• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS- PALSAR SEBAGAI SOLUSI DARI KRISIS ENERGI DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS- PALSAR SEBAGAI SOLUSI DARI KRISIS ENERGI DI INDONESIA"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

i

TUGAS AKHIR – RG 141536

ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT

MENGGUNAKAN CITRA SATELIT

ALOS-PALSAR SEBAGAI SOLUSI DARI KRISIS ENERGI

DI INDONESIA

STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP

ZULFIKAR ADLAN NADZIR

NRP 3511 100 027 PEMBIMBING 1

LALU MUHAMAD JAELANI S.T, M.Sc, Ph.D PEMBIMBING 2

Dr. ALBERTUS SULAIMAN JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

(2)
(3)

i JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

BACHELOR THESIS – RG 141536

OCEAN WAVE ENERGY ESTIMATION USING

ALOS-PALSAR SATELLITE IMAGERY AS A

SOLUTION OF ENERGY SCARCE IN INDONESIA

CASE STUDY: POTERAN ISLAND’S WATER, SUMENEP

ZULFIKAR ADLAN NADZIR NRP 3511 100 027

1st SUPERVISOR

LALU MUHAMAD JAELANI S.T, M.Sc, Ph.D 2nd SUPERVISOR

Dr. ALBERTUS SULAIMAN

GEOMATICS ENGINEERING DEPARTMENT CIVIL ENGINEERING AND PLANNING FACULTY INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2015

(4)

ii

(5)

iii

ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS-PALSAR SEBAGAI SOLUSI DARI KRISIS ENERGI DI INDONESIA

STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Pada

Program Studi S-1 Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Oleh:

ZULFIKAR ADLAN NADZIR

NRP. 3511 100 027

Disetujui oleh Pembimbing Tugas Akhir:

1. Lalu Muhamad Jaelani, S.T, M.Sc, Ph.D. (Pembimbing I) NIP: 19801221 200312 1 001

2. Dr. Albertus Sulaiman (Pembimbing II)

NIP: 19700428 199803 1 003

(6)

iv

(7)

v

ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS-PALSAR SEBAGAI SOLUSI DARI KRISIS ENERGI DI INDONESIA

STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP Nama Mahasiswa : Zulfikar Adlan Nadzir

NRP : 3511 100 027

Jurusan : Teknik Geomatika FTSP-ITS

Pembimbing : Lalu Muhamad Jaelani S.T, M.Sc, Ph.D Dr. Albertus Sulaiman

Abstrak

Energi gelombang air laut (ocean wave energy) adalah salah satu macam energi terbarukan dari lautan (ocean renewable energy) yang merupakan salah satu potensi kemaritiman dari negara kepulauan Indonesia dimana energi tersebut mempunyai beberapa keunggulan dibanding energi fosil dan menjadi salah satu energi yang ramai diteliti dan dikembangkan oleh peneliti dari seluruh dunia.

Salah satu upaya memetakan potensi ORE, khususnya energi gelombang laut adalah dengan menghitung kekuatan yang bisa ditimbulkan oleh gelombang air laut, disimbolkan dalam Watt per satuan luas dengan berbagai metode pengamatan. SAR (Synthetic Aperture Radar) adalah salah satu jenis sensor penginderaan jauh yang sedang berkembang, dimana dapat memonitor dan memetakan potensi energi gelombang air laut secara cepat dan efektif.

Pengolahan data citra SAR tidak hanya dapat dilakukan di aplikasi pengolah data citra satelit saja, tetapi dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi pengolah matriks, Matlab menggunakan metode Fast Fourier Transform (FFT) dan Band-Pass Filetring setelah mengalami proses pengolahan awal.

(8)

vi

Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan citra satelit ALOS-PALSAR pada tanggal 12 Mei 2009 pada mode Full-Polarimetry, dengan hasil menunjukkan terdapat 63 lokasi potensial pembangkitan energi gelombang dengan kisaran nilai antara 0 sampai 282 W/m2, dan dengan metode lain

mendapatkan 7 lokasi potensial dengan kisaran nilai antara 12 sampai 1317 W/m2. Setelah mengalami proses buffer sejauh

2 kilometer, didapatkan 9 lokasi paling potensial dengan energi tertinggi dan mempunyai jarak dalam jangkauan (<2 km) dari batas pantai Pulau Poteran. Proses statistika yang dilakukan terhadap estimasi tersebut menghasilkan nilali yang memenuhi rentang nilai Confidence Interval of the Mean sebesar 0.3% dan 0.28%, yang berarti bahwa persebaran nilai estimasi dari energi gelombang laut ini terlalu random dan memenuhi persebaran Gamma.

Kata kunci---ALOS PALSAR, Matlab, Energi Gelombang Laut, Pulau Poteran, FFT

(9)

vii

OCEAN WAVE ENERGY ESTIMATION USING ALOS-PALSAR SATELLITEIMAGERY AS A SOLUTION OF

ENERGY SCARCE IN INDONESIA

CASE STUDY: POTERAN ISLAND’S WATERS, SUMENEP Name : Zulfikar Adlan Nadzir

NRP : 3511 100 027

Department : Teknik Geomatika FTSP-ITS

Supervisors : Lalu Muhamad Jaelani S.T, M.Sc, Ph.D Dr. Albertus Sulaiman

Abstract

Ocean wave energy is one of the Ocean Renewable Energies which become Indonesia’s archipelago maritime potential, in which these energy has several advantages over fossil energy and being one of the most researched energy nowadays, especially in developed countries.

One of the effort of mapping ORE potential, especially ocean wave energy was done by computing energy which can be generated from ocean wave, symbolized with Watt per area unit using various method of observation. SAR (Synthetic Aperture Radar) is one of the hype and most developed Remote Sensing method which can be used to monitor and map the ocean wave energy potential effectively and fast.

SAR imagery processing can be done not only in remote sensing data application only, but also using Matrices processing application such as Matlab by utilizing Fast Fourier Transform and Band-Pass Filtering methods after getting through Pre-Processing part.

In this research, an estimation and processing of ALOS-PALSAR satellite imagery with acquisition time of 5/12/2009 was done, which resulting in 63 potential location of ocean wave energy generation, ranged between 0-282 W/m2, and

(10)

viii

using another method which resulted in 7 potential location with ranged values between 182-1317 W/m2. After getting

through buffering process with value of 2 km, 9 site of potential location was estimated to be the most potential location of ocean wave energy generation. Statistics processes of these result shows that the acceptable values in Confidence Interval of the Mean to be 0.3% and 0.28%, which means that the distribution of estimated value was really random and matching the Gamma Distribution types.

Keywords---ALOS PALSAR, Matlab, Ocean Wave Energy, Poteran Island, FFT

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH, Tuhan seluruh alam, pemilik hari pembalasan. Hanya kepada-Nya menyembah dan hanya kepada-Nya memohon pertolongan. Tiada sekutu bagi-Nya apa yang ada di langit, di bumi dan diantara keduanya. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.

Alhamdulillah, Tugas akhir penulis yang berjudul:

ESTIMASI ENERGI GELOMBANG AIR LAUT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT ALOS-PALSAR SEBAGAI SOLUSI KRISIS ENERGI DI INDONESIA

(STUDI KASUS: PERAIRAN PULAU POTERAN, SUMENEP)

Dapat terselesaikan dengan baik. Terselesaikannya Tugas Akhir ini, tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan pada penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam dalamnya kepada:

1.Bapak Lalu Muhamad Jaelani S.T, M.Sc, P.hD dan Bapak Dr. Albertus Sulaiman selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu, motivasi, wawasan, teladan, dan nasihat yang sangat luar biasa berharganya bagi penulis serta kesabaran dan sikapnya yang bijak dalam membimbing penulis menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Pak Ir. Yuwono M.S, dan Bu Meiriska Yusfania S.T, M.T selaku dosen penguji yang telah memberikan kesabaran dalam menguji dan memberi masukan kepada penulis dalam meyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Dr. Muhammad Taufik selaku Ketua Jurusan Teknik Geomatika FTSP ITS dan Pak Khomsin S.T, M.T selaku Koordinator Program Studi S1 Jurusan Teknik Geomatika FTSP ITS yang telah memfasilitasi untuk kelancaran penyelesaian Tugas Akhir ini.

(12)

x

4. Pak Dr. Muhammad Taufik selaku dosen wali yang telah membimbing penulis sejak awal masuk kuliah hingga penulis telah menyelesaikan studinya di jenjang S1 ini. 5. Seluruh dosen Teknik Geomatika beserta karyawan yang

telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya serta bantuannya.

6. Orang tua penulis, Bapak Ir. Suratman, M.M, MBA dan Ibu Ir. Asrifah serta anggota keluarga yang lain Assadad Kamal, Dzikri Damarjati dan Davino Farhanand Ridlo atas segala doa, dukungan, dan motivasi yang sangat luar biasa besarnya sehingga penulis terus bersemangat hingga akhir penyelesaian tugas akhir ini. Tanpa kalian semua tak akan menjadi berarti, pak, bu dek.

