalam suatu putusan adalah untuk membuat

efek jera terhadap pelaku tindak pidana sehingga mereka tidak akan

mengulangi perbuatannya lagi.

Dalam Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 dikatakan “Kekuasaan

kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah kekuasaan

yang bebas dari pengaruh pihak manapun dalam mengadili dan

menegakkan hukum.41 Hakim memiliki kebebasan untuk memberikan

pertimbangan dan menjatuhkan suatu putusan pengadilan sesuai

dengan kewenangannya. Kebebasan hakim dalam memberikan

pertimbangan dan menjatuhkan putusan dalam proses peradilan

pidana terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang

menyatakan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib

menjaga kemandirian peradilan dan segala campur tangan dalam

urusan peradilan oleh pihak lain luar kekuasaan kehakiman dilarang,

kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam UUD RI Tahun

(28)

1945. Secara kontekstual ada tiga esensi yang terkandung dalam

kebebasan hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman yaitu:42

a. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan.

b. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi

atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim.

c. Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam

menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya.

Akan tetapi, kebebasan dalam konsep kekuasaan hakim

bukanlah suatu kebebasan mutlak. Kebebasan disini adalah kebebasan

yang bertanggung jawab dan tidak boleh melanggar dan merugikan

kebebasan orang lain. Kebebasan seorang hakim terbagi dalam dua

jenis yaitu kebebasan eksistensial hakim dan kebebasan sosial hakim.

Kebebasan eksistensial adalah kebebasan hakiki yang dimiliki oleh

setiap manusia tanpa melihat predikat yang melekat padanya. Pada

profesi hakim kebebasan eksistensial menegaskan bahwa seorang

hakim harus mampu menentukan dirinya sendiri dalam membuat

putusan pengadilan.43 Sementara itu, kebebasan sosial merupakan

ruang gerak bagi kebebasan eksistensial, kita hanya dapat menentukan

sikap dan tindakan kita sendiri sejauh orang lain membiarkan kita.44

Meskipun diberi kebebasan, namun dalam memberikan

pertimbangan seorang hakim juga harus melihat pada hasil

42

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif , Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hlm. 104

43 H. Ahmad Kamil, Filsafat Kebebasan Hakim, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2012, Hlm. 170

(29)

pemeriksaan di sidang pengadilan dan tindak pidana apa yang

dilakukan seseorang serta keadaan-keadaan atau faktor-faktor apa saja

yang meliputi perbuatannya tersebut.45 Sosok hakim seringkali

dianggap sebagai sosok wakil Tuhan di bumi, karena hakim

merupakan tempat akhir bagi masyarakat yang ingin mendapatkan

penyelesaian atas masalahnya dan juga merupakan tujuan akhir bagi

masyarakat yang ingin mencari dan mendapatkan keadilan yang

hakiki. Oleh karena itu, meskipun hakim mempunyai kebebasan untuk

memberikan pertimbangan dan menjatuhkan putusan sesuai dengan

keyakinannya, akan tetapi dalam melakukan tugasnya seorang hakim

tidak boleh berpihak kecuali kepada kebenaran dan keadilan, serta

nilai-nilai kemanusian.46 Hakim dalam menjatuhkan putusan harus

mempertimbangkan beberapa hal, yaitu:47

a. Pertimbangan yang Bersifat Yuridis

“Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fa ktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh undang-undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis di antaranya:

1) Dakwaan jaksa penuntut umum 2) Keterangan saksi

3) Keterangan terdakwa 4) Barang-barang bukti

5) Pasal-Pasal dalam Undang-Undang.”

45 Lilik Mulyadi, Kekuasaan Kehakiman, Surabaya, Bina Ilmu, 2007, Hlm. 63

46 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana , Bandung, PT Citra Aditya Bhakti, 1996, Hlm. 2

47

(30)

b. Pertimbangan yang bersifat non yuridis

Selain pertimbangan yang bersifat yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis. Pertimbangan yang bersifat non yuridis yaitu:

1) Akibat perbuatan terdakwa

2) Kondisi diri terdakwa.”

Pada dasarnya, terdapat beberapa teori pendekatan yang

digunakan oleh hakim di dalam pertimbangannya, yaitu:48

a. Teori Keseimbangan

“Teori keseimbangan adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan dan berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.”

b. Teori Pendekatan Intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi, dalam menjatuhkan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana.”

c. Teori Pendekatan Keilmuan

”Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara

(31)

sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara,hakim tidak boleh semata -mata atas dasar intuisi atau insting semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus di putusnya.

d. Teori Pendekatan Pengalaman

“Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang di hadapinya setiap hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagai mana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban, maupun masyarakat.”

e. Teori Ratio Decidendi

“Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang lebih relevan dengan pokok perkara yang di sengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan.”

