BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Positive Word Of Mouth
Komunikasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth communication)
mengacu pada pertukaran komentar, pemikiran, atau ide-ide di antara dua
konsumen atau lebih, yang tak satupun merupakan sumber pemasaran (Mowen
dan Minor, 2002:180).
Komunikasi dari mulut ke mulut mempunyai pengaruh yang sangat kuat
terhadap perilaku pembelian konsumen. Mowen dan Minor (2002:180) juga
menyebutkan bahwa pengaruh komunikasi dari mulut ke mulut adalah dua kali
lebih efektif iklan radio, empat kali lebih efektif personal selling, dan tujuh kali
lebih efektif surat kabar dan majalah.
Kotler dan Koller (2009:254) menjelaskan bahwa jaringan sosial, seperti
Myspace dan Facebook, menjadi kekuatan penting bagi pemasaran
bisnis-ke-konsumen maupun pemasaran bisnis-ke-bisnis. Aspek kunci jaringan social
adalah berita dari mulut ke mulut (word of mouth) serta jumlah dan sifat
percakapan dan komunikasi antara berbagai pihak. Konsumen membicarakan
lusinan merek setiap hari.
Informasi yang disampaikan melalui word of mouth dirasakan sangat
efektif untuk diterapkan karena pelanggan dapat merasakan adanya hubungan
yang lebih personal dan intim. Adanya kemungkinan dimana pelanggan tidak
terlalu percaya pada informasi yang ditampilkan di iklan atau pesan penjualan,
mereka mengenai pembelian beresiko, sehingga hal tersebut membuat word of
mouth terjadi.
Komunikasi word of mouth juga memenuhi kebutuhan tertentu dari para
pengirim informasi, mempengaruhi orang lain dapat membantu memberi
pengaruh menghapus keraguan mengenai pembeliannya sendiri (Mowen dan
Minor, 2002:181).
Perkembangan word of mouth mengalami peningkatan dalam beberapa
tahun terakhir ini. Media komunikasi yang semakin banyak, terutama dalam hal
perkembangan media social, seperti facebook, twitter, dan blog semakin
memudahkan pelanggan untuk mendapatkan informasi mengenai barang atau jasa
yang akan mereka gunakan berdasarkan review dari pelanggan yang sudah
terlebih dahulu menggunakannya.
Kotler dan Keller (2009:255) menyebutkan proses bagaimana akhirnya
informasi dari word of mouth dapat terbentuk dan kemudian menyebar dapat
dimulai dari beberapa hal, yaitu:
1. Pemasaran Buzz dan Viral
Pemasaran Buzz/gosip menghasilkan adanya ketertarikan terhadap suatu
informasi dengan menggunakan sarana yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya. Media sosial menjadi salah satu sarana pemasaran buzz yang
paling mudah untuk digunakan. Pemasaran viral mendorong pelanggan
untuk menceritakan pengalamannya tentang pemakaian sebuah jasa ke
2. Pemimpin Opini
Adanya orang yang memiliki peran sebagai penghubung antar anggota,
sehingga informasi pun dapat terkait dan tersebar satu dan yang lain.
3. Blog
Blog banyak digunakan masyarakat untuk berbagi informasi mengenai
topic tertentu. Blog dapat mempertemukan pelanggan satu dengan yang
lain karena adanya kesamaan minat diantara mereka.
Ada lima hal yang dapat menjadi bahan pertimbangan perusahaan dalam
usahanya membuat barang atau jasanya dibicarakan oleh pelanggan
(Yosevina, 2008), yaitu:
1. Talkers, biasanya merujuk pada individu atau kelompok yang memiliki
kemampuan besar untuk mempengaruhi pelanggan lain. Kunci utama
seorang talkers adalah memiliki networking yang kuat dan antusiasme
dalam menceritakan barang atau jasa yang telah digunakan.
2. Topics, kesederhanaan dan keunikan topik dapat mempermudah
penyampaian pesan.
3. Tools, teknologi menjadi sarana yang paling mudah untuk melakukan
word of mouth karena kemudahan dalam mengakses dan efisiensi waktu.