7.Teman-teman grup bimbingan Pak Jae dan teman-teman Teknik Geomatika 2011 (G13) yang senantiasa berjuang bersama-sama, khususnya Rizka, Nura, Syariz, Rifai, Jayeng, Azeng, Rere, Fahmi, Devy. No one left behind guys, we know that very well!!!

8. Kawan kawan senasib sepenanggungan di Bang Jul, khususnya Rachmat, Reta, Candhra, Afik, Toni, Krisna, Yadi. Ngopi sek lah ben gak salah paham.

9. Adik kelas Geomatika 2012-2015 yang telah bersama berkembang dan belajar. Mars Geodesi!!!

10.Rizki Hildalia Putri atas segala dukungan dan senantiasa mendampingi penulis.

11.Serta pihak-pihak lain yang sangat berjasa dalam kelancaran proses penyelesaian tugas akhir ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis berharap Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pihak pihak terkait dan para pembaca. Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat menerima apabila ada saran dan kritik yang sifatnya membangun guna perbaikan untuk penelitian penelitian selanjutnya.

(13)

xi

“Essentially, all models are wrong, but some are useful”(George E. P. Box)

“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat” (HR. Bukhari)

Surabaya, Juli 2015

(14)

xii

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ...vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ...xvii

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 4 1.3. Batasan Masalah ... 4 1.4. Tujuan ... 4 1.5. Manfaat ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Synthetic Aperture Radar ... 7

2.1.1. Radar dan SAR ... 7

2.1.2. Prinsip SAR ... 9

2.1.3. Pemrosesan Sinyal SAR dan Bentuk Gambar ... 9

2.1.4. Pencitraan SAR pada Permukaan Laut ... 11

2.2. ALOS-PALSAR ... 12

2.2.1. Sistem Satelit ALOS ... 13

(16)

xiv

2.2.3. Spesifikasi Sensor PALSAR ... 15

2.2.4. Level Produk dari PALSAR ... 18

2.2.5. Polarisasi dan Sigma Nought ... 20

2.3. Gelombang Laut dan Energinya ... 21

2.3.1. Pengertian Gelombang Laut ... 21

2.3.2. Komponen dan Parameter Gelombang Laut ... 22

2.3.3. Jenis-jenis Gelombang Laut ... 24

2.3.4. Teori Gelombang Amplitudo Kecil ... 24

2.3.5.Penentuan Kondisi Batas Bentuk Matematis Gelombang Laut (Water Wave Boundary Value Problem) ... 26

2.3.6. Boundary Value Problem Solution for Linearized Water Wave (Dispersion Relation) ... 27

2.3.7. Energi Gelombang Laut ... 28

2.3.8. Potensi dan Efek Lingkungan dari Energi Gelombang Laut ... 30

2.3.9. Wave Statistics and Spectra ... 31

2.4. Image Processing ... 32

2.4.1. Fast Fourier Transform ... 32

2.4.2. Band Pass Filter ... 35

2.5. Interval Kepercayaan untuk Rata- Rata: t Statistics ... 36

2.5.1. Pengertian dan Proses ... 36

2.5.2. Proses Pengecekan Validitas dari Confidence Interval ... 38

2.6. Penelitian Terdahulu ... 39

BAB III. METODOLOGI... 43

3.1. Lokasi Penelitian ... 43

(17)

xv

3.2.1. Data... 45

3.2.2. Peralatan ... 45

3.3. Metodologi Penelitian ... 45

3.3.1. Tahapan Penelitian ... 45

3.3.2. Pengambilan (Order) Data ... 50

3.3.3. Pengolahan Data ... 51

3.3.4. Validasi Data ... 59

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

4.1. Pre-Processing (Pra-Pemrosesan) ... 63

4.2. Subsetting and Gridding (Pemotongan dan Pembuatan Grid) ... 63

4.3. Storing and Local Incidence Angle Computation ... 68

4.4. FFT, Dispersion Relation Equation and Band Pass Filter Process ... 68

4.5. Local Maximum Search and Significant Wave Height Computation ... 73

4.6. Komputasi Wave Power (Intensitas Energi) ... 79

4.7. Residue Image, Korelasi dengan Batimetri dan Uji Statistik ... 87

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 91

5.1. Kesimpulan ... 91

5.2. Saran ... 92

UCAPAN TERIMA KASIH ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

DAFTAR ISTILAH LAMPIRAN

(18)

xvi

(19)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Sistem SAR ... 10

Gambar 2.2 Ilustrasi Hasil SAR Image Acquisition ... 11

Gambar 2.3 Citra SAR sebelum dan sesudah di-olah... 12

Gambar 2.4 Denah Satelit ALOS ... 14

Gambar 2.5 Orbit Satelit ALOS ... 15

Gambar 2.6 Diagram Mode Observasi PALSAR ... 17

Gambar 2.7 Polarisasi VV ... 21

Gambar 2.8 Polarisasi HH ... 21

Gambar 2.9 Parameter Gelombang Laut Sinus/Kosinus ... 23

Gambar 2.10 Jenis-jenis Gelombang Laut ... 24

Gambar 2.11 Spesifikasi Kondisi Batas untuk Gelombang Laut 27 Gambar 2.12 Grafik Radial Frequency terhadap Wave Number (Dispersion Relation) ... 28

Gambar 2.13 Peta Global Energi Gelombang Rata- Rata ... 29

Gambar 2.14 Macam-macam Grafik Wave Spectra ... 32

Gambar 2.15 Grafik Band-Pass Filter ... 36

Gambar 2.16 Grafik Confidence Interval 95% ... 38

Gambar 2.17 Grafik Incidence Angle ... 40

Gambar 2.18 Grafik Gelombang Kosinus ... 40

Gambar 3.1 Peta Madura dan Pulau Poteran ... 43

Gambar 3.2 Letak 7 scene di Pulau Poteran ... 44

Gambar 3.3 Salah satu scene citra ALOS-PALSAR sekitar Pulau Poteran ... 44

Gambar 3.4 Diagram Alir Umum Penelitian ... 47

Gambar 3.5 Perbedaan Incidence Angle dengan Local Incidence Angle ... 54

Gambar 3.6 Diagram Alir Pengolahan Data (1) ... 61

Gambar 3.7 Diagram Alir Pengolahan Data (2) ... 62

Gambar 4.1 Citra Satelit ALOS-PALSAR Polarisasi HH hasil Pre-Processing ... 64

Gambar 4.2 Grid sekitar Pulau Poteran ... 66

Gambar 4.3 Matriks dari Citra Polarisasi HH ... 66

Gambar 4.4 Representasi dari Grid ke-3 ... 67

(20)

xviii

Gambar 4.6 Grafik Local Incidence Angle ... 70

Gambar 4.7 Titik Puncak hasil FFT Matriks#1 ... 70

Gambar 4.8 Titik Puncak hasil FFT Matriks#2 ... 71

Gambar 4.9 Hasil FFT Matriks#1 ... 71

Gambar 4.10 Hasil FFT Matriks#2 ... 72

Gambar 4.11 Filter ... 72

Gambar 4.12 Hasil IFFT dari Singleton#1 pada Matriks#1 ... 73

Gambar 4.13 Rerata Amplitudo Gelombang pada Matriks#1 ... 74

Gambar 4.14 Rerata Amplitudo Gelombang pada Matriks#2 ... 75

Gambar 4.15 Contoh Local Max Search Result pada Matriks#1 75 Gambar 4.16 Contoh Local Max Search Result pada Matriks#2 76 Gambar 4.17 Grafik Wave Height pada Matriks#1 ... 76

Gambar 4.18 Grafik Wave Height pada Matriks#2 ... 77

Gambar 4.19 Grafik rerata Waveheight dan kurva distribusi Gamma ... 77

Gambar 4.20 Grafik rerata Wave Power dari Wavelength dan kurva distribusi Gamma ... 80

Gambar 4.21 Grafik rerata Wave Power dari Amplitude dan kurva distribusi Gamma ... 80

Gambar 4.22 Peta Wave Power dari Wavelength ... 81

Gambar 4.23 Peta Wave Power dari Amplitude ... 82

Gambar 4.24 Buffer 2 km dan 9 Lokasi Potensial Pembangkitan Energi ... 87

Gambar 4.25 Peta residu dari dua metode estimasi ... 88

(21)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan antara SAR dan RAR ... 8

Tabel 2.2 Spesifikasi Satelit ALOS ... 14

Tabel 2.3 Spesifikasi Sensor PALSAR ... 16

Tabel 2.4 Penjelasan Level Produk ALOS-PALSAR ... 18

Tabel 3.1 Scene sekitar Pulau Poteran ... 46

Tabel 4.1 Metadata citra satelit ALOS-PALSAR ... 65

Tabel 4.2 Koordinat Lokal Grid ... 67

Tabel 4.3 Waveheight dari setiap indeks matriks ... 78

Tabel 4.4 Koordinat Potensial dari Amplitudo ... 84

Tabel 4.5 Koordinat Potensial dari Wavelength ... 86

Tabel 4.6 Koordinat Potensial Hasil Buffer. ... 86

(22)

xx

(23)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Script Matlab dari Pengolahan Data

Lampiran 2 : Peta-peta Hasil Estimasi (Residu, Amplitudo, Wavelength, Peta Citra)

(24)

xxii

(25)

1

1.1.Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang memiliki 13.466 pulau (United Nations Economic and Social Council 2012) dan sebagian besar wilayahnya terdiri dari daerah perairan atau lautan. Bentuk geografis dari negara ini menyebabkan Indonesia mempunyai luas lautan sebesar 5,8 juta km2 (Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia 2013). Lautan yang luas tersebut membuat Indonesia mempunyai peluang yang yang besar dalam sektor kemaritiman, seperti perikanan dan sebagai sumber energi terbarukan.