Namun, tugas hakim dalam mengadili seseorang tidak hanya

semata-mata memberikan pertimbangan dalam putusannya. Seorang

(32)

haruslah benar-benar melihat dari fakta-fakta yang dihadirkan dalam

persidangan apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang

dituduhkan kepadanya, apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu

merupakan tindak pidana dan apakah terdakwa tersebut bersalah dan

dapat dipidana, serta apakah pidana yang dijatuhkan telah tepat jika

memang terdakwa terbukti melakukan tindak pidana. Hal ini bertujuan

agar hakim pada saat menjatuhkan putusan dalam persidangan,

putusan tersebut kemudian dapat menjadi putusan yang tepat sesuai

dengan peraturan perundangan dan juga agar putusan tersebut dapat

menciptakan keadilan yang dapat dirasakan oleh seluruh pihak yang

terlibat dalam suatu perkara.

B.

Hasil Penelitian

1.

Fakta Persidangan

a.

Kasus Posisi

Pada hari Minggu, tanggal 30 Juli 2013, sekitar jam 10.00

WIB, terdakwa 1 Andro Supriyanto als. Andro dan terdakwa 2

Nurdin Prianto als. Benges baru saja pulang ke Cipulir setelah

malam sebelumnya para terdakwa bermalam di rumah

kerabatnya (rumah saksi Fransiska als Mak Parung) di Parung.

Para terdakwa ketika sampai di bawah kolong jembatan Cipulir

melihat korban di bawah kolong jembatan Cipulir terluka parah

(33)

wajah, pelipis, leher dan belakang telinga dan ketika ditanya

oleh terdakwa 1, Andro Supriyanto, korban yang bernama Diky

Maulana mengaku mencuri motor dan habis di todong serta

dikeroyok. Terdakwa 1, Andro Supriyanto, sempat menawarkan

untuk mengantar korban ke rumah sakit namun korban tidak

mau dan minta diantar ke kantor Polisi namun Terdakwa dan

yang lain takut mengantar ke kantor Polisi. Korban lalu meminta

diberikan air minum oleh para terdakwa, setelah itu para

terdakwa kemudian pergi mengamen.

Siangnya, pada saat para terdakwa selesai mengamen dan

kembali ke kolong jembatan Cipulir, para terdakwa menemukan

korban telah meninggal dunia, lalu terdakwa 1 yaitu Andro

Supriyanto bersama dengan dua saksi lainnya melaporkan

kepada anggota polisi (saksi Jaidi Pendi) yang pada saat itu

sedang keliling menjalankan tugas BIMAS dan hendak mampir

di Pasar Cipulir sekitar pukul 13.00 WIB, karena merasa curiga

dengan penjelasan terdakwa yang lancar dan kompak kemudian

saksi Jaidi Pendi sengaja menahan dan mengajak ngobrol

terdakwa hingga petugas Polsek dan Polres datang. Setelah

petugas Polsek dan Polres datang, saksi Jaidi Pendi kemudian

menyerahkan terdakwa Andro dan mengatakan bahwa terdakwa

adalah saksi kunci, setelah itu terdakwa kemudian dibawa ke

kantor polisi untuk diperiksa sebagai saksi sedangkan korban

(34)

Fatmawati untuk kemudian dilakukan pemeriksaan visum et

repertum yang dimana hasil Visum et Repertum yang dibuat dan

ditandatangani oleh dokter Andriani SpF Dokter ahli forensik

pada Instalasi Forensik dan Perawatan Jenazah RSUP Fatmawati

Jln RS Fatmawati Cilandak Jakarta Selatan tanggal 05 Juli 2013

tanggal nomor : HK.05.01/II.1/919/2013 Atas nama mayat

DICKY MAULANA tersebut, dengan kesimpulan bahwa

pememeriksaan mayat seorang laki- laki berumur lebih kurang

tujuh belas tahun, ditemukan luka terbuka pada dada kiri bawah

depan sedalam Sembilan belas koma lima sentimeter yang

menembus lambung dada hati serta pendarahan sebanyak 700 cc

akibat kekerasan tajam (tusuk) yang menyebabkan kematian,

perkiraan saat kematian adalah kurang dari dua putuh empat jam

dari saat pemeriksaan jenazah.