4. Taking parts, adanya partisipasi dalam perbincangan antar pelanggan.
5. Tracking, mengikuti apa yang dikehendaki pelanggan dan dengan segera
mempelajari kritik dan saran dari pelanggan akan sangat membantu
perusahaan untuk meningkatkan kualitas barang atau jasa yang
Semakin tinggi kepuasan pelanggan merupakan indikator terbaik bagi
keuntungan perusahaan di masa yang akan datang. Penelitian Wahyuningsih
(2005) dalam “Customer Satisfaction and Behavioral Intentions” menyebutkan
bahwa terdapat hubungan yang positif diantara kepuasan pelanggan dan
behavioral intentions, dimana behavioral intentions disini diasumsikan bahwa
pelanggan akan melakukan bisnis dengan service providers yang sama, kemauan
untuk melakukan word of mouth dan sedikit kemauan untuk melakukan switch
service providers.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hakim, dkk (2012) menunjukkan
bahwa kepuasan pelanggan memiliki peran sebagai perantara antara kualitas
pelayanan danminat word of mouth, selain itu hubungan yang positif juga terlihat
diantara kepuasan pelanggan dan minat word of mouth.
2.1.2 Kepuasan Pelanggan
Pemahaman terhadap kebutuhan pelanggan dapat membuka lebar peluang
perusahaan untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Beberapa manfaat yang dapat
dirasakan karena adanya kepuasan pelanggan adalah terciptanya hubungan yang
harmonis dengan pelanggan, ada harapan terciptanya loyalitas dan terbentuknya
citra yang baik di mata pelanggan.
Menurut Mowen dan Minor (2002:89) kepuasan pelanggan didefinisikan
sebagai keseluruhan sikap yang ditunjukkan konsumen atas barang atau jasa
setelah mereka memperoleh dan menggunakan produk tersebut. Ini merupakan
penilaian evaluatif pasca pemilihan yang disebabkan oleh seleksi pembelian
Menurut Kotler dan Keller (2009:14) kepuasan mencerminkan penilaian
seseorang tentang kinerja produk anggapannya (atau hasil) dalam kaitannya
dengan ekspektasi. Jika kinerja produk tersebut tidak memenuhi ekspektasi,
pelanggan tersebut tidak puas dan kecewa. Jika kinerja produk sesuai dengan
ekspektasi, pelanggan tersebut puas. Jika kinerja produk melebihi ekspektasi,
pelanggan tersebut senang.
Dari perspektif manajerial, mempertahankan dan/atau meningkatkan
kepuasan pelanggan adalah hal yang sangat kritis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan atau ketidakpuasan konsumen diantaranya konsumsi dan
pemakaian konsumen atas suatu barang atau jasa, dan mengevaluasi kinerjanya
secara menyeluruh. Penilaian kinerja ini ternyata sangat erat hubungannya dengan
penilaian kualitas produk. Konsumen membandingkan persepsi mereka atas
kualitas produk setelah menggunakan produk tersebut sesuai dengan ekspektasi
kinerja produk sebelum mereka membelinya. Tergantung pada bagaimana kinerja
aktual dibandingkan dengan kinerja yang diharapkan, mereka akan mengalami
emosi yang positif, negatif, atau netral. Tanggapan emosional ini bertindak
sebagai masukan atau input dalam persepsi kepuasan/ketidakpuasan menyeluruh
mereka.
Tingkat kepuasan/ketidakpuasan ini juga akan dipengaruhi oleh evaluasi
konsumen atas ekuitas pertukaran, serta oleh atribusi mereka terhadap kinerja
produk.
2.1.3 Evaluasi kinerja dan kualitas produk
Kualitas produk didefinisikan sebagai evaluasi menyeluruh pelanggan atas
dimensi apa yang digunakan konsumen untuk melakukan evaluasinya. Menurut
Mowen dan Minor (2002:91) ada tujuh dimensi untuk mengidentifikasi dasar dari
kualitas, yaitu:
1. Kinerja.
Tingkat absolut kinerja barang atau jasa pada atribut kunci yang
diidentifikasi para pelanggan. Sejauh mana produk atau jasa digunakan
dengan benar. Jumlah atribut yang ditawarkan. Kemampuan pegawai
untuk menangani masalah dengan baik. Kualitas informasi yang diberikan
kepada pelanggan.