Salah satu potensi dari sektor kemaritiman Indonesia adalah energi terbarukan yang berasal dari lautan atau Ocean Renewable Energy (ORE). Ocean Renewable Energy (ORE) tersebut sampai saat ini masih bersifat konseptual atau masih berada pada tahap penelitian awal (preliminary assessesment). Jenis-jenis ORE yang sedang dikembangkan dan diteliti adalah energi gelombang laut (Ocean Wave Energy), pasang surut (Tidal Energy), energi arus dalam laut (Ocean Internal Current Energy) dan Ocean Thermal Energy Converter (OTEC) yang semuanya sedang dikembangkan oleh banyak negara maju di dunia seperti Jepang, Amerika dan Uni Eropa. Sumber energi yang tersebar di seluruh dunia secara merata dan sifatnya yang bisa diprediksi melalui proses modelling dan hindcasting dan mempunyai densitas energi yang tinggi membuat ORE mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk memberi efek positif dan menjadi sumber energi utama dunia pada masa mendatang (Lewis 2011)

Salah satu jenis ORE adalah energi gelombang laut atau Ocean Wave Energy. Jenis energi ini merupakan bentuk energi yang terbentuk dari perpindahan dan pergerakan angin di

(26)

lautan, yang mengakibatkan terbentuknya gelombang di permukaan laut yang mempunyai energi potensial dan energi kinetik tertentu, sesuai dengan besar angin yang membangkitkan gelombang tersebut. Gelombang ini mempunyai model matematis yang ditentukan dalam fungsi periode, frekuensi (radial frequency), nomor gelombang (wave number) dan panjang gelombang (wave length). Melalui proses permodelan yang dilakukan oleh Lewis pada tahun 2011, potensi energi gelombang laut di dunia diperkirakan sangat besar, yaitu mencapai 32.000 TWh/tahun. Di Indonesia sendiri, potensi energi gelombang laut juga mencapai 5 kali suplai listrik negara yang ada pada tahun 2014, yaitu mencapai 141.472 MWh/tahun (Mukhtasor 2014). Pada tahun 2011, sudah dilakukan preliminary assessment yang dilakukan oleh Kementerian ESDM untuk mengetahui lokasi mana di Indonesia yang mempunyai potensi energi gelombang laut yang tinggi. Salah satu lokasi potensial yang mempunyai energi gelombang laut yang tinggi adalah di selat antara Pulau Lombok dan Pulau Bali, yaitu Selat Lombok (Mukhtasor 2014), dimana di lokasi tersebut pada Bulan Agustus merupakan bulan yang mempunyai tinggi gelombang paling tinggi, dibandingkan dengan bulan-bulan lain karena pengaruh hembusan angin yang kuat, berdasarkan pola yang didapat pada penelitian tentang energi gelombang laut secara global (Arinaga and Cheung 2012). Lokasi lain yang merupakan lokasi yang membutuhkan pemetaan energi gelombang laut dan merupakan lokasi potensial adalah Pulau Poteran yang berlokasi di bagian tenggara Pulau Madura, Jawa Timur. Pulau Poteran ini membutuhkan energi terbarukan berbasis lautan untuk memenuhi daya listrik yang akan digunakan dalam pembuatan pabrik es balok sebagai sarana pendinginan ikan tangkapan para nelayan di pulau tersebut, sebagai bagian dari skema penelitian SIDI (Sustainable Island Development Initiative) yang dinisiasi oleh DAAD Jerman dan ITS Surabaya, Indonesia.

(27)

Salah satu upaya memetakan potensi ORE, khususnya energi gelombang laut adalah dengan menghitung kekuatan yang bisa ditimbulkan oleh gelombang air laut, disimbolkan dalam Watt per satuan luas dengan menggunakan periode gelombang, amplitudo gelombang dan frekuensi gelombang sebagai parameternya. Salah satu media atau alat yang bisa digunakan untuk memetakan potensi energi gelombang laut adalah menggunakan satelit Synthetic Aperture Radar (SAR), dimana sudah dilakukan beberapa penelitian awal untuk memetakan potensi energi gelombang laut menggunakan citra satelit SAR ini. Hanya saja, penelitian yang sudah dilakukan oleh Thomas pada tahun 1982 dan Sugimoto pada tahun 2011 terbatas pada pengukuran tinggi gelombang dari permukaan laut saja, dimana penelitian yang dilakukan Thomas menggunakan citra SEASAT-SAR, dengan cakupan area Eropa (Thomas 1982), sedangkan penelitian Sugimoto menggunakan citra satelit ALOS-PALSAR dengan wilayah studi Kepulauan Izu di Jepang, dengan hasil perhitungan sebesar 0-7 meter dan rata- rata hasil sebesar 3-4 meter. (Sugimoto, Shiroto and Ouchi 2011).

Dalam penelitian ini, akan dilakukan sebuah proses estimasi potensi gelombang air laut di daerah perairan Pulau Poteran, Madura yang diketahui memiliki potensi energi gelombang laut yang tinggi dengan mengunakan data citra satelit ALOS-PALSAR menurut metode yang dilakukan oleh Sugimoto, Shiroto dan Ouchi pada tahun 2011, ditambah dengan pengukuran besar tenaga gelombang laut menggunakan periode, panjang gelombang dan frekuensi sebagai parameter dari penghitungan tersebut. Diharapkan penelitian ini dapat mengambil peran sebagai salah satu langkah awal dalam menyelesaikan krisis energi di Indonesia, dengan Ocean Renewable Energy sebagai tulang punggungnya, khususnya Ocean Wave Energy untuk menyelesaikan masalah ketersediaan energi terbarukan untuk memajukan taraf hidup masyarakat di Pulau Poteran, Madura.

(28)

1.2.Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang akan diteliti dan diangkat dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana cara dan metode yang dapat digunakan

untuk mengukur potensi energi gelombang laut saat

pengambilan citra menggunakan citra

ALOS-PALSAR?

b. Bagaimana hasil proses konversi dan estimasi potensi

energi gelombang laut di perairan Pulau Poteran

menggunakan citra ALOS-PALSAR pada waktu

pengambilan citra tersebut?

c. Bagaimanakah perbandingan antara hasil pengukuran

menggunakan satu metode dengan metode yang lain

dan korelasinya dengan batimetri dari perairan pulau

Poteran?

1.3.Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, masalah dibatasi pada proses preliminary assessment yang meliputi pemetaan dan estimasi potensi energi gelombang air laut di perairan Pulau Poteran, dimana ditandai dengan berapa besar tenaga gelombang yang bisa dihasilkan (wave power), menggunakan tinggi atau amplitudo gelombang, nomor gelombang (wave number), frekuensi gelombang (radial frequency) dan periode gelombang sebagai komponen utama. Untuk data yang digunakan, menggunakan data citra ALOS-PALSAR yang diolah menggunakan aplikasi MATLAB, ASF MapReady dan ArcGIS. Batasan lain dari penelitian ini adalah pada hasil, dimana merupakan potensi energi gelombang laut saat pengambilan citra saja, bukan potensi tahunan.

1.4.Tujuan

(29)

a. Mengetahui besar potensi energi gelombang air laut di perairan Pulau Poteran, berdasarkan nilai wave power nya, dengan data awal berupa citra satelit ALOS-PALSAR. b. Melakukan validasi dari data estimasi tersebut terhadap

data-data pembanding yang ada, khususnya data lapangan, dan batimetri menggunakan metode statistika.

1.5.Manfaat

Dari hasil penelitian ini diharapkan mendapatkan manfaat-manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Manfaat yang bisa didapatkan dari penelitian ini dalam hal teoritis adalah memberikan nilai seberapa besar potensi energi gelombang air laut di perairan Pulau Poteran dengan metode yang baru, yaitu menggunakan citra satelit aktif (Synthetic Aperture Radar). Penelitian ini diharapkan sebagai pintu gerbang dari proses Research and Development terhadap Ocean Renewable Energy di Indonesia yang berkelanjutan dan sistematis serta membuka batas-batas keilmuan, untuk menjadikan lautan sebagai sumber energi utama Indonesia di masa depan. b. Manfaat Praktis

i. Untuk birokrat dan instansi pemerintah yang mempunyai bidang pekerjaan terkait dengan energi terbarukan dan lautan, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi awal dalam memulai proses Research and Development untuk Ocean Renewable Energy di Indonesia.

ii. Untuk instansi swasta yang berkecimpung di bidang energi kelautan, dapat digunakan sebagai referensi awal dalam melakukan proses Research and Development untuk membuat dan memasarkan alat pembangkit listrik tenaga lautan.