Pada saat pemeriksaan di kepolisian, para terdakwa dan

beserta saksi mahkota lainnya yaitu Fikri Pribadi, Bagus

Firdaus, Fatahillah, Arga Putra Samosir, yang sebelumnya

berstatus sebagai saksi mengatakan bahwa malam sebelum nya

terdakwa ada di Parung di rumah emak waktu itu bersama

Nurdin dan baru pulang ke Cipulir keesokan harinya.

bersama-sama dengan Andro, Bagus, Fatahillah, Fikri, Ucok dan OKI

melihat seorang pria di bawah kolong jembatan Cipulir terluka

parah dengan banyak bekas sayatan pisau dan golok pada bagian

(35)

teman-teman berniat menolong tetapi polisi tidak percaya. Pada

saat pemeriksaan para terdakwa mengaku dipukuli, disetrum,

dan diminta mengaku bahwa para terdakwa telah membunuh

korban hingga akhirnya para terdakwa mengaku karena sudah

tidak tahan dipukuli. Namun keterangan para terdakwa dan saksi

mahkota dalam pemeriksaan tersebut dicabut pada saat para

terdakwa dan saksi memberikan keterangan di pengadilan, para

terdakwa mengatakan bahwa pada saat pemeriksaan di

kepolisian dan di BAP mereka terpaksa mengaku karena takut

disiksa lagi.

Pada saat persidangan, penasehat hukum para terdakwa

mendatangkan saksi alibi yaitu saksi Fransiska als Mak Parung

yang memberikan keterangan bahwa pada malam sebelum

ditemukannya korban, para terdakwa bermalam di rumahnya

dan baru pulang ke Cipulir keesokan harinya dan penasehat

hukum juga mendatangkan saksi Iyan Pribadi yang memberikan

keterangan bahwa saksi mengetahui perkara ini karena para

terdakwa tidak pernah melakukannya karena yang melakukan

(36)

b.

Hasil Pemeriksaan Saksi

1) Saksi dari Jaksa Penuntut Umum:

a) Saksi Rasma dan Saksi Dominggus Ie Manu (anggota kepolisian Polda Metro Jaya):

- Bahwa saksi tidak kenal dengan para Terdakwa

- Bahwa saksi pernah diperiksa oleh Penyidik dan keterangan yang diberikan dalam Berita Acara Pemeriksaan adalah benar dan tidak ada perubahan.

- Bahwa saksi tidak pernah ikut serta memeriksa para Terdakwa

- Saksi mendengar pengakuan dari para terdakwa yang membunuh korban adalah para terdakwa ketika terdakwa diperiksa bersama temannya yang lain dan mendapatkan informasi bahwa pelakunya adalah para terdakwa dari penyidik.

- Bahwa berdasarkan pengakuannya terdakwa andro menusuk di bagian rusuk dan terdakwa Nurdin menusuk bagian leher alat yang di gunakan pisau lipat.

- Bahwa ketika di lakukan pemeriksaan di tempat kejadian di ketemukan sebilah golok bergagang kayu dan potongan kayu dan saksi membenarkan barang bukti yang diperlihatkan kepadanya berupa golok dan sebilah kayu ada pada tempat kejadian.

b) Saksi Jaidi Pendi dan saksi Dwi Kusmanto (anggota Polsek Kebayoran Lama):

- Bahwa saksi sebelumnya tidak kenal dengan para Terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga.

(37)

- Bahwa saksi pernah di periksa di penyidik daan semua keterangan yang di muat di berita penyidikan betul semua.

- Bahwa terdakwa Andro bersama 2 temannya yang saat itu masih berstatus sebagai saksi di bawa ke Polsek Kebayoran Lama selanjutnya saksi di perintahkan terdakwa dan 2 orang temannya tersebut di bawa ke Polda dan saksilah yang mengantarkan setelah itu saksi tidak mengetahui perkembangan selanjutnya karena kejadian tersebut telah di tangani oleh Polda.

- Bahwa saksi tidak pernah melihat pengeroyokan dan pembunuhan terhadap korban karena saat tiba di TKP sudah meninggal.

c) Saksi Fikri Pribadi, Saksi Bagus Firdaus als PAU, Saksi Fatahillah als FATA, dan Saksi Arga Putra Samosir als UCOK:

- Bahwa saksi kenal dengan para terdakwa tetapi saksi tidak ada hubungan keluarga.

- Bahwa saksi tidak kenal dengan korban.

- Bahwa saksi pernah diperiksa oleh Penyidik namun keterangan yang diberikan dalam Berita Acara Pemeriksaan Penyidik tidak benar.