2. Interaksi pegawai.
Keramahan, sikap hormat, dan empati yang ditunjukkan oleh masyarakat
yang memberi jasa atau barang. Kredibilitas menyeluruh para pegawai,
termasuk kepercayaan konsumen kepada pegawai dan persepsi mereka
tentang keahlian pegawai.
3. Reliabilitas.
Konsistensi kinerja barang, jasa, atau toko.
4. Daya tahan.
Rentang kehidupan produk dan ketentuan umum.
5. Ketepatan waktu dan kenyamanan.
Seberapa cepta produk diserahkan atau diperbaiki. Seberapa cepat
informasi atau jasa diberikan. Kenyamanan pembelian dan proses jasa,
6. Estetika.
Penampilan fisik barang atau toko. Daya tarik penyajian jasa. Kesenangan
atmosfir di mana jasa atau produk diterima. Bagaimana desain produk
yang akan diperlihatkan kepada pelanggan.
7. Kesadaran akan merek.
Dampak positif atau negatif tambahan atas kualitas yang tampak, yang
mengenal merek atau nama toko atas evaluasi konsumen.
2.1.4 Pengertian Merek
Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler & Keller (2009:258)
mendefinisikan merek (brand) sebagai nama, istilah, tanda, lambang atau desain,
atau kombinasinya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa
dari salah satu penjual atau kelompok penjual dan mendeferensiasikan dari para
pesaing.
Menurut Aaker (1997:9), merek adalah nama dan/atau symbol yang
bersifat membedakan (seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud
mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sebuah kelompok
penjual tertentu, dengan demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa
yang dihasilkan para kompetitor.
Aaker (2008:203) menjelaskan bahwa strategi bisnis dapat terbentuk
melalui aset merek. Merek memungkinkan bagi perusahaan untuk berkompetisi
dalam pasar produk dan jasa serta menunjukkan proposisi nilai dari strategi bisnis.
Jadi, secara strategis, sangat penting untuk mengembangkan, menyaring, dan
Merek juga bisa membuat pembeli yakin akan memperoleh kualitas barang
yang sama jika membeli ulang. Kesetiaan merek memberikan kemampuan untuk
diramal dan kemanan permintaan bagi perusahaan sekaligus menciptakan
hambatan perusahaaan lain memasuki pasar. Walaupun pesaing bisa dengan
mudah meniru proses pembuatan dan rancangan produk, mereka tidak dapat
menandingi kesan terakhir dalam pikiran individu dan organisasi dari tahun-tahun
aktivitas pemasaran dan pengalaman produk.
Merek yang prestisius dapat disebut memiliki brand equity (ekuitas merek)
yang tinggi. Bagi konsumen, merek bisa memberikan beraneka macam nilai
melalui sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Menurut Kapferer (1997) dalam
Fandy Tjiptono (2005:21),fungsi potensial sebuah merek meliputi identifikasi,
praktikalitas, garansi,optimisasi, karakterisasi, kontinuitas, hedonistik, dan fungsi
etis.
Merek yang sukses akan merubah perilaku konsumen sehingga
mempengaruhi kepuasan pelanggan karena merek tersebut memberikan
mempunyai kualitas dan bermutu, serta dapat memenuhi tingkat kepentingan
konsumen akan dapat lebih bertahan karena menciptakan nilai yang lebih unggul
dari pesaingnya. Perilaku konsumen (consumer behavior) didefinisikan sebagai
studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses pertukaran yang melibatkan
perolehan, konsumsi dan pembuangan barang atau jasa, pengalaman serta ide-ide
(Mowen & Minor, 2008).
2.1.5 Pengertian Brand Equity
Menurut Hermawan Kartajaya, Philip Kotler dan Keller (2010), brand
(liabilities) merek yang terkait dengan sebuah merek, nama, dan simbolnya, yang
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa
kepada perusahaan dan/atau pelanggan perusahaan.
Agar aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama atau
sebuah simbol, sehingga bila dilakukan perubahan pada nama dan simbol atau
semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula.