(30)

iii. Bagi akademisi dan institusi pendidikan, dapat digunakan sebagai referensi awal untuk memulai topic Research and Development baru di bidang energi terbarukan yaitu Ocean Renewable Energy.

iv. Bagi masyarakat, sebagai pembuka mata dan wawasan baru bahwa Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar di lautan, tidak hanya sebagai sumber bahan makanan, tetapi juga sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan.

v. Bagi penduduk Pulau Poteran, Madura adalah sebagai solusi tepat dan efektif dalam menyelesaikan masalah kebutuhan pabrik es balok yang akan digunakan sebagai medium penyimpanan ikan tangkapan yang efektif, sehingga akan meningkatkan taraf hidup nelayan Pulau Poteran secara khusus dan penduduk Pulau Poteran secara umum.

(31)

7

2.1. Synthetic Aperture Radar

2.1.1. Radar dan SAR

Sebuah sistem radar akan menyapu sebuah wilayah secara berdikari dengan memancarkan pulsa dari energi gelombang mikro. Pulsa ini dipantulkan oleh wilayah tersebut dan ditangkap kembali oleh sensor penerima yang menjadi satu bagian dengan radar tersebut. Dengan mengukur perbedaan waktu antara gelombang yang dipancarkan dan penerimaan dari energi yang dipantulkan, radar bisa menentukan jarak dari objek yang dipetakan (disebut dengan slant range atau range). Resolusi range adalah kemampuan dari radar untuk membedakan dua objek yang terpisahkan oleh jarak minimum yang sudah ditentukan. Ketidakmampuan radar untuk memisahkan dua objek membuat radar menerima pantulan yang merupakan kombinasi dari kedua objek tersebut.

Resolusi spasial pada arah atau sumbu range bukanlah sebuah range (jarak) atau yang tergantung pada panjang gelombang secara langsung, tetapi merupakan sebuah fungsi dari lebar gelombang yang dikalikan dengan kecepatan cahaya dan dibagi 2. Resolusi range bisa juga didefinisikan dari nilai resiprokal dalam satuan meter terhadap lebar gelombang yang efektif (pulse bandwidth (β)) atau lebar gelombang yang efektif yang sudah terproses (τ) dan dikalikan dengan kecepatan cahaya (c), seperti ditunjukkan dalam rumus 2.1 di bawah ini.

Range Resolution (Resolusi Range) = (𝑐𝜏

2) = ( 𝑐

2𝛽)

Pada arah tegak lurus dari range, terdapat sebuah sumbu yang biasa disebut azimuth, yang dalam SAR mempunyai kegunaan untuk menambah resolusi dengan metode aperture

(32)

synthesis. Biasanya, radar biasa menggunakan persamaan yang diambil dari dimensi fisik dari aperture nya sendiri untuk mengukur seberapa besar resolusi dari radar tersebut, dan sistem tersebut akan membawa masalah besar apabila dibawa ke sistem satelit, karena membutuhkan aperture yang sangat besar dan tidak mungkin diaplikasikan di luar angkasa. Tetapi berkat penemuan dari Carl Wiley, resolusi dari radar ditentukan dari bandwidth gelombang Doppler yang ada, bukan melalui lebar dari aperture itu sendiri, yang menyebabkan perbedaan antara SAR dan RAR yang dijelaskan secara garis besar di Tabel 2.1.

Dalam sistem SAR, apabila perlakuan untuk membatasi fase bisa dilakukan, sebuah sistem SAR akan mampu menghasilkan gambar yang mempunyai resolusi spasial yang sangat independen terhadap panjang gelombang dan range dari wilayah yang akan dipetakan (McCandless Jr and Jackson 2004).

Peluncuran satelit Synthetic Aperture Radar SEASAT pada tahun 1978, membuka peluang tersedianya berbagai informasi tentang fenomena laut seperti gelombang permukaan, gelombang dalam laut, arus, kecepatan angin, curah hujan, serta informasi lainnya yang bermanfaat dalam kegiatan monitoring dan eksplorasi sumber daya laut. SAR (Synthetic Aperture Radar) merupakan sebuah sistem radar yang mengindera secara menyamping dengan mengakumulasi

Tabel 2.1 Perbedaan antara SAR dan RAR (Sumber: McCandless Jr & Jackson, 2004) Spatial

Direction SAR RAR

Cross-Range (Along Track) 𝐴𝑙𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑟𝑎𝑐𝑘 𝐴𝑛𝑡𝑒𝑛𝑛𝑎 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 2 𝑊𝑎𝑣𝑒𝑙𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑥 𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 𝐴𝑙𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑟𝑎𝑐𝑘 𝐴𝑛𝑡𝑒𝑛𝑛𝑎 𝐿𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ Range (𝑐 2𝛽) ( 𝑐 2𝛽)

(33)

data baik secara paralel maupun searah jalur terbangnya dan dapat menghasilkan citra resolusi tinggi serta mempunyai kemampuan melakukan pencitraan baik siang maupun malam dan pada segala cuaca karena tidak terpengaruh oleh kondisi awan. Dari data sinyal yang terekam, selanjutnya diproses untuk menghasilkan citra radar. Jarak yang menyamping tersebut disebut dengan “range”. Sedangkan yang searah jalur disebut dengan azimuth. Beberapa keunggulan lainnya dari SAR yaitu kontrol terhadap beberapa besaran seperti daya, frekuensi, fase, polarisasi, sudut, resolusi spasial dan lebar petak dimana besaran-besaran tersebut sangat penting untuk mengekstraksi informasi kuantitatif. (National Oceanic and Atmospheric Administration 2004); (Cutrona 1980)

2.1.2. Prinsip SAR

Pada prinsipnya, SAR adalah sebuah proses pemancaran gelombang dan penerimaan kembali gelombang tersebut di sebuah wahana. Setiap gelombang berjalan menuju target dan dipantulkan oleh target tersebut lalu ditangkap kembali oleh antena dari radar tersebut. Hal ini bisa terjadi karena kecepatan dari gelombang tersebut mencapai kecepatan cahaya, sehingga dapat kembali ke penerima sebelum berpindah tempat. Sistem dari SAR menyimpan bagaimana histori dari fase respon setiap penerimaan sinyal kembali dan pemrosesan citra SAR adalah proses weighting, shifting, and summing dari setiap fokus yang nantinya menghasilkan sebuah gambar yang terdiri dari respon total yang didapat di tempat tersebut (McCandless Jr and Jackson 2004). Diagram dari sistem SAR ditampilkan pada Gambar 2.1.

2.1.3. Pemrosesan Sinyal SAR dan Bentuk Gambar

Dalam pemroses sinyal SAR ada beberapa operasi yang harus dilakukan untuk mengkonversi data mentah menuju data yang bisa di intrepretasi. Data mentah SAR bukanlah gambar karena titik- titiknya tersebar sesuai dengan range dan dimensi

(34)

Gambar 2.1 Diagram Sistem SAR (Sumber: McCandless Jr dan Jackson, 2004)

dari azimuth. Pemroses sinyal SAR berguna untuk melakukan kompresi terhadap data mentah ini dan menghasilkan gambar atau citra yang bisa di intrepretasi dan bisa dilihat secara visual seperti kenampakan bumi.

Salah satu teknik atau metode dalam perhitungan dan pembentukan citra SAR adalah menggunakan Fourier Transform Analysis, yang merubah citra menjadi sebuah gambar atau grafik yang mempunyai domain frekuensi, lokasi dan amplitudo dari tangkapan sinyal.

Secara garis besar, pembentukan citra SAR membutuhkan banyak proses dan komputasi, termasuk pemrosesan sinyal secara intensif dan membutuhkan kemampuan komputer yang sangat cepat, mencapai 108 operasi kompleks yang harus diselesaikan dalam satu detik. Hanya saja kebutuhan akan super komputer ini menghasilkan sebuah gambar dengan resolusi tinggi dengan antenna dan receiver yang kecil, sehingga membuat SAR sangat menarik dan bagus untuk diaplikasikan dalam berbagai bidang dan wahana, baik satelit

(35)

Gambar 2.2 Ilustrasi Hasil SAR Image Acquisition (Sumber: McCandless Jr dan Jackson, 2004)

maupun pesawat terbang (McCandless Jr and Jackson 2004). Berikut ini adalah ilustrasi dari pemrosesan citra SAR dan sistematikanya yang ditunjukkan pada gambar 2.2 dan 2.3: 2.1.4. Pencitraan SAR pada Permukaan Laut

Sebuah sistem SAR sangat bergantung pada pengukuran akurat di fase dan Doppler Effect, dimana melalui pemrosesan sinyal memungkinkan aperture dari sistem tersebut untuk di-sintesis sehingga mendapatkan resolusi yang baik dalam sumbu azimuth.