- Bahwa keterangan yang saksi sampaikan di penyidik pada intinya para terdakwa melakukan pengeroyokan dengan cara menusuk korban dengan memakai pisau lipat.

- Bahwa keterangan yang diberikan di depan Penyidik hanya karangan karena saksi takut disiksa lagi.

- Bahwa saksi sebelum memberikan keterangan disiksa oleh petugas Polisi dengan cara dipukul, diinjak, ditendang, dan dipaksa untuk mengaku kalau melakukan pembunuhan terhadap korban.

(38)

bersama-sama dengan Fata, Oky, Wazis, Nurdin dan Isep dan baru pulang keesokan paginya.

- Bahwa saksi bersama-sama dengan Nurdin, Fata, Ucok, Fata, Fau, Fauzan, Oky serta terdakwa Andro melihat korban DICKY MAULANA dan masih dalam keadaan hidup.

d) Saksi Jubirin Ginting , SH, dan Saksi Suhartono, SH (saksi verbalisan):

- Bahwa saksi sebelumnya tidak kenal dengan para terdakwa dan tidak ada hubungan keluarga.

- Bahwa saksi adalah anggota polisi yang bertugas memeriksa terdakwa Nurdin dan Andro serta saksi Ucok, saksi Fikri Pribadi dan saksi Fataillah.

- Bahwa para terdakwa diperiksa di ruang pemeriksaan yang terbuka secara bersama-sama dengan terdakwa lainnya namun oleh petugas pemeriksa yang berbeda.

- Bahwa selama pemeriksaan, Terdakwa tidak ditekan, tidak dipaksa ataupun diarahkan oleh yang memeriksa dan tidak ada tindakan kekerasan maupun penyetruman.

- Bahwa Terdakwa memberikan keterangan sendiri secara bebas dengan cara saksi mengajukan pertanyaan dan dijawab oleh Terdakwa.

- Bahwa Terdakwa sebelum membubuhkan cap jempol, dibacakan dulu keterangan yang sudah diberikan.

- Bahwa waktu di beriksa terdakwa mengakui perbuatannya dan saksi rekam.

(39)

2) Saksi dari Penasehat Hukum:

a) Saksi Ustadzi Wasis:

- Bahwa terdakwa kenal dengan para terdakwa sebagai teman tetapi tidak ada hubungan keluarga.

- Bahwa saksi tidak kenal dengan korban

- Bahwa saksi bertemu Dicky Maulana pada Dicky dibunuh oleh mereka bertiga Brengos dan Jubai.

- Bahwa saat kejadian saksi Rere ada di parung bersama dengan Nurdin.

- Bahwa terdakwa Andro, Fatah, Ucok, Vera dan yang lainnya pada malam minggu pernah menginap di rumah saksi Fransiska di Parung sedangkan untuk terdakwa Nurdin satu kereta tetapi pisah di stasiun sampai di Parung sekitar jam 10 malam.

- Bahwa keesuk harinya mereka pulang naik kereta sekitar jam 7.20 an pagi.

(40)

lalu saksi tanya kenapa minta maaf dia bilang ikut melakukan, terus saksi tanya siapa saja dia bilang Brengos dan Jubai.

c) Saksi Fauzan Kazim, Saksi Isep Febristanda, Saksi Sharvera Kumar Ananda, dan Saksi Fauzan als masih dalam keadaan hidup.

- Bahwa kayu barang bukti yang di perlihatkan di persidangan tidak ada di tempat kejadian.

- Bahwa golok yang di ajukan di persidangan tetapi tidak ada hubungan keluarga.

- Bahwa saksi mengetahui perkara ini karena para terdakwa tidak pernah melakukannya karena yang melakukan adalah teman saksi yang bernama Jubay dan Brengos.

- Bahwa yang di bunuh bernama Dicky Maulana

(41)

- Bahwa cara mengajak si korban ngajakin nodong trus, selanjutnya saksi pergi sama Brengos dan korban sama Jubay naik motornya korban

- selanjutnya sampai di kolong jembatan korban masuk kedalam kolong bersama Jubay dan Brengos, sedangkan saksi nunggu di atas untuk melihat security.

- Bahwa tidak berapa lama kemudian Brengos naik keatas, tangannya ke bacok dan saksi di suruh menemani ke rumah sakit sedang si Jubay masih di kolong

- Bahwa saksi tanya sama Brengos kenapa luka karena kebacok sendiri ketika bacok korban.

- Bahwa saksi setelah dari rumah sakit nongkrong di gang lahap ketemu sama Jubay dan waktu itu Jubay bilang Diki udah dimatiin.