Menurut Kotler dan Keller (2009:263), ekuitas merek (brand equity)
adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat
tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam
hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang
diberikan merek bagi perusahaan.
Menurut Aaker (2008), brand equity terdiri dari kesadaran merek, persepsi
kualitas, asosiasi merek, loyalitas merek dan aset-aset merek lainnya seperti paten,
cap, saluran hubungan. Empat elemen ekuitas merek di luar aset-aset merek
lainnya dikenal dengan elemen-elemen utama dari ekuitas merek. Elemen ekuitas
merek yang kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat
elemen utama tersebut. Berikut dimensi ekuitas merek menurut Aaker (2009) :
1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) – menunjukkan kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali dan mengingat kembali bahwa suatu
merek merupakan perwujudan kategori produk tertentu.
2. Kesan Kualitas (Perceived Quality) – mencerminkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa
3. Asosiasi Merek (Brand Associations) - menunjukkan segala hal yang
berkaitan dengan ingatan mengenai merek.
4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty) - mencerminkan ukuran dari kesetiaan
konsumen terhadap suatu merek.
5. Other Proprietary brand asset (asset-aset merek lainnya).
Empat elemen brand equity di luar asset-aset merek lainnya dikenal
dengan elemen-elemen utama dari brand equity. Elemen brand equity yang
kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama
tersebut. Konsep brand equity ini dapat ditampilkan pada gambar 2.1, yang
memperlihatkan kemampuan brand equity dalam menciptakan nilai bagi
Gambar 2.1 Konsep Brand Equity
Sumber: Aaker, D.A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan Nilai Dari Suatu Merek.
2.1.6 Brand Awareness (Kesadaran Merek)
Kesadaran merek (brand awareness) adalah kesanggupan seorang pembeli
untukmengenali dan mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
perwujudan kategori produk tertentu (Aaker, 1997:90).
Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (continum ranging)
dari perasaan yang tak pasti bahwa merek tertentu dikenal menjadi keyakinan
bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk bersangkutan,
kontinum ini diwakili oleh tingkat kesadaran mereka yang berbeda. Perceived Quality
Brand Association Brand Awareness
Brand Loyalty Other Proprietary Asset
Brand Equity
(nama, simbol)
Memberikan nilai kepada pelanggan dengan menguatkan
Interpretasi/proses informasi Rasa percaya diri dalam
keputusan pembelian Pencapaian kepuasan dari
pelanggan
Memberikan nilai kepada perusahaan dengan menguatkan
Jangkauan kontinum ini diwakili oleh 4 tingkatan kesadaran merek, yaitu:
a. Tidak menyadari merek (Unware of brand) merupakan tingkatan
merek yang paling rendah dimana konsumen tidak menyadari akan
eksistensi suatu merek.
b. Pengenalan merek (Brand recognition) merupakan tingkat minimal
dari kesadaran merek yang merupakan pengenalan merek dengan
bantuan, misalnya dengan bantuan daftar merek, daftar gambar, atau
cap merek. Merek yang masuk dalam ingatan konsumen disebut brand
recognition.
c. Pengingatan kembali merek (Brand Recall) mencerminkan
merek-merek apa saja yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek-merek
yang pertama kali disebut. Dimana merek-merek yang disebutkan
kedua, ketiga, dan seterusnya merupakan merek yang menempati
brand recall dalam benak konsumen.
d. Puncak pikiran (Top of Mind) yaitu merek produk yang pertama kali
disebutkan oleh konsumen secara spontan atau yang pertama kali
dalam benak konsumen. Dengan kata lain merek tersebut merupakan
merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.
2.1.7 Perceived Quality(Kesan Kualitas)
Kesan atau persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama
dengan maksud yang diharapkannya. Mengacu pada pendapat David A. Garvin
dalam Darmadi Durianto dkk.(2004) dimensi perceived quality dibagi menjadi
1. Kinerja
Melibatkan berbagai karakteristik operasional utama.
2. Pelayanan
Mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk
tersebut.
3. Ketahanan
Mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
4. Keandalan
Konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari satu
pembelian ke pembelian berikutnya.