Interaksi dari gelombang SAR dan permukaan laut sangat kompleks, bergantung pada penjang gelombang, polarisasi, geometri, kondisi lingkungan dan atribut kelistrikan dari permukaan lautan tersebut. Secara garis besar, energi dari SAR di acak secara tersebar oleh kehadiran sebuah gelombang laut

(36)

Gambar 2.3 Citra SAR sebelum (kiri) dan sesudah di-olah (kanan) (Sumber: McCandless Jr dan Jackson, 2004)

kecil yang disebut Bragg Waves. Efek lain di permukaan laut adalah pergerakan dari Doppler atau disebut Doppler shift yang membuat pemrosesan dari estimasi tinggi gelombang dan fase gelobmbang harus melewati tahap velocity bunching. (McCandless Jr and Jackson 2004)

2.2. ALOS-PALSAR

Phased Array type L-Band Synthetic Aperture Radar atau yang biasa disebut PALSAR adalah sebuah sistem SAR yang dikembangkan oleh Kementrian Ekonomi Jepang (METI) yang bekerjasama dengan Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA). PALSAR diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 pada pukul 10:33 JST dari peluncuran di Pulau Tanegashima, Jepang dan ditempatkan pada satelit Advanced Land Observing Satellite (ALOS). Tujuan utama dari peluncuran sensor PALSAR adalah untuk megakuisisi data yang berguna dalam eksplorasi sumber daya, proteksi lingkungan dan tujuan-tujuan lain. Setelah satelit ALOS tidak

(37)

lagi beroperasi pada 2011, J-spacesystems (pengelola satelit ALOS) menggunakan data PALSAR dalam bidang berikut: a. Pemetaan Daratan

i. Analisis dari Struktur Geologis

ii. Pembuatan basis data akan potensi sumber daya b. Pemetaan Lepas Pantai

i. Pengambilan atau delienasi pantai

ii. Pengawasan akan kontaminasi lingkungan pantai. c. Pengawasan Lingkungan dan Bencana Alam

i. Pengawasan bencana seperti longsor, aktivitas vulkanik dan banjir.

ii. Pengawasan lingkungan seperti hutan iii. Kooperasi Internasional

d. Penelitian dan Pengembangan untuk Pemrosesan dan Aplikasi dari data Polarimetri

i. Analisis akan struktur geologis untuk eksplorasi sumber daya

ii. Penelitian dan pengembangan dari pemetaan dan klafisikasi dari biomassa dan hutan.

2.2.1. Sistem Satelit ALOS

Satelit ALOS yang sudah ditambah dengan sensor PALSAR diluncurkan pada tanggal 24 Januari 2006 dari Pulau Tanegashima, dan berhenti beroperasi pada tahun 2011 karena beberapa kesalahan. Berikut ini adalah spesifikasi utama dari satelit ALOS dan gambar dari satelit ALOS beserta sensornya pada tabel 2.2 dan gambar 2.4.

2.2.2. Orbit ALOS

Beberapa satelit yang mengorbit bumi termasuk ALOS memutari bumi dalam orbit sun-synchronous yang memungkinkan pengambilan data saat matahari sedang bersinar dan juga memungkinkan pengawasan secara berkala karena pasti akan melewati sebuah titik di interval waktu yang sama.

(38)

Tabel 2.2 Spesifikasi Satelit ALOS (Sumber: Japan Space Systems, 2012)

Item Spesifications

Launch

Launch Vehicle H-IIA Launch

vehicle No.8

Date 10:33am on

January 24, 2006 (JST)

Launch Site Tanegashima Space

Center

Orbit

Orbit Sun-Synchronous

Sub-Recurrent Local Sun Time at

Descending Node

10:30 ± 15 min (AM)

Altitude 691,95 km on the

equator

Orbit Inclination 98,16 deg.

Period 98,7 min

Revolution per

Day

14+27/46 /Day

Recurrent cycle 46 days

Inter-Orbit Distance 59,7 km on the equator Repetition Accuracy +/-2,5 km on the equator

Gambar 2.4 Denah Satelit ALOS (Sumber: Japan Space Systems, 2012)

(39)

Orbit dari satelit ALOS sendiri adalah sun-synchronous dengan ketinggian 691,95 km dan inklinasi sebesar 98,16 derajat yang berputar mengelilingi bumi dalam waktu 100 menit dan akan mengelilingi bumi 14 kali dalam sehari. ALOS akan melewati titik yang sama dalam waktu setiap 46 hari dan jarak antar orbit adalah 59,7 km di khatulistiwa. Pada gambar 2.5 dijelaskan bagaimana orbit dari satelit ALOS.

2.2.3. Spesifikasi Sensor PALSAR

PALSAR adalah sensor aktif gelombang mikro yang tidak mendapatkan efek buruk dari cuaca dan dapat beroperasi baik pada siang maupun malam hari.

Gambar 2.5 Orbit Satelit ALOS (Sumber: Japan Space Systems, 2012)

(40)

Fungsi Full-Polarimetry, fungsi off-nadir pointing dan fungsi- fungsi lain pada PALSAR menambah akurasi dalam menganalisa struktur geologis di bumi dan lain- lain, sehingga berkontribusi dalam bidang eksplorasi sumber daya secara lebih efektif.

Di waktu yang sama, multi-polarization sangat efektif dalam mendapatkan informasi vegetasi yang membuat data PALSAR ini bisa digunakan dalam pengamatan baik secara global maupun regional terhadap vegetasi dan klasifikasi penggunaan lahan dan lain- lain. Spesifikasi dari PALSAR secara umum dapat dilihat di Tabel 2.3.

Dari tabel 2.3 bisa dilihat bahwa PALSAR mempunyai 3 macam mode pengamatan, yaitu:

a. Mode Resolusi Tinggi (Fine Resolution Mode)

Mode ini adalah mode yang paling umum digunakan dalam pengamatan normal. Dengan resolusi mencapai 7 meter, mode ini adalah SAR yang paling besar resolusi spasialnya dibanding dengan sistem SAR yang ada di dunia ini.

Tabel 2.3 Spesifikasi Sensor PALSAR (Sumber: Japan Space Systems, 2012)

Mode High Resolution ScanSAR Polarimetry

Center Frequency 1270 MHz (L-Band)

Bandwidth 28 MHz 14 MHz 14,28 MHz 14 MHz Polarization HH or VV HH+HV or VV+VH HH or VV HH+HV+VH+VV

Incidence Angle 8-60 eg 8-60 eg 18-43 eg 8-30 deg

Range Resolution 7-44 m 14-88 m 100 m

(multi look) 24-89 m

Swath 40-70 m 40-70 km 250-350 km 20-65 km

Quantization 5 bits 5 bits 5 bits 3 or 5 bits

Data Rate 240 Mbps 240 Mbps 12 Mbps,

(41)

b. Mode ScanSAR (ScanSAR Mode)

Mode ini memungkinkan penggantian nadir angle sampai 3-5 kali, sehingga dapat mencakup area yang luas mencapai 250 km untuk 3 kali penggantian dan 350 km untuk 5 kali penggantian. Meskipun demikian, resolusi spasialnya lebih rendah daripada Mode Resolusi Tinggi. c. Mode Polarimetri (Polarimetry Mode)

Pada sensor PALSAR, menungkinkan untuk menerima dan memancarkan sinyal dalam polarisasi horizontal dan vertical atau yang disebut multi-polarimetry. PALSAR juga bisa mengganti polarisasi itu disaat sedang melakukan pengambilan data, sehingga didapatkan citra full-polarimetry yang terdiri dari 4 macam penerimaan-pemancaran polarisasi.

Pada gambar 2.6 merupakan diagram dari Mode observasi pada PALSAR.

Gambar 2.6 Diagram Mode Observasi PALSAR (Sumber: Japan Space Systems, 2012)

(42)

2.2.4. Level Produk dari PALSAR

PALSAR mempunyai beberapa level produk, dengan spesifikasi yang berbeda dan perlakuan yang berbeda pula. PALSAR mempunyai 5 level yang berbeda, yaitu 1.0, 1.1, 1.5, 4.1 dan 4.2. Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa level tersebut:

a. Level 1.0

Produk pada level ini sudah mengalami bit realignment dan data processing dasar, tetapi tidak mengalami proses SAR recovery.

b. Level 1.1

Produk pada level ini sudah mengalami koreksi SLC (Single Level Complex), dimana sudah samarata pada slant range nya.

c. Level 1.5

Produk pada level ini sudah mengalami proses geo-referencing dan geo-coding.

d. Level 4.1 dan 4.2

Produk ini sebenarnya merupakan hasil olahan dari data Level 1.0 ScanSAR dan Polarimetry.

Berikut ini adalah penjelasan dari beberapa level data PALSAR, seperti ditunjukkan di tabel 2.4.