- Bahwa ketika Brengos bunuh korban saksi tidak tahu saksi hanya di beritahu oleh Brengos dan waktu memberitahu Brengos dan Jubay dalam keadaan mabuk demikian juga saksi juga dalam keadaan mabuk.

2.

P e r b a n d i n g a n T u n t u t a n , P e m b e l a a n , d a n

P e r t i mb a n g a n H a ki m d a l a m P u t u s a n T i n g ka t

Pertama,Banding, dan Kasasi

Perbandingan putusan tingkat pertama, banding, dan kasasi akan

(42)

59

Tabel 1. Tuntutan dan Memori Kasasi Penuntut Umum:

Tuntutan Penuntut Umum dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Nomor:1273/Pid.B/2013/PN.Jkt Sel

Memori Banding Penuntut Umum dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

Nomor:50/PID/2014/PT.DKI

Memori Permohonan Kasasi Penuntut Umum dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor:

1055K/PID/2014

Isi dari tuntutan penuntut umum pada pokoknya yaitu:

 Menyatakan para terdakwa Nurdin

Prianto Als Benges dan Andro Suprianto alias Andro terbukti bersalah melakukan tindak pidana Pembunuhan yang dilakukan secara bersama sama sebagaimana diatur dan di ancam pidana dalam pasal 338 KUHP Jo. Pasal 55 ayat 1 ke. 1 KUHP.

 Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa masing-masing 13 (tiga belas ) tahun di kurangi selama para

terdakwa berada dalam tahanan

dengan perintah agar para terdakwa tetap di tahan.

 Menyatakan barang bukti pakaian

korban yaitu 1 (satu) buah kaos tanpa lengan dengan warna biru tua bertuliskan Es 1 (satu) buah celana dalam warna hitam coklat merk Decimen , 1 (satu) buah sweter

berwarna hitam lengan panjang

Barghest, 1 (satu) buah celana jeans warna biru tua, 6 (enam) buah gelang karet warna hitam, 1 (satu) gelang tali, 4 (empat) buah cicin warna hitam

Isi dari materi permohonan kasasi penuntut umum pada pokoknya yaitu:

 Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menjatuhkan putusan atas

nama Terdakwa I ANDRO

SUPRIYANTO alias ANDRO dan

Terdakwa II NURDIN PRIANTO alias BENGES yang amarnya berbunyi seperti tersebut di atas, dalam memeriksa dan

mengadili perkara tersebut telah

melakukan kekeliruan, dimana putusan Majelis Hakim tersebut bukanlah bebas murni, dengan alasan:

1. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan

Tinggi DKI Jakarta dalam

putusannya tidak

mempertimbangkan fakta-fakta

yang terungkap di muka

persidangan secara utuh

berdasarkan berkas perkara, barang bukti, surat dakwaan, surat tuntutan, nota pembelaan (Pledoi Para Terdakwa) dan Salinan

Putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan

Nomor:1273/Pid.B/2013/PN.jkt.S el tanggal 16 Januari 2014

(43)

60 putih di kembalikan kepada yang

berhak sedangkan yang lainnya

semuanya di rampas untuk di

musnahkan.

 Menetapkan supaya masing-masing

terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 2000 (dua ribu))

DKI Jakarta dalam memutus perkara atas nama Terdakwa ANDRO SUPRIYANTO alias ANDRO dan Terdakwa NURDIN PRIANTO alias BENGES hanya didasari atau menyadur dari isi Memori Banding dari Kuasa Hukum Para dan keterangan Para Saksi a de charge yang diajukan oleh kuasa hukum Para Terdakwa

dalam pemeriksaan materi

perkara di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

sebagaimana pertimbangan

hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dari halaman 13 s/d halaman 16.

3. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam memutus perkara a quo hanya didasari atas

keyakinan Hakim terhadap

penyangkalan Para Terdakwa

tidak melakukan pembunuhan

terhadap korban secara

bersamasama sehingga

mengakibatkan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah salah dan keliru dalam

menguraikan pertimbangan

hukumnya.

4. Bahwa dalam pertimbangan

hukumnya Majelis Hakim

(44)

61

hanya mempertimbangkan

keterangan atau pengakuan dari

Para Terdakwa saja tanpa

mempertimbangkan keterangan

Saksi-Saksi lainnya dan alat bukti lainnya.

5. Bahwa keterangan Tersangka

atau Terdakwa tidak memiliki

kekuatan pembuktian

sebagaimana ketentuan Pasal 52 KUHAP dan Pasal 66 KUHAP.