5. Karakteristik produk
Bagian-bagian tambahan dari produk, seperti remote control sebuah
video. Bagian-bagian tambahan ini memberi penekanan bahwa
perusahaan memahami kebutuhan pelanggannya yang dinamis sesuai
perkembangan.
6. Kesesuaian dengan harga
Merupakan pandangan mengenai kualitas proses manufaktur (tidak ada
cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan
teruji.
7. Hasil
Mengarah kepada kualitas yang dirasakan yang melibatkan enam
2.1.8 Brand Association (Asosiasi Merek)
Asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai
merek. Asosiasi merek dapat menciptkan nilai bagi perusahaan dan para
pelanggan, karena ia dapat membantu proses penyusunan informasi untuk
membedakan merek yang satu dengan merek lainnya. Berbagai asosiasi yang
diingat konsumen dapat menghasilkan suatu bentuk citra tentang merek (brand
image) di benak konsumen.
Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu:
1. Membantu proses penyusunan informasi yang dapat meringkaskan
sekumpulan fakta yang dapat dengan mudah dikenal konsumen.
2. Perbedaan, yang mempunyai peran penting dalam menilai keberadaan
atau fungsi suatu merek dibandingkan lainnya.
3. Alasan untuk membeli, yang sangat membantu konsumen dalam
mengambil keputusan untuk membeli produk atau tidak.
4. Perasaan positif yang merangsang tumbuhnya perasaan positif
terhadap produk.
5. Menjadi landasan untuk perluasan merek yang dinilai kuat. Konsumen
yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki
konsistensi terhadap citra merek (brand image) yang disebut juga
dengan kepribadian merek (brand personality) yang kemudian dapat
membentuk kesetiaan konsumen terhadap merek tertentu (brand
2.1.9 Brand Loyalty(Kesetiaan Merek)
Loyalitas merek adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap suatu
merek. Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang menjadi gagasan
sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan suatu ukuran keterkaitan
seorang pelanggan terhadap sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat,
maka kerentanan kelompok pelanggan dari serangan kompetitor dapat dikurangi.
Hal ini merupakan suatu indikator dari brand equity yang berkaitan dengan
perolehan laba dimasa yang akan datang karena loyalitas merek secara langsung
dapat diartikan sebagai penjualan di masa depan.
Menurut Aaker, tingkatan loyalitas merek adalah sebagai berikut:
1. Berpindah-pindah (switcher)
Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli yang tidak tertarik
pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Konsumen seperti ini
suka berpindah-pindah merek atau disebut tipe konsumen switcher
atau price buyer (konsumen yang lebih memperhatikan harga didalam
melakukan pembelian).
2. Pembeli yang bersidat kebiasaan (habital buyer)
Tingkat kedua adalah para pembeli yang merasa puas dengan produk
yang digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada
dasarnya tidak terdapat dimensi ketidak puasan yang dapat menjadikan
sumber perubahan, apalagi bila perpindahan ke merek yang lain itu ada
penambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe
3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan/switching cost (satisfied
buyer)
Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, tetapi harus memikul
biaya peralihan (switching cost), baik dalam waktu, uang, atau resiko
sehubungan dengan upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain.
Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang
merasakan adanya suatu pengorbanan apabila ia melakukan
penggantian ke merek lain. Pembeli tipe ini disebut satisfied buyer.
4. Menyukai merek (liking the brand)
Tingkat keempat adalah konsumen yang benar-benar menyukai suatu
merek pilihan mereka terhadap suatu merek dilandasi pada suatu
asosiasi, seperti simbol, rangkaian pengalaman, atau kesan kualitas
yang tinggi. Konsumen jenis ini memiliki perasaan emosional dalam
menyukai merek tersebut.
5. Pembeli yang komit (commited buyer)
Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia yang merasakan
kebanggan ketika menjadi pengguna suatu merek karena merek
tersebut penting bagi mereka baik dari segi fungsi maupun sebagai alat
identitas diri.