Tabel 2.4 Penjelasan Level Produk ALOS-PALSAR (Sumber: Japan Space Systems, 2012) Product

Level

Observation

Mode Polarization Format

Data

Type Data Size of One Pixel

Level 1.0 High Resolution Mode 1 Polarization (HH/VV) CEOS 8 bit unsigned integer

I and Q Channel 8 bit unsigned Integer 2 bytes in total for single polarization

4 bytes in total for 2 polarizations 8 bytes in total

for 4 polarizations 2 Polarization (HH+HV/VV+VH) Polarimetry Mode 4 Polarization (HH+VV+VH+HV) ScanSAR Mode 1 Polarization (HH/VV)

(43)

Product Level

Observation

Mode Polarization Format

Data

Type Data Size of One Pixel

Level 1.1 High Resolution Mode 1 Polarization (HH/VV) Vertical Standard SLC (Single Look Complex) 32 bit floating point

Real and Imaginary Parts of Complex Number 8 bytes in total for single polarization

16 bytes in total for 2 polarizations 32 bytes in

total for 4 polarizations 2 Polarization (HH+HV/VV+VH) Polarimetry Mode 4 Polarization (HH+VV+VH+HV) Level 1.5 High Resolution Mode 1 Polarization (HH/VV) Geo-referenced: CEOS 16 Bit Unsigned Integer 2 bytes Geo-Coded: CEOS GeoTIFF Geo-coded Ortho: ERSDAC GeoTIFF 32 bit floating point 16 Bit Unsigned Integer 4 bytes 2 bytes Level 4.1 High Resolution Mode 2 Polarization (HH+HV/VV+VH) Geo-referenced: CEOS 16 Bit Integer (Signed and Unsigned) HH*HH’, HV*HV’, VV*VV’ Real Number Unsigned

Integer (2 Byte) Complex Number Real and

Imaginary Parts Signed Integer (2 Byte) 8 Bytes in total for 2

polarizations

18 Bytes in Total for 4 Polarizations Geo-Coded: CEOS GeoTIFF Geo-coded Ortho: ERSDAC GeoTIFF 32 bit floating point 16 Bit Unsigned Integer Polarimetry Mode 4 Polarization (HH+VV+VH+HV) Geo-referenced: CEOS 16 Bit Integer (Signed and Unsigned) Geo-Coded: CEOS GeoTIFF

(44)

Product Level

Observation

Mode Polarization Format

Data

Type Data Size of One Pixel

Level 4.2 ScanSAR Mode 3 scans 1 Polarization (HH/VV) Geo-referenced: CEOS 16 Bit Integer (Signed and Unsigned) 2 bytes ScanSAR Mode 4 scans Geo-Coded: CEOS GeoTIFF 4 bytes ScanSAR Mode 5 scans Geo-coded Ortho: ERSDAC GeoTIFF 32 bit floating point 16 Bit Unsigned Integer 2 bytes

2.2.5. Polarisasi dan Sigma Nought

Dalam sistem Radar, khususnya ALOS-PALSAR mempunyai sistem dual-polarization, dimana berarti sensor ALOS-PALSAR mempunyai kemampuan untuk menerima dan mengeluarkan sinyal radar dalam 2 polarisasi, baik secara vertical maupun horizontal. Polarisasi yang sama (Horisontal-Horisontal atau Vertikal-Vertikal) mempunyai nilai yang lebih tinggi dari cross-polarization, karena mencerminkan bentuk permukaan bumi yang tidak mengalami multiple scattering. Polarisasi VV (Vertikal-Vertikal) seperti ditunjukkan dalam gambar 2.7 dibawah mempunyai aplikasi yang banyak, khususnya dalam bidang kelautan, karena polarisasi ini mempunyai nilai yang lebih baik daripada HH ataupun cross-polarization. Sedangkan polarisasi HH (Horisontal-Horisontal) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.8 dibawah mempunyai aplikasi khususnya dalam membedakan lautan dengan es, dan melengkapi polarisasi VV dalam analisa lautan, karena menghasilkan kontras yang lebih baik diantara HH dan VV terhadap feature yang ada di lautan. Proses ekstraksi data vector dari lautan akan lebih mudah apabila backscatter coefficient dari HH dan VV sudah diketahui sebelumnya. (European Space Agency 2014)

(45)

Gambar 2.7 Polarisasi VV (Sumber: European Space Agency, 2014)

Gambar 2.8 Polarisasi HH (Sumber: European Space Agency, 2014)

Dalam sistem polarisasi, terdapat backscatter coefficient yang merupakan perhitungan konvensional dari kekuatan sinyal radar yang terpantul dalam distributed scatterer, biasanya di-ekspresikan dalam dB. Sigma Nought merupakan sebuah backscatter coefficient yang dihitung terhadap bidang horizontal, dan mempunyai variansi bergantung pada incidence angle, wavelength dan polarisasi, termasuk juga hal- hal yang terdapat dalam permukaan bumi tersebut (European Space Agency 2014).

2.3. Gelombang Laut dan Energinya

2.3.1. Pengertian Gelombang Laut

Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus permukaan air laut yang

(46)

membentuk kurva atau grafik sinusoidal. Gelombang laut dibentuk oleh adanya transfer energi dari udara ke massa air. Angin merupakan pengaruh utama terjadinya gelombang. Angin yang lebih kuat mengakibatkan gelombang yang lebih besar (Rohman 2012). Gelombang laut merupakan sebuah sumber energi yang ditransfer dari angin menuju lautan. Seiring dengan berhembusnya angin di lautan, interaksi air- udara di lautan tersebut mengakibatkan terbentuknya gelombang, dimana menyimpan energi dalam bentuk energi potensial dalam bentuk massa air yang bergerak dihitung dari permukaan air laut dan energi kinetik dalam bentuk gerakan dari partikel air (Lewis 2011). Gelombang merupakan manifestasi dari gaya yang bekerja pada fluida yang cenderung merubah bentuk dari fluida itu sendiri yang berlawanan terhadap aksi dari gravitasi dan regangan permukaan fluida tersebut, yang bersama- sama menjaga tingkat permukaan dari sebuah fluida. Sehingga, dalam memunculkan sebuah gelombang membutuhkan semacam gaya, seperti contoh adalah badai atau angin ataupun batu yang jatuh di air. Setelah gaya tersebut tercipta dan bekerja di sebuah permukaan fluida, maka gaya gravitasi dan regangan permukaan pun menjadi aktif dan memungkinkan gelombang tersebut untuk bergerak (propagate), seperti pada senar gitar. (Dean and Dalrymple 1984)

2.3.2. Komponen dan Parameter Gelombang Laut

Secara garis besar, gelombang laut harus kita anggap sebagai undulasi atau beda tinggi yang terjadi di permukaan laut atau danau. Biasanya berbentuk daerah yang membentuk sebuah formasi dari tengah laut dan mengarah menuju tepi pantai dimana mereka akan terbelah atau terpantul seperti terlihat pada gambar 2.9.

(47)

Dengan mengasumsikan bahwa gelombang laut adalah gelombang kosinus, terdapat beberapa parameter dan variable yang bisa kita gunakan dan identifikasi, yaitu:

a. Tinggi Gelombang (H) dan Amplitudo (A)

Tinggi vertical dari punggung gelombang ke puncak gelombang disebut ‘tinggi’, sedang amplitude adalah nilai setengah dari ‘tinggi tersebut. b. Panjang Gelombang (L)

Jarak antara satu puncak gelombang dengan gelombang yang lain.

c. Nomor Gelombang (k)

Nomor gelombang yang didapatkan dari jarak, biasanya menggunakan nomor gelombang secara radian.

d. Periode Gelombang (T)

Waktu yang diperlukan antara 2 puncak geombang. e. Frekuensi Gelombang (ω)

Jumlah gelombang yang bisa didapatkan dalam satu detik, biasanya menggunakan satuan radian. f. Kecepatan Fase Gelombang (C)

Kecepatan yang didapatkan pada saat gelombang melewati sebuah titik. (Triatmojo 1999)

Gambar 2.9 Parameter Gelombang Laut Sinus/Kosinus (Sumber: Dean dan Dalrymple, 1984)

(48)

2.3.3. Jenis-jenis Gelombang Laut

Gelombang laut, seperti dijelaskan pada sub-bab 2.3.1 mempunyai beberapa parameter yang sudah ditentukan. Parameter- parameter tersebut akan membentuk dan membuat gelombang laut mempunyai jenis dan karakteristik yang khas. Dalam Perkembangannya, gelombang mempunyai beberapa karakteristik yang didasarkan terhadap gaya pembangkitnya, yaitu periode, frekuensi dan panjang gelombang yang mempunyai hubungan satu sama lain dalam rumus normal dan ideal dari gelombang sinusoidal. Penjelasan dari jenis- jenis gelombang tersebut ada pada gambar 2.10 berikut ini.

2.3.4. Teori Gelombang Amplitudo Kecil

Pada umumnya bentuk gelombang di alam adalah sangat kompleks dan sulit digambarkan secara matematis karena ketidak-linierannya, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang random. Untuk membuatnya bisa dihitung, bisa menggunakan beberapa pendekatan

Gambar 2.10 Jenis-jenis Gelombang Laut (Sumber: Dean dan Dalrymple, 1984)

(49)

matematis yang dikemukakan beberapa ahli, seperti Airy, Stokes, Mich, Knoidal. Masing- masing teori tersebut mempunyai keterbatasan dan kondisi tertentu. Teori Airy merupakan teori Gelombang Ampitudo Kecil, sedang yang lain merupakan teori Gelombang Amplitudo Terbatas (Triatmojo 1999).