6. Bahwa untuk membuktikan

kebenaran materil perkara a quo,

seharusnya Majelis Hakim

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mendengar sendiri keterangan Terdakwa atau Saksi-Saksi atau

Penuntut Umum dengan

menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka

tentang apa yang ingin

diketahuinya. Akan tetapi Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI

Jakarta tidak pernah

melakukannya sebagaimana

ketentuan Pasal 238 Ayat (4) KUHAP, melainkan langsung memutus perkara a quo dan berpendapat Para Terdakwa tidak terbukti melakukan pembunuhan

secara bersama-sama

(45)

62

Tabel 2. Pembelaan dan Memori Banding Penasehat Hukum:

Pembelaan Penasehat Hukum Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Nomor:1273/Pid.B/2013/PN.Jkt Sel

Memori Banding Penasehat Hukum Dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

Nomor:50/PID/2014/PT.DKI

Memori Kasasi Penasehat Hukum Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor:

1055K/PID/2014

Isi dari pembelaan penasehat hukum pada pokoknya yaitu:

 Bahwa berkas perkara tidak layak di jadikan dasar untuk merumuskan surat dakwaan dan surat tuntutan.

 Penyidikan bertentangan dengan

hukum sehingga mengakibatkan berita

acara pemeriksaan cacat hukum

sehingga dengan demikian berita acara pemeriksaan, surat dakwaan dan surat tuntutan batal demi hukum sehingga tidak dapat di jadikan dasar untuk memenjarakan terdakwa.

 Penuntut umum tidak profesional dan tidak cermat, pertama BAP tidak di

buat sesuai dengan ketentuan

KUHAP, kedua penuntut umum membuat surat tuntutan yang tidak berdasarkan fakta yang muncul di

persidangan hanya berlandasan

kepada BAP yang cacat , selain itu ada banyak juga fakta hukum yang terungkap di persidangan tidak di pakai penuntut umum sebagai dasar untuk melakukan penuntutan sehingga penuntut umum telah melakukan pelanggaran hukum pasal 185 ayat 1 KUHAP

Isi dari memori banding penasehat hukum pada pokoknya yaitu:

 Persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berjalan dengan tidak berimbang, tidak obyetif dan tidak adil. Persidangan dipenuhi dengan pelanggaran hukum acara maupun

peraturan perundangan-undangan

yang berlaku. Hal tersebut

mengakibatkan fakta hukum kasus ini menjadi kabur, kebenaran materil kasus ini menjadi tertutupi. Hak-hak mendasar Para Terdakwa terlanggar, akibatnya Para Terdakwa menjadi sangat dirugikan dengan putusan yang

diambil oleh Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Berbagai kelemahan maupun

ketidakakuratan pertimbangan yang dilakukan oleh hakim dalam kasus ini menunjukkan bahwa pada dasarnya para terdakwa telah dituduh dan

dipaksa mengakui melakukan

perbuatan pidana yang tidak pernah

dilakukannya.Perlu dilakukan

pemeriksaan ulang perkara No.

(46)

63

 Bahwa penuntut umum telah

melakukan kekeliruan dengan

mendakwa para terdakwa yang bukan orang yang melakukan tindak pidana pembunuhan yang di lakukan secara

bersama-sama maupun secara

bersama-sama di muka umum

melakukan kekerasan terhadap orang yang menyebabkan matinya orang dengan demikian para terdakwa harus di bebaskan dari segala tuntutan

 Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas mohon kepada majleis hakim

yang memeriksa dan mengadili

perkara ini memutuskan:

1. Menerima nota pembelaan

(pledooi) penasehat hukum dan para terdakwa secara keseluruhan.

2. Menyatakan berita acara

pemeriksaan (BAP) polisi batal demi hukum.

3. Menyatakan menolak

dakwaan dan / atau tuntutan secara keseluruhan.

4. Menyatakan bahwa terdakwa I Andro Supriyono als Andro

dan terdakwa II Nurdin

Priyanto als Benges tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan secara

bersama-sama sebagaimana

(47)

64 diatur dalam pasal 338 Jo.

Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP maupun tindak pidana secara bersama-sama di muka umum

melakukan kekerasan

terhadap orang yang

menyebabkan matinya orang sebagaimana di atur dalam pasal 170 ayat (2) ke 3 KUHP

5. Membebaskan terdakwa I

Andro Supriyanto als Andro

dan terdakwa II Nurdin

Priyanto als Benges dari

segala tututan hukum

(Vrijspraak).