2.2 Penelitian Terdahulu
Iva Nurdiana (2012), dengan judul “Brand Equity, Kepuasan dan
Loyalitas Pelanggan Sepeda Motor Honda Di Kabupaten Malang” dalam hasil penelitian yang dilakukan, yaitu berdasarkan uji pengaruh langsung dan tidak
loyalitas pelanggan (Y2) dengan koefisien beta 0,450. Sedangkan pengaruh tidak
langsung brand equity (X) berpengaruh langsung terhadap loyalitas pelanggan
(Y2) melalui kepuasan pelanggan (Y1) adalah sebesar 0,355.
Febriana Catur Pujiastuti dan Dr. Agus Prayitno (2014), dengan judul
“Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Rumah Makan
Steak & Shake di Semarang” dalam hasil penelitian yang dilakukan, yaitu berdasarkan uji f mendapatkannilai F=70,363 dari hasil perhitungan F-hitung
lebih besar dari F-tabel yaitu sebesar 70,363>2,467 atau sign (0,000) < α=0,05 dengan demikian ada pengaruh positif dan signifikan antara kesadaran merek
(X1), asosiasi merek (X2), persepsi kualitas (X3), dan loyalitas merek (X4) secara
bersama-sama terhadap kepuasan konsumen (Y1) pada taraf uji signifikansi 0,05.
Nindhira Rosellini Putrid an Fendy Suhariadi (2013), dengan judul
“Hubungan Antara Kepuasan Pelanggan Dengan Word Of Mouth Pada
Pelanggan Klinik Kecantikan London Beauty Centre” dalam hasil penelitian yang dilakukan, yaitu berdasarkan analisis uji korelasi Pearson, dapat diketahui bahwa
koefisien korelasi Pearson sebesar 0,380 dengan taraf signifikansi sebesar 0,0000.
Taraf signifikansi yang berada pada p < 0,05 menandakan bahwa Ha diterima.
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara kepuasan pelanggan dengan
word of mouth pada pelanggan klinik kecantikan London Beauty Centre.
Dr. Muhammad Tahir dan Dr. Kalthom Abdullah (2013), dengan judul
“The Impact of Customer Satisfaction on Word-of-Mouth: Conventional Banks of
Malaysia Investigated” dalam hasil penelitian yang dilakukan, yaitu Kepuasan pelanggan menjadi kekuatan yang paling dominan timbulnya word of mouth dari
Janghyeon Nam, dkk (2011), dengan judul “Brand Equity, Brand Loyalty, And Consumer Satisfactio”, dalam hasil penelitian yang dilakukan, bahwa adanya
pengaruh yang positif antara brand equity, brand loyalty dan kepuasan pelanggan.
Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dan telah diteliti
oleh beberapa peneliti, yaitu: hitung lebih besar dari F-tabel yaitu sebesar 70,363>2,467
Lanjutan Tabel 2.1
signifikansi yang berada pada p < 0,05 menandakan bahwa Ha diterima. Hal ini
2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting (Sugiyono, 2012 : 88).
Kotler (2007) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek diferensial
positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap pelanggan atas
produk atau jasa tersebut. Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan
memperlihatkan preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain
apabila keduanya pada dasarnya identik.
Ekuitas yang tinggi menjadi idaman setiap merek karena berarti bahwa
merek-merek tersebut memiliki kedekatan dengan pasar dan pelanggan. Semakin
kuat ekuitas merek suatu produk, maka semakin kuat pula daya tariknya bagi
konsumen untuk membeli produk tersebut dan pada akhirnya akan memberikan
keuntungan yang terus meningkat kepada perusahaan (Durianto, dkk, 2004)
Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, maka dibuat model penelitian
yang menjelaskan pengaruh brand equity yang terdiri dari brand awareness,
brand association, perceived quality, dan brand loyalty terhadap kepuasan
pelanggan untuk meningkatkan positive word of mouth.
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.4. Hipotesis
2.4.1 Pengaruh antara kesadaran merek (brand awareness) terhadap kepuasan pelanggan.
Kesadaran merek menurut Aaker (2007) adalah kemampuan seseorang
untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian
dari kategori produk tertentu. Kemampuan konsumen untuk mengenali atau
mengingat merek berbega tergantung tingkat komunikasi merek atau persepsi
konsumen terhadap merek produk yang ditawarkan. Apabila konsumen merasa
puas, maka kemampuan konsumen untuk mengenali dan mengingat merek
semakin kuat, sehingga konsumen akan melakukan pembelian ulang. Semakin
puas konsumen maka kemampuan konsumen untuk mengingat merek akan
semakin kuat pula.