Teori Gelombang Amplitudo Kecil diturunkan berdasarkan persamaan Laplace untuk aliran tak rotasi dengan kondisi batas di permukaan air dan dasar laut. Penyelesaian persamaan tersebut digunakan untuk menemukan potensial kecepatan yang nantinya akan digunakan untuk menurunkan persamaan dari berbagai karakteristik gelombang seperti fluktuasi muka air, kecepatan dan percepatan partikel, tekanan, kecepatan rambat gelombang dan sebagainya. Anggapa yang digunakan untuk menurunkan persamaan gelombang adalah sebagai berikut:

a. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan, sehingga rapat massa adalah konstan.

b. Tegangan permukaan diabaikan. c. Gaya Coriolis diabaikan.

d. Tekanan pada permukaan air konstan.

e. Zat cair adalah ideal, sehingga berlaku aliran tak rotasi.

f. Dasar laut adalah horizontal, tetap dan impermeable sehingga kecepatan dasar laut adalah nol.

g. Amplitudo gelombang kecil terhadap panjang gelombang dan kedalam air.

h. Gerak gelombang berbentuk silinder yang tegak lurus arah penjalaran gelombang sehingga gelombang adalah dua dimensi. (Triatmojo 1999)

(50)

(2.2)

2.3.5. Penentuan Kondisi Batas Bentuk Matematis Gelombang Laut (Water Wave Boundary Value Problem)

Dalam menentukan rumus yang memenuhi kondisi Gelombang Amplitudo Kecil Airy, perlu adanya penentuan batas- batas dari model matematis terhadap sebuah gelombang laut. Turunan orde kedua dari hukum pergerakan fluida dalam sebuah gelombang laut 2 dimensi yang berjalan secara periodik adalah sebuah persamaan Laplace, dimana rumus dibawah ini berlaku untuk satu gelombang, berapapun besar bentuknya (Dean and Dalrymple 1984).

∇2∅ = 0, 0 < 𝑥 < 𝐿, −ℎ < 𝑧 < 𝜂 Dimana gradien atau akselerasi dari velocity potential (∅) adalah bernilai nol, selama x berada diantara 0 dan panjang gelombang (L), dan z berada diantara kedalaman laut (h) dan surface height (𝜂). Secara garis besar, kondisi-kondisi batas yang memenuhi syarat gelombang amplitude kecil ada 3, yaitu Bottom Boundary Condition (BBC), Kinematic Free Surface Boundary Condition (KFSBC) dan Dynamic Free Surface Boundary Condition (DFSBC) dimana tergambar jelas pada gambar 2.11 di bawah ini.

Rumus- rumus turunan terhadap ketiga kondisi tersebut adalah sebagai berikut:

Untuk Bottom Boundary Condition (BBC)

Untuk Kinematic Free Surface Boundary Condition (KFSBC)

(2.3)

(51)

Gambar 2.11 Spesifikasi Kondisi Batas untuk Gelombang Laut (Sumber: Dean dan Dalrymple 1984)

Untuk Dynamic Free Surface Boundary Condition (KFSBC)

2.3.6. Boundary Value Problem Solution for Linearized Water Wave (Dispersion Relation)

Dari rumus 2.3, 2.4 dan 2.5 diatas, dilakukan proses linearisasi terhadap variabel-variabel atau disebut proses pemisahan variabel (separation of variables) untuk mendapatkan solusi dari permasalahn batas model matematis diatas, sehingga mendapatkan rumus velocity potential yang berlaku untuk semua kondisi di gelombang laut dan rumus radial frequency yang juga berlaku untuk semua bentuk gelombang, seperti berikut. (Dean and Dalrymple 1984)

(2.5)

(52)

Dari rumus diatas, apabila nilai kh dan tahnh kh di plot terhadap nilai radial frequency, maka yang didapatkan adalah gambar 2.12, dimana menunjukkan bahwa hanya ada satu wave number yang sesuai dengan satu radial frequency, dan solusi tersebut akan berubah selaras dengan perubahan wave number dan perbedaan kecepatan dari setiap gelombang laut yang ada, atau disebut dengan Dispersion Equation/Relation.

2.3.7. Energi Gelombang Laut

Energi gelombang laut adalah energi yang di transfer dari angin menuju lautan. Seiring dengan berhembusnya angin di lautan, interaksi udara dengan air

Gambar 2.12 Grafik Radial Frequency terhadap Wave Number (Dispersion Relation)

(Sumber: Dean dan Dalrymple 1984)

(53)

di laut menyebabkan pemindahan energi angin ke lautan, membentuk gelombang air laut yang menyimpan energi sebagai energi potensial dan eneegi kinetik. Ukuran dan periode dari gelombang ini bergantung dengan jumlah energi yang berpindah dari angin ke lautan, dalam fungsi kecepatan angin, waktu yang dibutuhkan dalam satuan hari dan panjang dari lautan yang dibutuhkan untuk gelombang tersebut dalam bergerak atau disebut fetch. Gelombang laut sangat efisien dalam perpindahan energi, dan dapat bergerak dalam jarak yang sangat jauh di lautan. Ketersediaan energi gelombang laut bergantung pada musim dengan variasi musim, dimana biasanya permodelan menggunakan estimasi rata- rata jangka panjang menggunakan database global dengan histori yang panjang (Lewis 2011). Peta global energi gelombang rata- rata ditunjukkan pada gambar 2.13. Dalam menentukan energi gelombang, ada beberapa alat dan instrument yang bisa digunakan, yaitu:

a. Buoy (Pelampung) Gelombang laut yang digunakan di laut dengan kedalaman lebih dari 20 meter.

Gambar 2.13 Peta Global Energi Gelombang Rata- Rata (Sumber: Lewis 2011)

(54)

b. Pengukuran berdasarkan Satelit.

c.Hasil dari permodelan gelombang-angin secara numeris. (Lewis 2011)

Untuk menangkap dan mengonversi Energi Gelombang Laut, digunakan Wave Energy Converter (WEC) yang secara stasioner atau naik turun sesuai dengan frekuensi dari gelombang laut. Cara lain adalah dengan menangkap gelombang yang ada di instrument dan ditangkap dengan turbin hidro dan menghasilkan listrik dari sistem tersebut. (United States Department of Energy 2009)

2.3.8. Potensi dan Efek Lingkungan dari Energi Gelombang Laut

Potensi terbesar energi gelombang laut berada pada bumi bagian atas atau bawah dengan koordinat yang berada diantara lintang 40o sampai 60o. Studi ekonomis terhadap energi gelombang laut sudah pernah dilakukan, dan meskipun untuk sekarang tidak bisa menandingi efisiensi energi fosil, tapi efisiensi dari energy gelombang seiring dengan berkembangnya teknologi semakin meningkat, dengan desain yang lebih efektif dan tentu saja lebih hemat. Dengan harga 5 sen poundsterling (5 penny) untuk 1 kWh, energy gelombang laut menjadi salah satu alternative hemat pembangkitan energy bersih di masa depan. (Pelc dan Fujita 2002)

Untuk efek lingkungan dari pembangkitan energi lautan, apabila menggunakan pembangkitan skala kecil akan memiliki efek yang sangat kecil terhadap ekosistem. Tetapi, sistem besar yang sedang dikembangkan ternyata memiliki potensi untuk menggangu stabilitas ekosistem karena arah gelombang dan besarnya akan berubah dengan adanya pembangkit yang bertindak sebagai pemecah gelombang. Untuk

(55)

mendapatkan sebuah sistem pembangkit yang ramah lingkungan, kita harus melakukan penelitian lebih lanjut tentang hal tersebut, karena energi gelombang ini merupakan salah satu sumber alternatif energi ramah lingkungan yang sangat potensial penggunaannya di masa depan (Pelc dan Fujita 2002).

2.3.9. Wave Statistics and Spectra

Pada permukaan laut, gelombang yang bekerja sebenarnya tidak hanya satu gelombang saja (monokromatik), tetapi merupakan superposisi dari sekian banyak gelombang dengan arah, besar dan intensitas yang berbeda. Untuk mendapatkan deskripsi yang memuaskan dari sebuah permukaan laut, maka banyak gelombang harus digabungkan menjadi satu, dimana salah satu prosesnya adalah dengan mencari Wave Spectrum, Spectral Analysis dan juga proses Fourier Analysis (Dean dan Dalrymple 1984).

Dalam sebuah gelombang yang terdapat di permukaan laut, secara garis besar sebenarnya merupakan gabungan dari banyak gelombang dengan frekuensi dan amplitude serta fase berbeda-beda, dimana memenuhi rumus

Dari rumus diatas, dapat dibuat banyak grafik, dimana merupakan representasi dari setiap masing- masing gelombang tersebut, atau disebut juga Wave Spectrum. Spektra dari masing- masing gelombang ini akan menjadi ciri khas setiap gelombang, dimana biasanya diidentifikasi dengan wave number dan radial frequency yang berbeda- beda. Gambar 2.14 menunjukkan contoh spektra dari sebuah gelombang, dimana menunjukkan spektra amplitudo, energi, densitas dan amplitudo dari bagian-bagian gelombang.

(56)

Gambar 2.14 Macam-Macam Grafik Wave Spectra (Sumber: Dean dan Dalrymple 1984)

Proses mendapatkan spektra dari sebuah gelombang memerlukan waktu yang lama dan perhitungan yang kompleks. Hanya saja, proses yang memakan waktu lama dan kompleks ini bisa menjadi sangat cepat, berkat penemuan dari Cooley, Lewis dan Welch pada tahun 1969 yaitu Fast Fourier Transform (FFT) algorithm. Berkat FFT ini, hampir semua proses data gelombang laut yang berbentuk dijital bisa diolah dan mendapatkan spektrum serta analisanya secara tepat dan efisien.