6. Menyatakan agar terdakwa I Andro Supriyanto als Andro

dan terdakwa II Nurdin

Priyanto als Benges segera di keluarkan dari tahanan setelah

putusan Pengadilan di

ucapkan dalam persidangan. 7. Memulihkan hak terdakwa I

Andro Supriyanto als Andro

dan terdakwa II Nurdin

Priyanto als Benges dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. 8. Membebankan biaya perkara

kepada negara menurut

(48)

65

Tabel 3. Putusan dan Pertimbangan Hakim:

Pertimbangan Hakim Dalam

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor:1273/Pid.B/2013/PN.Jkt Sel

Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

Nomor:50/PID/2014/PT.DKI

Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor:

1055K/PID/2014

Pertimbangan hakim PN pada pokoknya yaitu: - Bahwa akan dipertimbangkan terlebih

dahulu dakwaan primair Pasal 338 Jo 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP yang unsur-unsurnya yaitu barang siapa; dengan sengaja menghilangkan nyawa orang serta dapat dipertanggung

jawabkan terhadap

perbuatannya.

 Bahwa di persidangan telah dihadapkan terdakwa I Andro Supriyanto alias Andro dan terdakwa II Nurdin Prianto als

Benges yang identitasnya

tersebut dalam surat dakwaan

JPU dan para terdakwa

membenarkan identitas tersebut dalam pemeriksaan identitas di persidangan dan para terdakwa dalam keadaan sehat jasmani

rohani selama dalam

pemeriksaan di persidangan

 Bahwa berdasarkan uraian

Pertimbangan hakim tinggi pada pokoknya yaitu:

- Bahwa saksi-saksi yang diajukan oleh penuntut umum tidak seorang pun

yang melihat/mengetahui secara

langsung terdakwa-terdakwa

melakukan pembunuhan bahkan

terdakwa-terdakwa menyangkal keras telah melakukan pembunuhan atau

kekerasan yang menyebabkan

meninggalnya korban Diky Maulana, lagipula tidak ada alat bukti lain yang dapat dipergunakan untuk memperoleh petunjuk untuk meyakinkan hakim tentang adanya kesalahan terdakwa-terdakwa.

- Bahwa keterangan dari saksi-saksi yang diajukan oleh penasihat hukum para terdakwa telah terungkap fakta hukum yang melakukan pembunuhan atau kekerasan yang menyebabkan meninggalnya Diky Maulana bukan dilakukan oleh terdakwa-terdakwa.

- Bahwa dari pertimbangan diatas,

majelis hakim tingkat banding

berpendapat terdakwa-terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

Pertimbangan hakim agung pada pokoknya yaitu:

- Bahwa alasan-alasan kasasi dari

pemohon kasasi/penuntut umum

tidak dapat dibenarkan karena Judex

Facti telah salah dalam menerapkan

hukum, bahwa Judex Facti

(49)

66 tersebut majelis berpendapat

unsur ke 1 telah terpenuhi. - Unsur dengan sengaja menghilangkan

nyawa orang lain:

 Bahwa yang dimaksud dengan sengaja adalah suatu perbuatan

yang dilakukan dengan

kesadaran dari pelaku, bahwa perbuatan yang dilakukan akan

menimbulkan akibat yang

merupakan tujuan dari sipelaku.

 Bahwa berdasarkan fakta

persidangan pada hari Minggu tanggal 30 Juni 2013 sekitar pukul 08.00 WIB di bawah

kolong jembatan Cipulir,

Jakarta Selatan, telah

ditemukan korban yang sudah

dalam keadaan meninggal

dunia seorang bernama Diky

Maulana, berdasarkan

keterangan saksi-saksi, para terdakwa bersepakat mengajak korban Diky Maulana ke bawah

jembatan Cipulir Jakarta

Selatan untuk memberi

pelajaran dengan kalimat kita gulung/sekolahin korban Diky Maulana.

 Bahwa hasil pemeriksaan

mayat dalam Visum Et

Repertum No;

HK.05.01/11.1/919/2013

sebagaimana didakwakan dalam

dakwaan primair

- Bahwa sejalan dengan pertimbangan dakwaan primair diatas bahwa tidak ada satu saksi pun yang melihat perbuatan terdakwa-terdakwa yang

melakukan pembunuhan atau

kekerasan terhadap korban Diky Maulana dan tidak ada alat bukti lainnya yang membuktikan adanya

kesalahan terdakwa-terdakwa

sedangkan terdakwa-terdakwa

menyangkal keras sehingga majelis hakim berpendapat dan berkesimpulan

bahwa terdakwa-terdakwa tidak

terbukti pula melakukan tindak pidana

sebagaimana dalam dakwaan

subsidair.