Kepuasan Pelanggan (Y1)
Brand Awareness
(X1)
Positive Word Of Mouth (Y2)
Brand Association
(X2)
Perceived Quality (X3)
H1: ada pengaruh positif dan signifikan antara kesadaran merek (brand awareness) terhadap kepuasan pelanggan.
2.4.2 Pengaruh antara asosiasi merek (brand association) terhadap kepuasan pelanggan.
Menurut Durianto, dkk (2004), asosiasi merek merupakan segala kesan
yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu
merek. Kepuasan membentuk kesan dalam benak konsumen, semakin puas
konsumen maka akan semakin kuat pula kesan yang muncul dalam benak
konsumen. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada
banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.
Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga
membentuk citra tentang merek di dalam benak konsumen. Asosiasi merek
memberikan keuntungan yaitu dapat membantu proses penyusunan informasi,
memainkan peranan yang penting dalam membedakan satu merek dengan merek
yang lain, membantu konsumen mengambil keputusan untuk membeli produk
atau jasa, penciptaan sikap dan perasaan puas, dan sebagai landasan untuk
perluasan merek melalui penciptaan rasa kesesuaian antara suatu merek dengan
sebuah produk baru. Pelanggan akan memiliki kepuasan terhadap produk apabila
mereka merasa asosiasi merek memberikan keuntungan.
2.4.3 Pengaruh persepsi kualitas (perceived quality) terhadap kepuasan pelanggan.
Persepsi kualitas menurut Aaker (2007) merupakan persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan
yang terkait dengan maksud yang diharapkan. Persepsi konsumen muncul menjadi
pembanding antara kepuasan konsumen terhadap kinerja suatu produk dengan
produk yang lain. Kepuasan yang paling kuat menjadi tolak ukur bagi kinerja
produk lain.
Terdapat lima keuntungan dari persepsi kualitas yang dikemukakan oleh
Rangkuti (2002), yaitu kesan kualitas memberikan alasan untuk membeli; persepsi
kualitas mempengaruhi merek-merek mana yang dipertimbangkan untuk dipilih;
persepsi kualitas suatu produk memberikan keuntungan bagi perusahaan untuk
membuat pilihan-pilihan dalam menetapkan harga optimum; persepsi kualitas
produk yang tinggi memiliki arti yang penting bagi pengecer, distributor dan
saluran distribusi lainnya karena kemampuannya dalam memperluas distribusi;
dan merek produk yang memiliki persepsi kualitas yang kuat memungkinkan
perusahaan untuk memperkenalkan kategori produk baru kemudian diharapkan
dapat memperoleh pangsa pasar yang lebih besar lagi karena banyak konsumen
yang puas.
2.4.4 Pengaruh loyalitas pelanggan (brand loyalty) terhadap kepuasan pelanggan.
Loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada
sebuah merek. Menurut Mowen & Minor (2002), loyalitas merek mempunyai
hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen, dimana loyalitas merek
dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan dengan merek yang telah diakumulasi
dalam jangka waktu tertentu sebagaimana persepsi kualitas produk. Loyalitas
konsumen akan terbentuk ketika kepuasan konsumen juga ikut terbentuk.
Semakin konsumen merasa puas akan kinerja sebuah produk, maka akan semakin
kuat pula loyalitas yang terbentuk pada konsumen.
H4: ada pengaruh positif dan signifikan antara loyalitas pelanggan (brand loyalty) terhadap kepuasan pelanggan.
Hipotesis merupakan jawaban sementara sebelum adanya penelitian
dilakukan, hipotesis bersifat sementara sampai akhirnya terbukti kebenarannya
berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan dilakukannya penelitian.
Berdasarkan tinjauan diatas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini
adalah :
H1 : Brand equity yang terdiri dari brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyaltymemiliki pengaruh positif terhadap
kepuasan pelanggan