2.4. Image Processing

2.4.1. Fast Fourier Transform

Fast Fourier Transform telah menjadi sebuah sejarah dan pencapaian yang menarik, dimana menjadi sebuah bukti dan simplifikasi dari bagaimana para peneliti mencoba untuk mengemat waktu dari penghitungan sebuah Transformasi Deret Fourier di komputer. (Cooley, Lewis dan Welch 1969)

Fourier Transform merupakan sebuah teknik teoretis yang sangat penting yang sering dan banyak digunakan di beberapa bidang, seperti Matematika, Statistika, Fisika dan Teknik. Secara umum, pengguna dari alat bantu matematis ini mempunyai keinginan untuk meneliti pada satu atau beberapa fungsi dan

(57)

transformasinya, bukan pada proses perolehan data tersebut. (Brandwood 2003)

Konsep dari Transformasi Deret Fourier dianggap sangat masuk akal, dimana semua macam fungsi periodik dapat dirpresentasikan oleh jumlah dari fungsi periodik dasar di persamaan tersebut, termasuk grafik sinus ataupun kosinus. Frekuensi adalah fungsi dasar yang berbentuk integer atau angka bulat, dengan julah yang akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya banyak gelombang yang mempunyai frekeunsi tersebut. (Brandwood 2003)

Apabila sebuah f adalah fungsi untuk sebuah variable real x dengan periode X, maka rumus dasarnya adalah:

Dengan melakukan substitusi terhadap beberapa elemen dan variabel yang didapatkan, dihasilkan rumus seperti dituliskan dibawah ini.

Dimana g(y) adalah Fourier Transform dari fungsi f(x). Dari hasil ini, peneliti masih juga memperdebatkan

(2.9)

(2.10)

(2.11)

(58)

dan meneliti tentang problem dari konvergensi dari fungsi tersebut, dan mempercayai bahwa ada jawaban ataupun solusi terhadap permasalahan tersebut. Persamaan paling sederhana yang sudah ditampilkan diatas mempunyai permasalahan apabila digunakan pada daerah fungsi konstan, sehingga perlu dilakukan permodelan dan pendekatan akan Fourier Transform lebih lanjut karena model dan rumus yang sudah dikemukakan diatas merupakan fungsi yang mempunyai banyak kekurangan dan keterbatasan. (Brandwood 2003)

Dalam dunia pemrosesan sinyal, kita lebih mudah melaksanakan analisa apabila menggunakan sinyal analitis yang merupakan bilangan kompleks, bukan seperti bilangan real pada sinyal yang sebenarnya.

Terdapat salah satu jenis transformasi dalam Fourier Transform, yang merupakan hasil Fourier Transform terhadap X(Ω) dari urutan non-periodik x[n] dimana hasil tersebut terbentuk dalam domain frekeunsi, dan biasanya disebut spectrum atau Fourier Spectrum. Kuantitas dari |X(Ω)| disebut dengan Magnitude Spectrum, dimana apabila x[n] adalah real, maka Magnitude Spectrum ini disebut juga Amplitude Spectrum (Hsu 1995). Rumus dari jenis transformasi Amplitudo tersebut adalah sebagai berikut.

Apabila sebuah sinyal g[n] dengan ketentuan dibawah ini

maka

(2.13)

(2.14)

(59)

Sehingga spektra dari amplitudo dan fasenya adalah

Dengan energi total dari sinyal mempunyai rumus

Dari rumus 2.14, 2.15, 2.16 dan 2.17 diatas dapat disimpulkan bahwa kontribusi dari Amplitude Spectrum merepresentasikan densitas spectrum energi dari sinyal g[n] (Djuric and Kay 1999).

2.4.2. Band Pass Filter

Dalam pemrosesan gambar, FFT akan membuat gambar tersebut mengeluarkan bagaimana proses dan persebaran dari frekuensi- frekuensi yang ada di gambar tersebut. Dengan melakukan proses filtering atau penyaringan frekuensi- frekuensi yang diinginkan daan membuang frekuensi yang tidak diinginkan, maka didapatkan sebuah gambar baru yang merupakan hasil penyaringan tersebut ditambah dengan proses Inverse Fourier Transform.

Salah satu jenis penyaringan yang ada di Image Processing adalah Band-Pass Filter yang merupakan sebuah sistem atau metode penyaringan yang hanya akan meluluskan atau menyimpan data yang mempunyai frekuensi diantara sekian sampai sekian Hz, dimana sinyal selain pada interval tersebut akan dihilangkan secara total (Massachusetts Institute of Technology 2008). Definisi lain dari Band-Pass Filter adalah gabungan dari filter atau saringan High-Pass dan

Low-(2.16)

(60)

Pass dimana mempunyai batas bawah dan batas atas, dimana akan menyimpan data yang mempunyai frekuensi diantara batas bawah dan batas akhir dari sistem penyaringan tersebut (Kumar and Nanda 2008). Grafik dari proses penyaringan diatas dijelaskan pada gambar 2.15.

2.5. Interval Kepercayaan untuk Rata- Rata: t Statistics

2.5.1. Pengertian dan Proses

Salah satu proses pengujian Statistik dalam sebuah pengukuran maupun dalam sebuah penelitian adalah Confidence Interval. Dalam perhitungan Confidence Interval ini, perlu dicari sebuah nilai yang akan membantu dalam mengubah sampel menjadi mencerminkan populasi dari kumpulan data berdistribusi normal.

Gambar 2.15 Grafik Band-Pass Filter (Sumber: Massachusetts Institute of Tech, 2008)

(61)

Nilai tersebut disebut dengan t distribution, dimana menjadi jembatan antara 2 kondisi, yaitu sampel yang mempunyai data kurang dari 30, dan populasi yang mempunyai data berjumlah 30 atau lebih (Ghilani 2010). Untuk menurunkan rumus terhadap Confidence Interval dari sebuah rata- rata dari populasi, rata- rata sampel (y) dihitung dari sebuah kumpulan sampel dengan rata- rata populasi (μ) dan variansi dari rata- rata tersebut sebesar σ2/n, sehingga menjadi rumus 2.18 di bawah ini:

Dalam proses perhitungan dari Confidence Interval dari rata- rata populasi (μ), diperlukan perhitungan terlebih dahulu untuk menentukan area dari (1−α). Seperti contoh, apabila kita menggunakan Confidence Interval sebesar 95%, dengan grafik seperti pada gambar 2.16, area yang tidak ter-arsis mempunyai nilai 0.95, sedang masing- masing area ter-arsir masing- masing mempunyai nilai 0.025. Nilai t yang berhubungan dengan nilai yang ter-arsis tersebut bisa dicari pada tabel t. Untuk sampel yang mempunyai nilai rata- rata y dan variansi S2, rumus yang benar untuk

mendapatkan lokasi dari area ini adalah:

Sehingga, apabila diketahui nilai y, tα/2, v, n, dan S, maka

rumus 2.19 diatas berubah menjadi rumus 2.20 di bawah ini:

(2.18)

(2.19)

Gambar

Gambar 2.1 Diagram Sistem SAR  (Sumber: McCandless Jr dan Jackson, 2004)
Gambar 2.2 Ilustrasi Hasil SAR Image Acquisition  (Sumber: McCandless Jr dan Jackson, 2004)
Gambar 2.3 Citra SAR sebelum (kiri) dan sesudah di-olah (kanan)  (Sumber: McCandless Jr dan Jackson, 2004)
Gambar 2.5 Orbit Satelit ALOS  (Sumber: Japan Space Systems, 2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Surat kabar Republika diterbitkan atas adanya keinginan untuk mewujudkan media massa yang mampu mendorong bangsa menjadi kritis dan berkuaitas, yakni bangsa yang mampu duduk

Variabel independen berikutnya adalah Luas Lahan yang merupakan tanah yang dimiliki warga untuk menanam kelapa sawit yang ada di Desa Sei LiturTasik, dimana

Selanjutnya untuk melakukan langkah perbaikan terhadap kualitas produk pada proses pengemasan untuk produk tablet khususnya pada kemasan strip dan blister,

Salah satu BUMD yang memiliki aset besar dan memainkan peranan strategis karena terkait langsung dengan urat nadi perekonomian rakyat dan membawa dampak sangat besar

Persentase butir patah (pecah) dihitung berdasarkan perbandingan berat butir atau biji beras pecah dengan total berat beras dan dinyatakan dalam persentase. Butir patah menjadi

6HODLQ LWX DVDV KXNXP \DQJ WHUGDSDW GDODP 3DVDO $\DW 3DVDO $\DW GDQ 3DVDO $\DW GDSDW GLWHPXNDQ SXOD GDODP NHWHQWXDQ \DQJ WHUGDSDW GDODP 8QGDQJ 8QGDQJ 1RPRU 7DKXQ WHQWDQJ +XNXP

Pada hakikatnya Otonomi Daerah diberikan kepada rakyat sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan

CAMEL di bawah 81 memperlihatkan kondisi keuangan yang lemah yang ditunjukkan oleh neraca bank, seperti rasio kredit taklancar terhadap total aktiva yang