- Bahwa oleh karena terdakwa-terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana baik dalam dakwaan primair maupun dakwaan subsidair penuntut umum, maka terdakwa-terdakwa haruslah dibebaskan dari seluruh dakwaan penuntut umum tersebut, dan selanjutnya memulihkan

terdakwa-terdakwa dalam

kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya.

dengan tepat dan benar oleh Judex

Facti pengadilan tinggi.

- Bahwa karenanya permohonan

pemohon kasasi/penuntut umum

harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum dan permohonan kasasi ditolak.

- Bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-Undang maka permohonan kasasi dari pemohon kasasi/penuntut umum tersebut harus ditolak.

- Bahwa oleh karena permohonan

(50)

67 tanggal 5 Juli 2013 atas nama

mayat Diky Maulana dengan

kesimpulan bahwa mayat

seorang laki-laki berumur lebih kurang 17 tahun ini ditemukan luka terbuka pada dada kiri bawah depan sedalam19,5cm yang menembus lambung dada hati serta pendarahan sebanyak

700cc akibat kekerasan

tajam(tusuk) yang

menyebabkan kematian,

perkiraan saat kematian adalah kurang dari 24 jam dari saat pemeriksaan jenazah.

 Bahwa di persidangan para

terdakwa tidak mengakui

perbuatannya dan menurut

keterangan saksi-saksi dari para terdakwa dan keterangan para terdakwa pelaku pembunuhan terhadap korban Diky Maulana

bukan para terdakwa,

keterangan para terdakwa

dalam BAP penyidik hanya

merupakan karangan saja

karena para terdakwa

mengalami kekerasan fisik maupun psikhis.

 Bahwa sesuai dengan

keterangan saksi yang diajukan

oleh para terdakwa yang

(51)

68 saksi Iyan diberitahu oleh

Brengos dan Jubay bahwa yang

membunuh korban Diky

Maulana adalah Brengos dan

Jubay, tetapi pada saat

pemberitahuan tersebut baik Brengos dan Jubay serta saksi Iyan dalam keadaan mabuk dan saksi Iyan sendiri juga tidak mengetahui sendiri kejadian pembunuhan terhadap korban

Diky Maulana, sehingga

keterangan saksi menurut

majelis hakim tidak dapa dijadikan dasar bahwa yang

membunuh korban adalah

Jubay dan Brengos sehingga keterangan saksi Iyan tersebut

tidak dapat

dipertanggungjawabkan

kebenarannya dan untuk itu harus dikesampingkan.

 Bahwa terhadap keterangan

saksi yang diajukan oleh para

terdakwa semuanya

teman-teman para terdakwa yang tentunya akan membela para terdakwa dan keterangannya saling bertentangan dengan

fakta sehingga dengan

Gambar

Tabel 1. Tuntutan dan Memori Kasasi Penuntut Umum:
Tabel 2.  Pembelaan dan Memori Banding Penasehat Hukum:
Tabel 3. Putusan dan Pertimbangan Hakim:

Referensi

Dokumen terkait

Desa Adi Jaya Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah sudah menerima alokasi dana desa sejak tahun 2015 untuk mewujudkan pengelolaan keuangan desa yang

Kegiatan : Pembagian serta Pengisian angket Tanggal : 21 Juni 2015 sampai 25 Juni 2015 Tempat : SMP Islam Sunan Gunung Jati Ngunut Kelas :

Pada kontrak sebelumnya wika melakukan pekerjaan struktur Valve Chamber pada area Main Apron atau pada area yang telah dilakukan perbaikan lapisan tanah sebelumnya oleh

Seseorang yang mempunyai kemampuan interpersonal memadai akan menjadi pelaku tari yang baik. Ini disebabkan seperti Edi Sedyawati katakan bahwa rasa indah yang dihayati kemudian

Pada tipologi inovasi produk (keluaran), berdasarkan dimensi total, ekspansi, dan evolusi, pelayanan Kartu Identitas Anak (KIA) melalui “aplikasi dukapil dalam

1) Syarat edukatif yaitu; a) pembuatan APE disesuaikan dan dengan memperhatikan program kegiatan pembelajaran atau kurikulum yang berlaku, b) pembuatan APE disesuaikan

Two Bayesian estimators of µ using two different priors are derived, one by using conjugate prior by applying gamma distribution, and the other using

kan dan pengumpulan data yang bersumber dari dokumen-dokumen berkaitan dengan kredit. Analisis laporan keuangan dilakukan dengan menghitung rasio-rasio keuangan kemudian